I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. N Umur : 44 Tahun Alamat : Daya Agama : Islam Suku : Mandar Pendidikan : SPRG (Selesai) D3 Teknikal Gigi (Tidak Selesai) Pekerjaan : Perawat Gigi II. RIWAYAT PSIKIATRI Diperoleh dari catatan medik dan autoanamnesis pada tanggal 7 Maret 2011. A. Keluhan Utama Rasa Cemas B. Riwayat Gangguan Sekarang Keluhan cemas ini pertama kali dirasakan tahun 1995 sesaat setelah tetangganya meninggal dunia karena serangan jantung. Malam hari setelah tetangganya itu meninggal, ia merasa nyeri dada, sesak napas, jantung berdebar kencang, keringat dingin sehingga seakan-akan mengalami serangan jantung dan mau mati. Pagi harinya, pasien memeriksakan diri ke dokter ahli jantung, didiagnosis mengalami PJK dan diberi obat Cedocard 5 mg. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 44 Tahun
Alamat : Daya
Agama : Islam
Suku : Mandar
Pendidikan : SPRG (Selesai)
D3 Teknikal Gigi (Tidak Selesai)
Pekerjaan : Perawat Gigi
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari catatan medik dan autoanamnesis pada tanggal 7 Maret 2011.
A. Keluhan Utama
Rasa Cemas
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Keluhan cemas ini pertama kali dirasakan tahun 1995 sesaat setelah tetangganya
meninggal dunia karena serangan jantung. Malam hari setelah tetangganya itu
meninggal, ia merasa nyeri dada, sesak napas, jantung berdebar kencang, keringat
dingin sehingga seakan-akan mengalami serangan jantung dan mau mati. Pagi
harinya, pasien memeriksakan diri ke dokter ahli jantung, didiagnosis mengalami PJK
dan diberi obat Cedocard 5 mg. Sejak saat itu, pasien sering kontrol ke dokter jantung
dan rutin meminum obatnya. Tetapi karena keluhan nyeri dada masih sering datang
yang diikuti perasaan khawatir, pasien kemudian menjalani treadmill, dinyatakan
mengalami penyempitan pembuluh darah koroner dan disarankan untuk menjalani
kateterisasi. Pasien menolak dikateterisasi dan selama 10 tahun rutin meminum
cedocard. Akibat vonis penyakit jantung koroner tersebut, pasien semakin cemas dan
memeriksakan diri di poli jiwa RSWS, diberi clobazam 10 mg, tetapi tidak pernah
diminum karena tiap selesai kontrol, pasien merasa kecemasannya telah berkurang.
1
Tahun 2005, atas anjuran keluarga pasien berobat di RS Harapan Kita Jakarta. Hasil
pemeriksaan kala itu dinyatakan bahwa pasien tidak mengalami gangguan jantung
sehingga obat cedocard tidak perlu diminum lagi. Sekalipun demikian, pasien masih
tetap sering merasa cemas disertai jantung berdebar, sesak napas, nyeri dada, rasa
pusing, dan tremor. Tetapi bila ia ke RS Harapan Kita atau rumah sakit lain yang
dekat dengan tempat tinggalnya, pasien merasa membaik, walaupun ia tidak
meminum obat yang diberikan.
Setelah kembali ke Makassar, rasa khawatir dan takut mati masih sering muncul,
sehingga pasien kemudian menyimpan obat cedocard di tempat-tempat yang mudah
dijangkau seperti di kamar mandi, dapur, kamar tidur, bahkan bagasi motor, begitu
pula bila ia ke luar kota, dalam tasnya selalu tersedia cedocard, sekalipun ia tak
pernah meminumnya. Dengan menyimpan obat tersebut di tempat yang mudah
dijangkau membuatnya merasa lebih nyaman dan rasa cemas berkurang. Akan tetapi,
pikiran-pikiran tentang kematian masih sering ada yang membuat pasien merasa takut
untuk menghadiri acara kematian, mengunjungi orang sakit, menonton acara televisi
yang menyiarkan informasi kesehatan ataupun acara sinetron yang menampilkan
adegan orang mati, karena ia merasa apa yang terjadi pada orang-orang tersebut
seakan-akan terjadi pada dirinya juga.
