Page 1
1
STRATEGI KAMPANYE CALON ANGGOTA LEGISLATIF PARTAI DEMOKRAT
KABUPATEN KEDIRI TAHUN 2014
Riga Prananda Yono
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
([email protected] )
Abstrak
Penelitian ini menjelaskan mengenai strategi berkampanye calon DPRD dari Partai
Demokrat Kabupaten Kediri, dalam pelaksanaan Pemilu ditahun 2014. Beragam strategi
kampanye yang dijalankan para caleg Partai Demokrat Kabupaten Kediri, penulis coba untuk
jelaskan dalam bingkai teori tindakan sosial yang dijelaskan oleh Max Webber. Webber
mengelompokan tindakan sosial kedalam empat kelompok yakni; rasionalitas instrumental,
rasionalitas atas sebuah nilai, tindakan afektif, dan tindakan tradisional. Dalam menerapkan
strategi kampanyenya para caleg akan menyesuaikan dengan bentuk budaya dari masyarakat
Kabupaten Kediri, khususnya yang sangat kental dengan kebudayaan islam dan budaya untuk
bersosialisasi.
Kata Kunci: Kampanye, tindakan sosial, budaya
Abstract
This research elaborate DPRD legislative candidates’ campaign strategy from
Demokrat Party at Kediri District on 2014 election. Various campaign strategies were
undertook by Demokrat Party’s candidates in Kediri District. The researcher try to explain
this phenomenon in social action theorys framework by Max Webber. Webber clasify social
action into four group, which are: instrumental rationality, rationality of a value, affective
action, and traditional action. The candidates will adjust their strategy with local culture in
Kediri District, especially with Islamic and socialization culture which are so viscous to the
society.
Key Word: Campaign, social action, culture
Pendahuluan
Dalam setiap pelaksanaan pemilu, para kontestan politik akan berlomba-lomba dalam
mendapatkan suara terbanyak dari masyarakat. Kampanye merupakan cara yang dilakukan
oleh partai maupun para kandidat, untuk meyakinkan masyarakat bahwa mereka layak untuk
diberikan amanat dalam mewakili aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya. Partai
Demokrat yang kembali lolos tahapan electoral treshold1 untuk ketiga kalinya, tahun ini
harus berkampanye ekstra setelah maraknya pemberitaan kasus korupsi yang dilakukan
kadernya di DPR. Hal ini memiliki pengaruh terhadap turunnya kepercayaan masyarakat
untuk kembali memberikan amanatnya kepada Partai Demokrat.
Kampanye yang dilakukan oleh partai politik dan kandidat tidak hanya untuk menarik
massa pendukungnya, namun juga untuk menarik massa yang mendukung partai dan kandidat
1 Berdasarkan surat Keputusan KPU Nomor 05/Kpts/KPU/2013 menyatakan partai yang dinyatakan memenuhi
syarat sebagai partai politik peserta Pemilu 2014 adalah NasDem, PPP, PDIP, Partai Golkar, PKS, PKB, PBB,
Partai Demokrat, PAN, PKPI, GERINDRA, HANURA, dan 3 partai politik lokal Aceh
Page 2
2
lain. Sayangnya, banyak kandidat yang melakukan kampanye hanya pada komunikasi satu
arah seperti mengumpulkan massa di suatu lapangan, membagikan atribut kampanye hingga
penggunaan iklan oleh kandidat di media massa. Padahal penggunaan atribut kampanye
seperti stiker, iklan di media massa, pakaian dan pembentukan citra caleg melalui atribut lain
hanya memiliki pengaruh untuk menjaring massa yang belum memiliki pilihan.
Penggunaan metode kampanye yang menggunakan komunikasi satu arah dirasa
kurang efektif, sehingga kandidat sebaiknya menggunakan metode-metode berkampanye
yang menekankan prinsip komunikasi dua arah. Hal ini dikarenakan bahwa orang yang
diterpa komunikasi persuasif kampanye adalah yang paling cenderung telah sampai kepada
keputusan pemberian suara2.
Pelaksanaan kampanye yang dilakukan oleh para kandidat dipengaruhi oleh banyak
hal, seperti media yang ada, perilaku pemilih dan kultur dan budaya dari masyarakat. Jika di
Indonesia Timur gaya kampanye menggunakan organ tunggal, tuak, dan daging sebagai
pendekatan kepada masyarakatnya. Untuk di daerah Jawa Timur, peneliti melihat gaya
kampanye yang cukup sering dilakukan adalah melalui hal-hal yang sifatnya keagamaan
seperti pengajian dan mendatangi ulama besar dan beberapa cara lain yang akan dibahas
selanjutnya.
Namun ketika akan mendekati masyarakat, para kandidat seharusnya sudah mendekati
masyarakat sebelum memasuki masa kampanye. Hal inilah yang digambarkan firmanzah3
sebagai kampanye politik, dimana kandidat sudah membentuk citra yang baik bagi
masyarakat dari jauh-jauh hari, dan bukannya mendekati momentum pelaksanaan pemilu. Hal
ini dikarenakan manusia dapat merekonstruksi masa lalu, mempersepsikan kondisi masa
sekarang, dan mengantisipasi masa depan melalui lambang-lambang yang mengikhtisarkan,
menyaring, memadatkan, mendistorsikan apa yang oleh indranya dijadikan perhatian4.
