1 BAB I PENDAHLUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki keunikan tersendiri berupa keindahan panorama alam dan budayanya, sehingga menarik perhatian wisatawan. Perkembangan pariwisata di Pulau Bali tidak dapat dilepaskan dari kedatangan bangsa Belanda pada tahun 1579 yang dipimpin oleh Cournelis De Houtman. Tahun 1827 untuk pertama kali Belanda membangun kantor dagangnya di daerah Kuta. Pada tahun 1920 sekumpulan ilmuan Barat mendatangi Pulau Bali dengan tujuan untuk meneliti dan mengenal budaya yang ada di Pulau Bali baik agama, adat istiadat, kesusastraan, peninggalan sejarah dan arkeologi. Para ilmuan yang datang ke Bali terdapat pelukis, pengarang dan penyair yang kemudian menggambarkan keindahan alam dan budaya yang ada di Pulau Bali. Hal ini sekaligus sebagai media promosi. Kondisi tersebut menarik wisatawan Eropa yang kemudian datang berkunjung ke pulau Bali (Kencana, 2010). Wisatawan yang datang ke Pulau Bali pada umumnya tertarik akan keindahan alam, keunikan budaya, dan keramahan masyarakat Bali. Pada tahun 2012 wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Bali berjumlah 2.892.019 orang. Tahun 2013 wisatawan yang berkunjung ke Bali mengalami peningkatan sebesar 13,37% menjadi berjumlah 3.278.598 orang (Disparda Provinsi Bali). Kunjungan wisatawan baik domestik maupun internasional diperkirakan akan
171
Embed
Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHLUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki
keunikan tersendiri berupa keindahan panorama alam dan budayanya, sehingga
menarik perhatian wisatawan. Perkembangan pariwisata di Pulau Bali tidak dapat
dilepaskan dari kedatangan bangsa Belanda pada tahun 1579 yang dipimpin oleh
Cournelis De Houtman. Tahun 1827 untuk pertama kali Belanda membangun
kantor dagangnya di daerah Kuta. Pada tahun 1920 sekumpulan ilmuan Barat
mendatangi Pulau Bali dengan tujuan untuk meneliti dan mengenal budaya yang
ada di Pulau Bali baik agama, adat istiadat, kesusastraan, peninggalan sejarah dan
arkeologi. Para ilmuan yang datang ke Bali terdapat pelukis, pengarang dan
penyair yang kemudian menggambarkan keindahan alam dan budaya yang ada di
Pulau Bali. Hal ini sekaligus sebagai media promosi. Kondisi tersebut menarik
wisatawan Eropa yang kemudian datang berkunjung ke pulau Bali (Kencana,
2010).
Wisatawan yang datang ke Pulau Bali pada umumnya tertarik akan
keindahan alam, keunikan budaya, dan keramahan masyarakat Bali. Pada tahun
2012 wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Bali berjumlah 2.892.019
orang. Tahun 2013 wisatawan yang berkunjung ke Bali mengalami peningkatan
sebesar 13,37% menjadi berjumlah 3.278.598 orang (Disparda Provinsi Bali).
Kunjungan wisatawan baik domestik maupun internasional diperkirakan akan
2
semakin meningkat di tahun-tahun mendatang. Hal ini dikarenakan adanya
perubahan perkembangan pariwisata dunia yang semakin mengedapankan
keunikan budaya, keindahan alam, dan kelengkapan fasilitas pendukung
pariwisata yang kesemuanya ada di pulau Bali.
Kabupaten Tabanan adalah salah satu kabupaten di Bali yang terletak
sekitar 35 km di sebelah barat Ibu Kota Provinsi Bali. Luas Kabupaten Tabanan
adalah 839,33 km2 atau sekitar 14,9% dari luas Provinsi Bali. Kabupaten Tabanan
terbagi atas 10 kecamatan antara lain Kecamatan Tabanan, Selemadeg Timur,
Selemadeg Barat, Selemadeg, Pupuan, Penebel, Marga, Kerambitan, Kediri dan
Baruriti. Sebanyak 23.358 ha atau sekitar 28% dari luas lahan yang ada di
Kabupaten Tabanan merupakan lahan persawahan. Karena itu Kabupaten Tabanan
dikenal sebagai daerah agraris dengan petani sebagai salah satu soko guru
perekonomian di Kabupaten Tabanan.
Subak Jatiluwih adalah salah satu subak yang terletak di Desa Jatiluwih
Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih terkenal dengan
keindahan panorama alam pegunungan dan pemandangan persawahan yang indah.
Selain itu kondisi alam di Subak Jatiluwih yang masih asri dan alami karena
jauh dari polusi udara serta kondisi udara yang sangat sejuk sangat cocok untuk
pengembangan wisata alam. Air pegunungan dan mata air yang ada digunakan
untuk sumber air minum dan sumber air pertanian. Cara pengolahan lahan
pertanian yang masih tradisonal yakni menggunakan sapi atau kerbau untuk
membajak sawah serta alat bajak tradisional menarik para wisatawan, baik
wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang berkunjung.
3
Pada tahun 2012 kunjungan wisatawan ke Jatiluwih berjumlah 97.909
wisatawan, sedangkan pada tahun 2013 kunjungan wisatawan meningkat menjadi
101.560 wisatawan (DISPARDA Provinsi Bali). Berdasarkan tren kunjungan
wisatawan tersebut, diperkirakan tingkat kunjungan wisatawan ke Jatiluwih akan
meningkat di tahun-tahun mendatang. Meningkatnya tingkat kunjungan
wisatawan ke Jatiluwih membawa pengaruh terhadap pengembangan dan
pembangunan di Subak Jatiluwih maupun Desa Jatiluwih pada umumnya.
Pembangunan dan pengembangan tersebut pada umumnya bertujuan untuk
meningkatkan kelengkapan fasilitas pendukung pariwisata di Jatiluwih seperti
pembangunan penginapan guest house, rumah makan atau restoran, café dan
beberapa aktivitas pariwisata lainnya seperti rafting, horse ridding dan lain
sebagainya.
Kegiatan dan pengembangan pariwisata bertujuan untuk menggerakkan
perekonomian nasional dan daerah, meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan
masyarakat. Pengembangan pariwisata melibatkan berbagai sektor kehidupan.
Oleh karena itu pariwisata mempunyai pengaruh atau dampak yang cukup luas,
baik terhadap sektor ekonomi, sosial, budaya, politik maupun lingkungan. Laju
kerusakan lingkungan disebabkan pengembangan pariwisata diperkirakan akan
meningkat. Potensi kerusakan lingkungan perlu dilakukan upaya-upaya
meminimalisasi dengan strategi kelestarian lingkungan, salah satunya melalui
kegiatan pengembangan ekowisata (Ecotourism). Ekowisata merupakan suatu
konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan yang mengikuti
kaedah keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan
4
ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia,
meningkatkan kualitas hidup bermasyarakat setempat dan menjaga kualitas
lingkungan. Pengembangan ekowisata diharapkan dapat memberikan dampak
positip terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat (Wood, 2002).
Subak Jatiluwih merupakan bagian dari Kawasan Catur Angga
Batukaru sebagai penerima nominasi Warisan Budaya Dunia atau World Cultural
Heritage dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) pada tahun 2012. Program Warisan Budaya Dunia dari UNESCO
bertujuan untuk mengkatalog, menamakan dan melestarikan tempat-tempat yang
sangat penting dan berarti bagi umat manusia sehingga dapat menjadi warisan
bagi generasi berikutnya. Status sebagai warisan budaya dunia diberikan dengan
evaluasi atau penilaian terus menerus tiap tahunnya. Status warisan budaya dunia
tersebut bisa masuk dalam kategori bahaya, bahkan hingga dihapus, apabila situs
tersebut mendapat ancaman atau bahaya yang memiliki efek buruk pada
karakteristik situs tersebut. Ancaman tersebut dapat berupa penurunan jumlah
spesies yang terancam punah, kerusakan keindahan alam karena kegiatan manusia
seperti penebangan, pencemaran, permukiman, pertambangan, proyek
pembangunan, konflik bersenjata, bencana alam dan lain sebagainya. Salah satu
contoh situs warisan budaya dunia di Indonesia yang masuk kategori bahaya
adalah Hutan Hujan tropis di Sumatera (http://whc.unesco.org/en/danger/)
Status Subak Jatiluwih sebagai bagian dari Kawasan Catur Angga
Batukaru penerima nominasi warisan budaya dunia dari UNESCO dan adaanya
peningkatan kunjungan wisatawan, serta posisinya yang terletak di bagian hulu
5
Pulau Bali merupakan kawasan yang disucikan oleh masyarakat Bali. Oleh karena
itu dalam mengembangkan kawasan tersebut perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui bagaimana pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih
sehingga pengembangan pariwisata yang dilakukan dapat memberikan manfaat
bukan hanya pada bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar namun juga pada
pelestarian lingkungan di Kawasan Subak Jatiluwih.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut.
1. Apa potensi dan kendala pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak
Jatiluwih?
2. Bagaimana pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih pada saat
ini?
3. Bagaimana strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di
masa mendatang?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut.
6
1.3.1.Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi potensi
dan merumuskan strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih
sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan pemerintah.
1.3.2.Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi potensi dan kendala pengelolaan ekowisata di Subak
Jatiluwih sebagai daya tarik pariwisata.
2. Mengetahui bagaimana gambaran pengelolaan lingkungan ekowisata di
Subak Jatiluwih pada kondisi sekarang.
3. Mengetahui bagaimana strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak
Jatiluwih di masa mendatang.
1.4 Maanfaat Penelitian
1.4.1.Manfaat Akademik
Perumusan strategi pengelolaan lingkungan dan pengembangan potensi
ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih bagi akademisi dapat memperkaya wacana
aplikasi pengelolaan lingkungan berbasis ekowisata. Disamping itu sebagai
referensi penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan ekowisata yang ada di Subak
Jatiluwih maupun Pulau Bali pada umumnya.
1.4.2.Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menumbuh kembangkan partisipasi
aktip masyarakat dalam pengelolaan lingkungan ekowisata yang ada di Subak
7
Jatiluwih dan memberikan pengetahuan strategi pengelolaan lingkungan dan
pengembangan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih di masa mendatang.
Disamping hal tersebut penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar kajian
penerapan kebijakan dan peran institusi dalam pengelolaan lingkungan ekowisata
yang ada di Subak Jatiluwih sehingga pengembangan pariwisata yang ada di
Subak Jatiluwih dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan
pelestarian lingkungan. Kebijakan dan peran institusi yang dilaksanakan
diharapkan lebih menitikberatkan pada kelestarian lingkungan, keterlibatan secara
aktif masyarakat, wisatawan dan bersifat lintas sektor.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL
PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hasil
penelitian mutakhir sebelumnya yang dianggap relevan dan berhubungan dengan
penelitian ini, terutama tentang pengelolaan ekowisata. Tujuan pembahasan
penelitian terdahulu dapat menambah wawasan, memahami dan memanfaatkan
metoda dan sebagai pembanding agar menghasilkan strategi untuk mengatasi
berbagai kendala yang mungkin muncul.
Penelitian Sudiarso (2004) menunjukkan bahwa pengembangan
pariwisata yang ada di Taman Nasional Tengger bermuara pada masyarakarat
Tengger itu sendiri, karena masyarakat Tengger yang menikmati hasil dari
pariwisata melalui kegiatan-kegiatan perekonomian yang berhubungan dengan
pariwisata seperti penyewaan kuda, kendaraan bermotor, jeep, dan penginapan
berupa homestay. Pada penelitian ini juga didapat fakta bahwa masyarakat
Tengger mengontrol dengan ketat kepemilikan jasa-jasa atau kegiatan
perekonomian yang berhubungan dengan pariwisata. Hal tersebut dilakukan
dengan tujuan agar mereka dapat menikmati hasil pariwisata di Tengger berupa
peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pemanfaatan Taman Nasional
Tengger Semeru Jawa Timur untuk tujuan pariwisata dapat dilakukan sepanjang
9
tidak merusak lingkungan dan memberikan kontribusi bagi pelestarian lingkungan
dan budaya serta peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Penelitian Pamulardi (2006) mendapatkan bahwa Desa Wisata Tingkir
Salatiga mempunyai potensi alam dan sosial budaya untuk dikembangkan sebagai
obyek wisata berbasis agrowisata. Pemerintah Kota Salatiga belum serius dalam
mengembangkan potensi di Desa Wisata Tingkir, hal tersebut dapat dilihat dari
sudah dilakukanya studi kelayakan sejak tahun 2003 namun hingga tahun 2006
belum ada upaya untuk mengembangkan dan membangun Desa Wisata Tingkir.
Pengembangan Desa Wisata Tingkir dapat dilakukan dengan menambah obyek
wisata baru berupa agrowisata karena tersedianya lahan pertanian yang luas dan
letaknya yang strategis. Dalam pengembangannya untuk memenuhi sarana
penginapan dapat memanfaatkan rumah-rumah penduduk sebagai homestay
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pengembangan
potensi agrowisata hendaknya dilakukan oleh masyarakat sekitar dan pihak
swasta, pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan motivator agar hasil yang
didapat lebih maksimal.
Penelitian Kurnianto (2008) mendapatkan bahwa pola pemanfaatan
lahan di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal tidak seauai dengan
peruntukannya sehingga tidak mendukung upaya konservasi tanah dan kelestarian
Waduk Cacaban. Potensi pengembangan ekowisata di Kawasan Waduk Cacaban
secara spesifik dibedakan sesuai dengan daerah peruntukannya, seperti kawasan
lindung digunakan untuk pengembangan agroforest dengan kombinasi
agrisilvikultur dengan tanaman jati sebagai tanaman utama. Kawasan utama
10
waduk dikembangkan sebagai pusat sejarah dan edukasi tentang fungsi waduk.
