Page 1
1
STRATEGI MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL PADA RUMAH SAKIT
(Studi Perbandingan Rumah Sakit di Kota Makasssar)
STRATEGIES OF OPERATIONAL RISK MANAGEMENT IN HOSPITALS
(A Comparative Study of Hospitals in Makassar City)
DWI RETNO NUROTUL WAHIDIYAH No. Pokok : P 2100211609
UNIVERSITAS HASANUDDIN PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAJEMEN MAKASSAR
2013
Page 2
2
STRATEGI MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL PADA RUMAH SAKIT
(Studi Perbandingan Rumah Sakit di Kota Makasssar)
TESIS Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Magister Manajemen
Disusun dan diajukan oleh
DWI RETNO NUROTUL WAHIDIYAH No. Pokok : P 2100211609
Kepada
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
Page 3
3
TESIS
STRATEGI MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL PADA RUMAH SAKIT
(Studi Perbandingan Rumah Sakit di Kota Makasssar)
Disusun dan dajukan oleh
DWI RETNO NUROTUL WAHIDIYAH Nomor Pokok P 2100211609
telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
pada tanggal 2 Agustus 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui
Komisi Penasehat
Prof. Dr. H. Abd Rakhman Kadir, SE., MSi Dr. Yansor Djaya, SE., MA
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana
Magister Manajemen Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. H. Abd Rakhman Kadir, SE., MSi Prof. Dr. Ir. Mursalim, PhD
Page 4
10
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dwi Retno Nurotul Wahidiyah
Nomor mahasiswa : P 210021 1609
Program studi : Magister Manajemen
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan
tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Makassar, Yang menyatakan
Dwi Retno Nurotul Wahidiyah
Page 5
11
PRAKATA
Teriring lantunan sholawat, rasa syukur penulis panjatkan ke
hadirat Alloh Azza wa Jalla dengan selesainya penyusunan tesis ini.
Filosofi dasar yang menjadi pilihan penulis dalam tema utama tesis
ini adalah suatu kenyataan bahwa kesehatan yang berkualitas adalah hak
dasar yang menjadi kebutuhan masyarakat. Sebagaimana diketahui,
rumah sakit sebagai salah satu pilar penting dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dihadapkan kepada tantangan
perkembangan yang semakin komplek, baik dari jumlah pasien, jenis
layanan maupun jenis penyakit yang harus ditangani. Perkembangan
tersebut menuntut kesiapan institusi rumah sakit untuk menangani risiko
opersional dalam setiap layanan yang diberikan.
Penulis berharap melalui sumbangan beberapa konsep dari hasil
penelitian ini akan mampu memberikan tambahan khasanah pemahaman
akan pentingnya penanganan risiko operasional melalui pemikiran yang
strategis kepada manajemen rumah sakit.
Banyak pembelajaran yang penulis dapatkan dalam proses
penyusunan tesis ini, dan tentu berkat bantuan berbagai pihak maka tesis
ini dapat selesai dengan baik tepat pada waktunya. Dengan sepenuh
kerendahan hati, dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima
kasih kepada Prof. Dr. H. Abd Rakhman Kadir, SE., M.Si selaku Ketua
Komisi Penasehat dan Dr. Yansor Djaya, SE., MA selaku Anggota Komisi
Page 6
12
Penasehat atas semua waktu, ilmu dan bimbingan selama penyusunan
tesis. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan penting dalam penyelesaian tesis.
1. Prof. Dr. Nurdin Brasit, Dr. Indrianty Sudirman, SE., M.Si dan Dr. Ria
Mardiana, SE., M.Si selaku penguji dalam penelitian.
2. Seluruh dosen dan staff Magister Manajemen Universitas Hasanuddin
atas ilmu dan bantuan selama penulis menempuh studi di MM Unhas.
3. Bapak R.S Siswohadi, Ibunda Churrijah Zain, Prof. Nadjamuddin Harun
dan Ibunda Suniaty atas ketulusan do’a yang tiada henti.
4. Teruntuk yang terkasih Ashlahuddin, ST, Syarifah Nurul Fathimah,
Syarifah Aliyah Rofiiqo, Muhammad Kamil, Refaluna Aurum Zahra dan
Syarifah Aliya Azzahra atas seluruh cinta, pengertian dan semangat.
5. Teman-teman MM Unhas Angkatan 35 yang selalu berbagi dalam
kebersamaan.
6. Manajemen RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Universitas Hasanuddin
atas kesempatan yang telah diberikan kepada peneliti.
7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan moral dan material dan
tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga setitik usaha dalam tesis ini mampu
memberikan manfaat kepada kita semua, Amin Ya Rabbal Alamin.
Makassar, 24 Juli 2013
Dwi Retno N. Wahidiyah
Page 7
13
ABSTRAK
DWI RETNO NUROTUL WAHIDIYAH, Strategi Manajemen Risiko Operasional pada Rumah Sakit (Studi Perbandingan Rumah Sakit di Kota Makassar) (dibimbing oleh Rahman Kadir dan Yansor Djaya).
Penelitian mengenai manajemen risiko telah menjadi tema penting dalam perkembangan bisnis maupun layanan publik mencakup didalamnya adalah penerapan dalam manajemen rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan tingkat implementasi manajemen risiko dan matrik risiko pada pelayanan rumah sakit di Makassar. Penelitian didasarkan kepada metode analisis perbandingan kualitatif menggunakan metode kuesioner dan wawancara dengan indikator risiko berdasarkan KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) tahun 2012 pada aspek peningkatan mutu dan keselamatan. Penelitian dilakukan pada RS Wahidin dan RS Unhas. Responden dipilih secara proporsional dengan melibatkan manajemen, dokter, staf medis dan non medis dari poliklinik yang ada di masing-masing rumah sakit. Uji validasi terhadap 75 sampel (35 sampel dari setiap objek penelitian) dilakukan dengan teknik triangulasi antar tipe responden dan konsistensi jawaban dalam kuesioner.
Hasil penelitian menunjukan kecenderungan yang sama antara RS Wahidin dan RS Unhas dalam hal indikator yang masih rendah tingkat implementasinya, yaitu : penggunaan data dan informasi untuk menentukan prioritas perbaikan mutu dan keselamatan pasien, dilakukan komunikasi secara terjadwal menggunakan media yang efektif seta pembuatan standar asuhan klinis berdasarkan bukti ilmiah terbaik terutama untuk area risiko tinggi. Sedangkan dari hasil analisis matrik risiko, risiko utama yang dihadapi oleh RS Wahidin adalah : tidak ada tindak lanjut atau perbaikan dari monitoring pelaksanaan program, pengembangan pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan keahlian pegawai dan tidak dilakukan perbaikan mutu layanan (baik melalui analisis kinerja, benchmarking dan atau akreditasi). Sedangkan risiko utama yang dihadapi RS Unhas adalah : tidak ada tindak lanjut atau perbaikan dari monitoring pelaksanaan program, pengembangan pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan keahlian pegawai, tidak ada monitoring dan evaluasi pelaksanaan layanan, tidak dilakukan perbaikan mutu layanan (baik melalui analisis kinerja, bench marking dan atau akreditasi) serta tidak tersedia standar asuhan klinis terutama pada area berisiko tinggi.
Page 8
14
ABSTRACT
DWI RETNO NUROTUL WAHIDIYAH, Strategy of Operational Risk Management in Hospital (Comparative Study of Hospitals in Makassar City) (supervised by Rahman Kadir and Yansor Djaya).
Research on risk management has become an important theme in the development of business and public service include therein is the application in hospital management. The purpose of this study was to compare the level of implementation of risk management and risk matrix to hospital services in Makassar.
The research is based on qualitative comparative analysis method using questionnaires and interviews with risk indicators based on KARS 2012 (Hospital Accreditation Committee) and focus in improvement of the quality and safety aspects. The study was conducted in Wahidin and Unhas hospital. Respondents were selected in proportion to involve management, physicians, medical and non-medical staff of the polyclinic that is in each hospital. Validation test on 75 samples (35 samples from each object of research) was done by using triangulation between respondent type and consistency of the answers in the questionnaire.
The results showed a similar trend between the Wahidin and
Unhas hospitals in terms of indicators are still low level of implementation, namely: the use of data and information to determine the priority of quality improvement and patient safety, communication is done on a scheduled basis using the effective media creation and standard of clinical care by best scientific evidence, especially for high-risk area. While the results of the risk analysis matrix, the main risks faced by Wahidin hospital are: there is no follow-up or improvement of monitoring program implementation, training development is not in accordance with the needs of employees and the skills do not improve the quality of service (either through performance analysis, benchmarking and or accreditation). While the main risks faced by Unhas hospital are: there is no follow-up or improvement of monitoring program implementation, training development expertise is not in accordance with the needs of employees, there is no monitoring and evaluation of the implementation of the service, do not improve the quality of service (either through performance analysis, bench marking and or accreditation), and no standard of clinical care, especially in high-risk areas.
Page 9
15
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGAJUAN ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN iv
PRAKATA v
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pokok Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 7
E. Batasan Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Risiko Operasional 8
B. Strategic Issue Management 11
Page 10
16
C. Konsep Risiko dalam KARS 2012 15
D. Hasil Penelitian Sebelumnya 19
E. Kerangka Konseptual dan Kerangka Pikir 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 26
B. Pengelolaan Peran Peneliti 26
C. Definisi Operasional 27
D. Lokasi Penelitian 29
E. Sumber Data 29
F. Teknik Pengumpulan Data 30
G. Teknik Analisis Data 33
H. Pengecekan Validitas Temuan 33
I. Tahapan dan Jadwal Penelitian 36
J. Daftar Pertanyaan 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 38
1. Gambaran umum obyek penelitian 38
2. Demografi responden 40
3. Implementasi strategic issue management 42
4. Matrik risiko operasional 46
5. Bentuk matrik risiko operasional 50
B. Uji Validitas Data 55
1. Credibility test 55
Page 11
17
2. Transferability test 58
3. Dependability test 58
4. Conformability test 59
C. Pembahasan 59
1. Implementasi strategic issue management risiko operasional 59
2. Matrik risiko operasional 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 81
B. Saran 83
DAFTAR PUSTAKA 86
LAMPIRAN 90
Page 12
18
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Gambaran umum obyek penelitian 39
2. Data poliklinik RS Wahidin dan RS Unhas 40
3. Perbandingan nilai hasil jawaban responden terkait implementasi strategic issue manajemen risiko operasional 43
4. Wilayah rentang nilai implementasi untuk RS Wahidin 44
5. Wilayah rentang nilai implementasi untuk RS Unhas 45
6. Jawaban responden terhadap dampak risiko untuk RS Wahidin 48
7. Jawaban responden terhadap dampak risiko untuk RS Unhas 48
8. Jawaban responden terhadap kemungkinan terjadi RS Wahidin 49
9. Jawaban responden terhadap kemungkinan terjadi RS Unhas 49
10. Skor matrik risiko untuk RS Wahidin 50
11. Skor matrik risiko untuk RS Unhas 51
12. Rentang wilayah nilai dampak risiko dan kemungkinan terjadi RS Wahidin 51
13. Penentuan rentang wilayah dampak risiko dan kemungkinan
terjadi RS Wahidin 52
14. Rentang wilayah nilai dampak risiko dan kemungkinan terjadi RS Unhas 52
15. Penentuan rentang wilayah dampak risiko dan kemungkinan
terjadi RS Unhas 53 16. Pengecekan silang jawaban responden untuk 3 indikator
implementasi terendah 57
17. Alternatif solusi penanganan risiko operasional 79
Page 13
19
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
18. Urutan matrik prioritas dalam strategic issue management 13
19. Kerangka konseptual penelitian 25
20. Kerangka pikir penelitian 25
21. Konsep teknik pengumpulan data 31
22. Jadwal penelitian 36
23. Perbandingan demografi responden berdasarkan usia 41
24. Perbandingan demografi responden berdasarkan gender 41
25. Matrik risiko operasional RS Wahidin 54
26. Matrik risiko operasional RS Unhas 55
27. Keterkaitan indikator dalam good risk management practice 61
28. Struktur organisasi RS Wahidin 68
29. Struktur organisasi RS Unhas 69
30. Denah lokasi RS Wahidin 73
31. Denah lokasi RS Unhas 74
Page 14
20
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
32. Urutan matrik prioritas dalam strategic issue management 13
33. Kerangka konseptual penelitian 25
34. Kerangka pikir penelitian 25
35. Konsep teknik pengumpulan data 31
36. Jadwal penelitian 36
37. Perbandingan demografi responden berdasarkan usia 41
38. Perbandingan demografi responden berdasarkan gender 41
39. Matrik risiko operasional RS Wahidin 54
40. Matrik risiko operasional RS Unhas 55
41. Keterkaitan indikator dalam good risk management practice 61
42. Struktur organisasi RS Wahidin 68
43. Struktur organisasi RS Unhas 69
44. Denah lokasi RS Wahidin 73
45. Denah lokasi RS Unhas 74
Page 15
21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap bentuk bisnis dari suatu perusahaan ataupun fungsi dalam
suatu organisasi pasti memiliki risiko yang tidak bisa dilepaskan. Risiko,
dapat dinyatakan sebagai kemungkinan kerugian atau ketidakpastian
hasil dari tujuan organisasi (ISO 31000). Menghadapi kenyataan tersebut,
setiap organisasi harus memiliki sumberdaya dan kemampuan yang
cukup untuk mengimplementasikan strategi dalam mengendalikan risiko.
Konsep tersebut harus menjadi fokus utama dari manajemen dengan
memasukkan manajemen risiko sebagai salah satu strategic issue
management yang akan menjadi panduan seluruh aktifitas dan fungsi
yang dijalankan. Karena pada prinsipnya, risiko tidak bisa dihilangkan
namun hanya dapat dikendalikan melalui strategi yang tepat.
Hasil penelitian mengenai Global Risk Management Study,
menunjukan bahwa kemampuan manajemen risiko telah menjadi isu
utama bagi manajemen dalam setiap organisasi. Manajemen risiko juga
telah berubah menjadi pendorong utama terhadap keberlanjutan
organisasi, menjadi sumber pertumbuhan jangka panjang yang
berkelanjutan serta mampu memberikan keunggulan kompetitif di masa
depan bagi perusahaan ataupun organisasi. Dalam penelitian tersebut
Page 16
22
disimpulkan bahwa konsep manajemen risiko dari suatu organisasi harus
siap menghadapi tantangan sebagai berikut : peningkatan volatilitas dan
tuntutan layanan yang semakin komplek, kemampuan strategi
manajemen risiko dalam mendukung pertumbuhan organisasi jangka
panjang dan penetapan investasi yang tepat untuk manajemen risiko
yang diperkirakan akan semakin meningkat di masa yang akan datang.
