BAB I PENDAHULUAN Litosfer disusun oleh benda padat yang keras (rigid) dan selalu bergerak di atas lapisan mantel yang bersifat mobile. Hasil penelitian geologi dan geofisika menunjukan bahwa kulit bumi ini tersusun atas sejumlah lapisan (lempengan) batuan yang memiliki ukuran dan sifat fisik-kimia berlainan. Lempeng kerak bumi tersebut diatas dapat dipisahkan oleh jalur subduksi, rifting dan strike slip (Hamilton, 1979). Masing-masing lempeng dapat dilihat pada gambar 1. Untuk wilayah Asia Tenggara dan khususnya untuk Indonesia, pada akhir Kenozoikum, strukture style dipengaruhi oleh interaksi tiga buah lempeng kerak bumi (Gambar 2), masing- masing adalah Lempeng Eurasia di bagian utara, Lempeng Samudera Pasifik di bagian timur dan Lempeng Samudera India-Australia di bagian selatan (Katili, 1973 dan Hamilton, 1979). Dengan asumsi Lempeng Eurasia relatif diam dan Lempeng Pasifik bergerak ke arah barat sedangkan Lempeng Hindia-Australia bergerak ke arah utara maka ketiga lempeng tersebut saling bertumbukan membentuk busur kepulauan yang aktif secara tektonik hingga sekarang. Bukti yang menunjukan bahwa tektonik di Indonesia ini aktif antara lain dijumpai banyaknya gunungapi aktif (sekitar 129 buah) serta seringnya terjadi peristiwa gempa bumi pada batas-batas interaksi lempeng (Katili dan Siswowidjojo,1994). Secara umum diketahui bahwa kerangka fisiografi kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh adanya dua daerah paparan (tanah/daratan) dengan inti kerak yang stabil (Gambar 3). Kedua paparan tersebut adalah paparan Sunda yang menempati bagian barat kawasan Indonesia dan yang lainnya adalah paparan Sahul- Arafura yang menempati bagian timur Indonesia (Katili, 1973). Daerah yang terapit kedua paparan itu berupa busur kepulauan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IPENDAHULUAN
Litosfer disusun oleh benda padat yang keras (rigid) dan selalu bergerak di atas lapisan
mantel yang bersifat mobile. Hasil penelitian geologi dan geofisika menunjukan bahwa kulit
bumi ini tersusun atas sejumlah lapisan (lempengan) batuan yang memiliki ukuran dan sifat
fisik-kimia berlainan. Lempeng kerak bumi tersebut diatas dapat dipisahkan oleh jalur
subduksi, rifting dan strike slip (Hamilton, 1979). Masing-masing lempeng dapat dilihat pada
gambar 1.
Untuk wilayah Asia Tenggara dan khususnya untuk Indonesia, pada akhir
Kenozoikum, strukture style dipengaruhi oleh interaksi tiga buah lempeng kerak bumi
(Gambar 2), masing-masing adalah Lempeng Eurasia di bagian utara, Lempeng Samudera
Pasifik di bagian timur dan Lempeng Samudera India-Australia di bagian selatan (Katili, 1973
dan Hamilton, 1979). Dengan asumsi Lempeng Eurasia relatif diam dan Lempeng Pasifik
bergerak ke arah barat sedangkan Lempeng Hindia-Australia bergerak ke arah utara maka
ketiga lempeng tersebut saling bertumbukan membentuk busur kepulauan yang aktif secara
tektonik hingga sekarang. Bukti yang menunjukan bahwa tektonik di Indonesia ini aktif antara
lain dijumpai banyaknya gunungapi aktif (sekitar 129 buah) serta seringnya terjadi peristiwa
gempa bumi pada batas-batas interaksi lempeng (Katili dan Siswowidjojo,1994).
Secara umum diketahui bahwa kerangka fisiografi kepulauan Indonesia dipengaruhi
oleh adanya dua daerah paparan (tanah/daratan) dengan inti kerak yang stabil (Gambar 3).