Kawasan perairan dapat dikembangkan budidaya perairan dan wisata tirta.
Kawasan pengembangan wisata intensif dapat dikembangkan sebagai kawasan
agroforest, seni dan budaya. Kawasan penyangga dapat dikembangkan sebagai
kawasan agroforest dengan kombinasi agrosilvopastura dan budaya.
Penelitian Asso (2008) menunjukkan bahwa Lembah Baliem
mempunyai ketersediaan sumber daya ekowisata yang sangat melimpah,
beranekaragam, unik, mempesona dan masih sangat alami. Sumber daya
ekowisata tersebut antara lain berupa danau, telaga, gua, patung dan bangunan
bersejarah serta panorama alam yang indah yang masih sangat alami. Kendala
pengembangan ekowisata di Lembah baliem umumnya dikarenakan
ketidakjelasan keterlibatan stakeholder, keterbatasan pengetahuan dalam
mengelola sumber daya, keterbatasan akses dan sarana tranportasi ke Lembah
Baliem juga berimplikasi pada keberlangsungan dan pengembangan potensi
ekowisata di Lembah Baliem. Pengembangan kepariwisataan di Lembah Baliem
belum dapat menggerakkan perekonomian masyarakat sehingga masyarakat
belum melihat pengembangan ekowisata sebagai salah satu sumber mata
pencaharian yang menjanjikan. Pengembangan pariwisata di Lembah Baliem pada
saat dilakukan penelitian masih berpedoman pada pengembangan pariwisata yang
bersifat masal dengan menjadikan kebudayaan masyarakat Suku Dani sebagai
primadona daya tarik wisata.
Penelitian Widowati (2012) mendapatkan bahwa potensi Kawasan
Taman Wisata Alam Kawah Ijen adalah berupa kawah yang memiliki air tiga
11
warna, sumur belerang dengan api biru atau bluefire, panorama kawah,
keberagaman flora yang berjumlah >31 dan terdapat beberapa tumbuhan langka
seperti anggrek dan Vaccinium serta keberagaman fauna yang beberapa
diantaranya termasuk jenis burung langka dan unik seperti walek kepala ungu
(Ptylinopus Porphyreus) dan Cekakak Jawa (Halycyon Cynoventris). Hasil
evaluasi dan analisis terhadap prinsip dan kriteria ekowisata didapatkan bahwa
prinsip dan kriteria pengembangan pariwisata dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar dan peran serta masyarakat sekitar dalam pengambilan
keputusan belum tercapai. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk
mencapai tujuan dan kriteria ekowisata antara lain dengan cara meningkatkan
pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan
ekowisata seperti pelatihan membuat souvenir, makanan tradisional hingga
pelatihan untuk menjadi local guide.
Penelitian Suryawan (2012) menunjukkan bahwa potensi ekowisata di
Desa Cau Blayu terbagi menjadi sejumlah elemen yaitu elemen fisik berupa
topografi wilayah, kondisi hidrologi, tata guna lahan. Elemen budaya berupa
keberadaan sejumlah pura seperti Pura Titi Gantung, Pura Dukuh yang memiliki
sejarah dan kegiatan upacara yang menarik. Elemen ekologis dimana Desa Cau
Blayu yang berdekatan dengan DTW Sanggeh sehingga pada musim musim
tertentu sering terjadi migrasi monyet menuju Desa Cau Blayu. Potensi lainnya
adalah perilaku masyarakat sekitar yang bermatapencaharian sebagai petani baik
sawah maupun kebun yang dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata. Pada saat
penelitian dilakukan belum ada mekanisme pengelolaan potensi ekowisata di Desa
12
Cau Blayu baik oleh desa adat maupun desa dinas. Oleh karena itu dibutuhkan
pengenalan yang lebih luas dan terarah sehingga lebih banyak orang mengetahui
potensi ekowisata di Desa Cau Blayu. Selain itu dalam pengembangan kegiatan
ekowisata di Desa Cau Blayu dibutuhkan kerjasama dengan pihak lain seperti
operator tur, pengelola akomodasi dan pemerintah. Berdasarkan analisis, strategi
yang diterapkan adalah strategi integrasi secara vertikal yang lebih khas dan lebih
memanfaatkan potensi atau kekuatan dan peluang yang ada.
2.2 Konsep
Dalam penelitian ini akan dikaji beberapa konsep sebagai berikut.
2.2.1. Potensi Ekowisata
Potensi dalam kepariwisataan dapat diartikan sebagai suatu modal atau
aset yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata dan dapat diekploitasi untuk
kepentingan-kepentingan ekonomi yang secara ideal terangkum didalamnya
perhatian terhadap aspek-aspek budaya. Suarka (2010) menjelaskan bahwa
potensi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat disuatu daerah yang dapat
dikembangkan menjadi daya tarik wisata, potensi tersebut dapat dibagi dua yaitu
potensi budaya dan potensi alamiah. Potensi budaya meliputi potensi yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat seperti adat istiadat, mata pencaharian dan
kesenian, sedangkan potensi alamiah adalah potensi yang berupa potensi fisik,
geografis alam, termasuk jenis flora dan fauna pada suatu daerah.
Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab
secara lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap
13
konservasi lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal
Ekowisata merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan lingkungan,
perkembangangan diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam dan
lingkungan (Suksma, 2009). Banyak kajian telah dilakukan terkait dengan
ekowisata, namun secara umum perkembangan ekowisata sangat terkait dengan
pelestarian lingkungan dan budaya suatu daerah.
Dari definisi potensi dan ekowisata diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa potensi ekowisata adalah suatu modal atau aset (baik berupa potensi
budaya dan alamiah) yang dimiliki oleh suatu daerah, yang dapat dikembangkan
untuk kegiatan wisata yang bertanggung jawab secara lingkungan, memberikan
kontribusi yang positip terhadap konservasi lingkungan, dan meningkatkan
perekonomian masyarakat sekitar.
2.2.2. Pengelolaan Lingkungan Ekowisata
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan. Wardoyo
(dalam Suryawan, 2012) mendefinsikan pengelolaan sebagai suatu rangkaian
pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan
serangkaian kerja dalam mencapai tujuan tertentu. Dari penjelasan definisi
pengelolaan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah
serangkaian kebijakan yang diambil atau dilakukan yang memuat mekanisme
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan
14
memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk menghasilkan tujuan tertentu
yang sudah ditetapkan.
Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya
manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia
berada, dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan mahluk hidup
lainnya. Menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup, termasuk manusia, dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia dan makhluk hidup lain. Dari beberapa definisi lingkungan tersebut dapat
disimpulkan bahwa lingkungan bukan hanya lingkungan fisik semata, namun juga
termasuk perilaku manusia itu sendiri (sosial dan budaya), dan bahkan lingkungan
spiritual. Oleh karena itu lingkungan juga termasuk lingkungan fisik (Abiotik),
lingkungan biotik serta lingkungan sosial dan budaya.
Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab
secara lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap
konservasi lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal
Ekowisata merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan lingkungan,
perkembangangan diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam dan
lingkungan (Suksma, 2009). Banyak kajian telah dilakukan terkait dengan
ekowisata, namun secara umum perkembangan ekowisata sangat terkait dengan
pelestarian lingkungan dan budaya suatu daerah.
15
Dari definisi pengelolaan, lingkungan dan ekowisata sebelumnya dapat
dirumuskan konsep pengelolaan lingkungan ekowisata adalah serangkaian
kebijakan yang dilakukan mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengawasan untuk memanfaatkan lingkungan dan semua modal
atau aset (baik berupa potensi budaya dan alamiah) yang dimiliki oleh suatu
daerah, untuk dapat dikembangkan menjadi suatu kegiatan wisata yang
bertanggung jawab secara lingkungan, memberikan kontribusi yang positip
terhadap konservasi lingkungan, dan meningkatkan perekonomian masyarakat
sekitar. Oleh karena itu pengelolaan potensi ekowisata harus bisa meminimalisir
dampak negatip dari perkembangan pariwisata masal yang umumnya memberikan
ancaman terhadap kelestarian budaya, dimana budaya lebih dikomersialkan dan
mengancam kelestarian sumber daya alam dengan mengekploitasinya.
2.2.3. Strategi Pengelolaan
Strategi adalah suatu rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan
terus menerus oleh suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu
berdasarkan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang
dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal yang dimiliki. Strategi selalu
dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.
Strategi juga merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya
dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi
sumber daya.
16
Pengelolaan merupakan istilah yang erat hubungannya dengan
manajemen. Manajemen merupakan bentuk terjemahan dari kata management
yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti pengelolaan. Manajemen meliputi
empat proses yaitu Planning atau perencanaan, Organizing atau pengorganisasian,
Actuating atau pelaksanaan/penggerakan dan Controlling atau pengendalian.
Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan.
Secara umum konsep strategi pengelolaan dapat diartikan sebagai suatu
rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan secara terus menerus, dengan
memanfaatkan peluang, ancaman dan sumber daya serta kemampuan yang
dimiliki, pada setiap tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara
berkelanjutan. Dengan demikian pengamatan lingkungan eksternal dan internal
merupakan proses awal dari konsep strategi pengelolaan, dilanjutkan dengan
perencanaan yang keberadaanya diperlukan untuk memberikan arah dan patokan
dalam suatu kegiatan. Pengorganisasian berkaitan dengan penyatuan seluruh
sumber daya dan kemampuan yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan
pelaksanaan kegiatan. Tahap selanjutnya adalah pengarahan dan pelaksanaan
kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap
terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk
memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah
direncanakan tercapai dengan baik.
17
2.3 Landasan Teori
Dalam menganalisis strategi pengelolaan potensi ekowisata di Subak
Jatiluwih diperlukan teori-teori sebagai tuntunan yang digunakan dalam penelitian
sebagai berikut.
2.3.1.Teori Perencanaan
Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang pertama kali
harus dilakukan. Menurut Suandy (2006) perencanaan adalah proses penentuan
tujuan organisasi. Dalam ilmu manajemen fungsi pokok dari manajemen adalah
perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Dalam tingkat
yang lebih rumit dimana terdapat pengaruh internal dan eksternal yang cenderung
sulit dikendalikan, perencanaan dapat diartikan mengetahui dan menganalisis
kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak dapat
dikontrol (uncontrolable) yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas,
menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari
langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut (Tarigan, 2005). Menurut Yoeti
(2006) ada beberapa alasan mengapa perencanaan sangat diperlukan.
a. Memberikan Pengarahan
Dengan adanya perencanaan para pelaksana dalam suatu organisasai atau tim
dapat mengetahui apa yang akan dilakukan, ke arah mana akan dituju dan apa
yang akan dicapai.
b. Membimbing Kerjasama
Perencanaan dapat membimbing para petugas atau pelaksana untuk tidak
berkerja menurut kemauannya sendiri. Dengan adanya perencanaan, para
18
petugas dan pelaksana merasa sebagai bagian dari sebuah tim, dan bergantung
pada tugas lainnya.
c. Menciptakan koordinasi
Dalam suatu organisasi atau proyek banyak keahlian dibutuhkan, apabila
masing-masing keahlian berjalan terpisah kemungkinan tujuan dari organisasi
atau proyek tersebut tidak akan tercapai, oleh karena itu sangat diperlukan
adanya koordinasi antara beberapa keahlian dan kegiatan yang akan
dilakukan.
d. Menjamin tercapainya kemajuan
Perencanaan pada umumnya mengariskan suatu program yang hendak
dilakukan meliputi tugas yang dikerjakan dan tanggung jawab tiap individu
atau tim dalam suatu organisasi atau proyek. Apabila terdapat penyimpangan
antara yang direncanakan dengan pelaksanaanya hal tersebut dapat
dihindarkan dengan melakukan koreksi, sehingga akan mempercepat
penyelesain suatu proyek atau kegiatan.
e. Memperkecil Resiko
Perencanaan meliputi pengumpulan data yang releven (baik yang tersedia
maupun yang tidak tersedia) dan secara hati-hati, menelaah segala
kemungkinan yang terjadi sebelum mengambil suatu keputusan. Suatu
keputusan yang diambil atas dasar intuisi tanpa melakukan penelitian pasar
atau tanpa melakukan perhitungan rates of return on invesment, sangat
memungkinkan akan menghadapi resiko besar. Oleh karena itu perencanaan
dapat memperkecil resiko yang akan timbul di kemudian hari.
19
f. Mendorong pelaksanaan
Perencanaan dilakukan agar suatu organisasi dapat memperoleh kemajuan
secara sistematis dalam mencapai hasil yang diinginkan melalui inisiatif
sendiri. Disamping hal tersebut dalam suatu perencanaan diperlukan suatu
kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Dengan demikian untuk
mengetahui data yang perlu dikumpulkan, memerlukan tujuan yang hendak
dicapai terlebih dahulu, sedangkan untuk mencapai suatu tujuan (objectives)
diperlukan suatu pemikiran (thought) yang khusus. Oleh karena itu
perencanaan (planning) merupakan suatu mata rantai yang esensial antara
pemikiran (thought) dan pelaksanaan (action).
Salah satu bagian atau kegiatan dalam perencanaan adalah menentukan
strategi yang akan digunakan. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Dalam perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang, hal
tersebut ditunjukkan oleh adanya perbedaan konsep mengengai strategi selama 30
tahun terakhir. Chandler (1962) merumuskan strategi sebagai alat untuk mencapai
tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak
lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Markus (1984) mendefinisikan strategi
sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus
pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya
bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Argyris dkk. (1985) menyatakan
bahwa strategi merupakan respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap
peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat
memengaruhi organisasi. Hamel dan Prahalad (1995) mendefinisikan strategi
20
sebagai tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus
menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan
oleh pelanggan di masa depan dan hampir selalu dimulai dari apa yang dapat
terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Sedangkan Halim mengartikan
strategi sebagai suatu cara dimana organisasi atau lembaga akan mencapai
tujuannya sesuai dengan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan
eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal.
