STRATEGI CUSTOMER RELATIONS DENGAN MENGGUNAKAN SOCIAL MEDIA TWITTER UNTUK MEMBANGUN BUZZWORD (Studi Kasus pada Ninotchka Cafe Kuartal III & IV Tahun 2012) SKRIPSI Diajukan guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.) pada Program Strata Satu (S-1) Tiara Permadi 09120110138 PROGRAM STUDI PUBLIC RELATIONS FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA TANGERANG 2013
238
Embed
Strategi Customer Relations dengan Menggunakan …kc.umn.ac.id/956/1/(Read Only) SKRIPSI.pdf · Sidang Ujian Skripsi Universitas Multimedia Nusantara . Tangerang, 7 Januari 2013 .
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
STRATEGI CUSTOMER RELATIONS DENGAN
MENGGUNAKAN SOCIAL MEDIA TWITTER
UNTUK MEMBANGUN BUZZWORD
(Studi Kasus pada Ninotchka Cafe Kuartal III & IV Tahun 2012)
SKRIPSI
Diajukan guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.)
pada Program Strata Satu (S-1)
Tiara Permadi
09120110138
PROGRAM STUDI PUBLIC RELATIONS
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA
TANGERANG
2013
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya ilmiah saya
sendiri, bukan plagiat dari karya ilmiah yang ditulis oleh orang lain atau lembaga
lain, dan semua karya ilmiah orang lain atau lembaga lain yang dirujuk dalam
skripsi ini telah disebutkan sumber kutipannya serta dicantumkan di Daftar
Pustaka.
Jika di kemudian hari terbukti ditemukan kecurangan atau penyimpangan,
baik dalam pelaksanaan skripsi maupun dalam penulisan laporan skripsi, saya
bersedia menerima konsekuensi dinyatakan TIDAK LULUS untuk mata kuliah
Skripsi yang telah saya tempuh.
Tangerang, 7 Januari 2013
Tiara Permadi
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
“Strategi Customer Relations dengan Menggunakan Social Media Twitter
untuk Membangun Buzzword
(Studi Kasus Pada Ninotchka Cafe Kuartal III & IV Tahun 2012)”
oleh
Tiara Permadi
telah disetujui untuk diajukan pada
Sidang Ujian Skripsi Universitas Multimedia Nusantara
Tangerang, 7 Januari 2013
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
A. Judhie Setiawan, M. Si.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Dra. Bertha Sri Eko M., M.Si.
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul
“Strategi Customer Relations dengan Menggunakan Social Media Twitter
untuk Membangun Buzzword
(Studi Kasus Pada Ninotchka Cafe Kuartal III & IV Tahun 2012)”
oleh
Tiara Permadi
telah diujikan pada hari Selasa, tanggal 29 Januari 2013 pukul 08:30 s.d. 10:00
dan dinyatakan lulus dengan susunan penguji sebagai berikut.
Ketua Sidang Penguji Ahli
Dra. Bertha Sri Eko M., M. Si. Inco Hary Perdana, M. Si.
Dosen Pembimbing
A. Judhie Setiawan, M. Si.
Disahkan oleh
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UMN
Dra. Bertha Sri Eko M., M. Si.
v
KATA PENGANTAR
Terselesaikannya skripsi ini adalah anugerah terindah dari Yang Kuasa.
Rasa syukur Penulis panjatkan pada Tuhan Yesus atas hikmat-Nya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Customer Relations
dengan Menggunakan Social Media Twitter untuk Membangun Buzzword (Studi
Kasus Pada Ninotchka Cafe Kuartal III & IV Tahun 2012)”.
Social media merupakan bentuk perkembangan media baru yang sangat
diminati oleh kaum muda. Twitter adalah salah satu social media yang banyak
digunakan, termasuk oleh Penulis. Banyak hal yang dapat diakukan melalui
Twitter: curhat, ngobrol, sampai mencari informasi semua bisa dilakukan. Di
Twitter inilah Penulis bertemu dengan akun @NINOTCHKA_JKT, yang akhirnya
membuat Penulis tertarik untuk berkunjung ke Ninotchka Cafe dan menjadi
pelanggannya.
Ninotchka Cafe hanya mengandalkan social media, terutama Twitter,
untuk berpromosi. Ternyata, kafe ini mampu berkembang dengan pesat dalam
waktu setahun. Suatu pencapaian yang membanggakan dan tentunya dapat ditiru
oleh organisasi lainnya. Oleh karena itu, Penulis kemudian tertarik untuk
menjadikannya sebagai objek penelitian.
Seiring dengan terselesaikannya skripsi ini, Penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam proses
penyusunannya. Terima kasih kepada:
1. Dr. Ninok Leksono, Rektor Universitas Multimedia Nusantara, yang
juga pernah membimbing Penulis dalam mata kuliah Pengantar
Teknologi Komunikasi. Terima kasih atas inspirasi dan ilmu yang
telah diberikan pada Penulis.
2. Dra. Bertha Sri Eko M., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi,
“Ibu” bagi seluruh mahasiswa Ilkom.
vi
3. Ambang Priyonggo, M. A., Dosen Pembimbing Akademik Ilkom 2009
kelas D, yang selalu menerima Penulis dengan baik untuk konsultasi.
4. A. Judhie Setiawan, M. Si., Dosen Pembimbing Skripsi sekaligus
pengajar mata kuliah Customer Relationship Management Penulis.
Terima kasih atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan.
5. Inco Harper, Penguji Ahli, yang juga banyak membantu Penulis dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
6. Para dosen di Universitas Multimedia Nusantara yang telah membagi
ilmunya dengan Penulis, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
7. Orang tua dan seluruh keluarga besar penulis: Mami, Papi, Oma, Opa,
Mbah, Ii, Om Ei dan Tante Na, Om Jack dan Tante Santi, Quinn, dan
Little Avery. Terima kasih atas doa, cinta, dan semangat yang kalian
berikan selama ini.
8. Melvin Iskandar. Thank you for your love and support through the
distance.
9. My high-school BFF: Vira, Jessica, Jacqueline, Beauty, Maureen, dan
Silviana. Terima kasih, khususnya buat Vira
10. Sahabat seperjuangan: Widya, Chica, Maureen, Nova, dan Anggie.
Terima kasih banyak buat dukungan semangat dari kalian.
11. Maynard, Yuda, Ming, Bang Yos, Gratia, Cun-Cun, Koko Cliff, dan
Mr. Timotius Laudus. Thank you so much, guys.
12. Teman-teman angkatan 2009 dan segenap civitas academica.
13. Sonia Eryka, Roy Leonard, dan Stefanie Kurniadi. Terima kasih atas
kesediaan kalian untuk sharing dengan Penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan di Indonesia.
Tangerang, Januari 2013
Tiara Permadi
PROGRAM STUDI PUBLIC RELATIONS
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA
vii
ABSTRAK
Tiara Permadi
09120110138
STRATEGI CUSTOMER RELATIONS DENGAN MENGGUNAKAN SOCIAL
MEDIA TWITTER UNTUK MEMBANGUN BUZZWORD (STUDI KASUS
Liputan Media ........................................................................................................ 27
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi komunikasi manusia telah memasuki interactive
communication era.1 Perkembangan teknologi memungkinkan manusia untuk
berkomunikasi secara interaktif melalui perantaraan media. Komunikasi dapat
terjadi secara timbal balik, seperti percakapan tatap muka. Komunikasi interaktif
tersebut difasilitasi oleh keberadaan komputer dan dapat terjadi antarperangkat
yang berbeda.
Perkembangan teknologi menghasilkan media baru yang memungkinkan
manusia untuk melakukan kontak dengan cara-cara yang tak terbayangkan
sebelumnya. Flew menjelaskan istilah “media baru” dengan 4C (Computing,
Communication, Content, Convergent).2 Secara ringkas, media baru merupakan
segala bentuk teknologi komunikasi digital yang terkomputerisasi dan terhubung
dalam jaringan. Media baru memungkinkan manusia untuk berkomunikasi tanpa
dibatasi jarak dan waktu. Salah satu bentuk media baru adalah internet dan web.
Menurut Grant, internet merupakan perkembangan teknologi komunikasi
terpenting, karena memengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia.3
Internet menjadi sebuah kekuatan sosial: memengaruhi bagaimana, kapan, dan
mengapa manusia berkomunikasi. Internet juga menjadi kekuatan ekonomi:
1August E. Grant dan Jennifer H. Meadows, Communication Technology Update and
Fundamentals 11th edition (USA: Focal Press, 2008), hlm. 9. 2Terry Flew, New Media: An Introduction (Melbourne: Oxford University Press, 2002), hlm. 11. 3August E. Grant dan Jennifer H. Meadows, op. cit., hlm. 268.
2
mengubah cara perusahaan beroperasi dan berinteraksi. Dan internet menjadi
kekuatan hukum, di mana internet mendorong intepretasi baru mengenai hukum.
Internet menjadi versi kehidupan normal dari banyak orang di berbagai
belahan dunia, termasuk Indonesia. Berbagai aktivitas di dunia nyata dapat
dilakukan melalui perantaraan internet, seperti mengobrol, berbelanja, membaca
berita, mencari informasi, melakukan pertemuan bisnis, dan lain sebagainya.
Didukung dengan gadget canggih dan koneksi nirkabel, manusia kini mampu
berkomunikasi kapan saja dan dimana saja. Manusia semakin mobile dan semakin
bergantung pada teknologi. Manusia menjadi cybernetic organism, makhluk yang
selalu terhubung dengan dunia maya.
Internet adalah sekumpulan jaringan yang menghubungkan individu,
kelompok, atau organisasi dari seluruh dunia. Internet menghubungkan seluruh
dunia, bagaikan sebuah desa global (global village). Dunia yang begitu luas,
seolah kecil dan menjadi satu kesatuan karena terhubung dengan internet.
Pada awalnya, internet hadir dalam format web 1.0. Karakteristik web 1.0
adalah surf and search. Para pengguna internet mencari informasi yang mereka
butuhkan, atau dikenal dengan istilah browsing. Setelah mendapatkannya, mereka
hanya bisa menjadi pembaca konten. Yang dapat menjadi sender adalah para
programmer yang mengerti bahasa web (HTML).
Tahun 2004, muncul web 2.0 yang memiliki karakteristik share and
collaborate. Para pengguna internet dapat saling berbagi dan berkolaborasi dalam
penyusunan konten. Ada tiga ciri web 2.0. Pertama, two-way communication.
3
Seluruh pengguna internet dapat berperan sebagai sender sekaligus receiver.
Mereka tidak hanya menerima pesan, tetapi juga dapat mengontol konten pesan.
Mereka dapat memberikan feedback terhadap pesan, merevisi, atau
menyebarkannya. Kedua, many-to-many. Pesan dapat dikirimkan dari dan ke
sejumlah orang yang tak terbatas, secara bersamaan. Ketiga, asynchronous.
Asynchronous adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara tidak sinkron.
Sender dan receiver tidak harus melakukan proses komunikasi bersamaan.
Mereka dapat mengirim dan menerima pesan pada waktu yang dikehendaki.
Social media merupakan bentuk web 2.0 yang paling banyak digunakan.
Hampir seluruh pengguna internet masuk ke situs-situs social media dan
berpartisipasi aktif. Para pengguna saling bertinteraksi dan berbagi informasi.
Waktu yang mereka habiskan di social media pun umumnya lebih banyak
ketimbang di situs lainnya, karena dialog dan sharing terjadi secara realtime dan
terus-menerus.
Menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 63 juta
pengguna.4
Jumlah tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dalam
daftar pertambahan pengguna internet tertinggi dunia. Hasil studi Yahoo! TNS
Net Index tahun 2012 tentang studi inovatif mengenai perilaku pengguna internet
menyatakan bahwa selama dua tahun terakhir, penggunaan telepon seluler
menjadi penggerak utama pertumbuhan penggunaan internet di Indonesia. Ponsel
menjadi media kedua paling banyak digunakan setelah televisi.5
4Antaranews.com, “Pengguna Internet Indonesia 2012 Capai 63 juta Orang”, dalam
diakses pada Jumat, 1 Februari 2013, pukul 13:00. 5Cecep Supriadi, “Tren Penggunaan Internet di Indonesia”, dalam
http://www.marketing.co.id/2012/06/27/tren-penggunaan-internet-di-indonesia diakses pada
Jumat, 21 September 2012, pukul 13:50.
4
Para pengguna internet di Indonesia sangat aktif di social media. Data
yang dilansir oleh Ipsos menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan
tingkat kunjungan social media tertinggi di dunia.6 Pernyataan Regional Head of
ConsumerLab Ericsson Southeast Asia and Oceania, Vishnu Singh, mendukung
fakta tersebut. Menurutnya, penggunaan smartphone di Indonesia didominasi
untuk social media.7 Penggunaan smartphone yang meningkat juga memicu
penggunaan fitur pesan, khususnya untuk pengguna BlackBerry.
Situs social media yang paling diminati adalah jejaring sosial Facebook
dan situs microblogging Twitter. Hampir seluruh pengguna internet memiliki
akun Facebook dan/atau Twitter. Sebagaimana dikutip oleh Hendri Destiwanto:
“Dilihat dari checkfacebook.com, pengguna Facebook di Indonesia menduduki
peringkat ke-4 dengan 42 juta facebookers di bawah USA, Brazil dan India.
Sementara menurut data pada situs aworldoftweets.com, Indonesia masuk
peringkat ke-3 jumlah pengguna Twitter di bawah USA dan Brazil.”8
Akan tetapi menurut Socialbakers, sebagaimana dikutip Detikinet, jumlah
pengguna Facebook di Indonesia per 1 Agustus 2012 tinggal 36 juta, berkurang
hingga tujuh juta pengguna dalam dua pekan terakhir.9 Menempatkan Indonesia di
posisi ke-8 negara dengan jumlah pengguna Facebook terbanyak. Sementara itu,
jumlah kicauan di Twitter semakin meningkat.
6Ipsos North America, “Visit Social Networks” dalam http://www.ipsos-
na.com/download/pr.aspx?id=11498 diakses pada Sabtu, 22 September 2012, pukul 23:12. 7Didik Purwanto, “Ponsel Pintar di Indonesia Cuma untuk SMS dan Media Sosial”, dalam
dan.Media.Sosial diakses pada Jumat, 21 September 2012, pukul 13:45. 8Hendri Destiwanto, “Melihat Indonesia dari Sisi Lain” dalam http://mashendri.com/indonesia-
versi-google-sosmed-dan-android.html diakses pada Jumat, 21 September 2012, pukul 13:50. 9Trisno Heriyanto, “Facebooker Indonesia Hijrah ke Twitter?” dalam
http://inet.detik.com/facebooker-indonesia-hijrah-ke-twitter_files/ diakses pada Jumat, 21
September 2012, pukul 13:50.
5
Indonesia mencapai 29,4 juta pengguna Twitter, meskipun kemudian
hanya menduduki peringkat ke-5 negara dengan pengguna Twitter terbanyak;
dibawah USA, Brazil, Jepang, dan Inggris. Akan tetapi, kontribusi Indonesia
dalam Twitter sangat besar. Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara
terbanyak di dunia dalam menulis tweet (kicauan), dengan sumbangan tweet
sebesar 11,39%. Untuk di wilayah Asia sendiri, Indonesia menduduki peringkat
pertama dengan sumbangan tweet sebesar 53,97%. Jakarta bahkan dinyatakan
sebagai ibukota tweet dunia. Berdasarkan data dari semiocast.com, Jakarta
merupakan kota dengan jumlah tweet terbanyak dan paling aktif di seluruh
dunia.10
Sementara Bandung berada di posisi keenam.