Kedua paparan tersebut adalah paparan Sunda yang menempati bagian barat kawasan
Indonesia dan yang lainnya adalah paparan Sahul-Arafura yang menempati bagian timur
Indonesia (Katili, 1973). Daerah yang terapit kedua paparan itu berupa busur kepulauan
(gugusan kepulauan) yang rumit geologinya serta cekungan laut dalam yang membentang
diantara kedua daerah paparan tersebut (Van Bemmelen, 1949).
Paparan Sunda adalah bagian dari Lempeng Eurasia (yang untuk sebagian besar
terbenam di bawah lautan) yang meliputi Semenanjung Malaya, bagian terbesar Pulau
Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa dan sebagian besar Laut Jawa serta bagian selatan
Laut Cina Selatan. Paparan ini terdiri atas batuan sedimen, batuan beku dan batuan metamorf
berumur pratersier yang telah terdeformasi kuat dibawah pengaruh gerakan tektonik dan
penujaman selama Zaman Tersier. Batas antara lempeng Hindia-Australia dan lempeng
Eurasia di barat Sumatera dan di selatan Jawa serta Nusa Tenggara, dicirikan oleh sistem
palung-busur (arc trench system) yang dinamakan sebagai Palung Sunda (Sunda trench) yang
membentang sepanjang kurang lebih 5000 km (Hamilton, 1979).
Paparan Sahul-Arafura merupakan bagian dari lempeng benua Samudera India-
Australia, yang membentang mulai dari bagian barat Papua, melewati Laut Arafura, bagian
selatan Laut Timor berlanjut ke arah selatan hingga mendekati daratan Australia sekarang. Ke
arah selatan dari paparan Arafura ini, terhampar Paparan Australia yang meliputi runtunan
batuan malihan berumur mulai dari Paleozoikum hingga endapan sekarang (Gambar 4).
Wilayah lain di Indonesia yang terletak diantara Paparan Sunda dan Paparan Sahul-
Arafura merupakan daerah yang paling aktif secara tektonik pada saat ini. Zona aktif secara
tektonik tersebut dicerminkan dengan berkembangnya gugusan pulau berupa busur-dalam
bergunungapi dan sederet pulau non-volkanik dengan intensitas struktur (deformasi) yang
tinggi.
Rangkaian (busur) gunungapi di Indonesia itu mencakup Sumatera, Jawa, Bali,
Lombok, Sumbawa, Flores dan pulau kecil-kecil di seputar Laut Banda. Sedangkan untuk
busur luar non-volkanik membentuk deretan pulau kecil di barat Sumatera, seperti Pulau
Simeulue, Nias, Kepulauan Mentawai, Enggano dan pulau kecil lainnya. Jalur busur luar non-
volkanik ini terus berlanjut ke punggung bawah laut di selatan Jawa (tinggiannya tidak / belum
membentuk kepulauan), dan terus berlanjut ke timur melewati deretan pulau tak bergunungapi
seperti Pulau Timor, Tanimbar, Kei dan kemudian Seram yang dianggap masih tercakup
didalamnya (Umbgrove, 1949).
TEKTONIK INDONESIA BAGIAN BARAT
Sudah banyak para ahli geologi mencoba merekontruksi model evolusi tektonik
kawasan Asia Tenggara termasuk di dalamnya wilayah Indonesia, namun demikian masih
banyak poersoalan geologi yang belum terpecahkan.Dalam buku ini, model tektonik yang
akan dibahas berasal dari Katili (1973), Davis ( ) dan Taponier ( ).
Model Tektonik Asia Tenggara (Sumatra) Menurut Katili (1973)
Katili (1973) telah membuat rekontruksi evolusi tektonik Sumatra mulai dari
Paleozoikum hingga Kenozoikum yang dikelompokan ke dalam dua tahapan, yaitu masa
sebelum dan sesudah India menabrak Lempeng Asia yang berada di utaranya.