Jadi apabila disimpulkan dari beberapa definisi diatas maka strategi
dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan terus menerus oleh
suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan
peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta
sumber daya dan kemampuan internal yang dimiliki. Strategi hampir selalu
dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.
Menurut Umar (2005) pada prinsipnya strategi dapat dikelompokkan
berdasarkan tiga level atau tingkatan strategi sebagai berikut.
a. Strategi Korporasi atau Strategi Perusahaan
Strategi korporasi atau strategi perusahaan adalah strategi yang
menggambarkan arah perusahaan atau organisasi secara keseluruhan,
mengenai sikap perusahaan terhadap arah pertumbuhan dan manajemen
berbagai bisnis dan lini produk maupun jasa untuk mencapai keseimbangan
portofolio.
b. Strategi Bisnis atau Strategi Bersaing
21
Strategi bisnis atau strategi bersaing biasanya dikembangkan pada level divisi
dan menekankan pada perbaikan posisi persaingan produk barang atau jasa
perusahaan atau organisasi dalam industri khusus atau segmen pasar yang
dilayani oleh divisi tersebut.
c. Strategi Fungsional
Strategi fungsional adalah strategi yang menekankan pada pemaksimalan
sumber daya produktivitas, strategi fungsional dikembangkan untuk
mengumpulkan bersama-sama berbagai aktivitas dan kompetensi guna
memperbaiki kinerja perusahaan atau organisasi.
Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana tiga level atau tingkatan strategi
membentuk lingkungan eksternal dari level berikutnya pada suatu perusahaan atau
organisasi.
Gambar 2.1.
Tingkatan Strategi (Umar, 2005)
Kantor PusatPerusahaan
Unit BisnisStrategis
Unit BisnisStrategis
Unit BisnisStrategis
Produksi Keuangan Pemasaran SDM
StrategiPerusahaan
Strategi Bisnis(Level Divisi)
StrategiFungsional
22
Menurut Hunger dan Wheelen (2003) proses manajemen strategis
meliputi empat elemen dasar sebagai berikut.
a. Pengamatan Lingkungan (Environmental Scanning).
Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan eksternal untuk melihat
kesempatan dan ancaman, serta lingkungan internal untuk melihat kekuatan
dan kelemahan. Faktor-faktor yang paling penting untuk masa depan
perusahaan disebut faktor-faktor strategis.
b. Perumusan Strategi.
Perumusan strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk
manajemen yang efektif dari peluang dan ancaman lingkungan yang dilihat
dari kekuatan dan kelemahan perusahaan. Perumusan strategi meliputi
penentuan misi perusahaan, tujuan yang akan dicapai, pengembangan strategi
dan menetapkan pedoman kebijakan.
c. Implementasi Strategi
Implementasi strategi adalah proses dimana manajemen mewujudkan strategi
dan kebijakannya dalam tindakan melalui pengembangan program, anggaran
dan prosedur. Proses tersebut meliputi perubahan budaya secara menyeluruh,
struktur dan atau sistem manajemen dari organisasi secara keseluruhan.
d. Evaluasi dan pengendalian
Evaluasi dan pengendalian adalah proses monitor dan perbandingan kinerja
antara kinerja yang sesungguhnya dengan kinerja yang diinginkan. Informasi
hasil perbandingan tersebut dapat digunakan dalam melakukan tindakan
perbaikan dan memecahkan masalah, selain itu evaluasi dan pengendalian
23
juga dapat menunjukkan secara tepat kelemahan-kelemahan dalam
implementasi strategi sebelumnya dan mendorong perbaikan strategi.
Alur proses manajemen strategis akan ditampilkan pada Gambar 2.2
berikut.
Gambar 2.2.
Proses Manajemen Strategis (Hunger dan Wheelen, 2003)
Dalam strategi pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih, teori
perencanaan digunakan untuk merencanakan pengelolaan potensi ekowisata agar
dapat bermanfaat bukan saja pada bidang sosial dan ekonomi namun juga
terhadap pelestarian lingkungan di Subak Jatiluwih. Langkah pertama untuk
merencanakan strategi pengelolaan dimulai dengan pengamatan lingkungan baik
lingkungan internal dan eksternal, lingkungan internal tediri dari kekukan dan
kelemahan serta potensi-potensi yang ada di Subak Jatiluwih, sedangkan
lingkungan eksternal terdiri dari peluang dan ancaman yang dapat memperngaruhi
ImplementasiStrategi
Anggaran
Program
Prosedur
PerumusanStrategi
Strategi &Kebijakan
Misi
Tujuan
PengamatanLingkungan
Eksternaldan Internal
Evaluasi &pengendalian
Kinerja
Umpan Balik
24
kondisi di Subak Jatiluwih. Langkah kedua adalah perumusan strategi. Hal
tersebut dilakukan dengan menentukan misi, tujuan dan strategi atau kebijakan
yang akan diterapkan dalam pengelolaan potensi ekowsaita di Subak Jatiluwih.
Langkah ketiga adalah mengimplementasikan strategi atau kebijakan tersebut
melalui program dan anggaran. Langkah terakhir adalah evaluasi dan
pengendalian atas strategi atau kebijakan yang diimplementasikan. Hal tersebut
dilakukan perbandingan kinerja dalam mengelola potensi ekowisata di Subak
Jatiluwih antara kinerja yang sesungguhnya dengan kinerja yang diinginkan,
selain hal tersebut proses evaluasi juga memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam
implementasi strategi pengelolaan potensi ekowisata sebelumnya dan mendorong
perbaikan strategi sehingga sesuai dengan visi dan tujuan yang ditetapkan.
2.3.2.Teori Pengelolaan
Istilah pengelolaan erat hubungannya dengan manajemen. Manajemen
merupakan bentuk terjemahan dari kata management yang berasal dari bahasa
Inggris yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti
pengelolaan. Tery (dalam Burhanudin, 2009) menyatakan bahwa manajemen
meliputi empat proses yaitu Planning atau perencanaan, Organizing atau
pengorganisasian, Actuating atau pelaksanaan dan Controlling atau pengendalian.
Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan.
25
Pengelolaan juga berarti suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang
dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam
mencapai tujuan tertentu. Secara umum pengelolaan dapat juga diartikan sebagai
upaya strategis untuk pencapaian tujuan, rumusan mekanisme kerja, rangkaian
kebijakan yang perlu diambil atau dilakukan untuk mengembangkan organisasi.
Menurut Wardoyo (dalam Suryawan, 2012) pengelolaan adalah suatu rangkaian
kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari
penjelasan beberapa definisi pengelolaan dapat disimpulkan bahwa pengelolaan
adalah serangkaian kebijakan yang diambil atau dilakukan yang memuat
mekanisme perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan
memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk menghasilkan tujuan tertentu
yang sudah ditetapkan. Unsur-unsur pengelolaan menurut Tery (dalam
Burhanudin, 2009) adalah:
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan perhitungan dan penentuan tentang apa yang akan
dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, dimana hal tersebut
menyangkut tempat, oleh siapa atau siapa yang melaksanakan dan bagaimana
tata cara mencapai hal tersebut. Perencanaan merupakan suatu proses yang
dilakukan terus menerus setiap kali timbul sesuatu yang baru, untuk
mempersiapkan serangkaian keputusan dalam melakukan tindakan untuk
mencapai tujuan dalam organisasi, dengan atau tanpa menggunakan sumber-
sumber yang ada. Sebuah perencanaan yang baik adalah yang dilakukan
26
secara rasional, sistematis dan analitis serta dapat dilaksanakan dan menjadi
panduan langkah-langkah selanjutnya.
b. Pengorganisasian (Organizing)
Dalam suatu organisasi diperlukan adanya kerjasama antara dua orang atau
lebih untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Organisasi merupakan
suatu proses untuk merancang struktur formal, pengelompokan dan mengatur
serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi
agar tujuan organisasi dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan dalam
organisasi orang-orang yang dipilih harus memiliki kemampuan dan
kompetensi dalam melakukan tugas atau posisi tertentu. Oleh karena itu perlu
dalam pengorganisasian yang perlu diperhatikan adalah proses perekrutan,
penempatan, pemberian pelatihan dan pengembangan anggota-anggota dalam
sebuah organisasi.
c. Pelaksanaan atau Pengarahan (Actuating)
Pelaksanaan atau pengarahan adalah keinginan untuk membuat orang lain
mengikuti keinginan yang telah ditentukan dengan menggunakan kekuatan
pribadi atau kekuasaan secara efektif demi kepentingan jangka panjang
perusahaan, termasuk didalamnya memberitahukan kepada orang apa yang
harus dilakukan dengan tujuan agar tugas-tugas yang dilaksanakan dapat
terlaksana dengan baik. Pelaksanaan atau pengarahan juga berarti bahwa
pimpinan atau manajer mengarahkan, memimpin dan mempengaruhi
bawahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Manajer atau pimpinan tidak
melakukan semua kegiatan sendiri melainkan menyelesaikan tugas-tugas
27
esensial melalui orang-orang lain, dan menciptakan iklim yang dapat
membantu para bawahan melakukan pekerjaan dengan baik. Fungsi
pengarahan dan pelaksanaan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan
efesiensi kerja secara maksimal serta menciptaan lingkungan kerja yang
sehat, dinamis untuk mencapai tujuan dari sebuah organisasi.
d. Pengendalian (Controlling)
Pengawasan adalah kegiatan membandingkan atau mengukur kegiatan yang
sedang atau sudah dilakukan dengan kriteria, norma-norma standar atau
rencana-rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan merupakan
bagian terakhir dari fungsi manajemen yang dilaksanakan untuk mengetahui
apakah semua kegiatan telah dapat dilaksanakan dan berjalan sesuai rencana,
apa hambatan dalam pelaksanaan, serta untuk meningatkan efesiensi dan
efektifitas organisasi.
Dengan demikian, perencanaan merupakan proses awal dari suatu
kegiatan pengelolaan yang keberadaanya sangat diperlukan dalam memberikan
arah dan patokan dalam suatu kegiatan. Pengorganisasian berkaitan dengan
penyatuan seluruh sumber daya yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan
pelaksanaan kegiatan. Tahap selanjutnya adalah pengarahan dan pelaksanaan
kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap
terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk
memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah
direncanakan tercapai dengan baik.
28
2.3.3.Lingkungan
Lingkungan adalah suatu sistem komplek yang berada di luar individu
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme. Setiap
organisme hidup dalam lingkungannya masing-masing. Faktor-faktor yang ada
dalam lingkungan selain berinteraksi dengan organisme juga berinteraksi dengan
sesama faktor tersebut, sehingga sulit untuk memisahkan dan mengubahnya tanpa
mempengaruhi bagian lain dari lingkungan tersebut. Oleh karena itu, untuk dapat
memahami faktor-faktor lingkungan digolongkan menjadi dua kategori yaitu
(Irwan, 2012):
a. Lingkungan Abiotik
Lingkungan abiotik adalah unsur lingkungan yang terdiri dari benda-benda
tidak hidup seperti suhu, udara, cahaya, atmosfer, tanah, air, api, iklim dan
lain sebagainya.
b. Lingkungan Biotik
Lingkungan Biotik adalah unsur lingkungan yang terdiri dari mahluk hidup
seperti manusia, hewan, tumbuhan, mikroba dan lain sebagainya.
Menurut Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup, termasuk manusia, dan
perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia dan makhluk hidup lain. Menurut Otto Soemarwoto (dalam Wesnawa,
2005) mendefinisikan lingkungan sebagai jumlah semua benda dan kondisi yang
ada di dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita, oleh
29
karena itu lingkungan harus diartikan secara luas yaitu tidak saja lingkungan fisik
dan biologi namun juga lingkungan ekonomi, sosial dan budaya. Dari beberapa
definisi lingkungan tersebut dapat ditarik suatu benang merah bahwa lingkungan
terdiri dari lingkungan fisik (Abiotik/A), lingkungan biotik (B) serta lingkungan
sosial dan budaya (C).
Keadaan lingkungan dan ketiga komponennya saling terikat dan saling
mempengaruhi. Sebagai contoh keberadaan tanaman bunga di Bali didukung oleh
budaya masyarakat Bali yang memerlukan berbagai jenis bunga untuk kebutuhan
sesaji, sehingga komponen sosial dan budaya secara tidak langsung mendukung
menghubungkan lingkungan yang berkearifan lokal dengan etika lingkungan.
Etika lingkungan adalah sebagai landasan dasar dari pengelolaan lingkungan yang
berkearifan lokal. Kearifan lokal adalah sesuatu yang telah dilakukan secara
turun-temurun dalam suatu kawasan tertentu, dan hal itu telah dianggap baik dan
telah teruji oleh waktu, yang menyebabkan terjadinya keberlanjutan. Sementara
itu, etika adalah ketentuan tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukan oleh
seseorang dalam suatu kawasan tertentu, sehingga memungkinkan terjadinya
keberlanjutan. Gambar 2.3 akan menjelaskan hubungan antara unsur-unsur
lingkungan seperti unsur abiotik (A), biotik (B), dan budaya atau Culture (C),
yang saling saling berkaitan dengan berlandaskan pada etika lingkungan (E).
30
Gambar 2.3.
Etika Lingkungan Sebagai Dasar Pengelolaan Lingkungan Berkearifan Lokal
(Suarna, 2007)
2.3.4.Ekowisata
Ekowisata atau ecotourism berasal dari dua kata yaitu eco atau ecology
yang dalam bahasa Indonesia berarti ekologis dan kata tourism yang berarti wisata
atau perjalanan. Ekowisata adalah adalah suatu bentuk pariwisata berbasis alam.
