Top Banner
  MODEL IDEAL PELAYANAN UMUM KEPADA MASYARAKAT STUDI KASUS PELAYANAN UMUM KOTA BUKITTINGGI SUMATERA BARAT TESIS Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Magister Ilmu Hukum Disusun oleh : HELGA MAYONA, SH Pembimbing Prof. Dr. Arief Hidayat, SH. MS PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2009
143

Studi Kasus Pelayanan Umum Bukittinggi

Jul 20, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

MODEL IDEAL PELAYANAN UMUM KEPADA MASYARAKAT STUDI KASUS PELAYANAN UMUM KOTA BUKITTINGGI SUMATERA BARAT

TESIS Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Magister Ilmu Hukum

Disusun oleh : HELGA MAYONA, SH

Pembimbing Prof. Dr. Arief Hidayat, SH. MS

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2009

MODEL IDEAL PELAYANAN UMUM KEPADA MASYARAKAT STUDI KASUS PELAYANAN UMUM KOTA BUKITTINGGI SUMATERA BARAT

Disusun oleh : HELGA MAYONA, SH B4A 007 015

Dipertahankan Didepan Dewan Penguji Pada tanggal, 23 Maret 2009

Tesis Ini Telah Diterima Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum

Pembimbing, Magister Ilmu Hukum

Mengetahui : Ketua Program

Prof. Dr. Arief Hidayat, SH. MS NIP. 130 937 134

Prof. Dr. Paulus Hadisuprapto, SH. MH NIP. 130 531 702

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas karunia rahmat, hidayah dan perlindungan allah swt, tuhan semesta alam yang senantiasa dilimpahkan kepada kita sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul MODEL IDEAL PELAYANAN UMUM KEPADA MASYARAKATSTUDI KASUS PELAYANAN UMUM KOTA BUKIT TINGGI SUMATRA BARAT. Penulisan hukum ini merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan magister (strata 2) pada megister ilmu Hukum universitas diponegoro semarang. Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis menyakini dengan sepenuhnya tidak akan dapat menyelesaikan dengan baik tenpa bantuan, bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini, dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Prof. DR. Dr. Susilo Wibowo, MS. Med, Sp. And, selaku Rektor Universitas Diponegoro. 2. Bapak Prof. Dr. Paulus Hadisuprapto, SH. MH. Selaku Ketua Progam Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro. 3. Bapak Prof. Dr. Arief Hidayat, SH. MH. Selaku Dosen Pembimbing Tesis, yang berkenan memberikan waktu luang ditengah kesibukannya sebagai dekan. Atas bantuan, saran, perhatian, ilmu yang sangat berharga, serta kesabaran dalam proses bimbingan dari bapak, penulis haturkan terima kasih

iii

yang sedalam-dalamnya. Semoga ilmu yang bermanfaat ini dapat penulis amalkan kelak sebagai ibadah yang tidak akan putus. 4. Ibu Hj. Lita Tyesta ALW, SH. M.Hum, dan Bapak Lapon Tukan Leonard, SH. MA, selaku Dosen Penguji, atas kritik, saran dan motivasinya daldam penulisan tesis ini. 5. Ibu Ani Purwati, SH. M.Hum, selaku sekertaris bidang akademik dan ibu amalia diamantine, SH. M.Hum selaku sekertaris bidang keuangan, yang telah memberikan motivasi dan berbagai kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan tugas belajar di MIH Universitas Diponegoro. 6. Bapak dan Ibu Dosen Pengampu Progam Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, atas bantuan dan ilmu yang sangat berguna selama mengikuti proses belajar. 7. Pak Sutiman, Pak Djoko, Mbak Ika, dan Mas Dol Antoni serta seluruh Staf Akademik dan seluruh Karyawan di Magister Ilmu Hukum Uiversitas Diponegoro, atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. 8. Suamiku tercinta H. M. Ifa atas kasih sayang , cinta, semagat, dukungan, serta doa yang selalu menyertaiku. 9. Anakku tercinta, Syech Ibrahim, kehadirannya adalah anugrah terindah untuk bunda. 10. Kedua orang tua, bapak dan ibu mertua serta kembaranku tercinta, atas kasih saying, doa, dan dukungan yang terus mengalir, serta seluruh keluarga besarku, atas segala bantuan dan kebaikannya selama ini.

iv

11. Seluruh pihak yang telah bersedia menjadi nara sumber dan memberikan informasi dan data yang penulis butuhkan untuk penyusunan tesis ini. 12. Seluruh teman angkatan 2007 Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, atas kebersamaannya selama ini. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan dukungannya kepada penulis selama ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini. Tiadalah sempurna suatu apapun dari karya manusia, karena kesempurnaan itu sesungguhnya adalah milik sang maha sempurna itu sendiri yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, kritik dan saran sangatlah penulis harapkan dari pembaca sekalian demi lebaikan dan kebenaran yang hakiki atas subtansi yang terkandung dalam tulisan ilmiah ini. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Semarang,

Maret 2009

Penulis

v

ABSTRAK

Hakekatnya pemerintah daerah berupaya meningkatkan kapasitas pemerintah daerah sehingga tercipta kemampuan yang handal dalam menjalankan pemerintahan serta memberikan pelayanan yang kepada masyarakat yang sesuai dengan tujuan otonomi daerah, berdasarkan UU no. 32 Tahun 2004 pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan terhadap masyarakat, diera globalisasi ini masyarakat menuntut pelayanan yang cepat dan tepat. Namun kenyataannya masih banyak keluhan masyarakat yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan yang telah diberikan oleh pemerintah, efektifitas pelayanan, prinsip pelayanan umum dan berbagai kendala yang timbul serta upaya pemerintah dalam melakukan model ideal terhadap pelayanan umum. Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hokum sosiologis dan sifat penelitiannya descriptif. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pelayanan umum di kota Bukittinggi pelaksanaannya terdiri dari 2 jenis yaitu yang bersifat teknis dan bersifat umum. Pelaksanaannya dimulai dari melengkapi persyaratan perizinan, prosedur pemberian izin dan retribusinya, dilihat dan efektifitas pelaksanaan pelayanan umum sudah dapat dikatakan cukup efektif berdasarkan point V lampiran keputusan Mentri Pendayagunaan Aparatur No.63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan public. Kendala yang timbul ada bentuk perizinan yang masih ditentukan oleh instansi/dinas terkait dalam penyelenggaraannya dan secara bertahap diarahkan pada kantor pelayanan, kurangnya kesungguhan pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat, masih adanya upaya masyarakat untuk berusaha mencari jalan pintas melalui petugas yang kurang disiplin, aspirasi masyarakat tidak dapat ditanggapi dengan cepat sebab perlu konfirmasi pejabat yang berkompeten untuk kesediaannya dating ke kantor pelayanan umum. Model ideal yang dilakukan pemerintah terhadap pelayanan umum adalah melakukan pelayanan yang professional artinya pelayanan yang memiliki akuntabilitas dan stabilitas dari pemberi pelayan yang efektif, sederhana, lebih mengutamakan pada pencapaian tujuan, dan sarana, transparan, ketetapan, ulet. Model ideal yang diberikan kepada masyarakat haruslah berkualtitas dan mereformasi paradigma pelayanan yang semula berorientasi pemerintah sebagai penyedia pelayan yang berorientasi pada masyarakat sebagai pengguna serta memberikan pelayanan yang efisien, tepat waktu, dengan biaya murah sehingga mereka memiliki legitimasi dalam masyarakat.

vi

ABSTRACT

Its Essence local government cope to improve the capacities local government so that created a reliable ability in running governance and also give the service which is to society matching with autonomous target area, pursuant to UU no. 32 Year 2004 local government claimed to increase service and prosperity to society, this globalization era is society claim the service which quickly and precisely. But in reality still a lot of society sighs of related to service execution which has been given by government, affectivity service, principal of public service and various constraints of arising out and also governmental effort in conducting ideal model to public service. Approach method [of] performed within this research is research of hokum sociologies and nature of its research is descriptive. From research result obtained conclusion that public service execution in its Bukittinggi town execution is consisted of 2 types that is having the character of technical and have the character of the public. Its execution is started from equipping permit conditions, procedure of permit gift and retribution it, seen and public effectively service execution have earned told effective enough pursuant to point V of decision enclosure Three Utilization of Apparatus No.63/Kep/M.Pan/7/2003 about public guidance of management of service public. Constraint of arising out there is form the permit which still be determined by institution on duty in its management and step by step aimed at a service office, lack of governmental seriousness give the service to society, there be still its strive the society to try to find the short cut of through worker which less discipline, society aspiration cannot be answered to swiftly cause of functionary confirmation which competence require to for the readiness of its is dating to public service office. The ideal model conducted by government to public service is conduct the service which its professional meaning is service owning accountability and stability from effective steward giver, simple, more majoring target attainment, and medium, transparent, decision, resilient. Ideal model is which is passed to a society shall quality and reform of service paradigm which from the beginning orient government as supplier steward orienting at society as consumer and also give the efficient service, timely, with the cheap expense so that they own the legitimacy in society.