Konsep inti pengendalian risiko telah mengarah kepada kemampuan
strategi pengenalan dan pencegahan dini dengan menjadikan
manajemen risiko sebagai salah satu komponen utama dalam strategic
issue management (Accenture, 2011).
Salah satu jenis layanan publik yang berhadapan dengan risiko
operasional tinggi adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah kesatuan
aspek sosial dan pelayanan medis dari suatu organisasi, yang memiliki
fungsi memberikan pelayanan kesehatan (penyembuhan, pencegahan
maupun layanan khusus kepada pasien), rumah sakit juga memiliki fungsi
sebagai pusat pelatihan petugas kesehatan dan penelitian terkait
kesehatan. Secara umum pelayanan rumah sakit dibagi menjadi dua
besaran yaitu rawat inap (pasien menginap di rumah sakit untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan) dan rawat jalan (pasien tidak perlu
menginap di rumah sakit dalam proses pelayanan kesehatan). Layanan
rawat jalan dikenal juga sebagai poliklinik (Expert Committee on
Organization of Medical Care, WHO, 2012).
Page 17
23
Tingginya peran rumah sakit dalam masyarakat terlihat dengan
pembentukan Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) di Indonesia. KARS
dibentuk melalui Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
417/MENKES/PER/II/2011 sebagai tindak lanjut UU No.44 Tahun 2009
pasal 40. Dalam perkembangannya, pada tahun 2012 telah ditetapkan
standarisasi KARS terbaru yang berfokus kepada : pasien, kualitas
proses, kualitas output dan outcome, kekuatan implementasi serta
keterlibatan seluruh pegawai. (www.kars.or.id). Konsep tersebut telah
mengarah kepada perkembangan paradigma strategi manajemen risiko
yang mengedepankan kesiapan organisasi untuk menghadapi setiap
kemungkinan risiko dalam lingkungan bisnisnya dengan strategi yang
tepat sebagai langkah proaktif dan antisipatif sebelum terjadinya hal yang
tidak diharapkan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa akreditasi berdampak positif
dalam peningkatan kinerja rumah sakit. Kelebihan program akreditasi
meliputi peningkatan kualitas komunikasi, komitmen pada best practice,
ketersediaan informasi untuk kegiatan evaluasi dan kegiatan mutu
perawatan, fokus yang lebih besar pada pasien, mendukung perubahan,
pembinaan staf. Rumah sakit yang tidak terakreditasi menunjukkan
kualitas yang lebih rendah dibanding rumah sakit yang terakreditasi
walaupun masih terdapat banyak variasi dalam kinerja diantara rumah
sakit terakreditasi (Greenfield D & Braithwaite J, 2007).
Page 18
24
Pelayanan rumah sakit adalah fungsi yang unik dan berisiko tinggi,
karena dalam pelaksanannya melibatkan keselamatan nyawa manusia
yang nilainya tidak bisa dibandingkan dengan indikator finansial. Selain
itu cakupan kemampuan pelayanan rumah sakit akan sering berhadapan
dengan kondisi yang belum diprediksi sebelumnya, komplek dan
beragam. Hal itulah yang menempatkan kesiapan manajemen dari
sebuah rumah sakit dalam menerapkan strategi dalam penanganan risiko
operasional sebagai titik tumpu utama yang akan menjamin kualitas dan
keberlangsungan kualitas layanan rumah sakit.
Berdasarkan studi literatur, pengembangan penelitian dalam
rumah sakit di Indonesia lebih terfokus pada hal-hal yang terkait dengan
penyakit, struktur pembiayaan rumah sakit, standard minimal pelayanan
rumah sakit, pengelolaan rumah sakit dan hospital disaster plan
(Barmawi, 2012). Dalam hospital disaster plan telah dibahas juga
mengenai manajemen operasional, namun terfokus pada kondisi pada
saat rumah sakit mengalami suatu bencana yang sifatnya force majeur.
Pembahasan mengenai matrik risiko operasional sebagai strategi dari
manajemen untuk menetapkan prioritas penanganan risiko operasional
masih belum menjadi prioritas utama dalam penelitian bidang manajemen
rumah sakit di Indonesia.
Penelitian ini akan memfokuskan kepada pembahasan terhadap
strategi manajemen risiko operasional berdasarkan indikator peningkatan
mutu dan keselamatan pasien KARS 2012 pada rumah sakit di Kota
Page 19
25
Makassar melalui studi komparatif layanan poliklinik antara Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo (RS Wahididn) dan Rumah Sakit Pendidikan
Universitas Hasanuddin (RS Unhas). Penelitian juga akan menganalisis
strategi manajemen risiko melalui pemahaman matrik risiko operasional.
Pertimbangan utama pemilihan RS Wahididn dan RS Unhas
sebagai objek penelitian adalah sebagai berikut :
a. Kedua rumah sakit memiliki unit atau instalasi poliklinik yang lengkap
(di wilayah Makassar), sebagai salah satu layanan rumah sakit yang
penting karena menjadi salah satu pintu masuk pasien. Ketepatan
diagnosa dari poliklinik akan sangat menentukan kualitas pelayanan
kesehatan selanjutnya dari rumah sakit.
b. Layanan poliklinik dari kedua rumah sakit memiliki kualitas dan daya
tampung yang berimbang. Secara rata-rata dalam satu hari kedua
rumah sakit melayani 200-300 pasien rawat jalan.
Melalui studi komparasi diharapkan mampu menambah khasanah
ilmu pengetahuan mengenai konsep strategi dan tingkat kesiapan dari
manajemen rumah sakit terutama untuk layanan poliklinik di Makassar
dalam menghadapi perkembangan dunia kesehatan beserta risiko
operasional yang dihadapi.
Bagi manajemen rumah sakit, hasil penelitian diharapkan mampu
memberikan acuan dalam penerapan strategi manajemen risiko melalui
pemahaman matrik risiko operasional sesuai kompleksitas dan kondisi
yang dihadapi. Sedangkan bagi manajemen secara umum, diharapkan
Page 20
26
dapat memberikan masukan mengenai konsep penanganan risiko
operasional yang efektif dan mampu menjaga keberlangsungan
organisasi dalam jangka panjang.
B. Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, pokok permasalahan yang
akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perbandingan penerapan strategi manajemen
risiko operasional berdasarkan indikator peningkatan mutu dan
keselamatan pasien KARS 2012 pada instalasi poliklinik RS Wahidin
dan RS Unhas ?.
2. Bagaimanakah perbandingan matrik risiko operasional berdasarkan
indikator peningkatan mutu dan keselamatan pasien KARS 2012 pada
instalasi poliklinik dari RS Wahidin dan RS Unhas ?.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitan ini adalah :
1. Untuk mengkaji dan menganalisis perbandingan penerapan
manajemen risiko operasional berdasarkan indikator peningkatan
mutu dan keselamatan pasien KARS 2012 pada instalasi poliklinik RS
Wahidin dan RS Unhas.
2. Untuk mengkaji dan menganalisis perbandingan matrik risiko
operasional berdasarkan indikator peningkatan mutu dan keselamatan
Page 21
27
pasien KARS 2012 dari setiap objek penelitian (instalasi poliklinik
pada RS Wahidin dan RS Unhas).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan referensi bagi
manajemen rumah sakit terkait strategi manajemen risiko operasional
instalasi poliklinik melalui studi komparatif terhadap RS Wahidin dan
RS Unhas di Makassar.
2. Memberikan rekomendasi bagi manajemen rumah sakit (dan
manajemen bisnis lainnya) dalam pemetaan matrik risiko operasional
sesuai tantangan organisasi dan bisnis yang dihadapi.
E. Batasan Penelitian
Melihat luasnya cakupan konsep manajemen risiko operasional,
maka dalam penelitian ini analisis dibatasi atau dikhususkan kepada :
1. Penerapan dan analisis strategi manajemen risiko operasional
berdasarkan indikator KARS 2012 pada aspek peningkatan mutu dan
keselamatan pasien melalui studi komparatif terhadap RS Wahidin
dan RS Unhas di Makassar.
2. Objek penelitian adalah instalasi poliklinik yang difokuskan kepada
analisis matrik risiko operasional.
Page 22
34
BAB II
DASAR TEORI
A. Manajemen Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko yang muncul karena
ketidakcukupan/ketidakmampuan proses internal, kegagalan manusia dan
atau sistem, serta peristiwa eksternal yang terkait dengan aktivitas proses
atau operasional (Hussain, 2012). Menurut Perrott (2011) fokus utama dalam
manajemen risiko operasional meliputi dua hal, yaitu: frekuensi atau
seberapa sering suatu peristiwa terjadi serta dampak risiko (seberapa besar
jumlah kerugian yang timbul akibat suatu peristiwa).
Manajemen Risiko adalah suatu proses identifikasi, evaluasi dan
penetapan urutan prioritas dari risiko yang diikuti dengan koordinasi dan
penerapan dalam aspek ekonomis dari sumber daya yang ada untuk
meminimalkan dan mengontrol kemungkinan dan atau terjadinya hal-hal
yang merugikan (tidak diinginkan) dalam organisasi (Douglas, 2009).
Dalam peneltian King (1982) strategi-strategi yang dapat diterapkan
dalam menghadapi risiko adalah sebagai berikut :
Page 23
35
1. Memindahkan risiko (artinya manajemen memilih untuk memindahkan
risiko kepada pihak lain, misalnya melalui jasa asuransi dalam
menghadapai asuransi kebakaran)
2. Menghindari risiko (artinya perusahaan memilih untuk tidak masuk dalam
bisnis tersebut dengan konsekuenasi kehilangan kesempatan yang ada).
3. Mengurangi dampak buruk dari risiko (misalnya dengan menyiapkan
disaster recovery plan terhadap data perusahaan untuk menghadapi
kegagalan dari sistem utama).
4. Menerima risiko dalam batasan tertentu (misalnya penetapan batas cut
loss bagi para pialang saham).
Konsep manajemen risiko operasional dapat didefinisikan sebagai
suatu proses berkesinambungan meliputi pengkajian risiko, pengambilan
keputusan risiko, dan implementasi pengendalian risiko yang hasilnya adalah
suatu keputusan dari manajemen terkait risiko, apakah dengan menerima,
melakukan pencegahan ataupun menghindari risiko yang terkait dengan
kegagalan sistem dan proses internal, faktor manusia atau karena faktor
eksternal.
Menurut The International Organization for Standardization (2012)
prinsip-prinsip utama dalam proses manajemen risiko harus mampu
mendorong hal-hal sebagai berikut :
Page 24
36
a. Create Value – menciptakan nilai tambah, artinya dengan penerapan
manajemen risiko harus memberikan kontribusi positif terhadap
pertumbuhan organisasi.
b. Be an integral part of organizational processes – menjadi suatu kesatuan
dari proses di dalam organisasi, artinya strategi dalam manajemen risiko
tidak berdiri sendiri, namun menyatu dan menjadi bagian dari strategi
besar organisasi.
c. Being part of decision making – menjadi bagian dari proses pengambilan
keputusan, artinya dalam setiap keputusan yang diambil oleh organisasi,
harus telah mempertimbangkan terhadap faktor risiko yang mungkin
terjadi.
d. Explicitly address uncertainty and assumption – Secara jelas dapat
menjelaskan aspek ketidakpastian dan asumsi, artinya konsep
manajemen risiko merupakan hasil analisis secara detail dan tajam dari
ketidakpastian dan asumsi yang ada.
e. Be systematic and structured – sistematis dan terstruktur, artinya konsep
manajemen risiko memiliki sistematika, standar dan struktur yang jelas,
sehingga setiap bagian dari organisasi mampu memahami dan
menerapkannya.
f. Be based on the best available information – harus didasarkan kepada
informasi terbaik yang tersedia.
Page 25
37
g. Be tailorable – dapat dimodifikasi, artinya manajemen risiko bersifat
fleksibel dan tidak kaku, sehingga dapat menyesuaikan dengan realita
dan perubahan yang terjadi di lapangan.
h. Take into account human factors – memperhitungkan faktor-faktor
catatan manusia, artinya unsur manusia sebagai pelaku tetap menjadi
faktor utama yang dipertimbangkan dalam manajemen risiko.
i. Be transparent and inclusive – bersifat terbuka dan inklusif, artinya
metode dari manajemen risiko harus bisa diakses oleh semua yang
berkepentingan dan tidak hanya ditujukan untuk unit tertentu di dalam
organisasi.
j. Be dynamic, iterative and responsive to change – bersifat dinamis,
berulang dan cepat tanggap terhadap perubahan.
k. Be capable of continual improvement and enhancement – mampu
dilakukan pengembangan dan peningkatan secara terus menerus.
l. Be continually or periodically re-assess – dalam kurun waktu tertentu dan
secara terus menerus dilakukan pengkajian ulang.
B. Strategic Issue Management
Strategic Issues adalah perkembangan atau kecenderungan yang
muncul dari sisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan yang
berpotensi memengaruhi kualitas kinerja dari organisasi. Manajemen suatu
Page 26
38
organisasi harus memiliki kemampuan untuk menganalisis faktor-faktor
internal dan eksternal yang akan berdampak terhadap kelangsungan
organisasi dan bagaimana strategi yang akan diterapkan untuk menghadapi
hal tersebut sehingga kinerja organisasi dapat dipastikan
keberlangsungannya. Dalam perkembangannya, strategic issues berfungsi
menjadi konsep analisis risiko (Ansoff 1980; King 1982).
Strategic Issue Management (SIM) merupakan suatu kesatuan
prosedur, kegiatan, sumberdaya manusia dan aktifitas proses yang
ditetapkan oleh organisasi untuk memahami, menganalisis dan merespon
terhadap setiap isu strategis (hal hal yang akan berdampak negatif terhadap
kinerja organisasi jika dibiarkan atau tidak diatasi segera). Dengan
penerapan SIM yang tepat, maka organisasi akan memiliki kemampuan
adaptasi dan bertahan terhadap perubahan risiko sesuai lingkungan bisnis
(Duncan & Weiss, 1979; Hedberg, 1981; Norman, 1985). Melalui pendekatan
SIM, manajemen akan menetapkan strategi berdasarkan urutan prioritas.
Isu-isu yang berasal dari luar lingkungan organisasi akan dikategorikan
sebagai “kesempatan/opportunities” dan “ancaman/threats”. Sedangkan isu-
isu yang berasal dari dalam organisasi akan dikategorikan sebagai
“kekuaatan/strength” dan “kelemahan/weaknesses”.