Tulisan ini akan membahas mengenai penerapan strategi kampanye yang dilakukan
oleh para anggota calon DPRD Kabupaten Kediri dari Partai Demokrat. Teori yang
digunakan untuk menjelaskan pelaksanaan kampanye para caleg adalah teori tindakan sosial
milik Max Webber. Tindakan sosial diartikan sebagai setiap perilaku manusia yang memiliki
arti subjektif dari pelakunya, baik itu dilakukan secara terbuka ataupun tertutup yang
diarahkan untuk suatu tujuan. Perilaku yang terjadi bukanlah bersifat kebetulan atau
2 Aulia A. Rachman, Citra Khalayak Tentang Golkar. Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban. 2006. hal. 41
3 Firmanzah, Loc.CIt
4 Aulia A. Rachman, Op.Cit hal. 29
Page 3
3
spontanitas, melainkan terjadi secara terstruktur dan memiliki makna tertentu5. Tindakan
manusia yang termasuk tindakan sosial harus memiliki tujuan tertentu yang terwujud jelas
dan memiliki arti bagi pihak-pihak yang terlibat6.
Menurut Weber, tindakan sosial dikelompokan kedalam empat bentuk. Pertama,
tindakan rasionalitas instrumental (zweckrational), yaitu suatu tindakan yang diterapkan
dalam suatu situasi dengan keragaman cara dan tujuan sehingga pelaku bebas memilih cara-
caranya yang dirasa cukup efisien7.
Kedua, rasional atas sebuah nilai (wertrational), yaitu tindakan atas sebuah nilai
penting dalam kehidupan manusia (etika, estetika, agama dll), yang mempengaruhi tingkah
laku manusia dalam kehidupannya8.
Ketiga, tindakan afektif (especially emotional), yaitu tindakan berdasarkan kondisi
kejiwaan yang merupakan hasil konfigurasi khusus dari perasaan pribadi aktornya9, untuk
menetapkan cara-cara dan tujuan dari aksi10
. Dalam beberapa kasus tindakan afektif bisa
berkaitan dengan tindakan rasionalitas instrumental, atau rasional atas sebuah nilai, ataupun
keduanya. Keempat, tindakan tradisional, yaitu tindakan yang sudah dilakukan secara biasa
dan turun menurun.
Gambar 1. Alur Pikir Penelitian
5 Ambo Upe, Sosiologi Politik Kontemporer. Jakarta: Prestasi Pustakakarya. 2008. hal. 89
6 Soerjono Soekanto: Max Weber, Konsep-Konsep Dasar Dalam Sosiologi. Jakarta: CV.Rajawali. 1985. hal. 48
7 Wardi Bachtiar, Op.Cit. hal 273
8 Ambo Upe, Hal. 90
9 Sorjono Sokanto, hal. 46
10 Wardi Bachtiar, hal. 273
Rasionalitas Instrumental
Rasionalitas atas nilai
Tindakan
Afektif
Tindakan
Tradisiona
l
Strategi Kampanye
Masyarakat / Konstituen
Caleg
Page 4
4
Sumber: diolah oleh peneliti
Pertanyaan yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
strategi Kampanye calon legislatif dari Partai Demokrat Kabupaten Kediri dalam Pemilu
tahun 2014?”. Sedangkan tujuan dari penelitian ini Pertama, untuk mengetahui penerapan
tindakan sosial sebagai strategi kampanye yang dilakukan para calon legislatif (caleg) Partai
Demokrat dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif tahun 2014. Kedua, Mengetahui secara
mendalam mengenai Pelaksanaan kampanye dalam Pemilu DPRD Kabupaten Kediri yang
dilakukan calon legislaltif Partai Demokrat.
Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah melalui metode kualitatif, dan dijelaskan melalui
fenomenologi yang berarti peneliti meminimalkan jarak dengan objek yang diteliti11
.
Pendekatan ini menekankan kepada pengalaman subjektif dari manusia dan interpretasinya
atas dunia, mempelajari kehidupan sosial yang berlangsung12
.
Dalam melakukan penelitian peneliti menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer didapatkan oleh peneliti melalui terjun langsung ke lapangan. Data primer ini
didapatkan melalui wawancara, dan kajian pustaka. Sedangkan data sekunder merupakan data
yang didapatkan oleh peneliti bukan dari turun ke lapangan, melainkan berasal dari dokumen,
dan arsip-arsip resmi.
Untuk wawancara, peneliti memilih 5 kelompok narasumber yang terdiri dari 3 caleg
DPRD terpilih Partai Demokrat Kabupaten Kediri, 3 caleg DPRD tidak terpilih Partai
Demokrat Kabupaten Kediri, Ketua Panwaslu Kabupaten Kediri, dan 3 orang masyarakat
Kabupaten Kediri yang memiliki hak pilih, dan kalangan akademisi.
Hasil Penelitian: Penerapan Strategi Kampanye Menurut Tindakan Sosial
Rasionalitas Instrumental
Penerapan strategi berkampanye pertama dijelaskan melalui rasionalitas instrumental.
Dalam jenis rasionalitas instrumental, jenis kampanye yang dilakukan meliputi pemilihan
citra, pemilihan jaringan tim sukses, pemilihan program yang diusung, penggunaan media,
pemilihan konstituen utama, dan penggunaan biaya kampanye.
Dalam penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa bahwa semua caleg yang terpilih
lebih memilih untuk mengangkat citra pribadinya dalam kampanye, selain itu seluruh caleg
yang terpilih memilih untuk membuat citra pribadi mereka dekat dengan pemilih. Pengaruh
11
Ambo Upe, Op.Cit hal. 131 12
Bagong Suyanto dan Sutinah (ed). 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:
Kencana. Hal: 167.
