BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangJantung merupakan organ vital pada sistem organ
manusia. Fungsi jantung untuk memompa darah yang mengandung oksigen
dan nutrien keseluruh tubuh. Jantung terdiri dari beberapa ruang
yang di batasi oleh beberapa katub diantaranya adalah katub
atrioventrikuler dan katub semilunar. Katub atrioventrikular yang
terdiri dari katub mitral (bicuspid) dan katub trikuspid terdapat
diantara atrium dan ventrikel, sedangkan katub semilunar berada
diantara ventrikel dengan aorta/arteri pulmonalis.Gangguan pada
katub-katub tersebut diantaranya ialah stenosis mitral dan
insufisiensi mitral. Stenosis mitral ialah terhambatnya aliran
darah dalam jantung akibat perubahan struktur katub mitral yang
menyebabkan tidak membukanya katub mitral secara sempurna pada saat
diastolik. Insufisiensi mitral (regurgitasi) ialah keadaan dimana
terjadi aliran darah balik (regurgitasi) dari ventrikel ke atrium
selama sistolik yang disebabkan oleh kebocoran katub mitral.Di luar
negeri jarang terjadi stenosis mitral, sedangkan di Indonesia masih
banyak tapi sudah menurun dari tahun sebelumnya (fermadas blog).
Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang paling sering
diakibatkan oleh penyakit jantung reumatik. Diperkirakan 99 %
stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung reumatik. Walaupun
demikian, sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan
adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya. Pada semua penyakit
jantung valvular stenosis mitral lah yang paling sering di temukan,
yaitu 40% seluruh penyakit jantung reumatik, dan menyerang wanita
lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan kira-kira 4 : 1
dengan gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai 50 tahun.
Gejala dapat pula nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai defek
tunggal. MS kongenital lebih sering sebagai bagian dari deformitas
jantung kompleks pada bayi.Stenosis dan insufisiensi mitral berawal
dari bakteri Streptococcus Beta Hemolitikus Group A dapat
menyebabkan terjadinya demam reuma. Selain itu, oleh tubuh bakteri
tersebut dianggap antigen yang menyebabkan tubuh membuat
antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup
mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah menyerang
katup mitral jantung. Hal ini dapat membuat kerusakan pada katup
mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan
fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya
menjadi kaku. Pada saat terbuka dan tertutup akan terdengar bunyi
yang tidak normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2 tunggal, dan
opening snap, juga akan terdengar bising jantung ketika darah
mengalir. Apabila kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri akan terganggu. Ini membuat tekanan
pada atrium kanan meningkat yang membuat terjadi pembesaran atrium
kanan. Keregangan otot-otot atrium ini akan menyebabkan terjadinya
fibrilasi atrium.Sebagai tenaga medis diharapkan bisa
menginformasikan kepada mayarakat tentang pencegahan dan cara hidup
sehat sebagai upaya pencegahan gangguan kardiovaskuler khususnya
stenosis dan insufisiensi mitral.B. Rumusan Masalah1. Apa yang
dimaksud denganStenosis Katup Bikuspidalis?2.
ApasajapenyebabStenosis Katup Bikuspidalis?3. Apa tanda dan
gejaladari penyakit Stenosis Katup Bikuspidalis?4. Bagaimana
penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
Stenosis Katup Bikuspidalis?C. Tujuan1. Tujuan UmumMenjelaskan
asuhan keperawatan yang tepat untuk klien dengan Stenosis Katup
Bikuspidalis 2. Tujuaan Khususa. Menjelaskan definisi Stenosis
Katup Bikuspidalisb. Menjelaskan apa yang menjadi etiologi dari
stenosis dan insufisiensi mitral.c. Menjelaskan apa sajakah
manifestasi klinis dari stenosis dan insufisiensi mitrald.
Menjelaskan patofisiologi stenosis dan insufisiensi mitrale.
Menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada stenosis dan insufisiensi
mitral.f. Menjelaskan penatalaksanaan untuk stenosis dan
insufisiensi mitral.g. Menjelaskan apa sajakah komplikasi dari
stenosis dan insufisiensi mitral.h. Menjelaskan prognosis stenosis
dan insufisiensi mitral.