Penerapan SIM dalam manajemen risiko operasional adalah suatu
langkah detail dimana manajemen, setelah memahami potensi risiko
Page 27
39
operasional organisasi (baik internal maupun ekternal), maka kemudian akan
menentukan prioritas strategi sesuai kekuatan dan kesempatan yang dimiliki.
Strategi tersebut akan menentukan urutan prioritas dari isu-isu yang mungkin
dihadapi oleh organisasi. Penerapan strategi ini didasarkan kepada potensi
terjadinya suatu isu dan tingkat pengaruh atau dampak yang akan
ditimbulkan dan dijabarkan dalam bentuk matrik strategi (Perrott, 2011).
Konsep dasar dan bentuk matrik risiko operasional menurut Perrott (2011)
dijelaskan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Urutan Matrik Prioritas dalam Strategic Issue Management
Perrott (2011) menyimpulkan bahwa matrik tersebut akan membantu
manajemen dalam menetapkan skala prioritas dalam menghadapi risiko
bisnis. Salah satu metode untuk mendapatkan matrik urutan prioritas dalam
SIM adalah menggunakan sistem workshop. Langkah dari workshop dalam
menentapkan matrik risiko operasional adalah sebagai berikut :
Page 28
40
Langkah 1 : Capturing & listing issues – Identifikasi dan pencatatan isu-
isu.
Langkah 2 : Sorting & coding – Pengurutan dan pengkodean.
Langkah 3 : Deciding the most important issues, first screen –
Menentukan isu-isu terpenting, penyaringan pertama.
Langkah 4 : Ranking according to urgency and impact, second sreen –
Memberikan urutan sesuai ukuran kemungkinan terjadi dan
dampak yang diberikan.
Langkah 5 : Identifying issues for immediate response – Identifikasi isu-
isu yang memerlukan penanganan segera.
Langkah 6 : Preparing action plans for top priority issues – Menyiapkan
rencana kerja untuk isu-isu utama.
Langkah 7 : Monitoring progress on implementing the action plans –
Pengawasan pencapaian dalam penerapan rencana kerja.
Langkah 8 : Continuing issue capture: setting date for next review of
priorities – Tindak lanjut identifikasi isu, serta menetukan
periode kaji ualng sesuai prioritas.
Dengan sistem kerangka kerja, workshop, dan proses yang
memfasilitasi komunikasi mengenai isu kritis dan dampak risiko yang
ditimbulkan, akan membangun kesamaan persepsi antar manajemen pada
tingkat atas. Pedoman dalam bentuk matrik ini akan sangat bermanfaat pada
Page 29
41
saat menghadapi kondisi operasional yang luar biasa dan membutuhkan
keputusan dalam waktu yang cepat.
Konsep dan standar tersebut juga akan membuat sumberdaya
manusia yang ada di organisasi lebih memahami akan risiko yang harus
mereka perhatikan untuk menciptakan kinerja yang efektif dan efisien.
Organisasi yang telah mampu memetakan risiko dan menentukan
urutan strategis tindakan yang dapat dilakukan akan lebih siap menghadapi
perkembangan bisnis dan persaingan pada umumnya, serta memastikan
kualitas layanan operasional pada khususnya.
C. Konsep Risiko dalam KARS 2012
Salah satu konsep manajemen risiko yang diterapkan oleh KARS
2012 sebagai standar bagi rumah sakit di Indonesia adalah peningkatan
mutu dan keselamatan pasien (PMK) yang merupakan bagian dari standar
manajemen rumah sakit. Konsep tersebut adalah sebuah pendekatan
komprehensif dari peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Peningkatan
mutu secara menyeluruh adalah dengan memerkecil (reduction) risiko pada
pasien dan staf secara berkesinambungan. Risiko ini dapat ditemukan baik
dalam proses klinis maupun di lingkungan fisik.
Page 30
42
Perbaikan mutu dan keselamatan pasien ditopang melalui aspek-
aspek sebagai berikut :
1. Kepemimpinan dan upaya menuju perubahan budaya rumah sakit.
2. Identifikasi dan menurunkan risiko dan penyimpangan secara proaktif.
3. Menggunakan data agar fokus pada isu prioritas.
4. Mencari cara yang menunjukkan perbaikan yang langgeng sifatnya.
Indikator yang ditetapkan dalam perbaikan mutu dan keselamatan
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Aspek kepemimpinan dan perencanaan, meliputi:
a. Mereka yang bertanggung jawab memimpin dan menjalankan rumah
sakit berpartisipasi dalam perencanaan dan evaluasi keberhasilan
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
b. Pimpinan rumah sakit berkolaborasi dalam melaksanakan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
c. Pimpinan menetapkan proses yang dijadikan prioritas untuk dilakukan
evaluasi dan kegiatan peningkatan dan keselamatan pasien yang harus
dilaksanakan.
d. Pimpinan memberikan bantuan teknologi dan dukungan lainnya untuk
mendukung program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
e. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien diinformasikan kepada staf.
f. Staf diberi pelatihan untuk ikut serta dalam program.
Page 31
43
2. Rancangan proses klinis dan manajerial, meliputi:
a. Rumah sakit membuat rancangan baru dan melakukan modifikasi dari
sistem dan proses sesuai prinsip peningkatan mutu.
b. Pedoman praktek klinis dan atau protokol klinis digunakan sebagai
pedoman dalam memberikan asuhan klinis.
3. Pemilihan indikator dan pengumpulan data, meliputi:
a. Pimpinan rumah sakit menetapkan indikator kunci dalam struktur rumah
sakit, proses-proses, dan hasil (outcome) untuk diterapkan di seluruh
rumah sakit dalam rangka peningkatan mutu dan rencana keselamatan
pasien.
b. Pimpinan rumah sakit menetapkan indikator kunci untuk masing-masing
struktur, proses dan hasil setiap upaya klinis.
c. Pimpinan rumah sakit menetapkan indikator kunci untuk masing-masing
struktur, proses-proses dan hasil manajerial.
d. Pimpinan rumah sakit menetapkan indikator kunci untuk masing-masing
sasaran keselamatan pasien.
4. Validasi dan analisis dari data penilaian, meliputi:
a. Petugas dengan pengalaman, pengetahuan dan keterampilan cukup
mengumpulkan dan menganalisis data secara sistematik.
b. Frekuensi dari analisis data disesuaikan dengan proses yang sedang
dikaji dan sesuai dengan ketentuan rumah sakit.
Page 32
44
c. Proses analisis dilakukan dengan membandingkan secara internal,
membandingkan dengan rumah sakit lain bila tersedia, dan
membandingkan dengan standar keilmuan serta membandingkan
dengan praktek yang baik.
d. Rumah sakit menggunakan proses internal untuk melakukan validasi
data.
e. Bila rumah sakit memublikasikan data atau menempatkan data di
website publik, pimpinan rumah sakit menjamin reliabilitas data.
f. Rumah sakit menggunakan proses yang ditetapkan untuk melakukan
identifikasi dan pengelolaan kejadian yang tidak diharapkan.
g. Data dianalisis bila ternyata ada kecenderungan yang tidak diinginkan
maupun variasi dari data tersebut.
h. Rumah sakit menggunakan proses yang ditetapkan untuk melakukan
identifikasi dan analisis kejadian nyaris cedera / KNC (near-miss
events).
5. Mencapai dan memertahankan peningkatan, meliputi:
a. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien tercapai dan dipertahankan.
b. Kegiatan perbaikan mutu dan keselamatan pasien dilakukan untuk area
prioritas sebagaimana yang ditetapkan pimpinan rumah sakit.
Page 33
45
c. Program manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk melakukan
identifikasi dan mengurangi KTD dan mengurangi risiko lain terhadap
keselamatan pasien dan staf.
(www.kars.or.id)
Dari 23 indikator perbaikan mutu dan keselamatan, penelitian ini akan
fokus pada indikator-indikator yang terkait langsung dengan manajemen
risiko operasional sebanyak 14 indikator.
Melalui 14 indikator tersebut akan menjadi dasar dalam analisis
implementasi dan matrik risiko operasional dari kedua objek penelitian.
Penjelasan selengkapnya mengenai rumusan analisis dijelaskan dalam
Lampiran 1.
D. Hasil Penelitian Sebelumnya
Seiring perkembangan dunia kesehatan, telah menuntut organisasi
rumah sakit sebagai layanan publik untuk terus menyempurnakan kualitas
operasional yang diberikan. Perubahan lingkungan persaingan dalam rumah
sakit ditandai dengan semakin tingginya ekspektasi masyarakat terhadap
kualitas layanan rumah sakit. Hal tersebut menuntut manajemen rumah sakit
Page 34
46
untuk mengembangkan dan melakukan inovasi strategi dalam tingginya
persaingan untuk meningkatkan kinerja operasional dan keberlangsungan
organisasi (Yasin, dkk 2011).
Dalam penelitian Yasin, dkk (2011) mengenai competitive strategic
grouping for hospitals disimpulkan bahwa aspek-aspek operasional yang
harus menjadi perhatian manajemen dalam layanan rumah sakit adalah :
1. Pengembangan pelayanan baru.
2. Layanan pelanggan.
3. Efisiensi operasional.
4. Pengawasan kualitas layanan.
5. Tingkat pengalaman pegawai (meliputi pengetahuan dan keahlian)
6. Kualitas dari kompetensi keandalan proses layanan.
7. Kualitas dari tenaga ahli.
8. Biaya perawatan.
9. Tingkat kompetitif dari tarif.
10. Pengembangan layanan yang telah ada.
11. Inovasi teknik pemasaran
12. Daya tarik bagi tenaga ahli.
13. Strategi mempertahankan tenaga ahli yang dimiliki.
14. Perencanaan pengembangan ke depan.
15. Aspek periklanan.
Page 35
47
16. Tingkat reputasi organisasi di dalam industri.
17. Perencanaan proses dan layanan kesehatan ke depan.
18. Inovasi proses dan layanan kesehatan ke depan.
19. Penggunaan sumberdaya yang dimiliki untuk menghadapi kendala
persaingan.
20. Penggunaan sumberdaya yang dimiliki untuk memanfaatkan
kesempatan.
21. Pengembangan tenaga ahli dalam upaya peningkatan fasilitas strategis.
Berdasarkan penelitian Hussain (2012) disimpulkan bahwa risiko yang
menjadi isu bagi manajemen rumah sakit meliputi :
1. Legal setting (aspek hukum): memastikan bahwa operasional rumah sakit
telah memenuhi aspek legal, seperti : kualitas dokter, paramedis dan
apoteker dipastikan telah memiliki ijin praktek sesuai standar yang
ditetapkan.
2. Malpractice (mal praktek): memastikan bahwa dalam operasional rumah
sakit seluruh sumberdaya internal, baik sistem dan manusia telah
memahami fungsi dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Sehingga
dapat memberikan pelayanan dan konsultasi sesuai standar yang
diharapkan.
Page 36
48
3. Medical record (rekam medis): memastikan bahwa setiap operasional
terutama terkait perawatan kepada pasien telah dilakukan dokumentasi
dengan benar.
4. Patient’s rights : memastikan bahwa operasional rumah sakit telah
memenuhi hak-hak dari pasien dengan baik.
Dalam penelitian Hussain (2012) dijelaskan mengenai peran dan
tanggung jawan dari setiap stakeholder di dalam rumah sakit, meliputi:
1. Manajemen puncak sebagai wakil pemilik rumah sakit: bertanggung
jawab dalam merencanakan strategi manajemen risiko yang terintegrasi,
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan strategi dan memastikan
konsep manajemen risiko terkomunikasikan dengan bagus ke seluruh
unit kerja dan pegawai.
2. Klinik, kepala rumah sakit dan kepala departemen: bertanggung jawab
terhadap penerapan strategi manajemen risiko sesuai lingkup kerjanya,
memastikan setiap pegawai di unit kerja telah memahami standar
operasional dan memastikan semua pegawai memberikan dukungan
serta mematuhi standar manajemen risiko.
3. Tenaga medis dan staff: bertanggung jawab untuk selalu meningkatkan
keahlian dan pengetahuan, memberikan pembelajaran kepada pasien
dan keluarga serta proaktif dalam pelaksanaan manajemen risiko
Page 37
49
(melakukan identifikasi, pencatatan dan pelaporan apabila menemukan
kesalahan kejadian yang berisiko).
4. Pasien dan keluarga: bertanggung jawab memberikan informasi yang
benar dan tepat, melaporkan kepada manajemen rumah sakit apabila
terdapat kelalaian ataupun tindakan berisiko yang dialami serta bertanya
apabila terdapat hal-hal yang belum jelas terkait pelayanan kesehatan
yang diberikan.
Hussain (2012) menyatakan bahwa risiko operasional rumah sakit
dapat dikurangi melalui penerapan landasan dalam proses pengembangan
strategi untuk mengurangi, menghindari ataupun melakukan pencegahan
awal terhadap risiko operasional, yaitu meliputi penerapan aspek-aspek
sebagai berikut :
1. Membangun komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan seluruh
anggota tim dalam pelayanan kesehatan.
2. Memiliki kualitas dokumentasi yang bagus.
3. Memiliki proses dan standar yang jelas untuk setiap pelayanan yang
diberikan
Penelitian Ottensmeyer (1982) menjelaskan bahwa strategi dari suatu
organisasi dalam menangani risiko dapat dibagi menjadi dua jenis :
1. Passive strategy : melalui strategi ini organisasi lebih menekankan
kepada upaya mengumpulkan informasi dari risiko baik internal maupun
Page 38
50
eksternal, setelah informasi terkumpul maka manajemen akan
membahas konsep strategi yang akan diterapkan dalam menghadapi
risiko tersebut. Manajemen organisasi berperan sebagai collector
(pengumpul informasi) dan antenna (penangkap informasi) terhadap
perkembangan risiko bisnis.
2. Active strategy : melalui strategi ini organisasi lebih menekankan dalam
penerapan keputusan strategi yang proaktif terhadap pergerakan
lingkungan bisnis baik internal maupun eksternal. Manajemen organisasi
berperan sebagai activator (penggerak) dan intervener terhadap
perkembangan risiko bisnis.
Menurut David (2000), hal-hal yang diperlukan manajemen rumah
sakit dalam mencegah risiko operasional yang disebabkan aspek kesalahan
manusia meliputi :
1. Emphasizing a non-punitive and open environment : penekanan pada
lingkungan kerja yang tidak menghakimi dan terbuka, terutama dalam
menerima, menanggapi, mencatat dan melakukan evaluasi terhadap
risiko operasional yang terjadi.