Dalam tiga minggu terakhir ini, tanpa sebab yang jelas, perasaan khawatir, pikiran-
pikaran jelek tentang kecelakaan dan kematian semakin sering muncul bahkan hampir
setiap hari dan tak dapat ia atasi yang membuatnya merasa lemas, jantung berdebar,
keringat dingin, sesak napas, nyeri dada dan gemetaran. Terkadang rasa khawatir itu
sedemikian beratnya yang membuatnya merasa seperti melayang, pandangan menjadi
gelap, akan pingsan bahkan mati.
2
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya
Tahun 1982, Ayah pasien meninggal dunia akibat serangan jantung. Pasien sangat
sedih dan kehilangan, berulangkali pingsan, bertingkah seperti orang kesurupan
sehingga keluarga membawa pasien memeriksakan diri ke psikiater dan diberi
obat racikan. Rasa sedih dan kehilangan itu kemudian diikuti perasaan cemas.
Bila ia merasa cemas, akan diikuti dengan jantung berdebar, keringat dingin, sakit
kepala, lemas dan gemetaran. Keluhan ini muncul terutama saat sedang sendiri di
kamar dan teringat pada ayahnya. Sekalipun demikian, pasien dapat
menyelesaikan sekolahnya di SPRG Makassar dengan baik.
Rasa sedih, khawatir dan cemas berlangsung cukup lama dan membuat pasien
sakit-sakitan sehingga berulang kali memeriksakan diri ke dokter karena gejala-
gejala fisik yang dirasakan.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami demam tinggi, kejang ataupun penyakit-penyakit
berat lainnya. Akan tetapi, pasien berulangkali memeriksakan diri ke dokter
dengan keluhan perasaan lemah, sakit kepala, sesak dan keluhan-keluhan
gastrointestinal.
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Tidak ada riwayat penyalahgunaan zat psikoaktif.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Selama kehamilan, ibu pasien dalam keadaan sehat. Pasien lahir ditolong dukun,
lahir spontan, cukup bulan, dalam keadaan normal. Pasien mendapat ASI sampai
usia 2 tahun.
3
2. Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)
Pasien mulai dapat berjalan pada usia 1 tahun dan dilakukan toilet training pada
usia ini dengan bantuan ibunya. Ibu pasien merupakan orang yang tegas dan
keras. Bila ada hal yang tidak disenanginya, maka ia tidak segan-segan untuk
memarahi dan berkata keras. Sekalipun demikian, ibu pasien tidak pernah
melakukan kekerasan fisik.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( 4-11 tahun)
Pada masa ini, pasien telah diajarkan untuk membantu pekerjaan rumah tangga,
seperti mencuci piring, membersihkan rumah dan menjaga adik-adiknya. Bila ada
pekerjaan yang tidak beres, pasien akan dimarahi dan dihukum oleh ibunya. Hal
ini membuat pasien merasa diperlakukan seperti anak tiri dan semakin dekat
dengan ayah yang dianggap sangat menyayanginya. Saat telah bersekolah, pasien
tetap harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga sebelum berangkat dan setelah
pulang dari sekolah.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja
Pasien tidak menikmati masa remaja seperti anak-anak seusianya karena telah
diberi tanggung jawab untuk mengurus rumah. Ibu sangat membatasi pergaulan
pasien dan mempercayakan pengawasan pasien dan adik-adiknya pada seorang
guru muda yang kelak menjadi suami pasien.
Tamat SMP, pasien memilih untuk bersekolah di Makassar dan tinggal di rumah
tantenya. Pada awalnya pasien merasa senang dan tenang karena terbebas dari
pekerjaan yang memberatkan, tetapi lama kelamaan, pasien merasa sangat rindu
pada ayahnya dan membuatnya sering berpikir tentang keadaan ayahnya itu.
Saat usia 16 tahun, Ayah pasien meninggal dunia, membuat ia kehilangan orang
yang menyayangi dan mencintainya.
4
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah sampai tamat pendidikan perawat gigi setingkat SMA.