The International Ecotourism Society (TIES) yang sebelumnya dikenal sebagai
The Ecotourism Society (TES) pada tahun 1991 mengartikan ekowisata sebagai
perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah alami yang melestarikan
lingkungan dan menopang kesejahteraan masyarakat lokal. World Conservation
Union pada 1996 menyatakan pengertian ekowisata sebagai perjalanan yang
bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kunjungan ke daerah alami untuk
menikmati dan menghargai alam (dan semua fitur budaya yang ada baik dulu dan
sekarang) mempromosikan konservasi, memiliki dampak negatif rendah dari
kedatangan pengunjung, dan menyediakan keterlibatan sosial ekonomi yang
menguntungkan masyarakat setempat
A
B C
E
31
Zifer (1989) menyatakan bahwa ekowisata adalah “a form of tourism
inpsired by the natural history of an area, including its indigeniouse cultures, the
ecototist visit underdeveloped areas in the spirit of the appreciation, participation
and sesitivity”. Namun, pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu
bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian alam (natural area),
memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi
masyarakat setempat.
Sejak tahun 1990 oleh LSM, ahli pembangunan dan akademisi
ekowisata diformulasikan sebagai alat pembangunan berkelanjutan, karena
ekowisata mengacu pada seperangkat komponen dan prinsip dan untuk segmen
pasar tertentu. Wood (2002) menjabarkan komponen ekowisata adalah sebagai
berikut.
a. Berkontribusi untuk konservasi keanekaragaman hayati.
b. Menopang kesejahteraan masyarakat setempat.
c. Menambah pengalaman belajar.
d. Melibatkan tindakan yang bertanggung jawab dari pihak wisatawan dan
industri pariwisata.
e. Diberikan kepada kelompok usaha kecil.
f. Penggunaan sumber daya tak terbarukan serendah mungkin.
g. Menekankan partisipasi masyarakat setempat baik kepemilikan maupun
peluang bisnis, terutama bagi masyarakat pedesaan.
Prinsip-prinsip ekowisata menurut Wood (2002) adalah sebagai berikut.
a. Meminimalkan dampak negatif terhadap alam dan budaya setempat.
32
b. Mendidik wisatawan pentingnya konservasi.
c. Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab, bekerja sama
dengan pemerintah daerah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
setempat dan memberikan manfaat konservasi.
d. Sumber pendapatan langsung untuk konservasi dan pengelolaan kawasan
alam.
e. Menekankan perlunya zonasi pariwisata regional dan rencana pengelolaan
pengunjung untuk salah satu daerah atau kawasan alam yang dijadwalkan
untuk menjadi tujuan ekowisata.
f. Menekankan penggunaan studi dasar lingkungan dan sosial, serta program
pemantauan jangka panjang, untuk menilai dan mengurangi dampak negatip.
g. Memaksimalkan manfaat ekonomi, bisnis dan masyarakat setempat yang
tinggal di daerah sekitar.
h. Memastikan bahwa pengembangan pariwisata tidak melebihi batas sosial dan
lingkungan yang dapat diterima yang ditentukan para peneliti dengan
penduduk setempat.
i. Bergantung pada infrastruktur yang dikembangkan selaras dengan
lingkungan, meminimalkan penggunaan bahan bakar fosil, melestarikan
tanaman lokal dan satwa liar, dan pencampuran dengan lingkungan alam dan
budaya.
Ekowisata merupakan bagian dari komponen pariwisata berkelanjutan.
Gambar 2.4 memberikan gambaran posisi dari ekowisata dalam proses
pengembangan bentuk-bentuk pariwisata berkelanjutan. Gambar 2.4 juga
33
memberikan gambaran bahwa ekowisata pada dasarnya merupakan bagian utama
dari wisata alam yang berkelanjutan, dan merupakan elemen dari wisata desa dan
wisata budaya.
Gambar 2.4.
Ekowisata sebagai suatu konsep pembangunan berkelanjutan (Wood, 2002)
Pada saat ini ekowisata telah berkembang, wisata tidak hanya sekedar
untuk melakukan pengamatan burung, mengendarai kuda, menelusuri hutan
belantara, namun telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk
lokal. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat
yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial.
Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi, oleh karena itu ekowisata
disebut sebagai perjalanan wisata yang bertanggung jawab.
Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan
prinsip konservasi, bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga
34
menggunakan strategi konservasi, dengan demikian ekowisata sangat tepat dalam
mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami.
Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam juga dapat ditingkatkan kualitasnya
karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler. Dalam ekowisata pengelolaan
alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan,
sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan
sumber daya alam untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, hal tersebut
sejalan dengan definisi yang dinyatakan oleh The International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (1980), bahwa konservasi adalah
usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil
yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang.
2.3.5.Potensi Ekowisata
Ekowisata saat ini menjadi salah satu pilihan untuk mempromosikan
suatu lingkungan yang khas dengan tetap menjaga kelestarianya, sekaligus
menjadi suatu kawasan kunjungan wisata sehinga dapat memberikan manfaat
ekonomi bagi masyarakat sekitar. Potensi ekowisata adalah semua obyek baik
alam, budaya dan buatan yang memerlukan banyak penanganan agar dapat
memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan (Damanik dan Weber, 2006).
Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, istilah obyek wisata diganti menjadi daya tarik wisata yang
mengandung pengertian segala sesuatu keunikan, keindahan dan nilai berupa
35
keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjai
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Dari definisi potensi ekowisata sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
potensi ekowisata kelangsungan hidupnya sangat peka terhadap kerusakan
lingkungan. Potensi ekowisata tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya
lingkungan yang baik. Pengembangan potensi ekowisata harus memperhatikan
terjaganya mutu lingkungan, sebab dalam mengembangkan ekowisata lingkungan
dan keunikan budaya itulah yang sebenarnya dijual.
Potensi ekowisata berhubungan erat dengan penawaran wisata, menurut
Damanik dan Weber (2006) terdapat empat elemen penawaran wisata yaitu atraksi
yang dapat diartikan sebagai daya tarik wisata baik yang bersifat nampak
(tangible) maupun yang tidak nampak (intangible) yang memberikan kenikmatan
kepada wisatawan. Atraksi dapat dibagi menjadi atraksi alam, budaya dan buatan.
Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang
menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata, mulai
dari darat, laut sampai udara, dan tidak hanya menyangkut aspek kuantitas namun
juga mutu, ketepatan waktu, kenyamanan dan keselamatan. Amenitas adalah
infrastruktur yang tidak berkaitan langsung dengan pariwisata, namun menjadi
bagian dari kebutuhan wisatawan seperti bank, penukaran uang, telekomunikasi,
dan persewaan kendaraan. Ancillary adalah lembaga pariwisata. Wisatawan akan
semakin sering mengunjungi dan mencari Daerah Tujuan Wisata (DTW) apabila
di daerah tersebut wisatawan dapat merasakan keamanan dan terlindungi untuk
36
melaporkan maupun mengajukan kritik dan saran kepada lembaga yang
menangani pariwisata di suatu DTW.
Potensi kawasan ekowisata di Indonesia sangat besar. Daya tarik
tersebut tersebar di darat baik dalam kawasan hutan konservasi maupun di laut
(dalam bentuk taman nasional laut). Kajian atas sembilan kawasan konservasi di
Indonesia, dilakukan oleh Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam,
Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Japan International Cooperation
Agency (JICA) dan RAKATA pada tahun 2000, memperlihatkan tidak saja
keunikan tetapi juga keragaman objek merupakan potensi besar pengembangan
ekowisata. Hampir semua daya tarik wisata (DTW) tersebut sudah beroperasi dan
banyak menarik wisatawan (Damanik dan Weber, 2006).
Keanekaragaman DTW menjadi salah satu keunggulan komparatif
produk pariwisata di pasar internasional namun demikian harus diakui bahwa
DTW tersebut secara faktual belum mampu memenuhi standar produk yang
dapat dijual di pasar. Banyak DTW yang hanya menawarkan objek apa
adanya, dalam arti hampir tanpa kemasan dan juga tanpa target pasar yang
jelas. Keragaman DTW tersebut hanya memberikan keuntungan optimal apabila
dikembangkan berdasarkan hasil-hasil perencanaan yang terukur.
2.3.6.Subak
Pengertian subak secara normatif dapat ditemui pada Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 1972 tentang Sistem Irigasi. Dalam Perda tersebut subak
didefinisikan sebagai suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik
37
sosio-agraris-religius yang merupakan perkumpulan petani yang mengeola air
irigasi pada lahan persawahan. Pengertian subak pada perda tersebut terlihat
terlalu bersifat umum, sehingga tidak mampu lagi menjawab perkembangan sosial
yang melibatkan subak seperti semakin meningkatnya jumlah subak seiring
dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Bali yang memberikan hibah setiap tahun
kepada semua subak yang ada di Bali yang menyebabkan peningkatan jumlah
subak tiap tahunnya.
Windia dan Wiguna (2013) mendefinisikan subak sebagai suatu
organisasi petani pengelola air irigasi yang memiliki kawasan sawah, sumber air,
pura subak dan bersifat otonom. Dari definisi subak tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa subak memiliki batasan-batasan yaitu memiliki area
persawahan, memiliki sumber air irigasi baik dari mata air, dam, empelan,
bangunan pembagi air atau temuku. Memiliki Pura Subak baik berupa bedugul
atau ulunsui dan bersifat otonom. Dengan pengertian subak tersebut menjadikan
luas subak di Bali sangat bervariasi, ada subak yang luasnya hanya tiga hektar
atau bahkan hingga 300 hektar. Hal tersebut memang sudah terjadi sejak jaman
dulu kala. Semua sawah yang ada di Bali pasti tergabung ke dalam subak tertentu,
selain luasnya yang bervariasi, struktur pengurus, jumlah anggota, peraturan
(awig-awig) dan iuran anggotanya juga sangat bervariasi. Hal tersebut
menyebabkan lembaga subak di Bali bersifat spesifik lokal, fleksibel dan otonom,
hal tersebut dapat disebut sebagai salah satu kekuatan subak di Bali. Sketsa dari
sistem subak yang ada di Bali seperti pada Gambar 2.5.
38
Gambar 2.5.
Sketsa Sistem Subak di Bali (Windia dan Wiguna, 2013)
Selanjutnya Pusposutardjo dan Arif (dalam Windia dan Wiguna, 2013)
meninjau subak sebagai sistem teknologi dari suatu sosio kultural masyarakat
yang menyimpulkan bahwa sistem irigasi termasuk subak merupakan suatu proses
transformasi sistem kultural masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga sub
sistem yaitu, sub sistem budaya (termasuk pola pikir, norma dan nilai), sub sistem
sosial (termasuk ekonomi), dan sub sistem kebendaan (termasuk teknologi).
Kekuatan sistem irigasi yang berlandaskan sosio kultural masyarakat adalah
karena kemampuannya untuk menyerap teknologi yang berkembang pada kurun
waktu tertentu, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan budaya
yang ada di lingkungan sekitar. Di samping beberapa kekuatan tersebut, sistem
irigasi yang bersifat sosio kultural juga memiliki beberapa kelemahan antara lain
tidak sanggup menahan intervensi dari pihak luar, khususnya yang berkaitan
dengan alih fungsi lahan yang sangat cepat, apabila jumlah sawah menjadi sedikit
39
maka pengelolaan subak akan semakin sulit yang pada akhirnya akan
menghancurkan sistem subak itu sendiri.
2.4 Model Penelitian
Status Subak Jatiluwih sebagai bagian dari Kawasan Catur Angga
Batukaru penerima nominasi warisan budaya dunia dari UNESCO dan dalam
Peraturan Daerah RTRW Provinsi Bali merupakan kawasan strategis dari sudut
pandang sosial budaya, oleh karena itu dalam pengembangan Subak Jatiluwih agar
dapat memberikan manfaat sosial, ekonomi bagi masyarakat sekitar serta
pelestarian lingkungan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan
kegiatan ekowisata di Subak Jatiluwih. Pengembangan Subak Jatiluwih sebagai
daerah ekowisata perlu diketahui potensi dan kendala pengelolaan lingkungan
ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih, bagaimana gambaran pengelolaan potensi
lingkungan ekowisata yang ada di masa sekarang dan bagaimana strategi
pengelolaannya di masa depan. Permasalahan tersebut dijawab dengan melakukan
analisis menggunakan beberapa teori seperti teori strategi, teori pengelolaan, teori
potensi, lingkungan dan teori ekowisata serta beberapa konsep yang digunakan
seperti konsep potensi ekowisata, konsep pengelolaan lingkungan ekowisata dan
konsep strategi pengelolaan, sehingga dihasilkan potensi dan kendala pengelolaan
lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih, gambaran pengelolaan lingkungan di
Subak Jatiluwih pada masa sekarang dan strategi pengelolaan lingkungan di Subak
Jatiluwih di masa yang akan datang. Strategi pengelolaan yang sudah ditentukan
tersebut kemudian dianalisis kembali untuk merumuskan strategi yang paling baik
40
atau menentukan skala prioritas atau rangking dari strategi-strategi yang akan
diimplementasikan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata Subak Jatiluwih.
Tiap-tiap strategi yang telah ditentukan kemudian dijabarkan dalam bentuk
beberapa program kerja yang mencermikan strategi tersebut. Proses penjabaran
program-program kerja lebih mengacu kepada interpretasi dari strategi utama.
Model dari penelitian ini akan ditampilkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6.
Model Penelitian
Lingkungan Subak Jatiluwih1. Status sebagai Warisan Budaya Dunia Dari UNESCO.2. Meningkatnya kunjungan wisatawan3. Meningkatnya pembangunan dan pengembangan pariwisata.4. Laju kerusakan lingkungan akibat pembangunan dan
pengembangan pariwisata diperkirakan akan meningkat.5. Pengelolalaannya belum maksimal.6. Merupakan kawasan strategis dari sudut sosial budaya
Teori EkowisataTeori Potensi
Teori PerencanaanTeori Pengelolaan
Teori Lingkungan
Apa potensi dan kendalapengelolaan lingkunganekowisata di Subak Jatiluwih?