Page 5
5
dari pemberitaan nasional atas kasus-kasus Partai Demokrat sebenarnya memiliki pengaruh
besar atas para caleg dari Partai Demokrat di Kabupaten Kediri. Hal ini dapat digambarkan
air yang mengalir di sungai, jika air pada sumbernya tidak bersih, maka yang dibagian
bawahpun tidak bersih, Apabila sumber itu atau atasannya bersih, maka bagian-bagian
kebawahnya mencerminkan kebaikan-kebaikannya. Sehingga walaupun sebenarnya tokoh-
tokoh yang ada di bawah tidak menghadapi permasalahan seperti yang ada di pusat, tapi ikut
terkena dampak.13
Namun rupanya tidak setiap masyarakat memperdulikan berita mengenai kondisi dari
partai pengusung caleg. Salah satu warga mengatakan bahwa dia lebih memperhatikan
mengenai profil keseharian dari caleg. Hal ini dikarenakan bahwa mereka tidak banyak
memperhatikan berita dari semua partai, sehingga mereka lebih memilih untuk mengamati
apa yang mereka lihat secara langsung.
Pemilihan citra pribadi yang dipilih oleh banyak caleg Partai Demokrat Kabupaten
Kediri sudah menjadi langkah yang tepat untuk diterapkan dalam situasi merosotnya citra
Partai Demokrat. Hal ini dikarenakan jika caleg justru menawarkan citra partai, maka pemilih
akan enggan memberikan pilihannya terkait menurunnya citra Partai Demokrat menjelang
Pemilu tahun 2014. Terlebih melalui mekanisme suara terbanyak sebagai metode untuk
menghitung perolehan suara, maka yang terpenting adalah caleg (figur) dan bukan partai
politiknya14
.
Dalam pemilihan jaringan tim sukses, bahwa semua caleg yang terpilih menggunakan
jaringan dari internal partai maupun lingkungan kerja dan organisasi sebagai tim suksesnya.
Walaupun ada caleg yang menggunakan bantuan dari kalangan elit formal, namun rupanya
tetap tidak dapat menjadi jaminan bagi seorang caleg untuk terpilih. Dari enam caleg yang
menjadi sample penelitian, terlihat bahwa hanya dua caleg yang memilih untuk menggunakan
jasa tim sukses yang berasal dari perekrutan secara terbuka.
Dari penggambaran mengenai jaringan tim sukses para caleg di atas, terlihat bahwa
hampir semua caleg lebih mengandalkan kekuatan keluarga untuk menjadi tim sukses. Hal ini
sebenarnya memiliki beberapa manfaat seperti: Pertama, tim sukses dari jaringan keluarga
memiliki loyalitas lebih tinggi daripada orang lain. Kedua, penggunaan jaringan keluarga
sebagai tim sukses sebenarnya bisa menghemat pengeluaran caleg, karena keluarga sendiri
tidak mementingkan “pembayaran” untuk memberikan bantuan. Hal ini berbeda dengan
orang lain yang tidak mau bergerak jika tidak dibayar, bahkan dalam beberapa kasus tim
13
Wawancara dengan Drs. Mashuri,M.Si selaku Dosen FISIPOL UNIK pada 19 Juni 2014. 14
Firmanzah, Persaingan, legitimasi, kekuasaan dan marketing politik. Hal. 13
Page 6
6
sukses yang bukan merupakan keluarga bisa saja memilih untuk mendukung caleg lain yang
membayar lebih.
Namun penggunaan tim sukses caleg juga memiliki kekurangan karena budaya Jawa
Timur yang saling sungkan atau mudah tidak enak, dalam menggunakan jaringan keluarga
sebagai tim sukses aka sulit untuk menggunakan target. Berbeda dengan menggunakan
jaringan tim sukses dari kalangan diluar keluarga, caleg bisa leluasa untuk mematok target
jumlah masyarakat yang harus dirangkul. Jika tidak memenuhi target, caleg bisa memberikan
sanksi berupa pemotongan honorarium atas tim sukses.
Selanjutnya adalah pemilihan program yang diusung. Ternyata dalam pelaksanaan
strategi kampanyenya, tidak semua caleg menawarkan program kerja kepada konstituennya.
Bahkan salah satu caleg incumbent mengakui bahwa masyarkat di dapilnya tidak
memperdulikan mengenai program kerja dalam pelaksanaan kampanye. Sedangkan caleg
yang mengusung program kerja, semuanya mengajukan program-program yang sudah
berhasil diterapkan oleh Partai Demokrat dalam periode sebelumnya seperti raskin, Bantuan
Siswa Miskin, dan lain-lain.
Namun rupanya memang tidak semua masyarakat memperdulikan program yang
ditawarkan oleh caleg. Beberapa kalangan masyarakat sepertinya memang sudah tidak
percaya terhadap pemberian program yang ditawarkan oleh caleg. Hubungan sebab akibat
yang muncul atas ketidak percayaan masyarakat kepada program yang ditawarkan caleg,
muncul disebabkan oleh terjeratnya banyak kader partai Partai Demokrat di pusat yang
terjerat korupsi.
Dari penelitian yang peneliti lakukan, para caleg tidak ada yang mengusung sebuah
program yang belum pernah ada di Kabupaten Kediri. Sebaiknya caleg memilih sebuah
program yang sesuai dengan pekerjaan konstituennya. Misalkan untuk mendekati masyarakat
yang berprofesi sebagai petani, caleg bisa menawarkan program pupuk murah. Selain itu
sebaiknya dalam mengusung sebuah program, para caleg mengusung program yang inovatif,
seperti pembangunan sistem E-gov (Elektronik Government) di Kabupaten Kediri. Program
yang diusung bisa seperti penerapan radio DPRD, dimana nantinya anggota DPRD akan
memberikan banyak informasi terhadap masyarkat Kabupaten Kediri, sekaligus dapat
menerima keluhan masyarakat melalui radio interaktif. Hal ini dikarenakan dalam iklim
persaingan, para pihak harus bersaing untuk membenahi diri, karena harus mereka sadari
Page 7
7
bahwa siapapun yang mampu menghasilkan inovasi yang dapat diterima masyarkat pasti
akan meningkatkan basis legitimasi di masyarakat15
.