Pasien pernah kuliah D3 Teknikal Gigi sampai semester 5 di Jakarta, tetapi
tidak selesai. Menurut pasien, ia kuliah untuk mengisi waktu karena tujuan
utama ke Jakarta adalah untuk berobat jantung. Selain itu, tiap kali ujian,
pasien selalu mengalami gejala kecemasan, bahkan pernah pingsan saat ujian.
b. Riwayat Pekerjaan
Saat ini pasien bekerja sebagai perawat gigi dan pembuat gigi palsu pada
sebuah klinik kesehatan di daerah Daya Makassar. Saat di Polewali, pasien
pernah bekerja sebagai tenaga honorer di Puskesmas sebuah kota kecamatan.
Setelah pindah ke Makassar, ia bekerja sebagai tenaga honorer di RSWS.
Pasien berhenti bekerja saat berangkat ke Jakarta untuk berobat. Pasien
bekerja sangat teliti dan tidak segan untuk mengulang kembali dari awal
apabila hasil pekerjaannya dirasa kurang sempurna. Karena keahlian dan
ketelitiannya, pasien sering dipanggil untuk membuat gigi palsu di luar
daerah, seperti Surabaya, Bali, dan beberapa daerah lain. Sekalipun demikian,
ia dapat menikmati pekerjaannya itu, merasa dihargai dan mandapatkan
imbalan finansial yang cukup.
c. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pada usia 20 tahun dengan seorang guru yang ia kenal sejak
masih kecil karena guru itu sering dipercaya oleh ibu pasien untuk menjaga
dan mengawasi pasien. Awal pernikahan, pasien ikut dengan suami yang
mengajar di daerah terpencil di Kab. Polewali Mamasa. Ia merasa suaminya
lebih memperhatikan pekerjaan dan tidak memperdulikan dirinya sebagai istri,
kurang kasih sayang dan perhatian. Suatu saat ada kejadian ketika pasien
menelpon suami untuk diantar ke Puskesmas karena ia sakit diare, demam
tinggi dan susah untuk bangun dari tempat tidur, suami pasien tidak datang
5
menjemput, sehingga pasien sambil menggendong anaknya yang berusia 6
bulan berjalan kaki sendiri ke Puskesmas yang berjarak sekitar 5 kilometer
dari rumahnya. Sejak saat itu, pasien tidak pernah lagi minta pertolongan dari
suami karena ia merasa saat mau mati saja si suami tidak mau menolong,
apalagi kalau saat sedang sehat. Pasien pun berusaha menerima sifat suaminya
itu apa adanya.
Dari pernikahan ini, pasien dikaruniai seorang putra dan seorang putri. Putra
pasien saat ini bekerja di Surabaya, sedangkan putrinya masih kuliah di
Fakultas Hukum Unhas.
d. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak ke dua dari enam bersaudara (♀♀♂♀♀♂). Pasien merasa
diperlakukan seperti anak tiri oleh ibu kandungnya, sementara ia merasa
sangat disayang dan diperhatikan oleh ayahnya. Hal ini membuat hubungan
dengan ibunya sangat renggang. Sampai saat ini, pasien tidak akan pulang
kampung bila tidak ada urusan yang sangat mendesak. Pasien merasa sangat
kehilangan saat ayahnya meninggal, sehingga membuatnya sakit-sakitan.
: Laki-laki
: Perempuan
6
e. Riwayat Kehidupan Sosial
Pasien dapat bergaul baik dengan atasan maupun teman-teman kerjanya
sehingga ia mendapatkan kepercayaan untuk mengembangkan keahliannya
dalam membuat gigi palsu sekalipun secara formal ia tidak memiliki ijazah. Ia
kurang senang berkumpul dengan tetangga ataupun menghadiri acara-acara
keluarga. Waktu senggang diisi dengan mengurus rumah dan anak-anak.
f. Riwayat Agama
Pasien beragama Islam dan cukup taat menjalankan ibadah. Pasien mendidik
anak-anaknya untuk taat pada ajaran agama, seperti yang diajarkan oleh
ayahnya.
g. Situasi Kehidupan Sekarang
Saat ini pasien tinggal di rumah sendiri bersama suami dan anak
perempuannya. Setiap hari ia bekerja dari jam delapan pagi sampai jam dua
atau tiga sore. Dua kali dalam sebulan, pasien ke luar daerah untuk membuat
gigi palsu di klinik milik dokter gigi yang pernah bekerja bersamanya.
h. Persepsi Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien memilih untuk hidup mandiri tanpa mengharap bantuan suami, tetapi
masih memiliki harapan agar suaminya mau berubah dan lebih peduli
terhadap dirinya.