Bagaimana pengelolaanlingkungan ekowisata di SubakJatiluwih pada saat ini?
Bagaimana strategipengelolaan lingkunganekowisata di Subak Jatiluwihdi masa mendatang?
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini secara detail memaparkan keadaan dan kondisi yang
berhubungan dengan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.
Lingkungan tersebut meliputi kondisi fisik (abiotik), kondisi flora dan fauna
(biotik) kondisi sosial, kondisi ekonomi masyarakat (culture) dan pengelolaan
lingkungan ekowisata pada saat ini, disertai dengan data-data dan fakta yang
berhubungan dengan hal tersebut, untuk dapat menggali potensi lingkungan
ekowisata yang ada. Setelah mendapatkan potensi lingkungan ekowisata, data
tersebut digabungkan dengan peraturan atau kebijakan yang ada dan status Subak
Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia untuk mendapatkan strategi pengelolaan
potensi lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di masa depan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian ini termasuk penelitian eksploratif (Explorative research).
Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan dari penelitian ini, dimana penelitian ini
bertujuan untuk mengekplorasi potensi lingkungan ekowisata dan merumuskan
strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Dengan demikian
dapat menjawab tantangan bagaimana pariwisata dapat berkontribusi secara nyata
terhadap kelestarian lingkungan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
42
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel
Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih berjarak tempuh kurang lebih 30 menit dari
kota Kecamatan atau sekitar 14 km dan berjarak tempuh kurang lebih 50 menit
atau sekitar 26 km memiliki dari kota kabupaten. Subak Jatiluwih dengan luas
wilayah sekitar 348 ha, seperti digambarkan pada Gambar 3.1. Pemilihan lokasi
dan waktu penelitian dilaksanakan secara sengaja atau purposive dengan
pertimbangan sebagai berikut.
a. Status Subak Jatiluwih adalah bagian dari Kawasan Catur Angga Batukaru
penerima warisan budaya dunia dari UNESCO, sehingga kelestariannya harus
dijaga agar tetap menjadi kebangaan masyarakat Bali.
b. Dalam Perda RTRW Provinsi Bali Kawasan Jatiluwih merupakan salah satu
kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya, sehingga dalam
pengembangannya harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
c. Adanya kunjungan wisatawan baik wisatawan domestik dan mancanegara ke
Subak Jatiluwih yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
d. Berpotensi untuk dikembangkan menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW)
berbasis ekowisata.
e. Pengelolalaan lingkunganya belum maksimal sehingga belum dapat
memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.
43
Gambar 3.1.
Lokasi Penelitian di Subak Jatiluwih
(Sumber Citra Google Earth dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali)
44
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1.Jenis Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu sebagai berikut.
1. Data kualitatif, adalah data yang berbentuk uraian berupa rangkaian
kata-kata atau kalimat. Data kualitatif dalam penelitian ini antara lain
adalah data kondisi fisik, kondisi sosial, kondisi ekonomi, dan
pengelolaan serta faktor kekuatan, kelemahan dan faktor ancaman
maupun peluang di Subak Jatiluwih
2. Data kuantitatif, adalah data yang berbentuk angka yang dapat
dikuantifikasi yang umumnya berupa angka pasti, baik dengan satuan
maupun dalam bentuk ordinal. Data kuantitatif dalam penelitian ini
antara lain, luas sawah, banyaknya wisatawan, pembobotan,
perangkingan dan penilaian narasumber terhadap hal-hal yang
ditanyakan.
3.3.2.Sumber Data
Pada penelitian ini terdapat dua sumber data yaitu data primer dan data
sekunder.
1. Data primer adalah data yang diperloleh dari sumber pertama atau
secara langsung diperoleh pada tempat penelitian di Subak Jatiluwih,
baik secara lisan maupun tertulis dari informan dan narasumber. Data
tersebut meliputi hasil observasi, wawancara dengan informan baik dari
45
instansi pemerinah, dan pengurus subak serta data hasil pengisian
angket.
2. Sumber sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari pihak pertama
melainkan dari pihak-pihak tertentu terkait dengan penelitian ini. Data
tersebut dapat berupa dokumen atau arsip resmi seperti luas dan pemilik
Subak Jatiluwih serta data kunjungan wisatawan.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan dalam penelitian
ini baik dalam proses identifikasi, pengumpulan data, analisis data dan
pengambilan keputusan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain sebagai berikut.
1. Perangkat Keras
Berupa Komputer, kamera digital, dan global positioning system (GPS).
2. Perangkat Lunak, antara lain adalah:
Microsoft Excel untuk proses analisis data, dan Microsoft Word untuk
1. Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan.2. Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah.3. Memiliki sumber mata air alami dan air terjun.4. Memiliki varietas beras merah unggulan yang sudah terkenal.5. Sudah memiliki lembaga pengelola.6. Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukup memadai.7. Aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan
berwawasan lingkungan.
1. Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber airmenyebabkan lahan persawahan rentan mengalami kekeringan.
2. Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi dankondisi curah hujan yang tinggi bepotensi menyebabkan longsor.
3. Minimnya kualitas SDM terutama dalam penguasan bahasa asing.4. Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet
umum.5. Pengelolaan potensi subak belum maksimal (kebanyakan wisatawan
hanya melihat pemandangan sawah dari pinggir jalan utama).6. Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurang memadai.7. Konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak, dengan
pemerintah dan swasta.PELUANG (OPPORTUNITIES) Strategi SO Strategi WO
a. Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari UNESCO.b. Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisata berbasis lingkungan
yang cenderung meningkat.c. Merupakan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan
dan budaya.d. Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembada pangan.e. Perubahan paradigma terhadap bahan makanan organik terutama beras
dan beras merah yang cenderung meningkat.f. Banyak sumber dana yang secara tidak langsung mengarah pada
pengembangan kepariwisataan seperti perbaikan lingkungan.g. Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluang terus meningkat
karena berhubungan dengan kepuasan wisatawan dan kelengkapanfasilitas penunjang.
1. Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budayadan alam (2, 3, 4, 6, 7 – a, b, c, g)
2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih (4 –d, e)
3. Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalinkerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait (5 – d, f)
4. Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasanpelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan(1, 7 – b, c)
2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM (3, 5 – b, g).3. Peningkatan produksi beras merah organik (5 – d, e)
ANCAMAN (THREATS) Strategi ST Strategi WT
a. Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaanpotensi.
b. Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkankekeringan dan musim hujan berkepanjangan.
c. Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yang dapat menyebabkanpencemaran.
d. Meningkatnya kunjungan wisatawan akan meningkatkan alih fungsilahan.
e. Kebijakan pemerintah yang belum jelas.f. Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah.g. Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusak tanaman
padi.
1. Memperkenalkan keunikan potensi alam subak jatiluwih danberas merah (2, 3, 4, 6, 7 – a)
2. Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atauperda RTRW (1, 5, 7 – b, c, d, e)
3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi (2,3, 5, 6, 7 – f)
4. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu (2, 4– e, g)
1. Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasiserta pemantauan debit sumber air (1, 2, 7 – b)
2. Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan anggotasubak (3 - c, f)
3. Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana danprasarana penunjang (3, 4, 6 – f)
4. Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian insentifbagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan ( - d, e, f)
135
Analisis SWOT didasarkan pada logika untuk memaksimalkan
kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Guna mewujudkan
pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih terdapat empat strategi yang
dapat digunakan untuk pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih
(Tabel 7.6) sebagai berikut.
7.1.4.1. Strategi Strength Opportunities (SO)
Strategi SO adalah strategi yang meningkatkan indikator kekuatan yang
dimiliki Subak Jatiluwih dengan cara memanfaatkan indikator peluang-peluang
yang ada dalam mengelola lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu sebagai
berikut.
1. Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan
alam (SO1).
2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih (SO2).
3. Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalin
kerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait (SO3).
4. Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasan
pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan (SO4).
7.1.4.2. Strategi Strength Threats (ST)
Strategi ST adalah strategi yang bertujuan meningkatkan kekuatan yang
dimiliki untuk menimimalkan ancaman-ancaman yang muncul dalam pengelolaan
lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu sebagai berikut.
136
1. Memperkenalkan keunikan potensi alam Subak Jatiluwih dan beras
merah (ST1).
2. Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atau perda
RTRW (ST2).
3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi (ST3).
4. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu (ST4).
7.1.4.3. StrategiWeakness Opportunities (WO)
Strategi WO adalah strategi yang bertujuan untuk meminimalkan
kelemahan yang ada dengan dengan cara memanfaatkan peluang-peluang yang
dimiliki dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu
sebagai berikut.
1. Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian, saluran
irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata (WO1).
2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM (WO2).
3. Peningkatan produksi beras merah organik (WO3).
7.1.4.4. StrategiWeakness Threats (WT)
Strategi WT adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi
kelemahan yang ada sehingga dapat memperkecil atau mengilangkan ancaman
yang muncul dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu
sebagai berikut.
137
1. Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasi
serta pemantauan debit sumber air (WT1).
2. Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan
anggota subak (WT2).
3. Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana dan
prasarana penunjang (WT3).
4. Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian insentif
bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan (WT4).
7.1.5.Analisis QSPM
Analisis QSPM atau Quantitative Strategies Planning Matrix adalah
suatu alat atau tools yang digunakan untuk menentukan ketertarikan relatif dari
strategi-strategi alternatif yang telah dipilih untuk merumuskan strategi yang
paling baik atau untuk menentukan skala prioritas strategi yang akan
diimplementasikan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.
Analisis QSPM dimulai dengan merumuskan nilai ketertarikan narasumber
terhadap sejumlah strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT. Ketujuh
narasumber diminta memberikan nilai ketertarikan (Attractive Score) terhadap
sejumlah strategi yang telah dirumuskan. Hasil nilai ketertarikan (Attractive
Score) dari narasumber terdapat pada Lampiran 18, sedangkan hasil rata-rata nilai
ketertarikan (Attractive Score) dari narasumber seperti ditunjukan pada Tabel 7.7.
138
Tabel 7.7
Hasil Rata-Rata Nilai Ketertarikan (Attractive Score)
Strategi Strength Opportunities (SO) Rata-Rata AS
1. Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budayadan alam 3,571
2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih 2,857
3. Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalinkerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait 2,857
4. Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasanpelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan 3,286
Strategi Strength Threats (ST) Rata-Rata AS
1. Memperkenalkan keunikan potensi alam subak jatiluwih danberas merah 3,286
2. Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atauperda RTRW 3
3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi 34. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu 3
Strategi Weaknesses Opportunities (WO) Rata-Rata AS
1. Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasiserta pemantauan debit sumber air. 5,143
2. Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dananggota subak. 4,571
3. Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana danprasarana penunjang. 6
4. Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberianinsentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan. 5,714
Diolah oleh: Peneliti (2015)
Hasil analisis QSPM seperti pada Tabel 7.8 menunjukkan bahwa
strategi dengan nilai TAS tertinggi adalah pengelolaan lingkungan ekowisata
berbasis pertanian, budaya dan alam dengan nilai 7,143, disusul Peningkatan
ketrampilan dan kualitas SDM dengan nilai 6,857. Pada posisi ketiga terdapat tiga
strategi dengan nilai TAS yang sama yaitu strategi meningkatkan partisipasi
anggota subak dalam pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan
perundang undangan, strategi memperkenalkan keunikan potensi alam subak
jatiluwih dan beras merah, dan strategi peningkatan kualitas lingkungan, sarana
prasana pertanian, saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata dengan nilai
masing-masing 6,571.
141
Tingginya nilai TAS strategi pengelolaan lingkungan ekowisata
berbasis pertanian, budaya dan alam menunjukkan bahwa strategi ini mempunyai
prioritas utama untuk direalisasikan dibandingkan dengan strategi-strategi lainnya.
Tingginya nilai TAS pada suatu strategi juga menandakan tingginya ketertarikan
narasumber terhadap strategi tersbut. Selain hal tersebut strategi pengelolaan
lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan alam memang dianggap
sesuai dengan karakteristik ekowisata yang lebih bertanggung jawab secara
lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap konservasi
lingkungan dan budaya, sehingga dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di
Subak Jatiluwih diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam, lingkungan
dan budaya setempat.
7.2. Program Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih
Setelah menentukan strategi utama dalam pengelolaan lingkungan
ekowisata di Subak Jatiluwih. Strategi tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk
beberapa program kerja yang mencermikan strategi tersebut. Proses penjabaran
program-program kerja lebih mengacu kepada interpretasi dari strategi utama.
Penjabaran lebih jelas dari strategi utama ke program-program kerja sebagai
berikut:
A. Strategi SO1: Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya
dan alam. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Penglolaan lingkungan berbasis pertanian, budaya dan alam.
142
Pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih bertujuan untuk menekan laju
kerusakan lingkungan yang disebabkan pengembangan pariwisata.
Meningkatnya potensi kerusakan lingkungan karena pengembangan
pariwisata menyebabkan pentingnya upaya-upaya untuk meminimalisasi
dengan strategi kelestarian lingkungan. Pengelolaan lingkungan berbasis
pertanian, budaya dan alam memiliki kriteria sebagai berikut
Pembatasan jumlah pengunjung agar sesuai dengan daya dukung
lingkungan dan sosial budaya.
Pola wisata yang ramah lingkungan.
Pola wisata yang ramah budaya dan adat setempat.
2. Pemantauan kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan.
Pengembangan pariwisata melibatkan berbagai sektor kehidupan. Oleh
karena itu pariwisata mempunyai dampak yang cukup luas baik terhadap
sektor ekonomi, sosial, budaya, politik maupun lingkungan. Laju
kerusakan lingkungan yang disebabkan pengembangan pariwisata
diperkirakan akan meningkat. Oleh karena itu diperlukan pemantauan
kualitas dan daya dukung lingkungan di Subak Jatiluwih. Dengan
diketahuinya daya dukung lingkungan maka dapat ditentukan kegiatan-
kegiatan pembangunan dan pengembangan yang sesuai dengan daya
dukung tersebut sehingga terjadi keserasian antara pembangunan dan
pengembangan pariwisata di Subak Jatiluwih dengan kemampuan
lingkungan.
