MAKALAH TUGAS AKHIR STUDI PENGARUH SISTEM STRUKTUR LANTAI BETON BERTULANG TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI DUDUN ANUGERAH WADI NRP 3107100109 Dosen Pembimbing: Ir. Retno Indryani, MS Endah Wahyuni, ST, MSc, PhD JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011
28
Embed
STUDI PENGARUH SISTEM STRUKTUR LANTAI BETON …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17219-3107100109-Paper.pdf · dalam tahap desain dan analisa ... 2007 tentang Tata Cara Perhitungan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKALAH TUGAS AKHIR
STUDI PENGARUH SISTEM STRUKTUR LANTAI BETON
BERTULANG TERHADAP
BIAYA KONSTRUKSI
DUDUN ANUGERAH WADI
NRP 3107100109
Dosen Pembimbing:
Ir. Retno Indryani, MS
Endah Wahyuni, ST, MSc, PhD
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2011
1
STUDI PENGARUH SISTEM
STRUKTUR LANTAI BETON
BERTULANG TERHADAP BIAYA
KONSTRUKSI
Oleh:
Dudun Anugerah Wadi
Dosen Pembimbing:
Ir. Retno Indryani, MS.
Endah Wahyuni, ST., MSc., PhD
Abstrak
Sekitar 40-60 % biaya konstruksi
diserap oleh material. Hal ini membuat efisiensi
material sangat diperlukan untuk menurunkan biaya konstruksi. Sementara itu, sekitar 60%
material yang digunakan di Indonesia adalah
beton bertulang. Penggunaan beton bertulang
menyebabkan pemilihan sistem struktur lantai
beton bertulang yang tepat dapat memberikan
keuntungan yang bernilai ekonomi. Selain
dikarenakan pemilihan sistem struktur lantai,
penghematan juga dapat diperoleh dari
pemilihan bentang yang efektif . Penelitian ini mencoba mengkorelasikan
hubungan antara sistem struktur lantai beton
bertulang terhadap biaya konstruksi. Sistem struktur lantai yang dipilih untuk dianalisa
adalah sistem konvensional (two way slab
supported by beam) dan sistem flat slab. Tiap
sistem struktur lantai tersebut selanjutnya
dimodelkan menggunakan bentang yang
berbeda dimulai dari 4x4 meter hingga 8x8
meter. Pemodelan floor column model dipilih
untuk pemodelan struktur sebagai persyaratan
dalam tahap desain dan analisa struktur. Setelah analisa struktur selesai, dilakukan
perhitungan biaya berdasarkan hasil
perencanaan tersebut. Perhitungan biaya dalam penelitian ini mengacu pada indeks harga
satuan yang tercantum dalam SNI DT 91-0008-
2007 tentang Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk Bangunan
Gedung dan Perumahan.
Dari hasil analisa data, didapatkan
bahwa sistem struktur lantai flat slab selalu
memiliki biaya yang lebih tinggi daripada sistem
konvensional. Bentang 6 meter memberikan
biaya terendah untuk kedua jenis sistem struktur lantai. Untuk sistem struktur lantai
konvensional, urutan bentang mulai dari yang
memiliki biaya terendah adalah 6 meter, 4 meter, 5 meter, 7 meter, dan 8 meter. Untuk
sistem struktur lantai flat slab, urutannya adalah
6 meter, 8 meter, 7 meter, 4 meter, dan 5 meter.
Kata kunci: Sistem struktur lantai, Sistem
Konvensional, Flat Slab, Biaya konstruksi,
Floor Column Mode
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Beton merupakan salah satu material yang
paling banyak digunakan dalam dunia konstruksi. Di Indonesia, hampir 60% meterial
yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi
adalah beton (concrete), yang pada umumnya dipadu dengan baja (composite) atau jenis
lainnya (Mulyono, 2004: 135). Perpaduan ini
biasa disebut sebagai beton bertulang. Berbeda dengan baja yang harus dibuat di pabrik,
pembuatan beton untuk keperluan praktis
misalnya rumah tinggal tidak memerlukan
sumber daya berkeahlian khusus dalam
pembuatannya. Hal ini membuat material beton
semakin populer dan semakin banyak digunakan
dalam dunia konstruksi.