2. Sensitizing and educating employees : meningkatkan kepekaan dan
pendidikan pegawai. Kemampuan menghadapi risiko bergantung kepada
tingkat kepedulian, pengetahuan dan keahlian dari pegawai.
Page 39
51
3. Review of medication occcurance reports : pelaksanaan kaji ulang
terhadap pelaporan proses pengobatan yang dilakukan.
4. Establising policies and procedures : penetapan kebijakan dan prosedur
yang jelas sebagai acuan bagi seluruh pegawai.
5. Leadership : faktor kepemimpinan selalu menjadi bagian penting dari
suatu strategi.
Hasil penelitian Duckers, dkk (2009) tentang keamanan dan
manajemen risiko layanan kesehatan menyimpulkan bahwa kesiapan rumah
sakit dalam menghadapi risiko dilihat dari 3 aspek:
1. Sistem deteksi dini, meliputi pencatatan kejadian dan teknik analisis risiko
yang diterapkan. Organisasi rumah sakit yang memiliki sistem pencatatan
kejadian berisiko yang dihadapi dan telah menerapkan teknik analisis
risiko memiliki kesiapan yang lebih bagus dalam mengahadapi risiko
dibandingkan organisasi yang belum memiliki catatan kejadian dan belum
menerapkan teknik analisis risiko.
2. Konsep pencegahan risiko. Faktor-faktor dalam mitigasi risiko mencakup
tindakan atau keadaan yang bertujuan untuk mencegah adanya kejadian
yang dapat membahayakan pasien.
3. Tindakan untuk mengurangi potensi risiko. Fokus dari strategi ini adalah
untuk mencegah terulangnya kejadian atau risiko yang pernah terjadi
Page 40
52
serta bagaimana mengembangkan kemampuan sistem yang telah
diterapkan.
E. Kerangka Konseptual dan Kerangka Pikir
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dijabarkan pada Gambar
2.
Gambar 2. Kerangka Konseptual Penelitian
Konsep dasar penelitian adalah memelajari strategi manajemen risiko
operasional rumah sakit (dengan sampel pada instalasi poliklinik) dan
analisis matrik risiko operasional. Penjabaran kerangka pikir dari penelitian
dapat dijelaskan pada Gambar 3.
Page 41
53
Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian
Page 42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini didasarkan kepada analisis kualitatif melalui studi
komparatif. Analisis kualitatif diakukan untuk mengetahui konsep strategi
manajemen risiko operasional dari organisasi rumah sakit terhadap
instalasi poliklinik yang dimiliki.
Analisis kualitatif juga dilakukan untuk mengetahui matrik risiko
operasional dari objek penelitian. Penerapan studi komparatif dilakukan
dengan membandingkan antara instalasi poliklinik pada 2 rumah sakit
yang ada di Makassar, yaitu: RS Dr. Wahididn dan RS Pendidikan Unhas.
B. Pengelolaan Peran Peneliti
Peran peneliti adalah sebagai pengamat penuh dan diketahui oleh
narasumber atau objek penelitian. Dalam hal ini peneliti sepenuhnya
melakukan analisis terhadap hasil wawancara dan kuesioner yang
diperoleh dari nara sumber / objek penelitian.
Page 43
2
C. Definisi Operasional
Salah satu hal penting dalam penelitian adalah pelaksanaan
penelitian sesuai dengan tujuan dan batasan masalah, untuk memastikan
hal tersebut maka perlu dipahami batasan yang menjadi dasar dari suatu
penelitian ilmiah yang termuat dalam operasionalisasi variabel penelitian.
Secara lebih rinci, operasionalisasi variabel dalam penelitian ini meliputi :
a. Strategic issue management : merupakan suatu kesatuan prosedur,
kegiatan, sumber daya manusia dan aktifitas proses yang ditetapkan
oleh organisasi untuk memahami, menganalisis dan merespon
terhadap setiap isu strategis (hal hal yang akan berdampak negatif
terhadap kinerja organisasi jika dibiarkan atau tidak diatasi segera)
(Ansoff, 1980).
b. Manajemen risiko : adalah suatu proses identifikasi, evaluasi dan
penetapan urutan prioritas dari risiko yang diikuti dengan koordinasi
dan penerapan dalam aspek ekonomis dari sumberdaya yang ada
untuk meminimalkan dan mengontrol kemungkinan dan atau
terjadinya hal-hal yang merugikan (tidak diinginkan) dalam organisasi
(Douglas, 2009).
c. Risiko operasional : adalah sebagai risiko dari kerugian atau
ketidakcukupan dari proses internal, kegagalan manusia dan atau
sistem serta peristiwa eksternal yang terkait dengan aktivitas proses
atau operasional (Ducker, 2009).
Page 44
3
d. Instalasi poliklinik atau rawat jalan rumah sakit : layanan rumah sakit
yang diberikan kepada pasien tanpa fasilitas menginap di rumah sakit
(WHO, 2012).
e. Matrik risiko operasional: adalah matrik yang dapat membantu
Manajemen dalam menetapkan skala prioritas dalam menghadapi
risiko bisnis terutama dalam risiko operasional (Bruce, 2011).
f. KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit): adalah komite independen
yang bertugas melakukan akreditasi terhadap rumah sakit di
Indonesia. Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang
diberikan oleh pemerintah pada manajemen rumah sakit, karena telah
memenuhi standar yang ditetapkan. Adapun tujuan akreditasi rumah
sakit adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
(www.kars.or.id).
g. Indikator KARS 2012 : merupakan indikator terbaru yang diterapkan
tahun 2012 oleh KARS sebagai acuan akreditasi rumah sakit di
Indonesia. (www.kars.co.id).
h. Studi kualitatif komparatif : studi yang dilakukan dengan
membandingkan dan menganalisis suatu tema penelitian dari
beberapa objek penelitian yang dipilih dengan batasan dan tujuan
tertentu (Moleong, 2002)
Page 45
4
D. Lokasi Penelitian
Penelitian difokuskan untuk studi perbandingan terhadap instalasi
poliklinik dari 2 rumah sakit yang ada di Kota Makassar, yaitu :
1. Instalasi poliklinik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo, Jl Perintis
Kemerdekaan KM.11 Makassar, nomor telepon : (0411) 585079, call
center : (0411) 592222, SMS center : 08539 70 000 70, website :
www.rsupwahidin.com.
2. Instalasi poliklinik Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin, Jl
Perintis Kemerdekaan Km.10 Tamalanrea, Makassar 90245,
nomor telepon : (0411) 591331, Fax : (0411) 591332, website :
www.rs.unhas.ac.id, email : [email protected] .
E. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer
yang bersifat kualitatif dan diolah melalui suatu analisis studi komparatif.
Data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara dengan nara
sumber dari pegawai pada instalasi poliklinik dan unit lainnya yang
berhubungan langsung dengan pelayanan dari 2 rumah sakit yang
menjadi objek penelitian yaitu : RS Wahidin dan RS Unhas.
Data kuesioner dan wawancara akan didukung dengan
dokumentasi foto-foto dari setiap objek penelitian.
Target responden dalam penelitian adalah :
Page 46
5
1. Manajemen (jajaran pimpinan : rumah sakit, departemen, instalasi atau
ruang yang terkait langsung dengan pelayanan).
2. Dokter, meliputi dokter spesialis ataupun umum, diluar dokter residen
dan dokter muda. Dokter residen adalah dokter yang sedang dalam
proses mennyelesaikan mengambil pendidikan spesialis, sedangkan
dokter muda adalah dokter yang telah menyelesaikan pendidikan
kedokteran dan menjalankan praktik dibawah pengawasan dokter yang
berwenang.
3. Staf medis meliputi tenaga perawat ataupun bidan.
4. Staf non medis adalah pegawai di poliklinik yang tidak berhubungan
dengan tindakan medis, seperti : bagian informasi, bagian pendaftaran
dan bagian administrasi.
F. Teknik Pengumpulan Data
Proses sampling atau pengumpulan data kuesioner dilakukan
dengan metode Disproportionate Stratified Random Sampling, yaitu suatu
teknik pengumpulan data dimana sampel diambil secara acak dengan
memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi namun tidak
ditentukan secara proporsional. Konsep dari teknik pengumpulan data
dijelaskan dalam Gambar 4.
Page 47
6
Gambar 4. Konsep Teknik Pengumpulan Data
Untuk responden wawancara ditentukan dengan Purposive
Samplling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus
sehingga layak dijadikan sampel (Uma Sekaran, 2006). Pemilihan metode
tersebut disesuaikan dengan kondisi objek penelitian dengan tetap
menjaga kualitas penelitian terutama dalam aspek ketelitian (presisi) dan
keyakinan (confidence). Menurut Rascoe (1975) yang dikutip Uma
Sekaran (2006) disimpulkan bahwa ukuran sampel antara 30 – 500
adalah tepat untuk kebanyakan penelitian. Sehingga pengambilan total
Page 48
7
sampel sebanyak 35 untuk masing-masing objek penelitian telah
memenuhi standar penelitian secara umum.
Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi yang
lebih dalam dan sebagai salah satu teknik triangulasi terhadap data yang
diperoleh. Maksud dan tujuan dari wawancara dijelaskan oleh Guba dan
Lincoln dalam Moleong (2002) meliputi:
1. Mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi,
perasaan, motivasi, tuntutan dan kepedulian.
2. Merekonstruksi kebulatan-kebulatan yang dialami di masa lalu.
3. Memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagaimana yang diharapkan
untuk dialami di masa yang akan datang.
4. Memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh
dari orang lain.
5. Memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang
dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
Jenis wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara terbuka dan terstruktur, dimana para subjeknya tahu bahwa
mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dari
wawancara tersebut serta peneliti telah menetapkan masalah dan
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.
G. Teknik Analisis Data
Page 49
8
Analisis data dilakukan dengan metode qualitative comparative
analysis (QCA). Metode QCA adalah suatu teknik analisa yang
dikembangkan oleh Charles Ragin pada tahun 1987. Studi ini dilakukan
dengan membandingkan dan menganalisis suatu tema penelitian dari
beberapa objek penelitian yang dipilih dengan batasan dan tujuan
tertentu.
Dalam penelitian ini akan dibandingkan penerapan manajemen
risiko operasional pada instalasi poliklinik dari 2 rumah sakit di Makassar,
yaitu RS Wahidin dan RS Unhas. Selain itu akan dilakukan analisis
mengenai matrik risiko operasional berdasarkan indikator KARS (Komite
Akreditasi Rumah Sakit) tahun 2012 dalam aspek peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
H. Pengecekan Validitas Temuan
Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi
pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti.
Sehingga data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data
yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya dalam
objek penelitian. Menurut Susan Stainback dan William Stainback (1988)
pengujian temuan terkait validitas temuan kualitatif dapat dilakukan
dengan metode sebagai berikut :
Page 50
9
1. Credibility : untuk menguji validitas internal (berkaitan dengan derajat
akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai). Metode yang
dipilih dalam penelitian ini adalah :
a. Perpanjangan Pengamatan : peneliti melakukan pengecekan ulang
secara fokus terhadap data yang telah diperoleh dengan
wawancara ataupun diskusi dengan narasumber.
b. Teknik triangulasi atau pengecekan silang. Pengecekan silang
dilakukan melalui teknik triangulasi antar jawaban responden
terhadap kuesioner maupun wawancara, serta triangulasi sumber
dimana peneliti akan melakukan analisis melalui pengecekan
silang antar narasumber. Proses analisis silang data dilakukan
untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih jelas terhadap
implementasi manajemen risiko operasional berdasarkan KARS
2012. Data yang diperoleh dari teknik kuesioner dan wawancara
serta perbandingan data dari berbagai narasumber tidak untuk
dirata-ratakan seperti dalam analisis kuantitatif, namun
dideskripsikan, dikategorikan pada hal mana terdapat persamaan
dan pada hal mana terdapat perbedaan serta hal spesifik apa yang
ditemukan.
c. Menggunakan bahan referensi : dalam penelitian yang dilakukan
peneliti menggunakan sarana bantu dokumentasi seperti : lembar
wawancara, foto kegiatan dan dokumen otentik lainnya.
Page 51
10
2. Transferability : untuk menguji validitas eksternal (berkaitan dengan
derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau
diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut diambil). Dalam hal
ini peneliti akan menekankan kepada penjelasan data, proses
penelitian, teknik analisis dan uji yang dilakukan secara rinci, jelas,
sistematis dan dapat dipercaya. Sehingga pembaca dan pengguna
laporan hasil penelitian dapat memperoleh gambaran bagaimana
suatu hasil penelitian diberlakukan serta bagaimana pengaplikasian
pada kasus yang lainnya. Terkait dengan konsep penelitian kualitatif,
maka fokus yang akan yang diuji adalah validitas dari data yang
dihasilkan.
3. Dependability, pengujian ini bertujuan untuk menentukan tingkat
reliabilitas dari penelitian. Pengujian dependability dilakukan dengan
proses audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Proses audit
paling awal dilakukan oleh pembimbing dari peneliti. Audit dilakukan
sejak bagaimana peneliti menentukan masalah, memasuki lapangan,
menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji
keabsahan data, sampai proses kesimpulan dan pelaporan hasil
penelitian.
4. Conformability, uji ini bertujuan untuk mengukur tingkat objektifitas
penelitian. Pengujian dilakukan dengan melihat apakah hasil
penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang benar.
Page 52
11
Pengujian conformability dilakukan bersamaan dengan uji
dependability
I. Tahapan dan Jadwal Penelitian
Tahapan dari penelitian sebagaimana dijelaskan dalam gambar 5
adalah sebagai berikut :
1. Perumusan masalah :
2. Pengajuan proposal penelitian
3. Penelitian lapangan
4. Analisis data
5. Penyusunan laporan hasil penelitian
Gambar 5. Jadwal Penelitian
J. Daftar Pertanyaan
Page 53
12
Pertanyaan yang akan diajukan kepada responden sebagai
sumber analisis dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Dimensi implementasi strategi manajemen risiko operasional.
Dalam bagian ini akan diajukan pertanyaan yang disusul dengan
kegiatan wawancara dan pendokumentasian dari dokumen
pendukung untuk mengetahui penerapan manajemen risiko
operasional berdasarkan indikator KARS 2012 dalam aspek
peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Data selengkapnya dari
daftar pertanyaan terkait dimensi implementasi strategi manajemen
risiko operasional dijelaskan dalam Lampiran 1.