143
B. Strategi SO2: Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih.
Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pembuatan Beras Merah sebagai souvenir utama Subak Jatiluwih.
Memasuki abad 21 masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan
bahan kimia seperti pestisida dan hormon pertumbuhan dalam pertanian
berdampak negatip terhadap kesekatan manusia. Pola makan sehat kini
sudah menjadi tren. Salah satu bahan makanan organik yang sangat
bermanfaat bagi kesehatan adalah beras merah. Beras merah produksi
Subak Jatiluwih sudah sangat terkenal karena merupakan varietas beras
merah organik unggulan. Pembuatan beras merah sebagai souvenir utama
Subak Jatiluwih bertujuan untuk menciptakan produk souvenir yang
memiliki ciri kedaerahan atau khas Subak Jatiluwih sehingga dapat
menjadi ikon atau brand Subak Jatiluwih.
2. Standarisasi Produk Beras merah Subak Jatiluwih.
Memasuki era perdagangan bebas memungkinkan arus barang jasa secara
bebas. Semakin beragamnya produk barang yang dihasilkan
membutuhkan suatu sarana informasi yang tepat dan benar agar tidak
merugikan konsumen. Untuk meningkatkan daya saing beras merah
produksi Subak Jatiluwih diperlukan standarisasi produk beras merah.
Standarisasi produk beras merah dapat memberikan manfaat antara lain.
Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa beras yang
dihasilkan telah diproses, diproduksi dan dikemas sesuai dengan
standar nasional beras organik.
144
Memberikan jaminan kepada konsuman dari tindakan penipuan
dan pemalsuan produk beras merah.
Meningkatkan daya saing beras merah.
3. Promosi beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih.
Subak Jatiluwih terkenal akan produksi berasnya terutama beras merah.
Beberapa beras merah yang dihasilkan Subak Jatiluwih telah memiliki
sertifikat SNI Pangan Organik. Beras merah yang dihasilkan dapat
diminum dengan cara menyeduh beras merah hingga menghasilkan teh
beras merah. Teh beras merah dipercaya mempunyai beberapa manfaat
antara lain sebagai anti oksidan, memperkuat stamina, melancarkan
peredaran darah, memperbaiki pencernaan dan lain sebagainya.
Banyaknya khasiat dan keunggulan beras merah produksi Subak
Jatiluwih harus diperkenalkan kepada masyarakat dengan melakukan
promosi. Dengan promosi diharapkan beras merah produksi Subak
Jatiluwih dapat lebih dikenal masyarakat luas, sehingga permintaan beras
merah akan meningkat.
C. Strategi SO3: Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalin
kerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait. Program-program yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Audit kinerja badan pengelola dan manajemen operasional.
Pasca ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dari
UNESCO, Pemerintah Kabupaten Tabanan membentuk badan pengelola.
Badan pengelola ini selanjutnya membentuk manajemen operasional
145
DTW Jatiluwih. Audit kinerja badan pengelola dilakukan untuk menilai
kinerja badan pengelola yang sudah dibentuk, apakah kinerjanya sudah
sesuai dengan yang diharapkan. Informasi hasil perbandingan kinerja
tersebut dapat digunakan dalam melakukan tindakan perbaikan dan
memecahkan masalah serta meningkatkan efektivitas dan efesiensi badan
pengelola dan manajemen operasional.
2. Pengawasan penggunaan anggaran.
Salah satu tugas badan pengelola dan manajemen operasional ini adalah
mengatur besaran retribusi dan persentase pembagian antara Pemerintah
Kabupaten Tabanan dengan Desa Jatiluwih, Desa Pekraman Jatiluwih,
dan Desa Pakraman Gunung Sari serta Subak Jatiluwih. Seiring dengan
meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Subak Jatiluwih maka
besaran jumlah yang diterima masing-masing bagian akan meningkat.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan penggunaan anggaran yang
diterima agar dapat digunakan pada program-program yang memberikan
manfaat bukan hanya pada bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar
namun juga pada pelestarian lingkungan di Desa Jatiluwih.
3. Pemberian pelatihan kepada manajemen operasional badan pengelola.
Manajemen operasional DTW Jatiluwih mulai dibentuk pada bulan
Pebruari 2014. Manajemen operasional DTW Jatiluwih merupakan
organisasi yang bersentuhan langsung dengan pengelolaan DTW
Jatiluwih. Manajeman operasional yang baru berusia satu tahun tersebut
membutuhkan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan, ketrampilan,
146
sikap dan perilaku karyawan. Selain hal tersebut dengan dilaksanakanya
pelatihan juga dapat meningkatkan produktivitas kerja manajeman
operasional itu sendiri yang pada akhirnya dapata mewujudkan visi dan
misi badan pengelola DTW Jatiluwih.
D. Strategi SO4: Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasan
pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan. Program-
program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan.
Peraturan perundangan-undangan dan awig-awig dibuat untuk mengatur
dan mengendalikan perilaku seluruh anggota masyarakat agar tercipta
hubungan yang harmonis antar sesama manusia, manusia dengan
lingkungan dan manusia dengan Tuhan. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan awig-awig dan peraturan
perundangan-undangan yang ada oleh sengenap lapisan masyarakat
termasuk anggota subak.
2. Evaluasi pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan.
Setelah awig-awig dan peraturan perundang-undangan dilaksanakan
tahap selanjutnya adalah proses evaluasi terhadap pelaksanaan awig-awig
dan peraturan tersebut. Proses evaluasi penting dilakukan untuk
mengetahui kendala dan masalah dalam pelaksanaan awig-awig dan
peraturan tersebut sehingga dapat melakukan tindakan dan perbaikan
dalam menangani masalah dan kendala yang timbul. Selain daripada itu
147
proses evaluasi juga dapat menjamin tercapainya tujuan dari dibuatnya
awig-awig dan peraturan tersebut.
E. Strategi ST1: Memperkenalkan keunikan potensi alam Subak Jatiluwih dan
beras merah. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Promosi keunikan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih.
Wisatawan yang datang ke Pulau Bali pada umumnya tertarik akan
keindahan alam, keunikan budaya, dan keramahan masyarakatnya. Pulau
Bali memiliki berbagai tempat yang dikembangkan sebagai tempat tujuan
wisata sehingga dapat memberikan banyak pilihan bagi para wisatawan.
Sebagai salah satu tempat yang baru berkembang Subak Jatilwuih harus
dapat memenangkan persaingan untuk merebut perhatian para wisatawan
yang berkunjung ke Bali. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
melakukan promosi keunikan potensi ekowisata yang ada di Subak
Jatiluwih dan tidak dimiliki oleh daerah lain seperti produk beras merah
dan air terjun.
2. Penyelenggaraan Festival Subak.
Event merupakan salah satu jenis dan bentuk promosi. Salah satu bentuk
event yang dapat dilakukan untuk mempromosikan keunikan Subak
Jatiluwih adalah dengan menyelenggarakan festival subak. Festival subak
dapat menyajikan berbagai pertunjukan seni dan budaya dalam balutan
pemandangan alam, festival makanan atau produk organik, lomba
menggambar pemandangan, festival kerajinan dan lain sebaginya.
Penyelenggaraan festival subak diharapkan dapat memberikan semangat
148
positip pada masyarakat dan industri pariwisata di Subak Jatiluwih serta
pelestarian lingkungan dan budaya setempat.
3. Pembuatan website Subak Jatiluwih.
Promosi pada hakekatnya adalah aktifiktas pemasaran yang berusaha
menyebarkan informasi secara luas sehingga dapat mempengaruhi
konsumen atau wisatawan agar mengenal produk atau jasa yang
ditawarkan kemudian menggunakan produk atau jasa tersebut. Salah satu
bentuk promosi yang murah dengan tingkat kesuksesan yang cukup
tinggi adalah secara online. Promosi secara online dapat dilakukan
dengan membuat website. Melalui website kita dapat memperkenalkan
keunikan dan keindahan alam yang ada di Subak Jatiluwih ke seluruh
penjuru dunia dengan mudah, murah dan cepat.
F. Strategi ST2: Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atau
perda RTRW. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pengkajian awig-awig yang sudah ada disesuaikan dengan situasi dan
kondisi terkini terutama penguatan lingkungan dan masyarakat lokal.
Sebuah lembaga atau organisasi pada umumnya terdapat peraturan dan
norma yang menjadi kesepakatan anggotanya. Awig-awig merupakan
aturan yang telah diakui sebagai aturan tertulis (formal-legal) oleh
anggota masyarakat maupun anggota subak. Awig-awig pada umumnya
dibuat berdasarkan kebiasaan yang berbuhungan dengan perilaku yang
telah tumbuh berkembang secara turun temurun. Seiring perkembangan
jaman terjadi perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat yang
149
berdampak pada eksistensi subak. Pesatnya pertumbuhan dan kemajuan
pariwisata memungkinkan mengancam kebedaraan subak sebagai
organisasi tradisional. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pelestarian
subak sebagai salah satu bentuk budaya Bali. Salah satu upaya tersebut
adalah dengan melakukan pengkajian awig-awig yang sudah ada
disesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini agar dapat memperkuat
posisi subak dan anggotanya serta upaya pelestarian lingkungan.
2. Pengolahan awig-awig ke dalam bahasa Indonesia.
Awig-awig yang ada di Bali pada umumnya menggunakan bahasa Bali
alus. Seiring dengan berkembangnya jaman banyak generasi muda di
Bali yang sudah jarang menggunakan bahkan mengerti bahasa Bali alus.
Oleh karena itu untuk menumbuhkan minat generasi muda dalam
pemahaman dan pelaksanaan awig-awig perlu dilakukan penerjemahan
awig-awig ke dalam bahasa yang mudah dimengerti seperti bahasa
Indonesia, namun untuk tetap melestarikan budaya dan bahasa Bali alus,
awig-awig utama tetap menggunakan bahasa Bali alus.
3. Sinkronisasi awig-awig subak dan awig-awig Desa Adat.
Desat adat dan subak merupakan dua organisasi yang berbeda. Subak
adalah suatu organisasi petani pengelola air irigasi yang memiliki
kawasan sawah, sumber air, pura subak dan bersifat otonom, sedangkan
Desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai satu
kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan secara turun temurun dalam
ikatan Khayangan Tiga dan mempunyai wilayah tertentu. Kedua
150
organisasi tersebut terkadang menempati suatu wilayah yang sama dan
mempunyai aturan atau awig-awig tersendiri. Oleh karena itu perlu
adanya sinkronisasi antara awig-awig Desa Adat dengan awig-awig
subak, agar tidak terjadi pertentangan antara awig-awig subak dan awig-
awig desa.
G. Strategi ST3: Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi.
Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pelatihan Pemandu Wisata (guide) bagi anggota subak dan pelibatan
anggota subak sebagai pemandu wisata.
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam
pengembangan ekowisata di suatu wilayah. Salah satu tujuan
pengembangan ekowisata di Subak Jatiluwih adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota subak, hal tersebut dapat dilakukan dengan
melibatkan anggota subak. Pelibatan anggota subak diharapkan dapat
memberikan informasi yang baik dan benar kepada wisatawan, karena
anggota subak memiliki pengetahuan dan pengalaman tenang kondisi
lingkungan di Subak Jatiluwih. Salah satu cara untuk melibatkan anggota
subak adalah dengan melibatkan anggota subak sebagai pemandu wisata
atau guide. Namun dengan latar belakang sebagai petani, kualitas dan
kompetensi yang dimiliki anggota subak masih kurang memadai dalam
pengembangan kepariwisataan, oleh karena itu anggota subak harus
diberikan pembekalan dan pelatihan sebagai pemandu wisata agar
151
mampu berinteraksi dengan wisatwan dan memahami keinginan
wisatawan.
2. Pembentukan Pokdarling
Pokdarling atau Kelompok Sadar Lingkungan adalah kelompok anggota
masyarakat yang memiliki kepedulian dan tangggung jawab sebagai
motor penggerak dalam mendukung kelestarian lingkungan. Program ini
bertujuan untuk meningkatkan pemahaman segenap komponen
masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan disekitar
mereka. Selain daripada itu pembentukan pokdarling juga bertujuan
untuk memotivasi generasi muda di Subak Jatiluwih agar lebih mencintai
lingkungan dan budaya asli mereka. Pelaksanaan program pokdarling
dapat dilakukan dengan ceramah, sosialisasi, diskusi, lomba lingkungan,
serta percontohan dan perintisan.
3. Pemberian bantuan modal dan sepeda bagi anggota subak.
Permasalahan mendasar yang sering dihadapi petani adalah kurangnya
akses pada sumber permodalan terutama bagi petani dengan jumlah lahan
sedikit atau petani penggarap. Akses permodalan yang kurang bagi petani
dikarenakan pertanian merupakan sektor usaha dengan tingkat
ketidakpastian pendapatan dan resiko yang tinggi, hal tersebut
dikarenakan output yang dihasilkan dipengaruhi oleh iklim. Selama ini
pemenuhan permodalan bagi petani selalu berhubungan dengan rentenir
atau sumber keuangan non formal dengan bunga yang tinggi. Minimnya
akses permodalan akan berdampak bagi perkembangan usaha dan
152
produktivitasnya. Oleh karena itu dengan pemberian bantuan permodalan
bagi petani dapat membantu kelangsungan dan pengembangan usaha
pertanian.