Di sisi lain, penggunaan material beton
sebagai salah satu unsur penting dalam sebuah proyek ternyata berpengaruh signifikan terhadap
total biaya proyek. Lebih dari separuh total
biaya proyek diserap oleh material yang
digunakan (Nugraha dkk, 1985). Menurut Ritz
(1994), material memiliki konstribusi sebesar
40-60% dalam biaya proyek. Hal ini
menyebabkan efisiensi material sangat diperlukan untuk menurunkan total biaya
konstruksi. Dengan efisiensi biaya material,
maka penghematan terbesar telah dilakukan (Damodara, 1999).
Biaya material sendiri merupakan hasil dari
kombinasi dua variabel berbeda. Kedua variabel ini adalah harga satuan material dan volume
pekerjaan. Harga satuan material lebih banyak
ditentukan oleh mekanisme pasar yaitu hukum permintaan dan penawaran. Artinya, pelaku
konstruksi tidak bisa mengubah harga yang telah
ditetapkan pasar. Berbeda dengan hal ini,
2
volume pekerjaan relatif lebih dapat dikendalikan oleh perencana. Dalam sistem
struktur beton, volume pekerjaan dipengaruhi
oleh desain perencanaan yang nantinya akan menentukan dimensi dari struktur beton itu
sendiri.
Penggunaan beton sebagai material menyebabkan perencana harus cermat dalam
memilih sistem struktur lantai yang tepat. Yang
dimaksud dengan sistem struktur lantai disini adalah jenis struktur berdasarkan komponen
penyusun strukturnya (balok, pelat, drop panel,
dsb). Dalam perencanaan sistem struktur lantai beton dikenal empat jenis sistem yang umum
digunakan oleh para perencana. Keempat sistem
tersebut adalah sistem konvensional, sistem flat
slab, sistem flat plate, dan sistem joist atau
waffle. Sebagai studi awal, penelitian ini hanya
akan mengambil dua jenis sistem struktur lantai yakni sistem konvensional dan sistem flat slab.
Sejauh ini, penggunaan kedua sistem ini
yakni sistem konvensional dan sistem flat slab hanyalah berdasarkan pada permintaan owner,
arsitek, maupun konsultan perencana.
Pertimbangan ekonomis seringkali tidak
dilibatkan dalam pemilihan kedua sistem
struktur lantai tersebut sehingga keputusan yang
diambil bukanlah merupakan keputusan
ekonomis.
Selain berasal dari perbedaan sistem struktur
lantai, penghematan biaya juga dapat berasal
dari pemilihan bentang yang tepat untuk masing-
masing sistem struktur lantai. Bentang yang
lebih besar tentu akan menyebabkan dimensi
dari komponen struktur lantai menjadi lebih besar. Penulangan yang lebih banyak juga
diperlukan pada bentang yang lebih besar.
Dengan kata lain, pemilihan bentang yang berbeda akan mempengaruhi biaya konstruksi.
Oleh karena itu, penelitian ini juga akan
mencoba menerapkan kedua tipe struktur
tersebut yakni sistem konvensional dan flat slab
kedalam lima bentang yang berbeda yakni 4x4
m, 5x5 m, 6x6 m, 7x7 m, dan 8x8 m.
Dengan dua variabel tersebut, yakni jenis
sistem struktur lantai dan penggunaan bentang
berbeda, diharapkan dapat diketahui seberapa besar pengaruh sistem struktur lantai beton
bertulang konvensional dan flat slab terhadap
biaya konstruksi. Dengan demikian, efisiensi
biaya material beton dapat diwujudkan di dalam
proyek.
Dalam ekonomi konstruksi, dikenal dua versi penghematan yang dikategorikan berdasarkan
tujuan dilakukannya penghematan tersebut. Dua
versi ini adalah versi kontraktor dan versi owner (Asiyanto, 2003:46).
Yang dimaksud dengan versi owner adalah
upaya-upaya yang dilakukan untuk menekan biaya konstruksi baik itu pada tahap pra
konstruksi maupun tahap konstruksi dengan
tujuan menurunkan nilai kontrak. Dengan menurunkan nilai kontrak, maka sebuah proyek
akan dapat menjadi lebih layak secara finansial
karena memiliki biaya investasi yang lebih kecil.
Ekonomi konstruksi versi kontraktor
memiliki tujuan yang berbeda. Yang dimaksud
dengan versi kontraktor adalah upaya yang dilakukan baik itu pada masa pra konstruksi
maupun masa konstruksi yang bertujuan untuk
mengendalikan pembiayaan, agar dapat memperoleh laba yang direncanakan dan
menghindari resiko kerugian.