Apa yang dilakukan orang-orang di Facebook maupun Twitter? Pada
dasarnya, mereka bertukar informasi. Social media menjadi begitu populer karena
sesuai dengan esensi manusia sebagai makhluk sosial yang ingin selalu
berhubungan dengan orang lain. Mereka melakukan kontak; menceritakan apa
yang tengah mereka lakukan, lihat, dan rasakan. Batasan waktu dan tempat yang
seringkali jadi penghalang, kini teratasi dengan penggunaan social media seperti
Facebook dan Twitter.
Social media merupakan media berbasis komunitas. Tingkat keakrabannya
sangat tinggi. Para penggunanya saling berbagi cerita, informasi yang bermanfaat,
serta rekomendasi. Mereka juga saling percaya. Para pengguna bahkan mungkin
tidak saling mengenal di dunia nyata, tetapi mereka dapat terlibat dalam interaksi
berdasarkan kesamaan minat atau karakteristik tertentu.
10Ibid.
6
Proses sosialisasi tidak hanya menjadi lebih mudah, tetapi juga lebih luas.
Komunikasi melalui social media terjadi dalam jaringan. Antar-user saling
terhubung satu sama lain. Oleh karena itu, ketika seseorang berbagi cerita, ia tidak
membaginya hanya pada satu orang. Ia membaginya ke jaringan relasinya. Dan
tingkat viralitasnya sangat tinggi, karena semua orang dapat menjadi sender –
turut menyebar pesan.
Peluang itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh organisasi. Organisasi
dapat menggunakan social media untuk berkomunikasi dengan pelanggannya.
Dave Kerpen, penulis Likeable Social Media, menceritakan bagaimana satu tweet
dan satu Facebook like berdampak besar. Ketika Kerpen berada di Las Vegas, ia
harus menunggu lebih dari satu jam untuk check-in di Hotel Aria. Ia menulis tweet
yang mengungkapkan kekecewaannya, dan The Rio, kompetitor Aria, membalas
tweet-nya dengan rasa empati, “Kami harap pengalaman tidak menyenangkan itu
tak terulang lagi”. Sebuah tweet yang akhirnya membuat Kerpen memutuskan
untuk memesan kamar di The Rio pada kunjungan selanjutnya ke Vegas.11
Kerpen mendapat pelayanan menyenangkan dari The Rio dan akhirnya
memberikan like di halaman Facebook hotel ini. Relasi Kerpen yang berjumlah
lebih dari 3500 orang melihatnya, dan Erin, salah satu temannya, akhirnya
melakukan reservasi untuk menghabiskan liburan tahun baru di The Rio.
Informasi yang didapat dari social media memiliki tingkat kepercayaan
dan efektivitas yang tinggi. Jelas Anda akan lebih percaya pada rekomendasi
seorang teman yang telah mengalami sendiri, ketimbang kata iklan dan janji
11Dave Kerpen, Likeable Social Media (USA: McGraw Hill, 2011), hlm. 1-2.
7
manis sales promotion. Pengalaman satu orang dapat mengangkat sebuah produk
atau menjatuhkannya. Social media dapat memunculkan new influencers. Mereka
yang bukan siapa-siapa, bukan public figure, dapat memengaruhi pandangan
orang lain mengenai suatu produk atau organisasi.
Di era media baru, para produsen menyadari bahwa mereka menghadapi
konsumen yang mampu menjadi influencer di dunia maya. Konsumen semakin
kritis dan cerdas. Mereka mengetahui bahwa pendapat mereka berharga dan
didengar oleh orang lain. Mereka tidak segan untuk menyampaikan rekomendsi,
saran, maupun kritik. Semuanya dimudahkan oleh social media. Semakin besar
jejaring mereka, semakin banyak orang yang dapat mereka pengaruhi. Hal ini
mendorong organisasi untuk berpromosi secara kreatif melalui social media.
Peter Shankman, seorang konsultan bisnis, mendapatkan pengalaman tak
terlupakan dari Morton’s Steakhouse.12
Suatu hari, Shankman harus terbang
kembali ke Newark setelah hari penuh meeting di Tampa, Florida. Shankman
tidak sempat makan, dan ia membayangkan lezatnya steak dari Morton’s,
steakhouse favoritnya. Iseng, Shankman menulis tweet, “Hey, @Mortons – can
you meet me at newark airport with a porterhouse when I land in two hours? K,
thanks.:)”. Di luar dugaan, Morton’s membuatkan pesanan Shankman dan
mengantarkannya ke Newark Airport. Kejutan itu membuat Shankman tersanjung.
Ia menulis tweet tentang itu, bahkan membuat posting di blog-nya. Kisah itu
tersebar dengan segera. Banyak followers Shankman yang kemudian tertarik
untuk mencoba steak di Morton’s.
12Peter Shankman, “The Greatest Customer Service Story Ever Told, Starring Morton’s
Steakhouse” dalam http://shankman.com/the-best-customer-service-story-ever-told-starring-
mortons-steakhouse/ diakses pada Jumat, 1 Februari 2013, pukul 13:30.
8
Istilah “pembeli adalah raja”, kini diartikan secara strategis. Bahwa ketika
seseorang merasakan pengalaman yang menyenangkan dengan produk, mereka
tidak hanya akan melakukan repeat buying; tetapi juga menjadi evangelist.
Evangelist mempromosikan produk secara sukarela, dengan tingkat kredibilitas
yang tinggi. Mereka berbagi informasi mengenai produk dan organisasi dengan
seluruh kontak di jaringannya – menyebar buzzword.
Peran Public Relations kini didukung oleh social media. Social media
merupakan cara termudah bagi organisasi melakukan kontak dengan sekian
banyak customer yang tersebar di wilayah geografis berbeda; mendengarkan dan
merespons mereka. Customer ada di social media. Mereka terhubung setiap hari,
bahkan hampir sepanjang waktu.
Customer merupakan aset bagi organisasi. Mereka adalah para penyebar
buzzword. Ketika satu organisasi tidak hadir, banyak pihak yang siap untuk
untuk menjadi pemimpin di antara produk lain, menekankan pada kualitas produk
dan layanan yang diberikan oleh organisasi. Customer intimacy merupakan
kemampuan organisasi membina hubungan yang intim dengan pelanggan.
Melalui customer relations, organisasi membangun customer intimacy.
Mereka mengenal pelanggan dan membangun hubungan jangka panjang yang
menguntungkan. Organisasi mampu melakukan kustomisasi produk dan layanan.
Kustomisasi inilah yang menjadi strategi bersaing. Produk dan layanan memiliki
keunikan (unique selling point) yang tidak dimiliki oleh produk dan layanan dari
organisasi lain.
Zikmund memberikan enam strategi customer relations: a welcome
strategy, reliability, responsiveness, personalization, recognition, dan access
strategy.42
A welcome strategy adalah apresiasi organisasi terhadap awal
terjadinya hubungan pelanggan. Reliability adalah kemampuan output organisasi
yang dapat diandalkan. Responsiveness adalah kepedulian organisasi dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Personalization merupakan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan
produk dan layanan dengan karakteristik pelanggan tertentu. Recognition adalah
kemampuan organisasi untuk mengenal pelanggan dan memberikan perhatian
lebih. Access strategy merupakan kemampuan organisasi untuk membangun
hubungan dengan pelanggannya.
Access strategy erat hubungannya dengan teknologi. Apalagi di interactive
communication era seperti sekarang ini. Menurut Regis McKenna dalam Peelen,
42William G. Zikmund, Customer Relationship Management: Integrating Marketing
Strategy and Information Technology (New Jersey: John Wiley & Sons, 2003), hlm. 88-93.
35
“Customer relations bertujuan membangun infrastuktur yang dapat digunakan
untuk membangun hubungan jangka panjang antara perusahaan dan pelanggan
dengan konsep real-time marketing”.43
Definisi ini membawa customer relations
pada ranah media baru. Customer relations difasilitasi oleh teknologi.
Perkembangan teknologi komunikasi membuat customer relations menjadi
lebih mudah, sekaligus lebih rumit. Manusia dapat berkomunikasi kapan saja dan
dimana saja. Akibatnya, tuntutan bagi perusahaan juga semakin besar. Pelanggan
menuntut layanan yang cepat, berkualitas, dan personal; 24 jam sehari, 7 hari
seminggu. Pelanggan memiliki banyak pilihan produk. Ketika satu produk tak
memenuhi harapannya, ia akan dengan mudah mencari produk lain.
Pelanggan juga memiliki akses informasi yang begitu luas. Mereka dapat
membandingkan produk yang satu dengan lainnya. Mereka dapat melakukan
online tracking, mencari keunggulan dan masalah dari suatu produk atau
organisasi. Semua dimungkinkan dengan internet.
Kekuatan terbesar dari internet adalah kecepatan penyebaran informasi.
Sebuah pesan dapat sampai ke berbagai belahan dunia hanya dalam hitungan
detik. Dengan adanya internet, organisasi dapat lebih mudah melakukan kontak
dengan pelanggannya. Organisasi dapat melakukan kontak secara one-to-one atau
one-to-many sesuai kebutuhan.
Social media menjadi alat yang efektif dalam membangun customer
relations. Manusia adalah makhluk sosial. Ia senang berkomunikasi, berhubungan
dengan sesama manusia. Di social media, organisasi menjadi sesosok manusia
43Ed Peelen, op. cit., hlm.5.
36
yang berkomunikasi dengan pelanggannya. Melalui social media, organisasi dapat
menjelaskan sesuatu, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, atau
menanggapi saran dan kritik.
Selain itu, para pelanggan loyal juga dapat menggunakan social media
sebagai tools yang paling mudah dalam menyebarkan informasi mengenai
organisasi dan produknya. Hal tersebut dimungkinkan berkat sifat pengiriman
pesan one-to-many. Hanya dengan menulis satu kalimat, informasi tersebut akan
langsung meluas. Ada banyak calon potensial dalam jaringan mereka.
2.3.3. Customer relationship management
Customer Relationship Management (CRM) merupakan pengelolaan
customer relations. Sekarang ini, semakin banyak organisasi yang meningkatkan
praktik customer relations dengan tujuan memberikan pelayanan yang semakin
baik. Secara khusus, mereka berusaha memberikan layanan yang sifatnya personal
sehingga dapat memberikan kepuasan yang tinggi pada pelanggannya. Dengan
demikian, kesetiaan pelanggan dapat dipertahankan.
Menurut Costanzo, CRM merujuk pada software system yang membantu
perusahaan memperoleh dan menyimpan data pelanggannya serta melakukan
hubungan dua arah.44
Memang, CRM melibatkan teknologi dalam
pelaksanaannya. Akan tetapi, teknologi saja tidaklah cukup. CRM lebih
menekankan pada perubahan kebijakan dan prosedur yang didesain untuk
meningkatkan sales dan customer retention di berbagai lini produk.
44Chris Costanzo, “Moving Focus of CRM Efforts from Software to Employees” dalam
American Banker, Vol. 168/Iss. 116, hlm.8, New York.
37
Secara sederhana, CRM dapat diartikan sebagai pengelolaan segala
aktivitas organisasi dengan para pelanggan, serta mengamati perilaku pelanggan-
pelanggan tersebut. Jill Dyché mendefinisikan CRM sebagai
“Infrastruktur yang memungkinkan interpretasi nilai pelanggan (customer value) secara benar dan memungkinkan untuk meningkatkan customer value tersebut, yang bertujuan untuk memberi motivasi bagi pelanggan yang bernilai (valuable customers) untuk tetap loyal kepada kita, dan tentu saja kembali membeli produk-produk kita”.
45
CRM merupakan strategi bisnis yang terdiri dari software dan layanan
yang didesain untuk meningkatkan kepuasan pelanggan sehingga dapat
meningkatkan pendapatan dan keuntungan. Caranya dengan membantu organisasi
untuk mengidentifikasi pelanggannya dengan tepat. Hal tersebut memungkinkan
pendekatan yang tepat sehingga para pelanggan kelak menjadi loyal pada
organisasi. Dengan CRM, organisasi juga berpeluang untuk mendapatkan
bahwa CRM merupakan pendekatan yang teintegrasi. Menurutnya:
“A CRM system attempts to provide an integrated approach to all aspects of interaction a company has with its customers, including marketing, sales and support. The goal of a CRM system is to use technology to forge a strong relationship between a business and its customers. To look at CRM in another way, the business is seeking to better manage its own enterprise around customer behaviors”.
46
Definisi dari Martin tersebut menjelaskan bahwa sistem CRM berusaha
menyediakan sebuah pendekatan terintegrasi terhadap semua aspek dalam
organisasi dalam kaitannya dengan pelanggannya, yang meliputi marketing, sales,
45Jill Dyché, The CRM Handbook (Canada: Addison-Wesley Professional, 2008), hlm. 3. 46Fransisca Andreani, “Customer Relationship Management (CRM) dan Aplikasinya dalam
Industri Manufaktur dan Jasa” dalam Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 2/No. 2, hlm. 60,
Universitas Kristen Petra Surabaya.
38
and support. Tujuan dari sistem ini adalah dengan penggunaan teknologi
diharapkan terjadi jalinan hubungan yang kuat antara organisasi dengan
pelanggannya. Organisasi dapat mengelola kinerjanya dengan lebih baik.
Sementara O’Brien dalam Andreani menegaskan bahwa CRM
memungkinkan organisasi mengidentifikasi dan membidik pelanggan terbaiknya,
yaitu mereka yang menguntungkan organisasi, sehingga mereka dapat
dipertahankan menjadi pelanggan yang setia untuk jangka panjang. Mereka
diharapkan akan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi organisasi.47
Terdapat dua fungsi dalam customer relationship management, yaitu
analytical CRM dan operational CRM. Analytical CRM adalah mereka yang
merumuskan strategi, berdasarkan analisis tren pasar dan perilaku pelanggan.
Sementara operational CRM merupakan mereka yang langsung berinteraksi
dengan pelanggan, disebut juga front-office. Sinergi inilah yang memungkinkan
organisasi mampu menjalankan customer relations-nya dengan baik.
CRM memungkinkan customization dan personalization atas produk dan
layanan berdasarkan keinginan, kebutuhan, kebiasaan pembelian, dan siklus
kehidupan pelanggannya. CRM memampukan perusahaan untuk menyediakan
layanan yang konsisten dan prima, sehingga pelanggan memperoleh pengalaman
yang menyenangkan. Semua ini memberikan nilai bisnis yang strategis bagi
perusahaan, yang dari sisi pelanggan disebut dengan perceived value.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam menyusun program CRM.
Salah satu model yang dikembangkan oleh Don Peppers dan Martha Rogers
47Ibid.
39
adalah IDIC Model.48
IDIC merupakan singkatan dari Identification,
Differentiation, Interaction, dan Customization.
Identification merupakan langkah awal bagi organisasi sebelum
meluncurkan program loyalitas pelanggan. Pada tahap ini organisasi
mengidentifikasi pelanggan (baik B2B atau B2C). Organisasi memulai dengan
membangun database pelanggan. Pada tahap differentiation, organisasi
membedakan/mengkategorikan pelanggan menurut nilai dan kebutuhannya.
“Nilai” artinya seberapa keuntungan total yang didapat organisasi apabila
melanjutkan transaksi dengan pelanggan tersebut di masa mendatang. Alat
ukurnya adalah interaksi dan transaksi.
Pada akhir tahap differentiation, organisasi dapat membedakan mana
pelanggan yang bernilai dan yang tidak. Kemudian di tahap interaction, organisasi
fokus mengelola pelanggan yang secara jangka panjang dinilai menguntungkan
(key account). Organisasi membangun interaksi dengan pelanggan yang bernilai
tersebut. Dengan demikian, organisasi dapat mengetahui kebutuhan dan
keinginannya.