Untuk mengenalkan diri, visi misi, dan program yang diusung oleh caleg, para caleg
akan menggunakan sebuah media untuk merebut perhatian konstituennya dengan harapan
agar para masyarakat di dapilnya mau memberi suara kepada caleg. Strategi pemilihan media
yang sesuai dengan geografis pemilih memegang peranan penting dalam penggunaan media.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, media yang dilakukan oleh caleg terbagi
menjadi media Umum dan media massa. Media umum berbentuk seperti kaos, gelas,
kalender, sticker dan lain-lain. sedangkan media massa berbentuk seperti radio, surat kabar,
dan TV.
Media yang banyak digunakan oleh caleg adalah banner, stiker, baliho, dan radio.
Penggunaan media seperti banner, stiker dan baliho dirasa tidak begitu efektif dan menguras
biaya yang sangat besar. Selain itu masyarakat memandang hal tersebut justru malah
membingungkan, karena jumlahnya banyak dan digunakan oleh hampir semua caleg.
Sebenarnya penggunaan media dalam kampanye sebaiknya tidak hanya mengenai pengenalan
profil caleg, dan penjabaran visi misi, namun juga digunakan untuk mengumumkan mengenai
kegiatan apa saja yang sudah caleg lakukan. Misalnya ketika melakukan suatu kegiatan kerja
bakti, menggunakan peliputan dari media massa baik radio, koran, bahkan TV daerah. Hal
tersebut dikarenakan menurut penelitian dalam psikologi, sosiologi dan komunikasi
menyatakan bahwa kita dapat membentuk opini publik melalui sebuah informasi yang
diberikan kepada masyarakat16
. Sehingga melalui penggunaan media, caleg dapat sekaligus
membangun image positif kepada masyarakat.
Namun penggunaan media juga harus tetap diimbangi dengan caleg bersosialisasi
langsung kepada masyarakat, tidak hanya mengandalkan penggunaan media secara penuh.
Hal ini karena penggunaan media yang jumlahnya terlalu banyak hanya menjadi pemborosan
dalam anggaran biaya kampanye. Jika ingin menggunakan media dalam berkampanye bisa
disiasati dengan menaruh di tempat yang strategis, misalnya di kendaraan umum. Karena
tanpa harus menyimpan di puluhan titik, namun menyimpan di satu titik yang memiliki
mobilitas.
Dari data lapangan yang diperoleh oleh peneliti di Kabupaten Kediri, masih ada caleg
yang tidak mengutamakan untuk mendekati kelompok tertentu. Selain itu seharusnya dalam
15
Firmanzah, persaingan, legitimasi... Hal. 25 16
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi.
Jakarta: Yayasan Obor Pustaka Indonesia. 2011. Hal 28.
Page 8
8
mendekati konstituen, sebaiknya caleg tidak hanya mendekati kelompok yang sudah
dikenalnya. Hal ini dikarenakan caleg harus berusaha untuk merebut pasar atau merebut
pendukung caleg lain dan massa yang masih mengambang. Namun ketika akan mendekati
kelompok tertentu, para caleg seharusnya mengetahui mengenai kekurangan, kelebihan, dan
apa yang diinginkan oleh suatu kelompok.
Selain itu sebaiknya para caleg melalui pemetaan kelompok masyarakat berdasarkan
agama, usia, dan pekerjaan yang sudah dicantumkan di bab sebelumnya dapat memilih
kelompok mana yang harus tuju. Pemilihan sasaran kelompok ini juga dikenal sebagai
segmentasi politik. Tanpa adanya segmentasi politik yang dilakukan caleg, akan membuat
caleg menjadi kehilangan arah dalam membangun hubungan dengan konstituennya17
.
Menurut Smith dan Hirst dalam Firmanzah18
mengatakan urgensi dari segmentasi politik
disebabkan oleh tiga hal. Pertama, tidak semua kelompok harus dimasuki, cukup
mengutamakan kelompok dengan ukuran dan jumlah yang signifikan. Kedua, dengan segala
keterbatasan sumber daya, maka harus memiliki prioritas utama. Ketiga, dengan
keberagaman segmen yang ada, maka agar program komunikasi yang dijalankan dapat efektif
harus membedakan pendekatan atas suatu kelompok.
Dalam segmentasi politik, caleg harus mengetahui bagaimana strategi pendekatan
yang harus dilakukan oleh caleg. Misalkan ketika seorang caleg akan mendekati kelompok
berdasarkan pekerjaan, sebaiknya caleg tersebut mendekati kelompok petani karena menjadi
kelompok dominan. Sehingga dalam melaksanakan kampanyenya caleg harus selalu
mengesankan dirinya sebagai orang yang sangat peduli terhadap perkembangan pertanian di
Kabupaten Kediri dan mendukung pemberdayaan kelompok tani di Kabupaten Kediri.
Dana memegang peranan paling penting dalam pelaksanaan kampanye. Biaya yang
dikeluarkan oleh caleg digunakan untuk menunjang mulai dari infrastruktur kampanye,
hingga supra struktur kampanye. Biaya yang dikeluarkan oleh caleg memiliki besaran yang
beragam, mulai dari 3 juta hingga kisaran 1 Miliar Rupiah. Sumber biaya kampanye caleg
pun berasan dari berbagai sumber, seperti keluarga, biaya pribadi, hingga sumbangan
sukarela dari pendukungnya.