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................. iii ABSTRAK..................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 8 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 9 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 9 1.5 Kerangka Teoritis dan Konseptual .......................................................... 9 1.6 Metode Penelitian ................................................................................... 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desentralisasi dan Otonomi Daerah ....................................................... 31 2.2 Good Governance .................................................................................... 42 2.3 Pelayanan Umum..................................................................................... 48 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Profil kota Bukit Tinggi............................................................................ 64 3.2 Pelaksanaan pelayanan di kantor pelayanan terpadu kota

viii

Bukit Tinggi ........................................................................................... 73 3.3 Evektifitas pelaksanaan umum pada kantor pusat pelayanan terpadu Kota Bukit Tinggi .................................................... 102 3.4 Kendala yang ditemui oleh kantor pusat pelayanan terpadu Kota Bukit Tinggi ...................................................................... 119 3.5 Model ideal pelayanan umum kepada masyarakat yang dapat dilakukan pemerintah daerah................................................ 123 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 129 4.2 Saran ........................................................................................................ 130 DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN

ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang handal dan professional dalam menjalankan pemerintahan serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat1. Pembangunan daerah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu melalui pendekatan sentralistis dan melalui pendekatan desentralisasi. Pendekatan sentralistis mengandung arti bahwa wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan adalah pemerintah pusat. Sedangkan pendekatan desentralisasi mengandung arti bahwa pembangunan daerah sebagian besar merupakan wewenang daerah dan dilaksanakan sendiri oleh daerah (Pemerintah Daerah) secara otonom. Pembangunan daerah melalui desentralisasi atau oronomi daerah, memberikan peluang dan kesempatan bagi terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (good governance) di daerah2. Artinya, pelaksanaan tugas pemerintahan daerah harus didasarkan atas prinsip, efektif, efisien, partispatif, terbuka (transparency), akuntabel (accountability), dan peduli pada stakeholder3.

. Juli Panglima Saragih, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hlm 1 2 . Ibid 3 . Agung Hendarto, Nazar Suhendar (eds.) Good Governace dan Penguatan Institusi Daerah, Masyarakat transparansi Indonesia (MTI), 2002, hlm 2-3

1

2

Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintahan daerah (Kepala Daerah dan DPRD) dan birokrasi setempat yang terpisah dari lembaga-lembaga pemerintahan dan birokrasi Pemerintah Pusat. Lembaga-lembaga pemerintahan tersebut diisi dengan fungsionaris yang direkrut berdasarkan atas pemilihan secara demokratik, sedangkan birokrasi setempat diisi dengan birokrat yang didasarkan atas pengangkatan. Lembagalembaga pemerintahan setempat tersebut diserahi fungsi pokok untuk mengatur (rules making), sedangkan birokrasi setempat diserahi fungsi utama untuk mengurus (rules application) 4. Dalam menentukan pemerintahan daerah, yang penting adalah menentukan viability dari suatu pemerintahan daerah sebagai suatu unit yang demokratis dan efisien, mengingat bahwa hakekat pemerintah daerah sebagai partner dari pemerintah pusat untuk mencapai tujuan nasional. Melalui pemerintah daerah masyarakat dapat dilayani dan ikut berperan dalam menentukan jenis pelayanan dan lingkungan yang dikehendaki dalam batasbatas kemampuan mereka5. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan

efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber. Bhenyamin Hoessein, Pembagian Wewenang Antara Pusat dan Daerah. Makalah tanpa tahun, dikutip dari www.komisihukumnasional.com September,2008 5 . Ibid, hlm. 7.4

3

daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Disamping itu, perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam

persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara6. Berdasarkan penjelasan diatas,dapat memahami bahwa salah satu tujuan otonomi yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang lebih membaik. Untuk itu diharapkan daerah akan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan sistem yang sentralistik. Pelayanan pemerintah di era otonomi ini diharapkan akan lebih baik dan aspiratif sehingga dapat menghasilkan kesejahteraan masyarakat. Sasaran dari kemandirian daerah adalah agar daerah dapat mengatur dan mengurus rumah tanggganya sendiri. Ketergantungan daerah terhadap pusat dalam pengambilan berbagai keputusan publik diminimalkan. Diharapkan keputusan publik yang dibuat oleh Daerah bagi kepentingan masyarakatnya akan lebih cermat, lebih tepat dan lebih cepat. atau dengan kata lain pelayanan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna.7 Kemandirian daerah ini adalah dimaksudkan untuk tujuan pemberian pelayanan yang efisien, partisipatif dan akhirnya peningkatan daya saing

. Penjelasan umum Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah . Syahruddin, dan Werry Darta Taifur, Peranan DPRD Untuk Mencapai Tujuan Desentralisasi Dan Perspektif Daerah Tentang Pelaksanaan Desentralisasi, Laporan Penelitian, Iris Indonesia dan Pusat Studi Kependudukan UNAND Padang, tahun 2002, hlm 287

6

4

daerah. Keputusan publik yang cermat, tepat dan cepat itu adalah merupakan cerminan dari efisiensi pelayanan. Pendirian sebuah sekolah dikatakan efisien bila daya tampungnya terpenuhi. Keputusan pembuatan jalan raya efisien bila jalan tersebut bermanfaat oleh masyarakat yang ada disekitarnya. Begitu juga halnya dengan pendirian rumah sakit pada lokasi tertentu. Manfaatnya dirasakan oleh masyarakat yang ada disekitarnya. Jika semua keputusankeputusan tersebut sudah dapat memberikan manfaat (benefit) yang optimal bagi masyarakat, maka berarti pengambilan keputusan itu sudah efisien atau sudah cermat atau tepat8. Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.9 Adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah sangat memegang peranan dalam mewujudkan tujuan dari pemberian otonomi tersebut sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, Pemerintah Daerah dituntut untuk lebih meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan terhadap masyarakatnya. Tuntutan demokratisasi dalam. Ibid, hlm. 29 Deddy Supriady Bratakusumah, Dkk, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hal 3-49 8

5

otonomi daerah harus merupakan prioritas bagi pemerintah dalam melaksanakan kebijakan-kebijakannya. Hal ini berarti perlunya reposisi birokrasi dalam upaya pelaksanaan otonomi daerah. Otonomi daerah yang semula lebih sebagai kewajiban harus diubah menjadi kewenangan bagi pemerintah di daerah. Reposisi daerah hendaknya dipahami sebagai upaya

mengaktualisasikan berbagai potensi dan aspirasi masyarakat daerah, sehingga rakyat di daerah dapat mengekspresikan kepentingan dan kehendaknya. Untuk itu pemerintah daerah perlu menyusun kerangka kerja yang memungkinkan terserapnya berbagai potensi dan aspirasi rakyat terutama prinsip pelayanan. Mengingat tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga sistem ketertiban di dalam masyarakat, sehingga bisa menjalani kehidupannya secara wajar. Pemerintahan diadakan tidaklah untuk melayani dirinya sendiri tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Mencapai pelaksanaan pelayanan umum tersebut dibutuhkan aparatur yang berkualitas, memiliki kemampuan dalam melayani, memenuhi

kebutuhan, menanggapi keluhan masyarakat secara memuaskan, sesuai dengan ekspektasi mereka melalui kebijaksanaan, perangkat hukum yang berfungsi sebagai acuan dalam pengendalian, pengaturan agar kekuatan sosial dan aktifitas masyarakat tidak membahayakan negara dan bangsa.

6

Selaku aparat pemerintah pegawai adalah abdi negara dan abdi masyarakat. Sebagai abdi atau pelayan, mempunyai kewajiban untuk mengabdi, berbakti untuk melayani masyarakat, setia kepada negara dan loyal terhadap pemerintah, taat pada peraturan. Sebagai pegawai pemerintah wajib mengabdi kepada masyarakat apakah sudah mampu melayani, memenuhi keperluan, kebutuhan setiap orang berinteraksi, berhubungan dengan pelaksana dan pekerja apakah sudah bisa memuaskan sesuai dengan harapan mereka. Era globalisasi yang didukung oleh teknologi modern terutama di bidang transportasi, telekomunikasi, membuat mobilitas, dan aktivitas masyarakat semakin meningkat dengan cepat, menuntut pelayanan yang semakin cepat dan tepat. Namun kenyataannya masih banyak keluhan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan birokrasi, semua ini merupakan indikator bahwa pelayanan yang telah diberikan oleh pemerintah dianggap masih lamban, kurang responsif terhadap keluhan, kebutuhan masyarakat, kurang terbuka, efisien dan sebagainya10. Kota Bukittinggi terletak antara 10020 10022 BT dan 0016 0020 LS dengan ketinggian sekitar 780 950 meter dari permukaan laut. Luas daerah Bukittinggi lebih kurang 25,239 Km, luas tersebut merupakan 0,06 persen dari luas propinsi Sumatera Barat. Kota Bukittinggi terdiri dari tiga kecamatan dan 24 kelurahan, dengan kecamatan terluas wilayahnya adalah kecamatan mandiangin koto salayan yaitu 12,156 Km. Nagari yang

. Direktorat Jendral Pemerintah Umum Departemen Dalam Negeri, Pelayanan Prima dan Pelayanan Terpadu Satu Atap, Modul Pelatihan, 2003, hlm 3

10

7

membatasi wilayah kota Bukittinggi semuanya berada dibawah perintahan kabupaten Agam. Kondisi alam kota Bukittinggi berupaperbukitan dengan lapisan Tufff dari lereng gunung merapi sehingga tanahnya subur, namun demikian luas daerah yang dimanfaatkan untuk pertanian sedikit sekali. Hal ini disebabkan karena sebagian besar digunakan untuk pemukiman penduduk, hotel dan pasar. Lokasi pasar yang terluas terdapat di kecamatan Guguk Panjang yaitu pasar Aur Kuning, Pasar Atas dan Pasar bawah. Maka dalam upaya menampung dan melayani berbagai kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan bidang pemerintahan Kota Bukittinggi telah mengeluarkan suatu kebijakan untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat melalui Peraturan Walikota Bukittinggi No. 03 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan Perizinan Pada Kantor Pelayanan Terpadu Kota Bukittinggi. Peraturan ini adalah merupakan penyempurnaan dari Pos Pelayanan satu Pintu yang sudah sejak tahun 1998. Berdasarkan Peraturan Walikota No. 03 Tahun 2008 tersebut pada dasarnya jenis pelayanan yang diberikan pada Pusat Pelayaan Masyarakat Kota Bukittinggi terdiri dari pelayanan yang bersifat teknis yang mecakup izin mendirikan bangunan (IMB), izin reklame, izin usaha rumah makan, caffe dan coffee shop, izin usaha angkutan, dan izin penggalian jalan,berm/bahu jalan dan trotoar. Jenis kedua adalah pelayanan yang bersifat umum yang mencakup izin tempat usaha/HO, izin usaha perdagangan (SIUP), tanda daftar perusahaan (TDP), tanda daftar industri (TDI), izin usaha jasa konstruksi