Tektonik Asia Tenggara Bagian Barat Pada Masa Paleozoikum-Mesozoikum
Pada masa Paleozoikum terjadi penunjaman di sebelah timur Semenanjung Malaysia,
mungkin diseputar sebuah benua mikro yang berasal dari tanah Gondwana (Burret dan Stait,
1984). Seiring dengan itu terbentuklah busur gunungapi di bagian tengah wilayah tersebut dan
terbentuk busur muka di bagian timur busur gunungapi itu sedangkan di bagian barat terjadi
busur belakang.
Pada waktu yang bersamaan di sebelah barat Sumatera diduga terjadi penunjaman
yang miring kearah benua Asia (Katili, 1975). Disana pun dapat dijumpai busur gunungapi,
busur muka dan busur belakang. Jadi sejak masa Paleozoikum di Indonesia bagian Barat ada
dua sistem palung busur atau palung busur ganda (double subduct) yang terpisahkan oleh
sebuah benua mikro.
Selain adanya jalur tunjaman Paleozoikum tersebut di atas, ada sebuah tunjaman lain
lagi yang miring pada arah yang berlawanan. Mungkin saja tunjaman itu terdapat sepanjang
Garis Lupar, Serawak. Lajur tunjaman itu menunjukan sedikit perubahan, di bagian timurlaut,
mundur kearah Laut Cina Selatan. Busur gunungapi pengiringnya diwakili oleh batuan
gunungapi Serian dan selain itu, batuan gunungapi berumur Trias yang dijumpai dalam lubang
bor di paparan Sunda. Menurut Mitchell (1977), pada Zaman Trias terjadi benturan yang
melibatkan dua busur. Peristiwa itu memperluas tanah Sunda dan menciptakan granit timah di
Malaysia, Bangka dan Belitung (Gambar 5).
Selanjutnya pada Zaman Kapur terjadi deformasi yang menyebabkan adanya
perubahan besar-besaran roman bumi di Asia Tenggara, yang diawali oleh aktifitas tektonik
tarikan di sebagian daratan Gondwana pada Kapur dini. Kemudian pada Kapur Senja dan
Eosen Dini (70 jt) baik lajur penunjaman yang baratdaya maupun yang timurlaut makin
membesar, sementara yang pertama bergerak menuju kearah Samudera India dan yang kedua
ke laut Cina Selatan (gambar 6). Peristiwa ini diikuti oleh rotasi sunda shelf. Berdasarkan data
kemagnetan purba dari dataran Khorat (Daly drr., 1986) menujukan, bahwa “Tanah Sunda”
terputar, yang berakibat tertutupnya Laut Cina Selatan. Sementara itu penunjaman kerak
samudera di bawah Kalimantan pun terus berlanjut yang meneyebabkan adanya kegiatan
gunungapi dan penerobosan granit ditepi kraton, antaralain di Natuna dan kepulauan
Anambas. Pada tahapan tektonik ini daratan India belum menabrak lempeng Eurasia yang
berada di utaranya.
Pada Eosen Senja penunjaman sepanjang garis Lupar-Natuna ditepi baratlaut Cina
Selatan berakhir (White & Wing, 1978) dan secara bersamaan terbentuklah Teluk Thailand,
termasuk anak cekungan Natuna Barat.
Tektonik Asia Tenggara Bagian Barat Pada Masa Kenozoikum
Kala Eosen terjadi deformasi besar-besarnya yang menyebabkan terjadinya perubahan
roman muka bumi di Asia Selatan. Pada Eosen Dini (50 jt) India sudah mendekati Asia
dengan kecepatan kecepatan 20 cm/tahun dan pada saat itu Sunda shelf belum berotasi.
Benturan (collosion) antara India dengan Eurasia terjadi pada Eosen Tengah (50-45 jt)
hingga Eosen Senja (40 jt) yang menyebabkan terbentuknya rangkaian pegunungan Himalaya,
dan sementara itu Birma dan Semenanjung Thailand terdesak keatas, yang akhirnya
menyebabkan terjadinya sesar mendatar di Asia Tenggara termasuk Indonesia Barat
(Sumatra).