2. Dimensi matrik risiko operasional
Bagian ini ditujukan untuk proses analisis terhadap bentuk matrik
risiko operasional yang ada dari setiap objek penelitian. Penyusunan
matrik risiko operasional didasarkan pada matrik 9 kolom dan
mengacu kepada indikator KARS 2012 dalam aspek peningkatan
mutu dan keselamatan pasien. Data selengkapnya dari daftar
pertanyaan terkait dimensi matrik risiko operasional dijelaskan dalam
Lampiran 1.
Page 54
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
K. Hasil Penelitian
1. Gambaran umum objek penelitian
Penelitian mengenai strategi manajemen risiko operasional
dilaksanakan di instalasi poliklinik pada 2 rumah sakit di Makassar yaitu
RS Wahidin dan RS Unhas. Kedua rumah sakit berada pada lokasi yang
sama (berdekatan) di komplek Jl Perintis Kemerdekaan KM 10 – 11
Tamalanrea Makassar.
RS Wahidin merupakan rumah sakit golongan A terbesar di
Makassar dan menjadi pusat rujukan utama dibawah tanggung jawab
Dinas Kesehatan. RS Unhas merupakan rumah sakit khusus pendidikan
pertama di Indonesia dan berada dibawah tanggung jawab Dinas
Pendidikan Tinggi, walaupun masih termasuk golongan B namun fasilitas,
SDM dan layanan yang dimiliki RS Unhas sudah memenuhi persyaratan
golongan A, hanya kurang dalam jumlah kamar yang tersedia. Dalam hal
pelayanan poliklinik, kedua rumah sakit memiliki jumlah pasien yang
sebanding, dimana rata-rata pasien dalam satu hari berkisar 200 – 300
orang.
Page 55
14
Dalam pelaksanaan manajemen risiko operasional dan
memastikan kualitas pelayanan, RS Wahidin dibawah tanggung jawab
instalasi mutu dan akreditasi, sedangkan untuk RS Unhas berada di
bawah Sub Komite Keselamatan Pasien dan Penjaminan Mutu. Beberapa
data faktual dari kedua rumah sakit ditampilkan dalam Tabel 1.
Tabel1. Gambaran umum objek penelitian
Dilihat dari instalasi poliklinik, kedua rumah sakit memiliki fasilitas
yang berimbang, baik dari sisi dokter spesialis dan peralatan pendukung
yang tersedia. Kelebihan RS Wahidin adalah adanya tambahan beberapa
poli dengan pelayanan didasarkan atas perjanjian sebelumnya (tidak
stand by setiap hari), sedangkan kelebihan RS Unhas adalah konsep
pelayanan yang lebih nyaman (dilihat dari sistem antrian dan fasilitas
ruang tunggu). Perbandingan antara poliklinik RS Wahidin dan RS Unhas
dapat dilihat pada Tabel 2.
Page 56
15
Tabel 2. Data Poliklinik RS Wahidin dan RS Unhas
2. Demografi responden
Berdasarkan teknik sampling sebagaimana dijelaskan dalam
metodologi penelitian, diperoleh data demografi responden untuk RS
Wahidin dan RS Unhas sebagaimana dijelaskan dalam gambar 6 dan 7.
Page 57
16
Gambar 6. Perbandingan demografi responden berdasarkan usia
Gambar 7. Perbandingan demografi responden berdasarkan gender
Dari demografi tersebut, terlihat bahwa RS Wahidin dan RS Unhas
memiliki perbandingan komposisi pegawai dan gender yang berimbang
dan tidak berbeda jauh. Rata-rata pegawai di kedua rumah sakit di
dominasi usia yang masih muda (di bawah 35 tahun) terutama untuk staf
medis selain dokter dan staf non medis. Sesuai dengan karakteristik
poliklinik yang ditangani oleh spesialis, maka untuk dokter rata-rata
berusia di atas 35 tahun.
Page 58
17
3. Implementasi strategic issue management (SIM) risiko
operasional
Indikator yang digunakan sebagai acuan utama untuk melihat
tingkat penerapan manajemen risiko operasional yang menjadi prioritas
manajemen adalah aspek peningkatan mutu dan keselamatan pasien
KARS 2012. Dalam bagian ini akan dilihat bagaimana manajemen telah
menerapkan indikator-indikator terkait risiko operasional dalam pelayanan
yang bersifat kritis bagi organisasi.
Dari setiap item indikator, akan ditanyakan kepada responden
kedua objek penelitian apakah sudah dilaksankan dengan konsisten,
telah dilaksanakan tetapi belum konsisten atau belum dilaksanakan. Nilai
3 akan diberikan untuk jawaban sudah dilaksanakan, nilai 2 akan
diberikan untuk jawaban telah dilaksanakan tetapi belum konsisten dan
nilai 1 akan diberikan jika belum dilaksanakan. Nilai kemudian dirata-
ratakan baik untuk total responden maupun untuk setiap strata responden
yaitu: kelompok manajemen, kelompok dokter, kelompok staf medis dan
kelompok staf non medis. Perbandingan hasil analisis terhadap jawaban
responden dari RS Wahidin dan RS Unhas dapat dilihat pada Tabel 3.
Penentuan tingkat implementasi bersifat spesifik sesuai kondisi
objek penelitian. Didasarkan kepada rentang nilai tertinggi dan terendah,
kemudian dibagi dalam tiga wilayah rentang nilai untuk menentukan
indikator mana yang nilai implementasi tinggi, sedang atau masih rendah.
Page 59
18
Tabel 3. Perbandingan nilai hasil jawaban responden terkait implementasi SIM dalam risiko operasional
Untuk RS Wahidin, nilai tertinggi adalah 3.00 dan terendah 1.71,
selisih nilai adalah 1.29, hasil tersebut dibagi tiga untuk menentukan
batasan wilayah rentang nilai yaitu sebesar 0.43.
Sedangkan untuk RS Unhas, nilai tertinggi adalah 3.00 dan
terendah 1.66, selisih nilai adalah 1.34, hasil tersebut dibagi tiga untuk
Page 60
19
menentukan batasan wilayah rentang nilai yaitu sebesar 0.45. Hasil
pembagian wilayah implementasi indikator untuk RS Wahididn dan RS
Unhas dijelaskan dalam Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Wilayah rentang nilai implementasi untuk RS Wahidin
Tabel 5. Wilayah rentang nilai implementasi untuk RS Unhas
Page 61
20
Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk 3 indikator dengan nilai
terkecil (tingkat implementasi masih rendah) pada RS Wahidin dan RS
Unhas memiliki kesamaan, yaitu:
a. Pimpinan menggunakan data dan informasi yang tersedia untuk
menentukan prioritas dalam perbaikan mutu dan keselamatan pasien.
(RS Wahidin 1.77, RS Unhas 1.71)
Page 62
21
b. Dilakukan komunikasi secara terjadwal menggunakan media yang
efektif (buletin, papan pengumuman, rapat staf dan atau kegiatan unit
SDM). (RS Wahidin 1.74, RS Unhas 1.77)
b) Pembuatan standar asuhan klinis berdasarkan bukti ilmiah terbaik
terutama untuk area risiko tinggi. (RS Wahidin 1.71, RS Unhas 1.66)
4. Matrik risiko operasional
Indikator risiko operasional yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan turunan dari aspek peningkatan mutu dan keselamatan
pasien KARS 2012 dan penjabaran indikator implementasi strategi
manajemen risiko operasional yang terdiri dari 14 jenis kejadian negatif
yang berpotensi menurunkan kualitas kinerja operasional.
Indikator yang dipilih telah dilakukan uji awal dalam tahap pra
penelitian dengan wawancara dan pembagian kuesioner terhadap
sebagian sampel responden. Indikator yang digunakan dalam analisis
matrik risiko operasional dijelaskan dalam Lampiran 1.
Pertanyaan dalam matrik risiko dibagi dalam 2 aspek yaitu
mengenai dampak risiko dan kemungkinan terjadinya risiko, apakah
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah atau sangat rendah. Dampak risiko
akan berkaitan dengan potensi penurunan kepercayaan pasien kepada
rumah sakit yang pada akhirnya akan berdampak kepada kerugian
organisasi (Spickett, 2012).
Page 63
22
Aspek kemungkinan terjadi menunjukan potensi kejadian suatu
indikator pada unit kerja dimaksud (dalam hal ini adalah instalasi
poliklinik). Aspek ini secara tidak langsung akan berhubungan dengan
kualitas pengendalian risiko yang telah dijalankan oleh organisasi selama
ini. Apabila pengendalian risiko telah berjalan dan dipahami sebagai
budaya organisasi, maka nilai kemungkinan terjadi dari suatu risiko akan
rendah (Terje, 2013).
Selain itu dampak risiko juga akan terkait dengan seberapa besar
pengaruh terhadap kepercayaan pasien dan masyarakat terhadap rumah
sakit, juga pengaruh terhadap kerugian yang harus dihadapi manajemen.
Kemungkinan terjadi atau (likelihood) menunjukan kesiapan organisasi
dalam menghadapi terjadinya risiko dimaksud (Yasin, 2011). Indikator-
indikator nilai tersebut akan memberikan gambaran kepada manajemen
secara helicopter view mengenai kondisi organisasi yang dihadapi serta
pada area mana perbaikan secara cepat harus segera dilaksanakan.
Prioritas penanganan menjadi penting karena manajemen memiliki
keterbatasan dalam sumber daya yang dimiliki. Keterbatasan tersebut
terutama dalam hal sumber daya manusia dan waktu. Hasil jawaban
responden dijelaskan dalam Tabel 6 – 9.
Tabel 6. Jawaban Responden Terhadap Dampak Risiko untuk RS
Wahidin
Page 64
23
Tabel 7. Jawaban responden terhadap dampak risiko untuk RS Unhas
Penilaian dilakukan dengan membagi setiap kategori dalam lima
jenjang dengan poin bobot yang berbeda yaitu : sangat tinggi (poin bobot
5), tinggi (poin bobot 4), sedang (poin bobot 3), rendah (poin bobot 2) dan
sangat rendah (poin bobot 1).
Tabel 8. Jawaban responden terhadap kemungkinan terjadi RS Wahidin
Page 65
24
Tabel 9. Jawaban responden terhadap kemungkinan terjadi RS Unhas
5. Bentuk matrik risiko operasional
Penentuan matrik risiko operasional didasarkan pada hasil analisis
nilai jawaban responden tentang dampak dan potensi terjadinya risiko.
Page 66
25
Hasil jawaban responden dijelaskan dalam Tabel 10 dan 11. Penetuan
rentang wilayah dilakukan secara spesifik pada setiap objek penelitian
dengan melihat nilai tertinggi dan terendah dari skor yang diperoleh.
Selisih dari nilai tersebut akan menentukan kisaran atau zona
risiko apakah termasuk dalam kategori tinggi, sedang atau rendah. Skala
ditentukan secara interval dengan membagi rentang dalam tiga wilayah
(Perrot, 2011).
Tabel 10. Skor matrik risiko untuk RS Wahidin
Tabel 11. Skor Matrik Risiko untuk RS Unhas
Page 67
26
Pada RS Wahidin nilai tertinggi untuk dampak risiko adalah 4.77,
dan nilai terendah 2.74, selisih nilai 2.03. Hasil tersebut dibagi 3 untuk
menetukan batasan rentang yaitu 0.68. Sedangkan untuk kemungkinan
terjadi nilai tertinggi adalah 3.00, nilai terendah 1.00, selisih nilai 2.00.
Hasil tersebut dibagi 3 untuk menentukan batasan rentang yaitu 0.67.
Sehingga untuk RS Wahidin terkait dampak risiko dan kemungkinan
terjadi diperoleh rentang wilayah seperti dijelaskan pada Tabel 12 dan 13:
Tabel 12. Rentang wilayah nilai dampak risiko dan kemungkinan terjadi RS Wahidin
Tabel 13. Penentuan rentang wilayah dampak risiko dan kemungkinan
terjadi untuk RS Wahidin
Page 68
27
Penentuan batas rentang wilayah untuk RS Unhas juga dilakukan
dengan metode yang sama. Nilai tertinggi untuk dampak risiko adalah
4.77, dan nilai terendah 2.94, selisih nilai 1.83. Hasil tersebut dibagi 3
untuk menetukan batasan rentang yaitu 0.61. Sedangkan untuk
kemungkinan terjadi nilai tertinggi adalah 2.77, nilai terendah 1.03, selisih
nilai 1.74. Hasil tersebut dibagi 3 untuk menentukan batasan rentang
yaitu 0.58.
Berdasarkan perhitungan tersebut, untuk RS Unhas terkait dampak
risiko dan kemungkinan terjadi diperoleh rentang wilayah sebagaimana
dijelaskan pada Tabel 14 dan 15.
Tabel 14. Rentang wilayah nilai dampak risiko dan kemungkinan terjadi RS Unhas
Tabel 15. Penentuan rentang wilayah dampak risiko dan kemungkinan
terjadi untuk RS Unhas
Page 69
28
Berdasarkan rentang wilayah tersebut, setiap indikator digolongkan
sesuai dengan tingkatan skor masing-masing baik untuk dampak risiko
maupun kemungkinan terjadi. Kombinasi tersebut yang akan menentukan
posisi dari setiap indikator. Hasil penggolongan tersebut menghasilkan
matrik risiko operasional sebagaimana terlihat dalam Gambar 8 dan 9.
Matrik yang disusun dalam penelitian ini adalah matrik 9 kolom
yang merupakan kombinasi dari 3 rentang wilayah dari 2 aspek. Risiko
yang bersifat strategis dan menjadi prioritas adalah yang berada pada
kolom merah:
i. Dampak risiko tinggi – kemungkinan terjadi tinggi.
ii. Dampak risiko tinggi – kemungkinan terjadi sedang.
iii. Dampak risiko sedang – kemungkinan terjadi tinggi.
Risiko yang berada dalam area tersebut secara dampak dan
kemungkinan terjadi berpotensi tinggi menurunkan kualitas kinerja
operasional instalasi poliklinik apabila tidak segera dilakukan perbaikan.
Page 70
29
Gambar 8. Matrik Risiko Operasional RS Wahidin
Risiko yang berada pada kolom kuning (kombinasi dari : dampak
risiko tinggi – kemungkinan terjadi rendah, dampak risiko sedang –
kemungkinan terjadi sedang, dampak risiko rendah – kemungkinan terjadi
tinggi) mendapat prioritas kedua dalam penanganan setelah risiko utama
dapat teratasi dengan baik, begitu juga risiko pada kolom hijau (kombinasi
dari : dampak risiko rendah – kemungkinan terjadi sedang, dampak risiko
sedang – kemungkinan terjadi rendah, dampak risiko dan kemungkinan
terjadi rendah) adalah risiko dalam prioritas penanganan terakhir.