Dari enam caleg yang menjadi narasumber, tiga caleg yang terpilih menggunakan
biaya kampanye yang tidak sedikit. Setidaknya dibutuhkan biaya sebesar 150 juta rupiah
untuk terpilih menjadi anggota DPRD di Kabupaten Kediri. Mahalnya biaya kampanye
sebenarnya dikarenakan caleg terlalu memaksakan untuk bisa mendapatkan hati
17
Firmanzah, Mengelola Partai Politik. Op.Cit. hal 157 18
Firmanzah, Mengelola Partai Politik. Op.Cit. hal. 159
Page 9
9
konstituennya dengan mengeluarkan uang kepada hal-hal yang tidak efektif. Misalnya caleg
memaksakan untuk mengeluarkan biaya besar dalam pembuatan atribut spanduk, dan banner
dan membuat dalam jumlah yang sangat besar dan membutuhkan biaya yang sangat besar19
.
Padahal banyaknya banner dan spanduk justru membuat masyarakat bingung, dan tidak
menjadi acuan atas banyaknya masyarkat yang akan memilihnya.
Praktik money politik didalam pelaksanaan pemilu legislatif 2014 sudah sangat kental.
Sayangnya hal ini justru tidak muncul sebagai inisiatif dari para caleg, melainkan muncul dari
warga masyarakat yang selalu menagih terlebih dahulu barang pemberian dari para caleg.
“kemarin itukan pemilihan kepala desa, kita dapet minimal 100rb tiap jiwa, lah iki isok sak
mono opo ora?”20
.
Tingginya tingkat popularitas dari partai maupun caleg sendiri, tidak cukup
mendompleng suara di kalangan masyarakat. Partai Demokrat yang cukup naik pamor berkat
program BSM nya rupanya masih tetap kesulitan mendapat suara, jika tidak diimbangi
dengan pelaksanan money politik. Bahkan menurut salah satu caleg yang tidak terpilih,
program BSM yang selama ini menjadi andalan dari Partai Demokrat dalam mendapatkan
suara di masyarakat, dapat dikalahkan dengan money politik, walaupun jika dibandingkan
jumlahnya masih lebih besar BSM.
Hal tersebut juga terjadi dengan caleg yang memiliki tingkat popularitas tinggi.
Misalnya dari salah satu caleg incumbent yang sudah dikenal di dapilnya. Walaupun rutin
melaksanakan reses dan berjumpa dengan konstituennya, penggunaan money politik atau
yang lebih dikenal dengan uang transport tidak dapat ditinggalkan jika ingin mendapatkan
simpati dari masyarakat.
Masyarakat yang menjadi transaksional dalam melakukan pemberian suara ini juga
dibenarkan oleh bapak Maskuri selaku masyarakat dari Kabupaten Kediri. menurutnya
terjadinya politik transaksional selama pelaksanaan kampanye, dianggap sebagian
masyarakat sebagai pengganti dari pendapatan yang hilang karena tidak bekerja selama
mengikuti kampanye.
“ Kalo sekarang itukan ibaratnya, kalo mau nyoblos kalo tidak ada duit
kebanyakan ga ada yang mau. Ya ibaratnya duit ganti masuk kerja lah, kalo ga ada
yang bayarkan kita rugi. Kata masyarakat kan, orang yang mau berjuang ya
dicoblos, yang gak mau berjuang ya enggak. Maksudnya berjuang itu kan beras,
baju, dan uang makannya kalo orang kampung bilangnya gitu. Ada lagi kalo orang
kampung itu namanya membela yang benar kan, nah kalo ini namanya membela yang
bayar. Kemaren saya nyoblos ya karena ada uangnya. Kalau taun kemarin (pemilu
19
wawancara dengan Mashuri selaku Dosen UNIK. 20
Wawancara dengan caleg tidak terpilih, 14 Juni 2014. Op. Cit
Page 10
10
2009) belum pernah dapat uang, kan sekarang jamannya sudah jaman kemajuan, jadi
orang tidak bekerja satu hari sudah rugi. Kalo orang desa yang bekerja disawah kan,
kalo ikut itu (kampanye) gak kerja sehari rugi, jadi kalo gak dapet itu (Beras, baju,
dan uang) ya gak nyoblos.”21
Hal ini jelasnya menjadi masalah dikalangan para caleg. Pertama, mereka harus
bersaing dalam memberikan sejumlah nominal uang transport kepada masyarakat tidak
hanya kepada rekan dalam satu partai, namun juga dengan rekan caleg di partai lain. Hal ini
dikarenakan perbedaan nominal yang diberikan oleh masing-masing caleg dan waktu
pemberian akan sangat berpengaruh. sebagai gambaran, peneliti akan mencontohkan sebagai
berikut : jika dalam hari yang sama, caleg A memberikan uang transport sejumlah Rp.
20.000, sedangkan caleg B memberikan sejumlah Rp. 25.000 maka masyarakat akan memilih
caleg B. Namun hal tersebut dapat berubah, dan membuat masyarakat memilih caleg A jika
caleg A memberikan uang transport kepada masyarakat 1 hari sebelum pemilihan atau ketika
masa tenang, sedangkan caleg B memberikan uang transport 3 hari sebelum berakhirnya
masa kampanye atau 4 hari menjelang masa tenang.
Kedua, ketidak pastian arah dari suara masyarakat. Hal ini sebenarnya sangat
berhubungan dengan hal pertama. Layaknya hubungan sebab akibat, hal pertama yang
menjadi permasalahan adalah nominal dan juga masalah ketepatan waktu pemberian uang
transport yang akan mempengaruhi pilihan masyarakat. Hal tersebut juga tidak bisa menjadi
patokan untuk memastikan pilihan masyarkat akan jatuh kepada siapa. Dengan tidak
menentunya suara masyarakat dalam memberikan suaranya, jelas akan membuat para caleg
kesulitan dalam memetakan suaranya. Tidak hanya itu, biaya yang dikeluarkan untuk uang
transport pun seakan tidak bermanfaat dan keluar secara percuma karena belum tentu
menghasilkan sebuah pilihan pasti di kalangan masyarakat.