Berdasarkan pengertian di atas, upaya untuk
menggunakan jenis sistem struktur lantai serta
bentang yang tepat dapat dikategorikan sebagai
versi owner. Dengan menggunakan sistem struktur lantai yang tepat serta bentang yang
efektif, maka nilai kontrak akan menurun dan
sebuah proyek akan menjadi lebih layak secara
finansial.
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan di
atas, maka dapat dirumuskan suatu perumusan
masalah. Rumusan masalah utama pada
penelitian ini adalah:
“Bagaimana pengaruh sistem struktur lantai
beton bertulang terhadap biaya konstruksi?”
Dari permasalahan utama ini, kemudian
dapat disusun detail permasalahan untuk
menjawab permasalahan utama. Detail permasalahan dari penelitian ini adalah:
1. Berapa usulan dimensi komponen
sistem struktur lantai konvensional dan
flat slab untuk masing-masing bentang?
2. Berapa biaya konstruksi untuk masing-
masing sistem struktur lantai?
3. Berapa bentang yang memberikan biaya
konstruksi termurah untuk masing-
masing sistem struktur lantai?
3
1.3 Batasan Masalah . Batasan-batasan masalah pada penelitian ini
adalah:
a) Sistem struktur lantai beton
bertulang yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah sistem yang
membentuk pelat dua arah dimana
perbandingan bentang panjang dan pendeknya adalah kurang dari 2
(dua). Walaupun demikian, akan
terdapat beberapa bentang sisa yang akan membentuk pelat satu arah.
Pelat tersebut terdapat dalam
bentang 5x5 m, 6x6 m, dan 7x7 m.
b) Penelitian ini tidak
mempertimbangkan pengaruh segi
arsitektural dalam bangunan.
c) Mutu beton yang digunakan dalam
penelitian ini adalah f’c 31,2 Mpa
(K350).
d) Yang dimaksud dengan biaya konstruksi dalam penelitian ini
adalah biaya yang akan berubah
ketika sistem struktur lantai dan
bentang berubah. Biaya tersebut
adalah biaya pembuatan beton,
pembesian, dan pembuatan
bekisting.
e) Tinggi dari lantai ke plafond (tinggi
lantai) ditentukan sebesar 4 meter agar perbandingan yang dilakukan
lebih objektif.
f) Analisa kekuatan struktur yang akan dilakukan hanya menggunakan
beban arah gravitasi yakni beban
mati serta beban hidup lantai perpustakaan tanpa meninjau beban
gempa.
g) Analisa biaya kostruksi dilakukan
menggunakan indeks harga satuan
yang tercantum dalam SNI DT 91-
0008-2007.
h) Sistem pelat yang dipilih untuk
dianalisa ditetapkan merupakan
sistem pelat menerus.
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan utama dari dilakukannya
penelitian ini adalah:
“Untuk mengetahui pengaruh sistem struktur
lantai terhadap biaya konstruksi.”
Dari tujuan utama ini, dapat diketahui pula detail tujuan yang disusun berdasar detail
permasalahan. Detail tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mendapatkan usulan dimensi
komponen sistem struktur lantai
konvensional dan flat slab untuk masing-masing bentang.
2. Untuk mengetahui biaya konstruksi
untuk masing-masing sistem struktur lantai.
3. Untuk mengetahui bentang yang memberikan biaya paling murah untuk
tiap sistem struktur lantai.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari dilakukannya
penelitian ini adalah:
1. Dapat menjadi pertimbangan baik bagi
perencana maupun owner ketika
memilih jenis sistem struktur lantai
sehingga pemilihan yang dilakukan bernilai ekonomi.
2. Dapat menjadi pertimbangan untuk
perencana ketika menentukan bentang yang ekonomis untuk masing masing
sistem struktur lantai.
3. Sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya yang terkait
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan Material merupakan komponen yang penting
dalam menentukan biaya sebuah proyek. Lebih
dari separuh biaya proyek diserap oleh pemakaian material dalam proyek (Nugraha
dkk, 1985). Hal ini menyebabkan efisiensi
material amat diperlukan guna memperkecil biaya proyek.
Material yang digunakan dalam proyek dapat
digolongkan menjadi dua golongan (Gavilan dan
Bernold, 1994), yaitu:
1. Consumable Material, merupakan material yang pada akhirnya akan
4
menjadi bagian dari struktur fisik
bangunan. 2. Non Consumable Material,
merupakan material penunjang dalam proses konstruksi dan bukan
menjadi bagian dari fisik bangunan
ketika bangunan tersebut telah selesai.
