ACARA I PEMBUATAN LARUTAN STOK, MEDIA KULTUR DAN STERILISASI
ALAT A. Pendahuluan 1. Latar belakang Kultur jaringan adalah suatu
metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma,
sel, sekelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam
kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak
diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Teknik kultur
jaringan telah digunakan secara luas selain untuk mendapatkan
tanaman bebas virus dapat pula digunakan sebagai metode untuk
memperbaiki sumber plasma nutfah yaitu mendapatkan tanaman yang
lebih baik dari tetuanya. Dalam kultur jaringan, eksplan yang akan
dikulturkan ditanam pada media dalam kondisi yang aseptis dan perlu
diperhatikan pula kesesuaian media kultur yang digunakan. Media
kultur merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis
tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya
terdiri dari garam mineral unsur hara makro dan unsur hara mikro,
vitamin, dan zat pengatur tumbuh (hormon). Selain itu, diperlukan
juga bahan tambahan seperti agar, gula, agar, arang aktif, bahan
organik. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau
botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus sterilkan dengan
cara memanaskannya dengan autoklaf. Larutan stok merupakan larutan
bahan-bahan komponen media yang besarnya telah dikalikan menjadi
beberapa konsentrasi. Sehingga larutan stok ini berfungsi untuk
memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan penimbangan
bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil dalam
pembuatan medium kulturjaringan. Dalam pembuatan media kultur,
komposisi formulasi dari suatu media harus
mengandung air,karena 90% media air. Disamping itu diperlukan
juga nutrien esensial makro dan mikro, karbohidrat, ZPT (Zat
Pengatur Tumbuh), vitamin, asam amino dan ekstrak bahan organik.
Problem yang sering mengganggu dalam pekerjaan in-vitro adalah
membuat dan menjaga kondisi aseptis. Dalam lingkungan disekitar
kita, spora dari bakteri dan fungi dimana-mana. Maka, lebih baik
pekerjaan yang dilakukan diawali dengan bagian tanaman dalam
kondisi bebas mikroba dan semua alat gelas, media dan alat-alat
lain telah disterilkan. Kultur jaringan tanaman akan berhasil
dengan baik apabila syaratsyarat yang dibutuhkan dapat terpenuhi.
Untuk menghasilkan hasil tanaman yang baik, syaratnya meliputi,
pemilihan eksplan atau bahan tanaman, penggunaan media yang sesuai
keadaan yang aseptis dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang
sesuai. 2. Tujuan praktikum Tujuan dari praktikum Acara 1 Pembuatan
Larutan Stok, Media Kultur dan Serilisasi Alat adalah: a.
Mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan larutan stok b.
Mengetahui langkah-langkah dalam pembutan media kultur jaringan c.
Mengetahui prosedur sterilisasi alat alat penanaman B. Tinjauan
Pustaka Kultur jaringan yaitu suatu metode untuk mengisolasi bagian
dari suatu tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel,
jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman yang utuh kembali (Gunawan, 1992).
Teknik kultur jaringan telah digunakan secara luas selain untuk
mendapatkan tanaman bebas virus dapat pula digunakan sebagai metode
untuk memperbaiki sumber plasma nutfah yaitu mendapatkan tanaman
yang lebih baik dari tetuanya (Wattimena et al., 1992). Kultur
jaringan menurut Suryowinoto (1991) dalam Hendaryono (1994) yaitu
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil
yang mempunyai sifat seperti induknya. Keberhasilan kultur
jaringan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
sterilisasi, pemilihan bahan eksplan, faktor lingkungan seperti pH,
cahaya dan temperatur, serta kandungan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh)
dalam medium kultur. Tujuan dari sterilisasi adalah agar tidak ada
mikroorganisme lain, yang tidak diinginkan, tumbuh dalam media
tersebut, sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang
akan dibiakkan dalam media tersebut (Ermila, 2005). Zulkarnain
(2009) mengungkapkan bahwa dalam teknik kultur jaringan, kehadiran
zat pengatur tumbuh sangat nyata pengaruhnya. Sangat sulit untuk
menerapkan teknik kultur jaringan pada upaya perbanyakan tanaman
tanpa melibatkan zat pengatur tumbuhnya. Media kultur jaringan
dibedakan menjadi media dasar (basic medium) dan media tambahan.
Komposisi media dasar mengandung hara essensial baik makro maupun
mikro, sumber energi dan vitamin yang jumlah dan macamnya
tergantung dari penemunya. Komposisi media perlakuan merupakan
komposisi media tambahan yang dapat berupa vitamin, senyawa organik
kompleks dan zat pengatur tumbuh. Kepekaan jaringan terhadap zat
yang ditambahkan pada media perlakuan khususnya zat pengatur tumbuh
ditentukan oleh konsentrasi zat pengatur tumbuhan yang sudah ada di
dalam jaringan tumbuhan tersebut (Starling et al., 1986). Perbedaan
komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan jenis media yang
digunakan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi
eksplan yang dikulturkan. Formulasi media kultur jaringan pertama
kali dibuat berdasarkan komposisi larutan yang digunakan untuk
hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya. Unsur-unsur
hara diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Komposisi media
dan
perkembangan formulasinya didasarkan pada jenis jaringan, organ
dan tanaman yang digunakan serta pendekatan dari masing-masing
peneliti. Beberapa jenis sensitif terhadap konsentrasi senyawa
makro tinggi atau membutuhkan zat pengatur tertentu untuk
pertumbuhannya (Evan, 2010). Menurut Yunus et al. (2010), pemilihan
media yang digunakan merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan kultur jaringan. Dalam
media kultur jaringan tanaman diperlukan penambahan zat pengatur
tumbuh untuk mendukung pertumbuhan eksplan. Di dalam tubuh tanaman
terdapat hormon tumbuh yaitu senyawa organik yang jumlahnya sedikit
dan dapat merangsang ataupun menghambat proses fisiologis tanaman.
Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrien
yang dalam jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat,
atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore,
1979 dalam Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur
jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan
kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Jenis dan konsentrasi ZPT
tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara umum, zat
pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga
kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin. Auksin
digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang
pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992).
Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat
(2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau
Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk
menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk.
Menurut Gunawan (1992), golongan ini sangat penting dalam
pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa
digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin,
benzilaminopurine (BAP) dan giberelin untuk diferensiasi atau
perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon kelompok
giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1. Benzyl Amino Purin (BAP) salah
satu jenis sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan.
BAP merupakan turunan adenin yang disubstitusi pada posisi 6 yang
bersifat paling aktif (Wattimena, 1988). Di antara berbagai hormon
sitokinin sintetik, BAP paling sering digunakan karena sangat
efektif menginduksi pembentukan daun dan penggandaan
tunas, mudah didapat dan harganya relatif murah (George dan
Sherrington, 1984). Pada eksplan yang ditambahkan hormon BAP
(sitokinin) akan tumbuh tunas (Satria, 2004). Oleh karena itu,
untuk menghasilkan jumlah tunas maksimum, penentuan jenis zat
pengatur tumbuh dengan kombinasi metode pengkulturan merupakan
salah satu kunci penting dalam kultur jaringan. Kebutuhan nutrisi
mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara invitro pada dasarnya
sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah.
Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan
kebutuhan pokok yang harus tersedia dalam media kultur jaringan
yang terbagi menjadi unsur hara makro dan unsur hara mikro.
Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam
mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan pada
pendekatan masingmasing peneliti (Gunawan, 1992). Unsur hara makro
adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara
makro tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K),
Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan
unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut (Qosim,
2006 dalam Sukarasa, 2007) adalah sebagai berikut: 1. Nitrogen (N)
diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4. Berfungsi untuk
membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain,
morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan
pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan
vegetatif. 2. Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO4. Berfungsi
untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel,
pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati (amilum),
pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi,
protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap
struktur dan asam nukleat. 3. Kalium (K), diberikan dalam bentuk
CaCl2.2H2O. Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman, memperkuat
tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion
kalsium ditransfer secara
cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan
osmotik di antara sel. 4. Kalsium (Ca), diberikan dalam bentuk
CaCl2.2H2O. Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar, penggandaan
atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding
dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen,
mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan. 5. Sulfur (S),
merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis
protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan
penting dalam pembentukan bitil-bintil akar. 6. Magnesium (Mg),
diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O. Berfungsi untuk meningkatkan
kandungan fosfat, pembentukan protein. 7. Besi (Fe), diberikan
dalam bentuk Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O. Berfungsi sebagai penyangga
(chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH
media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman.Pada
tanaman, Fe berfungsi untuk pernapasan dan pembentukan hijau daun.
Unsur hara mikro adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang
sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan komponen sel tanaman yang
penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi lainnya
(Gunawan, 1992). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah : 1.
Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI. 2. Mangan (Mn), diberikan
dalam bentuk MnSO4.4H2O. 3. Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk
CuSO4.5H2O. 4. Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O. 5.
Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO4.2H2O. 6. Seng (Zn),
diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O. 7. Boron (B), diberikan dalam
bentuk H3BO3. Vitamin yang paling sering digunakan dalam media
kultur jaringan tanaman adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic
acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine merupakan vitamin
yang esensial dalam kultur
jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat,
kadangkadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau
mengurangi pencoklatan atau penghitaman eksplan. Mio-Inositol atau
meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu komponen media
yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat pengatur
tumbuh, merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita,
2004). Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber
nitrogen organik. Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan
dalam media kultur jaringan, karena sumber sumber nitrogen utamanya
sudah tersedia dari NO3- dan NH4+. Asam amino yang sering digunakan
adalah glisin, lysin dan threonine. Penambahan glisin dalam media
dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber
bahan organik (Yusnita, 2004). Gula digunakan sebagai sumber energi
dalam media kultur, karena umumnya bagian tanaman atau eksplan yang
dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis yang
rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan
karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret
dalam Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil
energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika
tidak terdapat sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat
digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup memenuhi syarat
untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber energi,
gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media. Eksplan yang
dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena dengan
medianya. Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah
agar-agar. Agar-agar adalah campuran polisakarida yang diperoleh
dari beberapa spesies algae. Dalam analisa unsur, diperoleh data
bahwa agaragar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Debergh,
1982 dalam Gunawan, 1992). Keuntungan dari pemakaian agar-agar
dalam pembuatan media kultur menurut Gunawan (2005) adalah:
1. Agar-agar membeku pada suhu 45 C dan mencair pada suhu 100
sehingga dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam
keadaan beku yang stabil. 2. Tidak dicerna oleh enzim tanaman. 3.
Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa penyusun media.
Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak disukai
adalah Gelrite TM (buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum, suatu
heteropolisakarida yang dihasilkan bakteri Pseudomonas elodea,
terdiri dari molekul-molekul K-glukuronat, rhamnosa, dan selobiosa.
Sebagai bahan pemadat media gelrite memiliki sifat-sifat yang
menguntungkan sebagai berikut : 1. Gelnya lebih jernih. 2. Untuk
memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar, sekitar
1,5 -3 g/l. 3. Lebih murni dan konsisten dalam kualitas. 4. Untuk
mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah
dari agar-agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari
gelrite sangat dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl,
KCl, MgCl2.6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan kekerasan
gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2 meningkatkan kekerasan gel (Gunawan,
1992 ). Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung menaikkan
kelembaban nisbi (RH) dalam kultur, sehingga sering menyebabkan
terjadinya verifikasi. Gelrite jarang digunakan untuk produksi
planlet secara komersial terutama di Indonesia karena harganya
mahal (Yusnita, 2003).
Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh
pemakaian air yang kurang murni (Wetherel, 1976). Tidak boleh
sembarang air dapat digunakan untuk membuat media kultur. Contohnya
air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut mengandung banyak
kontaminan, bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air yang
digunakan untuk membuat media harus benar-benar berkualitas tinggi,
karena air meliputi lebih adari
95% komponen media. Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang
dikulturkan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas air yang
digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka sebaiknya digunakan
air yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata
(akuades) atau air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini,
sebaiknya sebuah laboratorium kultur jaringan layaknya mempunyai
alat penyulingan air (water destilator) atau setidaknya alat
pembuat air bebas ion (deionizer). Cara kerja destilator dalam
menghasilkan air destilata adalah dengan cara mengubah air menjadi
uap air, kemudian mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah
air destilata yang tidak lagi berisi mineral atau senyawa organik
(Yusnita, 2004). Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat
keasaman atau kebasaan larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang
dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH
yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,06,0 (Daisy,
1994). Faktor pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus.
pH tesebut harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain
memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus
mempertimbangkan faktor-faktor: 1. Kelarutan dari garam-garam
penyusun media. 2. Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh
dan garam-garam lain. 3. Efisiensi pembekuan agar-agar. Menurut
Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992, sel-sel tanaman
membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,55,8. Pengaturan
pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau
kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu semua komponen sudah
dicampurkan (Gunawan, 1992). Menurut George dan Sherington (1984)
dalam Gunawan (1992) ada media dasar yang pada umumnya diberi nama
sesuai dengan nama penemunya, antara lain: 1. Medium dasar
Murashige dan Skoog (MS), digunakan hampir pada semua macam tanaman
terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi
garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3-
dan NH4+. 2. Medium dasra B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur
suspense sel kedelai, alfafa dan legume lain. 3. Medium dasar
White, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan medium
dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah. 4. Medium
Vacint Went (VW), digunakan khusus untuk medium anggrek. 5. Medium
dasar Nitsch dan Nitsch, digunakan untuk kultur tepung sari
(Pollen) dan kultur sel. 6. Medium dasar Schenk dan Hildebrandt,
digunakan untuk tanaman yang berkayu. 7. Medium dasar Woody Plant
Medium (WMP), digunakan untuk tanaman yang berkayu. 8. Medium dasar
N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi.
C. Metode Praktikum 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum
Acara I Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur dan Sterilisasi
Alatini dilaksanakan pada hari Kamis, 5 April 2012 pukul
07.00-09.00 WIB, bertempat di Laboratorium Fisiologi Tanaman dan
Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta. 2. Alat a. Peralatan untuk penanaman eksplan,
meliputi:
1) Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), lengkap dengan lampu bunsen
yang berisi spirtus 2) Petridish dan botol-botol kultur 3)
Peralatan diseksi, yaitu pinset besar/kecil, pisau pames dan
gunting eksplan *Alat-alat penanaman, yaitu petridish dan peralatan
diseksi dibungkus dengan kertas kemudian disterilisasi di dalam
autoklaf pada tekanan 1,5 kg/cm2 selama 45 menit. Setelah
disterilisasi, alat-alat tersebut disimpan dalam oven. b. Peralatan
untuk pembuatan media, meliputi: 1) Timbangan analitik 2)
Botol-botol kultur dan tutupnya 3) Magnetik stirrer 4) pH meter 5)
Gelas piala 6) Pipet 7) Kertas label 3. Bahan a. Aquadest b.
Larutan stok, terdiri atas hara makro dan mikro, vitaman dan ZPT c.
Agar-agar d. Gula e. NaOH 1 N dan HCl 1 N 4. Cara Kerja a.
Pembuatan Larutan Stok 1) Larutan stok media a) Menimbang
bahan-bahan kimia yang telah dikalikan menjadi beberapa kali
konsentrasi, misalnya untuk unsur hara makro dikalikan 20 dan unsur
konsentrasi. hara mikro dikalikan 100 kali
b) Melarutkan bahan-bahan kimia tersebut ke dalam aquadest
dengan volume tertentu, misalnya 500 ml. c) Memasukkan
masing-masing larutan ke botol dan
menyimpannya ke dalam refrigerator. 2) Larutan stok zat pengatur
tumbuh a) Menghitung kebutuhan bahan BAP 100 ppm sebanyak 300 ml
100 ppm = 100 mg/l = 30 mg/0,3 l = 30 mg/300 ml. b) Menghitung
kebutuhan bahan IBA 100 ppm sebanyak 100 ml 100 ppm = 100 mg/l = 10
mg/0,1 l = 10 mg/100 ml. c) Melarutkan bahan dengan alkohol atau
NaOH 1 N kemudian menambahkan dengan aquades hingga 100 ml untuk
BAP dan 100 ml IBA. d) Memasukkan masing-masing larutan tersebut ke
dalam botol dan menyimpannya ke dalam refrigerator.
b. Pembuatan Media 1) Mengambil masing-masing larutan stok
sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan memasukkannya ke
dalam gelas piala. 2) Mengambil larutan stok ZPT sesuai dengan
perlakuan 3) Menambahkan aquadest sampai 1000 ml 4) Menambah gula
sebanyak 30 gr. 5) Menambahkan pH dalam kisaran 5,86,3 dengan
menambahkan beberapa tetes NaOH untuk menaikkan pH dan HCl untuk
menurunkan pH. Pada saat pengukuran pH, larutan media diaduk dengan
menggunakan magnetik stirrer.
6) Menambahkan agar-agar 8 gr kemudian dididihkan. 7) Menuangkan
larutan media ke dalam botol-botol kultur kurang lebih 25 ml tiap
botol. 8) Menutup botol yang berisi larutan media dengan tutup
botol 9) Memasukkan botol-botol berisi media ke dalam autoklaf
untuk proses sterilisasi pada tekanan 1,5 kg/cm2 selama 45 menit.
10) Menyiapkan media pada rak penyimpanan media yang bertujuan
untuk mengantisipasi ada tidaknya kontaminasi pada media sehingga
dapat dicegah penggunaan media yang telah
terkontaminasi pada saat penanaman.
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan 2.
Pembahasan Media merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, seperti yang
diungkapkan oleh Yusnita (2003), yaitu berbagai komposisi media
kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang dikulturkan. Media kultur secara fisik
dapat berbentuk cair atau padat. Media yang digunakan biasanya
terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.Selain itu
diperlukan pula bahan tambahan seperti
agar, gula dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya juga jumlahnya
tergantung dengan kebutuhan tujuan dari kultur jaringan yang
dilakukan. Media yang paling sering digunakan dalam kultur jaringan
adalah media Murashige dan Skoog (MS) (Hartmann & Kester, 1983,
hal: 536). Media dasar MS digunakan untuk hampir semua macam
tanaman.Media ini mempunyai konsentrasi garam-garam mineral yang
tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4- (Hendaryono &
Wijayani, 1994). Medium MS tampaknya mengandung jumlah hara
oanorganik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak sel tanaman
dalam kultur (Wetter & Constabel, 1991). Media untuk
menumbuhkan sel/eksplan tanaman pada dasarnya berisi unsur hara
makro,mikro, dan gula sebagai sumber karbon. Selain itu, media
kultur juga dilengkapi dengan zat besi, vitamin, mineral, dan zat
pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh sangat besar peranannya di
dalam mengarahkan pertumbuhan sel tanaman Zat pengatur tumbuh pada
tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara yang dalam jumlah
sedikit dapat mendukung (promote), menghambat dan mengubah proses
fisiologi tumbuhan (Abidin, 1995). Auksin dan sitokinin adalah zat
pengatur tumbuh yang sering ditambahkan dalam media tanam karena
mempengaruhi pertumbuhan dan
organogenesis dalam kultur jaringan dan organ. Menurut Wattimena
(1992) auksin sintetik perlu ditambahkan karena auksin yang
terbentuk secara alami sering tidak mencukupi untuk pertumbuhan
jaringan eksplan.Auksin mempunyai peranan terhadap pertumbuhan sel,
dominansi apikal dan pembentukan kalus. Kisaran konsentrasi auksin
yang biasa digunakan adalah 0,0110 ppm. Dalam kultur jaringan, dua
golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin
dan auksin (Gunawan, 1992). Pengaruh auksin terhadap perkembangan
sel menunjukkan bahwa auksin dapat meningkatkan sintesa protein.
Dengan adanya kenaikan sintesa protein,
maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan
(Sriyanti dan Wijayani, 1994). Benzyl Amino Purin (BAP) salah satu
jenis sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan. BAP
merupakan turunan adenin yang disubstitusi pada posisi 6 yang
bersifat paling aktif (Wattimena, 1988). Di antara berbagai hormon
sitokinin sintetik, BAP paling sering digunakan karena sangat
efektif menginduksi pembentukan daun dan penggandaan tunas, mudah
didapat dan harganya relatif murah (George dan Sherrington, 1984).
Pada eksplan yang ditambahkan hormon BAP (sitokinin) akan tumbuh
tunas (Satria, 2004). Oleh karena itu, untuk menghasilkan jumlah
tunas maksimum, penentuan jenis zat pengatur tumbuh dengan
kombinasi metode pengkulturan merupakan salah satu kunci penting
dalam kultur jaringan Menurut David (2008), media tanam kultur
jaringan terdiri dari dua jenis yaitu media cair dan media padat.