D. Manfaat1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi stenosis dan
insufisiensi mitral.2. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang menjadi
etiologi dari stenosis dan insufisiensi mitral.3. Mahasiswa dapat
mengetahui apa saja manifestasi klinis dari stenosis dan
insufisiensi mitral .4. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi
stenosis dan insufisiensi mitral.5. Mahasiswa dapat mengetahui
pemeriksaan diagnostik pada stenosis dan insufisiensi mitral.6.
Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan untuk stenosis dan
insufisiensi mitral.7. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja
komplikasi dari stenosis dan insufisiensi mitral.8. Mahasiswa dapat
mengetahui prognosis stenosis dan insufisiensi mitral.
BAB IIPEMBAHASANA. DefinisiSecara definisi maka stenosis mitral
dapat diartikan sebagai blok aliran darah pada tingkat katup
mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leafleats, yang
menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat
diastolik. (Arjanto Tjoknegoro. 1996). Mitral Stenosis (MS) adalah
sumbatan katup mitral yang menyebabkan penyempitan aliran darah ke
ventrikel. Pasien dengan MS secara khas memiliki daun katup mitral
yang menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang
menebal dan memendek. Diameter transversal jantung biasanya dalam
batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan pembesaran
atrium kiri dapat terlihat. Berikut adalah gambar stenosis katup
mitral.MS menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan
perubahan-perubahan pada pembuluh darah paru-paru sesuai beratnya
MS dan kondisi jantung. Konveksitas batas kiri jantung
mengindikasikan bahwa stenosis menonjol. Pada kebanyakan kasus
terdapat dua kelainan yakni stenosis mitral dan insufisiensi
mitral, umumnya salah satunya menonjol. Ventrikel kiri juga sangat
melebar ketika insufisiensi mitral terlibat sangat signifikan.
Tanda-tanda radiologis klasik dari pasien dengan MS yaitu adanya
kontur ganda (double contour) yang mengarah pada adanya pembesaran
atrium kiri, serta adanya garis-garis septum yang
terlokalisasi.Kondisi ini membuat tekanan vena pulmonal meningkat
sehingga menyebabkan diversi darah, pada foto toraks terlihat
pelebaran relatif pembuluh darah bagian atas paru dibanding
pembuluh darah bawah paru. Penyempitan katup mitral menyebabkan
katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah antara
ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit (stenosis),
darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini
menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta
gejala lainnya. B. EtiologiStenosis mitral merupakan kelainan katup
yang paling sering diakibatkan oleh penyakit jantung rheumatik.
Diperkirakan 99 % stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung
rheumatik. Walaupun demikian, sekitar 30 % pasien stenosis mitral
tidak dapat ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut
sebelumnya.Pada semua penyakit jantung valvular stenosis mitral lah
yang paling sering di temukan, yaitu 40% seluruh penyakit jantung
rheumatik, dan menyerang wanita lebih banyak dari pada pria dengan
perbandingan kira-kira 4 : 1.Disamping atas dasar penyakit jantung
rheumatik, masih ada beberapa keadaan yang dapat memperlihatkan
gejala-gejala seperti stenosis mitral, misalnya miksoma atrium
kiri, bersamaan dengan ASD (atrium septal defect) seperti pada
sindrom Lutembacher, ball velve thrombi pada atrium kiri yang dapat
menyebabkan obstruksi outflow atrium kiri. Kausa yang sangat jarang
sekali ialah stenosis mitral atas dasar kongenital, dimana terdapat
semacam membran di dalam atrium kiri yang dapat memeprlihatkan
keadaan kortri atrium. (Arjanto Tjoknegoro. 1996).Miksoma (tumor
jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran
darah ketika melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama
seperti stenosis katup mitral.C. Manisfestasi KlinisTimbulnya
keluhan pada pasien stenosis mitral adalah akibat peninggian
tekanan vena pulmonal yang diteruskan ke paru. Gejala-gejala yang
timbul pada pasien mitral stenosis antara lain dispnea, orthopnea,
paroxysmal nocturnal dyspnea, hemoptisis, palpitasi, dan nyeri
dada. Gejala-gejala yang muncul tergantung dari derajat MS :1. MS
(mitral stenosis) ringanMVA 1,6 sampai 2 cm2. Pada MS ringan ini
timbul gejala sesak nafas pada beban fisik yang sedang, tetapi pada
umumnya dapat mengerjakan aktivitas sehari-hari. Beban fisik berat,
kehamilan, infeksi atau atrial fibrilasi (AF) rapid respon dapat
menyebabkan sesak nafas yang hebat.