2.2 Sistem Struktur Lantai Beton
Bertulang Beton bertulang adalah beton yang ditulangi
dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang diisyaratkan
dengan atau tanpa prategang dan direncanakan
dengan asumsi bahwa kedua material bekerja
bersama sama dalam menahan gaya yang
bekerja (SNI 03-2847-2002 ps. 3.13)
Pada struktur gedung yang menggunakan beton bertulang terdapat empat jenis sistem
struktur lantai yang umum digunakan dalam
perencanaan. Keempat sistem ini adalah sistem konvensional, sistem flat slab, sistem flat plate,
dan sistem joist atau waffle. Keempat sistem ini
memiliki keunggulan dan kelemahan masing-
masing.
2.2.1 Sistem struktur lantai konvensional
Sistem konvensional atau yang biasa disebut
sebagai sistem struktur lantai biasa adalah sistem
lantai yang memiliki pelat dan balok sebagai
komponen penyusunnya.
Keunggulan dari pemakaian sistem jenis ini
adalah defleksi yang terjadi hanya di daerah
lapangan. Penggunaan sistem ini akan menyebabkan defleksi di daerah tepi amat kecil.
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Timoshenko
(1959) dalam gambar berikut ini:
Defleksi yang relatif dapat dikontrol,
membuat sistem ini sangat populer dan lebih
fleksibel untuk berbagai tipe partisi. Lendutan yang berlebihan seringkali menyebabkan partisi
tertentu seperti kaca tidak dapat digunakan di
dalam bangunan.
2.2.2 Sistem struktur lantai flat plate
Flat plate (pelat datar) adalah pelat beton
pejal dengan tebal merata yang mentransfer
beban secara langsung ke kolom pendukung
tanpa bantuan balok atau kepala kolom atau
drop panel (ACI-308-08/ PCA EB708).
2.2.3 Sistem struktur lantai flat slab
Sistem Flat Slab adalah sistem lantai flat
plate yang diperkuat dengan mempertebal pelat
di sekeliling kolom (drop panel), dan dengan
penebalan kolom di bawah pelat (kepala kolom/
capital). Biasanya, perbandingan antara
panjang-panjang drop panel dan capital dibatasi
sebagai berikut : lx < ly < 2lx (Caprani, 2007).
Lendutan pada flat slab maupun flat plate
terjadi sepanjang tepi pelat karena pelat tidak ditumpu oleh balok (Timoshenko, 1959). Hal ini
seperti yang terlihat pada gambar 2.5.
Konsekuensi dari hal ini adalah sistem flat slab maupun sistem flat plate kurang cocok untuk
partisi yang peka terhadap lendutan seperti kaca.
Gambar 2.2 Two way Beams Supported Slab
(sumber: ACI-308-08/ PCA EB708)
Gambar 2.5 Sistem Flat Slab
(Sumber: ACI-308-08/ PCA EB708)
Gambar 2.3 Lendutan pada Sistem Konvensional
(Sumber: Timoshenko, 1959)
Gambar 2.6 Batasan Panjang Drop Panel dan
Capital (Sumber: Caprani, 2007)
Gambar 2.4 Sistem Flat Plate
(sumber: ACI-308-08/ PCA EB708)
5
Gambar 2.7 Lendutan pada Flat Slab
(Sumber: Timoshenko, 1959)
2.2.4 Sistem struktur lantai joist/ waffle
Sistem lantai waffle slab adalah sistem balok
T dengan jarak yang dekat (Charif, 2010).
Keunggulan sistem ini yang paling menonjol
terletak pada ketahanannya terhadap getaran.
Sistem ini akan sangat cocok jika digunakan
pada bangunan yang memerlukan peredam
getaran tinggi seperti lantai dansa (getaran
berasal dari langkah manusia), pabrik (getaran dari mesin) dan laboratorium yang tidak
mengijinkan getaran. Sistem ini juga sangat
diperlukan untuk bangunan gedung yang memiliki persyaratan tinggi terhadap getaran
seperti hi-tech semiconductor factories yang
memiliki kepekaan terhadap getaran hingga di tingkat nano (Oktora, 2010).
2.3 Analisa Biaya Konstruksi
Analisa biaya konstruksi atau yang biasa
disebut dengan ABK adalah suatu cara
perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi,
yang dijabarkan dalam perkalian indeks bahan
bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar pengupahan pekerja,
untuk menyelesaikan persatuan pekerjaan
konstruksi (Khalid, 2008).