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang perempuan, tampak sesuai umur, perawakan kecil dan kurus, berjilbab
dan berpakaian serasi, terkesan sebagai orang yang sabar dan mengerti keadaan.
7
2. Kesadaran
Baik
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Tenang, sedikit hipoaktif, kadang menghela napas panjang.
4. Pembicaraan :
Pasien berbicara dengan suara pelan tetapi terdengar cukup jelas dan tegas.
5. Sikap terhadap pemeriksa:
Kooperatif
B. Keadaan Afektif
1. Mood : cemas
2. Afek : Secara Umum Normothymia
3. Ekspresi Afektif : Kadang terlihat khawatir dan sedih.
4. Empati : Dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf Pendidikan dan Pengetahuan Umum :
Pengetahuan umum dan kecerdasan sesuai dengan pendidikannya
2. Orientasi :
Orientasi waktu, tempat dan orang baik
3. Daya Ingat :
Daya ingat jangka panjang, menengah, pendek dan segera baik
4. Konsentrasi dan perhatian :
Cukup
5. Pikiran Abstrak :
Baik
6. Bakat Kreatif :
Membuat Gigi Palsu
7. Kemampuan Menolong Diri Sendiri :
Baik
8
D. Gangguan Persepsi :
1. Halusinasi : tidak ada
2. Ilusi : tidak ada
3. Depersonalisasi : Pasien kadang merasa tubuhnya jadi lebih ringan, rasa
melayang dan pandangan menjadi gelap seakan-akan mau pingsan atau mati. Juga
rasa nyeri pada bagian dada kiri, disertai jantung berdebar kencang seperti
mengalami serangan jantung.
4. Derealisasi : tidak ada
E. Pikiran :
1. Arus Pikir :
Produktivitas cukup, kontinuitas relevan dan koheren, tidak ada hendaya
berbahasa.
2. Isi Pikir :
- Preokupasi :
Kekhawatiran pada serangan jantung, sehingga pasien membutuhkan
reassurance dengan menempatkan obat untuk serangan jantung pada
tempat-tempat yang mudah dijangkau.
Bila pasien melihat orang yang mengalami gangguan kesehatan, terutama
serangan jantung, ia seperti turut mengalaminya, sekalipun menurut
pemikirannya, hal itu tidak mungkin terjadi.
F. Pengendalian Impuls :
Saat wawancara terlihat cukup baik
G. Daya Nilai dan Tilikan
1. Norma Sosial : Baik
2. Uji Daya Nilai : Baik
3. Penilaian Realitas : Tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realitas.
9
4. Tilikan : Pasien merasa ada yang tidak benar dalam pikiran dan
perasaannya, tetapi tak mampu untuk mengatasinya.
H. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Status Internus :
Keadaan umum tampak sehat, komposmentis, Tekanan Darah 130/80, nadi
92x/menit, pernapasan 16x/menit, konjunctiva kesan normal, sklera tidak ikterik,
thorax dan abdomen kesan normal.
B. Status Neurologis :
Gejala rangsang selaput otak (-), pupil bulat isokor, reflex cahaya +/+, fungsi motorik
keempat ekstremitas kesan normal, tidak ditemukan reflex patologis.
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Telah diperiksa seorang perempuan berumur 44 tahun, datang sendiri ke Poli Jiwa RSKD
Prov. Sulsel pada tanggal 7 Maret 2011 dengan keluhan rasa takut mati yang pertama
kali dirasakan tahun 1995 sesaat setelah tetangganya meninggal dunia karena serangan
jantung. Pasien ikut merasa mengalami serangan jantung sehingga dibawa berobat ke
dokter ahli jantung, didiagnosis mengalami PJK dan diberi obat. Pasien kemudian
menjalani treadmill, dinyatakan mengalami penyempitan pembuluh darah koroner dan
disarankan untuk menjalani kateterisasi. Pasien menolak di kateterisasi dan selama 10
tahun rutin meminum obat.