Ketiga, dengan tingginya biaya yang dikeluarkan caleg dalam memberikan uang
transport maka jelasnya hal ini akan membuat para caleg memutar akal untuk
mengembalikan besarnya uang yang sudah dikeluarkan. Hal tersebutlah yang kemudian
menjadi penyebab dari terjadinya praktik korupsi dikalangan anggota legislatif terpilih, untuk
mengembalikan uang yang sudah terlalu banyak keluar22
.
Rasionalitas Nilai
Ketika melakukan kampanye kepada masyarakat, caleg juga akan melakukan suatu
tindakan yang sesuai dengan nilai keagamaan seperti mengikuti kegiatan keagamaan hingga
meyakinkan konstituen bahwa mereka merupakan caleg yang amanah dan jujur. Hal-hal
21
Wawancara dengan Maskuri, Op. Cit 22
menurut data yang peneliti dapat, nominal yang diberikan oleh caleg untuk uang transport berkisar dari Rp
5.000 hingga Rp. 50.000 untuk satu orang
Page 11
11
tersebut dilakukan sebagai cara untuk meyakinkan konstituen bahwa mereka layak untuk
dipilih. Berbagai tindakan yang dilakukan oleh caleg pun beragam, mulai dari bersilaturahmi,
mendekati pemuka agama, hingga mengikuti suatu kegiatan keagamaan. Tidak hanya itu
dalam nilai agama juga caleg akan meyakinkan kepada masyarkat, bahwa caleg juga
memiliki moral yang baik, amanah dan merupakan figur yang tepat sebagai seorang
pemimpin.
Sebenarnya ketika caleg melakukan kampanye yang sesuai dengan nilai keagamaan,
mereka sedikit banyak mendapatkan perhatian dari konstituennya. Bagi masyarakat,
kehadiran para caleg dalam kegiatan keagamaan sangat penting, terutama untuk menilai
bagaimana sikap personal orang yang akan mewakili aspirasinya di pemerintah nanti23
.
Namun untuk menghindari kesan negatif muncul, sebaiknya dalam melakukan kegiatan
keagamaan caleg tidak melakukannya hanya menjelang pemilihan. Melainkan sudah
melakukannya minimal 1 tahun menjelang masa kampanye. Hal ini dikarenakan masyarakat
justru menilai para caleg yang melakukan kegiatan keagamaan menjelang kampanye, sebagai
orang yang tidak konsisten dan hanya mengincar kekuasaan24
.
Dalam melaksanakan kampanye, tidak sedikit caleg yang rutin memberikan bantuan
kepada masyarakat misalnya; caleg yang memberikan bantuan kepada suatu acara sebagai
sponsor, memberikan bantuan berupa pembangunan jalan dan lain-lain. Pemberian bantuan
sosial atau yang lebih dikenal menyumbang atau sumbangan, merupakan sebuah nilai positif
bagi masyarakat secara umum. Namun hal ini mulai banyak dilirik kalangan politisi sebagai
salah satu cara untuk berkampanye.
Dalam praktik Kampanye terjadi perubahan niat para caleg dalam memberikan
bantuan sosial. Jika sebelumnya memberikan sumbangan merupakan norma positif yang
dilakukan oleh banyak orang, pada masa kampanye memberikan sumbangan berubah makna
menjadi cara untuk memperbaiki citra diri caleg dihadapan masyarakat.
Sebaiknya dalam memberikan sumbangan kepada masyarkat, caleg harus mengetahui
apa manfaat yang akan didapatkan oleh caleg. Sehingga biaya yang dikeluarkan caleg tidak
terbuang percuma. Misalnya caleg akan memberikan bantuan atas even sepak bola, maka
selama pelaksanaan even sebaiknya nama caleg sering diucapkan. Selain itu foto dari caleg
sebaiknya juga turut di pasang selama pelaksanaan even.
Tindakan Afektif
23
wawancara dengan Suwarno Op.Cit 24
wawancara dengan Maskuri Op.Cit
Page 12
12
Dalam tindakan afektif, caleg akan melakukan sebuah praktik kampanye yang
didasarkan oleh perasaan. Sehingga dalam hal ini, pemilihan suatu cara berkampanye yang
dilakukan oleh caleg tidak hanya berdasarkan atas mencari untung dan simpati konstituen.
Dalam hal ini peneliti membaginya atas dua dasar, yakni kampanye yang didasari oleh
perasaan suka, dan berdasarkan balas jasa.
Ketika memilih melakukan suatu cara berkampanye, caleg akan memilih bentuk-
bentuk kampanye yang didasari oleh perasaan suka terhadap suatu bentuk kampanye. Cara
dan alasan yang muncul dari setiap caleg pun beragam. Bentuk kampanye yang paling
banyak disukai oleh caleg adalah bentuk kampanye yang langsung bertemu dengan
masyarakat dan melakukan diskusi, alasan yang mendasarinya pun beragam.
Sebenarnya dalam melakukan kampanyenya setiap caleg pasti akan mendapatkan
rasa bahagia dari bentuk kampanye yang berbeda. Hal tersebut bisa didasari oleh banyak hal,
misalnya terkait masa lalu caleg, atau hal yang memang sudah menjadi sifat dasar manusia.
Sifat dasar manusia yang menyukai untuk berkomunikasi menjadikan banyak caleg di atas
lebih menyukai untuk bertemu langsung dengan konstituennya.