2.3.1 Biaya konstruksi
Biaya konstruksi proyek merupakan
penjumlahan antara biaya langsung (direct cost)
dan biaya tidak langsung (indirect cost) dalam
proyek.
2.3.1.1 Biaya langsung (direct cost)
Biaya langsung adalah biaya yang
berhubungan langsung dengan pelaksanaan
proyek konstruksi. Contoh dari biaya langsung
adalah:
a) Biaya material
b) Biaya upah tenaga kerja
c) Biaya peralatan
2.3.1.2 Biaya tidak langsung (indirect cost)
Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak
berhubungan langsung dengan keberlangsungan
proyek, namun keberadaannya tetap dibutuhkan.
Contoh dari biaya tidak langsung ini adalah:
a) Biaya upah supervisi b) Biaya upah keamanan
2.3.2 Rencana anggaran dan biaya (RAB)
Menurut Ibrahim (1993), yang dimaksud
rencana anggaran biaya (begrooting) suatu
bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan
dan upah, serta biaya-biaya lain yang
berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut.
Rencana Anggaran dan Biaya atau yang
sering disebut RAB merupakan dokumen
rencana biaya proyek yang diperoleh dari
perkalian antara harga satuan pekerjaan dengan
volume pekerjaan.
RAB = ∑ (Volume x Harga Satuan Pekerjaan)
(sumber: Administrasi Kontrak dan Anggaran
Borongan)
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam penyusunan urutan pekerjaan ini adalah
Work Breakdown Structure (WBS).
2.3.3 Analisa harga satuan
Perhitungan harga satuan pekerjaan di
Indonesia umumnya dapat dibagi menjadi tiga
kelompok metode. Tiga metode tersebut adalah
metode BOW, SNI, dan lapangan.
2.3.3.1 Metode BOW (Burgerlijke
Openbare Werken)
BOW ialah suatu ketentuan dan ketetapan
umum yang ditetapkan Dir. BOW tanggal 28
Februari 1921 Nomor 5372 A pada zaman
Pemerintahan Belanda (Khalid, 2008).
Gambar 2.8 Sistem Joist/ Waffle
(Sumber: ACI-308-08/ PCA EB708)
6
2.3.3.2 Metode SNI (Standar Nasional
Indonesia)
Analisa biaya konstruksi yang kedua adalah
analisa biaya yang menggunakan indeks
berdasarkan SNI. Untuk pekerjaan beton,
perhitungan biaya konstruksi umumnya mengacu pada SNI DT-91-0008-2007 tentang
tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan
beton untuk bangunan gedung dan perumahan.
2.3.3.3 Metode lapangan
Yang dimaksud dengan metode lapangan adalah metode yang dimiliki oleh kontraktor
sendiri. Kontraktor umumnya membuat harga
penawaran berdasarkan analisa yang tidak seluruhnya berpedoman pada analisa BOW
maupun analisa SNI. Para kontraktor lebih
cenderung menghitung harga satuan pekerjaan
berdasarkan dengan analisa mereka sendiri yang
didasarkan atas pengalaman terdahulu dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan konstruksi,
walaupun tidak terlepas dari analisa BOW
ataupun analisa SNI (Khalid, 2008).
2.3.4 Perhitungan volume pekerjaan
Menurut Ibrahim (2003), yang dimaksud
dengan volume suatu pekerjaan ialah
menghitung jumlah banyaknya volume
pekerjaan dalam satu satuan. Volume juga
disebut sebagai kubikasi pekerjaan. Volume
(kubikasi) suatu pekerjaan, bukanlah merupakan
volume (isi sesungguhnya), melainkan jumlah
volume bagian pekerjaan dalam satu kesatuan.
2.4 Peraturan Perencanaan Bangunan
Desain sebuah bangunan gedung umumnya
direncanakan sesuai dengan peraturan
perancangan antara lain:
1. Peraturan Beton Bertulang Indonesia
(PBI) 1971
2. SNI 03-2847-2002 Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung.
3. Pedoman Perancangan Pembebanan
Indonesia Untuk Rumah dan Gedung (PPIUG) 1987.
4. RSNI 03-1727-2002 mengenai
pembebanan dan faktor reduksi.
5. ACI 318-08 (American Concrete
Institute) khusus untuk pendetailan
Beton Bertulang.