8

(IUJK), izin pemakaian alat-alat berat dan investaris daerah, izin penjualan dan penyewaan piringan cakram dan kaset video. Berdasarkan pengamatan sementara pelaksanaan pelayanaan perizinan ada yang belum terlaksana. Hal ini sejalan juga hasil penelitian yang dilakukan bahwa kinerja pelayanan publik (umum) sebagai aparatur pemerintah sampai saat ini tampaknya belum maksimal. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa penyelenggaraan pelayanan publik masih panjang dan melalui proses yang berbelit-belit11. Berdasarkan permasalahan dari uraian latar belakang diatas, maka saya tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemberian pelayanan umum oleh pemerintah daerah Bukittinggi kepada masyarakatnya yang diberi judul Model ideal pelayanan umum kepada masyarakat studi kasus pelayanan umum di Kota Bukittinggi Sumatera Barat. 1.2 Perumusan Masalah Berangkat dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang hendak dijadikan bahasan dalam penelitian ini antara lain adalah :1. Bagaimana pelaksanaan pelayanan umum di Kantor Pusat pelayanan terpadu di Kota Bukittinggi? 2. Bagaimana efektifitas pelaksanaan prinsip-prinsip pelayanan umum Pada Pusat Pelayanan terpadu Kota Bukittinggi?. 3. Apa kendala yang ditemui dalam pelaksanaan pemberian pelayanan umum

pada Pusat Pelayanan Terpadu di Kota Bukittinggi?.

. Nurul D Irawati, Reformasi Birokrasi dalam Pelayanan Publik, artiket, www.komisihukumnasional.com Oktober 2008

11

9

4. Bagaimana model ideal pelayanan umum kepada masyarakat yang dapat

dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Bukittinggi? 1.3 Tujuan Penelitian1. Untuk mengetahui analisa pelaksanaan pelayanan umum di Kantor Pusat pelayanan terpadu di Kota Bukittinggi. 2. Untuk menganaliksa efektifitas pelaksanaan prinsip-prinsip pelayanan umum pada pusat pelayanan terpadu di Kota Bukittinggi. 3. Untuk identifikasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan pemberian

pelayanan umum pada Pusat Pelayanan Terpadu di Kota Bukittinggi.4. Untuk mengetahui model ideal pelayanan umum kepada masyarakat yang

dapat dilakukan oleh pemerintah daerah. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis, diharapkan hasil penelitian dapat merupakan sumbangan pemikiran dalam pengembangan Hukum Tata Negara secara umumnya dan khususnya dalam hukum pemerintah daerah 2. Manfaat praktis, diharapkan hasil penelitian sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan kualitas kerja aparat pemerintahan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. 1.5 Kerangka Teoritis dan Konseptual a. Otonomi Daerah Istilah otonomi secara etimologis berasal dari kata yunani authos yang berarti sendiri dan nomus yang berarti hukum atau peraturan12.

. Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, pasang surut Hubungan kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, Penerbit. PT Alumni Bandung, 2004,, hlm 129.

12

10

Otonomi merupakan satu bagian atas salah satu bentuk dari desentralisasi13. Pemberian otonomi kepada daerah, bukanlah semata-mata persolan sistem dan cara penyelenggaraan administrasi pemerintahan. Otonomi merupakan realisasi dari pengakuan, bahwa kepentingan dan kehendak rakyatlah satu-satu sumber untuk menentukan sistem dan jalannya pemerintahan negara. Dengan demikian otonomi daerah adalah bagian keseluruhan dari usaha mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan14 Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, otonomi daerah adalah hak dan wewenang dan Kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundanganundangan yang berlaku (pasal 1 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974). Sistem otonomi yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 ini ialah prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan undang-undang Nonmor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dinyatakan sebagai Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi (pasal 1

masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

.Kuntana Magnar, Pokok-pokok Pemerintah daerag Otonom dan Wilayah Adminsitratif, Amrico Bandung, 1983, hlm. 16.14

13

. Ibid, hlm 22.

11

angka 6 UU 32 Tahun 2004). Menurut Bagir Manan15, ketentuan ini memberikan gambaran bahwa otonomi daerah itu merupakan wewenang dari daerah. Pengertian otonomi daerah yang melekat dalam keberadaan pemerintahan daerah, juga sangat berkaitan dengan desentralisasi. Baik pemerintahan daerah, desentralisasi maupun otonomi daerah, adalah bagian dari suatu kebijakan dan praktek penyelenggaraan pemerintahan. Tujuannya adalah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib, maju dan sejahtera, setiap orang bisa hidup tenang, nyaman, wajar oleh karena memperoleh kemudahan dalam segala hal di bidang pelayanan masyarakat16. Oleh karena itu keperluan otonomi di tingkat lokal pada hakekatnya adalah untuk memperkecil intervensi pemerintah pusat kepada daerah. Dalam negara kesatuan (unitarisme) otonomi daerah itu diberikan oleh pemerintah pusat (central government) sedangkan pemerintah hanya menerima

penyerahan dari pemerintah pusat.17 Berbeda hanya dengan otonomi daerah di negara federal, di mana otonomi daerah sudah melekat pada negara-negara bagian. Secara normatif, pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada pihak lain (pemerintah daerah) untuk dilaksanakan disebut dengan

. Bagir Manan, Fungsi dan Materi Peraturan Perundang-undangan, makalah, diamapaikan pada Penataran Dosen pendidikan dan latihan Kemahiran Hukum BKS-PTN Bidang Hukum Se-Wilayah Barat, Fakultas Hukum Universitas Lampung di Bandar Lampung, tanggal 11 November 1994 Hal. 2. 16 . Pardjoko, Filosofi Otonomi Daerah Dikaitkan Dengan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Nomor 25 Tahun 1999, Makalah, Makalah Falsafah Sains (PPs 702), Program Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor, February 2002, hlm 1 17 S.H Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Cetakan I, Juli 1999

15

12

desentralisasi. Desentralisasi sebagai suatu sistem yang dipakai dalam sistem pemerintahan sentralisasi, merupakan kebalikan dari sentralisasi. Dalam sistem

kewenangan pemerintah baik di pusat maupun di daerah,

dipusatkan dalam tangan pemerintah pusat.18 Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara yang menganut prinsip pemencaran kekuasaan secara vertikal, membagi kewenangan kepada pemerintah daerah bawahan Penerapan prinsip ini dalam bentuk penyerahan kewenangan.

melahirkan model pemerintahan daerah yang

menghendaki adanya otonomi dalam penyelenggaraannya. Dalam sistem ini, kekuasaan negara terbagi antara pemerintah pusat disatu pihak, dan pemerintahan daerah di lain pihak. Penerapan pembagian kekuasaan dalam rangka penyerahan kewenangan otonomi daerah, antara negara yang satu dengan negara yang lain tidak sama, termasuk Indonesia yang menganut sistem negara kesatuan.19 Secara teoretis desentralisasi seperti yang dikemukakan oleh Benyamin Hoessein adalah pembentukan daerah otonomi dan/atau

penyerahan wewenang tertentu kepadanya oleh pemerintah pusat. Philip Mawhood menyatakan desentralisasi adalah pembagian dari sebagian

kekuasaan pemerintah oleh kelompok yang berkuasa di pusat terhadap

Soetidjo, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.PT. Rineka Cipta, Jakarta 1990 19 Bambang Yudoyono, Makalah Telaah Kritis Implementasi UU No. 22/1999: Upaya Mencegah Disintegrasi Bangsa, disampaikan pada seminar dalam rangka Kongres ISMAHI di Bengkulu 22 Mei 2000

18

13

kelompok-kelompok lain yang masing-masing memiliki otorisasi dalam wilayah tertentu disuatu negara.20 Sementara itu B.C. Smith mendefinisikan desentralisasi sebagai proses melakukan pendekatan kepada pemerintah daerah yang mensyaratkan

terdapatnya pendelegasian kekuasaan (power) kepada pemerintah bawahan dan pembagian kekuasaan kepada daerah. Pemerintah pusat disyaratkan untuk menyerahkan kekuasaan kepada Pemerintah Daerah sebagai wujud

pelaksanaan desentralisasi.21 Tujuan desentralisasi secara umum oleh Smith dibedakan atas 2 (dua) tujuan utama yakni tujuan politik dan ekonomi. Secara politis, tujuan desentralisasi antara lain untuk memperkuat pemerintah daerah, untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan politik para penyelenggara pemerintah dan masyarakat, dan untuk mempertahankan integritas nasional. Sedangkan secara ekonomi, tujuan dari desentralisasi, antara lain adalah untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan public good and service, serta untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di daerah.22 Sedangkan D. Juliantara, Dkk memberikan pengertian desentralisasi dengan merujuk pada asal katanya, bahwa istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin, de artinya lepas dan centrum artinya pusat. Jadi desentralisasi

H. Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006. 21 H Siswanto Sunarno, Ibid 22 Syarif Hidayat (editor), Kegamangan Otonomi Daerah.? Pustaka Quantum,Jakarta, 2004