Sesar besar Sumatra yang membentang mulai dari laut Andaman di bagian utara
memotong rangkaian bukit barisan dan terus membujur ke selatan hingga diperkirakan
berakhir di Palung Jawa. Sesar Sumatra berjenis dekstral dan membentuk pola en-echelon
dengan loncatan ke kanan dan ke kiri. Pada bagian inilah terbentuk daerah kompresi dan
ekstensional (tarikan). Pada daerah-daerah yang mengalami tegasan tarikan akan
menghasilkan sejumlah cekungan tarik atau dinamakan sebagai pull apart basin, seperti
misalnya cekungan Sumatera Selatan, cekungan Sumatera Tengah dan cekungan Sumatera
Utara (gambar 6).
Sementara tektonik pembentukan sesar mendatar berlangsung, posisi jalur penunjaman
bergeser sedikit ke selatan yang akhirnya menempati daerah di selatan Sumatera dan Jawa.
Kecepatan gerak lempeng India Australia pada Eosen Awal sekitar 18 cm/th dan menurun
secara cepat pada Oligosen Akhir (30 Ma) menjadi 3cm-4 cm/th, peristiwa ini selanjutnya
diikuti oleh penurunan muka air laut (Pitman, 1978; Vail et al, 1977 dalam Katili, 1975).
Berkurangnya kecepatan gerak lempeng India-Australia ke arah utara diikuti oleh
melebarnya cekungan busur depan (Daly, 1987) sehingga menyebabkan makin melebarnya
Laut Cina Selatan. Terbukanya (melebarnya) Laut Cina Selatan berhubungan pula dengan
gerak rotasi Kalimantan yang berputar menganan atau searah jarum jam (Daly drr., 1986).
Sementara itu sekitar 40 juta tahun yang lalu, arah gerak Lempeng Pasifik berubah yang
semula bergerak ke arah utara-baratlaut menjadi barat-baratlaut (Uyeda & Mc Cabe, 1973).
Perubahan arah gerak inilah yang mempengaruhi gerak rotasi Kalimantan.
Selanjutnya pada Oligosen Akhir hingga sekarang kecepatan gerak lempeng India-
Australia meningkat menjadi 6-7 cm/th (Uyeda, 1978; Kanamori, 1978 dan Kariq, drr, 1979).
Perubahan kecepatan gerak lempeng tersebut menyebabkan terbentuknya sejumlah sistem
tegasan kompresional dan eklstensional. Tegasan kompresional dicirikan oleh terjadinya
pengangkatan Bukit Barisan, Kepulauan Mentawai serta adanya aktifitas vulkanik, sedangkan
tegasan ekstensional dicirikan oleh terbentuknya sejumlah cekungan sedimentasi.
Konfigurasi pola struktur di Indonesia dipengaruhi pula oleh gerak mikro plate
Filipina. Di Filipina (gambar 10), selama Eosen Akhir hingga awal Oligosen terdapat suatu
lajur penunjaman yang miring ke barat. Penunjaman itu menyebabkan timbulnya jalur timur
Filipina yang berbatuan pluton dan gunungapi. Busur awal Filipina ini membentur busur lain
yang terletak di atas lempeng yang sedang menunjam sehingga mengakibatkan terhentinya
proses penunjaman itu (Uyeda & Mc Cabe, 1982 dalam Katili, 1975).
Aktifitas tektonik Oligosen tersebut di atas diikuti oleh aktifitas tektonik lain di bagian
timur Filipina, yaitu makin melebarnya cekungan Parace-Vela dan Shikoku, yang selanjutnya
menyebabkan mikro plate Filipina bersentuhan dengan benua mikro Palawan. Sementara itu
dibagian barat Filipina, proses penunjaman juga dimulai pada Kala Oligosen yang
mengakibatkan mikro plate Filipina bergerak ke barat, mendekati lempeng Eurasia.