Salah satu potensi yang dimiliki Subak Jatiluwih adalah adanya jalur
cycling yang sudah memadai. Jalur cycling yang ada di Subak Jatiluwih
cukup banyak dan beragam. Jalur cycling yang ada umumnya melewati
areal persawahan di Subak Jatiluwih. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan
oleh anggota subak dengan menyediakan penyewaan sepeda bagi para
wisatawan yang berkunjung. Dengan adanya penyewaan sepeda yang
dikelola oleh anggota subak diharapkan dapat membantu meningkatkan
pendapatan anggota subak.
H. Strategi ST4: Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu.
Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Penanggulangan hama secara alami atau biologis.
Penanggulangan hama secara alami atau biologis dapat dilakukan
memanfaatkan mahluk hidup (biofektor) untuk mengendalikan hama dan
penyakit tanaman. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemantauan
komponen ekosistem yang berhubungan dengan hama dan tanaman
tersebut. Tujuan pemantauan ekosistem adalah untuk mengetahui konsep
ekologi seperti predator, parasit, bakteri, fungsi, herbivara dan lain
sebagainya yang menjadi musuh alami hama di ekosistem. Setelah
mengetahui musuh alami hama langkah selanjutnya adalah mengimpor
musuh alami hama tersebut ke lahan pertanian. Tahap selanjutnya adalah
153
meningkatkan populasi musuh alami hama. Sedangkan tahap terakhir
adalah konservasi yaitu mempertahankan musuh alami hama yang sudah
beradaptasi dengan baik.
2. Penggunaan varietas tahan hama.
Penggunaan varietas tahan hama sudah dikenal oleh petani di Indonesia
sejak lama. Hal tersebut terus berlanjut dengan penggunaan teknologi
genetika tanaman untuk merekayasa tanaman agar lebih tahan terhadap
serangan hama. Tanaman yang tahan hama adalah tanaman yang
menderita kerusakan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lain
dalam tingkat populasi hama yang sama. Untuk mendapatkan varietas
tahan hama dapat dilakukan dengan penelitian dengan menguji varietas
padi. Salah satu contoh varietas padi yang tahan terhadap hama adalah
jenis IR yang lebih tahan terhadap hama jenis wereng coklat.
3. Pengurangan penggunaan pestisida dan insektisida.
Peranan pestisida dan insektisida dalam upaya penyelamatan produksi
pertanian dari gangguan hama dan penyakit tanaman masih cukup besar.
Namum demikian penggunaan pestisida dan insektisida juga memiliki
resiko yang cukup besar terhadap keselamatan manusia dan lingkungan.
Selain daripada itu penggunaan pestisida dan insektisida juga dapat
menyebabkan resistensi hama sehingga dikemudian hari hama akan
susah untuk dikendalikan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengurangan
penggunaan pestisida dan insektisida dalam memberantas hama di Subak
Jatiluwih agar kelestarian lingkungan dapat terus terjaga.
154
4. Penyelenggaraan upacara Nangluk Mrana dan Ngaben Tikus.
Upacara Nangluk Mrana adalah upacara adat yang dilakukan sebagai
permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar berkenan menangkal
dan mengendalikan gangguan-gangguan yang dapat membawa
kehancuran atau penyakit pada tanaman, hewan maupun manusia.
Upacara Nangluk Mrana biasa dilaksanakan di Pura Subak atau pura-
pura lainnya. Selain melakukan upacara Nangluk Mrana, untuk
menanggulangi hama tikus juga dapat dilakukan dengan melaksanakan
Upacara pengabenan (pembakaran mayat) untuk tikus. Upacara
pengabenan tikus biasanya dilakukan di tepi pantai. Dengan dilakukanya
upacara pengabenan tikus diharapkan sawah para petani di bali tidak
diserang oleh tikus.
I. Strategi WO1: Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian,
saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata. Program-program yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Perbaikan saluran irigasi.
Subak merupakan organisasi petani pengelola air yang mengatur petani
dalam berbagi air secara adil, proporsional dan transparan. Oleh karena
itu pertanian sawah seperti subak memiliki ketergantungan yang sangat
tinggi terhadap air. Banyaknya kerusakan saluran irigrasi baik karena
faktor alam maupun manusia dapat menimbulkan kekeringan yang pada
akhirnya merugikan anggota subak dan wisatawan. Oleh karena itu
perbaikan saluran irigasi sangat penting untuk dilakukan agar
155
keberlangsung subak di Jatiluwih dapat terjaga karena kekuatan utama
pengembangan pariwisata di Desa Jatiluwih adalah subak.
2. Penambahan fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toliet
umum.
Wisatawan yang berkunjung ke Subak Jatiluwih umumnya memarkir
kendaraanya di bahu jalan. Penggunaan bahu jalan sebagai tempat parkir
tentu sangat mengganggu pemandangan dan dapat menyebabkan
kemacetan. Lahan parkir yang memadai saat ini hanya terdapat di Desa
Soko. Lahan parkir yang tersedia di Desa Jatiluwih bersifat khusus dan
diperuntukan bagi pengunjung rumah makan dan café yang ada di
sepanjang jalan utama. Pada saat ini ketersediaan toilet umum di Subak
Jatiluwih sangat terbatas, para wisatawan pada umumnya menggunakan
toilet pada beberapa rumah makan dan café yang ada atau di kantor
badan pengelola. Oleh karena itu penambahan fasilitas penunjang
pariwisata seperti parkir dan toliet umum sangat diperlukan untuk
meningkatkan daya saing Subak Jatiluwih diantara banyaknya daerah
tujuan wisata di Bali.
J. Strategi WO2: Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM. Program-program
yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pelatihan Kewirausahaan
Kewirausahaan adalah kemampuan seseorang dalam memaksimalkan
segala sumber yang ada bik materiil, intelektual, waktu dan
kreativitasnya untuk menghasilkan suatu produk atau usaha yang berguna
156
bagi dirinya maupun masyarakat. Dengan adanya pelatihan
kewirausahaan diharapkan anggota masyarakat terutama anggota Subak
Jatiluwih dapat menggali potensi usaha yang tepat yang dapat
dikembangkan di Subak Jatiluwih sehingga dapat meningkatkan
kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat serta anggota subak.
Selain daripada itu dengan adanya pelatihan kewirausahaan menjadikan
masyarakat dan anggota subak sebagai pelaku bukan sebagai penonton di
daerahnya sendiri.
2. Pelatihan produk olahan beras merah.
Beras merah produksi Subak Jatiluwih sudah sangat terkenal karena
merupakan varietas beras merah organik unggulan. Pelatihan produk
olahan beras merah bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang
handal dengan kretaifitas dan motivasi serta kemandirian untuk
mengembangkan ketrampilan yang dimiliki dalam mengolah bahan-
bahan lokal yang di Subak Jatiluwih terutama beras merah. Pelatihan
produk olahan beras merah diharapkan mampu membuka peluang usaha
dan lapangan kerja baru bagi masyarakat di Desa Jatiluwih sehingga
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendukung
pengembangan pariwisata di Subak Jatiluwih.
K. Strategi WO3: Peningkatan produksi beras merah organik. Program-program
yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan bibit unggul dan teknologi tepat guna.
157
Secara umum pertanian di Bali didominasi oleh usaha berskala kecil
yang dikerjakan oleh petani dengan tingkat pendidikan yang rendah,
berlahan dan bermodal kecil. Hal tersebut mengakibatkan petani
kesulitan dalam menghadapi persaingan di pasar nasional. Petani dengan
skala kecil pada umumnya belum mampu menerapkan teknologi maju
dan tepat guna yang berakibat pada rendahnya efesiensi usaha, jumlah
serta mutu produk yang dihasilkan. Oleh karena itu memperkenalkan
penggunaan bibit unggul dan teknologi tepat guna seperti penggunaan
alat-alat pertanian moderen dapat meningkatkan efesiensi, jumlah serta
mutu beras merah yang dihasilkan.
2. Pemberian bantuan alsintan dan pupuk organik.
Komitmen Pemerintah untuk menyukseskan target swasembada pangan
pada tahun 2017 terus digalakan. Salah satu kegiatan yang dilakukan
adalah pemberian bantuan alsintan (Alat Mesin Pertanian) dan pupuk
kepada para petani. Pemberian bantuan alsintan dan pupuk diharapkan
dapat meningkatkan efesiensi usaha pertanian. Efesiensi tersebut meliputi
produktivitas, mutu dan keberlanjutan produksi produk-produk pertanian.
Selain hal tersebut bantuan alsintan dan pupuk diharapkan juga dapat
meningkatkan efesiensi lahan, tenaga kerja, energi dan kelestarian
lingkungan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan
petani.
158
L. Strategi WT1: Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran
irigasi serta pemantauan debit sumber air. Program-program yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pendataan potensi bencana longsor dan pembuatan peta rawan longsor.
Karakteristik topografi, curah hujan dan jenis tanah di wilayah Subak
Jatiluwih sangat berpotesi untuk terjadi longsor. Longsor sering terjadi
terutama pada musim hujan. Longsor tidak hanya merugikan areal
persawahan yang terkena longsor saja namun apabila longsor terjadi pada
saluran irigasi hal tersebut harus ditangani dengan segera, karena dapat
mengurangi jumlah pasokan air ke areal persawahan sehingga
menyebabkan kekeringan dan mematikan tanaman padi. Oleh karena itu
pendataan potensi bencana longsor dan pembuatan peta rawan longsor
sangat penting untuk dilakukan. Dengan adanya pendataan bencana
longsor dan peta rawan longsor petani atau masyarakat setempat dapat
melakukan mitigasi bencana sehingga memperkecil dampak yang
dihasilkan apabila terjadi longsor. Selain daripada itu dengan adanya
pendataan dan peta rawan longsor dapat dijadikan sebagai landasan
rencana pembangunan dimasa depan.
2. Pendataan kerusakan saluran irigasi.
Subak Jatiluwih sudah ada sejak dahulu kala, begitu juga dengan saluran
irigasinya. Seiring berjalanya waktu banyak terjadi kerusakan saluran
irigasi yang tidak ditangani. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan
anggaran dan panjangnya kerusakan. Oleh karena itu diperlukan
159
pendataan kerusakan saluran irigrasi, di daerah mana kerusakan terjadi,
berapa panjangnya dan kategori kerusakan. Dengan adanya data
kerusakan saluran irigasi hal tersebut dapat membantu menentukan skala
prioritas kerusakan di areal mana yang harus diperbaiki lebih dahulu
mengingat terbatasnya anggaran perbaikan.
3. Pemantauan debit sumber air.
Sumber air irigasi di Subak Jatiluwih secara garis besar bersumber pada
tiga hal yaitu mata air, air tejun dan beberapa sungai di kawasan Subak
Jatiluwih. Berkurangnya debit sumber air irigasi dapat mengakibatkan
kekeringan yang pada akhirnya akan merugikan petani. Pemantauan debit
air sumber air bermanfaat untuk mengetahui sumber-sumber air yang
mengalami penurunan atau mengalami kenaikan. Dengan adanya data
debit air diharapkan para anggota subak mampu merencanakan program
mitigasi untuk menghindarkan lahan persawahan dari kekeringan.
M. Strategi WT2: Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan
anggota subak. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pemanfaatan limbah kotoran ayam.
Desa Jatiluwih seperti kebanyakan desa di Kecamatan Penebel banyak
terdapat usaha peternakan ayam baik peternakan ayam pedaging maupun
ayam petelor. Banyaknya usaha peternakan ayam di sekitar subak dapat
dimanfaatkan dengan cara menggunakan limbah kotoran ayam yang
dihasilkan untuk diolah menjadi pupuk. Kotoran ayam yang akan
digunakan harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan ke
160
media tanam. Pupuk kompos dari kotoran ayam mempunyai banyak
kelebihan yaitu kaya akan nitrogen, fosfor dan kalium yang dibutuhkan
tanaman, selain daripada itu pupuk kotoran ayam merupakan pupuk
organik yang bebas bahan kimia sehingga tidak merusak lingkungan.
2. Penggunaan jerami dan sekam sebagai bahan pakan alternatif.
Jerami dan sekam padi merupakan beberapa hasil sisa panen yang sering
kurang termanfaatkan dengan baik, di beberapa areal persawahan begitu
panen usai jerami hanya ditumpuk atau dibakar. Jerami dan sekam
kadang hanya dipandang sebagai limbah pertanian. Hal tersebut
semestinya tidak perlu terjadi apabila kita bisa memanfaatkan jerami dan
sekam sebagai pakan ternak alternatif. Nilai manfaat jerami dan sekam
sebagai bahan pakan ternak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan memaksimalkan lingkungan saluran pencernaan ternak atau
dengan meningkatkan nilai nutrisi jerami melalui proses fermentasi.
Dengan pemanfaatan jerami dan sekam hal tersebut dapat mengurangi
limbah hasil pertanian sekaligus meningkatkan daya guna limbah dan
meningkatkan pendapatan petani.
3. Pemanfaatan sekam padi untuk peternakan ayam.
Sekam padi merupakan salah satu limbah hasil pertanian padi. Sekam
padi dihasilkan dari proses penggilingan dari gabah ke beras. Sekitar
20% berat padi adalah berat sekam. Pemanfaatan sekam padi masih
terbatas, biasanya sekam padi dibakar dan abunya digunakan untuk
membersikan peralatan rumah tangga atau digunakan untuk
161
menggeringkan bata atau genteng. Selain daripada itu sekam padi juga
dapat dimanfaatkan sebagai alas kadang ayam. Dengan banyaknya
peternakan ayam di sekitar Subak Jatiluwih sekam padi dapat dijual
kepada pengusaha peternakan ayam sehingga dapat menambah
penghasilan petani.
N. Strategi WT3: Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana dan
prasarana penunjang. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai
berikut.
1. Pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan Corporate
Environmental Responsibility (CER).
Sejak ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai bagian Catur Angga
Batukaru penerima Status Warisan Budaya Dunia dari UNESCO terjadi
peningkatan kunjungan wisatawan di Subak Jatiluwih disertai
pembentukan Badan Pengelola dan Manajemen Operasional. Selain hal
tersebut jumlah bantuan berupa CSR atau CER baik dari instansi
pemerintah, pendidikan, maupun swasta juga mengalami peningkatan.