Media cair digunakan untuk menumbuhkan eksplan sampai terbentuk PLB
(Protocorm Like Body). Media padat digunakan untuk menumbuhkan PLB
sampai terbentuk planlet. Media padat dibuat dengan melarutkan
nutrisi dan agar-agar ke dalam akuades dam disterilkan. Media
kultur harus mengandung nutrisi lengkap, terdiri dari unsur makro,
unsur mikro, vitamin, gula, dan ZPT. Secara umum media kultur
jaringan dibedakan menjadi media dasar dan media perlakuan. Resep
media dasar adalah resep kombinasi zat yang mengandung hara
esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin. Dalam teknik
kultur jaringan dikenal puluhan macam media dasar diantaranya
Murhasige dan Skoog, White, Vacin dan Went, Woody Plant Medium.
Pada praktikum Acara 1 ini, pembuatan media kultur yang
dilakukan, yaitu Murashige and Skoog (MS) yang dimodifikasi
dengan penambahan ZPT BAP 1 ppm. Media yang digunakan dalam kultur
jaringan harus memperhatikan eksplan yang akan ditanam, karena
masingmasing eksplan menghendaki media yang berbeda. Namun media MS
merupakan media yang sering digunakan karena memiliki konsentrasi
hara
yang tinggi. Untuk mendapatkan media padat pada pembuatan media
digunakan bahan agar. Media yang baik adalah media yang mengandung
unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan eksplan. Selain
itu tidak terdapat bakteri atau jamur yang ditandai dengan warna
yang jernih (Starling et al., 1986). Berdasarkan praktikum yang
telah dilakukan, media yang dibuat seluruhnya berhasil dan sesuai
dengan ketentuan. E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Berdasarkan
hasil praktikumAcara I Pembuatan Larutan Stock, Pembuatan Media
Kultur dan Sterilisasi Alat yang telah dilakukan, maka kesimpulan
yang dapat diambil antara lain: a. Media kultur jaringan yang
digunakan harus mengandung unsur hara makro dan mikro, ZPT, dan
unsur-unsur lain yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan
tanaman. b. Sterilisasi merupakan hal yang sangat diperlukan dalam
kultur jaringan untuk menghindari kontaminasi, baik sebelum
alatdigunakan maupun pada saat pembuatan media. c. Media yang
terkontaminasi kemungkinan disebabkan karena kondisi laboratorium
dan ruang pertumbuhan yang kurang steril serta tabung kultur yang
tidak steril. d. Autoklaf adalah salah satu alat sterilisasi dengan
metode sterilisasi menggunakan uap air dibawah tekanan. 2. Saran
Dalam penggunaan peralatan perlu berhati-hati. Peralatan yang akan
digunakan harus selalu dijaga kesterilannya agar dapat terbebas
dari mikrobia-mikrobia yang tidak diinginkan. Terlebih lagi pada
pembuatan media, bahan serta alat-alat yang digunakan harus tetap
steril agar tidak terjadi kontaminasi oleh mikrobia yang lain saat
pembuatan media. DAFTAR PUSTAKA
Dinyunita. 2007. Kultur Jaringan Tanaman.
http://lelos66.blog.friendster.com/2007/11/kultur-jaringan. Diakses
pada 18 Mei 2012. Dodds, John H. and Roberts, Lorin W. 1999.
ExperimentsIn Plant Tissue Culture. Cambridge University Press.
Ermila, Mila. 2005. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Erlangga.
Jakarta Evan. 2010.Media Kultur Jaringan
http://z47d.wordpress.com/2010/09/01/media-kultur-jaringan/ pada 18
Mei 2012 Tanaman. Diakses
Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Hendaryono, Daisy et al. 1994. Teknik
Kultur Jaringan: Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara
Vegetatif-Modern. Kanisius. Yogyakarta Starling, R.J., H.J.
Newburry, dan J.A .Callow, 1986.Putative Auxin Receptors in Tobacco
Callus. University of Birmingham. UK. Watimena, G. A. 1992.
Eliminasi PVX dan PVY dari Tanaman Kentang dengan Perlakuan
Ribavirin dan atau Subkultur pada Kultur Pucuk dan Meristem Tunas
Samping. Buletin HPT 6:66-72. Wetherell, D.F. 1982. Pengantar
Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Wayne, New Jersey: Avery
Publishing Group INC. Yunus, A., Samanhudi, Nofiyanti, D. 2007.
Pengaruh Konsentrasi IBA dan BA terhadap Pertumbuhan Eksplan Jarak
secara In Vitro. J. Agrosains 9 (2) : 53-59. Yusnita. 2004. Kultur
Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta:
Agromedia Pustaka. Zulkarnaen. 2009. Kultur Jaringan Tanaman:
Solusi Perbanyakan Tanaman Budidaya. Bumi Aksara. Jakarta
ACARA II KULTUR JARINGAN PISANG (Musa pardisiaca L.) A.
Pendahuluan 1. Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca L.) termasuk
famili Musaceae yang berasal dari Asia Tenggara dan tersebar di
seluruh dunia. Manfaat pisang antara lain: buahnya dapat
dikonsumsi, bonggolnya dapat diolah menjadi makanan, daun digunakan
sebagai pembungkus dan pelepahnya sebagai bahan serat. Secara
konvensional pisang diperbanyak melalui anakan (sucker) dan belahan
bonggol (bit), kedua bahan ini memiliki meristem pucuk. Namun
akhir-akhir ini telah mulai banyak dikembangkan perbanyakan pisang
secara kultur jaringan, sehingga dapat diperoleh bibit bermutu yang
seragam dan bebas pathogen dalam jumlah lebih banyak dan cepat.
Kendala pengadaan bibit unggul secara konvensional adalah sulit
mendapatkan bibit yang berkualitas dalam jumlah besar dalam waktu
yang singkat. Salah satu keunggulan perbanyakan tanaman melalui
teknik kultur jaringan adalah sangat dimungkinkan mendapatkan bahan
tanam dalam jumlah besar dalam waktu singkat (Priyono et al.,
2000). Dalam kultur jaringan pisang, sampai saat ini yang banyak
dikenal adalah kultur dengan eksplan bonggol. Apabila dibandingkan
dengan jantung pisang maka mendapatkannya lebih mudah dan jumlah
eksplan yang didapat lebih banyak bahkan mencapai 200 eksplan
setiap jantung pisang, serta lebih kecil resikonya terhadap
kontaminasi sebab bukan berasal dari tanah dan tertutup rapat oleh
kelopak. 2. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum Acara 2 Kultur
Jaringan Pisang (Musa paradisiaca L.) antara lain: a. Mengetahui
teknik kultur jaringan pisang. b. Mengetahui pengaruh BAP terhadap
pertumbuhan dan perkembangan eksplan pisang. B. Tinjauan
Pustaka
C. Metode Praktikum 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum
Acara 2Kultur Jaringan Pisang ini dilaksanakan pada Hari Kamis, 5
April 2012 pukul 07.00 WIB dan bertempat di bertempat di
Laboratorium Fisiologi Tanaman dan Bioteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Alat a. Laminary Air Flow
Cabinet (LAFC) lengkap dengan lampu bunsen b. Petridish dan
botol-botol kultur c. Peralatan diseksi yaitu pinset besar/kecil
dan pisau pames 3. Bahan
a. Eksplan Pisang (Musa paradisiaca L.) b. Media kultur c.
Alkohol 96% d. Aquadest steril e. Spirtus f. Chlorox 4. Cara Kerja
a. Menyiapkan eksplan. b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam
LAFC) 1) Merendam eksplan pisang dalam cairan pencuci piring selama
12 jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25% selama 3 menit. 2)
Membilas eksplan dengan aquadest steril. 3) Memotong ujung-ujung
eksplan 4) Sedikit melakukan pembakaran pada eksplan. c. Menanam
eksplan. 1) Membuka plastik penutup botol media kultur. 2)
Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset.
Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar di atas api. 3)
Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk
menghindari kontaminasi. 4) Menutup botol kultur dengan tutupnya
kemudian melapisinya dengan plastik kreps dan menyemprot botol
dengan spirtus d. Pemeliharaan. 1) Menempatkan botol-botol media
yang berisi eksplan ke rak-rak kultur. 2) Menjaga lingkungan di
luar botol (suhu, kelembaban dan cahaya). 3) Menyemprot botol-botol
kultur dengan spirtus setiap 2 hari sekali untuk mencegah
kontaminasi. e. Mengamati selama 5 minggu, yang diamati : 1)
Mengamati setiap muncul akar, tunas, daun dan kalus setiap hari. 2)
Mengamati jumlah akar, tunas dan daun setiap 1 minggu sekali.
3) Mendiskripsikan kalus (struktur dan warna kalus) pada akhir
pengamatan. 4) Mengamati presentase keberhasilan pada akhir
pengamatan. D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Pengaruh BAP Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Eksplan Pisang (Musa paradisiaca L.)No 1. 2. 3. 4. Tanggal 05-04-12
09-04-12 12-04-12 16-04-12 Akar Saat Muncul (HST) Tunas Daun Kalus
Akar Jumlah Tunas Daun Ket Penanaman Belum tumbuh Belum tumbuh
Kontaminasi bakteri
Sumber: Laporan Sementara
Gambar 2.1 Eksplan Pisang Awal 2. Pembahasan
Gambar 2.2 Eksplan Pisang Akhir
E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan 2. Saran
ACARA III KULTUR JARINGAN NANAS (Ananas comosus L.) A.
Pendahuluan 1. Latar Belakang Tanaman nanas merupakan salah satu
tanaman yang termasuk ke dalam keluarga Bromeliaceae. Tanaman nanas
merupakan tanaman herba tahunan atau dua tahunan yang mempunyai
tinggi antara 50 100 cm, daun berbentuk pedang yang panjangnya
mencapai 1 m atau lebih, lebarnya 58 cm, pinggiran daunnya berduri,
berujung lancip. Buahnya berupa senokarp (cenocarpium) yang
terbentuk dari penebalan yang luar biasa dari poros perbungaan dan
dari peleburan masing-masing bunga yang kecil dan dihiasi oleh
suatu roset daun-daun yang pendek, tersusun spiral yang disebut
mahkota atau crown. Nanas merupakan tanaman yang dimanfaatkan
buahnya untuk dikonsumsi oleh manusia. Tanaman yang mampu hidup dan
berkembang didaerah dataran rendah ini jarang dibudidayakan secara
khusus sehingga banyak ditemukan di pekarangan. Meskipun demikian,
tanaman nanas mempunyai banyak manfaat sehingga permintaan konsumen
akan nanas tetap ada. Nanas sebagian besar dimanfaatkan sebagai
bahan makanan atau sebagai campuran dalam beberapa kreasi makanan
dan dapat digunakan sebagai hiasan dalam acara-acara tertentu.