Page 71
30
Gambar 9. Matrik risiko operasional RS Unhas
L. Uji Validitas Data
Uji validitas data yang dilakukan dalam penelitian meliputi
credibility, transferability, dependability dan conformability.
1. Credibility test
Credibility test berfungsi untuk menguji validitas internal (berkaitan
dengan derajat akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai.
Metode yang dilakukan meliputi:
a. Perpanjangan pengamatan
Page 72
31
Penelitian dilakukan dalam kurun waktu Mei – Juni 2013 secara
simultan di RS Wahidin dan RS Unhas. Peneliti melakukan pra
penelitian untuk menguji konsistensi jawaban kuesioner dan
penyempurnaan indikator sesuai kondisi lapangan. Selain itu juga
dilakukan pengecekan ulang secara fokus terhadap data yang telah
diperoleh dengan wawancara ataupun diskusi dengan narasumber.
Proses tahapan penelitian sebagaimana dijelaskan dalam Lampiran 2.
b. Teknik triangulasi atau pengecekan silang
Dikarenakan objek penelitian adalah rumah sakit, dan memiliki
keterbatasan terhadap akses dokumen, maka dalam penelitian ini
proses pengecekan silang difokuskan kepada konsistensi jawaban
antar strata dengan membandingkan skor jawaban dari manajemen,
dokter, staf medis (diluar dokter) dan staf non medis. Hasil triangulasi
untuk RS Wahidin dan RS Unhas dijelaskan dalam Tabel 16.
Jawaban responden untuk uji implementasi di RS Wahidin
menunjukan hasil yang konsisten. Setiap strata menunjukan bahwa 3
indikator yang masih lemah dalam implementasi adalah:
1. Pimpinan menggunakan data dan informasi yang tersedia untuk
menentukan prioritas dalam perbaikan mutu dan keselamatan
pasien,
2. Dilakukan komunikasi secara terjadwal menggunakan media yang
efektif (buletin, papan pengumuman, rapat staf dan atau kegiatan
unit SDM).
Page 73
32
3. Pembuatan standar asuhan klinis berdasarkan bukti ilmiah terbaik
terutama untuk area risiko tinggi.
Tabel 16. Pengecekan silang jawaban responden untuk 3 indikator implementasi terendah
Konsistensi tersebut juga ditemukan untuk objek penelitian RS
Unhas meskipun dengan variasi skor yang berbeda. Dari hasil
jawaban responden, terlihat bahwa konsistensi lebih bagus terlihat
pada RS Unhas, sedangkan untuk RS Wahidin terlihat variasi yang
lebih lebar meskipun tetap menunjukan kecenderungan hasil yang
sama.
c. Penggunaan bahan referensi.
Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti menggunakan sarana bantu
dokumentasi seperti : lembar wawancara, foto objek penelitian dan
sumber pustaka pendukung sebagaimana dijelaskan dalam daftar
pustaka.
2. Transferability test
Page 74
33
Proses ini dilakukan untuk menguji validitas eksternal (berkaitan
dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat dapat
digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut
diambil). Proses ini dilakukan peneliti dengan menekankan kepada
penjelasan data, proses penelitian, teknik analisis dan uji yang dilakukan
secara rinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya. Sehingga pembaca
dan pengguna laporan hasil penelitian dapat memeroleh gambaran
bagaimana suatu hasil penelitian diberlakukan serta bagaimana
pengaplikasian pada kasus yang lainnya. Terkait dengan konsep
penelitian kualitatif, maka fokus yang akan diuji adalah validitas dari data
yang dihasilkan.
3. Dependability test.
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan tingkat reliabilitas dari
penelitian. Pengujian dependability dilakukan dengan proses audit
terhadap keseluruhan proses penelitian. Proses audit paling awal
dilakukan oleh pembimbing dari peneliti.
Audit dilakukan sejak bagaimana peneliti menentukan masalah,
memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data,
melakukan uji keabsahan data, sampai proses kesimpulan dan pelaporan
hasil penelitian (Lampiran 2).
4. Conformability test
Page 75
34
Uji ini bertujuan untuk mengukur tingkat objektifitas penelitian.
Pengujian dilakukan dengan melihat apakah hasil penelitian merupakan
fungsi dari proses penelitian yang benar. Pengujian conformability
dilakukan bersamaan dengan pengujian dependability.
M. Pembahasan
1. Implementasi strategic issue management dalam risiko
operasional
Pembahasan hasil dalam hal implementasi indikator manajemen
risiko operasional berdasarkan KARS 2012 difokuskan kepada indikator
dengan skor implementasi yang masih rendah (kurang dari 2). Hasil
analisis jawaban responden dalam hal implementasi strategic issue
management terkait risiko operasional pada poliklinik RS Wahidin dan RS
Unhas ternyata memberikan kecenderungan hasil yang sama, dimana
indikator yang masih rendah dalam tingkat implementasinya adalah :
a) Pimpinan menggunakan data dan informasi yang tersedia untuk
menentukan prioritas dalam perbaikan mutu dan keselamatan pasien.
(RS Wahidin 1.77, RS Unhas 1.71)
b) Dilakukan komunikasi secara terjadwal menggunakan media yang
efektif (buletin, papan pengumuman, rapat staf dan atau kegiatan unit
SDM). (RS Wahidin 1.74, RS Unhas 1.77)
Page 76
35
c) Pembuatan standar asuhan klinis berdasarkan bukti ilmiah terbaik
terutama untuk area risiko tinggi. (RS Wahidin 1.71, RS Unhas 1.66)
Dengan memahami peta implementasi, maka manajemen akan
dapat memutuskan pada area mana perbaikan harus dilakukan. Hal
tersebut tentu didukung dengan alokasi sumber daya yang cukup untuk
memastikan perbaikan terlaksana. Proses penetuan prioritas bukan
berarti mengabaikan indikator-indikator lain yang telah memiliki nilai
implementasi lebih tinggi. Perbedaan prinsip strategi antara indikator
dengan nilai implementasi rendah dengan indikator dengan nilai
implementasi tinggi adalah pada tujuan akhir dari proses. Jika yang
pertama (indikator dengan nilai rendah) adalah untuk meningkatkan nilai,
sedangkan yang kedua (indikator dengan nilai lebih tinggi) adalah untuk
mempertahankan kualitas yang telah dicapai. Tingkat manajemen risiko
yang bagus akan ditandai dengan nilai yang berimbang sama tinggi antar
indikator implementasi. Kesatuan fungsi dari 14 indikator yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Page 77
36
Gambar 10. Keterkaitan indikator dalam good risk management practice
Terkait dengan masih rendahnya nilai implementasi dalam aspek
prioritas evaluasi, menunjukan bahwa pimpinan rumah sakit belum
sepenuhnya menggunakan data kinerja yang dimiliki untuk menentukan
prioritas perbaikan yang akan dilaksanakan. Proses ini seharusnya
menjadi agenda tahunan dan menjadi tema inti peningkatan kualitas
kinerja bagi seluruh unit yang berhubungan langsung pelayanan pasien.
Proses perbaikan kinerja operasional dengan mengesampingkan
penentuan isu utama serta proses evaluasi akan menyebabkan konsep
strategi yang dijalankan tidak efektif dan tidak mampu mencapai sasaran
yang diharapkan (Endre, 2011). Tema inti tersebut juga menjadi pedoman
peningkatan kualitas fungsi pendukung untuk unit kerja yang tidak
berhubungan langsung dengan pelayanan pasien. Tanggung jawab
Page 78
37
peningkatan mutu sesuai prioritas tersebut tersebut harus menjadi salah
satu ukuran penilaian kinerja sesuai dengan fungsi spesifik setiap
individu, unit dan departemen. Hal tersebut akan meningkatkan
keterlibatan dari pegawai (Potts, 2011).
Panduan bagi pimpinan dalam menentukan skala prioritas adalah
dengan melihat proses-proses utama yang kritikal, memiliki risiko tinggi,
cenderung bermasalah serta memiliki keterkaitan langsung dengan
kualitas pelayanan pasien. Dengan penerapan skala prioritas juga akan
memudahkan proses monitoring dan evaluasi pencapaian bagi
manajemen.
Isu strategis yang hampir selalu dihadapi oleh setiap organisasi
adalah kualitas komunikasi dan koordinasi. Hal tersebut menjadi semakin
penting untuk organisasi rumah sakit yang dalam kinerja pelayanan akan
sangat bergantung kepada kualitas komunikasi dan koordinasi antar unit.
Selain itu, rumah sakit juga dihadapkan dengan rentang kendali yang luas
(seperti yang dihadapi RS Wahidin) ataupun organisasi yang baru
berkembang (seperti yang dihadapi RS Unhas). Komunikasi yang efektif
akan berdampak kepada kualitas koordinasi antar unit yang juga efektif
dan akan mendorong sinergi positif antar unit dalam pelaksanaan tugas
operasional dalam pelayanan kepada pasien (Ali, 2008).
Terkait dengan kualitas asuhan klinis, proses tersebut ditentukan
oleh pedoman praktek klinis, clinical pathway dan atau protokol klinis.
Page 79
38
Dalam KARS 2012 dijelaskan hal-hal yang dapat digunakan untuk
memastikan kualitas asuhan klinis meliputi:
a. Standarisasi terhadap setiap proses asuhan klinis terutama terkait
dengan langkah pengambilan keputusan yang kritis.
b. Penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien sehingga asuhan
klinis dapat diberikan tepat waktu.
c. Secara konsisten menghasilkan mutu pelayanan yang tinggi melalui
cara-cara berbasis bukti (evidence-based).
Dengan semakin tinggi nya tuntutan akan kualitas pelayanan
rumah sakit, maka secara strategis, taktis dan operasional, kualitas
manajemen rumah sakit akan berperan penting terhadap daya saing
pelayanan kesehatan (Brailsford, Kozan dan Rauner, 2012).
Proses implementasi dari strategi manajemen risiko operasional ini
harus mendapat dukungan dari seluruh jajaran manajemen dan seluruh
unit, baik yang berhubungan langsung dengan kinerja pelayanan
kesehatan (instalasi poliklinik, instalasi rawat inap, instalasi bedah, dan
lain-lain) maupun unit yang berperan penting dalam mendukung
pelayanan (farmasi, SDM, keuangan, dan lain-lain). Karena keberhasilan
penerapan manajemen risiko hanya akan terwujud saat menjadi bagian
dari budaya perusahaan. Manajemen risiko operasional merupakan suatu
proses yang dinamis dan berkelanjutan, sehingga dalam implementasinya
diperlukan konsistensi dari seluruh unit terkait, aspek tersebut yang
Page 80
39
menjadikan pentingnya budaya manajemen risiko dalam suatu organisasi
(Cagliano, Grimaldi, Rafele, 2011).
Konsep manajemen risiko juga harus independen, departemen
yang bertanggung jawab dalam menangani risiko harus memiliki
kewenangan menyeluruh dan terbebas dari kepentingan antar unit,
karena departemen ini juga berfungsi sebagai penilai, pengawas dan
mengevaluasi semua unit dalam memastikan pelakasanaan startegi
manajemen risiko yang telah ditetapkan oleh manajemen (Jarion, 2010).
Melihat pentingnya peran manajemen risiko tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa dalam hal kesiapan organisasi, RS Unhas memiliki
pondasi yang lebih bagus, karena divisi yang bertanggung jawab dalam
penjaminan mutu dan keselamatan pasien telah berbentuk sub-komite
dibawah komite hospital safety (Gambar 11) yang memiliki independensi
terhadap unit lain.
Sedangkan untuk RS Wahidin, unit yang bertanggung jawab dalam
penjaminan mutu masih berbentuk instalasi dan berada di bawah
direktorat medik (Gambar 12). Posisi tersebut belum mampu mendukung
fungsi utama manajemen risiko yang seharusnya membawahi seluruh
unit sehingga memiliki independensi dan kekuatan untuk membentuk
konsep manajemen risiko sebagai budaya perusahaan. Peneliti
berpendapat bahwa RS Wahidin perlu mengubah tingkat kewenangan
unit penjamin mutu yang saat ini masih berbentuk instalasi menjadi
komite atau minimal sub komite.
Page 81
40
Langkah tersebut merupakan salah satu keputusan strategis dalam
hal peningkatan mutu dan keselamatan pasien, karena jangkauan
pelayanan RS Wahidin yang lengkap dan beragam serta menjadi rujukan
bagi rumah sakit di seluruh Sulawesi Selatan.
Sedangkan untuk RS Unhas, peneliti berpendapat bahwa hal yang
harus segera dilengkapi adalah kecukupan sumber daya (manusia,
sistem dan teknologi) untuk mendukung kinerja komite hospital safety
yang telah terbentuk. Dengan pemenuhan sumber daya ini, maka RS
Unhas akan semakin memiliki kesiapan dalam pengembangan kualitas
pelayanan yang prima kepada pasien.
Berdasarkan analisis dari Hasting G (2006) terdapat 8 langkah
yang dapat dilakukan untuk mengembangkan budaya peningkatan mutu
dan keselamatan pasien di rumah sakit, meliputi:
a. Put the focus back on safety.
Konsep peningkatan mutu dan keselamatan pasien harus menjadi
prioritas strategis dari pimpinan rumah sakit. Tanggung jawab untuk
keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan pimpinan
memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan
fokus peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
b. Think small and make the right thing easy to do.
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas bagi
pasien tentu membutuhkan langkah-langkah yang komplek. Hal
tersebut dapat diantisipasi dengan memecah kompleksitas tersebut
Page 82
41
dengan membuat langkah-langkah yang lebih praktis bagi pegawai
sehingga mampu memberikan peningkatan yang lebih nyata.
c. Encourage open reporting.
Untuk dapat menciptakan perbaikan terus menerus, rumah sakit harus
memiliki data base atau catatan kejadian sebagai langkah perbaikan
ke depan. Pencatatan tindakan-tindakan yang membahayakan pasien
sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang
menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden
yang terjadi akan menjadi pembelajaran bagi semua staf sekaligus
pembelajaran untuk memastikan bahwa kesalahan tersebut tidak
terulang kembali.
d. Make data capture a priority.
Proses perbaikan mutu dan keselamatan pasien membutuhkan sistem
pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti
perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Data tersebut akan
membantu manajemen menilai tingkat perbaikan yang telah dilakukan.
e. Use systems-wide approaches.