Adanya pengaruh tumbukan mikroplate Filipina terhadap lempeng Eurasia tersebut di
atas secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi aktifitas tektonik Oligosen Akhir
(30 juta) terutama yang berkaitan dengan pembentukan kerak baru di laut Cina Selatan
(gambar 11). Melebarnya laut cina selatan serta terbentuknya kerak baru di wilayah
tersebutlah yang menyebabkan terpisahnya Reed Bank (Gosong Reed) dari Macclesfield Bank
(Gosong Macclesfield) (Taylor & Hayes, 1980 dalam Katili, 1975).
Masih pada Kala Oligosen, di barat Sumatera dan selatan Jawa aktifitas penunjaman
terus berlanjut, yang menyebabkan terbentuknya “Andesit Tua” atu old andesit (termasuk ke
dalam Formasi Jampang untuk singkapan di Jawa) di kedua pulau tersebut.
Tektonik Oligosen terus berlanjut ke Miosen, dimana pada masa itu mikroplate
Filipina yang terletak diatas lajur Benioff yang miring ke timur, membentur bongkah Palawan.
Hal itu berakibat terhambatnya atau terhentinya penunjaman sepanjang batas barat lempeng
Laut Filipina. Sementara itu pemekaran di cekungan Parace-Vela terhenti sedangkan jalur
penunjamannya berbalik dan kembali pada sisi timur Filipina (Uyeda & Mc Cabe, 1982 dalam
Katili, 1975).
Pemekaran dasar samudera di Laut Cina Selatan terus berlangsung hingga Miosen
Awal. Peristiwa ini menyebabkan bongkah kerak yang bergerak ke selatan menujam kebawah
punggung Kalimantan-Palawan. Benua mikro Palawan bagian utara mengapung makin ke
selatan melalui sesar transform Ulungan (Katili, 1981), oleh karenanya benua mikro itu pun
akhirnya menempel pada lajur penunjaman Palawan selatan. Pada Miuosen Akhir benturan
Reed Bank dengan Palawan Selatan menghasilkan dan menempatkan ofiolit diatas Palawan
serta menghentikan pemekaran di laut Cina selatan (gambar 12).
Kembali ke kawasan Sumatra, proses pensesaran dengan gerakan dekstral terus
berlangsung di Sumatra dan sekitarnya. Kegiatan ini diikuti oleh pemekaran (spreading) di
Laut Andaman (Curray, 1978 dalam Katili 1975).
Berlanjut ke tektonik Pliosen, trench Jawa-Sumatra yang berada di bagian barat
Sumatra dan selatan Jawa bergeser ke arah samudra. Namun demikian posisi sebaran
gunungapi bergeser lebih ke utara. Kondisi ini hanya dapat terjadi apabila jalur Benioff-nya
menjadi jauh lebih dangkal ketimbang pada Tersier Tengah (Katili, 1975).
Model Tektonik Asia Tenggara Menurut Taponier (1982)
Usaha orang untuk merekonstruksi tataan geologi masa lampau di Asia Tenggara
(termasuk di dalamnya Indonesia bagian barat) sempat terpengaruh oleh kemuculan ‘model
ekstrusi’ yang diajukan oleh Tapponier drr (1982). Model ini menggambarkan tumbukan India
terhadap Eurasia yang berakibat terdesaknya bagian tenggara Asia. Model ini menurut
beberapa lawan ilmiahnya kurang seimbang dalam ukuran, selain itu langkanya gerakan sesar
mendatar yang aktif (Sesar Sungai Merah di Vietnam) tidaklah menunjang, demikian pula
perpendekan kerak bumi di Tibet tidak dipertimbangkan (Daly drr., 1986).
Molnar dan Taponier (1975) dan Taponier et al (1982), menyatakan bahwa tektonik
Indonesia bagian barat dipengaruhi oleh tumbukan lempeng anak benua India dengan lempeng
benua Eurasia yang terbentuk pada zaman Kenozoikum. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya
perpindahan sejumlah blok ke arah timur atau tenggara. Perpindahan blok tersebut melalui
sesar-sesar mendatar, antara lain melalui sesar Sumatra (Huchon dan Le Pichon, 1984).
