Top Banner
BAB IV GEOLOGI STRUKTUR 4.1. Struktur Regional 4.1.1 Struktur Regional Pulau Jawa Perkembangan tektonik Pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di Pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu (Gambar 4.1). 72
29

Struktur Geologi Daerah Kulonprogo

Sep 11, 2015

Download

Documents

renaldi_ermanto

Struktur geologi daerah kulonprogo sebagai hasil dari pemetaan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IVGEOLOGI STRUKTUR4.1. Struktur Regional 4.1.1 Struktur Regional Pulau JawaPerkembangan tektonik Pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di Pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Jalur subduksi Kapur sampai masa kini di Pulau Jawa (Katili 1975)Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah timurlautbaratdaya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah utaraselatan (N-S) atau pola Sunda dan arah timurbarat (E-W). Perubahan jalur penunjaman berumur Kapur yang berarah timurlautbaratdaya (NE-SW) menjadi relatif timurbarat (E-W). Sejak kala Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yangsangat rumit disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut.Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya.Pola Meratus di bagian Barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagianTengah terekspresikan dari pola penyebaran singkapan batuan pra-Tersier di daerah Karang Sambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati, Florence Timur, Central Deep. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak lebih dominan terekspresikan di bagian timur.Pola Sunda berarah utara-selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan. Ekspresi yang mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada umumnya berupa struktur regangan. Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sesar-sesar dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan. Di bagian timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik.Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah CimandiriJawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda.Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir. Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang telah ada sebelumnya (Gambar 4.2). Data seismik menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang.

Gambar 4.2 Pola struktur Pulau Jawa (Martodjojo & Pulunggono, 1994)

Fakta lain yang harus dipahamiialah bahwa akibat dari pola struktur dan persebaran tersebut dihasilkan cekungan-cekungan dengan pola yang tertentu pula. Penampang stratigrafi yang diberikan oleh Kusumadinata, 1975 dalam Pulunggono, 1994 menunjukkan bahwa ada dua kelompok cekungan yaituCekungan Jawa Utara bagian barat dan Cekungan Jawa Utara bagian timur yang terpisahkan oleh Tinggian Karimun Jawa.Kelompok cekungan Jawa Utara bagian barat mempunyai bentuk geometri memanjang relatif utara-selatan dengan batas cekungan berupa sesar-sesardengan arah utara-selatan dan timur-barat. Sedangkan cekungan yang terdapat di kelompok cekungan Jawa Utara bagian timur umumnya mempunyai geometri memanjang timur-barat dengan peran struktur yang berarah timur-barat lebih dominan.Pada Akhir Kapur terbentuk zona penunjaman yang terbentuk di daerah Karangsambung menerus hingga Pegunungan Meratus di Kalimantan. Zona ini membentuk struktur kerangka struktur geologi yang berarah timurlaut-baratdaya. Kemudian selama tersier pola ini bergeser sehingga zona penunjaman berada di sebelah Selatan Pulau Jawa. Pada pola ini struktur yang terbentuk berarah timur-barat. Tumbukkan antara lempeng Asia dengan lempeng Australia menghasilkan gaya utama kompresi utara-selatan. Gaya ini membentuk pola sesar geser (oblique wrench fault) dengan arah baratlaut-tenggara, yang kurang lebih searah dengan pola pegunungan akhir Kapur.Pada periode Pliosen-Pleistosen arah tegasan utama masih sama, Utara-Selatan. Aktifitas tektonik periode ini menghasillkan pola struktur naik dan lipatan dengan arah timur-barat yang dapat dikenali di Zona Kendeng.Meskipun secara regional seluruh Pulau Jawa mempunyai perkembangan tektonik yang sama, tetapi karena pengaruh dari jejak-jejak tektonik yang lebih tua yang mengontrol strukturbatuan dasar, khususnya pada perkembangan tektonik yang lebih muda, terdapat perbedaan antara Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.Secara regional di Pulau Jawa dapat dibedakan adanya tiga satuan tektonik, yaitu:a) Cekungan Jawa Utara, yang terdiri dari Cekungan Jawa Baratlaut (NW Java Basin) dan Cekungan Jawa Timurlaut (NE Java Basin)b)Daerah Cekungan Bogor-Kendengc)Daerah Cekungan Pegunungan Selatan4.1.2 Struktur Geologi Jawa TengahSecara fisiografi, Jawa Tengah dibagi menjadi empat bagian:-Dataran Pantai Selatan-Pegunungan Serayu Selatan-pegunungan Serayu Utara, dan-Dataran Pantai Utara