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang
mencukupi. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan
peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien.
Pendekatan tersebut harus diintegrasikan secara utuh kedalam sistem
Page 83
42
yang berlaku di rumah sakit untuk memastikan sistem tidak hanya
bersifat sementara.
f. Build implementation of knowledge.
Dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien, staf membutuhkan
motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem
berfikir, dan implementasi program. Adalah tugas pimpinan untuk
memastikan proses tersebut berjalan dan menjadi bagian dari budaya
kerja. Kesempatan berkembang dan menerapkan pengetahuan akan
mendorong peningkatan keahlian dari pegawai.
g. Involve patients in safety efforts.
Keterlibatan pasien akan memberikan pengaruh yang positif dalam
pengembangan peningkatan mutu dan keselamatan. Peran ini akan
semakin besar ke depan dikarenakan kesadaran dan tingkat
pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi. Rumah sakit harus
benar-benar mempersiapkan diri dengan kecepatan perubahan
tersebut.
h. Develop top-class patient safety leaders.
Page 84
43
Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi
dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien melalui prioritisasi keselamatan pasien,
pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi,
mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan
melibatkan pasien dalam lingkungan kerja. Dengan kepemimpinan
yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang
berbeda akan saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui
kolaborasi yang erat.
2. Matrik risiko operasional
Page 85
44
Analisis matrik risiko operasional yang telah diperoleh dalam
penelitian ini, berfungsi sebagai pedoman strategis bagi manajemen
untuk menentukan prioritas utama dalam penanganan risiko. Hal tersebut
sejalan dengan konsep KARS 2012 dimana manajemen rumah sakit
harus memahami dan menetapkan prioritas penanganan dalam
peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMK). Sesuai dengan
konsep teori mengenai penanganan risiko yang bersifat strategis
terhadap matrik risiko operasional, pada poliklinik RS Wahidin
menunjukan bahwa terdapat 3 risiko yang berada pada kelompok prioritas
(2 risiko dalam wilayah dampak risiko sedang dengan tingkat
kemungkinan terjadi tinggi serta 1 risiko dalam wilayah dampak risiko
tinggi dengan tingkat kemungkinan terjadi sedang) yaitu :
a. Tidak ada tindak lanjut atau perbaikan dari monitoring pelaksanaan
program.
b. Pengembangan pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan keahlian
pegawai.
c. Tidak dilakukan perbaikan mutu layanan (baik melalui analisis kinerja,
benchmarking dan atau akreditasi).
Sedangkan untuk RS Unhas menunjukan bahwa terdapat 5 risiko
yang berada pada kelompok prioritas (4 risiko berada dalam wilayah
dampak risiko sedang dengan tingkat kemungkinan terjadi tinggi dan 1
risiko berada dalam wilayah dampak risiko tinggi dengan tingkat
kemungkinan terjadi sedang) yaitu :
Page 86
45
a. Tidak ada tindak lanjut atau perbaikan dari monitoring pelaksanaan
program.
b. Pengembangan pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan keahlian
pegawai.
c. Tidak ada monitoring dan evaluasi pelaksanaan layanan
d. Tidak dilakukan perbaikan mutu layanan (baik melalui analisis kinerja,
bench marking dan atau akreditasi)
e. Tidak tersedia standar asuhan klinis terutama pada area berisiko
tinggi
Dalam Australian/New Zealand Standard ® Risk Management,
2004 dijelaskan mengenai pilihan strategi pengendalian risiko sesuai
dengan kemampuan organisasi, yaitu meliputi:
a. Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau
melanjutkan dengan kegiatan yang menimbulkan risiko (dapat
dilakukan jika hal tersebut memungkinkan dalam prakteknya).
b. Menurunkan kemungkinan risiko, untuk mengurangi kemungkinan
hasil negatif. Hal ini dilakukan dengan menjaga kesempatan risiko
muncul, misanya dengan menerapkan sistem yang ketat dan
monitoring secara tegas.
c. Mengurangi dampak risiko, untuk mengurangi tingkat kerugian.
Termasuk dalam langkah ini adalah pencegahan awal dan sistem
back up.
Page 87
46
d. Berbagi risiko, proses ini melibatkan pihak lain untuk ikut menanggung
beban jika terjadi suatu risiko.
e. Memertahankan risiko, hal ini bukan berarti membiarkan terjadinya
suatu risiko, namun tetap bersiap apabila semua program
pengendalian risiko tetap belum mampu menurunkan dampak ataupun
kemungkinan terjadinya risiko.
Terkait dengan hasil penelitian pada poliklinik RS Wahidin dan RS
Unhas, dengan melihat tipe risiko dominan yang harus dihadapi, maka
menurut penulis proses manajemen risiko yang dapat menjadi alternatif
dalam penanganan risiko adalah sebagaimana dijelaskan dalam tabel 17,
dimana secara general konsep yang menjadi acuan meliputi: menurunkan
kemungkinan risiko, mengurangi dampak risiko dan bersiap jika harus
menghadapi risiko.
a. Monitoring dan prioritas evaluasi.
Monitoring dan prioritas evaluasi merupakan salah satu proses
penting dalam setiap pelaksanaan strategi. Proses tersebut akan
menjadi tolok ukur seberapa jauh strategi yang diterapkan berdampak
kepada kinerja organisasi dan mampu mendorong pencapaian tujuan
organisasi. Masih lemahnya aspek tersebut juga terlihat pada RS
Wahidin dan RS Unhas meskipun penyebab utamanya memiliki
perbedaan karakteristik.
RS Wahidin berhadapan dengan kenyataan sebagai suatu
organisasi besar (gemuk) dan telah lama berkembang dengan
Page 88
47
berbagai masa perubahan yang dialami, melibatkan begitu banyak
instalasi, pegawai, fasilitas kesehatan dan pelayanan serta kondisi
teknis infrastruktur dengan luas horisontal dan terpisah-pisah (Gambar
13) yang semakin menambah kompleksitas monitoring terhadap
kinerja unit yang dimiliki. Permasalahan yang mirip juga dihadapi oleh
RS Unhas, sebagai rumah sakit yang baru berdiri tahun 2010, tentu
masih berada dalam tahap penyempurnaan organisasi, baik dari sisi
kelengkapan struktur maupun sumberdaya manusia yang mengisi
tugas dan tangggung jawab.
Gambar 13. Denah lokasi RS Wahidin
Dari segi infrastruktur RS Unhas juga dihadapkan dengan
kondisi gedung yang terpisah (Gambar 14). Tantangan lain yang
dihadapi RS Unhas adalah posisi legal dari organisasi yang masih
dalam proses penyempurnaan. Sebagai penyedia fasilitas kesehatan,
Page 89
48
RS Unhas bertanggung jawab melaporkan kinerja kepada Dinas
Kesehatan. Pada sisi yang lain, sebagai rumah sakit pendidikan, RS
Unhas berada dibawah Universitas Hasanuddin dan melaporkan
kinerja ke Direktorat Pendidikan Tinggi. Dampak dari posisi RS Unhas
yang berada di bawah Universitas Hasanuddin (bertanggung jawab
terhadap rektor) yang sering dihadapi RS Unhas dalam operasional
layanan adalah kendala pemenuhan anggaran.
Kendala tersebut dapat diselesaikan dengan penetapan
keputusan yang memberikan posisi khusus terhadap RS Unhas dalam
organisai Universitas Hasanuddin. Penetapan tersebut disesuaikan
dengan kebutuhan RS Unhas untuk menjalankan strategi peningkatan
mutu dan keselamatan pasien dengan tetap mempertahankan fungsi
kontrol.
Gambar 14. Denah lokasi RS Unhas
Page 90
49
Terkait permasalahan monitoring dan prioritas evaluasi, terdapat
beberapa alternatif strategi yang dapat diterapkan yatitu sebagai
berikut :
i. Penetapan standar untuk setiap alur proses sehingga
memudahkan monitoring dan prioritas evaluasi.
ii. Penetapan PIC (person in charge) untuk setiap program prioritas.
iii. Pertemuan rutin antar PIC unit terkait layanan untuk membahas
hambatan dan merumuskan solusi terbaik.
iv. Pengawasan oleh komite independen untuk memantau kinerja.
v. Peningkatan fungsi customer care.
b. Membangun kompetensi.
Pembangunan kompetensi adalah suatu investasi dalam
meningkatkan kualitas SDM, salah satunya dilakukan melalui
pelatihan sesuai kebutuhan keahlian yang dibutuhkan pegawai. Dari
data penelitian, dimana indikator pelaksanaan sistem pelatihan masuk
dalam kategori beresiko sedang dengan kemungkinan terjadi yang
tinggi menunjukan bahwa konsep peningkatan kompetensi yang
diterapkan oleh manajemen masih belum memenuhi harapan
pegawai. Penyebab dari masalah tersebut diantaranya adalah:
i. Belum semua pegawai memperoleh kesempatan yang sama untuk
mendapatkan kesempatan pengmbangan kompetensi inti yang
dibutuhkan.
Page 91
50
ii. Konsep pengembangan kompetensi belum mampu meningkatkan
skill pegawai, sehingga perubahan antara sebelum dengan
sesudah dilaksanakannya program tidak terlihat pada kinerja
pegawai.
Kondisi tersebut membutuhkan adanya penerapan alternatif
strategi sebagai berikut :
i. Penetapan jadwal pengembangan kompetensi sesuai kebutuhan
pegawai. Jika tidak dapat dilakukan untuk setiap pegawai,
manajemen dapat membagi dalam sistem kelas atau golongan
sesuai tingkatan keahlian yang dimiliki pegawai.
ii. Pembuatan buletin informasi internal sebagai media berbagi ilmu
dan penyampaian informasi penting kepada seluruh pegawai.
iii. Bekerja sama dengan pihak ketiga yang berkompeten untuk
menyelenggaraan program peningkatan kompetensi yang
dibutuhkan.
iv. Memastikan SOP yang jelas, diperbaharui secara periodik sebagai
pegangan kerja pegawai.
Manajemen perlu melakukan pembahasan ulang (re-design)
apabila memang konsep pelatihan yang dimiliki organisasi belum
memenuhi harapan, baik pegawai ataupun kebutuhan organisasi
secara keseluruhan. Sistem pengembangan kompetensi yang bagus,
akan terlihat dari kemampuannya dalam menghasilkan output dan
outcome sebagai berikut: mendukung kekuatan inovasi, meningkatan
Page 92
51
daya saing, peningkatan kualitas layanan dan membentuk jiwa
kepemimpinan (Grasskopf dkk, 2004).
c. Peningkatan mutu, perbaikan terus menerus dan memastikan kualitas
asuhan klinis.
Dalam konsep peningkatan mutu dan perbaikan terus menerus,
manajemen bertanggung jawab terhadap penanganan kinerja layanan
yang masih buruk. Penanganan kinerja yang buruk (poor
performance) tidak selalu berarti sebagai punishment atau hukuman
kepada pegawai yang bersangkutan. Manajemen terhadap kinerja
yang buruk merupakan suatu kesatuan peraturan dan kebijkaan
perusahaan yang bertujuan untuk mengetahui dan mengoreksi
permasalah dalam kinerja (Ellis, 2008). Sejalan dengan konsep rumah
sakit yang mengedepankan keselamatan pasien, maka kinerja yang
buruk dalam pelayanan adalah hal yang harus menjadi perhatian
penting bagi manajemen. Penelitian Ellis menyimpulkan bahwa
penanganan kinerja yang buruk dalam pelayanan rumah sakit adalah
mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut:
i. Keselamatan pasien merupakan pertimbangan utama bagi
penyedida layanan kesehatan dan berlaku sepanjang waktu.
ii. Penyedia layanan kesehatan harus memiliki komitmen terhadap
prinsip kesetaraan dan keragaman.
iii. Praktisi kesehatan (dokter, perawat dan unit pendukung lainnya)
bertanggung jawab untuk menjaga kualitas standar kinerja.
Page 93
52
iv. Penanganan kinerja yang buruk di dukung oleh divisi SDM yang
bertanggung jawab langsung terhadap pegawai.
v. Penanganan kinerja yang buruk harus dituangkan dalam
kebijakan dan prosedur yang jelas dan tegas.
vi. Kebijakan dan prosedur penanganan kinerja buruk harus
diketahui oleh seluruh pegawai.
vii. Kebijakan dan prosedur tersebut harus menjadi kesatuan sistem
dari organisasi sebagai bagian penting dari good clinical
governance.
viii. Konsep penanganan harus merujuk kepada akar masalah atau
penyebab utama dari kejadian.
ix. Investigasi terhadap kinerja buruk dijalankan oleh komite
independen yang dibentuk oleh organisasi.
x. Manajemen rumah sakit bertanggung jawab untuk menyediakan
support system yang dibutuhkan oleh pegawai dalam
menjalankan tugas.
xi. Pemutusan hubungan kerja, hukuman ataupun skorsing terhadap
pegawai dengan kinerja buruk sebisa mungkin dihindari dan
menjadi alternatif terakhir bagi manajemen.
Untuk mendukung peningkatan mutu, perbaikan terus menerus dan
memastikan kualitas asuhan klinis dapat diterapkan alternatif strategi
sebagai berikut :
Page 94
53
i. Standar dan asuhan klinis diperbaharui secara berkala
berdasarkan perubahan dalam bukti dan hasil evaluasi dari
proses dan hasil (outcomes).
ii. Dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk
menjamin konsistensi dan efektifitas pelaksanaan.
iii. Bekerja sama dengan tenaga ahli untuk merumuskan perbaikan
dengan konsep ilmiah terbaik dan paling sesuai dengan
kebutuhan rumah sakit.
iv. Penunjukan staf terlatih untuk mengawasi pelaksanaan pedoman
atau pathways.
Tabel 17. Alternatif solusi penanganan risiko operasional
Page 95
54
Pada intinya, sebuah strategi sistem adalah sesuatu yang “hidup dan
dinamis” dimana akan menjadi cerminan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan sistem. Sehingga untuk memastikan
kemampuan dari suatu strategi terhadap perkembangan dan tantangan
yang dihadapi, maka proses review dan penyempurnaan terhadap
strategi harus dilakukan, baik secara terjadwal ataupun incidental pada
saat menghadapi perubahan yang mengharuskan keputusan strategis
dari manajemen.