Walaupun memilih bentuk kampanye yang disukai, sebaiknya para caleg tetap
memperhitungkan dari segi efisiennya. Misalnya dalam berjumpa dengan masyarakat,
sebaiknya caleg mengutamakan untuk mengumpulkan masa dalam sebuah aula dan
berkomunikasi dengan masyarakat, dibanding harus mendatangi rumah masing-masing
konstituen. Selain dapat menghemat waktu dan energi, mengumpulkan masa dalam satu
tempat jelasnya juga dapat menghemat pengeluaran dana kampanye.
Dalam melakukan kampanyenya kepada konstituen, selain melakukannya berdasarkan
rasa senang, caleg juga bisa melakukan kampanye atas dasar balas jasa. Balas jasa yang
dilakukan oleh caleg ditujukan dan didasari oleh alasan yang juga beragam. Dalam penelitian
yang dilakukan peneliti, dari 6 caleg memang tidak semua caleg melakukan kampanye atas
dasar balas jasa. Tercatat hanya ada dua caleg yang melakukan kampanye karena balas jasa,
yakni satu orang dari caleg yang terpilih, dan satu lainnya dari caleg yang tidak terpilih.
Salah satu caleg terpilih misalnya mengatakan ketika melakukan kampanyenya
memberikan bantuan kepada sebuah desa, dikarenakan memiliki kedekatan dengan pemuka
agama di desa tersebut. Walaupun caleg tersebut tidak berharap mendapat dukungan warga
desa tersebut, caleg tersebut dapat menang di desa tersebut.
Selain itu caleg yang tidak terpilih juga mengatakan alasannya sering melakukan
ibadah shalat jumat disuatu masjid, menjadikannya memilih masjid tersebut untuk diberikan
perlengkapan ibadah. Selain itu caleg tersebut juga mencarikan bantuan untuk pembangunan
Page 13
13
masjid dan beberapa mushola. Tidak hanya kepada masjid dan mushola, caleg tersebut juga
turut memberikan bantuan kepada ranting yang sudah banyak membantu dirinya dalam
kampanye.
Dalam melakukan kampanye yang dilakukan atas dasar balas jasa memang tidak
terlepas dari hubungan emosional antara caleg dan konstituennya. Cara tersebut memang
memiliki dampak yang baik bagi hubungan caleg dan konstituen, karena dapat tetap menjaga
kepercayaan konstituen atas caleg. Tidak menutup kemungkinan cara tersebut sebenarnya
dapat menimbulkan efek domino yang baik. Misalnya melalui obrolan masyarakat, bisa
menyebarkan berita bahwa caleg tersebut bukan orang yang lupa untuk balas budi.
Tindakan Tradisional
Tindakan tradisional dalam kampanye bisa diartikan sebagai bentuk tindakan yang
sudah dilakukan secara mendarah daging atau sudah dilakukan sebelum seseorang menjadi
caleg. Hal ini jelas sangat dipengaruhi oleh kebuadayaan suatu daerah. Ketika seseorang
mulai maju menjadi caleg biasanya akan terjadi suatu perubahan, salah satunya adalah cara
bersosialisasi dengan masyarakat.
Para caleg di Kabupaten Kediri sudah memiliki dasar bersosialisasi yang baik dengan
masyarakat. Sehingga hal tersebut perlu untuk dipertahankan hingga memasuki waktu
kampanye. Hal ini dikarenakan masyarakat akan memiliki pandangan yang berbeda
mengenai caleg yang memiliki landasan bersosialisasi yang dilakukan sejak awal, dan caleg
yang mendadak bersosialisasi menjelang masa kampanye25
. Hal tersebut dikuatkan oleh
pendapat masyarakat yang memberi apresiasi lebih terhadap caleg yang sebelumnya sudah
dekat dengan mereka :
“Yah kita sih lebih seneng sama (caleg) yang dari jauh-jauh tuh udah deket
dan kenal lah sama kita. Banyak kan (caleg) yang suka ndadak ramah pas mau
pencoblosan tok. Tiba-tiba nraktir kita pas nyangkruk, padahal dulu gak pernah
sapa-sapaan. Memang ada yang mau nyoblos mereka yang gitu (mendadak ramah),
tapi itu pasti diomongin nantinya...”26
Terlihat dari penjelasan masyarakat, bahwa caleg yang sudah menanamkan sosialisasi
yang tinggi dengan masyarakat dari jauh-jauh hari, sudah memiliki tempat dihati sebagian
kalangan masyarkat. Hal tersebut sebenarnya memiliki dampak positif berupa kemudahan
untuk mendapatkan hati dan kepercayaan dari konstituennya. Karena caleg tidak perlu
memulai untuk mendekatkan diri kepada masyarakat dari awal, sehingga hanya perlu untuk
meneruskan saja.
25
wawancara dengan Mashuri, Op.cit 26
Wawancara dengan Suwarno, Op. Cit
Page 14
14
Kesimpulan
Dari penjelasan yang sudah dituliskan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai
strategi kampanye yang dilakukan oleh calon legislatif DPRD Kabupaten Kediri dari Partai
Demokrat dalam pemilu 2014 menjadi beberapa poin, yakni:
Pertama, penerapan tindakan sosial sebagai bentuk strategi kampanye yang dilakukan para
caleg adalah sebagai berikut:
1. Bentuk tindakan rasionalitas instrumental yang paling banyak dilakukan oleh caleg,
baik yang terpilih maupun tidak terpilih adalah menggunakan citra pribadi dibanding
citra Partai Demorkat. Selain itu besarnya biaya kampanye memegang pengaruh besar
dalam kemenangan caleg, khususnya untuk penggunaan media dan kegiatan politik
transaksional.
2. Bentuk tindakan rasionalitas nilai yang paling banyak dilakukan adalah melakukan
kegiatan keagamaan dan memberikan sumbangan bantuan sosial kepada masyarakat.