Salah satu batuan tertua di Pulau Jawa tersingkap di Jawa Tengah tepatnya di daerah Sungai Lok-Ulo.a.Pola strukturPola struktur di Jawa Tengah memperlihatkan adanya tiga arah utama yaitubaratlaut-tenggara, timurlaut-baratdaya, timur-barat. Di daerah Lok-ulo dimana batuan pra-Tersier dan Tersier tersingkap dapat dibedakan menjadi dua pola strukturutama yaitu arah timurlaut-baratdaya, dan barat-timur. Hubungan antar satu batuan dengan yang lainnya mempunyai lingkungan dan genesa pembentukan yang berbeda yang terdapat didalam melange.Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pola yang arah timurlaut-baratdaya yang sangat dominan di daerah ini. Data gaya berat dari Untung dan Sato 1978, sepanjang penampang utara-selatan melalui bagian tengah Jawa Tengah dan dilengkapi dengan data geologi permukaanmemperlihatkan perbedaan yang sangat mencolok pada urut-urutan lapisan Miosen antara bagian utara dan bagian selatan Jawa Tengah.Bagian Utara Jawa Tengah urut-urutan lapisan Miosen sebagian besar terdiri dari endapan laut dalam yang berupa kipas-kipas turbidit. Jenis endapan tersebut menyebar sampai hampirdekat Cilacap. Tetapi keselatannya stratigrafinya berubah dan didominasi oleh endapan laut dangkal dengan lingkungan yang tenang seperti batupasir dan batugamping.b.Satuan-satuan tektonikBatuan tertua di Jawa Tengah tersingkap di dua tempat yaitu di Lok-Ulo dan di Bayat (Pegunungan Jiwo, selatan kota Klaten) akibat adanya kombinasi pola sesar Sumatera dan pola sesar Meratus (Gambar 4.3). Batuan yang berumur Kapur itu bercampur aduk, terdiri dari ofiolit, sedimen laut dalam, batuan malihan berderajat fasies sekis hijau yang tercampur secara tektonik dalam masa dasar serpih sampai batu sabak dengan bongkah-bongkah batupasir greywacke yang termalihkan, masa dasarnya memperlihatkan bidang-bidang belah gerus dengan arah sama.