2. MS (mitral stenosis) sedang-beratMVA 1 sampai 1,5 cm2. Gejala
pada MS tipe ke dua ini timbul sesak nafas yang sudah mengganggu
aktivitas sehari-hari, sesak nafas timbul seperti jalan cepat,
jalan menanjak. Infeksi pulmonal, AF (atrial fibrilasi) dengan QRS
rate cepat sebagai pemicu, mendasari terjadinya kongesti pulmonal,
dan memerlukan penanganan emergency dan perawatan di rumah sakit.
Batuk, sesak nafas, suara nafas wheezing, hemoptisis mirip atau
disangka bronchitis karena kadang-kadang bising diastolik tidak
terdengar oleh aukultator yang tidak terlatih. Palpitasi biasanya
akibat Atrial fibrilasi.Selain itu, warna semu kemerahan di pipi
menjadi salah satu tanda yang menunjukkan bahwa seseorang menderita
stenosis mitral.
D. PatofisiologiBakteri Streptococcus Beta Hemolitikus Group A
dapat menyebabkan terjadinya demam rheuma. Selain itu, oleh tubuh
bakteri tersebut dianggap antigen yang menyebabkan tubuh membuat
antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup
mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah menyerang
katup mitral jantung. Hal ini dapat membuat kerusakan pada katup
mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan
fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya
menjadi kaku. Pada saat terbuka dan tertutup akan terdengar bunyi
yang tidak normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2 tunggal, dan
opening snap, juga akan terdengar bising jantung ketika darah
mengalir. Apabila kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri akan terganggu. Ini membuat tekanan
pada atrium kanan meningkat yang membuat terjadi pembesaran atrium
kanan. Keregangan otot-otot atrium ini akan menyebabkan terjadinya
fibrilasi atrium.Kegagalan atrium kiri memompakan darah ke
ventrikel kiri menyebabakan terjadi aliran darah balik, yaitu dari
atrium kiri kembali ke vena pulmonalis, selanjutnya menuju ke
pembuluh darah paru-paru dan mengakibatkan penurunan curah sekuncup
ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel
kiri, peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding
ventrikel dan dinding atrium. Meningkatnya volume darah pada
pembuluh darah paru-paru ini akan membuat tekanan hidrostatiknya
meningkat dan tekanan onkotiknya menurun. Hal ini akan menyebabkan
perpindahan cairan keluar yang akan menyebabkan udem paru yang
kemudian bisa menyebabkan sesak napas pada penderita. Selain itu,
akan menyebabkna hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel
kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.E.
Pemeriksaan DiagnosisDengan menggunakan stetoskop, akan terdengar
murmur jantung yang khas ketika darah mengalir/menyembur melalui
katup yang menyempit dari atrium kiri. Tidak seperti katup normal
yang membuka tanpa suara, pada kelainan ini katup sering
menimbulkan bunyi gemertak ketika membuka untuk mengalirkan darah
ke dalam ventrikel kiri.Diagnosis biasanya diperkuat dengan
pemeriksaan:1. ElektrokardiogramPemeriksaan Elektrokardiogram pada
stenosis mitral mempunyai beberapa aspek :a. Membantu menegakkan
diagnosis stenosis mitral.b. Adanya perubahan pada EKG tidak
merupakan suatu indicator akan beratnya perubahan hemodinamikc.
Dapat mendeteksi kondisi lain disamping adanya stenosis mitral.d.
Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium)Hal-hal yang terlihat
pada pemeriksaan radiologis adalah :a. Left atrial appendage dan
atrium kiri membesar.b. Vena pulmonal menonjol, terutama terlihat
pada bising jantungc. Lapangan baru memperlihatkan tanda-tanda
bendungan, kadang-kadang terlihat garis pada septum interstitial
pada daerah kostofrenikus.d. Ekokardiografi (teknik penggambaran
jantung dengan menggunakan gelombang ultrasonik).Stenosis mitral
umumnya mudah didiagnosis dengan perekaman ekokardiografi M mode,
tetapi pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menduga derajat
stenosis mitral.Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk
menentukan luas dan jenis penyumbatannya.