Bantuan yang diberikan ada yang berbentuk tenaga maupun barang
seperti tempat sampah dan lain sebagainya. Corporate Environmental
Responsibility (CER) adalah tanggung jawab suatu perusahaan terhadap
kelestarian lingkungan di sekitar perusahaan tersebut. Peningkatan
jumlah bantuan baik berupa CSR maupun CER harus dapat dimanfaatkan
untuk program-program yang berguna bagi pemberdayaan masayarakat
162
sekitar terutama anggota subak, pelestarian lingkungan dan budaya serta
pemberdayaan petani di Subak Jatiluwih.
2. Pembentukan Koperasi Subak.
Pembentukan koperasi subak akan mempermudah anggota subak dalam
memenuhi kebutuhan sarana, prasana pertanian mulai dari bibit, pupuk
hingga kebutuhan sehari-hari maupun bantuan modal. Koperasi subak
juga dapat membantu memasarkan hasil pertanian para anggota subak ke
pemerintah, hotel-hotel maupun anggota masyarakat yang membutuhkan
sehingga anggota subak yang tergabung dalam koperasi subak dapat
memperoleh keuntungan dan keberlangsungan subak dapat terjaga.
O. Strategi WT4: Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian
insentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan. Program-program
yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Sosialisasi peraturan tentang jalur hijau atau RTRW.
Peraturan Daerah mengenai jalur hijau dan RTRW adalah rencana tata
ruang yang bersifat umum yang berisi tujuan, kebijakan, pola ruang
wilayah dan penetapan strategis suatu wilayah. Perda jalur hijau dan
RTRW secara umum berfungsi untuk mengetahui batas-batas
pembangunan suatu daerah. Selain hal tersebut Perda RTRW juga
betujuan untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi dalam
penggunaan ruang dan sumber daya alam yang dapat menyebabkan
kerusakan fungsi lingkungan dan penurunan daya dukung. Perda Jalur
hijau dan RTRW sudah sangat dimengerti oleh masyarakat yang tinggal
163
di perkotaan, namun bagi masyarakat pedesaan seperti di Desa Jatiluwih
mereka belum sepenuhnya mengetahui dan mengerti fungsi dan
keberadaan Perda tersebut. Oleh karena itu Sosialisasi peraturan tentang
jalur hijau atau RTRW di Subak Jatiluwih atau Desa Jatiluwih sangat
diperlukan, agar memberikan pemahaman yang jelas tentang pelaksanaan
Perda tersebut .
2. Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi jalur hijau maupun
petani Subak.
Sejak dikeluarkanya UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang semula dikelola Pemerintah Pusat
diserahkan ke Pemerintah Daerah. Keluarnya UU PDRB harus
dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk dapat menghilangkan atau
meminimalkan jumlah PPB terutama pada jalur hijau atau areal
pertanian. PBB pada jalur hijau atau areal pertanian sering dinilai
membebani pemilik lahan, terutama untuk area yang terletak pada daerah
perkotaan maupun wilayah pariwisata. Hasil yang didapat dari mengolah
lahan pertanian kadang tidak sebanding dengan pajak yang harus
dibayarkan tiap tahunya yang akhirnya membuat banyak petani yang
menjual tanahnya. Oleh karena itu dengan adanya pelimpahan wewenang
penerimaan PPB dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah harus
dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan jalur hijau dan areal
pertanian di Bali.
3. Pemberian Insentif bagi Petani
164
Pemberian insentif adalah pemberian tambahan sejumlah uang kepada
petani pemilik sawah yang masih mau bertani atau mengelola sawahnya.
Pemeberian insentif bertujuan untuk memotivasi para petani pemilik
sawah agar mau mengelola sawah yang dimiliki dan agar tidak lahan
persawahan yang dimiliki tidak disewakan atau beralih fungsi menjadi
bangunan. Pemberian insentif bagi petani dapat disesuaikan dengan
jumlah sawah yang dimiliki dan lokasi areal persawahanya. Untuk areal
persawahan yang terletak berdekatan dengan jalan utama insentif yang
diberikan lebih besar dibandingkan dengan lokasi persawahan yang ada
di tengah. Hal tersebut dikarenakan tekanan alih fungsi lahan bagi areal
persawahan yang dekat dengan jalan utama lebih besar dibandingkan
dengan areal persawahan yang ada di dalam. Dengan pemberian insentif
tersebut diharapkan para pemilik lahan dapat termotivasi untuk menjaga
keberlangsungan sawah dan kelestarian lingkungan di arealnya masing-
masing
165
BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN
8.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dari penelitian Strategi
Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel,
Kabupaten Tabanan dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Potensi lingkungan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih yang dapat
dikelola menjadi daya tarik ekowisata terbagi atas tiga bagian utama
yaitu potensi abiotik yang terdiri dari potensi panorama persawahan,
potensi panorama Pura Luhur Besi Kalung, potensi sumber mata air,
potensi air terjun, potensi sumber air Panas, potensi sungai, potensi
jalur cycling, potensi jalur tracking. Potensi biotik yaitu potensi beras
merah, potensi Burung Kokokan. Potensi sosial budaya yaitu
keberadaan organisasi subak, teknologi sistem pembagian air yang
digunakan, potensi mitos, dan potensi 13 upacara adat yang dilakukan
di Subak Jatiluwih. Kendala pengelolaan potensi lingkungan di Subak
Jatiluwih adalah kendala sarana, prasana jalan dan selokan, kendala
air dan saluran irigasi, kendala parkir, kendala pencemaran dari
peternakan ayam, kendala longsor, kendala SDM dan motivasi,
kendala kebijakan.
2. Pada kondisi eksisting Pemerintah Kabupaten Tabanan sudah
membentuk badan pengelola dan manajemen operasional DTW
166
Jatiluwih yang bertugas mengelola potensi wisata yang ada, mengatur
retribusi di Jatiluwih dan pembagiannya, mengatur perjanjian
kerjasama, implementasi personil baik sebagai tenaga administrasi
maupun tenaga kebersihan lingkungan, namun belum melakukan
pengamatan lingkungan, pelatihan, penentuan strategi dan kebijakan,
prosedur kerja maupun evaluasi kinerja.
3. Berdasarkan analisis strategi secara umum strategi yang tepat
diterapkan adalah strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal
dengan berkonsentrasi pada kegiatan usaha yang sekarang dilakukan
dan memperluas kegiatan-kegiatan, menambah dan mengembangkan
rentang produk dan jasa yang ditawarkan. Selain daripada itu strategi
lain yang dapat diterapkan adalah strategi stabilitas, yaitu dengan tidak
melakukan perubahan-perubahan yang berarti terhadap kondisi
lingkungan kecuali untuk perbaikan lingkungan seperti perbaikan
saluran irigasi dan jalan. Strategi tersebut kemudian dijabarkan
kedalam strategi induk yang terdiri atas strategi SO, strategi ST,
strategi WO dan strategi WT. Strategi dengan nilai prioritas tertinggi
adalah Strategi SO yaitu pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis
pertanian, budaya dan alam. Strategi-strategi yang sudah dirumuskan
tersebut kemudian dijabarkan kembali menjadi beberapa program
yang mencermikan strategi induknya.
167
8.2. Saran
Dari hasil pembahasan dan simpulan dari strategi pengelolaan
lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten
Tabanan terdapat beberapa saran yang dapat membantu merealisasikan strategi
dan program yang telah dirumuskan sebagi berikut.
1. Saran Bagi Pemerintah
Mengkaji ulang besaran prosentase pembagian hasil retribusi,
agar memberikan porsi yang lebih besar terhadap subak, anggota
subak dan masyarakat setempat.
Pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih
membutuhkan kelengkapan sarana dan prasana penunjang
seperti perbaikan kondisi jalan, selokan, saluran irigasi, parkir
dan toliet.
Memberikan insentif dan penghapusan pajak bumi dan
bangunan pada petani pemilik sawah yang masih bertani.
Melakukan sosialisasi peraturan tentang tata ruang dan jalur
hijau.
2. Saran Bagi Badan Pengelola dan Manajemen Operasional
Pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih
hendaknya mengurangi tenaga kerja pendatang dan melibatkan
masyakat lokal terutama anggota subak.
Melakukan evaluasi kinerja dan penggunaan anggaran agar
anggaran yang ada dapat dimanfaatkan untuk program-program
168
yang berguna bagi kelestarian budaya dan lingkungan di Subak
Jatiluwih.
Melakukan pengelolaan berbasis pertanian, budaya dan alam,
dengan membatasi jumlah kunjungan wisatawan jika dirasa
melampaui daya dukung.
3. Saran Bagi Anggota Subak
Membentuk koperasi untuk menjual hasil subak dan memenuhi
kebutuhan petani.
Menjalin kerjasama dengan pengusaha peternakan ayam di
sekitar Subak Jatiluwih.
Menambah wawasan dan pengetahuan khususnya wirausaha,
bahasa asing dan pemenuhan kebutuhan wisatawan.
169
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. Jakarta:Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, DepartemenKebudayaan dan Pariwisata dan World Wide Fund (WWF).
Anonim. 2013. Petunjuk Pelaksana Tugas Pembantuan, Pengelolaan danPengembagan Kawasan Ekowisata Berbabis Masyarakat (PPKE-BM). Jakarta: Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia.
Anonim. 2013. Situs Resmi Kecamatan Penebel. Avaiable from:http://penebel.tabanankab.go.id/desa-jatiluwih/, diakses 21 Juni 2014
Anonim. 2015. List of World Heritage in Danger. Avaiable from:http://whc.unesco.org/en/danger/, diakses 27 Oktober 2014
Anonim. 2015. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan pada Daya TarikWisata di Bali Tahun 2003-2014. Avaiable from:http://www.disparda.baliprov.go.id/id/Statistik2, diakses 21 Juni 2014.
Arida, Nyoman Sukma. 2009. Meretas Jalan Ekowisata Bali. Denpasar:Udayana University Press.
Asso, Boni. 2008. “Kajian Strategis Pengembangan Potensi Ekowisata LembahBaliem sebagai suatu Alternatif Pengelolaan PariwisataBerkelanjutan” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Burhanudin. 2009. Manajemen Aset Daerah, Edisi Pertama. Bogor:Pusdiklatwas BPKP.
Damanik, Janianton dan Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata: DariTeori ke Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Hunger, J. David dan Wheelen, Thomas L. 2003. Manajemen Strategis.Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Husein, Umar. 2005. Strategic Management In Action. Jakarta: PT. GramediaPustaka Utama.
Husein, Umar. 2010. Desain Penelitian Manajemen Strategik: Cara MudahMeneliti Masalah-masalah Manajemen Strategik untuk Skripsi, Tesisdan Praktik Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kencana, A. A. Ngurah Anom. 2010. “Dampak Pariwisata TerhadapLingkungan Fisik, Sosial dan Ekonomi Masyarakat Desa Sanur Kauh,Kecamatan Denpasar Selatan”. (tesis). Denpasar: UniversitasUdayana.
Muhajir, Anton. 2013. Teh Beras Merah Ala Jatiluwih. Avaiable from:http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2013/08/10/teh-beras-merah-ala-jatiluwih.html, diakses 16 Januari 2015.
Pamulardi, Bambang. 2006. “Pengembangan Agrowisata BerwawasanLingkungan (Studi Kasus Desa Wisata Tingkir, Salatiga)” (tesis).Semarang: Universitas Diponegoro. Avaiable from:http://eprints.undip.ac.id/ diakses 25 Pebruari 2014.
Rangkuti, Freddy. 2013. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rangkuti, Freddy. 2013. SWOT Balanced Scorecard Teknik Menyusun StrategiKorporat yang Efektif plus Cara Mengelola Kinerja dan Risiko.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Jakarta: PT. Salemba Empat.
Suarka, Fany Maharani. 2010. “Strategi Pengembangan Ekowisata di DesaJehem Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli” (tesis). Denpasar:Universitas Udayana.
Suarna, Wayan. 2007. Etika Lingkungan, Dalam Kearifan Lokal DalamPengelolaan Lingkungan Hidup (editor: AAGR Dalem, IN Wardi, IWSuarna, dan IWS Adnyana). Denpasar: Penerbit Universitas Udayana.
Sudiarso, Agus. 2004. “Ekowisata di Taman Nasional Bromo Tengger SemeruJawa Timur” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Suryawan, Ida Bagus. 2012. “Strategi Pengelolaan Potensi Ekowisata di DesaCau Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan” (tesis).Denpasar: Universitas Udayana.
171
Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT. BumiAksara.
Tim Pemetaan Kawasan Warisan Budaya Bali Menjadi Warisan Budaya Dunia.2012. Pemetaan Kawasan Warisan Budaya Bali Menjadi WarisanBudaya Dunia: Jaringan Irigasi Subak. Denpasar: Dinas KebudayaanProvinsi Bali.
Wesnawa, I Gede Astra. 2005. Pengantar Ilmu Lingkungan. Singaraja: InstitutKeguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja.
Widowati, Sri. 2012. “Kajian Potensi dan Evaluasi Penerapan Prinsip–Prinsipdan Kriteria Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Kawah Ijen,Desa Taman Sari, Kabupaten Banyuwangi” (tesis). Denpasar:Universitas Udayana.
Windia, Wayan dan Wiguna, Wayan Alit Artha. 2013. Subak Warisan BudayaDunia. Denpasar: Udayana University Press.
Wood, Megan Epler. 2002. Ecotourism: Principles, Practices and Policies ForSustainability. France: Division of Technology, Industry andEconomics, United Nations Environment Programme (UNEP).Avaiable from: http://www.uneptie.org/tourism/home.html.
Yoeti, Oka. A. 2006. Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya. Jakarta: PT.Pradnya Paramita.