Model Tektonik Asia Tenggara / Sumatra Menurut Davis ( 1984)
Pada Zaman Paleogen, lempeng Hindia-Australia, menghampiri Sumatra dengan arah N 200
E. Pada saat itu Sumatra berada pada kedudukan N 160 E yang sebelumnya berposisi N 180
E (pada saat ini sudut interaksi tumbukan lempeng sebesar 20). Jelas disini telah terjadi rotasi
sebesar 20 berlawanan arah jarum jam (counter- clock wise).
Gerak rotasi tersebut masih belum cukup mampu menimbulkan suatu gejala kompresi
antara kedua lempeng yang saling bertemu itu, hal ini disebabkan karena sudut interaksi
tumbukan hanya sebesar 40 (sebelum berotasi sudut interaksi hanya 20).
Gerak rotasi Lempeng Mikro Sunda ini kemudian terhenti sementara pada akhir Awal
Miosen. Pada saat yang bersamaan laut Andaman mulai terbuka (pendataan umur
menunjukkan 16 jula th.y.l.) dan sementara itu Sumatra juga sudah beranjak menjauh ke
tenggara, maka terbukanya Laut Andaman berlangsung tanpa hambatan. Sebelum terbukanya
Laut Andaman, didahului oleh gejala pengangkatan yang luas dari tepi benua.
Gerak rotasi yang kedua terjadi pada Miosen Tengah sebesar 20 - 25 dengan arah
yang berlawanan dengan jarum jam. Berdasarkan data paleomagnetik, sejak akhir Miosen
Tengah menunjukkan bahwa lempeng Hindia Australia mendakati lempeng Mikro Sunda
dengan arah masih N 200 E. Sementara Lempeng Mikro Sunda telah terputar sebesar 40
(barlawanan arah jarum jam), maka sudut interaksi antara Sumatra dengan lempeng Hindia-
Australia sekarang meningkat dari 40 menjadi hampir 60-65.
Konsekuensi terjadinya rotasi ini menyebabkan timbulnya tegasan kompresi yang pada
akhirnya selain menghasilkan sejumlah sesar baru (terutama sesar menyerong) dan
mengangkat bukit barisan, juga mengaktifkan sesar tua.
Sebagai akibat adanya rotasi berkelanjutan, maka sesar-sesar lama yang berarah utara-
selatan menjadi berarah baratlaut-tenggara sedangkan yang berarah timurlaut-baratdaya
(umumnya sesar normal) menjadi berarah utara-selatan. Konsekuensi dari perubahan ini
mengakibatkan sesar mendatar yang arahnya menjadi baratlaut-tenggara teraktifkan kembali
sebagai sesar naik, sedangkan sesar normal berubah menjadi sesar mendatar dengan arah
utara-selatan.
Evolusi Tektonik Tersier Asia Tenggara (Sumatra)
Perkembangan tektonik Tersier Asia Tenggara (Sumatra) dapat dirangkum sebagai
berikut :
Periode Eosen Awal - Oligosen Awal
Pada Eosen Awal Sumatra, Semenanjung Malaya dan Kampuchia, masih merupakan
bagian dari lempeng Eurasia. Pada saat itu kedudukan Sumatra adalah utara- selatan. Kira-
kira pada saat fragmen India (Lempeng Hindia-Australia) sudah mulai bersentuhan dengan
Lempeng Eurasia terjadilah pergeseran fragmen Indochina dan China ke arah tenggara
(Gb.4-3911).
Pada zaman Eosen gerak lempeng Hindia-Australia mencapal 18 cm/th dengan arah utara,
sedangkan menjelang Oligosen berkurang hingga mencapai hanya 3 cm/th dan disamping
itu juga terjadi perubahan pada arah gerak beberapa derajat ke timur (Gb.4-21).