F. Penatalaksanaan1. PencegahanStenosis katup mitral dapat
dicegah hanya dengan mencegah terjadinya demam rematik, yaitu
penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah strep
throat (infeksi tenggorokan oleh streptokokus) yang tidak
diobati.2. Pengobatan a. Terapi medika mentosaObat-obat seperti
beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut
jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium. Jika terjadi
gagal jantung, digoxin juga akan memperkuat denyut jantung.Diuretik
dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara
mengurangi volume sirkulasi darah.Antibiotik juga di berikan
sebelum menjalani berbagai tindakan pembedahan untuk mengurangi
resiko terjadinya infeksi katub jantung.b. Terapi pembedahanJika
terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan, mungkin
perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katub. Pada prosedur
valvuloplasti balon, lubang katub diregangkan. Kateter yang pada
ujungnya terpasang balon, dimasukkan melalui vena menuju ke
jantung. Ketika berada di dalam katup, balon digelembungkan dan
akan memisahkan daun katup yang menyatu. Pemisahan daun katup yang
menyatu juga bisa dilakukan melalui pembedahan.Jika kerusakan
katubnya terlalu parah, bisa diganti dengan katup mekanik atau
katup yang sebagian dibuat dari katup babi.
G. KomplikasiStenosis mitral akan menyebabkan hipertensi arteri
pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan
gagal jantung kanan.
H. PrognosisStenosis mitral disebabkan oleh demam rematik dan
prognosisnya sederhana lantaran kebanyakan dari kasus ini akan
berulang.
BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN1. Anamnesaa. Data Demografi- Nama- Usia - Jenis
Kelamin- Suku/ bangsa- Agama- Pendidikan- Pekerjaan- Alamatb.
Keluhan Utama: pasien dengan stenosis mitral biasanya mengeluh
sesak, sianosis dan batuk-batuk.c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, sianosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak.d. Riwayat
Penyakit Dahulu: Klien pernah menderita penyakit Demam rematik,
SLE(Systemic Lupus Erithematosus), RA(Rhemautoid arthritis),
Miksoma (tumor jinak di atrium kiri).e. Riwayat Penyakit Keluarga:
tidak ada faktor herediter yang mempengaruhi terjadinya stenosis
mitral.
2. ROS (Review of System)B1 (Breath) : Sesak/ RR meningkat, nada
rendah di apeks dengan menggunakan bell dengan posisi miring ke
kiri, sesak nafas dan fatigue, batuk, pada kongesti vena ada
orthopnea.B2 ( Blood ) : peningkatan vena jugularis, odema tungkai,
aritmia atrial berupa fibrilasi atrium ( denyut jantung cepat dan
tidak teratur ), hemoptisis, emboli dan thrombus, kekuatan nadi
melemah, takikardi, edema perifer (mulai terjadi gagal jantung
kanan), BJ 1 keras murmur sistolik, palpitasi, hemoptisis, apical
diastolic murmurB3 (Brain) : nyeri dada dan abdomenB4 ( Bladder):
Ketidakseimbangan cairan excess, oliguriB5 (Bowel) : Disfagia,
mual, muntah, tidak nafsu makanB6 (Bone) : kelemahan, keringat
dingin, cepat lelah.
3. Pengkajian Psikososiala. Sesak napas berpengaruh pada
interaksib. Aktivitas terbatasc. Takut menghadapi tindakan
pembedahand. Stress akibat kondisi penyakit dengan prognosis yang
buruk
4. Pemeriksaan Diagnostika. Elektrokardiogram. Pemeriksaan
Elektrokardiogram pada stenosis mitral mempunyai beberapa aspek :
Membantu menegakkan diagnosis stenosis mitral. Adanya perubahan
pada EKG tidak merupakan suatu indicator akan beratnya perubahan
hemodinamik. Dapat mendeteksi kondisi lain disamping adanya
stenosis mitral.b. Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium).
Hal-hal yang terlihat pada pemeriksaan radiologis adalah : Left
atrial appendage dan atrium kiri membesar. Vena pulmonal menonjol,
terutama terlihat pada bising jantung Lapangan baru memperlihatkan
tanda-tanda bendungan, kadang-kadang terlihat garis pada septum
interstitial pada daerah kostofrenikus.c. Ekokardiografi (teknik
penggambaran jantung dengan menggunakan gelombang ultrasonik).d.