20

14

menurut asal katanya berarti melepaskan dari pusat.23 Lebih jauh ia menyebutkan desentralisasi yang dimaknai dalam konteks yang lebih luas, bahwa konteks negara-negara demokrasi modern, kekuasaan politik diperoleh melalui pemilihan umum yang diselenggarakan secara reguler dan serentak di setiap daerah untuk memberikan legitimasi terhadap tugas dan wewenang lembaga-lembaga politik di tingkat nasional dan juga di tingkat lokal sendiri. Dengan kata lain, kekuasaan pemerintah daerahlah yang meminta dan menarik kembali sebagai kewenangan yang telah diberikan kepada pemerintah pusat, bukan karena kebaikan hati pemerintah pusat.24 Dengan demikian jelaslah, bahwa desentralisasi akan melahirkan otonomi daerah dan bahkan kadangkala sulit untuk membedakan pengertian diantara keduanya secara terpisah. Desentralisasi dan otonomi daerah bagaikan dua sisi mata uang yang saling memberi makna satu sama lainnya. Lebih spesifik, mungkin tidak berlebihan bila dikatakan ada atau tidaknya otonomi daerah sangat ditentukan oleh seberapa jauh wewenang telah didesentralisasikan oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Itulah sebabnya, dalam studi Pemerintahan Daerah, para analis sering menggunakan istilah desentralisasi dan otonomi daerah secara bersamaan, interchange. Namun menurut pendapat saya antara desentralisasi dengan otonomi daerah terdapat perbedaan, dimana desentralisasi lebih melihat pada proses pelimpahan kewenangannya, sedangkan otonomi daerah melihat pada kondisi nyata dimana pemerintah diberi kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri.D. Juliantara, Dkk, Desentralisasi Kerakyatan, Gagasan & Praksis, Pondok Edukasi, Bantul 2006 24 D. Juliantara, Dkk, Ibid.23

15

Adanya

otonomi

daerah

dalam

negara

dilatarbelakangi

oleh

pengalaman masa lalu dimana keberadaan negara hanya dianggap sebagai instrumen oleh kaum kapitalis. Kondisi ini kemudian melahirkan konsep Marxis tentang Instrumental State. Demikian halnya paham sosialis yang menghendaki adanya otonomi dari pengaruh partai politik (partai komunis) yang cenderung mengintervensikan kehidupan negara. Dalam hubungan ini negara menginginkan otonomi untuk memperkecil dan bahkan menghilangkan pengaruh-pengaruh ataupun intervensi kaum-kaum kapitalis dan sosialis. Berbeda halnya dengan pemberian otonomi dengan pemerintah lokal, yaitu untuk memperbesar kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.25 Oleh karena itu keperluan otonomi di tingkat lokal pada hakikatnya adalah untuk memperkecil intervensi pemerintah pusat kepada daerah. Dalam negara kesatuan (unitarisme) otonomi daerah itu diberikan oleh pemerintah pusat (central government), sedangkan pemerintah daerah hanya menerima penyerahan dari pemerintah pusat. Berbeda halnya dengan otonomi daerah di negara federal, dimana otonomi daerah sudah melekat pada negara-negara lain. Reuter mengemukakan, desentralisasi adalah sebagian dari pengakuan atas penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badan-badan hukum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan dalam pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dalam hal itu. Rondineli

25

Sarundjang, Arus balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,

1999.

16

mengatakan bahwa desentralisasi dari arti luas mencakup setiap penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat baik kepada daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat di daerah yang ditugaskan di daerah.26 Koeswara mengemukakan bahwa pengertian desentralisasi pada dasarnya mempunyai makna bahwa melalui proses desentralisasi urusanurusan pemerintahan yang semula termasuk wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, sebagian diserahkan kepada badan/lembaga pemerintahan di daerah.27 Prakarsa untuk menemukan prioritas, memilih alternatif dan mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan daerahnya, baik dalam hal menentukan kebijaksanaan, perencanaan, maupun pelaksanaan

sepenuhnya diserahkan kepada daerah. b. Pelayanan Umum dalam otonomi Daerah Pengertian pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan28. Sedangkan pelayanan umum Keputusan Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Men-PAN) No. 81 tahun 1993 adalah segala bentuk pelayanan umum yana dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.Oentara Sm, Dkk, Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan, Samitra Media Utama, Jakarta, 2004. 27 Koeswara, Prospek Pengembangan Desentralisasi dan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada Daerah Tingkat II, Badan Pendidikan dan latihan Departemen dalam Negeri, 1996. 28 . Direktorat Jendral Pemerintah Umum Departemen Dalam Negeri, op. Cit, hlm 226

17

Dari pengertian tentang pelayanan umum diatas, terkait beberapa istilah dalam administrasi Negara, seperti instansi pemerintah, tatalaksana, tatakerja, prosedur kerja, system kerja, kewajiban dan seterusnya yang diuraikan dibawah ini29. Instansi Pemerintah Yang dimaksud dengan instansi pemerintah disini adalah sebutan kolektif yang meliputi satuan kerja atau satuan organisasi suatu departemen, lembaga pemerintah bukan departemen, instansi pemerintah lainnya, baik instansi pemerintah di tingkat pusat maupun instansi pemerintah di tingkat daerah, termasuk BUMN dan BUMD. Tatalaksana Yang dimaksud dengan tatalaksana adalah segala aturan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah yang menyangkut tatacara, prosedur dan system kerja dalam melaksanakan kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah dan pembangunan pelayanan di bidang umum Tatakerja Tatakerja dimaksudkan sebagai cara-cara pelaksanaan kerja yang efisien mengenai satu atau serangkaian tugas dengan memperhatikan segi-segi tujuan, peralatan, fasilitas, tenaga, waktu, ruang, dan biaya yang tersedia. Prosedur Kerja Yang dimaksud dengan prosedur kerja adalah rangkaian tatakerja yang29

. Ibid, hlm 3

18

berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya urutan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian suatu bidang tugas. Sistem Kerja System kerja disini diartikan dengan rangkaian tata kerja dan prosedur kerja yang membentuk suatu kebulatan pola kerja tertentu dalam rangka mencapai hasil kerja yang diharapkan. Kewajiban Kewajiban disini diartikan sebagai aparatur penyelenggara pelayanan umum untuk mengambil tindakan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai dengan peratuturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka memuaskan masyarakat sebagai pelanggan, kewajiban bukan hanya melekat pada pejabat, tettapi setiap aparatu dalam lingkungan kerja ketika bertemu dengan pelanggan. Misalnya wajib untuk menanyakan apa yang diinginkan pelanggan yang hadir pada waktu itu. Artinya harus proaktif dalam menyambut kedatangan pelanggan. Pelayanan pemerintahan daerah merupakan tugas dan fungsi utama pemerintah daerah. Hal ini berkaitan dengan fungsi dan tugas utama pemerintah secara umum, yaitu memberi pelayaan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat maka pemerintah akan dapat mewujudkan tujuan negara yaitu menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat tersebut terintegrasi dalam

19

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan30 Pelayanan publik berhubungan dengan pelayanan yang masuk kategori sektor publik, bukan sektor privat. Pelayanan tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMN/BUMND. Ketiga komponen yang menangani sektor publik tersebut menyediakan layanan publik, seperti kesehatan, pendidikan, keamanan dan ketertiban, bantuan sosial, dan penyiaran31. Dengan demikian yang dimaksud pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh negara dan perusahaan milik negara kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pemerintahan baik pusat maupun daerah mempunyai tiga fungsi utama: 1) memberikan pelayanan/services baik pelayanan perorangan maupun pelayanan publik/khalayak, 2) melakukan pembangunan fasilitas ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (development for economic growth), dan 3) memberikan perlindungan/protective masyarakat32. Sebagai fungsi public services functions, pemerintah wajib memberikan pelayanan publik secara perorangan maupun khalayak/publik. Pelayanan untuk orang per orang misalnya pemberian KTP, SIM, IMB, sertifikat tanah, paspor, surat izin, dan surat keterangan. Pelayanan publik misalnya pembuatan lapangan sepakbola, taman kota, hutan lindung, trotoar, waduk, taman nasional, penerangan jalan umum, rambu-rambu lalu lintas,

. Hanif Nurcholis,Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Penerbit PT. Grasindo, 2005, hlm 175 31 . Ibid, hlm 176 32 . Ibid, hlm 178

30

20

panti anak yatim/jompo/cacat/miskin, tempat pedagang kaki lima, dan lainlain33. Pemerintah Daerah wajib memberika pelayanan perorangan dengan biaya murah, cepat dan baik harus mendapatkan pelayanan yang sama. Di samping itu juga harus diperlakukan oleh petugas dengan sikap yang sopan dan ramah. Semua orang tanpa kecuali baik kaya, miskin, pejabat, orang biasa, orang desa atau kota, harus diperlakukan sama. Tidak boleh dibedabedakan baik dalam sikap, biaya, maupun waktu penyelesaian. Pelayanan pemerintah daerah kepada khalayak juga harus adil dan merata. Pemerintah Daerah tidak boleh menganakemaskan atau menganaktirikan kelompok masyarakat tertentu sehingga yang satu diberi lebih dan yang lain diberi sedikit34. Dengan demikian Pelayanan publik oleh pemerintah daerah harus dapat memuaskan publik. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah bisa diukur dengan indikator-indikator : mudah, murah, cepat, tidak berbelit, petugasnya murah senyum, petugasnya membantu jika ada kesulitan, adil, merata dan memuaskan. c. Kualitas Pelayanan Vincent Gesperz, mengemukakan bahwa kualitas pelayanan, meliputi dimensi-dimensi berikut :35 1) Ketaatan waktu pelayanan, berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.33 34

. Ibid, . Ibid, hlm 182 35 Dirjen Pem-Um, ibid

21

2) Akurasi pelayanan, berkaitan dengan keakuratan pelayanan dan bebas dari kesalahan-kesalahan. 3) Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, berkaitan dengan perilaku orang-orang yang berintegrasi langsung kepada pelanggan eksternal. 4) Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan pelanggan eksternal (masyarakat). 5) Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya petugas yang melayani dan fasilitas pendukung. 6) Kenyamanan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan petunjuk panduan lainnya. 7) Atribut pendukung lainnya, seperti lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC dan lain-lain. Vincent Garperz mengemukakan manajemen perbaikan kualitas yang dikenal dengan konsep Vincent. Konsep ini terdiri dari strategi perbaikan kualitas yaitu : 1. Visionary transformation (transformasi misi) 2. Infrastructur (infrastruktur) 3. Need for Improvement (kebutuhan untuk perbaikan) 4. Customer Focus (Fokus pelanggan) 5. Empowerment (Pemberdayaan) 6. New Views of Quality (pandangan baru tentang kualitas)