Persentuhan antara lempeng Hindia-Australia dengan daratan Sumatra seperti itu,
mengakibatkan mulai terbentuknya pola rekahan dengan pergeseran dekstral yang dikenal
sebagai Sesar Sumatra. Kemungkin pembentukan rekahan itu dimulai di Sumatra Selatan
dan terus berkembang ke utara (Davies,1987).
Pola rekahan inilah yang kemudian merupakan awal terbentuknya cekungan di bagian
timur Sumatra (Gb.4- 22). Gerak-garak mendatar pada pasangan sesar yang bertangga
(overstepping wrench), akan membentuk cekungan lokal yang disebut "pull apart Basin"
(Gb..4 22).
Selanjutnya pada Awal Oligosen, kecepatan gerak lempeng Hindia-Australia mulai
berkurang dan akhirnya menyebabkan terjadinya percepatan gerak vertikal cekungan
tarsebut. Masihpada kalaini, persentuhan atau Interaksi kedua lempeng tersebut
tidak/belum membentuk suatu jalur subduksi, kondisi ini terjadi karena sudut interaksi
kedua lempeng masih kecil. Bukti belum / tidak adanya subduksi adalah tidak adanya
aktifitas vulkanik pada periode tersebut (tidak ada material gunungapi berumur Oligosen
Bawah).
Periode Oligosen Akhir - Miosen Awal
Terjadi gerak rotasi yang pertama dari lempeng Mikro Sunda sebesar 20 ke arah yang
berlawanan dengan gerak jarum jam, disertai dengan pemisahan Sumatra dari
Semenanjung Malaya. Gerak rotasi ini juga menyebabkan terbentuknya pembentukan
cekungan di Sumatra Timur sebagai “cekungan regangan” atau pull apart basin. Adanya
pengangkatan dan penurunan lokal menyebabkan proses erosi dan pengendapan yang
cepat di dalam cekungan tersebut (Gb.4-23 dan Gb.4-24).
Rotasi yang pertama ini masih belum dapat menempatkan kadudukan Sumatra kedalam
keadaan dimana interaksi antara kedua lempeng akan mampu menimbulkan terladinya
tegasan kormpresi.
Periode Miosen Tengah
Rotasi lempeng mikro Sunda terhenti pada Miosen Tengah, dan secara bersamaan disusul
oleh pengangkatan regional. Dalam perioda ini terjadi pengaktifan kembali sesar lama dan
penurunan cekungan semakin cepat.
Periode Miosen Atas - Sekarang
Rotasi yang kedua dimulai sebesar 20-26 kearah yang berlawanan dengan jarum jam,
yang dipacu oleh membukanya laut Andaman. Pada saat itu, interaksi antara lempeng
Hindia-Australia dengan lampeng Eurasia sudah meningkat dari 40 menjadi hampir 65.
Makin besarnya sudut interaksi mengakibatkan terjadinya tegasan kompresi. Keadaan
demikian ini menyebabkan pengangkatan Bukit Barisan dan peningkatan kegiatan
volkanisma.
Di barat Sumatra terbentuk jalur subduksi dan sesar -sesar mendatar sehingga disini juga
memungkinkan terjadinya cekungan regangan ('Pull Apart Basin') antara busur luar dan
daratan Sumatra (Mulhadiono dan Sukendar, 1987). Sebagai akibat dari rotasi yang
berkelanjutan ini, juga terjadi perubahan status daripada pola-pola sesar di cekungan
Sumatra timur. Sesar-sesar mendatar Paleogen yang berarah utara-selatan, berubah
menjadi baratlaut-tenggara, sedangkan yang berarah timur laut baratdaya (sesar normal),
menjadi utara-selatan. Karena lingkungan tegasannya berubah, maka sesar-sesar mendatar
yang berubah menjadi baratlaut-tenggara menjadi aktif kembali sebagai sesar naik dengan
kemiringan curam, sedangkan sesar normal yang berubah menjadi utara- selatan, aktip
kembali sebagai sesar mendatar (dextral).