Gambar 4.3 Analisa struktur kinematika strain ellipsoid pada Jawa(After Satyana, 2005)4.1.3 Struktur Geologi KulonprogoStruktur ini dapat dikenali dengan adanya kenampakan pegunungan yang dikelilingi oleh dataran alluvial. Menurut van Bemmelen (1949), struktur yang terdapat pada Kulonprogo sebagai berikut:1. Struktur DomeMenurut Bemmelen (1949), Pegunungan Kulon Progo secara keseluruhan merupakan kubah lonjong yang mempunyai diameter 32 km mengarah NE SW dan 20 km mengarah SE NW. Puncak kubah lonjong ini berupa satu dataran yang luas disebut Jonggrangan Plateu. Kubah ini memanjang dari utara ke selatan dan terpotong dibagian utaranya oleh sesar yang berarah tenggarabaratlaut dan tertimbun oleh Dataran Magelang, sehingga sering disebut Oblong Dome (Gambar 4.4). Pemotongan ini menandai karakter tektonik dari zona Selatan Jawa menuju zona Tengah Jawa. Bentuk kubah tersebut adalah akibat selama Pleistosen, di daerah mempunyai puncak yang relatif datar dan sayap sayap yang miring dan terjal. Dalam kompleks pegunungan Kulonprogo khususnya pada Lower Burdigalian terjadi penurunan cekungan sampai di bawah permukaan laut yang menyebabkan terbentuknya sinklin pada kaki selatan pegunungan Menoreh dan sesar dengan arah timurbarat yang memisahkan Gunung Menoreh dengan Gunung Gadjah. Pada akhir Miosen, daerah Kulon Progo merupakan dataran rendah dan pada puncak Menoreh membentang pegunungan sisa dengan ketinggian sekitar 400 m. Secara keseluruhan kompleks pegunungan Kulonprogo terkubahkan selama Pleistosen yang menyebabkan terbentuknya sesar radial yang memotong breksi Gunung Ijo dan Formasi Sentolo, serta sesar yang memotong batugamping Jonggrangan. Pada bagian tenggara kubah terbentuk graben rendah.

Gambar 4.4 Skema blok diagram dome Pegunungan Kulon Progo yang digambarkan van Bemmelen (1949).

2. UnconformityDi daerah Kulon Progo terdapat kenampakan ketidakselarasan (disconformity) antar formasi penyusun Kulon Progo. Kenampakan telah dijelaskan dalam stratigrafi regional berupa Formasi Andesit tua.Menurut Rahardjo, dkk. (1995), struktur geologi pada Kulonprogo sebagai berikut: Daerah Kulon Progo memiliki urutan stratigrafi dari yang tertua hingga termuda secara berturut-turut adalah Formasi Nanggulan terdiri dari batupasir, napal, batulempung, dan tufa, berumur Eosen Tengah hingga Oligosen Akhir. Formasi Kebo Butak disusun oleh breksi andesitik, aglomerat, lava, tufa lapili, dan batupasir, berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal. Formasi Jonggrangan terdiri dari konglomerat, napal tufaan, lignit, dan batugamping terumbu. Umur formasi ini adalah Miosen Awal hingga Miosen Tengah. Formasi Sentolo tersusun oleh konglomerat, napal, batugamping berlapis, berumur Miosen Awal sampai Pliosen. Alluvial dan Endapan Merapi terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, breksi laharik, dan piroklastika berbutir halus, berumur Kuarter. Struktur geologi yang dijumpai di Kubah Kulonprogo ini adalah kekar dan sesar.Menurut Barianto, dkk., 2009, struktur geologi pada Kulonprogo sebagai berikut: Dalam penelitiannya, mengenai batas kontrol sesar pada perkembangan graben Yogyakarta dari penggabungan data peta gravitasi, foto udara dari Digital Elevation Model (DEM) (Gambar 4.5), dan foraminifera. Dari analisis diagram rose (bagian Barat, Tengah, Selatan) (Gambar 4.6) memperlihatkan bahwa aktivitas tektonik dimulai dari sebelum OligosenMiosen Atas yang didominasi dengan fase kompresi, sedangkan pada kala Miosen AtasPliosen didominasi oleh fase ekstensi. Evolusi vulkanik pada blok bagian barat dari arah Selatan (Gadjah volcanic rocks ; 25,4-29,6 Ma) sampai Utara (Menoreh volcanic rocks ; 11,5 dan 12,5 Ma), dan secara keseluruhan digunakan untuk analisis evolusi tektonik. Pada diagram rose hasil analisis kelurusan di bagian Barat Yogyakarta indikasi dari evolusi yang dominan mulai dari arah NW-SE (Gadjah volcanic rocks), NW-SE dan N-S (Idjo volcanic rocks), dan E-W (Menoreh volcanic rocks), dengan E-W arah yang paling muda.Selama Miosen Tengah, terjadi kesamaan pada lingkungan pengendapan neritik pada empat formasi yang mempunyai perbedaan elevasi (Formasi Jonggrangan, Formasi Sentolo, Formasi Oyo, dan Formasi Wonosari). Perbedaan tersebut terlihat dari adanya batas struktur geologi yang dibentuk pada sesar tersebut yang memiliki pengangkatan yang tidak sama, yang mana pada blok bagian Barat sangat tinggi. Indikasi tersebut merupakan proses dominan yang telah terjadi di daerah pengangkatan tersebut, cukup untuk menghasilkan pergerakan sesar normal.Pada daerah penelitian, terdapat trend tenggara-baratlaut yang dihasilkan akibat zona penunjaman lempeng Asia dengan lempeng Australia selama Plio-Pleostosen berada di sebelah selatan Pulau Jawa dengan gaya utama utara-selatan.Berdasarkan Bemmelen, 1949, daerah pemetaan terletak pada utara kubah Kulonprogo karena pada bagian utara ini terpotong sesar tenggara-baratlaut dan dengan puncak yang relatif datar yaitu Jonggrangan Plateu dan sayap sayap yang miring dan terjal.