22

7. Top Management (Komitmen manajemen puncak) d. Prinsip Good Governance. World Bank maupun UNDP mengembangkan istilah baru yaitu governance sebagai pendamping kata government. Istilah tersebut sekarang sedang sangat popular digunakan di kalangan akademisi maupun masyarakat luas. Kata governance kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dalam berbagai kata. Ada yang menerjemahkan menjadi tata pemerintahan, adapula yang menerjemahkan menjadi

kepemerintahan36. Perubahan penggunaan istilah dengan pengertiannya akan mengubah secara mendasar praktek-praktek penyelenggaraan pemerintahan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Perubahannya akan mencakup tiga dimensi yaitu dimensi struktural, dimensi fungsional serta dimensi kultural. Perubahan struktural menyangkut struktur hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, struktur hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, struktur hubungan antara eksekutif dan legislatif ataupun struktur hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Perubahan fungsional menyangkut perubahan fungsi-fungsi yang dijalankan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun masyarakat. Sedangkan perubahan kultural menyangkut perubahan pada tata nilai dan budaya-budaya yang melandasi hubungan kerja intraorganisasi, antarorganisasi maupun ekstraorganisasi37. United Nation Development Programme (UNDP), memberikan. Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Alqaprint Jatinangor, Bandung hal 27 37 . Ibid36

23

batasan pada kata governance sebagai pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa.Governance dikatakan baik (good atau sound) apabila sumber daya public dan masalah-masalah public dikelola secara efektif dan efisien, yang merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat. Tentu saja pengelohan yang efektif dan efisien dan responsive terhadap kebutuhan rakyat menuntut iklim demokrasi dalam

pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan masalah-masalah public yang didasarkan pada keterlibatan masyarakat, akuntabilitas, serta transparan.

Dewasa ini seiring dengan tuntutan globalisasi demokrasi dalam segala aspek kehidupan, juga menimbulkan konsekuensi logis terhadap tuntutan public akan konsep dan implementasi kekuasaan pemerintahan yang baik secaraparadigmatic, yakni dari paradigma pemerintahan (government) menjadi

memerintah (governance). Menurut Hadjon (1993:45), govern, mengandung arti pemerintah/lembaga.

Governance berarti pelaksanaan pemerintahan. Ini berarti good government adalah pemerintahan yang baik (lembaga), sedang good governance adalah pelaksanaan pemerintahan yang baik (pelaksananya). Cleangovernment mengandung arti pemerintahan yang bersih (lembaga), sedangkan clean governance berarti pelaksanaan pemerintahan yang bersih.

Baik buruknya suatu pemerintahan

bisa dinilai bila ia telah

bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governanc sebagaianamana tersebut dibawah ini38

. Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Alqaprint Jatinangor, Bandung hal 27, lihat juga dalam Agung Hendarto, Nazar Suhendar (eds.) Good Governace dan Penguatan Institusi Daerah, Masyarakat transparansi Indonesia (MTI), 2002, hlm 2-3

38

24

1. Partisipasi (Participation) Sebagai pemilik kedaulatan, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengambil bagian dalam proses bernegara, berpemerintahan serta bermasyarakat. Partisipasi tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun melalui institusi intermediasi seperti DPRD, LSM dan lain sebagainya. Partisipasi yang diberikan dapat berbentuk buah pikiran, dana, tenaga maupun bentuk-bentuk lainnya yang bermanfaat. Partisipasi warga negara dilakukan tidak hanya pada tahapan implementasi, tetapi secara menyeluruh mulai dari tahapan penyusunan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasilnya. Syarat utama warga negara disebut berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan yaitu : Ada rasa kesukarelaan (tanpa paksaan). Ada keterlibatan secara emosional. Memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya. 2. Penegakan Hukum (Rule of law) Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah adanya penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. Tanpa penegakan hukum yang tegas, tidak akan tercipta kehidupan yang demokratis melainkan anarki. Tanpa penegakan hukum, orang secara bebas berupaya mencapai tujuannya sendiri tanpa mengindahkan kepentingan orang

25

lain, termasuk menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, langkah awal penciptaan good governance adalah membangun sistem hukum yang sehat, baik perangkat lunaknya (software), perangkat kerasnya (hardware) maupun sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya (human ware). 3) Transparansi (Transparancy) Salah satu karakteristik good governance adalah keterbukaan. Karakteristik ini sesuai dengan semangat zaman yang serba terbuka akibat adanya revolusi informasi. Keterbukaan tersebut mencakup semua aspek aktivitas yang menyangkut kepentingan publik mulai dari proses pengambilan keputusan, penggunaan dana-dana publik sampai pada tahapan evaluasi. 4) Daya Tanggap (Responsiveness) Sebagai konsekuensi logis dari keterbukaan, maka setiap komponen yang terlibat dalam proses pembangunan good governance perlu memiliki daya tanggap terhadap keinginan maupun keluhan para pemegang saham (stake holder). Upaya peningkatan daya tanggap tersebut terutama ditujukan pada sektor publik yang selama ini cenderung tertutup, arogan serta berorientasi pada kekuasaan. Untuk mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh sektor publik, secara periodik perlu dilakukan survey untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen (customer satisfaction). 5) Berorientasi pada Konsensus (Consensus Orientation) Kegiatan bernegara, berpemerintahan dan bermasyarakat pada dasarnya adalah aktivitas politik, yang berisi dua hal utama yaitu konflik dan

26

konsensus. Di dalam good governance, pengambilan keputusan maupun pemecahan masalah bersama lebih diutamakan berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan dengan kesediaan untuk konsisten melaksanakan konsensus yang telah diputuskan bersama. Konsensus bagi bangsa Indonesia sebenarnya bukanlah hal baru, Karena nilai dasar kita dalam memecahkan persoalan bangsa adalah melalui musyawarah untuk mufakat. 6) Keadilan (Equity) Melalui prinsip good governance, setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan. Akan tetapi karena kemampuan masing-masing warga negara berbeda-beda, maka sektor publik perlu memainkan peranan agar kesejahteraan dan keadilan dapat berjalan seiring sejalan. 7) Keefektifan dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency) Agar mampu berkompetisi secara sehat dalam percaturan dunia, kegiatan ketiga domain dalam governance perlu mengutamakan efektivitas dan efisiensi dalam setiap kegiatan. Tekanan perlunya efektivitas dan efisiensi terutama ditujukan pada sektor publik karena sektor ini menjalankan aktivitasnya secara monopolistik. Tanpa adanya kompetisi tidak akan tercapai efisiensi. 8) Akuntabilitas (Accountability) Setiap aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan publik perlu mempertanggungjawabkan kepada publik. Tanggung gugat dan tanggung jawab tidak hanya diberikan kepada atasan saja melainkan juga pada para

27

pemegang saham (stake holder), yakni masyarakat luas. Secara teoritis, akuntabilitas itu sendiri dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu sebagai berikut : Akuntabilitas organisasional/administratif Akuntabilitas legal Akuntabilitas politik Akuntabilitas professional Akuntabilitas moral

9) Visi Strategis (Strategik Vision) Dalam era yang berubah secara dinamis seperti sekarang ini, setiap domain dalam good governance perlu memiliki visi yang strategis. Tanpa adanya visi semacam itu maka suatu bangsa dan negara akan mengalami ketertinggalan. Visi itu sendiri dapat dibedakan antara visi jangka panjang (long term vision) antara 20 sampai 25 tahun (satu generasi) serta visi jangka pendek (short term vision) sekitar 5 tahun. 1.6 Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Berdasarkan objek yang akan diteliti yaitu pelaksanaan pelayanan umum oleh Pemerintah daerah Kota Bukittinggi, maka penelitian ini merupakan penelitian Hukum Sosiologis (socio legal research), yaitu meneliti bagai mana pelaksanaan pelayanan umum Kota Bukittinggi dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan konsep good gobernance. Sifat penelitiannya adalah deskriptif yaitu mengambarkan secara rinci mengenai pelaksanaan

28

pelayanan umum di Kota Bukittinggi. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Koyamadya Bukittinggi,. ditetapkannya Kot Bukittinggi sebagai lokasi penelitian karena Kota Bukittinggi memiliki luas wilayah yang cukup luas. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik atau metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (depth interview) secara langsung dengan petugas pelayanan dan masyarakat Alat atau instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam kegiatan ini adalah Daftar Wawancara yang terstruktur (Structured interview schedule) dan pedoman wawancara (interview guide) yang telah disusun sebelumnya. Selain itu dalam penelitian ini juga digunakan teknik pengamatan atau observasi terhadap proses pemberian pelayanan di daerah Kota Bukittinggi.. 5. Jenis dan sumber data Karena sifat penelitian ini adalah penelitian Hukum Sosiologis (socio legal research), di mana data yang dibutuhkan atau yang menjadi data pokok dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari responden masyarakat dan petugas pelayanan (pegawai Pemda Kota Bukittinggi) yang merupakan subjek dalam penelitian ini, sedangkan objek penelitian adalah bentuik pelayanan yang diberikan di Wilayah Kota Bukittinggi.

29

Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini terdiri bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. a. Bahan Hukum Primer: 1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah 2) Instruksi Presiden No.7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan 3) Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintahan Kepada Masyarakat. 4) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.

63/KEP/M.PAN/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, 5) Keputusan No: Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, 6) Keputusan No: Kep/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik 7) Teori-teori tentang pelayanan umum dan otonomi daerah. b. Bahan Hukum Sekunder: 1) Berbagai buku yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas 2) Berbagai artikel dalam jurnal

30

c. Bahan Hukum terier: 1) Kamus hukum 2) Ensilokpedi 3) Internet 6. Teknik Analisis Data Data yang telah terkumpul baik data primer maupun data sekunder diteliti kembali guna mengetahui kelengakapan data yang diperoleh, kejelasan rumusan maupun relevansinya bagi peneliti. Sehingga apabila terdapat kekurangan-kekurangan atau hal-hal yang kurang jelas, dapat dilengkapi kembali. Analisis data tahap selanjutnya adalah untuk menyederhanakan data agar menjadi informasi yang dapat digunakan dalam menjelaskan

permasalahan penelitian. Pada tahap ini analisis data dilakukan setelah semua informasi dianggap cukup memadai oleh peneliti. Langkah yang dilakukan untuk menganalisis data yaitu melakukan penyederhaaan informasi yang diperoleh dengan memilah-milahkan informasi berdasarkan kategori yang telah disiapkan dalam Daftar wawancara dengan menggunakan teori-teori maupun pendapat yang disinggung dalam tinjauan pustaka sehingga dapat ditafsirkan untuk merumuskan kesimpulan penelitian.