Saat berobat di RS Harapan Kita, dinyatakan bahwa pasien tidak mengalami gangguan
jantung sehingga obat tidak perlu diminum. Tetapi pasien masih sering merasa cemas
disertai jantung berdebar, sesak napas, nyeri dada, rasa pusing, dan tremor, bila ia ke
10
rumah sakit, perasaannya menjadi lebih baik dan keluhan menghilang walau tidak
meminum obat.
Setelah kembali ke Makassar, rasa takut mati masih sering muncul, sehingga pasien
menyimpan obat cedocard di tempat-tempat yang mudah dijangkau sekalipun tak pernah
lagi ia menggunakannya, bahkan bila ia ke luar kota, dalam tasnya selalu tersedia
cedocard, karena membuatnya merasa lebih nyaman. Akan tetapi, pikiran-pikiran tentang
kematian masih sering ada yang membuat pasien merasa takut untuk menghadiri acara
kematian, mengunjungi orang sakit, menonton acara televisi yang menyiarkan informasi
kesehatan ataupun acara sinetron yang menampilkan adegan orang mati, karena ia merasa
apa yang terjadi pada orang-orang tersebut seakan-akan terjadi pada dirinya juga.
Dalam tiga minggu terakhir ini, tanpa sebab yang jelas, perasaan khawatir, pikiran-
pikaran jelek tentang kecelakaan dan kematian semakin sering muncul bahkan hampir
setiap hari dan tak dapat ia atasi yang membuatnya merasa lemas, jantung berdebar,
keringat dingin, sesak napas, nyeri dada dan gemetaran. Terkadang rasa khawatir itu
sedemikian beratnya yang membuatnya merasa seperti melayang, pandangan menjadi
gelap, akan pingsan bahkan mati.
Dari pemeriksaan status mental ditemukan bahwa pasien terlihat sebagai orang yang
sabar dan mengerti keadaan, Psikomotor sedikit hipoaktif, kadang menghela napas
panjang, berbicara dengan suara pelan tetapi terdengar cukup jelas dan tegas. Mood
cemas, Afek kesan Normothymia, Ekspresi Afektif kadang terlihat khawatir dan sedih,
empati dapat dapat dirabarasakan. Pada fungsi kognitif tidak didapatkan kelainan.
Ditemukan gangguan persepsi berupa Depersonalisasi sementara pada gangguan isi pikir
didapatkan preokupasi tentang serangan jantung dan merasa terpengaruh dengan keadaan
lingkungan. Pengendalian impuls, norma sosial, dan uji daya nilai baik, tidak ada
hendaya berat dalam menilai realita dan memiliki tilikan yang baik, serta secara umum
keterangan pasien dapat dipercaya.
11
VI. FORMULASI DIAGNOSTIK
Aksis I
Dari riwayat gangguan didapatkan adanya pola perilaku dan psikologis yang bermakna
secara klinis yaitu sering merasa takut mati akibat serangan jantung, diikuti perasaan
cemas yang menimbulkan penderitaan yang bermakna dan gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan dan penggunaan waktu senggang, sehingga dapat dikatakan bahwa pasien
mengalami gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status internus, neurologis dan riwayat medis, tidak didapatkan
indikasi adanya gangguan medis umum yang menimbulkan disfungsi otak sehingga
gangguan mental organik dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan status mental tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realita
sehingga digolongkan sebagai gangguan jiwa nonpsikotik.
Berdasarkan riwayat penyakit, anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan
adanya riwayat kecemasan yang berlangsung kronis, kemudian dalam tiga minggu
terakhir tanpa sebab yang jelas timbul perasaan khawatir yang berlebihan yang diikuti
rasa takut pada kematian serta gejala-gejala kecemasan lain yaitu jantung berdebar
kencang, rasa melayang, tremor dan nyeri dada, yang berlangsung hampir tiap hari.