Gambar 4.5 Peta kelurusan dan patahan dari citra Landsat TM daerah Yogyakarta.(Barianto, dkk., 2009).

Gambar 4.6 Diagram rose kelurusan Formasi Sentolo.(Barianto, dkk., 2009).

4.2 Struktur Geologi Daerah PemetaanStruktur geologi pada daerah pemetaan dengan skala 1:12.500, dilakukan dengan analisis kelurusan kontur, pergeseran kontur dan pembelokkan sungai secara tiba-tiba, serta diperkuat dengan adanya indikasi-indikasi pada lapangan seperti adanya breksiasi dan kekar gunting. Struktur pada daerah pemetaan umumya mempunyai trend tenggara-baratlaut, yaitu berupa sesar (Gambar 4.7). Akan tetapi hanya satu sesar dengan adanya indikasi lapangan. 4.2.1 Struktur Sesar Mendatar Sinistral Kali SecangStruktur mendatar sesar sinistral pada daerah pemetaan terdapat pada Kali Secang memotong hingga Sermo Tengah. Sesar ini memotong satuan andesit dengan satuan breksi andesit. Dalam penentuan tegasan jalur sesar diperkuat dengan adanya kekar gunting di Kali Secang (LP 4) dan data-data breksiasi (LP 5) sedangkan bidang sesarnya, tidak dapat ditemukan, diperkirakan sudah tererosi oleh adanya bendungan Sermo. Oleh karena itu penulis merekonstruksinya dengan diagram rosenet dan stereonet.

Gambar 4.7 Kelurusan kontur pada daerah pemetaan

4.3 Mekanisme Struktur Daerah PenelitianStruktur geologi suatu daerah dikontrol oleh regime-regime tektonik yang berkembang secara regional dan juga variasi-variasi litologi yang ada pada daerah tersebut.Penentuan arah gaya yang bekerja pada daerah pemetaan ini dilakukan berdasarkan breksiasi pada LP 5 (Tabel 4.1) dan data kekar gunting pada LP 4 (Tabel 4.2).Tabel 4.1 Data breksiasi pada LP 5NoAzimuthNoAzimuthNoAzimuthNoAzimuthNoAzimuth

1N 500 E11N 950 E21N 1000 E31N 1200 E41N 900 E

2N 540 E12N 750 E22N 900 E32N 1050 E42N 950 E

3N 550 E13N 870 E23N 800 E33N 850 E43N 950 E

4N 550 E14N 950 E24N 1050 E34N 850 E44N 850 E

5N 520 E15N 1200 E25N 550 E35N 1000 E45N 480 E

6N 550 E16N 1400 E26N 530 E36N 800 E46N 1030 E

7N 450 E17N 1200 E27N 500 E37N 1050 E47N 850 E

8N 850 E18N 630 E28N 540 E38N 900 E48N 940 E

9N 1250 E19N 1550 E29N 490 E39N 1100 E49N 850 E

10N 1350 E20N 980 E30N 960 E40N 1100 E50N 520 E

Penentuan arah gaya utama pada daerah pemetaan dilakukan dengan menggunakan diagram frekuensi arah breksiasi (Tabel 4.1) yang hasilnya dapat dilihat seperti di bawah ini (Gambar 4.3.1).