31

BAB II TI NJAUAN PUSTAKA 2.1. DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang dalam

penyelenggaraan pemerintahannya didasarkan pada dua azas pokok yaitu asas keahlian dan asas territorial. Berdasarkan asas keahlian dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan sebagai pimpinan eksekutif tertinggi Presiden mendelegasikan pelaksanaan tugas dan kewenanganya pada Departemendepartemen dan Lembaga-lembaga Pemerintah Non Departemen. Departemen - departemen dan lembaga - lembaga Pemerintahan Non Departemen ini disusun berdasarkan pembidangan tugas dan spesialisasi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan negara dan seluruhnya berkedudukan di ibukota Negara. Mengingat luasnya negara atau wilayah negara, keragaman kondisi masyarakat dan demi efisiensi dalam kegiatan pencapaian tujuan negara dipandang tidak mungkin penyelenggaraan pemerintahan seluruh wilayah negara ditangani seluruhnya sencara sentralistis dari ibukota negara. Karena itu disamping asas keahlian yantg menjelmakan pembagian bidangbidang teknis penyelenggaraan pemerintahan dalam wujud departemen itu digunakan pua asas territorial, dimana tugas-tugas dan kewenangan penelenggaraan pemerintah didesentralisasikan pada daerah-daerah. Sturktur ketatanegaraan Republik Indonesia yang menganut asas territorial meliputi system desentralisasi dan dekonsentrasi yang masingmasing menjelmakan daerah-daerah otonom dan wilayah-wilayah

32

administratif. Untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan desentralisasi, dapat dilihat bagaimana rumusan ang diberikan oleh para ahli serta rumusasn yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Desentralisasi secara prinsipil di Indonesia diatur dalam Pasal 18 UUD 1945. Desentralisasi berasal dari bahsa latin , yaitu De yang berarti lepas dan Centrum yaitu pusat, jadi desentralisasi itu berarti melepaskan dari pusat. Desentralisai di bidang pemerintahan ialah pelimpahan urusan dari Pemerintah Pusat kepada kesatuan organisasi pemerintah untuk

menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang daerah-daerah yang kemudian menjadi hak dan kewenangan daerah otonom ini disebut hak otonom, yaitu hak kewenangan dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan39 Prajudi Atmosudirdjo40 mengungkapkan bahwa Hukum Administrasi Pemerintahan daerah atau Desentralisasi merupakan : 1. Hukum yang mangatur seluk beluk daripada pemerintahan administrasi daerah, mengatur standar daripada daerah otonom, mengatur struktur organisasi daerah, dan mengatur tugas, fungsi hukum administrasi daerah heteronom dan kewajiban daripada organ-organ daerah dan 2. Hukum yang ditetapkan oleh pemerintah administrasi daerah sendiri (Hukum administrasi daerah otonom yang bersifat interpretasi penjabaran39 Tjahya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta, 1993 40 Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991

. .

33

dan operasional procedural) Rondineli merumuskan desentralisasi sebagai penyerahan tanggung jawab untuk perencanaan, manajemen, penggalian dana, alokasinya dari Pemerintah Pusat kepada unit-unit pemerintah yang ada di daerah, sedangkan menurut Amrah Muslimin bahwa desentralisasi adalah pelimpahan

kewenangan pada badan tertentu dalam urusan rumah tangganya sendiri41 R.D.H.Kusumaatmadja merumuskan desentralisasi itu adalah

pelimpahan kekuasaan perundang-undangan dari pemerintah kepada kepala daerah ootonom di dalam lingkungannya42. Bayu Suryaningrat berpendapat bahwa desentralisasi itu adalah mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan negara, di dalam desentralisasi itu rakyat secara langsung mempunyai kesempatan untuk turut serta (participation) dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya43 Foatmann menyatakan desentralisasi adalah salah satu cara untuk mengembangkan kapasitas pemerintahan daerah, kekuasaan dan pengaruh cendrung bertumpu pada sumber daya kemampuan untuk mengembangkan otoritasnya akan meningkat. Jika pemerintah local semata-mata ditugaskan untuk mengikuti kebijaksanaan nasional, para pemuka dan warga masyarakat akan mempunyai investasi kecil saja di dalamnya44 Desentralisasi adalah suatu istilah yang sangat luas dan selalu menyangkut persoalan kekeuasaan (power), biasanya dihubungakan dengan41 Ibid

. . 43 Andi Mustari Pide, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah memasuki abad XXI, gaya Gramedia Pratama, Jakarta, 1999. .42 R.D.H.Koesoemahatrmadja, Pengantar Kearah Sistem Pemerintahan di Indonesia, Bina Cipta Bandung, 1979 44. Ibid

34

pendelegasian di daerah atau kepada lembaga-lembaga pemerintah di daerah untuk menjalankan urusan-urusan pemerintahan di daerah. Inti dari desentralisasi adalah pemberdayaan masyarakat, penumbuhan prakarsa dan kreativitas pemberdayaan DPRD, lembaga lembaga kemasyarakatan secara optimal. Untuk itu secara normative, desentralisasi menempatkan otonomisecara utuh pada daerah-daerah kabupatwn dan Kota, sehingga daerah tersebut mempunyai kewenangan dan kekuatan yang lebih besar untuk melaksanakan kebijaksanaan sesuai dengan prakarsa dan aspirasi masyarakat45 Selanjutnya dapat dilihat rumusan desentralisasi menurut Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dalam Pasal 1 huruf e menyatakan : Desentralisasi adalah Penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan rumusan-rumusan tersebut, maka dapat disimpulkan, bahwa desentralisasi itu mengandung pengertian bahwa adalanya penyerahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan di daerah. Pelaksanaan Asas Desentralisasi Desentralisasi dapat dibedakan : a) Dekonsentrasi adalah : merupakan kekuasaan dan . tanggung jawab bentuk pelimpahan yang paling lemah

45 Pimpinan Komisi IX-Panitian Anggaran DPRD, Makalah Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Daerah, Padang, 2000

35

dibandingkan dua bentuk lainnya. Dekonsentrasi hanyalah bersifat pemindahan (shift) tanggung jawab dari Pemerintah Pusat pada Pemerintah Daerah. b) Delegasi adalah merupakan pelimpahan kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan dekonsentrasi. Daerah bertanggungjawab atas kekuasaan (kewenangan) yang diterima dari pusat, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam bidang pengadministrasian. c) Devolusi adalah merupakan pelimpahan kekuasaan yang tertinggi

dibandingkan dengan dekonsentrasi dan delegasi statusnya seperti sebuah badan hukum (corpotare status). Daerah dapat memilih sendiri Kepala Daerah dan DPRDnya, mempunyai sumber penghasilan sendiri dan memiliki kewenangan yang independent dalam mengambil keputusan ang berinvestasi. Penentuan batas daerah yang jelas sangat diperlukan bagi pelaksanaan tipe desntralisasi ini. Urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan pada daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi ini pada dasarnya menjadi wewenanga perangkat daerah yang bersangkutan. Walaupun daerah mempunyai kewenangan tentang penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadi wewenang daerah, namun Pemerintah Pusat mempunyai wewenang untuk mengikat daerah. Hal ini dimaksudkan untuk terjaganya perstuan dan kesatuan negara tetap terjamin. Menurut Sarundjang, pelaksanaan asas desentralisasi bagi nagara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai konsekuensi lahirnya : local self

36

government atau Pemerintah Daerah Lokal yeng mengurus rumah tangganya sendiri. Oleh karena itu dalam rangka melaksanakan pemerintahan negate yang sebaik-baiknya di tingkat daerah, serta untuk mempermudah penyelenggaraan dapat diserahkan kepada suatu lcal government atau pemerintak local, yang diberi kewenagnan untuk mengurusi kepentingan daerahnya sendiri46 Lebih lanjut sarundjang mengemukakan bahwa cri-ciri: local self government atau pemerintah local yang mengurus rumah tangganya sendiri, mempunyai cirri-ciri sebagai berikut47: 1. Segala urusan yang diselenggarakan merupakan urusan yang sudah dijadikan urusan rmah tanganya sendiri, oleh sebab itu urusan-urusan perlu dipertegas secara terperinci 2. Penyelengggaraan pemerintahan dilaksanakan oleh alat perlengkapan yan seluruhnya bukan terdiri dari pejabat pusat, tetapi pegawai Pemerintah Daerah 3. Penanganan segala urusan itu seluruhnya diselengarakan atas dasar inisiatif atau kebijaksanaan sendiri. 4. Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yang mengurus rumah tangga sendiri adalah hubungan pengawasan saja. 5. Seluruh penyelenggaraannya pada dasarnya dibiayai dari sumber keuangan sendiri. Ada persyaratan yang kelihatanya sangat penting untuk kesuksesan46. Sarundjang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999.47

. Ibid

37

desentralisasi, terlepas dari keseimbangan makro dan efisiensi mikro48 1. Proses pengambilan keputusan di daerah harus demokratis, yaitu pengambilan keputusan tentang manfaat dan biayanya harus transparan dan pihak-pihak yang terkait memiliki kesempatan untuk mempengaruhi keputusan tersebut. 2. Agar lesih sesuai dengan rancangan kebijaksanaan biaya dari keputusan yang diambil, sepenuhnya harus ditanggung oleh

masyarakat setempat Jadi seberapa jauh kewenangan daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri tergantung pada pemerintah pusat. Seberapa jauhnya urusan yang diserahkan kepada daerah Federalisme sebagaimana yang dikawatirkan tidak akan terjadi selama Pemerintuh Pusat tetap merupakan satu-satunyqa pemegang kedaulatan dan satu-satunya pemegang kedaulatan menurut Undang-Undang. Sehubungan dengan keluarnya undang Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keunganan antara pusat dan daerah, maka pasal 3 dijelaskan tentang sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah : Sumber-sumber penerimaan daerah dalam

pelaksanaan desentralisasi adalah : a. Pendapatan Asli Daerah b. Dana perimbangan c. Pinjaman Daerah48 Richard M.Bird dan Francois Vaillancaurt, Desentralisasi Fiskal di negar aberkembang, Gramedia

.