Puncak dari CRM adalah mengantarkan produk dan layanan yang
beragam, bahkan personal. Inilah tahap customization. Untuk dapat menciptakan
produk dan layanan yang cocok dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan,
bahkan personal – “customized”, diperlukan kemampuan untuk mendengarkan
pelanggan. Dengan berfokus pada kebutuhan dan keinginan mereka, makan dapat
dibuat inovasi produk dan diferensiasi layanan sesuai dengan nilai pelanggan. Hal
48Don Peppers dan Martha Rogers, Managing Customer Relationships: A Strategic
Framework (New Jersey: John Wiley & Sons, 2004), hlm. 76.
40
tersebut diharapkan dapat memuaskan pelanggan, dan pelanggan akan menjadi
loyal pada organisasi.
Program-program CRM dapat dijalankan dengan tiga cara. Pertama,
financial relationship untuk meningkatkan loyalitas pelanggan terhadap harga dan
insentif. Misalnya dengan memberikan financial incentives, program frequent
buyer, poin rewards, dan diskon. Kedua, social bonding untuk mencari friendly
companionship, meningkatkan kepercayaan (trust), dan membangun interaksi
antarpribadi yang saling menguntungkan. Misalnya dengan membangun
komunitas pelanggan. Ketiga, structural interactions yang dapat meningkatkan
loyalitas pelanggan terhadap pengalaman (experiences). Organisasi mengadakan
kegiatan yang memberikan good/memorable experience kepada pelanggan.
PR dan media baru, terutama social media, berperan besar dalam
membangun social bonding. PR memanfaatkan social media untuk membangun
sebuah komunitas pelanggan yang kuat, berisikan para pelanggan loyal yang
mendukung organisasi. CRM melibatkan sinergi antara komunikasi dan teknologi
yang bertujuan untuk mendukung pemasaran.
41
2.3.4. Social media
Manusia dikelilingi oleh teknologi. Teknologi komunikasi merupakan
salah satu perkembangan terpenting dalam kehidupan manusia. Teknologi
komunikasi memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia: cara mereka
berkegiatan, membangun hubungan, dan memenuhi kebutuhannya. Menurut
Beniger dalam Grant: "Communication technology was introduced as mechanisms
of control that played an important role in almost every area of the production
and distribution of manufactured goods".49
Perkembangan teknologi komunikasi membawa manusia pada era media
baru. Media baru adalah istilah yang dimaksudkan untuk mencakup kemunculan
digital, komputer, atau jaringan teknologi informasi dan komunikasi di akhir abad
ke-20. Media baru berbasis pada komunikasi dalam jaringan. Menurut Manovich:
“The terms ‘new media’ refers to a broad term used to explain the
advances in technology. The basic principle behind new media is that
it can be any application that transfers information via technology
techniques, such as computers, digital devices, and data networks”.50
Teknologi media baru memungkinkan komunikasi interaktif melalui
format web 2.0. Web 2.0 memiliki ciri two-way communication, many-to-many,
dan asynchronous. Web 2.0 memungkinkan manusia untuk melakukan
komunikasi dua arah melalui perantaraan media. Setiap orang dapat menjadi
sender. Mereka dapat membuat, merespons, atau menyebarluaskan pesan. Mereka
juga dapat berkolaborasi dalam penyusunan konten pesan. Pesan bersifat massive,
dikirimkan dari dan ke banyak orang secara bersamaan. Dan proses penyampaian
49August E. Grant dan Jennifer H. Meadows, op. cit., hlm. 1. 50Lev Manovich, “The Language of New Media”, dalam
http://courses.gossettphd.org/library/manovich_whatisnewmedia.pdf diakses pada Senin, 2
April 2012, pukul 13:30.
42
pesan dapat dilakukan secara tidak sinkron, di mana pengirim dan penerima pesan
tidak harus berkomunikasi pada waktu yang sama.
Salah satu bentuk web 2.0 adalah social media. Social media menurut
Ryan dan Jones adalah sebuah istilah payung yang menunjuk pada software dan
layanan berbasis web yang memungkinkan para penggunanya berbagi, berdiskusi,
berkomunikasi, dan berpartisipasi dalam segala bentuk interaksi sosial secara
online.51
Inti dari social media adalah berbagi dan berpartisipasi. Stowe Boyd
menjelaskan bahwa social media berpengaruh besar terhadap manusia: mengubah
cara mereka menemukan, membaca, dan berbagi berita, informasi, dan konten.52
Social media sudah menjadi santapan masyarakat sehari-hari. Wikipedia,
Facebook, Twitter, blog, YouTube, Flickr, dan masih banyak lagi situs lainnya
yang tidak asing di telinga.
Gambar 2.4: Ragam Social Media
Sumber: Erianto Simalango, “Apa itu Social Media?”, dalam
•Pengelolaannya masih di-handle sendiri, sehingga terbatas dalam riset, pengembangan layanan, dan ekspansi usaha
Opportunities
•Pengenalan yang baik terhadap pelanggan
•Memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan
•Viralitas Twitter tinggi
Thread
•Kompetitor (direct dan indirect) yang memiliki cabang dimana-mana, memberi pelayanan lebih (ada sistem delivery), dan menggunakan media konvensional untuk promosi
89
4.2. Hasil Penelitian
Sejauh ini, tidak banyak program customer relations yang dijalankan oleh
Ninotchka Cafe. Ninotchka hanya melakukan promo diskon dan beberapa kali
hosting event yang diadakan oleh pemiliknya, Sonia Eryka. Sonia menyatakan
bahwa mengadakan promo diskon memang tidak dijadikan agenda rutin
Ninotchka Cafe. Beberapa promo diskon yang dilakukan adalah: diskon 20%
dalam rangka opening, diskon 10% untuk pelanggan yang berhasil menjadi mayor
Ninotchka di Foursquare, dan diskon 10% untuk para pelajar.
Diskon selalu berhasil menarik perhatian konsumen. Oleh karena itu, di
awal pembukaan kafe, pelanggan diberi diskon sebesar 20%. Roy menjelaskan:
“Dalam rangka opening kita ngasih diskon 20%. Itu buat perkenalan
aja sih kepada konsumen, ucapan selamat datang untuk pelanggan.”
Sonia juga membuat program diskon 10% bagi para pelanggan yang
berhasil jadi mayor Ninotchka di Foursquare. Sonia menjelaskan:
“Itu sebetulnya cuma lucu-lucuan aja sih. Itu suatu bentuk apresiasi
dari kita untuk pelanggan yang sering datang ke Ninotchka. Mereka
datang, terus check-in gitu kan secara nggak langsung juga
mempromosikan kafe ini.”
Program diskon lainnya adalah diskon 10% bagi para pelajar berseragam.
Promo ini berlaku setiap weekdays, pukul 14:00-17:00. Ditanya mengenai
alasannya membuat promo ini, Sonia menjelaskan:
“Aku ngeliat banyak anak sekolah yang hangout disini. Lokasi kita
kan dekat dengan sekolah. Kita mau jadi tempat tujuan utama mereka
setelah dari sekolah. Mereka bisa ngemil, santai bareng teman-teman,
atau nugas juga disini.”
90
Selain program diskon, Sonia juga pernah mengadakan beberapa event di
Ninotchka Cafe. Event tersebut adalah garage sale para fashion blogger yang
sudah tiga kali diadakan: Autumn Wipe Out, Spring Wipe Out, dan Summer Wipe
Out. Garage sale tersebut menjual barang-barang fashion, baik baru maupun
bekas pakai, dari para fashion blogger. Sonia mengajak teman-temannya sesama
fashion blogger untuk berpartisipasi dalam acara ini. Beberapa diantaranya adalah
Anastasia Siantar, Clara Devi, Marcella Caroline, dan Cindy Karmoko.
Acara tersebut selalu sukses menarik perhatian pengunjung. Menurut Roy,
kafe selalu penuh saat ada event. Katanya:
“Penuh banget. Waktu Summer Wipe Out kan kita udah di tempat
baru dan kita bisa buka lantai atas, tapi tetep penuh banget. Tempat
acara di atas penuh, pengunjung di bawah juga penuh. Bener-bener ga
kepegang.”
Sonia menyatakan bahwa pengunjung garage sale-nya datang dari berbagai
tempat. Bahkan ada yang datang dari Singapura. Yang membuat Sonia senang
adalah bahwa orang-orang tidak hanya antusias dengan garage sale-nya, tetapi
juga dengan kafenya.
Rangkaian event tersebut diawali dengan Autumn Wipe Out pada 17
Desember 2011. Kala itu, fashion blogger yang ikut berpartisipasi adalah
Anastasia Siantar, Bethanny Putri, Marcella Caroline, dan Lalita Tian. June Paski,
dari June & Julia shoes, juga ikut meramaikan acara tersebut. Awalnya Sonia
mengadakan event tersebut hanya sekadar karena ia membutuhkan closet
91
cleaning. Sonia sebagai fashion blogger memiliki banyak barang fashion yang
tidak terpakai. Begitu pula dengan teman-temannya. Sonia menjelaskan:
“Aku punya banyak barang, baik yang aku beli, dikasih sama fans,
ataupun dikirimin sama brand-brand gitu. Aku perlu closet cleaning
secara berkala. Temen-temen aku juga gitu. Selama ini suka bingung
sih barang-barang itu mau dikemanain. Nah ada ide untuk garage
sale, tapi bingung dimana. Pas aku punya kafe ya kenapa ga di kafe
ini aja..”
Di garage sale ini, Sonia juga menjual koleksi dari online shop miliknya yang
bernama Riots Barbie. Sonia menyampaikan bahwa ia tidak menyangka orang-
orang akan begitu antusias dengan acara ini. Sonia menceritakan bahwa orang-
orang bahkan mulai mengantre dari sebelum garage sale dibuka.
Itulah yang kemudian mendasarinya untuk mengadakan acara garage sale
lagi. Sonia mengadakan Spring Wipe Out pada 17 Maret 2012 lalu. Kali ini Sonia
mengajak Diana Rikasari. Selain itu, sahabatnya Marcella Caroline, Anastasia
Siantar, dan Cindy Karmoko juga ikut meramaikan event ini. Antusiasme orang-
orang juga tidak berkurang. Bahkan ketika Sonia mengadakan Summer Wipe Out
pada 16 Juni 2012, yang sekaligus untuk memperkenalkan lokasi baru Ninotchka,
antusiasme makin meningkat. Fashion blogger yang mengikuti acara ini juga
semakin banyak: Anastasia Siantar, Calaradevi, Marcella Caroline, Cindy
Karmoko, Cindy Biantoro dari Diamondhurts, dan Judith dari De Dittie.
Sonia juga tengah merencanakan Autumn Wipe Out part 2. Rencananya
akan diadakan pada bulan Desember nanti. Akan tetapi, Sonia belum dapat
memastikan tanggalnya. Ia masih mencari tanggal yang pas supaya sahabat-
92
sahabatnya dapat turut berpartisipasi. Sonia juga sudah mulai menanyakan pada
followers, kapan kira-kira waktu yang tepat untuk mengadakan acara tersebut.
Sonia hanya menggunakan social media untuk mempromosikan Ninotchka
Cafe, program promosi, dan event yang diadakannya. Social media merupakan
tools yang familiar bagi Sonia. Ia mengaku tidak bisa lepas dari Twitternya.
Menurut Sonia, customer Ninotchka Cafe yang juga merupakan remaja seperti
dirinya pasti memiliki kebiasaan yang sama. Mereka tidak bisa lepas dari social
media mereka. Selain itu, penggunaan social media dinilai efisien oleh Sonia,
sebab tidak memerlukan effort khusus, dalam arti waktu dan biaya.
Social media yang digunakan oleh Sonia adalah Twitter, Facebook, dan
blog. Strategi penggunaannya pun berbeda untuk masing-masing social media
tersebut. Sonia menjelaskan:
“Twitter itu yang paling update deh, buat kasih tau info tentang kita,
terus kalo ada menu baru gitu bisa ditwitpic. Kalo Facebook sih jarang
dipake. Cuma untuk info basic. Asal ada profilnya Ninotchka aja sih.
Jadi bisa untuk attract orang-orang yang aktifnya di Facebook. Kalo
dengan blog aku harap bisa memperkenalkan Ninotchka ke orang-
orang yang dari luar negeri juga.”
Dari ketiga social media tersebut, Sonia menyatakan bahwa Twitter merupakan
social media yang paling diandalkan. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Roy.
Beberapa aplikasi social media yang terkait dengan Twitter juga digunakan,
seperti Instagram dan Foursquare.
Twitter menurut Sonia lebih update dan lebih mudah untuk membangun
conversation. Twitter memiliki rasa personal, dimana para penggunanya dapat
93
“mengobrol” seperti dalam percakapan biasa. Bagi Sonia, hal tersebut bermanfaat
bagi Ninotchka. Ada kedekatan yang terjalin antara Ninotchka dengan followers-
nya. Melalui kedekatan tersebut, Sonia dapat mengerti kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Menurut Sonia:
“Kita berusaha untuk bersahabat dengan followers. Kalo ada yang
mention, ya kita sebisa mungkin bales. Kalau ada yang kritik juga kita
bales. Itu jadi mekanisme kontrol buat kita juga. Kita bisa
mengembangkan produk dari kritikan customer.”
Roy menjelaskan bahwa Twitter menjadi sarana Ninotchka untuk
melakukan kontak dengan pelanggan. Pelanggan yang ingin bertanya, memberi
komentar, ataupun mau memesan, bisa melakukannya melalui Twitter. Dari pihak
Ninotchka sendiri jika ingin menyampaikan informasi seperti jam buka, menu
yang tersedia, program promosi dan event, ataupun memamerkan menu baru,
dilakukan melalui Twitter.
Menurut Sonia, kunci keberhasilan Ninotchka Cafe dalam berpromosi
melalui Twitter adalah dialog dengan para followers. Twitter harus selalu update
dan interaktif. Pihak Ninotchka harus selalu siap untuk mendengar dan menjawab
followers. Sebisa mungkin, Sonia mengikuti keinginan followers-nya.
“Misalnya untuk event Autumn Wipe Out part 2, kita udah mulai
nanya followers maunya tanggal berapa. Atau kalau mau ngeluarin
menu baru, kita tanya dulu, ‘Tweeps kira-kira menu apa ya yang seru
buat jadi menu baru?’ atau kita kasih beberapa pilihan buat mereka.”
Roy membenarkan hal tersebut, katanya:
“Kalo follower nanya ya kita jawab. Kalo ada yang minta follow back,
gue follback. Kalo mereka mention ke Ninotchka ya gue sebisa
mungkin merespons.”
94
Merespons terhadap pelanggan. Itulah yang ditekankan oleh Sonia dan
Roy. Mereka mengerti bahwa social media merupakan medium komunikasi dua
arah. Organisasi tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga mendengarkan
dan merespons pelanggannya. Percakapan itulah yang kemudian dapat
menghasilkan buzzword bagi organisasi.
Ditanya mengenai kiatnya dalam membangun buzzword, Sonia dan Roy
sama-sama menyatakan bahwa men-twitpic foto makanan adalah cara yang paling
jitu untuk membangun percakapan dengan pelanggan. Menurut Roy:
“Paling cepet bikin interaksi tuh kalo ada twitpic-nya. Kalo posting
foto makanan, pasti pada rame deh. Pada bilang pengen nyoba,
pengen makan ke sini..”