Gambar 4.8 Diagram rosenet dengan arah gaya utama B-T

Tabel 4.2 Data kekar gunting pada LP 4NoStrike/dipNoStrike/dipNoStrike/dipNoStrike/dip

1N3300E/906N80E/9011N3050E/7216N1650E/78

2N3080E/887N3370E/9012N2000E/7517N1550E/72

3N3200E/808N320E/8013N2770E/6518N390E/74

4N2450E/709N2700E/5014N2070E/8019N3450E/90

5N940E/9010N2050E/8015N2460E/8020N400E/80

Untuk mengidentifikasi arah 1 dan 3, trend, plunge dari gaya sesar sampai menentukan jenis sesar tersebut, maka diperlukan proyeksi stereonet (Gambar 4.9-Gambar 4.12) untuk data kekar gunting pada LP 4.

Gambar 4.9 Metode stereonet dari schmidt net untuk memproyeksikan kekar gunting.

Gambar 4.10 Metode karlsbeek untuk mengetahui konsentrasi gaya yang bekerja.

Gambar 4.11 Pembuatan kontur untuk menunjukkan konsentrasi gaya tertinggi.

Gambar 4.12 Penentuan arah 1, 2, dan 3 dari konstruksi dua pie dengan schmidt net

Dengan memproyeksikan data-data kekar tersebut menggunakan metode stereografi, didapatkan hasil gaya utama relatif barat-timur dengan trend dan plunge 2 sebesar 2,N20E dan gaya terkecil berorientasi utara-selatan. Pie yang digunakan berarah tenggara-baratlaut sesuai dengan trend pada sesar di Kali Secang. Dari Gambar 4.12, dapat disimpulkan jenis sesar di Kali Secang adalah sesar sinistral dengan rake 240 NE dan dip 800, sehingga bisa disebut reverse left slip fault (sesar oblique) menurut diagram Rickard, 1972 (Gambar 4.13).

Gambar 4.13 Diagram klasifikasi Rickard, 1972

Selain itu dalam melakukan pendekatan penentuan arah gaya, juga memakai prinsip strain ellipsoid (Gambar 4.14) berdasarkan Billings (1977). Dalam penentuannya, Billings (1977) memaparkan apabila gaya kompresional dilakukan dari arah utara dan selatan, maka akan menghasilkan sesar strike slip yang membentuk sudut terhadap gaya yang diperlakukan tadi. Dalam peta geologi penulis, dapat diinterpretasi bahwa daerah penelitian merupakan gunungapi purba Menoreh karena terdapat batuan intrusi di tengah-tengah sebaran batuan gunung api, keduanya mempunyai kesamaan tekstur dan komposisi. Hal ini didukung juga oleh relief kasar karena erosi lanjut dan didalamnya terdapat batuan beku terobosan dangkal dan batuan ekstrusi berupa breksi gunung api dan aliran lava (Bronto, 2010).

Gambar 4.14 Model Billing dengan arah gaya B-T

Pendekatan struktur geologi gunungapi purba menurut Bronto (2010), kemiringan lapisan batuan selaras dengan kemiringan lereng gunung api, dimana kemiringan perlapisan ini disebut kemiringan primer lapisan gunung api/original dips.Struktur geologi yang terdapat di daerah pemetaan, dapat diiterpretasikan terjadi pada kala Pleistosen-Pliosen dengan gaya utama yang bekerja pada daerah pemetaan hanya berupa gaya lokal.

87