Stenosis mitral umumnya mudah didiagnosis dengan perekaman
ekokardiografi M mode, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat digunakan
untuk menduga derajat stenosis mitral.e. Kadang perlu dilakukan
kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenis
penyumbatannya.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Gangguan perfusi jaringan b/d
penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena;
penurunan aktifitas.2. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya
perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi
organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn
tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan
dalam area interstitial/jaringan).3. Pola napas tidak efektif b.d.
perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan
membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial.4. Gangguan
pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan
cairan ke dalam area interstitial/alveoli).5. Intoleransi aktivitas
b.d. penurunan curah jantung ke jaringan.6. Nyeri akut b.d regangan
atrium kiri
C. INTERVENSI DAN RASIONAL1. Gangguan perfusi jaringan b/d
penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena;
penurunan aktifitas. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama 3 hari perfusi jaringan adekuat. Kriteria hasil:a. Vital
sign dalam batas yang dapat diterimab. Intake output seimbang,
akral teraba hangat, sianosis (-),c. Nadi perifer kuatd. Pasien
sadar/terorientasie. Tidak ada oedemf. Bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Intervensi dan rasional :Intervensirasional
Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas,
bingung, letargi, pinsan).Perfusi serebral secara langsung
berhubungan dengan curah jantung, dipengaruhi oleh
elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab,
catat kekuatan nadi perifer.Vasokonstriksi sistemik diakibatkan
oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi
Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi),
eritema, edemaIndikator adanya trombosis vena dalam
Dorong latihan kaki aktif/pasif.Menurunkan stasis vena,
meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko
tromboplebitis
Pantau pernafasan.Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres
pernafasan. Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan
komplikasi tromboemboli paru
Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus,
mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.Penurunan aliran darah ke
mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI, contoh kehilangan
peristaltic
Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.Penurunan
pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume
sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ
2. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan
pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal);
peningaktan retensi natrium/air; peningakatan tekanan hidrostatik
atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area
interstitial/jaringan). Tujuan : Keseimbangan volume cairan
Kriteria Hasil :a. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaranb.
Berat badan stabilc. Tanda-tanda vital dalam rentang normald. Tidak
ada edema Intervensi dan rasional :IntervensiRasioanal
Pantau masukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan
(positif atau negative), timbang berat badan tiap hari.Penting pada
pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi
deuritik. Keseimbangan cairan positif berlanjut (pemasukan lebih
besar dari pengeluaran) dab berat badan meningkat menunjukkan makin
buruknya gagal jantung
Auskultasi bunyi nafas dan jantung.Tambahan bunyi
nafas(crackels) dapat menunjukkan timbulnya edema paru akut atau
GJK kronik. Terdengarnya S3 adalah salah satu temuan klinik pertama
sehubungan dengan dekompensasi. Ini mungkin sementara (gagal paru
kongestif akut) atau permanen (gagal jantung luas atau kronis
sehubungan penyakit katub berat)
Pantau Tekanan DarahHipertensi umum sebagai akibat gangguan
katup. Namun peninggian tekanan darah di atas normal dapat
menunjukan kelebihan cairan.
Jelaskan tujuan pembatasan cairan/natrium pada pasien/ orang
terdekat. Libatkan dalam rencana jadwal pemasukan/pilihan diet yang
tepat.Dapat meninggkatkan kerjasama pasien. Memberikan beberapa
rasa control dalam menghadapi upaya pembatasan.
Kolaborasi :1. Berikan deuritik, contoh flurosemig (Lazix), asam
etakrinik (edekrin) sesuai indikasiMenghambat reabsorbsi natrium
atau klorida yang meningkatkan ekskresi cairan dan menurunkan
kelebihan cairan total tubuh dan edema paru.
1. Batasi cairan sesuai indikasi (oral dan intravena)Dapat
diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel atau edema.
1. Berikan batasan diet natrium sesuai indikasiMenurunkan
retensi cairan.