Itulah sebabnya Sonia dan Roy menggunakan Instagram. Mereka tahu bahwa
followers Ninotchka suka dengan foto-foto makanan. Mereka kemudian hadir di
Instagram, dan followers-nya pun langsung banyak.
Para pelanggan Ninotchka juga aktif mengirim twitpic. Tampilan makanan
yang cantik memang berhasil menggugah selera makan, sekaligus jiwa seni
mereka. Foto-foto makanan Ninotchka dipamerkan oleh para pelanggannya di
akun Twitter maupun Instagram mereka. Dari situlah kemudian teman-teman dari
si pelanggan dapat tertarik untuk mencoba makanan di Ninotchka Cafe. Sonia dan
Roy biasanya me-retweet hasil karya para pelanggan tersebut sebagai bentuk
apresiasi.
Sonia juga menyatakan bahwa pengelola akun harus pintar-pintar
mengangkat topik sebagai bahan perbincangan. Sonia menceritakan:
95
“Aku suka nanya kaya gini: ‘Halo tweeps, uda pada makan siang
belum?’, terus ada yang jawab belum.. Terus aku bales lagi, ‘Ayo
dateng, hari ini ada menu apa, apa, sama apa’ kaya gitu..”
Sonia menegaskan bahwa bersikap friendly terhadap customer itu penting.
Membangun dialog dengan customer bukanlah hal sulit. Yang penting adalah
kemauan untuk terlibat dalam percakapan para followers. Semuanya dilakukan
secara natural, seperti ketika kita berkomunikasi dengan teman sendiri.
Ketika ditanya mengenai perannya dalam mempromosikan kafe ini, Sonia
tidak menampik bahwa namanya juga turut mengangkat popularitas kafe.
Beberapa sahabatnya juga pernah mempromosikan kafe ini lewat tweet mereka.
Akan tetapi, Sonia menegaskan bahwa sebetulnya konsumen lah yang memiliki
andil besar dalam mengangkat nama Ninotchka Cafe. Sonia menjelaskan:
“Banyak kok (pelanggan) yang gak tau kalo kafe ini punya aku.
Mereka dikasih tau sama temennya kalau choco lava cake disini enak,
terus dia nyoba. Setelah ketemu aku di kafe, baru tau kalo ini punya
aku. Ada juga yang ga kenal sama aku, cuma tau kafenya aja. Jujur
aku lebih seneng kalo kafe ini dikenal karena makanannya yang enak,
bukan karena aku.”
Sonia menjelaskan bahwa dari pengalamannya sebagai buzzer, konsumen tetap
merupakan buzzer utama. Konsumen itu jujur. Mereka hanya merekomendasikan
suatu produk yang menurut mereka berkualitas. Oleh karena itu, rekomendasinya
dinilai lebih kredibel daripada public figure yang jelas dibayar untuk menjadi
buzzer. Rekomendasi dari konsumen lebih efektif untuk menggerakkan publik.
Buzz tidak akan berhasil jika produknya tidak berkualitas. Dan Sonia percaya
bahwa Ninotchka dapat dikenal seperti sekarang ini karena kualitasnya.
96
Sonia melakukan monitoring terhadap kepuasan pelanggan. Ia
menanyakan kepada followers apakah mereka puas dengan makanan dan
pelayanan di kafe. Sonia juga memantau percakapan orang-orang mengenai
kafenya. Ia tidak hanya membaca mention yang masuk, tetapi juga melakukan
searching di Twitter untuk mengetahui apa yang orang-orang bicarakan tentang
Ninotchka. Sonia juga melakukan pencarian dengan search engine Google untuk
melihat review dari para food blogger ataupun pengunjung yang datang ke
kafenya. Ia ingin mengetahui pendapat, kritik, maupun saran dari pengunjungnya.
Sonia mengerti bahwa nama kafenya susah dan tidak familiar. Oleh karena
itu, ada kemungkinan customer yang typo dalam menulis tentang Ninotchka.
Misalnya “Ninotcka”, tanpa huruf “H”. Sonia juga melakukan monitoring
terhadap keyword yang salah tersebut. Sebisa mungkin, ia terlibat dalam
percakapan orang-orang mengenai Ninotchka. Katanya:
“Kalau ada komentar yang bagus, aku ucapin terima kasih. Komentar
yang unik aku retweet, bahkan kadang aku retweet juga pake account
aku. Terus kritik juga direspons. Kami minta maaf kalau ada hal yang
kurang berkenan. Kemudian juga ada kritikan yang aku retweet
sebagai info bagi pelanggan lain, misalnya keluhan tempat yang
penuh, AC mati, atau menu habis.”
Di social media, penting bagi organisasi untuk bersikap jujur. Organisasi harus
mampu mengakui bahwa mereka tidak sempurna dan bisa melakukan kesalahan.
Kritik pasti ada, tetapi yang penting adalah bagaimana organisasi mampu
merespons kritik tersebut dengan baik. Membiarkan kritik tanpa respons justru
dapat menimbulkan masalah yang lebih besar. Memberikan early warning seperti
yang dilakukan oleh Ninotchka dapat membantu organisasi.
97
Sejauh ini, penggunaan social media, terutama Twitter, untuk membangun
customer relations oleh Ninotchka Cafe dinilai positif. Roy menyatakan:
“Respons pelanggan sejauh ini positif. Mereka excited sama kafe ini.
Di Twitter, mereka kasih komen yang bagus. Hasil review dari food
blogger juga menurut gue positif kok. Kritik sih ada, tapi semuanya
membangun. Buat kita improve juga.”
Sonia juga menyatakan hal serupa. Menurutnya, para pelanggan memberikan
komentar yang positif serta kritik yang membangun. Ninotchka Cafe pun dapat
terus berkembang dan memperbaiki diri demi pelayanan yang maksimal.
Dari hasil observasi Peneliti, apa yang dikatakan oleh Sonia dan Roy
memang terbukti. Akun Twitter Ninotchka Cafe memang selalu update setiap
harinya. Akun tersebut memberikan informasi tentang jam operasional kafe,
menu-menu yang tersedia dalam satu hari, serta program promosi kafe. Selain itu,
Ninotchka juga sering men-twitpic foto menu terutama untuk menu baru mereka.
Akun tersebut juga aktif berhubungan dengan followers-nya. Jika ada
followers yang check-in atau mention sedang berada di Ninotchka Cafe, pasti
dibalas. Followers yang bertanya juga dijawab. Peneliti sendiri pernah beberapa
kali mention dan direspons dengan baik oleh pihak Ninotchka. Kedekatan yang
dibangun oleh Ninotchka dengan followers-nya memberikan hasil positif.
Ninotchka mengerti bahwa customer intimacy dapat menjadi kunci suksesnya.
Para followers Ninotchka pun menjadi evangelist, para penyebar buzzword.
Peneliti melihat bahwa followers Ninotchka cukup aktif dan antusias
menyebarkan buzzword. Mereka check-in saat berkunjung ke Ninotchka. Bahkan
98
ada pula yang sudah me-mention untuk memberi tahu bahwa ia tengah berada
dalam perjalanan menuju ke Ninotchka. Para pengunjung juga dengan sukarela
mengambil foto makanan dan memamerkannya melalui twitpic. Hal tersebut
menguntungkan Ninotchka, sebab dapat membuat para followers dari akun
Twitter pengunjung mereka ikut tertarik untuk datang ke Ninotchka.
Ketika Peneliti kemudian mengadakan wawancara dengan sejumlah
pengunjung Ninotchka Cafe, terbukti bahwa konsumen adalah buzzer terkuat.
Kebanyakan pengunjung mengenal Ninotchka berkat rekomendasi dari teman-
temannya. Mereka kemudian tertarik untuk mencoba dan menikmati kunjungan
mereka ke Ninotchka. Kualitas makanan yang disajikan, tempat yang nyaman,
dan harga yang terjangkau; didukung dengan komunikasi yang baik antara
Ninotchka dengan pelanggannya membuat pengujung itu puas. Ia kemudian
dengan senang hati merekomendasikannya kepada orang lain lagi.
Setiap customer memiliki caranya masing-masing dalam mempromosikan
Ninotchka. Ada yang hanya upload foto makanan, ada yang mengajak temannya
secara langsung, dan ada juga yang terang-terangan menyatakan bahwa Ninotchka
adalah kafe favorit dan menyajikan makanan yang paling enak (Lebih lanjut lihat
lampiran Buzzword: Dari Pelanggan). Bagaimana pun caranya, yang pasti masing-
masing cara promosi tersebut berpotensi untuk menarik pelanggan baru.
Buzzword ibarat sebuah kisah persahabatan yang menyenangkan antara
customer dengan organisasi. Seorang customer mengenal Ninotchka, mencoba
produk-produknya, dan merasa puas akan pelayanan yang diberikan. Ia kemudian
99
memperkenalkan Ninotchka kepada teman-teman lain secara sukarela, agar
mereka dapat menikmati pengalaman menyenangkan seperti yang ia rasakan.
Penyebaran melalui social media Twitter mempercepat dan memperluas
dampak yang dihasilkan. Akibatnya, Ninotchka berhasil terkenal sampai kemana-
mana. Seperti yang dijelaskan oleh Sonia dan Roy, pengunjung datang dari
berbagai wilayah di Jakarta dan luar kota. Bahkan ada pula yang bisa datang dari
Singapura. Banyak orang dari luar kota yang belum berkesempatan untuk ke
Jakarta meminta Sonia untuk membuka cabang di kotanya. Peneliti membaca di
favorites akun Twitter Ninotchka, orang-orang dari Depok, Bogor, Surabaya,
Malang, Batam, dan Bali meminta Ninotchka untuk membuka cabang disana.
Buzzword pelanggan di Twitter berhasil membuat kehebohan, terutama di
masa awal kafe beroperasi. Peneliti sendiri mengenal Ninotchka dari buzzword
pelanggannya di Twitter. Ketika search keyword “Rainbow cake” di Twitter,
Peneliti mendapati beberapa tweet yang menyatakan bahwa rainbow cake dari
@NINOTCHKA_JKT adalah the best rainbow cake in town. Peneliti
menganggap rekomendasi yang datang dari sesama customer kredibel sehingga
dapat dipercaya. Peneliti pun tertarik untuk datang dan mencoba menu tersebut.
Apa yang dialami Peneliti itu juga dialami oleh para pelanggan Ninotchka
yang menjadi narasumber wawancara. Mereka mendapat rekomendasi dari teman-
temannya yang sudah lebih dulu menjadi pelanggan Ninotchka. Rekomendasi dari
customer, apalagi teman sendiri, pasti lebih dipercaya dan mampu menggerakkan
aksi. Mereka pun datang dan mencoba sendiri menu-menu di Ninotchka.
100
Ninotchka mengerti bahwa rekomendasi dari pelanggan memiliki
kekuatan yang besar untuk menggerakkan aksi. Oleh karena itu, Ninotchka aktif
me-retweet mention dari followers yang merekomendasikan Ninotchka Cafe dan
menu-menunya. Ninotchka juga tetap memanfaatkan buzzword dari public figure
seperti Sonia Eryka dan teman-teman blogger-nya, serta Gigi ChiBi yang
merupakan teman dari Roy. Buzzword dari public figure bertujuan untuk
memperluas penyebaran pesan, sementara buzzword dari pelanggan bertujuan
untuk menciptakan kredibilitas. Dengan demikian, buzzword menjadi efektif.
Seperti yang sebelumnya dijelaskan oleh Sonia, kualitas tetap yang utama.
Sonia menyatakan bahwa pelanggan adalah buzzer yang kuat karena dinilai
kredibel. Mereka tidak punya motif apa-apa dan merekomendasikan produk
semata karena kualitasnya. Oleh karena itulah Sonia terus meningkatkan kualitas
kafenya. Penataan ruang, pelayanan, dan taste menu terus ditingkatkan. Begitu
pula dengan inovasi produk. Sonia sadar bahwa dengan kuatnya buzzword di
social media, para customer memiliki ekspektasi yang tinggi saat mengunjungi
kafenya. Dan ia tidak ingin mengecewakan mereka.
Sonia tampaknya berhasil. Para pelanggan yang menjadi narasumber
wawancara semuanya pernah merekomendasikan, atau setidaknya membicarakan
Ninotchka Cafe pada teman-temannya yang lain. Kualitas produk yang terjaga
dan kedekatan dengan konsumen adalah kombinasi yang bekerja dengan baik bagi
Ninotchka. Inilah kombinasi yang bekerja di era social media.
101
4.3. Konsep IDIC dalam Penyusunan Program Customer Relations
Berdasarkan hasil wawancara, jelas terlihat bahwa Sonia menjalankan
fungsi analytical CRM dan operational CRM. Ia yang menyusun strategi
sekaligus berhubungan langsung dengan pelanggan Ninotchka Cafe. Meskipun
tidak melakukan proses perencanaan strategis secara formal, apa yang dilakukan
oleh Sonia sebetulnya sejalan dengan perencanaan strategis PR. Yang dilakukan
Sonia dalam merumuskan promosi dan event Ninotchka Cafe dapat dijelaskan
dengan konsep IDIC dari Peppers dan Rogers.
Berawal dari program promosi 20% saat opening kafe. Pada tahap
identification, Sonia mengidentifikasi calon pelanggannya. Ia menetapkan bahwa
target market-nya adalah remaja sampai dewasa muda dengan range usia 15-30
tahun. Sonia pada awalnya hanya menyasar mereka yang tinggal di kawasan Citra
Garden 6 dan sekitarnya. Memang, di wilayah Citra Garden memang tidak banyak
tempat hangout untuk anak muda. Padahal pasarnya ada. Sonia yang bertempat
tinggal di kawasan tersebut merasakan sulitnya untuk mencari tempat hangout
yang dekat dengan rumahnya. Tapi tidak menutup kemungkinan juga bahwa kafe
ini akan menarik pengunjung dari tempat lain. Misalnya saja teman-teman dari
anak muda yang tinggal di kawasan Citra Garden tersebut. Mereka datang
mengunjungi temannya, kemudian hangout di Ninotchka Cafe. Mereka pun bisa
menjadi pelanggan Ninotchka Cafe.
Masuk pada tahap differentiation, Sonia memilah pelanggan mana yang
dapat memberikan keuntungan bagi kafenya. Sonia mengetahui bahwa orang-
102
orang yang lokasi tempat tinggalnya dekat dengan Ninotchka Cafe adalah
kelompok pelanggan yang paling potensial untuk memberikan keuntungan bagi
kafenya. Mereka adalah orang-orang yang akan menjadi pelanggan pertama kafe.
Lokasi yang dekat memungkinkan mereka untuk segera datang dan mencoba
menu-menu di Ninotchka Cafe. Selanjutnya juga mudah bagi mereka untuk sering
datang dan membeli produk-produk dari Ninotchka Cafe. Kelompok inilah yang
merupakan pelanggan pertama dan utama bagi Ninotchka Cafe. Kelompok
pelanggan ini merupakan pelanggan yang bernilai dan penting untuk membangun
interaksi dengan mereka.
Pada tahap interaction, sebetulnya tidak ada interaksi khusus yang
dilakukan oleh Sonia. Interaksi dengan pelanggan semuanya dilakukan melalui
social media, dan pada saat itu ia hanya mengandalkan Twitter saja. Akan tetapi
tetap ada perbedaan bagi kelompok pelanggan awal. Pada masa awal pembukaan
kafe, Sonia berperan juga sebagai kasir sekaligus pelayan. Ia ada di kafe setiap
hari dan dapat berinteraksi langsung dengan pelanggannya. Sekarang, Sonia lebih
banyak membantu di dapur. Itu pun tidak setiap hari. Roy lah yang setiap harinya
ada di kafe dan menjaga kasir.