Perbanyakan bibit nanas dapat dilakukan dengan berbagai macam cara.
Namun perbanyakan tanaman nanas biasanya dilakukan dengan secara
vegetatif. Cara perbanyakan tersebut ada yang menggunakan tunas
akar, tunas daun, tunas batang, tunas tangkai buah, tunas dasar
buah, mahkota buah atau dengan stek batang. Walaupun perbanyakan
nanas dapat dilakukan dengan cara vegetatif namun biasanya
petani
menggunakan anakan yang tidak jelas kesehatannya dan tidak
seragam. 2. Tujuan
Tujuan dari Praktikum Acara 3 Kultur Jaringan Nanas (Ananas
comosusL.) antara lain: a. Mengetahui teknik kultur jaringan nanas
b. Mengetahui pengaruh BAP dalam pertumbuhan dan perkembangan
eksplan nanas. B. Tinjauan Pustaka Kultur jaringan merupakan salah
satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan
merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian
tersebut ke dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan
zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya
sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan
adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetative
tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan ditempat steril
(Daisy, 1994). Tanaman nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan
tanaman buah yang berasal dari Amerika tropis yaitu Brazil,
Argentina dan Peru. Tanaman nanas telah tersebar ke seluruh penjuru
dunia, terutama di sekitar daerah khatulistiwa yaitu antara 250LU
dan 250LS. Di Indonesia tanaman nanas sangat terkenal dan banyak
dibudidayakan di tegalan dari dataran rendah sampai ke dataran
tinggi. Daerah penghasil nanas di Indonesia yang terkenal adalah
Subang, Bogor, Riau, Palembang dan Blitar (Sunarjono, 2005).
Perbanyakan in vitro tanaman nanas dengan ratio perbanyakan yang
rendah masih jauh lebih cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan
konvensional. Makin banyak jumlah subkultur, semakin tinggi daya
regenerasi tunas nanas in vitro. Akan tetapi makin banyak jumlah
subkultur juga berakibat pada meningkatnya tingkat mutasi pada
tanaman regeneran, walaupun hal ini masih dapat ditolerir. Protokol
perbanyakan in vitro tanaman nanas telah didapatkan, dan teknik ini
telah berhasil dilakukan untuk perbanyakan massal nanas klon Smooth
Cayenne Lampung 1 dan
F180. Walaupun masih terdapat kendala pada aklimatisasi planlet,
namun sejumlah besar tanaman regeneran telah berhasil
diaklimatisasi dan ditanam di lapangan (Yusnita, 2007). Zat
pengatur tumbuh dari golongan auksin berperan antara lain dalam
pembentukan kalus, morfogenesis akar dan tunas serta
embriogenesis. Pemilihan konsentrasi dan jenis auksin ditentukan
antara lain oleh tipe pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang
dikehendaki. Penggunaan auksin dengan daya aktivitas kuat (antara
lain 2,4-D, NAA atau dikombinasikan dengan sitokinin dengan
konsentrasi rendah) umumnya digunakan untuk induksi kalus
embriogenik. Selain itu, jenis dan konsentrasi hormon, jenis asam
amino serta rasio auksin dan sitokinin sangat menentukan dalam
menginduksi pembentukan kalus (
Purnamaningsih, 2006). Salah satu pilihan teknologi perbanyakan
bibit nanas yang dapat mengatasi kelemahan teknik kultur jaringan
yaitu dengan menggunakan teknik stek basal daun mahkota nanas.
Perbanyakan nanas dengan menggunakan stek basal daun berpotensi
menghasilkan bibit yang lebih banyak (Naibaho et al., 2008).
Cara-cara yang dilakukan agar mendapatkan bibit nanas dengan jumlah
yang banyak, bebas penyakit, mudah untuk transportasi,
pertumbuhan yang seragam dan tidak terjadi penyimpangan bentuk
dalam perkembangannya dapat dilakukan dengan kultur jaringan. Cara
kultur jaringan memerlukan peralatan laboratorium yang canggih dan
mahal, sehingga agak sulit bila dilakukan oleh petani yang ingin
menjadi penangkar bibit nanas. Berbeda dengan cara kultur jaringan,
dengan cara stek daun petani akan dapat melakukannya dengan mudah
karena tidak memerlukan peralatan dan ruang laboratorium yang serba
canggih (Djatnika, 2011). Bahan tanaman yang digunakan untuk
perbanyakan in vitro ialah mahkota nanas yang telah matang dan
anakan nanas. Setelah eksplan steril kemudian ditanam pada media
MS0 atau media MS tanpa penambahan dengan ZPT. Selain untuk
pertumbuhan eksplan awal, media ini juga digunakan untuk melihat
ada tidaknya kontaminasi. Kontaminasi yang
terjadi dapat disebabkan karena adanya bakteri maupun cendawan.
Setelah itu, yunas yang dihasilkan pada media multiplikasi
disubkulturkan ke media MS0 atau media MS tanpa ZPT (Nia, 2011).
Faktor sterilitas ruangan juga sangat menentukan terhadap
kontaminasi. Ruangan yang sudah steril dapat saja berubah menjadi
tidak steril pada saat musim hujan, sehingga dapat membawa masuknya
bakteri dan jamur dari luar, serta dapat meningkatkan kelembaban
yang akan mempercepat perkembangan mikroorganisme. Pengambilan
meristem sebagai eksplan harus dilakukan dalam ruang steril
(aseptik) agar tidak terkontaminasi (Sunarjono, 2002). C. Metode
Praktikum 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Acara 3 Kultur
Jaringan Nanas (Ananas comosus L.)ini dilaksanakan pada Kamis, 5
April 2012 pukul 07.00-09.00 WIB, bertempat di Laboratorium
Fisiologi Tanaman dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta. 2. Alat a. Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)
lengkap dengan lampu bunsen b. Petridish dan botol-botol kultur c.
Peralatan diseksi yaitu pinset besar/kecil dan pisau pemes 3. Bahan
a. Eksplan nanas (Ananas comosus) b. Media kultur c. Alkohol 96% d.
Aquadest steril e. Spirtus f. Chlorox g. Larutan tween 4. Cara
Kerja a. Menyiapkan eksplan.
b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC) 1) Mencuci eksplan
nanas dengan cairan pencuci piring kemudian merendam dalam larutan
tween selama 5 menit dan dilanjutkan dengan perendaman chlorox
5,25% selama 3 menit. 2) Membilas eksplan dengan aquadest steril.
3) Sedikit melakukan pembakaran pada eksplan. c. Menanam eksplan.
1) Membuka penutup botol media kultur. 2) Mengambil eksplan dan
menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah digunakan, pinset
harus selalu dibakar di atas api. 3) Selama penanaman, mulut botol
harus selalu dekat dengan api untuk menghindari kontaminasi. 4)
Menutup botol kultur dengan tutupnya kemudian melapisinya dengan
plastik kreps dan menyemprot botol dengan spirtus d. Pemeliharaan.
1) Menempatkan botol-botol media yang berisi eksplan ke rak-rak
kultur. 2) Menjaga lingkungan di luar botol (suhu, kelembaban dan
cahaya). 3) Menyemprot botol-botol kultur dengan spirtus setiap 2
hari sekali untuk mencegah kontaminasi. e. Mengamati selama 5
minggu, yag diamati : 1) Mengamati setiap muncul akar, tunas, daun
dan kalus setiap hari. 2) Mengamati jumlah akar, tunas dan daun
setiap 1 minggu sekali. 3) Mendiskripsikan kalus (struktur dan
warna kalus) pada akhir pengamatan. 4) Menghitung presentase
keberhasilan pada akhir pengamatan.
D. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan Tabel 3.1 Pengaruh
BAP Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Eksplan Nanas (Ananas
comosus)No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tanggal 05-04-12 09-04-12 12-04-12
16-04-12 19-04-12 23-04-12 Akar Saat Muncul (HST) Tunas Daun Kalus
Akar Jumlah Tunas Daun Ket Penanaman Belum tumbuh Belum tumbuh
Belum tumbuh Belum tumbuh Kontaminan jamur
Sumber: Laporan Sementara
Gambar 3.1 Eksplan Nanas Awal 2. Pembahasan
Gambar 3.2 Eksplan Nanas Akhir
Tanaman nanas merupakan tanaman berbentuk semak dan hidupnya
bersifat tahunan. Tanaman nanas terdiri dari akar, batang, daun,
bunga dan buah. Nanas merupakan salah satu tanaman yang
dimanfaatkan buahnya untuk dikonsumsi. Oleh karena itu perbanyakan
nanas sangat diperlukan untuk menghasilkan buah nanas sebagai buah
yang mempunyai nilai ekonomis. Klasifikasi tanaman nanas adalah
sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas : Plantae : Spermatophyta :
Angiospermae
Ordo Famili Genus Species
: Farinosae : Bromiliaceae : Ananas : Ananas comosus Prinsip
dasar perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan
adalah sifat totipotensi dari tanaman. Totipotensi adalah
kemampuan setiap sel, yaitu darimana saja sel tersebut diambil maka
apabila diletakkan pada media yang sesuai akan tumbuh menjadi
tanaman yang sempurna. Sehingga pengaplikasian kultur jaringan
dapat meluas. Pada praktikum kultur jaringan nanas ini, eksplan
ditanam pada media MS yang dikombinasi dengan BAP sebanyak 2 ppm.
Bentuk dan ukuran daun sesuai dengan besar tunas yang tumbuh
(Riyadi dan Tahardi, 2005). Untuk mendapatkan hasil yang bagus maka
konsentrasi ZPT harus diberikan dengan dosis yang sesuai
menggunakan larutan stok. Apabila rasio konsentrasi auksin dengan
konsentrasi sitokinin rendah maka tidak akan mampu menumbuhkan akar
(Yunus et al., 2007). Benzyl Amino Purin (BAP) salah satu jenis
sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan. BAP
merupakan turunan adenin yang disubstitusi pada posisi 6 yang
bersifat paling aktif (Wattimena, 1988). Di antara berbagai hormon
sitokinin sintetik, BAP paling sering digunakan karena sangat
efektif menginduksi pembentukan daun dan penggandaan tunas, mudah
didapat dan harganya relatif murah (George dan Sherrington, 1984).