2.4.1 Pembebanan
Pembebanan yang akan diberikan kepada sebuah struktur harus disesuaikan dengan fungsi
dari bangunan gedung tersebut. Beberapa jenis
beban yang bekerja pada sebuah struktur adalah:
beban mati, beban hidup, beban gempa dan
beban angin.
2.4.2 Sistem struktur gedung
Perbedaan jenis struktur gedung maupun
sistem struktur akan menyebabkan perbedaan baik dalam prosedur perencanaan maupun
kontrol perencanaan.
2.4.2.1 Struktur gedung
Pembagian keteraturan gedung diatur dalam
SNI 03-1726-2002. Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut:
a) Struktur gedung beraturan
b) Struktur gedung tidak beraturan
2.4.2.2 Sistem struktur
Sistem struktur yang digunakan pada
perancangan gedung merupakan hal yang perlu
diperhatikan. Faktor daya tahan terhadap gempa
mengharuskan suatu bangunan gedung memiliki
sistem struktur yang sesuai berdasar SNI-03-
1726-2002. Pembagian sistem struktur menurut
wilayah gempanya dibagi menjadi tiga yakni
wilayah gempa resiko rendah, resiko menengah,
dan resiko tinggi.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian dalam tugas akhir ini
secara garis besar dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Latar belakang. 2. Identifikasi masalah.
3. Perumusan masalah
4. Studi literatur.
5. Pembatasan kriteria desain.
6. Penentuan bentang antar kolom.
7. Penentuan tata letak kolom.
8. Perencanaan struktur.
9. Analisa struktur menggunakan software
SAP 2000.
10. Kontrol desain.
7
11. Perhitungan harga satuan pekerjaan 12. Perhitungan volume pekerjaan.
13. Perhitungan biaya.
14. Analisa Bentang Ekonomis 15. Kesimpulan.
Alur tahapan penelitian seperti yang telah
dijelaskan di atas dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian
(Lanjutan)
BAB 4
ANALISA STRUKTUR
4.1 Data Perencanaan
Struktur yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah sistem struktur berbahan
beton bertulang dengan data perencanaan
sebagai berikut:
Tipe Bangunan : Perpustakaan (2 lantai)
Zone Gempa : (tidak diperhitungkan)
Lebar Bangunan : 16 m
Panjang Bangunan : 16 m
Mutu Beton (fc’) : 31.2 MPa
Mutu Baja (fy) : 400 MPa
Mutu Sengkang (fy) : 300 MPa
4.2 Pembebanan
1. Beban Gravitasi
a. Beban Mati
Berat sendiri beton bertulang = 2400 kg/m3
Adukan finishing beton bertulang= 42 kg/m2
Tegel = 24 kg/m2
Plafond+rangka = 18 kg/m2
Plumbing = 40 kg/m2
Studi Literatur
Pembatasan kriteria desain
Penentuan Bentang Antar Kolom
Penentuan Tata Letak Kolom
Perencanaan Struktur
Latar Belakang
Identifikasi Masalah
Perumusan Masalah
Analisa Struktur Menggunakan
Software SAP2000
Sistem Konvensional Sistem Flat Slab
A
Kontrol
Hasil Desain
Perhitungan Biaya
B
Perhitungan Volume
Perhitungan Harga Satuan
Kesimpulan
Analisa Bentang dan Sistem
Ekonomis
Ok
Not OK
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian
B
A
8
b. Beban Hidup Lantai Perpustakaan = 732 kg/m2
4.3 Preliminary Desain
4.3.1 Sistem konvensional
Untuk lebih mempermudah dalam
mengidentifikasi komponen sistem struktur
lantai, maka dilakukan penamaan. Penamaan
tersebut seperti yang terlihat pada gambar 4.1
berikut.
Gambar 4.1 Penamaan Komponen Struktur
Konvensional
4.3.1.1 Pelat
Perkiraan tebal pelat minimum dihitung berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.3(2).
Berdasarkan pasal ini, maka tebal pelat rencana
untuk semua bentang dicoba sebesar 12 cm.
4.3.1.2 Balok
Penentuan tinggi balok minimum (hmin)
dihitung berdasarkan SNI 03-2847-2002 Psl.