3. Pola napas tidak efektif b.d. perembesan cairan, kongesti
paru akibat sekunder dari perubahan membran kapiler alveoli dan
retensi cairan intertestial. Tujuan : dalam waktu 3x24 jam pola
napas kembali efektif. Kriteria hasil : a. Klien tidak sesak
napas.b. Frekuensi pernapasan dalam batas normal 16-20x per
menit.c. Respon batuk berkurang.d. Output urin 30ml/jam. Intervensi
dan rasional :IntervensiRasional
Auskultasi bunyi napas (crackles)Indikasi edema paru, akibat
sekunder dekompensasi jantung.
Kaji adanya edemaWaspadai adanya gagal kongestif/kelebihan
volume cairan.
Ukur intake dan output cairanPenurunan curah jantung,
mengakibatkan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
output urin.
Timbang berat badanPerubahan berat badan tiba-tiba menunjukan
gangguan keseimbangan cairan.
Pertahankan pemasukan total cairan 2000ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler.Memenuhi kebutuhan cairan tubuhorang dewasa, tetapi
perlu pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung.
Kolaborasi :1. Berikan diet tanpa garamNatrium meningkatkan
retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak
terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan
kebutuhan miokardio.
1. Berikan diuretik, contoh : furosemide, sprinolakton,
hidronclakton.Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan
menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko
terjadinya edema paru.
1. Pantau data laboratorium elektrolit kalium.Hipokalemia dapat
membatasi efektivitas terapi.
1. Tindakan pembedahan komisurotomiTindakan pembedahan dilakukan
apabila tindakan untuk menurunkan masalah klien tidak teratasi.
Intervensi bedah meliputi komisurotomi untuk membuka atau menyobek
komisura katup mitral yang lengket atau mengganti katup mitral
dengan katup protesa.
4. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran
kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area
interstitial/alveoli). Tujuan : pertukaran gas adekuat Kriteria
hasil:a. Melaporkan tidak adanya atau penurunan dyspneab.
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normalc. Bebas dari gejala distress
pernafasan Intervensi dan rasional :IntervensiRasional
Kaji dyspnea, takipnea , tak normalnya bunyi nafas, peningkatan
upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan
kelemahan.Mitral stenosis menyebabkan edema paru sehingga alveolus
terdesak. Ini berakibat pada terganggunya difusi O2 dan CO2 . Efek
pernafasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress
pernafasan.
Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis
dan/atau perubahan pada warna kulit, termasuk membrane mukosa dan
kuku.Perembesan darah akan terakumulasi di paru dapat mengganggu
oksigenasi organ vital dan jaringan.
Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas
perawatan diri sesuai keperluanMenurunkan konsumsi oksigen/
kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan
beratnya gejala.
5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan curah jantung ke
jaringan. Tujuan : dalam waktu 3x24 jam aktivitas klien sehari-hari
terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas. Kriteria hasil :
a. Klien menunjukan peningkatan kemampuan beraktivitas/mobilisasi
di tempat tidur.b. Frekuensi pernapasan dalam batas normal.
Intervensi dan rasional :IntervensiRasional
Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan tekanan darah
selama dan sesudah aktivitas.Respon klien terhadap aktivitas dapat
mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas
senggang yang tidak berat.Menurunkan kerja miokardium/konsumsi
oksigen.
Anjurkan menghindari penignkatan tekanan abdomen seperti
mengejan saat defekasiMengejan mengakibatkan kontraksi otot dan
vasokonstriksi yang dapat meingkatkan preload, tahanan vaskuler
sistemis, dam beban jantung.
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas,
contoh bangun dari kursi, bila tidak ada nyeri, ambulasi, dan
istirahat selama 1 jam setelah makan.Aktivitas yang maju memberikan
kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas
berlebihan.
Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.Untuk
mengurangi beban jantung.
Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien.Untuk
meningkatkan aliran balik vena.
Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.Meningkatkan
kontraksi otot sehingga membantu aliran balik vena.
Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.Untuk
mengetahui aktivitas fungsi jantung.
Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas.Mendapatkan
cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja
jantung.
Pertahankan penambahan oksigen sesuai instruksi.Untuk
meningkatkan oksigenasi jaringan.
Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja napas, dan
frekuensi napas, serta keluhan subjektif.Melihat dampak dari
aktivitas terhadap fungsi jantung.
Berikan diet sesuai pesanan (pembatasan cairan dan
natrium).Mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan
kontraktilitas jantung.