Pada eksplan yang ditambahkan hormon BAP (sitokinin) akan tumbuh
tunas (Satria, 2004). Oleh karena itu, untuk menghasilkan jumlah
tunas maksimum, penentuan jenis zat pengatur tumbuh dengan
kombinasi metode pengkulturan merupakan salah satu kunci penting
dalam kultur jaringan Persentase keberhasilan kultur jaringan nanas
sebesar 0% karena eksplan tidak tumbuh. Eksplan yang tidak tumbuh
dikarenakan terkontaminasi baik oleh jamur. Eksplan yang terkena
jamur ditandai dengan ciri membentuk hifa berwarna putih di
sekeliling eksplan.
Ketidakberhasilan kultur jaringan dipengaruhi ketidaksterilan
eksplan selama proses sterilisasi dan penanaman, dapat pula terjadi
karena alat dan media yang kurang steril. Faktor-faktor yang
menyebabkan ekplan terkontaminasi adalah faktor lingkungan yang
kurang mendukung, seperti kelembaban, suhu, dan cahaya, alat yang
digunakan tidak steril, media yang tidak steril serta teknik pada
saat pembuatan media yang kurang menjaga keberhasilan. Pengambilan
meristem sebagai eksplan harus dilakukan dalam ruang steril
(aseptik) agar tidak terkontaminasi (Sunarjono, 2002). Pengamatan
kultur jaringan yang dilakukan tanpa penggunaan alat-alat dan
kondisi yang steril akan meghasilkan debu. Debu yang ada di ruangan
kultur jaringan mengandung spora yang jumlahnya sangat besar. Bila
spora kontak dengan media yang digunakan dalam kultur jaringan,
maka spora akan tumbuh dengan cepat. Dalam beberapa hari, spora
yang ada akan tumbuh dengan membentuk koloni sehingga mampu dilihat
dengan mata biasa. Koloni yang tumbuh dengan cepat akan mematikan
jaringan tanaman (Wetherell, 1998). E. Kesimpulan dan Saran 1.
Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil
beberapa kesimpulan yaitu; a. Prinsip kultur jaringan adalah sifat
totipotensi sel b. Tanaman nanas dapat dikulturkan dengan
menggunakan bonggolnya c. Penambahan ZPT akan merangsang
pertumbuhan eksplan b. Kesterilan alat juga berpengaruh pada
keberhasilan kultur jaringan. 2. Saran Dalam pelaksanaan praktikum,
kesterilan peralatan perlu
diperhatikan. Setelah penggunaan, peralatan harus langsung
dimasukkan kedalam alkohol dan sebelum digunakan dilakukan
pembakaran terlebih dahulu. Sterilisasi eksplan juga hars
diperhatikan karena proses sterilisasi
eksplan yang kurang maksimal dapat mengakibatkan kontaminasi
selama kegiatan kultur jaringan.
DAFTAR PUSTAKA Daisy P. Sr. 1994.Teknik Kultur Jaringan .
Kanisius: Jogjakarta Djatnika. 2011. Kultur Jaringan Nanas.
http://idjatnika.multiply.com/reviews/item/21 Diakses tanggal 11
Mei 2012. Nia. 2011. Kultur Jaringan Tanaman.
http://tu4h.wordpress.com/kulturjaringan/Diakses tanggal 11 Mei
2012. Riyadi, I dan J. S. Tahardi.2005. Pengaruh NAA dan IBA
Terhadap pertumbuhan dan Perkembangan Tunas Kina (Cincona
succirobra).http://www. pustaka-deptan.go.id. Diakses tanggal 11
Mei 2012. Sunarjono, H. 2002. Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur
Jaringan. Penebar Swadaya. Jakarta Wetherell, D.F. 1998. Plant
Tissue Culture Series. Avery Publishing Group Inc. Wayne, New
Jersey. Yunus, A., Samanhudi, Nofiyanti, D. 2007. Pengaruh
Konsentrasi IBA dan BA terhadap Pertumbuhan Eksplan Jarak secara In
Vitro. Jurnal Agrosains 9 (2) : 53-59.
ACARA IV KULTUR JARINGAN MAWAR (Rosa sp.) A. Pendahuluan 1.
Latar Belakang Mawar merupakan tanaman hias yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi karena keindahannya, keunggulannya dan
keharumannya.
Berdasarkan kegunaannya mawar dibedakan menjadi mawar bunga
potong, mawar taman, mawar tabur dan mawar kosmetik. Sentra
produksi mawar di Indonesia adalah di Sumatra Utara, Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Jawa Timur (Komar dan Efendi, 1995). Bunga mawar
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Oleh karena itu,
permintaan konsumen akan bunga mawar terus meningkat. Orang-orang
yang bekerja dibidang pemuliaan tanaman mencoba menghasilkan
tanaman mawar yang berbunga indah dan mempunyai bau yang harum.
Bunga mawar menempati urutan ketiga setelah bunga anggrek dan
gladiol. Penawaran dan permintaan bunga mawar di pasaran tidak
seimbang. Hal itu dikarenakan perkembangan tanaman mawar mengalami
kendala pada budidayanya. Keberhasilan budidaya mawar secara
konvensional mengalami kendala karena sangat bergantung pada musim.
Musim yang tidak menentu mengakibatkan tanaman mawar tidak
berbunga. Selain itu, tanaman sangat rentan terserang hama dan
penyakit serta kecepatan multiplikasi yang rendah. Mawar, adapun
spesiesnya mempunyai daya pikat yang besar bagi sebagian orang.
Selain warnanya yang beragam, aromanya pun memberi efek terapi.
Aroma terapi saat ini sedang digemari oleh khalayak. Mawar ( Rose
sp ), selain mempunyai fungsi sebagai tanaman hias juga mengandung
zat atau senyawa yang berguna dalam akar, bunga maupun daunya.
Adanya kandungan polifenol, saponin, tannin, flavonoid, serta
kardenolin dalam mawar dapat digunakan sebagai obat.
Manusia selalu mencari metode yang tepat untuk dapat menyediakan
komoditas-komoditas yang dibutuhkan secara kontinue. Metode kultur
in vitro adalah metode yang menguntungkan dan praktis untuk dapat
dikembangkan. Salah satu usaha dalam menyediakan bibit mawar yang
tahan penyakit dengan menerapkan teknologi yang tepat guna yaitu
dengan cara teknik kultur jaringan dengan memanfaatkan batang dari
tanaman mawar sebagai eksplannya. Dengan teknik tersebut dapat
menciptakan bibit yang tahan penyakit dan dapat menyediakan bibit
dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Kultur
jaringan tanaman akan berhasil dengan baik apabila syaratsyarat
yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi:
pemilihan eksplan atau bahan tanaman, penggunaan media yang sesuai,
keadaan yang aseptik dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang
sesuai. 2. Tujuan Tujuan dari Praktikum Acara 4 Kultur Jaringan
Mawar (Rosa sp.) antara lain: a. Mengetahui teknik kultur jaringan
mawar (Rosa sp.) b. Mengetahui pengaruh BAP terhadap pertumbuhan
dan perkembangan eksplan mawar. B. Tinjauan Pustaka Kultur jaringan
yaitu suatu metode untuk mengisolasi bagian dari suatu tanaman
seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian
tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman
utuh kembali (Gunawan, 2005). Tanaman mawar membutuhkan air yang
cukup agar dapat tumbuh subur dan berbunga. Pemberian air yang
cukup akan menghasilkan bunga yang besar dan bagus warnanya.
Tanaman mawar yang kekurangan air akan
hidup kurang subur dibanding tanaman yang mendapat penyiraman
cukup (Khosh-Khui. M. dan Jabbarzadeh, Z. 2007). Kultur jaringan
merupakan metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi
aseptik, sehingga bagian dari tanaman tersebut dapat tumbuh menjadi
tanaman yang lengkap. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan salah
satu bagian dari tanaman mawar yang digunakan sebagai eksplan
(jaringan, organ, embrio, sel tunggal, protoplas, dan sebagainya)
dan ditanam pada media yang bernutrisi secara aseptis.Media
tersebut mengandung berbagai konsentrasi hormon sebagai pendukung
perumbuhan eksplan yang diinginkan. Yang menjadi dasar dari kultur
jaringan adalah teori totipotensi (Desta, 2010). Dalam taksonomi,
mawar diklasifikasikan sebagai berikut; Kingdom Divisi Sub divisi
Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta :
Angiospermae : Dicotyledoneae : Rosales : Rosaceae : Rosa : Rosa
sp
(Tjitrosoepomo,1990) Mawar berasal dari daerah subtropik pada
belahan bumi utara. Jenis mawar hibrida sebagian besar menyukai
teampat yang sejuk (cocok untuk pegunungan). Di daerah sejuk,
ukuran bunga, warna, bentuk dan baunya berkembangbiak (Ashari,
1995). Dalam budidaya in vitro (kultur jaringan), menginduksi kalus
merupakan salah satu langkah penting, setelah itu diusahakan agar
terjadi diferensiasi akar dan tunas. Proses terjadinya kalus sampai
diferensiasi berbedabeda, tergantung pada bagian tanaman yang
dipakai sebagai eksplan, metode budidaya in vitro, juga zatzat
tanaman yang di bubuhkan pada media dasar. Untuk mendapatkan kalus
penggunaan eksplan dari daun umumnya
lebih menguntungkan dari pada eksplan batang. Masalah yang perlu
diantipasi adalah generasi kalus menjadi planlet. Untuk mendapatkan
kalus, zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan adalah 2,4D dari
golongan auksin dan BAP dari golongan sitokinin (Ibrahim et al.,
2004). Kultur jaringan memerlukan kecermatan tinggi dan keadaan
serba suci hama. Baik tempat kerja, alat-alat dan bahan, serta
tenaga orang yang mengerjakannya harus steril. Untuk membuat suci
hama harus dipakai pemanasan dalam autoklaf, desinfektan atau lampu
ultraviolet. Dengan autoklaf, desinfektan atau lampu ultraviolet,
mikroba-mikroba pengganggu dapat dimatikan. Kultur yang sudah
tercemar bakteri atau jamur tidak dapat dipertahankan sehingga
harus dibuang. Pencemaran jamur atau bakteri akan nampak beberapa
hari setelah tanam berupa koloni jamur atau bakteri dipermukaan
media agar-agar atau keruhnya media cair (Cuquel, 2007). Media
merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang
akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam
mineral unsur hara makro dan unsur hara mikro, vitamin, dan Zat
pengatur tumbuh (hormon). Selain itu, diperlukan juga bahan
tambahan seperti agar, gula, agar, arang aktif, bahan organik.