11.5.2.3.b dimana bila persyaratan ini telah
dipenuhi maka tidak perlu dilakukan kontrol
terhadap lendutan.
hmin� 116 l
Untuk fy selain 400 Mpa, nilainya harus
dikalikan dengan 0.4+ fy700�. Jadi, untuk mutu
baja 400 Mpa dan mutu beton 31.2 Mpa dimensi dari balok bentang 4 meter adalah sebagai
berikut:
hmin� 116 x4�0.25m�25cm
Untuk balok luivel, dimensi balok adalah:
hmin�18 l
4.3.1.3 Kolom
Tebal pelat rencana : 12 cm
Tinggi tiap tingkat : 400 cm
Untuk bentang 4 meter, perhitungan
pembebanan berdasarkan PPIUG 1983
Tabel 2.1 adalah sebagai berikut:
Beban Mati
Pelat = 4 x 4 x 0.12 x2400 = 4608 kg
Plafon + rangka = 4 x 4 x 18 = 288 kg
Balok induk x = 4 x 0.18x 0.25 x 2400 =
432 kg
Balok induk y = 4 x 0.18 x 0.25 x 2400 =
432 kg
Keramik = 4 x 4 x 0.01 x 24 = 3.84 kg
Spesi (2 cm) = 4 x 4 x 0.02 x 21 =
6.72 kg Plumbing = 4 x 4 x 40 kg/m =
640 kg Berat Total = 6410.56 kg kg
Berdasarkan PPIUG 1983 tabel 3.1
Beban Hidup
Lantai Perpustakaan = 4 x 4 x 732 kg/m2
x 0.8 = 9369 kg
Berat Total = 9369 kg
Jadi berat total → W = 1,2 x DL + 1,6 x LL
= 1,2 (6410.56) + 1,6 (9369)
= 22726.8 kg
Menurut SNI 03-2847-2002 Ps. 11.3.2.2 diberikan faktor reduksi sebesar (ф=0.65).
Mutu beton = 31.2 Mpa = 31.2 x 10.2 =
318.2 kg/cm2
Rencana Awal → A ='fc
W
Φ =
2.318*65.0
8.22726
=109.88 cm2
A B C D E
1
2
3
4
5
4PkA 4PkB
4PkC
400.00 400.00 400.00 400.00
400.00
400.00
400.00
400.00
4PkA
4PkA 4PkA
4PkB
4PkB
4PkB
4PkB
4PkB
4PkB
4PkC
4PkC4PkC
4PkB
4KA1 4KA1
4KA14KA1
4KB1 4KB1 4KB1
4KB1
4KB1
4KB1 4KB1
4KB1
4KB14KB2 4KB2 4KB2
4KB2 4KB2 4KB2
4KB2 4KB2 4KB2
9
Dimensi awal → b2
= 109.88 cm2
b = 10.482 cm ≈30 cm
Jadi dimensi kolom bentang 4 meter digunakan 30/30 cm.
4.3.2 Sistem flat slab
Untuk lebih memudahkan dalam
mengidentifikasian, maka dilakukan penamaan
komponen sebagai berikut:
Gambar 4.2 Penamaan Komponen Sistem Flat
Slab
4.3.2.1 Pelat
Tebal minimum pelat tanpa balok interior yang menghubungkan tumpuan-tumpuannya dan
mempunya rasio bentang panjang terhadap
bentang pendek yang tidak lebih dari dua harus memenuhi ketentuan SNI 03-2847-2002 pasal
11.5.3.
Untuk tebal pelat tanpa balok interior dengan
fy = 400 Mpa, tebal pelat diisyaratkan:
h�Ln36
Dengan demikian, tebal pelat untuk bentang 400 cm adalah 400/36 = 11.11 ≈ 12 cm.
4.3.2.2 Drop panel
Lebar drop panel harus direncanakan ≥1/6 L
bentang bersih dari as kolom ke kolom. Tebal
drop panel harus direncanakan ≥1/4 h pelat dan
≤1/4 jarak tepi kolom ke tepi drop panel.
Dengan demikian, untuk bentang 4 meter dengan tebal pelat rencana 12 cm, lebar drop
panel adalah 1/6*400 = 67 cm ≈ 70 cm dari as
kolom sehingga lebar drop panel keseluruhan adalah 140 cm. Tebal drop panel tidak boleh
kurang dari ¼ x 12 = 3 cm dan tidak boleh lebih
dari ¼ x 40 = 10 cm. Dengan dua ketentuan di
atas, maka diambil tebal drop panel adalah 10
cm.
4.3.2.3 Kolom
Untuk perencanaan kolom, perlu dihitung dahulu pembebanan yang terjadi untuk masing-
masing bentang.