6. Nyeri akut b.d regangan atrium kiri Tujuan : Nyeri menurun /
hilang Kriteria hasil : a. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
Intervensi dan rasional :Intervensi Rasional
Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode
sebelumnya. Gunakan skala nyeri 0-10 untuk rentang intensitas.
Catat ekspresi verbal atau non verbal nyeri, respon otomatis
terhadap nyeri (berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau
penurunan frekuensi pernafasan)Perbedaan gejala perlu untuk
mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan perubahan tanda vital
membantu menentukan derajat/adanya ketidaknyamanan pasien khususnya
bila pasien menolak adanya nyeri.
Evaluasi respon terhadap obatPenggunaan terapi obat dan dosis.
Catat nyeri yang tidak hilang atau menurun dengan nitrat
menunjukkan MVP, berhubungan dengan nyeri dada tidak khas/non
angina.
Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai
kebutuhan.Aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard
(contoh : kerja tiba-tiba, stress, makan banyak, terpajan dingin)
dapat mencetuskan nyeri dada.
Kolaborasi :Berikan vasodilator, contoh : nitrogliserin,
nifedipin (prokardia) sesuai indikasiObat diberikan untuk
meningkatkan sirkulasi miokard (vasodilator).
BAB IVPENUTUP
A. KESIMPULAN Stenosis mitral adalah sumbatan katup mitral yang
menyebabkan penyempitan aliran darah ke ventrikel, sedangkan
insufisiensi mitral adalah keadaan dimana terdapat refluks darah
dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik sebagai
akibat dari tidak sempurnanya penutupan katup mitral.Penyebab
tersering terjadinya stenosis mitral adalah demam reumatik (lebih
dari 90%). Berdasarkan guidelines American College of Cardiology
1998 tentang manajemen penyakit jantung katup, hanya 40% yang
merupakan MS murni, sisanya MS akibat penyakit jantung rheumatik.
Dan penyebab tersering terjadinya insufisiensi katub mitral adalah
penyakit jantung rematik (PJR/RHD). PJR merupakan salah satu
penyebab yang sering dari insufisiensi mitral berat.Manifestasi
klinis dari stenois dan insufisiensi mitral hampir sama diantaranya
ialah dispnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, hemoptisis,
palpitasi, dan nyeri dada.Proses tejadinya stenosis mitral dan
insufisiensi mitral diawalai dengan bakteri Streptococcus beta
hemolitics grup A yang menyebabkan demam rheuma yang kenmudian oleh
tubuh bakteri tersebut dianggap antigen yang menyebabkan tubuh
membuat antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan
katup mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah
menyerang katup mitral jantung. dan hal ini dapat membuat kerusakan
pada katup mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat
jaringan fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan akan
membuatnya menjadi kaku.Berbagai permeriksaan yang digunakan untuk
menunjang diagnostik stenosis dan insufisensi Mitral diantaranya
adalah elektrokardiogram, rontgen dada, dan ekokardiografi.
Penatalaksanaan yang digunakan untuk kasus stenosis dan
insufisiensi mitral meliputi terapi medikamentosa dan pembedahan.
Pembedahan dilakukan jika terapi obat tidak mengurangi gejala
secara maksimal.Joka kedua kasusu ini tidak tertangani akn
menimbulkan komplikasi gagal jantung kiri yang kemudian bisa
menimbulkan udem pada paru.Asuhan keperawatan pada kasus ini
dilakukan sesuai dengan tahapan asuhan keperawatan pada umumnya.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada stenosis dan
insufisiensi mitral salah satunya ialah penurunan curah jantung b/d
adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri,
adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik. Intervensi
dilakukan untuk menyelesaikan masalah keperawan tersebut dan harus
memperhatikan keadaan pasien.
B. SARANAdapun Stenosis mitral (Katup Bikuspidalis) merupakan
kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh penyakit jantung
rheumatik, maka kami menyarankan untuk melakukan penanganan
sesegera mungkin dan lebih baiknya lagi jika para pembaca dapat
menghindari penyebab dari kelainan Stenosis Katup Bikuspidalis.
DAFTAR PUSTAKA
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35443-Kep%20Kardiovaskuler-Askep%20Mitral%20Stenosis.html
Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Mansyur,
Arif. 2003. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta Marylin E. Doengoes,
Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 1995.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit.Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
28