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau
botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan
dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Luri, 2009 ). ZPT (zat
pengatur tumbuh) dibuat agar tanaman memacu
pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam
tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman
kurang dapat memproduksi hormon dengan baik.Sitokinin, hormon
tumbuhan turunan adenin berfungsi untuk merangsang pembelahan sel
dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan
ditranslokasi melalui pembuluh xylem. Aplikasi Untuk merangsang
tumbuhnya tunas pada kultur jaringan atau pada tanaman induk, namun
sering tidak optimal untuk tanaman dewasa. Sitokinin alami terdapat
pada air kelapa. Golongan sitokinin, seperti Kinetin, Benziladenin
(BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA (Plantea, 2008 ).
Problem utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila
eksplan yang ditanam mengalami stagnasi, dari mulai saat tanam
hingga kurun waktu tertentu tidak mati tetapi tidak tumbuh.
Mestinya pertumbuhan ditandai dengan pertambahan ukuran, misalnya:
berat, panjang dan jumlah (Tanaka dan Sakanishi, 2004). Dalam
budidaya in vitro (kultur jaringan), menginduksi kalus merupakan
salah satu langkah penting, setelah itu diusahakan agar terjadi
diferensiasi akar dan tunas. Proses terjadinya kalus sampai
diferensiasi berbedabeda, tergantung pada bagian tanaman yang
dipakai sebagai eksplan, metode budidaya in vitro, juga zatzat
tanaman yang di bubuhkan pada media dasar. Untuk mendapatkan kalus
penggunaan eksplan dari daun umumnya lebih menguntungkan dari pada
eksplan batang. Masalah yang perlu diantipasi adalah generasi kalus
menjadi planlet. Untuk mendapatkan kalus, zat pengatur tumbuh yang
biasa digunakan adalah 2,4D dari golongan auksin dan BAP dari
golongan sitokinin (Ibrahim et al., 2004). Kultur jaringan
merupakan salah satu alternatif dalam perbanyakan tanaman mawar.
Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan dapat menghasilkan benih
dalam jumlah banyak dalam waktu singkat, seragam, dan bebas
penyakit. Keberhasilan teknik kultur jaringan dipengaruhi antara
lain oleh jenis eksplan, yaitu bagian tanaman yang digunakan
sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur, dan komposisi media yang
digunakan. Pada dasarnya, semua tanaman dapat diregenerasikan
menjadi tanaman sempurna bila ditumbuhkembangkan pada media yang
sesuai. Salah satu komponen mediayang menentukan keberhasilan
kultur jaringan adalah jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh
yang digunakan. Sitokinin digunakan untuk menumbuhkan dan
menggandakan tunas aksiler atau merangsang
pertumbuhan tunas adventif (Yusnita 2004).
C. Metode Praktikum 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum
Kultur Jaringan Acara 4 Kultur Jaringan Mawar (Rosa sp.) ini
dilaksanakan pada Kamis, 5 April 2012 pukul 07.00-09.00 WIB
bertempat di Laboratorium Fisiologi Tanaman dan Bioteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Alat a.
Laminary Air Flow Cabinet (LAFC) lengkap dengan lampu Bunsen b.
Petridish dan botol-botol kultur c. Peralatan diseksi yaitu pinset
besar/kecil dan pisau pames 3. Bahan a. Eksplan Mawar (Rosa sp.) b.
Media kultur c. Alkohol 96% d. Aquadest steril e. Spirtus f.
Chlorox 4. Cara Kerja a. Menyiapkan eksplan. b. Sterilisasi eksplan
(dilakukan dalam LAFC) 1) Merendam eksplan mawar dalam cairan
pencuci piring selama 12 jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25%
selama 3 menit. 2) Membilas eksplan dengan aquadest steril. 3)
Memotong ujung-ujung eksplan 4) Sedikit melakukan pembakaran pada
eksplan. c. Menanam eksplan. 1) Membuka penutup botol media kultur.
2) Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset.
Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar di atas api.
3) Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api
untuk menghindari kontaminasi. 4) Menutup botol kultur dengan
tutupnya kemudian melapisinya dengan plastik kreps dan menyemprot
botol dengan spirtus d. Pemeliharaan. 1) Menempatkan botol-botol
media yang berisi eksplan ke rak-rak kultur. 2) Menjaga lingkungan
di luar botol (suhu, kelembaban dan cahaya). 3) Menyemprot
botol-botol kultur dengan spirtus setiap 2 hari sekali untuk
mencegah kontaminasi. e. Mengamati selama 5 minggu, yag diamati :
1) Mengamati setiap muncul akar, tunas, daun dan kalus setiap hari.
2) Mengamati jumlah akar, tunas dan daun setiap 1 minggu sekali. 3)
Mendiskripsikan kalus (struktur dan warna kalus) pada akhir
pengamatan. 4) Mengamati presentase keberhasilan pada akhir
pengamatan. D. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan Tabel 4.1
Pengaruh BAP Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Eksplan Mawar
(Rosa sp.)No 1. 2. Tanggal 05-04-12 09-04-12 Akar Saat Muncul (HST)
Tunas Daun Kalus Akar Jumlah Tunas Daun Ket Penanaman Kontaminan
Jamur
Sumber : Laporan Sementara
2.
Gambar 4.1 Eksplan Mawar Awal Pembahasan Teknik kultur jaringan
adalah
Gambar 4.2 Eksplan Mawar Akhir suatu metode untuk
menumbuhkembangkan tanaman melalui bagian-bagian tanaman seperti
sel, protoplasma dan lain-lain. Tujuan pelaksanaan kultur jaringan
adalah untuk menumbuhkembangkan melati dengan jumlah yang banyak
pada media yang telah disesuaikan. Zat pengatur tumbuh memegang
peranan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan kultur. Faktor yang perlu
mendapatkan perhatian ZPT antara lain jenis zat pengatur tumbuh
yang akan digunakan, konsentrasi dan urutan penggunaan. ZPT yang
digunakan dalam kultur jaringan melati adalah auksin dan sitokinin.
Kedua fitohormon tersebut sering digunakan pada teknik kultur
jaringan karena secara umum fitohormon yang diperlukan oleh tanaman
adalah auksin dan sitokinin yang berfungsi untuk memacu pertumbuhan
tunas-tunas, daun akar dan berperan dalam organogenesis. Selain
itu, kondisi eksplan pada kultur jaringan sangat memerlukan
tambahan zat pengatur tumbuh. Untuk mendapatkan kalus, zat pengatur
tumbuh yang biasa digunakan adalah 2,4D dari golongan auksin dan
BAP dari golongan sitokinin (Ibrahim et al., 2004). Kultur jaringan
mawar adalah teknik pengembangbiakkan tanaman mawar melalui
bagian-bagian tanaman mawar pada kondisi aseptic dan media yang
telah dimodifikasi sehingga sesuai dengan tempat hidup
mawar. Kultur jaringan mawar bertujuan untuk memperbanyak
tanaman secara vegetatif tanpa media yang luas dan dalam waktu
singkat.Selain itu agar di dapat tanaman mawar yang seragam.
Eksplan yang digunakan pada kultur jaringan acara 4 adalah tanaman
mawar. Tanaman mawar merupakan tanaman hias yang banyak
diperjualbelikan karena mempunyai banyak keunggulan. Kultur
jaringan kali ini menggunakan eksplan mawar. Tanaman mawar termasuk
dalam genus Rosa, yang merupakan suku atau famili Rosaceae keluarga
mawar-mawaran. Ada banyak jenis mawar yang tersebar di indonesia.
Perbanyakan mawar dilakukan dengan berbagai hal.untuk menghasilkan
bunga mawar dalam jumlah banyak dengan waktu singkat, dan
berkualitas baik, perbanyakan mawar dapat dilakukan dengan
menggunakn teknik kultur jaringan. Perbanyakan tanaman melalui
teknik kultur jaringan memiliki beberapa keuntungan, yaitu
diperolehnya bibit yang seragam dalam jumlah besar. Teknik ini
sangat bermanfaat untuk tanaman yang diprbanyak dengan vegetatif.
Adapun tanaman yang telah berhasil diperbanyak antara lain tanaman
hias. Pada kultur jaringan mawar (Rosa Sp) zat pengatur tumbuh yang
di gunakan adalah BAP. Fungsi hormon sitokinin pada BAP yaitu dapat
merangsang pembelahan dan pemanjangan sel, menghambat dominansi
apikal oleh auksin, merangsang pertumbuhan kuncup lateral serta
merangsang pemanjangan titik tumbuh (Intan , 2008). Pengaruhnya
terhadap pertumbuhan eksplan mawar adalah apabila kondisi auksin
dan sitokinin endogen berada pada kondisi sub optimal maka
diperlukan penambahan auksin dan sitokinin secara eksogen sehingga
diperoleh perimbangan yang optimal. Maka pertumbuhan eksplan dapat
berjalan normal.Auksin dapat berpengaruh pada
pemanjangan sel, akan tetapi pada konsentrasi tinggi malah
berfungsi sebaliknya, (Ariwahono, 2010). Eksplan yang ditanam pada
media kultur jaringan selama 2 minggu menunjukkan prosentase
keberhasilan 0% pada hari ke-4. Hal itu
dikarenakan pada hari ke-4 sudah terdapat kontaminasi jamur.
Pengamatan terakhir yaitu pada hari ke-18 media dan eksplan telah
penuh ditumbuhi oleh jamur. Kontaminasi tersebut dapat diketahui
melalui ciri-cirinya yaitu tedapat hifa yang berwarna putih di
pernukaan media. Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
kultur jaringan mawar adalah media yang digunakan dan kesterilan,
baik kesterilan alat, tempat, media, eksplan atau pelaksananya. E.
Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum
Acara 4 Kultur Jaringan Mawar, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan yaitu : a. Pada kultur jaringan mawar eksplan
terkontaminasi ditandai dengan tumbuhnya jamur dan eksplan
membusuk. b. Kegagalan ini disebabkan oleh banyak fator
diantaranya, proses sterilisasi yang kurang smaksimal, serta
kurangnya pemeliharaan eksplan. 2. Saran a. Sebaiknya dalam
melakukan penanaman eksplan pada praktikum ini dilakukan secara
aseptis dan tidak banyak berbicara agar media tidak terkontaminasi
oleh spora-spora jamur dan bakteri. b. Sebaiknya penanaman
dilakukan saat musim kemarau agar bakteri yang terdapat dieksplan
tidak banyak. c. Praktikan harus lebih teliti dalam meminimalisir
kontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA Ibrahim,M.S.D., N. Nova K., dan Nurliani B. 2004.