Terkadang, rasa khawatir itu sedemikian beratnya sehingga membuat pasien merasa akan
pingsan atau mati. Ditemukan pula gangguan persepsi berupa depersonalisasi.. Pada
pikiran didapatkan gangguan berupa preokupasi berlebihan terhadap serangan jantung
serta adanya pengaruh lingkungan terhadap kesehatannya.. Berdasarkan gejala-gejala
tersebut, maka diagnosa yang diajukan adalah Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
Aksis II
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah orang yang mandiri, teratur, teiti, hati-
hati, dan berusaha melakukan pekerjaan dengan sempurna yang mengarah pada ciri
kepribadian anankastik. Selain itu, pasien juga termasuk orang yang mudah tersugesti.
12
Akan tetapi karena tidak sampai menyebabkan gangguan yang bermakna dalam
kehidupan sehari-hari, maka tak dapat digolongkan dalam kategori gangguan
kepribadian.
Mekanisme pembelaan ego yang sering dilakukan adalah represi, introjeksi, dan
konversi.
Aksis III
Tidak ada diagnosis
Aksis IV
Masalah dalam keluarga dan rumah tangga
Aksis V
GAF Scale 60-51, gejala sedang dan disabilitas sedang
VII. DIAGNOSIS MULTI AKSIAL
Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah keluarga dan rumah tangga
Aksis V : GAF Scale 60-51
VIII. FORMULASI PSIKODINAMIK
Berdasarkan teori kognitif-perilaku, pasien dengan gangguan cemas menyeluruh
memiliki respon yang tidak tepat dan tidak akurat terhadap bahaya yang mengancam.
Ketidakakuratan itu diperbesar oleh perhatian yang selektif pada detil negatif dari
lingkungan, distorsi dalam proses informasi, dan pandangan negatif terhadap kemampuan
diri sendiri dalam mengatasi masalah.
13
Dari riwayat penyakit, pasien telah beberapa kali mengalami kecemasan. Pada saat
cemas, jantungnya berdebar kencang, napas menjadi agak sesak, serta muncul
ketegangan motorik. Karena pengalaman cemas seperti itu, maka saat tetangganya
meninggal dunia akibat serangan jantung, ia merasa gejala-gejala yang terjadi padanya
mirip dengan apa yang terjadi pada tetangganya itu sehingga ia merasa semakin cemas
dan ketakutan akan mengalami serangan jantung . Pada saat ini, pasien terfokus secara
selektif pada gejala-gejala serangan jantung, disusul dengan distorsi dalam memproses
informasi bahwa ia memiliki gejala yang sama serta terjadi generalisasi stimulus
sehingga ia merasa mengalami serangan jantung. Keadaan ini di perkuat oleh hasil
pemeriksaan dokter yang mengatakan bahwa ia mengalami penyakit jantung koroner. Hal
ini berlangsung cukup lama (10 tahun) sehingga sekalipun kemudian dinyatakan bahwa
ia tidak mengalami gangguan jantung, gangguan kecemasan tetap ada dan kemudian
memberat dalam tiga minggu terakhir sebelum pasien memeriksakan diri ke poli jiwa.
Secara psikoanalitik, gejala-gejala kecemasan berasal dari ketegangan bawah sadar yang
tak terselesaikan dan mudah teraktivasi. Hal ini terjadi akibat adanya konflik yang tak
terselesaikan pada masa bayi, kanak-kanak, maupun remaja. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya fiksasi. Seseorang yang terfiksasi pada masa preodipal biasanya terjadi akibat
adanya ancaman pada fase odipal yang mengakibatkan ia menarik diri sebelum
terselesaikannya konflik-konflik pada masa odipal.
Pada sisi yang lain, terkadang orang tua berusaha mengajarkan pada anak-anak tentang
masalah-masalah , kebimbangan dan kekecewaannya yang terjadi padanya. Mereka ingin
agar anak-anak mengetahui betapa susahnya mencari makan dan tempat tinggal, betapa
keras kerja mereka menjaga keberlangsungan keuangan keluarga, serta ancaman-
ancaman yang dapat mengganggu keamanan keluarga. Sementara itu, anak-anak
memerlukan perlindungan dari hal-hal tersebut agar ia dapat bebas untuk membangun
rasa amannya sendiri baik dalam hubungan dengan orang yang lebih tua, maupun dengan
teman sebayanya. Akibatnya, anak-anak tumbuh menjadi remaja yang rapuh dan
terbebani oleh terhadap berbagai hal yang dapat mengancamnya. Mereka belajar prihatin
14
sebelum mereka memiliki kematangan emosi, kekuatan dan kemampuan sosial yang
dibutuhkan dalam mengatasi masalah-masalah remaja. Hal-hal tersebut menyebabkan
seorang anak seperti dilatih untuk mengalami kecemasan.