Tebal pelat rencana : 12 cm
Tinggi tiap tingkat : 400 cm
Untuk bentang 4 meter, perhitungan
pembebanan berdasarkan PPIUG 1983 Tabel 2.1 adalah sebagai berikut:
Beban Mati
Pelat = 4 x 4 x 0.12 x2400 kg/m3=
4608 kg
Plafon + rangka = 4 x 4 x 18 kg/m3= 288 kg
Drop panel = 1.4 x 1.4 x 0.1 x 2400 kg/m3
= 470.4 kg
Keramik = 4 x 4 x 0.01 x 24 = 3.84 kg
Spesi (2 cm) = 4 x 4 x 0.02 x 21 kg/m2
=
6.72 kg
Plumbing = 4 x 4 x 40 kg/m2
= 640 kg
Berat Total = 6016.96 kg
Berdasarkan PPIUG 1983 tabel 3.1
Beban Hidup
Lantai Perpustakaan = 4 x 4 x 732 kg/m2
x 0.8
= 9370 kg
Berat Total = 9370 kg
Jadi berat total →
W = 1,2 x DL + 1,6 x LL
= 1,2 (6016.96) + 1,6 (9370)
= 22212 kg Menurut SNI 03-2847-2002 Ps. 11.3.2.2
diberikan faktor reduksi sebesar (ф=0.65).
Mutu beton = 31.2 Mpa = 31.2 x 10.2 =
318.2 kg/cm2
4PfsADP4
A B C D E
1
2
3
4
5
400.00 400.00 400.00 400.00
400.00
400.00
400.00
400.00
DP4c DP4b
4PfsA 4PfsA
4PfsA4PfsA
4PfsA 4PfsA
4PfsA
4PfsA4PfsA4PfsA4PfsA
4PfsA 4PfsA 4PfsA 4PfsA
DP4 DP4
DP4 DP4 DP4
DP4 DP4 DP4
DP4b DP4b
DP4b DP4b DP4b
DP4b
DP4b
DP4bDP4b
DP4b
DP4b
DP4c
DP4cDP4c
4fsA1 4fsB1
4fsB2 4fsB2 4fsB2
4fsB2 4fsB2 4fsB2
4fsB2 4fsB2 4fsB2
4fsB1 4fsB1
4fsB1
4fsB1
4fsB1
4fsA1
4fsA14fsA1 4fsB1 4fsB1 4fsB1
4fsB1
4fsB1
4fsB1
10
Rencana Awal → A ='fc
W
Φ =
2.318*65.0
22212=107.394cm
2
Dimensi awal → b2
= 107.394 cm2
b = 10.36 cm ≈30 cm
Jadi dimensi kolom bentang 4 meter
digunakan 30/30 cm.
4.4 Analisa Struktur Sistem Konvensional
4.4.1 Perhitungan pelat
Pelat Tipe 4PkB (Pelat Konvensional Bentang
4 meter tipe B)
Gambar 4.3 Pelat Tipe 1
Mutu baja = 400 MPa
Mutu Beton = 31.2 MPa
Tebal pelat rencana = 12 cm
Ln = 400 – 18= 382 cm
Sn = 400 – 18 = 382 cm
β = Ln/Sn = 1 (pelat dua arah)
Mencari bentang efektif:
Nilai be adalah nilai terkecil dari:
be = bw + 8 Hf= 18 + (8x12) = 114 cm
be = L/4 = 400/4 = 100 cm
maka dipilih be 100 cm
Menghitung nilai k:
−+
−+
+
−
−+
=
hw
hfx
bw
be
hw
hfx
bw
be
hw
hf
hw
hfx
hw
hfx
bw
be
k
11
146411
32
Dimana : be= lebar efektif, harga minimum (cm)
bw= lebar balok (cm)
hf= tebal rencana pelat (cm)
hw= tinggi balok (cm)
747.2
25
121
18
1001
25
121
18
100
25
124
25
1264
25
121
18
1001
32
=
−+
−+
+
−
−+
=x
xxx
k
Menghitung momen inersia:
Balok: ��� K b h3 =
���x 2.747x 18 x 253 =
63288.612 cm3
Pelat: LyxHf3
12 = 382x 123/12 = 55008
αm = Ibalok/Ipelat = 63288.612/55080 = 1.171
Balok Tepi:
be = bw + L/12 = 18 + (400/12) = 52 cm be = bw + 6 hf = 18 + (6x12) = 90 cm