Pustaka Utama, Jakarta, 2000.

38

d. lain-lain penerimaan yang sah Desentralisasi tidak bisa dipisahkan dengan masalah sentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik, karena pada dasarnya berkenaan dengandelegation of authority and responsibility yang dapat diukur dari sejauh mana unit-unit bawahan memiliki wewenang dan tanggung jawab di dalam proses pengambilan keputusan49 Pide50 mengemukakan bahwa desentralisasi pada dasarnya adalah pelimpahan atau penyerahan kekuasaan atau wewenang di bidang tertentu secara vertikal dari instansi / lembaga / pejabat yang lebih tinggi kepada institusi / lembaga / fungsionaris bawahannya, sehingga yang diserahi / kekuasaan wewenang tertentu itu berhak atas nama sendiri dalam urusan tertentu tersebut. Desentralisasi dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 merupakan salam satu asas peyelenggaraan pemerintahan daerah yang diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia, yang secara utuh dan bulat dilaksanakan pada daerah kabupaten dan kota. Pengertian ini sesuai dengan hakekat darti desentralisasi yakni delegation of authority and responsibility. Sementara itu, Bryan dan White51 mengartikan

49 Pamudji Sapari, Pelaksanaan Asas Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Dalam Sistem Administrrasi

.

Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Administrasi Negara pada Institut Ilmu Pemerintahan, Departemen Dalam Negeri, Jakarta, 1994 50 Andi Mustari Pide, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah memasuki Abad XXI, Gaya Media Pratama,

. .

Jakarta, 1997. 51 B.Bryant dan L.G.White, Manajemen Untuk Pembangunan Negara Berkembang, LP3ES, Jakarta, 1989

39

desntralisasi sebagai pemindahan kewenangan dalam urusan kemasyarakatan dari pejabat-pejabat politik ke badan-badan yang relatif otonom atau pemindahan fungsi administratif ke hirarki yang lebih bawah. Dari sisi hubungan kerja, desentralisasi dipandang dapat lebih mendekatkan, mengakrabkan dan memperat hubungan antara masyarakat dengan para pejabat, staf pelaksana, sehingga hal ini akan memungkinakan mereka mendapatkan informasi yang lebih baik, yang diperlukan dalam proses perumusan rencana pembangunan dari pada apa yang mereka peroleh bila hanya menunggu di kantor pusat saja. Desentralisasi juga dapat meningkatkan dukungan politis dan administratif bagi kebijaksanaan pembangunan nasional pada tingkat local. Dalam konteks ini dengan diketahuinya rencana-rencana pembangunan tingkat nasional pada tingkat lokal, maka disamping akan mandapatkan dukungan politis dan administrative pada tingkal local juga akn mendorong kelompok-kelompok social setempat untuk meningkatkan kemampuan partisipasinya dalam merencanakan dan mengambil keputusan yang mereka buat. Selama ini yang terjadi rencana-rencana pembangunan tingkat nasional acapkali tidak diketahui oleh penduduk setempat atau lebih bersifat top down, sehingga seringkali rencana tersebut tidak dapat diimplementasikan dengan baik karena tidak mendapat dukungan dari masyarakat atau juga tidak sesuai dengan kondisi setempat. Yang lebih penting lagi, desntralisasi ini juga dianggap dapat meningkatkan efisiensi pemerintah pusat, dengan cara mengurangi beban kerja rutin dan fungsi-fungsi manual yang dapat secara

40

efektif diselesaikan oleh para staf pelaksana lapangan atau para pimpinan unitunit administrative yang lebih rendah. Pada kesempatan lain, Rondinelli52 mengemukakan beberapa

keunggulan desentralisasi, diantaranya : Desenteralisasi merupakan alat untuk mengurangi kelemahan

perencanaan terpusat. Dengan delegasi kepada aparat di tingkat local, problema sentralisasi dapat lebih mudah dipecahkan Desentralisasi merupakan alat yang bisa mengurangi gejala red tape Dengan desentralisasi maka kepekaan dan pengetahuan tentang kebutuhan masyarakat local dapat ditingkatkan Dengan desentralisasi lebih memungkinkan berbagai kelompok

kepentingan dan kelompok politik terwakili dalam proses pengambilan keputusan, sehingga mereka mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh pelayanan pemerintah Struktur pemerintahan yang desentralistis sangat diperlukan untuk melembagakan partisipasi warga negara dalam perencanaan dan pengolahan pembangunan. Dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam masyarakat dan pemerintahan, pengambilan keputusan yang sentralistis menjadi tidak efisien, mahal dan sulit dilaksanakan. Tujuan desentralisasi menurut Sady53 adalah untuk :

52 Joko Widodo, Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era

. .

Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia, Surabaya, 2001 53 Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3S Jakarta, 1987

41

Mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah-masalah kecil pada tingkat lokal. Demikian pula memberikan peluang untuk koordinasi pelaksanaan pada tingkat lokal Meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan usaha pembangunan sosial ekonomi. Demikian pula pada tingkat lokal, dapat merasakan keuntungan daripada kontribusi kegiatan mereka itu Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat lokal, sehingga dapat lebih realistis Melatih rakyat untuk bisa mengatur urusanya sendiri (self-government) Pembinaan kesatuan nasional Senada dengan apa yang dikemukakan oleh Sady, Soemardjan54) mengemukakan bahwa sistem desentralisasi pemerintahan merupakan sistem yang paling sesuai dengan kondisi geografis dan politis di Indonesia. Penggunaan sistem desentralisasi dimaksudkan : Untuk meringankan beban dan tugas pemerintah pusat Untuk meratakan tanggung jawab Untuk memobilisasi potensi masyarakat banyak buat kepentinga umum Untuk mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam pengurusan kepentingan daerah Konsekwensi logis dari kebijakan desentrtalisasi adalah dibentuknya daerah otonomi, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah54

. Ibid

42

tertentu yang berhak, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarka aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 (Undang Undang Pemerintahan Daerah) , kewenangan yang dimiliki oleh daerah. Otonom tersebut untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri dan berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengn peraturan perundang-undangan uang berlaku disebut Otonomi Daerah. Adapun prinsip pemberian otonomi daerah menurut Undang Undang Pemerintah Daerah adalah didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Penjabaran dari prinsip ini diantaranya adalah penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah. 2.2 GOOD GOVERNANCE Istilah Governance menunjukkan suatu proses dimana rakyat bisa mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi dan untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian bahwa kemampuan suatu negara mencpai tujuan negara sangat tergantung pada kualitas tata kepemerintahan, dimana pemerintah melakukan interaksi dengan

43

sektor swasta dan masyarakat55 Menurut United nations Development Programme (UNDP),

governance mempunyai tiga kaki (three legs) , yaitu economic, political dan administrative. Economis goverance meliputi proses-proses pembuatan

keputusan (decision-making processes) yang menfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi diantara penyelanggara ekonomi. Economic governance adalah proses-proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan, sedangkan administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan.Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga domain yaitu state (negara atau pemerintahan), private sector (sektor swasta atau duania usaha dan society (masyarakat) yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing 56). Konsep good governance sejak tahun 1991 dipromosikan oleh beberapa agensi multilatetal dan bilateral seperti JICA, OECD, GTZ56. Mereka memberikan tekanan pada beberapa indikator, antara lain : 1. Demokrasi, desentralisasi dan peningkatan kemampuan pemerintah 2. Hormat terhadap hak asasi manusia dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku 3. Partisipasi rakyat 4. Efesiensi, akuntabilitas, tranparansi dalam pemerintah dan

55 Thoha, Peranan Administrasi Publik dalam Mewujudkan Tata Kepemerintahan yang Baik,

. .

disampaikan pembukaan Kulian Program pascasarjana , UGM, Yogyakarta, 2000. 56 Yeremias Keban, Good Governance dan capacity Building sebagai Indikator Utama dan Fokus Penilaian Kinerja Pemerintahan, dalam Jurnal Perencanaan Pembangunan, Jakarta, 2000

44

administrasi publik 5. pengurangan anggaran militer dan 6. Tata ekonomi yang berorientasi pasar OECD dan World bank57 mensinonimkan good governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejaln dengan demokrasi dan pasar yang efesien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka dan pencegahan korupsi, baik secara politik maupun aministratif, menjalankan disiplin angaran serta penciptaan legal and political frameworks bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan. Lembaga Administrasi Negara58 mendefinisikan good governance sebagai penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Pada tataran ini good governance berorientasi pada dua hal pokok yakni : Pertama, orientasi ideal negara yang diarahkan pada tujuan nasional. Pada tataran kehidupan ini pencapaian

good governance mengacu pada dengan elemen-elemen

demokratisasi

dalam

bernegara

konstituennya, seperti legitimascy, accountability, scuring of human right, autonomy and devolution of power dan assurance of civilian control ; Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara idela yaitu secara efektif dan efesien dalam melakkan upaya pencapaian tujuan nasional. Dalam konteks ini good

57 58

. Ibid . Ibid

45

gobernance tergantung pada sejauh mana sturktut serta mekanisme politik dan administratif berfungsi secara efektif dan efesien. Dari beberapa pengertian good governance di atas, maka dapat diidentifikasi indikator-indikator yang terkandung di dalamnya . UNDP59) mengajukan karakteristik good governance, sebagai berikut : Participation : Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara intermediasi kepentingannya. institusi Partisipasi langsung maupun secara yang mewakili

legitimasi seperti

ini dibangun atas dasar

keabsahan berasosiasi dan berbicara serta berpatisipasi swcara konstruktif Ruleof law : Kerangka hukum harua adil dan dilaksanakan

tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia Transparancy : Transparansi dibangun atas dasar keabsahan arus informasi. Proses-proses, lembaga dan informasi yang secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan Respinsive : lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders Consensus Orientation : Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam kebijakankebijakan mapun prosedur-prosedur Equity : Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan59

. Ibid

46

mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka Effektiveness and effeciency : Proses-proses dan lembagalembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin Accountability : para pembuatan keputudan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kerpada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi Strategis vision : Para pemimpin dan publik harus mempunyai persepektif good goivernance dengan pengembangan yang lkuas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini Sementara itu United Nations60 governance yang meliputi : 1. kemampuan, yaitu kemampuan yang cukup untuk melaksanakan kebijakan dan fungsi-fungsi pemerintah, termasuk sistem administrasi publik efektif dan responsif 2. akuntabilitas dalam kegiatan pemerintah dan transparan dalam merumuskan indikator good

60 Keban op.cit

.