TEKTONIK INDONESIA BAGIAN TIMUR
Tektonik Indonesia bagian timur dipengaruhi langsung oleh interaksi 3 lempeng dan
pembentukannya dapat dikelompokan ke dalam dua tahapan, yaitu masa sebelum dan sesudah
benua Australia membentur Indonesia bagian Timur.
Tektonik Asia Tenggara Bagian Timur (Indonesia Bagian Timur) Sebelum Australia
Tiba
Pecahnya Gondwana menyebabkan timbulnya beberapa sumbu pemekaran utama di
Samudera India yang kemudian diikuti oleh pengaturan kembali pola penunjaman secara
besar-besaran di Indonesia (Katili, 1989).
Sementara Australia bergerak ke utara, Irian/Papua mendekati busur Kepulauan Sepik
dan akhirnya membenturnya (Downey, 1985). Peristiwa itu terjadi sekitar 30 juta tahun yang
lampau. Pada waktu yang hampir bersamaan pemekaran busur-belakang menyebabkan
timbulnya busur yang tidak terputus-putus Britian-New Ireland-Salomon Utara ke bagian
baratlaut Irian.
Selanjutnya, sistem Sunda trench pada 20 juta tahun lalu sudah membentang mulai
dari ujung barat Sumatera menerus ke Jawa, Nusa Tenggara, Tanimbar, Kei dan Buru, dan
bahkan bersambung dengan busur Melanesia. Menjelang tibanya benua Australia pada tepi
benua Asia Tenggara, ada sebuah busur gunungapi yang berarah utara-selatan. Busur yang
disebut busur gunungapi Sulawesi-Mindanao ini menjulur sekitar 800 km di timur Kalimantan
(Katili, 1978). Lebih jauh ke tenggara, terentang busur kepulauan Sepik yang lebih tua yang
menempel pada Irian. Busur ini memisahkan benua Australia dari lempeng Pasifik.
Tektonik Asia Tenggara Bagian Timur (Indonesia Bagian Timur) Selama dan Sesudah
Benturan dengan Australia
Sekitar 50 juta tahun yang lalu, Irian dan Sepik yang dalam pada itu terpateri menjadi
benua mikro, tiba di lempeng Asia Tenggara dan membentur busur Melanesia (Daly drr.,
1986). Hal ini memungkinkan terjadinya interaksi antara lempeng Australia yang bergerak ke
utara dan lempeng pasifik yang maju ke barat-baratlaut (lihat gambar 13).
Berbagai proses itu mengakibatkan timbulnya beraneka corak struktur. Diantaranya
dapat disebutkan beberapa sesar mendatar sinistral; persesaran yang penting itu, berarah timur-
barat seperti Sesar Sorong dan Sesar Tarera-Aiduna. Kemudian pada sesar geser itu terbentuk
cekungan tarik, seperti Cekungan Salawati dan beberapa cekungan yang ada di utara. Maka
terciptalah sebuah jalur lipatan/ sesar-naik utama, yang berarah barat-baratlaut, dan terentang
melewati Papua Nugini dan Irian Jaya, kemudian membelok kearah utara-baratlaut menuju
daerah Lengguru. Dalam hal ini, Sesar Tarera-Aiduna bertindak sebagai penahan samping
terhadap sesar-naik tersebut (gambar 14).
Kemudian, sekitar 10 juta tahun lalu, terjadilah sebuah jalur penunjaman, di sebelah
utara Irian. Proses itu bahkan masih berlangsung hingga kini. Tetapi penunjaman itu tidak
diiringi kegiatan gunungapi di Irian Jaya (gambar 15).
Peristiwa yang paling menakjubkan dalam sejarah geologi Indonesia bagian timur
terjadi kira-kira 5 juta tahun yang lalu.
Pada saat itulah Irian terputar secara sinistral (berlawanan dengan arah jarum jam),
sementara Australia terus bergerak ke utara. Akibatnya, busur Banda yang berarah timur-barat,
terbelokkan sehingga melengkung ke barat. Dengan demikian terperangkaplah Laut Banda.
Peristiwa itu membawa serta timbulnya berbagai kejadian yang lain. Kepala Burung di