Bila seseorang mendapat masalah yang menimbulkan ketegangan, awalnya ia dapat
beradaptasi dengan ketegangan tersebut. Seseorang secara normal dapat merepresi secara
sempurna berbagai konflik, rasa frustasi, atau fantasi ke dalam alam bawah sadar. Akan
tetapi, seiring dengan memuncaknya ketegangan dan kesulitan, ditambah adanya
kelemahan ego, menyebabkan kemampuan adaptasi mencapai batasnya dan akhirnya ia
tak dapat melakukan kompensasi lagi terhadap ketegangan, terjadi kegagalan represi
sehingga elemen-elemen itu menembus alam sadar atau prasadar dan terbentuklah reaksi
cemas.
Pada kasus ini, pasien telah mengalami berbagai ketegangan psikologis sejak ia berusia
muda. Berbagai peristiwa seperti konflik dengan ibu kandung sejak masa falik, kematian
ayah, dan ketidak puasan pada perilaku suami memberikan ketegangan yang terus
meningkat dan memberi gejala-gejala kecemasan. Ketika tetangga pasien meninggal
dunia akibat serangan jantung, pasien merasa gejala yang ia derita merupakan gejala
serangan jantung yang mengakibatkan munculnya serangan kecemasan.
Ego Boundaries pada pasien juga telah mengalami gangguan (ego strength melemah),
sehingga apa yang terjadi pada lingkungannya seakan-akan ia alami juga. Hal ini yang
dapat menjelaskan mengapa pasien merasa seakan-akan ikut merasakan serangan jantung
saat tetangganya meninggal dunia akibat serangan jantung.
IX. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologis :
Gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang terjadi melibatkan neurotransmitter
sehingga membutuhkan psikofarmaka.
15
2. Psikologis :
Gangguan pikiran, perasaan dan perilaku terjadi akibat adanya gangguan pada sisi
psikoedukatif sehingga membutuhkan piskoterapi.
3. Sosiologis :
Adanya masalah dalam keluarga dan rumah tangga memerlukan terapi pekawinan
(couple therapy).
X. PROGNOSIS
Baik
XI. TERAPI
1. Psikofarmaka : Fluoxetin 20 mg 1x1
Clobazam 10 mg 2x1
2. Psikoterapi :
a. Psikoterapi Suportif
b. Terapi Kognitif dan Perilaku
c. Rencana Couple Therapy
XII. DISKUSI
Pasien di diagnosa Gangguan Cemas Menyeluruh karena ditemukan gejala-gejala
kecemasan yang cukup berat dan berlangsung hampir setiap hari dalam tiga minggu
terakhir dengan penyebab kecemasan yang tidak terlalu jelas. Adapun perasaan takut mati
dan ketakutan akan mengalami serangan jantung merupakan bagian dari gejala
kecemasan yang terjadi, bukan penyebab kecemasan itu sendiri. Kecemasan pada pasien
ini telah berlangsung kronik, intensitasnya berfluktuasi, tetapi tidak pernah hilang sama
sekali. Hal ini sesuai untuk kriteria Gangguan Cemas Menyeluruh, baik dalam PPDGJ III
maupun dalam DSM IV TR.
16
Pada pasien, didapatkan pula gejala-gejala depresi yaitu perasaan sedih dan rasa lemah
yang berkepanjangan. Gejala-gejala ini muncul bersamaan dengan gejala kecemasan,
tetapi tidak memenuhi kriteria untuk Episode Depresi sehingga tidak didiagnosa.
Penatalaksanaan pasien dengan gangguan panik sebaiknya merupakan kombinasi dari
farmakoterapi dan psikoterapi.