3. Dalam tindakan afektif seluruh caleg menyukai bentuk kampanye yang sifatnya
bertemu langsung dengan masyarakat.
4. Tidak berbeda dengan tindakan afektif, bahkan dalam tindakan tradisional caleg
rupanya banyak yang sudah bersosialisasi dengan masyarkat, jauh sebelum terdaftar
sebagai caleg.
Kedua, ternyata dalam pelaksanaan kampanye di Pemilu Legislatif DPRD Kabupaten Kediri
tahun 2014, money politik sangat memegang pegaruh besar dalam pemenangan seorang
caleg. Sehingga segala strategi yang dilakukan oleh para caleg tidak signifikan dalam
mempengaruhi masyarakat untuk memilih.
Daftar Rujukan
Buku
Andrianus, Toni. Dkk. 2006. Mengenal Teori-Teori Politik. Penerbit Nuansa. Bandung.
Anung, Pramono. 2013. Mahalnya demokrasi memudarnya ideology: Potret Komunikasi
Politik Legislator-Konstituen. PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2002. ProsedurPenelitian. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Buku Online Publikasi BPS Kabupaten Kediri: Statistik Daerah Kabupaten Kediri tahun
2014. yang diakses melalu www.kedirikab.bps.go.id pada 18 September 2014.
Bachtiar, Wardi. 2006. Sosiologi klasik. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Chadwik, Bruce A.,Howard M.Bahr dan Stan L. Albercht. 1991. Metode pengetahuan Ilmu
Sosial. IKIP Semarang Press, Semarang.
Firmanzah. 2010. Persaingan Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik. Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta.
Mahasin, Aswab dkk. 2014. Agama Jawa, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan
Jawa. Komunitas Bambu, Depok.
Page 15
15
Rachman ,Aulia. 2006. Citra Khalayak tentang Golkar. Pusat Studi Agama dan Peradaban
(PSAP), Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1985. Max Weber konsep-konsep dasar dalam sosiologi. CV.Rajawali,
Jakarta.
Sutopo. 2002. MetodePenelitianKualitatif. UNS Press, Surakarta.
Susilo, Soko. 2008. Partai Politik. L-SOD, Depok.
T. Ishiyana, John.,Marjke Breuning. 2013. Ilmu Politik dalam Paradigma Abad 21. Kencana
Prenada Media Group, Jakarta.
Upe ,Ambo. 2008. Sosiologi Politik Kontemporer. Prestasi Pustaka Karya, Jakarta.
Veeger, K.J.1986. Realitas social. PT.Gramedia, Jakarta.
Jurnal dan PDF
Cahyadi, Robi. 2009. Kampanye Politik: Idealitas dan Tantangan. Jurnal Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik
Saeful Rahmat, Pupu. EQUILIBRIUM, vol.5 no.9, 2009.
Hasil Survei Indikator. 2014. Efek Kampanye dan Efek Jokowi: Elektabilitas Partai jelang
Pemilu Legislatif 2014. www.Indikator.co.id
Hasil Survei Lingkaran Survei Indonesia. 2011. Melorotnya Kepuasan Publik Atas Dua
Tahun Kabinet SBY-Boediono.
Hasil Survei Lembaga Survei Indonesia. 2009. Efek Calon Terhadap Perolehan Suara Partai
Menjelang Pemilu 2009. www.lsi.or.id, Jakarta.
Hasil Survei Lembaga Survei Indonesia. 2012. Perubahan Politik 2014: Trend Sentimen
Pemilih pada Patai Politik. www.lsi.or.id, Jakarta.
Hasil Survei Lembaga Survei Indonesia. 2009. Rasionalitas Pemilih: Kontestasi Partai
Menjelang Pemilu 2009. www.lsi.or.id, Jakarta.
Wawancara
Wawancara dengan bapak Ari Eko, selaku masyarakata Kabupaten Kediri, pada tanggal 13
Juni 2014.
Wawancara dengan bapak Drs.Sumantri, selaku Ketua DPC Kabupaten Kediri pada 27 Mei
2014.
Wawancara dengan caleg tidak terpilih dari Partai Demokrat Kabupaten Kediri, pada 27 Mei
2014.
Wawancara dengan bapak Mashuri,M.Si, selaku Dosen FISIPOL UNIK pada tanggal 19 Juni
2014.
Wawancara dengan bapak Maskuri, selaku masyarakat Kabupaten Kediri pada tanggal 19
Juni 2014.
Wawancara dengan caleg tidak terpilih dari Partai Demokrat Kabupaten Kediri, pada 14 Juni
2014.
Wawancara dengan bapak Sapta Andaru Isworo selaku Ketua Panwaslu Kabupaten Kediri
pada 13 Juni 2014.
Wawancara dengan caleg terpilih dari Partai Demokrat Kabupaten Kediri, pada tanggal 28
Mei 2014.
Wawancara dengan bapak Suwarno selaku masyarakat Kabupaten Kediri pada tanggal 11
Juni 2014.
Wawancara dengan caleg terpilih dari Partai Demokrat Kabupaten Kediri, pada 27 Mei 2014.
Wawancara dengan caleg terpilih dari Partai Demokrat Kabupaten Kediri, pada 14 Juni 2014.
wawancara dengan caleg tidak terpilih dari Partai Demokrat Kabupaten Kediri, pada 16 Juni
2014.
Page 16
16
Website
http://m.beritajatim.com/menuju_pemilu_2014/183054/inilah_hasil_pilgub_jatim_di_38_kota
_dan_kabupaten.html#.U0010FV_tic diunduh pada 15 April 2014
http://kedirikab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=93%3Asejarah-
kediri&Itemid=786&lang=en diunduh pada 15 November 2014.
www.kedirikab.bps.go.id diunduh pada 18 September 2014