Sebagai bentuk customization, Sonia memberikan diskon 20% untuk
semua menunya. Tujuannya adalah untuk membuat orang tertarik untuk datang ke
kafenya dan mencoba menu-menu disana. Diskon selalu berhasil menarik
perhatian pembeli. Selain itu, diskon juga menjadi bentuk apresiasi terhadap para
pelanggan awal yang telah bersedia “mengambil risiko”, mencoba produk yang
mereka belum ketahui kualitasnya. Dalam strategi customer relations, hal tersebut
103
digolongkan sebagai welcome strategy, sebuah bentuk apresiasi organisasi
terhadap awal terjadinya hubungan pelanggan.
Sonia kemudian menemukan bahwa pelanggan awalnya bukan hanya
mereka yang tinggal di kawasan Citra Garden, tetapi juga followers Twitter dan
blog-nya yang datang dari jauh untuk melihat kafe miliknya. Customization pun
berlanjut. Melihat para pengunjung kafe yang juga merupakan followers blog,
Sonia juga menghadirkan Ninotchka Cafe di blog. Tujuannya agar calon
pengunjung lebih mudah mencari informasi mengenai kafe ini dan menu-
menunya. Tampilan blog juga dapat didesain sedemikian rupa untuk
mencerminkan konsep kafe, sebagaimana blog pribadi Sonia mencerminkan
identitasnya. Sonia mengaku mendesain sendiri blog Ninotchka Cafe.
Tampilannya dibuat bertemakan vintage, sesuai dengan desain kafe. Sonia juga
menghadirkan Ninotchka Cafe di Facebook supaya memudahkan orang-orang
yang tidak punya Twitter untuk mengetahui informasi mengenai kafe ini.
Selanjutnya untuk program diskon 10% bagi mayor Ninotchka Cafe di
Foursquare, konsep IDIC juga tetap diterapkan. Sonia mengidentifikasi bahwa
pelanggannya yang anak muda sangat familiar dengan berbagai tools social
media, baik itu Twitter, Facebook, maupun blog. Yang berbeda adalah derajat
keaktifan mereka. Beberapa sangat eksis, mereka selalu meng-update apa yang
sedang mereka lakukan, mereka kemana, dan sama siapa saja. Tetapi sebagian
lainnya justru santai-santai saja. Mereka menikmati momen hangout mereka tanpa
sibuk update sana-sini.
104
Para pelanggan paling aktif di Twitter. Menurut Sonia, Twitter lebih
update dan lebih mudah untuk membangun conversation. Penyebaran melalui
Twitter juga lebih cepat dan luas berkat fitur retweet. Selain itu, Twitter juga
terhubung dengan berbagai aplikasi social media lain, seperti Instagram untuk
upload foto dan Foursquare untuk update lokasi; membuat konten yang
ditawarkan semakin kaya dan update melalui Twitter semakin menarik. Oleh
karena itu, Ninotchka memfokuskan diri pada para pelanggan yang ada di Twitter.
Kelompok pelanggan yang eksis di Twitter ini menguntungkan bagi
Ninotchka. Secara tidak langsung, mereka membantu promosi kafe ini. Mereka
menulis tweet yang menyatakan bahwa mereka suka hangout di Ninotchka dan
suka dengan makanan disana. Atau ketika mereka sering check-in di Ninotchka
Cafe, teman-temannya akan penasaran, “Kok sering banget sih hangout disana?
Tempatnya enak ya? Makanannya gimana?”. Kadang pertanyaan tersebut dibalas
dengan ajakan untuk hangout bersama. Ditambah twitpic foto makanan yang
menggugah selera, membuat orang-orang semakin tertarik terhadap Ninotchka.
Oleh karena itu, Sonia berusaha untuk mengelola interaksi dengan mereka.
Pelanggan yang mention atau check-in di Ninotchka Cafe sebisa mungkin dibalas.
Respons tersebut diharapkan akan membuat para pelanggan tersebut senang,
karena mereka merasa didengar dan diperhatikan. Diharapkan mereka akan me-
mention lagi pada kunjungan berikutnya. Begitu pula dengan pelanggan yang
men-twitpic foto makanan. Pihak Ninotchka Cafe menunjukkan apresiasi dengan
me-retweet foto tersebut, mengucapkan selamat menikmati makanannya, dan
kadang memuji foto tersebut.
105
Sonia melihat bahwa pelanggannya aktif menyebarkan buzzword. Kafenya
berhasil dikenal di social media berkat buzzword dari para pelanggan tersebut.
Sebagai bentuk apresiasi, Sonia membuat program diskon 10% untuk mereka
yang berhasil menjadi mayor Ninotchka di Foursquare. Program diskon tersebut
juga diharapkan dapat membuat semangat para pelanggan yang selama ini
“kurang eksis” untuk sering datang dan check-in di Ninotchka.
Program ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi komunikasi telah
mempermudah customer relationship management. Organisasi tidak perlu
membangun sistem sendiri. Untuk pemetaan sederhana seperti melihat frekuensi
kunjungan pelanggan, bisa menggunakan Foursquare seperti yang dilakukan oleh
Ninotchka Cafe. Organisasi dapat mengenal pelanggannya yang sering datang,
dengan melihat frekuensi check-in mereka.
Keuntungan lainnya adalah dengan penggunaan social media seperti
Foursquare (yang terintegrasi dengan Twitter), pesan menyebar dengan cepat dan
meluas. Sekadar check-in saja bisa berkembang menjadi buzzword, membuat
orang lain tertarik untuk mengunjungi kafe ini.
Program promosi lainnya adalah diskon 10% untuk para pelajar
berseragam. Promo ini berlaku setiap hari Senin-Jumat, pukul 14:00-17:00. Sonia
membuat program ini dikarenakan ia melihat bahwa pengunjung kafe pada jam
tersebut kebanyakan anak sekolah. Lokasi Ninotchka memang dekat dengan SMA
Citra Kasih. Anak-anak remaja kebanyakan memilih hangout dulu sepulang
sekolah sebelum pulang ke rumah.
106
Sonia menyatakan bahwa ia ingin Ninotchka menjadi tujuan utama ketika
para pelajar tersebut membutuhkan tempat hangout. Kelompok pelajar merupakan
pasar potensial. Seperti yang dijelaskan oleh Sonia dan Roy, kafe biasanya ramai
di atas jam 7 malam. Pada jam “tanggung”, yaitu jam 2-5 sore, pasar potensialnya
adalah anak-anak sekolah – tepat setelah mereka pulang sekolah. Anak-anak
sekolah tersebut butuh tempat hangout, mereka ingin ngemil sambil ngobrol
dengan teman-teman, menunggu dijemput, ataupun membahas tugas.
Ninotchka mengerti hal tersebut. Ninotchka menyediakan segala hal yang
diperlukan oleh anak-anak tersebut: camilan lezat, berbagai mainan untuk
menemani saat santai mereka, dan Wi-Fi untuk keperluan hiburan maupun
mengerjakan tugas.
Interaksi dengan mereka juga dibangun melalui social media. Anak remaja
tidak terpisahkan dengan social media mereka. Oleh karena itu, Ninotchka
menjaga interaksinya dengan kelompok pelanggan ini melalui social media.
Ninotchka mengandalkan word of mouth marketing, dimana para pelajar ini
diharapkan dapat membawa temannya dari langsung sekolah untuk hangout di
Ninotchka. Remaja adalah kelompok yang paling kuat menyebarkan pengaruh.
Mereka bisa sangat persuasif terhadap teman-temannya.
Oleh karena itu, kustomisasi program promosinya adalah dengan
memberikan diskon 10% bagi para pelajar berseragam, di jam pulang sekolah.
Diharapkan dengan program ini, para pelajar tidak pulang dulu, tapi langsung dari
sekolah ke Ninotchka. Dengan demikian, kemungkinan besar teman-temannya
107
yang lain akan ikut. Jika mereka sempat pulang dulu dan berganti baju, bisa saja
di rumah ada kegiatan lain yang harus dilakukan sehingga tidak jadi hangout.
Manfaat lainnya adalah ketika anak lain dari sekolah tersebut melihat
bahwa teman-teman satu sekolahnya suka hangout di Ninotchka, ia juga akan
tertarik untuk hangout disana. Anak-anak dari sekolah lain juga bisa ikut tertarik
jika ia melihat banyak anak seusianya hangout disana. Jadi di Ninotchka, mereka
juga bisa mendapat teman-teman baru.
Mengenai event yang diadakan oleh Sonia, pada awalnya memng bukan
ditujukan untuk promosi kafe. Semua berangkat dari kebutuhan Sonia untuk
melakukan closet cleaning, karena barang-barangnya semakin bertumpuk. Teman-
temannya sesama fashion blogger juga ternyata mengalami hal yang sama. Ide
untuk mengadakan garage sale pun muncul. Sonia menawarkan diri untuk
menjadi host acara. Membuat acara di tempat sendiri tentu lebih mudah, tidak
memerlukan biaya tambahan. Selain itu, dengan mengadakan garage sale di
kafenya, Sonia Sonia sekaligus dapat meningkatkan penjualan kafe.
Dalam event tersebut, Sonia juga menjual koleksi pakaian dan aksesoris
dari online shop miliknya, Riots Barbie. Selama ini, Riots Barbie tidak memiliki
offline store. Melalui event ini, Sonia dapat memperkenalkan koleksinya.
Diharapkan orang-orang dapat melihat kualitas barang yang ia tawarkan di online
shop tersebut dan kelak tidak ragu untuk berbelanja secara online.
Autumn Wipe Out pun terwujud pada hari Sabtu, 17 Desember 2011.
Sonia bersama Anastasia Siantar, Bethanny Putri, Marcella Caroline, dan Lalita
108
Tian berhasil membuat Ninotchka Cafe penuh sesak oleh pengunjung yang
kebanyakan adalah remaja putri. Sonia tidak menyangka bahwa event tersebut
akan sukses menarik banyak pengunjung dari berbagai wilayah di Jakarta, bahkan
dari luar kota dan luar negeri.
Yang menarik bagi Sonia, ternyata para pengunjung tidak hanya tertarik
dengan garage sale yang ia adakan. Mereka juga tertarik pada Ninotchka Cafe.
Orang-orang membicarakan event tersebut, sekaligus membicarakan kafenya.
Buzzword pun menyebar. Inilah yang kemudian mendasari Sonia untuk
mengadakan event serupa. Dan pada event selanjutnya, Sonia tidak menyia-
nyiakan kesempatan untuk mempromosikan kafenya.
Sonia mengadakan Spring Wipe Out pada Sabtu, 17 Maret 2012.
Perencanaan event-nya yang kedua ini baru dapat dikatakan sesuai dengan konsep
IDIC. Sonia dapat mengidentifikasi calon pengunjung Spring Wipe Out melalui
Twitter Ninotchka, Twitter Sonia, dan blog pribadi Sonia. Para pengunjung
menuliskan tweet dan comment mengenai acara Autumn Wipe Out. Tweet dan
comment tersebut menunjukkan mereka yang senang bisa hadir pada acara
Autumn Wipe Out dan mereka yang ingin hadir tetapi tidak bisa. Mereka inilah
yang merupakan calon pengunjung Spring Wipe Out.
Sonia melihat bahwa banyak dari pengunjung Autumn Wipe Out yang
ternyata adalah blogger. Mereka menuliskan di blog-nya mengenai acara tersebut.
Beberapa diantaranya mengirimkan link menuju blog-nya kepada Sonia supaya
Sonia dapat membaca ulasan mereka mengenai Autumn Wipe Out. Kelompok
109
inilah yang bernilai bagi Sonia. Mereka excited menanti event selanjutnya dan
kelak akan mengulasnya lagi di blog mereka.
Sonia membangun interaksi dengan kelompok tersebut. Ia kemudian
mempromosikan tulisan para blogger itu di blog-nya. Beberapa diantaranya
adalah Gabriel Olivia, Mitha Komala, dan Claudia Phankova. Para blogger
tersebut mendapat keuntungan bahwa blog mereka dipromosikan di blog Sonia
Eryka yang memiliki banyak pengunjung. Sementara keuntungan bagi Sonia
adalah ia mendapatkan publisitas atas event dan kafenya.
Customization yang dilakukan adalah selanjutnya Sonia memilih pengisi
acara yang lebih seru. Pada Spring Wipe Out, Sonia berhasil mengajak Diana
Rikasari untuk bergabung. Dengan pengisi acara yang lebih seru, diharapkan para
blogger tersebut semakin tertarik untuk mengikuti acara garage sale berikutnya.
Sonia juga melihat bahwa mereka yang sudah pernah datang ke Autumn
Wipe Out memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk hadir pada event
selanjutnya. Oleh karena itu, Sonia berusaha agar semakin banyak orang yang
bisa datang dan berpartisipasi pada event Spring Wipe Out. Ia membangun
interaksi dengan mempromosikan hashtag #SPRINGWIPEOUT di Twitter untuk
memfasilitasi percakapan orang-orang mengenai event tersebut. Ia membuat
hashtag tersebut dari sebelum event berlangsung sehingga orang-orang
membicarakannya dan bisa menyiapkan waktu untuk menghadirinya.
Pada event Autumn Wipe Out, Sonia juga menggunakan hashtag, akan
tetapi hasilnya belum maksimal. Hal itu disebabkan karena orang-orang belum
110
mengetahui kira-kira seperti apa garage sale tersebut. Ketika Spring Wipe Out,
lebih mudah untuk membangun buzz dengan menggunakan hashtag tersebut.
Orang-orang yang sudah pernah menjadi pengunjung Autumn Wipe Out bisa turut
menyebarkan buzzword soal event tersebut.
Customization-nya adalah bahwa pada event selanjutnya Sonia berusaha
untuk menyesuaikan jadwal event dengan para pengunjungnya. Sonia
menanyakan kapan kira-kira waktu yang pas untuk mengadakan event supaya para
pelanggannya bisa ikut berpartisipasi. Dengan menanyakan jadwal followers itu
juga, Sonia dapat mulai membangun pembicaraan mengenai event tersebut.
Perencanaan event pun semakin lama semakin matang dan hasilnya maksimal.
Event selanjutnya adalah Summer Wipe Out yang diadakan pada hari
Sabtu, 16 Juni 2012. Ninotchka Cafe telah berpindah ke tempat yang lebih besar
sehingga Sonia dapat mengajak lebih banyak blogger untuk ikut mengambil
bagian dalam acaranya. Summer Wipe Out diikuti oleh Anastasia Siantar, Clara
Devi, Marcella Caroline, Cindy Karmoko, Cindy Biantoro dari Diamondhurts,
dan Judith dari De Dittie. Dalam rangka memperkenalkan lokasi baru Ninotchka
Cafe, Sonia dan Roy juga mengundang teman-teman mereka. Beberapa
diantaranya adalah public figure terkenal, seperti Gigi dari girlband CherryBelle
dan Bena Kribo, blogger yang juga terkenal sebagai MC dan pemain film.
Pengunjung Summer Wipe Out begitu banyak. Semua antusias melihat
fashion blogger yang turut berpartisipasi dalam acara tersebut. Ditambah lagi
dengan kedatangan para public figure tersebut. Hashtag #SUMMERWIPEOUT
111
menjadi bahan perbincangan di Twitter. Seperti yang dijelaskan oleh Roy, event
Summer Wipe Out membuat kafe penuh seharian. Orang-orang terus berdatangan,
dan meskipun Ninotchka kini memiliki dua lantai, tetap saja kafe penuh sesak.