Studi Pendahuluan : Induksi Kalus Embriogenik Dari Eksplan Daun
Echinaceae purpurea. Buletin TRO 15 (2). Luri, Sepdiana. 2009.
Kultur Jaringan Tanaman.
http://kulturjaringan.blogspot.com/2009/03/kultur-jaringan-tanaman.html.
Diakses pada tanggal 11 Mei 201
Plantea. 2008. Sedikit Tentang Zat Pengatur Tumbuh.
http://yoxx.blogspot.com/2008/05/sedikit-tentang-zat-pengatur-tumbuh.html
Diakses pada tanggal 11 Mei 2012. Raharja, P.D. 1993. Kultur
Jaringan : Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penebar
Swadaya. Jakarta. Riyadi, I dan J. S. Tahardi.2005. Pengaruh NAA
dan IBA Terhadap pertumbuhan dan Perkembangan Tunas Kina (Cincona
succirobra).http://www. pustakadeptan.go.id. Diakses pada tanggal
11 Mei 2012. Tanaka, M., dan Sakanishi Y. 1997. Factors Affecting
The Growth of In Vitro Cultured Lateral Buds from Phalaenopsis
Flower Stalks. J. Scientia Hort 8(4) : 169 178 Desta, F. 2010.
Budidaya Mawar.
http://destafarahdya.blogspot.com/2010/12/budidaya-mawar.html.
Diakses tanggal 11 Mei 2012 Ibrahim,M.S.D., N. Nova K., Nurliani B.
2004. Studi Pendahuluan : Induksi Kalus Embriogenik Dari Eksplan
Daun Echinaceae purpurea.Buletin TRO, 15 (2). Khosh-Khui. M. dan
Jabbarzadeh, Z. 2007. Efek ofseveralvariabel pada kultur in vitro
pada Damask Rose (Rosa damascena Mill 389-393.) Acta Horticulturae
751,. Sunarjono, H. 2002. Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur
Jaringan. Penebar Swadaya. Jakarta. Wetherell, D.F. 1998. Plant
Tissue Culture Series. Avery Publishing Group Inc. Wayne, New
Jersey. Yusnita. 2004. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman
Secara Efisien. Agromedia Pustaka. Jakarta
ACARA V SUBKULTUR A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Krisan
(Chrysanthemum morifolium R.) merupakan salah satu tanaman hias
penghasil bunga potong yang banyak dibudidayakan di Indonesia.
Sentraproduksi krisan utama berada di Pulau Jawa, dengan produksi
104,29 juta tangkai atau 96,70% dari total produksi krisan
nasional. Jawa Barat merupakan penghasil krisan terbesar dengan
produksi 55,71 juta tangkai atau 51,66% dari totalproduksi krisan
nasional, diikuti Jawa Timur dan Jawa Tengah. Penghasil krisan
terbesar di luar Jawa adalah Sulawesi Utara dengan produksi 2,08
juta tangkai atau 1,93% dari total produksi krisan nasional
(Departemen Pertanian, 2009). Dengan semakin berkembangnya usaha di
bidang pertanian maka kebutuhan bibit krisan semakin meningkat.
Melalui perbanyakan konvensional sangat sulit untuk memenuhi
kebutuhan bibit krisan yang sangat banyak dengan waktu relatif
cepat. Dengan demikian, teknologi kultur jaringan telah terbukti
dapat digunakan sebagai teknologi pilihan yang sangat menjanjikan
untuk pemenuhan kebutuhan bibit tanaman yang akan dieksploitasi
secara luas. Namun, ada faktor tertentu yang harus diantisipasi,
yaitu penyimpangan genetik yang dapat terjadi karena metode in
vitro. Untuk itu, perlu dimengerti mekanisme fisiologi apa yang
terjadi, faktor apa saja yang menyebabkannya sehingga mutasi dapat
dihindarkan.Kemajuan teknologi yang dicapai saat ini telah
mendorong kehidupan manusia ke arah yang lebih maju dan modern.
Dalam tataran kehidupan yang demikian, tingkat kebutuhan manusia
semakin banyak dan beragam, termasuk kebutuhan terhadap produk
tanaman hias. Salah satu jenis tanaman hias yang banyak digemari
masyarakat adalah tanaman krisan (Chrysanthemum sp). Tanaman ini
dikenal sebagai penghasil bunga dengan bentuk, rupa dan warna yang
menarik.Selain sebagai tanaman hias, krisan juga memiliki potensi
untuk
dimanfaatkan sebagai penghasil obat tradisional (Rukmana dan
Mulyana, 1997). Melihat besarnya minat masyarakat dan potensi
pemanfaatan krisan menyebabkan tanaman ini semakin banyak
dikembangkan dan dibudidayakan. Adapun kendala yang sering dihadapi
dalam pengembangan dan budidaya krisan adalah ketersediaan bibit.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk menghasilkan bibit
krisan dalam jumlah banyak dan waktu relatif singkat adalah melalui
teknik kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu teknik
mengisolasi bagian tanaman, baik berupa organ, jaringan, sel atau
pun protoplasma dan selanjutnya mengkultur bagian tanaman tersebut
pada media buatan dengan kondisi lingkungan yang steril dan
terkendali (Basri, 2004). Bagian-bagian tersebut dapat beregenerasi
hingga membentuk tanaman lengkap kembali (Vasil, 1988).
Sedangkan tahapan-tanhapan dari kultur jaringan itu sendiri
dimulai dari pemilihan dan penyiapan tanaman induk sumber eksplan,
inisiasi kultur, multifikasi dan perbanyakan propagul, pemanjangan
tunas dan pertumbuhan akar dan aklimatisasi. Pada saat
tahapan-tahapan tersebut berlangsung terutama pada tahapan
multifikasi dan elongasi media untuk eksplan harus diganti,
pergantian dari media lama ke media baru disebut dengan subkultur.
Pada kesempatan kali ini, penulis akan melaporkan hasil praktikum
subkultur pada tanaman krisan. Subkultur merupakan salah satu tahap
dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan. Pada dasarnya
subkultur dapat diartikan memotong, membelah dan menanam kembali
eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah
banyak. Pada dasarnya subkultur merupakan tahap kegiatan yang
relatif mudah dibandingkan dengan kegiatan lain dalam kultur
jaringan. 2. Tujuan Tujuan dari praktikum Kultur Jaringan Acara 5
Sub Kultur ini bertujuan untuk mengetahui teknik sub kultur untuk
beberapa jenis kalus yang tersedia.
3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Kultur Jaringan Acara 5
Sub Kultur ini dilaksanakan pada tanggal 12 April 2012 di
Laboratorium Fisiologi Tanaman dan Bioteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan Pustaka Krisan
(Chrysanthemum morifolium R.) merupakan salah satu tanaman hias
penghasil bunga potong yang banyak dibudidayakan di Indonesia.
Sentra produksi krisan utama berada di Pulau Jawa, dengan produksi
104,29 juta tangkai atau 96,70% dari total produksi krisan
nasional. Jawa Barat merupakan penghasil krisan terbesardengan
produksi 55,71 juta tangkai atau 51,66% dari total produksi krisan
nasional, diikuti Jawa Timur dan JawaTengah. Penghasil krisan
terbesar di luar Jawa adalah Sulawesi Utara dengan produksi 2,08
juta tangkai atau 1,93% dari total produksi krisan nasional
(Departemen Pertanian, 2009). Faktor yang turut menentukan
keberhasilan pelaksanaan kultur jaringan adalah genotipe (varietas)
tanaman serta komposisi media yang digunakan. Sejumlah laporan
sebelumnya telah menunjukkan bahwa setiap genotipe (varietas)
tanaman membutuhkan komposisi media tertentu guna mendukung
pertumbuhan eksplan yang optimal (Takumi and Shimada, 1997; Iser et
al., 1999; Basri, 2003). Selanjutnya, aspek penting yang harus
diperhatikan pada komposisi suatu media yaitu kebutuhan terhadap
zat pengatur tumbuh, khususnya kombinasi dan konsentrasi dari zat
pengatur tumbuh yang digunakan. Dalam kultur jaringan, terdapat dua
kelompok zat pengatur tumbuh yang paling sering digunakan, yaitu
auksin, seperti NAA dan IBA, serta sitokinin seperti BAP.
Penggunaan auksin (NAA atau IBA) bersama sitokinin (BAP) pada
konsentrasi yang tepat dapat memacu pertumbuhan eksplan, terutama
dalam pembentukan daun, tunas dan ruas yang intensif (Gunawan,
1988). Pertumbuhan eksplan yang intensif sangat dikehendaki,
terutama pada tahap multiplikasi suatu kultur. Hingga saat ini,
kemampuan multiplikasi tanaman krisan melalui teknik kultur
jaringan (in vitro culture) belum banyak diketahui.
Subkultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan. Pada dasarnya subkultur meliputi kegiatan
pemotongan, pembelahan dan penanaman kembali eksplan yang telah
tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Subkultur
merupakan tahap yang paling mudah dari beberapa tahap yang
dilakukan dalam kultur jaringan (Watimena, 2007). Subkultur
dilakukan karena beberapa alasan berikut: 1. Tanaman sudah memenuhi
atau sudah setinggi botol 2. Tanaman sudah berada lama didalam
botol sehingga pertumbuhannya berkurang 3. Tanaman mulai kekurangan
hara 4. Media dalam botol sudah mongering (Budiarta, 2008).
Kegiatan subkultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang
dikulturkan. Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan
tumbuh yang berbeda-beda. Sehingga cara dan waktu subkultur juga
berbeda-beda. Tanaman yang harus segera atau relative cepat
disubkultur adalah jenis pisang-pisangan, alokasia, dan caladium.
Tanaman yang relatif lama adalah aglaonema (Pelatihan, 2009). Untuk
tanaman yang diperbanyak dengan multifikasi tunas, maka subkultur
dapat dilakukan dengan memisahkan anakan tanaman dari koloninya
atau melakukan penjarangan. Contoh tanamannya adalah anggrek,
pisang, dan tanaman lain yang satu tipe pertumbuhan. Untuk tanaman
yang tipe pertumbuhannya dengan pemanjangan batang maka subkultur
bisa dilakukan dengan memotong tanaman perruas tanaman yang ada.
Namun jika ada planlet yang masih terlalu kecil dan beresiko tinggi
untuk dipotong, maka subkulturnya cukup dilakukan dengan dipisahkan
dari induknya dan ditanam kembali secara terpisah. Contoh
tanamannya adalah jati, krisan, dan tanaman lain yang memiliki
karakteristik pertumbuhan yang sama. kita dapat menghitung
kecepatan produksi tanaman dengan mengetahui kecepatan tanaman
melakukan multifikasi hingga siap disubkultur (Yusnita, 2008).