47

pengambilan keputusan 3. partisipasi dalam demokrasi, denga memanfaatkan sumber informasi dari publik dan dari swasta 4. perhatian terhadap pemerataan dan kemiskinan 5. komitmen terhadap kebijakan ekonomi yang berorientasi pasar Nilai yang terkandung dari pengertian beserta karakteristik good governance tersebut di atas merupakan nilai-nilai yang universal sifatnya dan sesuai dengan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam GBHN 1999-2004, karena itu diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata , sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna dan berhasil guna. Kondisi semacam ini perlu adanya akuntalitas dan tersedianya akses yang sama pada informasi bagi masyarakat luas. Hal ini merupakan fondasi legitimasi dalam sisten demokrasi, mengingat prosedur dan metode oembuatan keputusan harus transparan agar supaya memungkinkan terjadinya partisipasi efektif. Kondisi semacam ini

mensyaratkan bagi siapa saja yang terlibat dalam pembuatan keputudan, baik itu pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat, harus bertanggung jawab kepada publik serta kepada institusi stakeholders. Di samping itu, institusi governance harus efisien dan efektif dalam melaksanakan fungsi-fungsinya, responsif terhadap kebutuhan masyarakat, memberikan fasilitas dan peluang ketimbang melakukan kontrol serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

48

2.3 PELAYANAN UMUM 1. Pengertian Pelayanan Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Keputusan MENPAN 81/93 menyatakan bahwa pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pusat/daerah, BUMN, BUMD dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Servis berasal dari orang-orang bukan dari perusahaan. Tanpa memberi nilai pada riri sendiri, tidak akan mempunyai arti apa-apa. Demikian halnya apa organisasi atau perusahaan yang secara essensial merupakan kumpulan orang-orang. Oleh karena itu, harga diri yang tinggi adalah unsur yang paling mendasar bagi keberhasilan organisasi yang menyediakan jasa peleyanan yang berkualitas. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggembarkan karekateristik suatu produk seperti : kinerja (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics) dan sebagainya. Sedangkan dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah gejala sesuatu yang

49

mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). Berdasarkan pengertian kualitas, baik yang konvensional maupun yang lebih strategis oleh Gaspers61 dinyatakan bajhwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok yaitu kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan. Pada bagian lain Garperrsz juga memberikan definis manajemen kualitas sebagai suatu kumpulan aktifitas yang berkualitas dengan kualitas tertentu yang memiliki karakteristik sebagai berikut 62 :

Kualitasmenjadi bagian dari setiap agenda menajemen Sasaran kualitas dimasukkan ke dalam rencana bisnis Jangkauan sasaran diturunkan dari benhmarking : fokus adalah pada pelanggan dan pada kesesuaian kompetisi, di sana adalah sasarna untuk peningkatan kualita tahunan

Sasaran disebarkan ke tingkat mengambil tindakan Pelatihan ditetapkan pada setiap tingkat Pengukuran ditetapkan seluruhnya Manajer atas secara teratur meninjau kembali kemajuan

61 Gaspersz Vincent (Eds..) Indonesia, ManajemenKulaitas Penerapan Konsep-Konsep

.

Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total,Gramedia Indonesia, 199762

. Ibid

50

dibandingkan dengan sasaran

Penghargaan diberikan untuk kinerja terbaik Sistem imbalan (reward system) diperbaiki

Kualitas adalah menjaga janji pelayanan agar pihak yang dilayani merasa puas dan diuntungkan. Tanggung jawab unutk kualitas dan pengawasan kualitas tidak dapat didelegasikan kepada satu orang, misalnya staf pada suatu kantor. Pasuruman63 mengatakan ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu ecpectiveserice (pelayana yang diharapkan) dan precived service (pelayanan yang diterima). Karena kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan dari keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan

Penilaian terhadap kualitas jasa ada lima dimensi yang pelru diperhatikan64 : 1) Tangible, yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sasaran komunikasi 2) Emphaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan , komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan 3) Responsiveness, yaitu keinginan para staf membantu para pelanggan memberikan pelayanan dengan tanggap 4) Reliability, yaitu kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan

63 64

. Ibid . Ibid

51

dengan segera, akurat, kehandalan dan memuaskan 5) Assurance, yaitu mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat yang dapoat dipercaya yang dimliki oleh para staf (bebas dari bahaya, resiko dan keraguan) Tjiptono65, menyimpulkan bahwa citra kualitas layan yang baik

bukanlah berdasarkan sudat pandang/ persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut, pandang /persepsi konsumen. Hal ini disebabkan karena konsumenlah yang mengkonsumsi serta menikmati jasa layanan, sehingga merkalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap keunggulan suatu jasa layanan. Bagi pelanggan kualitas pelayanan adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang dituntut pelanggan. Pelanggan memutuskan bagaimana

kualitas yang diamksud dan apa yang dianggap penting. Pelanggan mempertimbangkan suatu kualitas pelayanan. Untk itu kualitas dapat dideteksi pada persoalan bentuk sehingga dapat ditemukan66): 1) Kualitas pelayanan merupakan bentuk dari sumpah janji 2) Kualitas adalah tercapainya sebuah harapan dan kenyataan sesuai dengan komitmen yang telah ditetapkan sebelumnya 3) Kualitas dan integritas merupakan sesuatu yang tak terpisahkan 2. Manajemen Kualitas pelayanan Ketika pelanggan mempunyau suatu urusan / keperluan pada sebuah65 Tjiptono Fandy, Total Quality Service, Andi Yogyakarta Indonesia, 1997. 66 Depadagri op.cit.

. .

52

organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta, ia kana merasa senang atau tidak senang saat dilayani petugas. Jika pelanggan merasa senang dilayani oleh petugas tersebut, maka pelayanan petugas sangat mwemeuaskan atau pelayanan petugas berkualiyas. Sebaliknya ketika pelanggan mersasa dirugikan aparat akibat pelayanannya yang berbelit-belit, tidak

terbuka/transparan tentang apa yang diinginkan oleh aparat itu, maka dapat dikatakan pelaynanya tidak berkualitas. Suatu pertanyaan yang perlu mendapatkan jawaban ialah mengapa pelanggan tidak mendapatkan pelayanan seperti yang diharapkan ? apakah semua persyaratan yang diperlukan telah dilengkapi ? Jika semua persyaratan telah dilengkapi tetapi pelanggan tidak mendapatkan pelayanan yang memuaskan, maka dapat disimpulkan bahwa mungkin terdapat sesuatu yang belum terbaca / atau berlum terdapat dalam sesuatu memorandum of understanding antara pelayan di satu pihak dan pelanggan yang sedang dalam proses pelayanan di lain pihak. Untuk mendapatkan jawaban kepastian kualitas pelayanan, diperlukan kesepahaman tentang aturan main pelayanan yang diberikan, baik dari sisi aparatur maupun pelanggan. Gaspersz67 menyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers) . Sedangkan kualitas seperti dijelasakan Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai tingkat baik buruknya sesuatu atau pribadi yang baik dalam bentuk tingkah laku seseorang yang baik yang dapat dijadikan

67 Gaspersz. op.cit

.

53

teladan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Kualitas juga dapat diartikan sebagai kesesuaian dengan persyaratan, kesesuaian dengan pihak pemakai atau bebas dari kerusakan / cacat. Untuk itu kualitas pelayanan adalah suatu kegiatan pelayanan yang diberikan

kepaa pelanggan seseuai dengan prinsip : lebih mudah, lebih baik, cepat, tepat, akurat, ramah sesuai dengan harapan pelanggan Kualitas pelayanan juga dapat diartikan sebagai kegiatan pelayana yang diberikan kepada seseorang atau orang lain. Organisasi

pemerintah/swasta (sosial, politik LSM, dll) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kualitas pelayanan sektor publik adalah pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan dan asas-asas pelayanan publik/pelanggan. Kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam pemberian layanan. Standar adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. Parasuraman68 telah berhasil mengidentifikan sepuluh faktor atau dimensi utama yang menentukan kualitas jasa. Kesepuluh jasa tersebut adalah: 1) Realibility, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Dalam hal ini perusahaan pemberi jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the first time) dalam memenuhi janjinya. Misalnya

68 Tjiptono Fandy op.cit.

54

menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati 2) Responssiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan 3) Competence, artinya setiap karyawan dalam perusahaan jasa tersebut memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tersebut 4) Access, yaitu meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi, fasilitas jasa yang dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi mudah unutk dihubungi 5) Courtesy, yaitu meliputi sikap yang sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan para contact personel (seperti resptioni