Sonia kini tengah mempersiapkan event Autumn Wipe Out part 2. Sonia
terlihat lebih matang dalam mempersiapkannya. Ia mendiskusikan jadwal event
tersebut bersama sahabat-sahabatnya yang akan berpartisipasi dalam event
tersebut. Sonia juga bertanya pada followers, kapan waktu yang tepat untuk
membuat event tersebut. Dari hasil perundingan dengan para followers-nya, Sonia
menetapkan tanggal 22 Desember 2012. Pada awalnya, event Autumn Wipe Out
part 2 ingin diadakan pada tanggal 15 Desember, tetapi banyak followers yang
mengeluh bahwa mereka masih ujian. Oleh karena itu, Sonia akhirnya
memindahkan jadwal event ke tanggal 22 Desember. Dengan demikian,
diharapkan semua followers yang tertarik dapat hadir meramaikan acara tersebut.
Autumn Wipe Out part 2 akan diikuti oleh beberapa fashion blogger yang
sudah menjadi “langganan”, yaitu Anastasia Siantar, Clara Devi, dan Marcella
Caroline. Autumn Wipe Out juga akan diramaikan oleh Cindy Biantoro dan
Sabila Anata. Konsep acara tetap sama: menjual barang fashion baru maupun
bekas, dengan harga yang murah (mulai dari Rp.50.000).
Sejak memulai perbincangan mendiskusikan waktu yang tepat untuk
Autumn Wipe Out part 2, Sonia menggunakan hashtag #AUTUMNWIPEOUT;
sehingga perbincangan soal event ini dapat dimulai. Peneliti melihat bahwa
hashtag #AUTUMNWIPEOUT sudah mulai dipromosikan sejak bulan Oktober.
112
Para followers yang membicarakan soal event ini juga turut menggunakan hashtag
tersebut. Begitu juga dengan para pengisi acara (Lebih lanjut lihat lampiran
#AUTUMNWIPEOUT: Memulai Buzzword).
Dengan penggunaan hashtag, informasi dapat menyebar dengan cepat dan
dapat dicari dengan mudah. Para pengguna Twitter dapat langsung klik pada
hashtag tersebut dan mendapati informasi mengenai event Autumn Wipe Out.
Sonia juga menyediakan link ke hasil pencarian gambar Google dengan keyword
“Ninotchka wipe out” untuk memberikan gambaran mengenai event sejenis yang
telah berlangsung sebelumnya.
Hasilnya, Autumn Wipe Out part 2 juga berhasil menarik banyak
pengunjung. Peneliti membuktikannya sendiri dengan datang ke acara tersebut.
Ketika acara dimulai tepat jam 1 siang, para pengunjung sudah memadati lantai
atas Ninotchka Cafe. Mayoritas adalah para remaja putri yang datang dengan
teman-teman gank-nya. Hujan deras yang mengguyur Jakarta tampaknya tidak
menyurutkan niat para pengunjung. Mereka tetap antusias untuk datang.
Sayangnya, beberapa dari mereka harus kecewa karena tidak bisa menembus
jalanan yang macet akibat banjir. Sore itu, Ninotchka sudah tampak lenggang.
Berbeda dengan Summer Wipe Out yang ramai sampai malam hari. Tapi secara
keseluruhan, Sonia tetap merasa puas dengan event ini.
Dari beberapa program customer relations di atas, Peneliti melihat bahwa
Ninotchka Cafe telah menjalankan enam strategi customer relations yang
dijelaskan oleh Zikmund, yaitu a welcome strategy, reliability, responsiveness,
113
personalization, recognition, dan access strategy. A welcome strategy adalah
apresiasi organisasi terhadap awal terjadinya hubungan pelanggan. Hal tersebut
dilakukan dengan program diskon 20% saat opening Ninotchka. Seperti yang
dijelaskan oleh Roy, diskon tersebut dimaksudkan sebagai sambutan dan
perkenalan bagi pelanggan. Pelanggan awal diapresiasi karena mereka telah
bersedia mencoba tanpa mengetahui dulu kualitas Ninotchka. Jika kelak mereka
puas dengan pelayanan Ninotchka, kelompok ini adalah kelompok yang paling
potensial untuk menjadi pelanggan setia dan evangelist bagi Ninotchka –
merekomendasikannya kepada orang lain.
Reliability adalah kemampuan output organisasi yang dapat diandalkan.
Sonia menekankan pada makanan homemade yang lezat, yang citarasanya tidak
dapat ditemui di tempat lain. Presentasi makanan juga dibuat cantik dan unik
sehingga dapat menjadi ciri khas Ninotchka. Mutu makanan dijaga, sambil terus
menjaga harganya agar tetap terjangkau. Tetapi beberapa pengunjung berharap
agar porsi makanan di Ninotchka dapat diperbesar. Itu bisa jadi masukan bagi
Ninotchka. Selain itu, Peneliti juga melihat bahwa Ninotchka masih perlu untuk
membenahi kualitas SDM-nya. Pengunjung masih sering mengeluhkan pegawai
yang lambat dalam melayani. Dari pengalaman Peneliti, pegawai Ninotchka
kadang masih terlihat bingung dan tidak sigap. Hal tersebut tentu dapat
mengurangi reliability Ninotchka karena keandalan output organisasi juga
mencakup kualitas pelayanan yang diberikan.
Responsiveness adalah kepedulian organisasi dalam memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen. Selama ini Ninotchka menunjukkan kesediaan untuk
114
mendengarkan dan merespons pelanggannya. Melalui Twitter, Ninotchka
menyapa pelanggannya, menerima saran dan kritik, serta berusaha meresponsnya.
Sejauh ini Peneliti melihat Ninotchka cukup responsif. Akan tetapi, responsnya
sebagian besar hanya bersifat verbal saja. Misalnya ketika ada yang mengeluhkan
tidak dapat tempat. Dari pihak Ninotchka hanya sebatas membalas dengan
menulis permintaan maaf. Padahal seharusnya Ninotchka dapat langsung
merespons dengan tindakan, misalnya menawarkan meja cadangan.
Respons organisasi idealnya adalah action yang diikuti dengan verbal.
Jadi, Ninotchka seharusnya mengambil tindakan dulu, baru kemudian
mengkomunikasikannya. Sayangnya, Ninotchka hanya melakukan salah satu:
bertindak atau berkomunikasi. Dalam kasus tidak dapat tempat, Ninotchka hanya
berkomunikasi. Hanya mengucapkan permintaan maaf. Sementara pada kasus
lain, misalnya ketika Ninotchka dikritik taste makanannya, Ninotchka hanya
bertindak. Ninotchka memperbaiki rasanya, tapi tidak mengkomunikasikannya.
Padahal ketika kita telah melakukan improvement terhadap produk, penting untuk
menjelaskannya, sehingga orang-orang mengetahuinya. Ninotchka juga dapat
menerapkan policy untuk mengganti makanan/minuman jika rasanya tidak pas
sebagai jaminan bagi para pelanggannya untuk mendapatkan produk terbaik.
Personalization merupakan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan
produk dan layanan dengan karakteristik pelanggan tertentu. Sonia mengerti
bahwa target market-nya adalah anak muda. Sonia mengetahui keinginan mereka:
tempat yang cozy, makanan enak, dan harga yang terjangkau. Sonia berusaha
untuk terus memaksimalkan produk dan layanan Ninotchka sesuai dengan
115
keinginan pelanggannya. Ninotchka sekarang memiliki tempat yang lebih luas dan
nyaman untuk hangout. Lokasinya pun lebih strategis sehingga mudah dicari.
Berbagai fasilitas juga melengkapinya: Wi-Fi, TV cable, dan beragam mainan.
Rasa dan presentasi makanan juga coba disesuaikan dari waktu ke waktu. Harga
makanan juga disesuaikan dengan kantong anak muda. Begitu pula dengan
promosinya. Ninotchka menggunakan social media, khususnya Twitter sesuai
dengan karakteristik penggunaan media pelanggannya.
Ninotchka juga membuat kustomisasi layanan berdasarkan karakteristik
pelanggan tertentu yang menguntungkannya. Ninotchka telah melakukannya
dengan tepat. Ninotchka membidik kaum pelajar dan para pengguna aktif social
media dengan program customer relations yang tepat. Begitu pula dengan event
yang dilakukan di Ninotchka. Peneliti berharap agar Ninotchka dapat
mengeksplor jenis-jenis event lain yang sesuai dengan karakteristik pelanggannya
sehingga event selanjutnya lebih bervariasi.
Recognition adalah kemampuan organisasi untuk mengenal pelanggan dan
memberikan perhatian lebih. Kustomisasi program customer relations seperti
yang dijelaskan di atas adalah bukti bahwa Ninotchka mampu mengenal
pelanggannya dan memberi perhatian lebih (bagi kelompok yang
menguntungkan). Keramahan Sonia terlihat saat menyapa para pengunjung
Autumn Wipe Out. Begitu pula dengan teman-teman fashion blogger-nya. Selain
itu, Sonia dan Roy juga menjelaskan bahwa mereka berusaha untuk menyapa para
pelanggan setia Ninotchka yang dikenalinya. Menyapa secara personal, inilah
perhatian yang jarang ditemui di kafe-kafe lain.
116
Access strategy merupakan kemampuan organisasi untuk membangun
hubungan dengan pelanggannya. Sonia menghadirkan Ninotchka di Twitter,
Instagram, Foursquare, blog, dan Facebook untuk memudahkan kontak dengan
pelanggannya. Penggunaan social media untuk membangun customer relations
dinilai tepat, sebab social media memfasilitasi komunikasi interaktif dengan
customer yang tersebar di berbagai wilayah. Komunikasi interaktif
memungkinkan terjalinnya hubungan yang saling menguntungkan antara
organisasi dan pelanggannya. Pilihan social media yang digunakan juga tepat,
yang akan dibahas pada subbab selanjutnya.
4.4. Konsep POST dalam Pemilihan Media
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Ninotchka Cafe hanya
menggunakan social media untuk promosi kafe dan berhubungan dengan
pelanggannya. Sonia dan Roy menyatakan bahwa social media yang paling
mereka andalkan adalah Twitter. Pilihan tersebut bukan tanpa alasan. Twitter
adalah social media yang paling sesuai untuk target market Ninotchka.
Stefanie Kurniadi menjelaskan bahwa dalam keputusan menggunakan
social media dan social media apa yang digunakan, harus disesuaikan dengan
target market-nya. Menurut Stefanie, ada beberapa hal yang dapat menjadi
pertimbangan bagi organisasi: memastikan bahwa target market mereka ada di
social media tersebut, memiliki sumber daya untuk mengelolanya, menguasai
social media yang digunakan, dan penggunaan social media harus sejalan dengan
strategi utama perusahaan dan positioning yang ingin dibangun terhadap brand.
117
Apa yang dijelaskan oleh Stefanie sesuai dengan pendekatan POST dari Li dan
Bernoff. Pendekatan POST dapat digunakan untuk menjelaskan strategi pemilihan
media oleh Ninotchka Cafe.
Strategi pemilihan media diawali dengan people. Organisasi harus melihat
karakteristik publik mereka. Bagaimana kondisi demografi, psikografi, dan
kecenderungan penggunaan media publiknya. Sonia menjelaskan bahwa target
market-nya adalah remaja dan dewasa muda, baik laki-laki maupun perempuan.
Usia mereka antara 15-30 tahun. Mereka adalah pelajar, mahasiswa, pekerja,
maupun ibu rumah tangga. Target market Ninotchka Cafe berasal dari kalangan
menengah ke atas. Mereka adalah warga Jakarta, khususnya yang berdomisili di
kawasan Citra Garden 6 dan sekitarnya.
Secara psikografi, usia remaja dan dewasa muda senang bergaul dan
berkumpul bersama teman-temannya. Mereka juga sangat mudah dipengaruhi
oleh teman-temannya. Mereka percaya pada kata-kata temannya. Ketika temannya
merekomendasikan sesuatu, mereka pasti tertarik untuk mencobanya. Termasuk
untuk tempat hangout. Kalangan remaja juga terkenal sangat persuasif. Mereka
bisa menyatakan bahwa temannya “kurang gaul” jika tidak mengikuti trend yang
mereka ciptakan. Makanya para remaja tidak mau kalah dengan teman-temannya.
Mereka memakai gadget tertentu, memakai aksesoris tertentu, bahkan makan
makanan tertentu di tempat tertentu (yang sedang happening) agar diterima di
pergaulannya. Misalnya saja teman-temannya ramai membicarakan rainbow cake
di Ninotchka Cafe, maka ia merasa wajib mencobanya.
118
Yang patut diingat, konsumen sekarang cerdas, termasuk juga kaum muda.
Mereka mengutamakan kualitas. Mereka mungkin mudah tergoda untuk mencoba
berbagai tempat hangout baru, tapi jika kemudian mengecewakan, mereka tidak
akan mau kembali lagi ke tempat itu. Apalagi sampai merekomendasikannya ke
teman-teman lain. “Kualitas” sebuah tempat hangout menurut Sonia adalah
tempat yang cozy, makanan enak, dan harga yang terjangkau. Oleh karena itu,
Sonia berusaha agar kafenya dapat memenuhi standar kualitas tersebut. Ketika
sebuah tempat hangout berhasil memenuhi standar kualitas, para pengunjung akan
kembali lagi dan tidak segan untuk merekomendasikannya.
Dari segi penggunaan media, anak muda tidak dapat dilepaskan dari
gadget mereka. Mereka menggunakan gadget canggih, seperti smartphone, tablet,
dan laptop dalam kegiatannya sehari-hari. Mereka juga tidak terpisahkan dengan
jaringan internet. Mereka selalu terhubung dengan social media. Twitter,
Facebook, Instagram, Foursquare, blog, dan Youtube adalah kehidupan mereka
sehari-hari.
Anak muda ingin eksis di segala kesempatan. Mereka selalu meng-update
apa yang sedang mereka lakukan, dimana, dan dengan siapa. Mereka juga
memanfaatkan berbagai tools social media secara terintegrasi. Misalnya
Foursquare untuk menunjukkan lokasi mereka dan Instagram untuk upload foto,
diintegrasikan dengan Twitter sebagai microblog mereka.
Selanjutnya dalam proses pemilihan media, organisasi menentukan
objectives. Organisasi merumuskan tujuan penggunaan media mereka. Dalam
119
kasus Ninotchka Cafe, tujuan penggunaan media adalah sebagai sarana promosi
kafe sekaligus sarana untuk berkomunikasi dan membangun hubungan dengan
pelanggannya. Ninotchka berusaha mengerti kebutuhan dan keinginan
pelanggannya, sehingga dapat menyesuaikan produk dan layanan mereka.
Selanjutnya, organisasi menentukan strategi untuk mencapai tujuan
tersebut. Untuk mempromosikan kafe, Ninotchka harus selalu meng-update
informasi mengenai kafe, seperti jam operasional, menu yang ditawarkan dan
harganya, serta program promosi. Agar semakin menarik, Ninotchka bisa
memberikan foto-foto makanan yang menggugah selera calon pelanggannya. Dan
karena lokasi Ninotchka Cafe kurang familiar untuk sebuah tempat hangout,
Ninotchka dapat memberikan panduan, misalnya peta lokasi. Upaya promosi juga
didukung oleh Sonia Eryka, yang merupakan seorang public figure. Tujuannya
adalah agar mempercepat penyebaran pesan.
Sementara untuk membangun hubungan dengan pelanggan, strateginya
adalah komunikasi dua arah. Harus ada dialog antara Ninotchka Cafe dengan
pelanggannya. Ninotchka harus bersedia mendengarkan pelanggan dan merespons
mereka. Ninotchka memiliki kedekatan dengan pelanggan. Terbentuk hubungan
yang saling menguntungkan.