Tujuan subkultur adalah pembentukan akar dan pembentukan planlet
mandiri hingga menjadi tanaman sempurna dan dapat bertahan hidup
sampai di pindahkan dari lingkungan in vitro ke lingkungan luar.
Subkultur dapat dilakukan dengan memindahkan hasil kultur jaringan
atau tunas ke media perakaran dengan media yang dapat merangsang
pembentukan akar. Perlakuan dapat dilakukan dengan menambahkan ZPT,
penggunaan arang aktif dan memodifikasi lingkungan tumbuh (Sandra,
2010). Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi
dari tahap inisiasi kultur dapat dipindahkan atau disubkulturkan ke
media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan
berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang diharapkan. Namun
subkultur yang dilakukan terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari
tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan genetik
(aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidaknormalan (vitrifikasi)
dan frekuensi terjadinya tanaman off-time sangat besar (Yusnita,
2004). Organ merupakan bahan yang paling umum digunakan dalam
kegiatan kultur jaringan. Bahan itu meliputi : daun, batang, akar,
biji, tunas, embrio, anther, kepala sari dan lain sebagainya.
Bahan-bahan ini ada yang memang langsung digunakan sebagai bahan
kultur awal sehingga hanya sebagai jalan untuk mendapatkan produk
yang diinginkan, tetapi ada juga yang hanya untuk mendapatkan organ
juvenil, atau kalus yang umumnya relatif bersifat meristematik dan
steril (Santosa dan Nursandi, 2004). C. Metode Praktikum 1. Alat a.
Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) lengkap dengan lampu bunsen b.
Petridish dan botol-botol kultur c. Peralatan diseksi (pinset
besar/kecil dan scalpel) 2. Bahan a. Eksplan kalus krisan
(Chrysanthemum morifolium R.) b. Media kultur
c. Alkohol 96% d. Aquadest steril e. Spirtus 3. Cara Kerja a.
Menanam Eksplan 1) Membuka penutup botol media kultur. 2) Mengambil
kalus yang ada dan menanamnya pada media kultur yang baru dengan
pinset. Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar di atas api.
3) Selama penanaman, mulut botol harus dekat dengan api untuk
menghindari kontaminasi. 4) Menutup botol kultur dengan tutupnya
kemudian melapisinya dengan plastik kreps dan menyemprot botol
dengan spirtus b. Pemeliharaan 1) Menempatkan botol-botol media
yang berisi kalus ke rak-rak kultur. 2) Menjaga lingkungan di luar
botol (suhu, kelembaban dan cahaya). 3) Menyemprot botol-botol
kultur dengan spirtus setiap 2 kali sehari untuk mencegah
kontaminasi. c. Mengamati selama 5 minggu, yang diamati : 1)
Mengamati saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST) setiap
hari. 2) Mengamati jumlah akar, tunas dan daun setiap hari. 3)
Mendiskripsikan kalus (struktur dan warna kalus) pada akhir
pengamatan.
D. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan Tabel 5.1 Pengaruh
BAP Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Subkultur Krisan No
Tanggal Saat Muncul (HST) Jumlah Keterangan Akar Tunas Daun Akar
Tunas Daun 1. 12-04-12 2. 16-04-12 3. 20-04-12 4. 5. 26-04-12 6. 7.
8 Sumber : Laporan Sementara
Gambar 5.1 Subkultur Krisan Awal 2. Pembahasan
Gambar 5.2 Subkultur Krisan Akhir
Subkultur merupakan salah satu tahap dalam kegiatan perbanyakan
tanaman melalui kultur jaringan yaitu memperbanyak eksplan yang
telah tumbuh dengan menempatkannya pada media yang baru. Tujuan
dilakukannya subkultur adalah untuk perbanyakan eksplan dan
mempercepat pertumbuhan eksplan sehingga di butuhkan media baru
dengan penambahan komposisi ZPT. Subkultur dapat dilakukan dengan
memindahkan hasil kultur jaringan atau tunas ke media perakaran
dengan media yang dapat merangsang pembentukan akar (Sandra, 2010).
Eksplan yang digunakan dalam praktikum subkultur adalah eksplan
Ekplan membutuhkan ZPT untuk menunjang pertumbuhannya. Eksplan
yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari tahap
inisiasi kultur dapat dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang
mengandung sitokinin (Yusnita, 2004). Dalam subkultur ini digunakan
ZPT berupa BAP dan IBA. BAP berperan dalam terbentuknya
organogenesis, morfogenesis dan memacu terjadinya pembelahan sel.
Sedangkan IBA berperan memacu pertumbuhan sel tunas pucuk. Hasil
subkultur pada praktikum tidakn menunjukkan peran adanya ZPT. Hal
itu dikarenakan eksplan yang ditanam tidak dapat hidup dan
mengalami kontaminasi jamur. E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan
2. Saran Saran yang dapat diberikan dalam praktikuk subkultur ini
adalah pengamatan hendaknya dilakukan secara intensif setiap hari
untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Selain itu, sterilisasi
alat, bahan dan kebersihan laboratorium perlu diperhatikan untuk
mencegah resiko kontaminasi.Pemeliharaan eksplan yang ditanam
hendaknya lebih intensif untuk mencegah resiko kontaminasi
DAFTAR PUSTAKA Budiarta, Atat. (2004). DasarDasar Kultur
Jaringan. Cianjur: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Pertanian
Naruto. 2010. Subkultur Jaringan.
http://naruto3012.wordpress.com/2010/12/25/laporan-subkulturanggrek-dan-krisan/.
Diakses tanggal 11 Mei 2012. Sandra. 2010. Tahap Kultur Jaringan.
http://akhitochan.wordpress.com/2010/01/15/makalah-biologi-kulturjaringan/
Diakses tanggal 11 Mei 2012. Santoso, U dan F. Nursandi. 2004.
Kultur Jaringan Tanaman. UMM Press. Malang. Yusnita. 2004. Kultur
Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia
Pustaka. Jakarta Watimena, G. A. 2007. Bioteknologi Tanaman I. PAU
Bioteknologi IPB. Bogor. Hal 66-68. Witwicky. 2010. Tahapan Kultur
Jaringan.
http://p4ndhit.files.wordpress.com/2010/03/bab-ii-a-tahapan-kulturjaringan-tumbuhan-2.pdf.
Diakses tanggal 11 Mei 2012.
Tahapan sub kultur: o Induksi tunas Tanaman tersebut harus jelas
jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari
hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus
dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau
greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat
tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu
dikulturkan secara in-vitro. o Multiplikasi tunas Multiplikasi
adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan
pada media. Ini dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi yang
menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan.Tabung yang telah ditanami
eksplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang
steril dengan suhu kamar. o Pengakaran Pengakaran adalah fase
dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang
menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan
dengan baik. Untuk pengakaran digunakan media MS + NAA.Pengamatan
dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan
akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun
jamur. Proses perakaran pada umumnya berlangsung selama 1 bulan.
Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti
berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan
bakteri). o Inkubasi Pada tahap inkubasi, eksplan ditempatkan di
ruang/lingkungan yang terkendali (untuk duji keberhasilannya). Suhu
yang sesuai untuk pertumbuhan kultur adalah antara 2428oC. Untuk
mengkondisikan ruang inkubasi pada suhu yang diinginkan, maka di
dalam ruangan tersebut dipasang Air Conditioner (AC). o Aklitimasi
Aklitimasi merupakan proses adaptasi/pemindahan tanaman dari
lingkungan dalam ke lingkungan luar (dari lingkungan yang
terkendali ke lingkungan yang tidak terkendali). Pemindahan
dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan
sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar
dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan
sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.
Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka
secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan
dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif. Pada
saat aklimatisasi ini umumnya 2 minggu dengan sungkup dan 4 minggu
tanpa sungkup. Dan pada saat itu planlet sudah mencapai tinggi 20
25 cm. Selanjutnya bibit siap ditumbuhkan dalam polibag. Setelah
itu tanaman perlu ditumbuhkan di nursery sampai mencapai tinggi 50
60 cm kemudian dipindahkan ke lapangan
Basri, Z., 2003. Screening of Four Australian Wheat Genotypes
For High Tissue Culture Response. Agritrop, 22(2) : 44-49. Basri,
Z., 2004. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas Tadulako Press,
Palu. Carman, J.G., Jefferson, N.E. and Campbell, W.F., 1987.
Induction of Embryogenic Triticum aestivum L. calli. I.
Quantification of Genotype And Culture Medium Effects. Plant Cell,
Tissue and Organ Culture, 10: 101-113. Fennel, S., Bohorova, N.,
van Ginkel, M., Crossa J, J. and Hoisington, D., 1996. Plant
Regeneration From Immature Embryos of 48 Elite CIMMYT Bread Wheats.
Theor. Appl. Gennet., 92: 163-169. Gale, M.D., 1979. Genetic
Variation For Hormonal Activity And Yield. In Crop Physiology and
Cereal Breeding. Spiertz, J.H. and Th. Kramer (eds). Centre for
Agric. Pub. and Doc., Wageningen. Gunawan, L.W., 1988. Teknik
Kultur Jaringan.Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. Pusat Antar
Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Iser, M., Fettig, S.,
Scheying, F., Viertel, K. and Hess, D., 1999.Genotype-Dependent
Stable Genetic Transformation in Germany Spring Wheat Varieties
Selected For High Regeneration Potential. J. Plant Physiol., 154:
509-516. Kane, M.E., 1996. Micropropagation of Potato by Node
Culture and Microtuber Production.In Plant Tissue Culture Concepts
and Laboratory Exercises. Trigiano, R.N. and Gray, D.J. (eds). CRC
Press Inc., USA. Murashige, T. and Skoog, F., 1962.A Revised Medium
For Rapid Growth and Bioassays With Tobacco Tissue Cultures.
Physiol. Plantarum, 15: 473-497. Rukmana, R. dan Mulyana, A.E.,
1997.Budidaya Krisan. Kanisius, Jakarta. Takumi, S. and Shimada,
T., 1997.Variation in Transformation Frequencies Among Six Common
Wheat Cultivars Through Particle Bombardment Of Scutellar Tissues.
Genes Genet Syst., 72: 63-69. Vasil, I.K., 1988. Progress in The
Regeneration and Genetic Manipulation Of Cereal Crops.
Bio/Technol., 6: 397402.