Page 96
55
BAB V
PENUTUP
N. Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan dan tujuan dari penelitian serta
dihubungkan dengan hasil analisis dan pembahasannya, secara garis
besar dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukan bahwa terkait implementasi strategi
manajemen risiko berdasarkan KARS 2012 dengan fokus
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, RS Wahidin dan RS
Unhas menunjukan tingkat implementasi yang tidak begitu berbeda
jauh. RS Unhas sedikit lebih unggul jika dilihat dari jumlah indikator
yang belum terimplementasi dengan baik (sebanyak 4 indikator,
sedangkan RS Wahidin 5 indikator). Sedangkan indikator yang
masuk dalam 3 nilai implementasi terendah, kedua rumah sakit
menunjukan hasil yang sama, ketiga indikator tersebut adalah :
pimpinan menggunakan data dan informasi yang tersedia untuk
menentukan prioritas dalam perbaikan mutu dan keselamatan pasien,
dilakukan komunikasi secara terjadwal menggunakan media yang
efektif (buletin, papan pengumuman, rapat staf dan atau kegiatan unit
SDM) serta pembuatan standar asuhan klinis berdasarkan bukti
ilmiah terbaik terutama untuk area risiko tinggi.
Page 97
56
2. Hasil uji terhadap matrik risiko operasional 9 kolom menunjukan
bahwa risiko yang masuk prioritas utama untuk RS Unhas lebih
banyak dibandingkan RS Wahidin. Risiko utama yang dihadapi oleh
RS Wahidin adalah: tidak ada tindak lanjut atau perbaikan dari
monitoring pelaksanaan program, pengembangan pelatihan tidak
sesuai dengan kebutuhan keahlian pegawai dan tidak dilakukan
perbaikan mutu layanan (baik melalui analisis kinerja, benchmarking
dan atau akreditasi). Sedangkan risiko utama yang dihadapi RS
Unhas adalah : tidak ada tindak lanjut atau perbaikan dari monitoring
pelaksanaan program, pengembangan pelatihan tidak sesuai dengan
kebutuhan keahlian pegawai, tidak ada monitoring dan evaluasi
pelaksanaan layanan, tidak dilakukan perbaikan mutu layanan (baik
melalui analisis kinerja, bench marking dan atau akreditasi) serta
tidak tersedia standar asuhan klinis terutama pada area berisiko
tinggi.
3. Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep penerapan strategi
dengan metode matrik risiko operasional akan membantu
manajemen dalam menentukan skala prioritas dalam peningkatan
kualitas layanan operasional. Meskipun secara substansi, harus tetap
disesuaikan dengan kondisi setiap organisasi dengan aspek yang
lebih detail dan lengkap. Keterbatasan tersebut dikarenakan dasar
indikator dalam penelitian ini baru mengacu terhadap aspek
peningkatan mutu dan keselamatan pasien KARS 2012.
Page 98
57
O. Saran
1. Dari hasil analisis matrik risiko operasional kedua rumah sakit, maka
disarankan kepada manajemen RS Wahidin dan RS Unhas untuk fokus
dalam menangani masalah sebagai berikut : monitoring & prioritas
evaluasi, membangun kompetensi serta peningkatan mutu, perbaikan
terus menerus dan memastikan kualitas asuhan klinis.
2. Terkait dengan monitoring dan prioritas evaluasi, dapat dilakukan
melalui cara-cara sebagai berikut:
i. Penetapan standar untuk setiap alur proses sehingga
memudahkan monitoring dan prioritas evaluasi.
ii. Penetapan PIC (person in charge) untuk setiap program prioritas.
iii. Pertemuan rutin antar PIC unit terkait layanan untuk membahas
hambatan dan merumuskan solusi terbaik.
iv. Pengawasan oleh komite independen untuk memantau kinerja.
v. Peningkatan fungsi customer care.
3. Terkait dengan membangun kompetensi, manajemen dapat melakukan
dengan cara-cara sebagai berikut:
i. Penetapan jadwal pengembangan kompetensi sesuai kebutuhan
pegawai. Jika tidak dapat dilakukan per pegawai, manajemen
dapat membagi dalam sistem kelas atau golongan sesuai tingkatan
keahlian yang dimiliki pegawai.
Page 99
58
ii. Pembuatan buletin informasi internal sebagai media berbagi ilmu
dan penyampaian informasi penting kepada seluruh pegawai.
iii. Bekerja sama dengan pihak ketiga yang beerkompeten untuk
menyelenggaraan program peningkatan kompetensi yang
dibutuhkan.
iv. Memastikan SOP yang jelas, diperbaharui secara periodik sebagai
pegangan kerja pegawai.
4. Terkait dengan peningkatan mutu, perbaikan terus menerus dan
memastikan kualitas asuhan klinis, dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut:
i. Standar dan asuhan klinis diperbaharui secara berkala
berdasarkan perubahan dalam bukti dan hasil evaluasi dari proses
dan hasil (outcomes).
ii. Dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk menjamin
konsistensi dan efektifitas pelaksanaan.
iii. Bekerja sama dengan konsultan untuk merumuskan perbaikan
dengan konsep ilmiah terbaik dan paling sesuai dengan kebutuhan
rumah sakit.
iv. Penunjukan staf terlatih untuk mengawasi pelaksanaan pedoman
atau pathways.
5. Saran untuk penelitian selanjutnya.
Dalam penelitian ini, fokus utama adalah penanganan risiko
operasional dengan matrik 9 kolom dengan sampel pada instalasi
Page 100
59
poliklinik RS Wahidin dan RS Unhas. Sebagai pengembangan
penelitian dapat dilakukan lebih lanjut dengan pokok materi
diantaranya sebagai berikut :
a. Penerapan untuk risiko secara lebih menyeluruh (tidak hanya risiko
operasional) dengan sampel pada instalasi rumah sakit yang lain.
b. Analisis matrik risiko secara lebih detail menggunakan matrik yang
lebih besar (16, 25 ataupun 36 kolom) dan tidak terbatas hanya
untuk indikator peningkatan mutu dan keselamatan pasien KARS
2012.
Page 101
60
DAFTAR PUSTAKA
Accenture Global Management Consulting, 2011, Global Risk Management Diagnostic (online). http://www.accenture.com, diakses 28 Juni 2012.
Ali, A; Wright, N dan Rae, M, 2008, Addressing Health Inequalities, London: Royal College of General Practitioners.
Ansoff, H. I, 1980, Strategic Issue Management, Strategic Management Journal, vol.1, 131-148.
Australian/New Zealand Standard®, 2004, AS/NZS 4360:2004, www.gpv.org.au, diakses 1 Maret 2013.
Barmawi, Agus, 2012, Manajemen Operasional Saat Bencana, Seminar Hospital Disaster Plan, Yogyakarta.
Cagliano, Anna Corinna., Grimaldi, Sabrina and Rafele, Carlo. 2011. A Systemic Methodology for Risk Management in Healthcare Sector, Journal of Safety Science, vol.49, no.5, Elsevier Publishing.
Calvin London and Kim Higgot, 1997, An Employee Reward and Recognition Process, The TQM Magazine, vol 9 (5), Emerald Publishing.
David, U. 2000. Medication Errors and Risk Management in Hospitals, Risk Management in Canadian Healthcare, vo.2, no.5, 49-52.
DonHee, Lee, 2012, Implementation of Quality Programs in Healthcare Organizations, Journal of Service Business, vol.6, no.3, 387-404, Springer Journal
Ducker, M. et al, 2009, Safety and Risk Management in Hospital, The Health Foundation, Hal.70
Duncan, RB & Weiss A, 1979, Organizational Learning Implications for Organizational Design in B Staw (Ed) Research in Organizational Behavior, vol.1, 75-124, Greenwich CT, JAI Press.
Page 102
61
Ellis, Judith, 2008, Managing Performance, Nursing Management, vol.15, no.1, pp 28 – 33.
Endre, Ianosi, 2011, Considerations About Efficient Health Care Management Systems, Proceedings of the 3rd International Conference on E-Health and Bioengineering EHB 2011, Iasi, Romania
Grasskopf, Shawna, et al. 2004, Competitive Effects on Teaching Hospitals, European Journal of Operational Research, vol.154 (2), Elsevier Publishing.
Greenfield, D & Braithwaite, J, 2007, A Review of Health Sector Accreditation Research Literature, International Journal for Quality in Health Care, vol.20, no.3, pp 172-183.
Griffiths, Frances et al. 2012, The Future for Health Care Delivery, Journal of Social Science & Medicine, vol.75, no.12, 2233-2241, Elsevier Publishing.
Grote, Gudela, 2012, Safety Management in Different High Risk Domains – All the Same ?, Journal of Safety Science, vol.50, no.10, 1983-1992, Elsevier Publishing.
Hedberg, B, 1981, How Organizations Learn and Unlearn, In P Nystrom & W Starbuck (Eds.) Handbook of Organizational Design, vo.1, 3-28, Oxford University Press.
Hubbard, Douglas, 2009. The Failure of Risk Management: Why It's Broken and How to Fix It. John Wiley & Sons. p. 46.
Hussain, M. Kamal, 2012, Hospital Risk Management (online). http://www.authorstream.com diakses 28 Agustus 2012.
International Organization for Standardization, 2009, Committee Draft of ISO 31000 Risk management, (online). http://www.iso.org, diakses 9 September 2012.
Jadi, Amr., Zedan, Hussein and Alghamdi, Turki. 2013, Risk Management Based Early Warning System for Healthcare Industry, Computer Medical Applications (ICCMA), 2013 International Conference on, Article number 6506181.
Page 103
62
Jarion, Phillipe. 2010, Risk Management, Annual Review of Financial Economics, vol.2, no.1 (online). http://www.annualreviews.org diakses 28 Januari 2013.
King, W.R, 1982, Using Strategic Issue Analysis, Long Range Planning, 45-49.
Komite Akreditasi Rumah Sakit, 2012, Pedoman Akreditasi Rumah Sakit (online), http://www.kars.co.id diakses tanggal 1 Juni 2013.
Moleong, J.L, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif (terjemahan), 2002, PT Remaja Rosdakarya, Hal. 253.
Meena Chavan, 2011, Quality Management & Quality Care, Asian Journal on Quality, vol. 12 (1), Emerald Publishing
Normann R, 1985, Developing Capabilities of Organizational Learning. In J Penning & Associates (Eds), Organizational Strategy and Change, 217-248, San Francisco Jossey-Bass
Ottensmeyer, E & Dutton, E. Jane, 1987, Strategic Issue Management System: Forms, Functions and Contexts, Academy of Management Review, vol.12, no.2, 355-365.
Perrot, E. Bruce, 2011, Strategic Issue Management as Change Catalyst, Strategy & Leadership Journal, vo.39, no.5, 20-29, Emerald Group Publishing Limited.
Potts F. Geofrey, 2011, Impact of Reward & Punishment Motivation on Behavior Monitoring as Indexed by the Error Related Negativity, International Journal of Psychophysiology, vol.8, 324-331, Elsevier Publishing.
Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula, Bandung : Alfabeta
Scholter, P.R. 1995. Do Reward & Recognition Systems Work ?, Quality Magazine, December pp. 27-29.
Spickett, Jeffery; Katscherian, Dianne; Goh, Yang Ming. 2012. A New Approach to Criteria for Health Risk Assessment. Environmental Effect Assessment Review, vo.32, no.1, Elsevier
Page 104
63
Stainback, S. & Stainback, W. 1988, Understanding & Conducting Qualitative Research, Washington DC, Distributed by ERIC Clearinghouse, Hal.125.
Stephen A. Stumpf, et al, 2013, Employees and Change Initiatives : Intrinsic Rewards and Feeling Valued, Journal of Business Strategy, vol 34 (2), Emerald Publishing
Sweatman, J. 1996. Reward Your Employee and Reap the Returns, Other Side Up - Business Ideas from a New Perspective, May, pp 1-2.
Terje, Aven, 2012, Practical Implications of the New Risk Perspective, Journal of ReliabilityEngineering and System Safety, vol. 115, Elsevier Publishing.
Uma Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.
World Health Organization, 2012, Health Risk Factor, (online), http://www.who.int, diakses tanggal 28 Agustus 2012.
Yasin, M. Mahmoud, et all, 2011, Competitive Strategic Grouping for Hospitals : Operational and Strategic Perspectives on the Effective Implementation of Quality Improvement Initiatives, The Total Quality Management Journal, vo.23, no.3, 301-312.
Page 105
64
Lampiran 1. Rumusan Penentuan Indikator Penelitian
Page 106
65
Lampiran 2. Uji Dependability & Conformability
Page 107
66
Lampiran 3. Data hasil wawancara
Wawancara awal RS Wahidin
Page 108
67
Wawancara pendalaman RS Wahidin
Page 109
68
Wawancara awal RS Unhas
Page 110
69
Wawancara pendalaman RS Unhas
Page 111
70
LAMPIRAN 4
DATA –DATA DAN DOKUMENTASI PENELITIAN
a) Kuesioner penelitian
b) Surat permohonan ijin penelitian
c) Surat persetujuan ijin penelitian
d) Surat pernyataan
e) Bukti kwitansi registrasi penelitian
f) Kartu tanda pengenal penelitian
g) Foto-foto dokumentasi penelitian RS Wahidin
h) Rekapitulasi jawaban responden untuk indikator implementasi RS
Wahidin
i) Rekapitulasi jawaban responden untuk dampak risiko RS Wahidin
j) Rekapitulasi jawaban responden untuk kemungkinan terjadi RS
Wahidin
k) Penentuan matrik risiko RS Wahidin
l) Resume data jawaban responden RS Wahidin
m) Foto-foto dokumentasi penelitian RS Unhas
n) Rekapitulasi jawaban responden untuk indikator implementasi RS
Unhas
o) Rekapitulasi jawaban responden untuk dampak risiko RS Unhas
p) Rekapitulasi jawaban responden untuk kemungkinan terjadi RS Unhas
q) Penentuan matrik risiko RS Unhas
r) Resume data jawaban responden RS Unhas
Page 112
71
Lampiran foto-foto dokumentasi obyek penelitian (RS Wahidin)
Jam layanan Poliklinik RS Wahidin Denah poliklinik RS Wahidin
Ruang tunggu poliklinik RS Wahidin Daftar poli RS Wahidin
SMS Center RS Wahidin Kantor Instalasi Penjamin Mutu &
Akreditasi RS Wahidin
Page 113
72
Lampiran foto-foto dokumentasi obyek penelitian (RS Unhas)
Jam pelayanan Poliklinik RS Unhas Ruang tunggu poliklinik Unhas
Pusat Informasi RS Unhas Lobby RS Unhas
Dokumen persiapan akreditasi RS
Unhas Contoh modul training pegawai RS
Unhas