Melalui dialog dengan para pelanggan tersebut, Ninotchka dapat mengerti
kebutuhan dan keinginan mereka. Ninotchka kemudian dapat menyesuaikan
produk dan layanan mereka sesuai dengan harapan pelanggan. Pelanggan kelak
akan merasa puas dan datang kembali. Di sisi lain, pelanggan yang puas adalah
120
advertiser paling kuat. Mereka menjadi evangelist, turut mendukung promosi
Ninotchka Cafe.
Terakhir, barulah masuk ke technology. Organisasi melihat setiap pilihan
media yang tersedia. Masing-masing social media memiliki karakteristik
pengguna dan penggunaan yang berbeda. Karakteristik tersebut menentukan
apakah suatu media dapat menjangkau people untuk mencapai objectives melalui
strategy yang telah dirumuskan. Organisasi juga memperhatikan soal kesiapan
dan kemampuan organisasi untuk menjalankan social media yang terpilih.
Twitter dan Facebook merupakan social media yang paling banyak
digunakan saat ini. Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh Stefanie. Tetapi, Twitter
dan Facebook memiliki perbedaan. Dari segi usia pengguna, Twitter banyak
digunakan oleh anak muda sesuai dengan target market Ninotchka, sementara
Facebook semakin banyak digunakan oleh usia yang lebih dewasa. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, Twitter merupakan social media yang tengah
happening saat ini. Anak muda semakin banyak yang meninggalkan Facebook.
Orang Indonesia, terutama Jakarta, dikenal sangat aktif di Twitter. Jakarta bahkan
menjadi ibukota tweet dunia.
Untuk penggunaannya, Twitter lebih banyak digunakan untuk
conversation. Penyebaran informasi melalui Twitter juga lebih cepat dan mudah
berkat fitur retweet. Begitu pula untuk pencarian informasi, lebih mudah di
Twitter dengan menggunakan #hashtag tertentu. Sementara untuk Facebook lebih
banyak digunakan untuk posting gambar dan video. Posting gambar melalui
121
Facebook lebih teratur dengan penyusunan dalam album. Untuk posting video
juga lebih mudah karena bukan sekadar link, tapi bisa langsung di-play di wall
Facebook tersebut.
Jika dihubungkan dengan people, objectives, dan strategy; baik Twitter
maupun Facebook dapat menjangkau people untuk mencapai objectives melalui
strategy yang telah dirumuskan oleh Ninotchka Cafe. Target market Ninotchka
Cafe ada di Twitter dan Facebook. Mengapa Facebook juga termasuk? Karena
kaum muda ada dalam tahap transisi antara Facebook dan Twitter. Sebagian besar
pengguna Twitter masih memiliki akun Facebook meskipun sudah tidak terlalu
aktif lagi. Tetapi ada juga kelompok yang masih nyaman menggunakan Facebook
dan belum beralih ke Twitter.
Twitter dan Facebook bersifat update dan interaktif, sesuai strategi yang
telah ditetapkan oleh Ninotchka. Akun Twitternya lebih aktif karena memang
Twitter lebih mudah untuk update dan membangun conversation. Ninotchka
mengandalkan Twitter untuk memberitahukan jam berapa mereka buka, ada menu
apa saja, dan ada promosi apa saja. Twitter juga digunakan untuk upload foto,
diintegrasikan dengan aplikasi Instagram yang sekarang sedang populer di
kalangan anak muda. Twitter juga memfasilitasi conversation antara Ninotchka
dengan pelanggannya. Komunikasinya bersifat horizontal. Para pelanggan dapat
bertanya, memberikan compliment, ataupun menyampaikan kritik dan saran
melalui akun Twitter tersebut. Tingkat viralitas Twitter juga tinggi. Pesan sangat
cepat menyebar. Praktis, tinggal mention, retweet, dan reply.
122
Di Twitter, lebih mudah untuk membicarakan satu topik dan melakukan
pencarian informasi dengan menggunakan #hashtag tertentu. Sebuah #hashtag
dapat menjadi trending topic, topik yang tengah hangat dibicarakan sejumlah
besar pengguna Twitter. Ninotchka pernah mempromosikan event dengan hashtag
#AUTUMNWIPEOUT, #SPRINGWIPEOUT, dan #SUMMERWIPEOUT. Yang
paling berhasil meraih perhatian adalah #SUMMERWIPEOUT. Para followers
ramai membicarakan acaranya, didukung juga dengan buzz dari public figure yang
hadir seperti Gigi ChiBi dan Bena Kribo.
Ada dua aplikasi social media terintegrasi dengan Twitter yang digunakan
oleh Ninotchka Cafe, yaitu Instagram dan Foursquare. Instagram merupakan
aplikasi untuk mengambil dan meng-upload foto. Sementara Foursquare adalah
aplikasi untuk menunjukkan lokasi. Kedua aplikasi tersebut dapat mendukung
promosi bagi Ninotchka Cafe. Instagram digunakan untuk meng-upload foto-foto
menu, sementara Foursquare digunakan untuk mempromosikan lokasi Ninotchka.
Para pengunjung juga memanfaatkan Instagram dan Foursquare untuk “eksis”,
sekaligus mendukung promosi Ninotchka.
Untuk Facebook, dibuat dengan tujuan untuk menampilkan profil
Ninotchka secara lengkap. Di Facebook terdapat kolom penjelasan: deskripsi
kafe, lokasi, menu yang ditawarkan, operation hours, dan kontak. Di Facebook
Ninotchka bahkan tersedia gambar peta lokasi untuk memudahkan pengunjung.
Di Twitter, kolom untuk informasi tersebut terbatas. Oleh karena itu, Sonia
menghadirkan Ninotchka di Facebook – dengan bentuk fanpage. Ini cukup
123
menjelaskan bahwa Facebook Ninotchka Cafe hanya sekadar untuk profil saja,
bukan ditujukan untuk berdialog dan berinteraksi.
Facebook fanpage tersebut juga bermanfaat untuk posting foto-foto menu.
Di Twitter, posting foto terbatas hanya satu foto per tweet. Jika mau mem-posting
lebih banyak, harus dibuat menjadi link, yang kadang orang juga malas untuk
membukanya. Posting-nya juga seringkali tidak beraturan sehingga kadang
menyulitkan jika para pengunjung ingin mencari tahu menu-menu Ninotchka
secara lengkap. Di Facebook, foto-foto menu dikumpulkan dalam satu album
sehingga memudahkan bagi pengunjung untuk melihat-lihat.
Jika dilihat dari kesiapan dan kemampuan organisasi, Sonia sendiri
mengaku bahwa dirinya memang lebih aktif di Twitter. Followers-nya di Twitter
ada 30 ribu, potensial untuk melakukan promosi. Oleh karena itu, lebih mudah
baginya meng-handle penggunaan Twitter. Begitu pula dengan Roy. Facebook
hanya diurus di awal-awal. Ketika profil sudah dibuat dan foto sudah di-upload,
laman Facebook tersebut dibiarkan terbengkalai.
Ninotchka juga hadir di blog. Sonia menghadirkan Ninotchka di blog
karena melihat bahwa para pengunjung kafenya juga merupakan followers blog-
nya. Itu artinya para pelanggan Ninotchka juga ada di blog. Blog sendiri dapat
digunakan untuk menyajikan profil, detail menu, dan lokasi Ninotchka. Keunikan
blog adalah bahwa tampilan blog dapat dikustomisasi sesuai dengan identitas
organisasi. Sonia mendesain blog Ninotchka dengan tema vintage. Tampilan blog
juga lebih menarik dengan gambar dan tulisan yang bergerak (flash).
124
Blog juga memungkinkan komunikasi dua arah. Para pengunjung blog
dapat meninggalkan comment dan pemilik blog dapat menjawabnya. Akan tetapi,
penggunaan blog oleh Ninotchka Cafe ditujukan untuk menjadi semacam official
website. Membuat website sendiri memang rumit. Jika menggunakan blog, lebih
mudah karena sudah ada template yang tersedia. Blogger hanya tinggal mengatur
layout dan desain sesuai selera. Selain itu, jika membuat website resmi, ada biaya
hosting lagi yang harus dikeluarkan.
Sejauh ini, blog Ninotchka hanya menyediakan info basic mengenai
Ninotchka. Di blog-nya tidak ada artikel mengenai Ninotchka, program promosi,
atau event yang pernah berlangsung. Artikel tersebut biasanya ditulis oleh Sonia
dalam blog pribadinya. Di blog Ninotchka juga tidak ada ruang untuk berinteraksi
dengan pengunjung blog. Ninotchka hanya memberikan link ke Twitternya supaya
pengunjung blog bisa ikut terlibat percakapan disana.
Menurut Stefanie Kurniadi, pilihan social media Ninotchka Cafe (Twitter
plus Instagram dan Foursquare, Facebook, dan blog) sudah tepat, sesuai dengan
karakteristik target market-nya. Dan berdasarkan pendekatan POST, Twitter
memang sangat sesuai sebagai pilihan media Ninotchka Cafe. Target market
Ninotchka ada di Twitter. Strategi update dan interaktif yang ditetapkan oleh
Ninotchka dapat difasilitasi oleh Twitter. Berbagai aplikasi pendukung seperti
Instagram dan Foursquare juga terintegrasi dengan Twitter. Dari pihak Ninotchka
sendiri juga memiliki kemampuan dan kesiapan untuk meng-handle social media
ini. Semua yang dibutuhkan oleh Ninotchka tersedia di media ini. Oleh karena itu,
tidak heran Twitter menjadi social media andalan Ninotchka.
125
Penggunaan Twitter juga dapat memfasilitasi buzz, obrolan murni
ditingkat pelanggan yang menular; tentang orang, barang, atau tempat – obrolan
tentang brand. Twitter memang banyak digunakan untuk conversation, termasuk
di dalamnya conversation tentang produk. Stefanie menjelaskan bahwa Twitter
memiliki viralitas yang tinggi. Semakin banyak orang yang membicarakan tentang
suatu produk, daya tarik produk akan semakin tinggi. Orang lain akan tergerak
untuk terlibat dalam percakapan, ingin mencoba, dan membeli produk tersebut.
Inilah kunci sukses Ninotchka di social media: menjadi bahan pembicaraan orang-
orang di timeline Twitter; yang akan dibahas pada subbab selanjutnya.
Peneliti memberikan sedikit catatan mengenai penggunaan social media-
nya yang lain, yaitu Facebook dan blog. Menurut Peneliti, penggunaannya masih
dapat dimaksimalkan lagi. Facebook Ninotchka seharusnya tetap di-update
dengan informasi terbaru. Untuk di bagian profilnya saja, masih menggunakan
alamat yang lama. Hal tersebut bisa membingungkan. Ninotchka harus menyadari
bahwa customer-nya juga masih ada di Facebook. Masih ada orang-orang yang
like dan membuka profilnya. Jadi penting untuk tetap di-update.
Ninotchka juga dapat memaksimalkan penggunaan blog-nya dengan
menyediakan ruang untuk posting artikel yang terkait dengan Ninotchka.
Misalnya menulis event yang telah diselenggarakan di Ninotchka atau kisah
pembuatan menu-menu baru dari dapur Ninotchka. Artikel tersebut kemudian
dapat di-link ke Twitter dan dapat menjadi bahan perbincangan dengan para
followers. Topik cerita di blog dapat membangun buzzword bagi Ninotchka.
126
4.5. Pembentukan Buzzword
Ninotchka Cafe berhasil dikenal berkat buzz di social media Twitter. Buzz
merupakan obrolan di tingkat pelanggan mengenai brand. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, buzz tidak muncul begitu saja. Organisasi harus mampu
membangun buzzword, suatu ide yang menjadi bahan perbincangan.
Organisasi tentu menghendaki buzz positif terhadap produknya. Oleh
karena itu, mereka harus memberikan ide: hal positif apa yang patut
diperbincangkan orang mengenai organisasi dan produknya. Ide untuk
membangun buzzword positif tersebut dapat berangkat dari identitas ataupun
keunggulan kompetitif organisasi. Untuk Ninotchka misalnya, dapat
menggunakan keunggulan kompetitifnya: kafe yang menyediakan makanan
homemade yang lezat, tempat yang nyaman, dan harga yang terjangkau. Itulah
buzzword Ninotchka.
Konsep buzzword adalah BtoCtoC. Pemasar (dalam hal ini Ninotchka
Cafe) memberikan ide mengenai apa yang layak diperbincangkan dari organisasi
dan produknya kepada customer. Buzzword tersebut dapat disebarkan oleh
organisasi itu sendiri dengan dibantu oleh para buzzer. Buzzer disini adalah para
figur berpengaruh, misalnya selebritis. Akan tetapi di era social media, ada
banyak figur yang dapat menjadi buzzer: para blogger sampai customer yang
menjadi evangelist.
Sonia Eryka menjadi buzzer pertama Ninotchka. Sonia bukan saja owner
dari Ninotchka Cafe, tetapi ia juga seorang public figure. Sonia adalah seorang
127
fashion blogger yang cukup dikenal. Ia juga seorang penyanyi dan pernah
membintangi beberapa sinetron. Sonia memiliki lebih dari 30 ribu followers di
Twitter, jumlah yang cukup besar dan potensial untuk menyebar buzzword. Roy
juga turut menyebar buzzword melalui akun Twitternya meskipun followers
Twitter Roy berada jauh dibawah Sonia, hanya sekitar 2000 followers.
Sonia dan Roy kemudian mengajak teman-teman mereka untuk datang dan
menikmati makanan di Ninotchka. Sonia mengundang teman-teman blogger-nya,
seperti Bena Kribo, Anastasia Siantar, Marcella Caroline, dan Clara Devi. Begitu
juga dengan Roy. Ia mengundang teman-temannya dari band CDC (Cemetery
Dance Club) dan sahabatnya Gigi dari girlband CherryBelle. Sebagai bentuk
apresiasi, mereka menulis tweet tentang Ninotchka dan kelezatan makanannya.
Tabel 4.3: Buzzword dari Sonia, Roy, dan Blogger/Public Figure
Buzzword Dari Sonia dan Roy Dari blogger/public figure
Makanan
homemade
yang lezat
“Biarpun abis makan siang,
sampai Ninotchka pasti makan
lagi” – Sonia Eryka
“Menu ngemil hari ini di
Ninotchka: aglio olio dan
nachos” – Sonia Eryka
“Spaghetti dan macaroons di
Ninotchka enak” – Gigi Chibi
“Rainbow cakenya yummy” –
Bena Kribo
“Can’t get enough” –
Anastasia Siantar
“Ninotchka’s choco lava is
heaven” – Marcella Caroline
Suasana yang
nyaman
“Great food, cozy place,
games, and nice music only at
Ninotchka” – Roy Leonard
“Ngopi sambil bekerja di atas
Ninotchka” – Sonia Eryka
“Hujan dan playlist Adhitia
128
Sofyan di Ninotchka. Klop.” –
Sonia Eryka
Tempat yang
asik untuk
hangout
“Ayo @Diamondhurts, kapan-
kapan tea time di Ninotchka” –
Sonia Eryka
“Photoshoot at Ninotchka” –
Sonia Eryka (selain asik untuk
hangout, juga cantik untuk
foto-foto)
“Alice in wonderland tea party
at Ninotchka” – Anastasia
Siantar
Ninotchka:
everyone’s
favorite cafe
“Super busy day at Ninotchka”
– Roy Leonard
“Mau Ninotchka..”- Clara Devi
“Photoshoot at my favorite
cafe” – Marcella Caroline
Sonia dan Roy juga membangun buzzword melalui akun Twitter
Ninotchka. Menurut keduanya, ada strategi khusus ketika berpromosi lewat akun
Ninotchka, yaitu dengan memanfaatkan twitpic. Sonia dan Roy tidak banyak
menulis tweet melalui akun Ninotchka. Mereka lebih banyak posting foto-foto
makanan sehingga menarik para pelanggan dan calon pelanggan untuk
membicarakan dan mencobanya. Hal ini berlaku terutama untuk menu baru dan
menu favorit di Ninotchka Cafe. Selebihnya, Sonia dan Roy banyak me-retweet
buzzword dari pelanggan yang memuji dan merekomendasikan Ninotchka Cafe.
Sonia juga kadang me-retweet tweet tersebut dari akun pribadinya. Beberapa
tweet dari pelanggan juga dijadikan favorites.
Tabel 4.4: Buzzword dari Ninotchka dan Pelanggannya
Buzzword Dari Ninotchka Dari pelanggan
Makanan
homemade
yang lezat
“Lava cake party” (dengan
twitpic foto beberapa porsi
choco lava cake)
“Aduh ini enak banget” -
@clarisariez
“Chocolate lava cake
129
Ninotchka is the best” -
@GiovanniJesslyn
“Our lovely red velvet cake,
sweet, soft, and moist in your
mouth” (dengan twitpic foto
irisan kue red velvet)
“Red velvet cake Ninotchka
super delicious” -
@ElsaMagnolia
“Now baking.. can you guess?”
(dengan twipic foto macaroons
yang sedang dipanggang)
“Macaroons paling lezat dan
murah di Jakarta” - @Rchliey
“Macaroons paling enak cuma
di Ninotchka” –
@YolandaTheresia
“All of our foods, cakes &
cookies are delicately
homemade, baked with love,
without any preservatives”
“Untuk macaroon, rainbow
cake, velvet cake, volcano
belum nemu yang seenak
Ninotchka” - @jeannieoct
“First rate menu. We were
completely full, but actually
wanting more” - @arnoldteja
Suasana yang
nyaman
“The ambience at Ninotchka,
photo by @yennyyoona96”
(dengan twitpic foto suasana
Ninotchka Cafe yang nyaman)
“I love this place. Nice
decoration” - @NovialitaA
“Come and visit Ninotchka.
Makanannya murah meriah
dan playlist lagunya hits
sekali” - @AslaDanastri
“Kafe impian: makanannya
enak dan tempatnya cozy” -
@giovannyprabu
Tempat yang
asik untuk
hangout
“Ada mainan baru.. monyet
(falling monkey games) dan
stacko” (dengan twitpic foto
mainan tersebut)
“Why so serious? LOL”
(dengan twitpic foto temannya
yang tegang bermain uno
stacko) - @shaniamelia
Ninotchka:
worth to try
“Finally on my way to
Ninotchka, pengen nyobain
rainbow cake dan choco lava
yang terkenal seantero timeline
Twitter” - @LimRobby
“Perjuangan yang memuaskan”
- @mrlnatalia
130
Ninotchka:
everyone’s
favorite cafe
“Kafe yang umurnya baru
setahun tapi langsung
menggelegar di kalangan anak
muda Jakarta” - @LiLshe
“Di Jaksel banyak tempat
nongkrong, tapi kalau di barat,
tempat nongkrong favorit ya
Ninotchka” - @JChristiantoo
“My favorite cafe” -
@dhikaa11
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa Ninotchka memang
menjadikan competitive strategy-nya sebagai buzzword, yaitu makanan lezat yang
harganya terjangkau, suasana yang nyaman, dan tempat hangout yang asik. Pada
akhirnya, buzzword tersebut membawa customer pada satu konsep besar:
Ninotchka layak untuk dicoba.
Buzzword Ninotchka dapat dikatakan berhasil. Stefanie menjelaskan
bahwa buzzword yang berhasil adalah buzzword yang mampu mendorong orang
untuk action. Ninotchka tidak hanya menjadi bahan perbincangan di Twitter;
tetapi perbincangan tersebut mampu menggerakkan orang-orang dari berbagai
wilayah di Jakarta, bahkan luar kota dan luar negeri untuk datang dan mencoba
menu-menu di kafe tersebut. Salah satu customer yang mengenal Ninotchka dari
Twitter adalah Irene Fenia. Ia mengenal Ninotchka dari akun Twitter Sonia.
Berbeda dengan pengalaman Irene, beberapa customer lain yang Peneliti
wawancarai menyatakan bahwa mereka mengenal Ninotchka dari rekomendasi
teman mereka; didukung oleh Twitter. Misalnya Meliani Chu, Gabriella Masaki,
dan Michael Hendry yang mengenal Ninotchka dari rekomendasi temannya.
131
Selanjutnya, mereka mencari informasi mengenai Ninotchka di Twitter. Melihat
buzzword para pelanggan yang positif, mereka jadi semakin tertarik untuk datang.
Seperti yang dijelaskan Sernovitz, buzzword tidak hanya terjadi secara online,
tetapi bagaimana buzzword di dunia online tersebut berpengaruh ke percakapan
offline. Ketika para responden ditanya apakah mereka pernah merekomendasikan
Ninotchka Cafe kepada teman-temannya yang lain, semua menjawab pernah, atau
setidaknya pernah membicarakan soal Ninotchka.
Itulah model AISAS, dimana “search” dan “share” memegang peranan
besar dalam pengambilan keputusan seseorang untuk menggunakan produk
tertentu. Misalnya pengalaman Michael Hendry, salah seorang customer yang
Peneliti wawancarai. Ia diberitahu oleh temannya tentang sebuah kafe di Citra 6
yang menjual rainbow cake yang enak. Sharing itu membuat Michael aware
terhadap kafe tersebut dan tertarik (interest) mencobanya. Sebelum mencoba,
Michael melakukan search di Twitter. Melihat foto-foto makanan yang terlihat
lezat dan rekomendasi positif dari para pengunjung, Michael semakin tergerak
untuk mencoba. Ia datang dan menikmati rainbow cake Ninotchka, dan hasilnya
memuaskan. Ia pun segera share melalui Twitter. Ia memamerkan foto
makanannya di Ninotchka, bahkan selanjutnya mengajak temannya untuk makan
rainbow cake di Ninotchka.
Customer di era social media memang lebih vokal dan persuasif. Mereka
tidak segan menyampaikan pendapat, kritik, dan saran mereka mengenai suatu
produk. Ketika sebuah produk berhasil memenuhi standar mereka, mereka juga
tidak segan berbagi informasi. Mereka menjadi evangelist: merekomendasikan
132
produk kepada relasi mereka, bahkan mendorong action dengan mengajak
langsung relasinya untuk mencoba produk tersebut. “Action” bukan hanya soal
membeli, tetapi share – mendorong orang lain untuk membeli juga.
Keaktifan customer di social media juga harus diimbangi oleh organisasi.
Social media merupakan medium komunikasi dua arah. Organisasi tidak hanya
memberikan ide untuk menjadi bahan perbincangan, tetapi juga merespons
terhadap percakapan yang terbentuk. Pihak Ninotchka biasanya me-retweet atau
mengucapkan terima kasih sebagai bentuk apresiasi terhadap tweet yang diberikan
oleh public figure ataupun customer-nya. Mereka juga merespons antusiasme
customer. Misalnya dengan mengajak customer tersebut untuk segera datang ke
Ninotchka (welcoming, menunggu kedatangannya). Terkadang pihak Ninotchka
mengajukan pertanyaan lanjutan yang membuat percakapan terus berjalan.
Selain itu, Ninotchka juga merepons terhadap saran dan kritik yang
diberikan oleh customer. Produk-produk, program, dan pelayanan terus
disesuaikan dengan harapan customer sehingga dapat memuaskan mereka. Tetapi,
organisasi juga harus mewaspadai kemungkinan komentar fiktif yang merugikan.
Beberapa orang mungkin saja iseng ataupun dikirim oleh kompetitor untuk
menjatuhkan organisasi. Disini diperlukan kejelian dan kebijakan dalam
merespons. Seperti yang dilakukan Ninotchka saat menghadapi complain fiktif
dari orang iseng. Pihak Ninotchka tetap tenang dan merespons dengan hormat.
Kemudian Sonia Eryka menyelesaikan hal tersebut dengan mengontak langsung si
pembuat complaint. Peneliti melihat bahwa Sonia dapat menyelesaikannya
dengan baik. Ia menjelaskan bahwa semua kritik ke Ninotchka selalu
133
ditindaklanjuti – satu statement yang justru memberi nilai positif bagi Ninotchka
http://www.femina.co.id/shop.dine/makan.di.mana/sajian.perekat.keluarga/007/003/235 diakses pada Jumat,
26 Oktober 2012 pukul 22:00.
Lampiran B | 29
Liputan Media: Majalah GoGirl!
eat eat eat - NINOTCHKA Cafe Parlour & Diner
Ninotchka adalah Café kecil milik fashion blogger Sonia Eryka dan baru sebulan dibuka, tepatnya tanggal 1 agustus. Awalnya Karyn Putri (GL'11 2nd winner) punya tempat dan nawarin ke Sonia untuk coba dimanfaatin karena sayang kalau didiemin aja. Iseng-iseng Sonia coba buka café sekaligus butik yang menjual baju hasil karyanya. Nggak disangka cafénya langsung jadi favorit, apalagi lokasinya berdekatan dengan sekolah menengah atas bikin banyak siswa-siswa yang dateng untuk nongkrong sepulang sekolah. Interior yang sederhana dengan dominasi coklat dan display makanannya ngingetin kita sama coffee shop vintage tahun 50'an. Nggak heran karena nama Ninotchka sendiri diambil dari nama film Greta Garbo, 'Ninotchka'. Liat dari interiornya yang tertata apik, sama sekali nggak nyangka lho Sonia nyiapin ini semua cuma seminggu. Untuk ngejalanin café ini Sonia dibantu ibu dan adiknya, Roy, terkadang Karyn juga suka dateng bantuin. Untuk makanannya semua homemade bikinan mama Sonia kecuali Chocholate Lava Cake. Kue yang langsung jadi favoritnya semua crew Gogirl! ini bikinan Sonia sendiri lho, kata mamanya cuma Sonia yang tau kematengan kuenya yang pas. Dimakan sama vanilla ice cream, Chocolate Lava Cake ini bener-bener bikin ngiler dan nggak cukup satu deh! Hehe… Text by : Yenni Kartika Sari ( Gogirl ! Magazine ) Photo by : Arman Yonathan. Bon ! Pictorials
Sumber: Arman Yonathan, “Ninotchka Cafe Parlour & Diner” dalam
http://armanyonathan.blogspot.com/2011/10/eat-eat-eat-ninotchka-cafe-parlour.html diakses pada Jumat, 26
Oktober 2012 pukul 17:30.
Lampiran B | 30
Liputan Media: Majalah Kawanku edisi 128/Juni 2012
Sumber: Instagram Ninotchka_jkt, dalam http://instagram.com/p/MhYhgBCfVC/ diakses pada Jumat, 26
Oktober 2012 pukul 22:47.
Lampiran B | 31
Liputan Media: Majalah Gadis edisi 10-19 Juli 2012
Sumber: Instagram Ninotchka_jkt, dalam http://instagram.com/p/NETeq3ifc4/ diakses pada Jumat, 26
Oktober 2012 pukul 22:44.
Lampiran B | 32
Liputan Media: The Jakarta Globe
My Jakarta: Sonia Eryka, Teen Cafe Owner
Kevin Sanly Putera | July 25, 2012
Some kids are lucky enough to grow
up with mothers who can cook tasty
dinners, but most would never think to
make a business out of it. Sonia
Eryka, however, is not like most kids.
As a young girl, Sonia dreamed of
running a cafe, and with support from
her parents she opened Ninotchka in
West Jakarta. The coffee shop and
diner is managed by teenagers, but
her mother does most of the cooking.
Sonia, 19, tells My Jakarta about an awkward mistake on opening day, how she plans to
expand the cafe and what it’s like to run a business with her family.
Why did you pick the name ‘Ninotchka,’ and what does it mean?
‘Ninotchka’ is the title of a late 1930s romantic-comedy [film], but the word itself is
Russian for ‘little girl.’ I just think the word is spot on for me. It’s also quite catchy as a
name.
How did you start Ninotchka?
I’ve always dreamed of running my own cafe. When I graduated from high school, I told
my parents about it and they seemed interested, so we discussed the details. And now
here’s Ninotchka, established through our decision as a family.
Your mom does all the cooking, without any other chefs or professional help?
Yes. On our very first day, we had no employees; it was just me, my brother and my
mom. My mom was the cook, my brother was a waiter and I worked as a waiter and a
cashier. We never thought we’d have so many customers right away, and there was an
awkward moment when we didn’t know what to do because we hadn’t made printed
menus yet. Diners asked a lot of questions and we had to explain everything verbally
[laughs]. It really tested our nerves, that first day.
I also do some of the cooking, but not as much as my mom. And even with seven
employees now, we still won’t let our employees do that [cook]. They’re all working as
cashiers and waiters. We have strict quality control on the food. For the beverages, we
hired a barista.
Lampiran B | 33
How do you think Ninotchka differs from other cafes?
Teenagers handle the management. My younger brother even worked as a manager. I
believe some cafes marketed to teenagers have trouble developing because they lack
ideas from teenagers.
We also don’t sell beer, and we have what I would call ‘fair business’ hours starting at
noon because young people should study or do something productive in the morning.
We’re open from 2 p.m. until 10 p.m. from Sunday to Thursday, and until midnight on
Friday and Saturday. We’re closed on Tuesday.
What makes you so excited about having your own cafe?
I have some hobbies: photography, cooking, blogging, fashion and music. I love doing
cooking experiments. Me and my mom often cook to expand our culinary skills, especially
pasta and desserts. If we think our creations have a shot at wider success, we’ll add them
to Ninotchka’s menu, like with the cake in a jar, the rainbow cake and the chocolate lava
cake. But the main purpose [of the cafe] is to develop my business skills.
Will you stop at the cafe?
I can’t wait to have my own boutique — I have an online fashion shop — but I’ll focus on
managing Ninotchka first. A thought passed through my mind to study cooking more
seriously, but maybe later. The most important thing is that I’m enjoying myself because
Ninotchka is my dream.
If your mom handles all the cooking, how does that affect your expansion plans?
We’re planning to open a branch in Kelapa Gading [in North Jakarta]. We also have some
offers from Surabaya, Medan and Bali. But since these are all homemade dishes, we’ll
still be the ones who supply the food. Outside Jakarta, though, we’ll train employees for
as many months as they need to ensure the food they prepare is really similar to what
we’re making, with the same high-quality ingredients, but we won’t use this as a reason to
raise our prices.
It seems your name precedes you in the online world?
Yes. Many people order our cookies through Twitter and the orders come from all over
Indonesia. …The hype on social networks creates big expectations for people who want
to come here for their first visit. I was surprised to learn that some customers have come
all the way to Jakarta just to visit Ninotchka. They also had their share of surprises; for
some reason, they thought our establishment would be a lot bigger [laughs].
Sonia Eryka was talking to Kevin Sanly Putera.
Sumber: The Jakarta Globe, “Sonia Eryka, Teen Cafe Owner” dalam
http://www.thejakartaglobe.com/myjakarta/my-jakarta-sonia-eryka-teen-cafe-owner/531999 diakses pada
Jumat, 26 Oktober 2012 pukul 23:00.
Lampiran B | 34
Liputan Media: Majalah HAI edisi XXXVI/41/2012
Lampiran B | 35
Liputan Media: Bakery Magazine edisi Desember 2012
Sumber: Instagram Ninotchka_jkt, dalam http://instagram.com/p/TKqxg0ifQ-/ diakses pada Kamis, 13