Farmako terapi sebaiknya diberikan dalam 6 sampai 12 bulan. Dapat digunakan obat
golongan benzodiazepin dan SSRI.
Benzodiazepin merupakan drug of choice untuk gangguan cemas menyeluruh., memiliki
onset yang cepat dan dapat digunakan dalam waktu yang lama tanpa adanya toleransi
terhadap efek anticemasnya. Benzodiazepin dapat digunakan berdasarkan kebutuhan,
artinya saat pasien berada dalam keadaan cemas yang berat, maka dapat diberi
benzodiazepin kerja cepat, sementara itu dapat pula diberikan dalam periode terbatas saat
diberikan psikoterapi.
SSRI dapat diberikan, terutama bagi pasien yang memiliki komorbiditas dengan depresi.
Sebaiknya SSRI diberikan bersama-sama benzodiazepin, kemudian setelah 2-3 minggu
dosis benzodiazepin dikurangi sampai akhirnya berhenti.
Psikoterapi yang dianjurkan adalah Psikoterapi Kognitif dan Perilaku, karena adanya
distorsi kognitif dan gejala-gejala somatik. Pada sisi kognitif, perlu dijelaskan tentang
keyakinan pasien yang salah serta informasi gejala-gejala kecemasannya. Keyakinan
yang salah misalnya misinterpretasi pada gejala atau sensasi tubuh yang ringan menjadi
gejala berat bahkan ancaman kematian. Sementara sisi perilaku dapat diberikan terapi
relaksasi untuk mengatasi ketegangan otot maupun gejala somatik lain.
Gangguan cemas menyeluruh cenderung menjadi kronis, adanya ketegangan-ketegangan
dalam kehidupan dapat membuat gangguan muncul kembali. Akan tetapi dengan
17
pengobatan dan psikoterapi yang cukup, dapat membuat pasien berfungsi kembali secara
efektif dalam kehidupannya.
Couple therapy dilakukan agar masing-masing dapat mengevaluasi tentang peran suami-
istri dalam pernikahan, persepsi dan harapan mereka terhadap pasangannya serta dapat
mencari solusi untuk mengurangi ketegangan yang terjadi akibat tidak sesuainya harapan
dan kenyataan.
XIII. FOLLOW UP
1. Follow Up I (14-03-2011)
Pasien datang di temani anaknya, tetapi anaknya hanya menunggu di luar ruangan.
S : - Rasa cemas mengalami serangan jantung masih ada
- Saat bangun pagi masih terasa pusing, dan nyeri ulu hati.
- Bila ada ucapan-ucapan yang berkaitan dengan penyakit jantung, dengan
cepat terekam, di otak dan dirasakan.
- Sudah mulai bekerja
O : Afek kesan normothymia
Ekspresi Afektif sesekali tampak cemas
Depersonalisasi tidak ada
Preokupasi tentang penyakitnya
A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga
Aksis V : GAF Scale 70-61
P : Psikoterapi Suportif dan Relaksasi
Fluoxetin 20 mg 1x1
Clobazam 10 mg 2x1
18
2. Follow Up II (21-03-2011)
Pasien masih di temani anaknya, tetapi anaknya hanya menunggu di luar ruangan.
S : - Rasa cemas mengalami serangan jantung masih ada
- Saat bangun pagi kepala agak berat.
- Masih terpengaruh dengan berita di TV atau ucapan yang keras
O : Afek kesan normothymia
Ekspresi Afektif sesekali tampak cemas dan sedih
Depersonalisasi tidak ada
Preokupasi tentang penyakitnya
A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga
Aksis V : GAF Scale 70-61
P : Psikoterapi Suportif, Relaksasi dan Kognitif
Fluoxetin 20 mg 1x1
Clobazam 10 mg 2x1
3. Follow Up III (28-03-2011)
Pasien sudah bisa naik motor sendiri ke rumah sakit.
S : - Rasa cemas mengalami serangan jantung tidak ada
- Saat bangun pagi masih kepala rasa berat.
- Sudah bisa menonton berita
- Kebanyakan tidur
O : Afek kesan normothymia
Ekspresi Afektif lebih banyak tersenyum
Depersonalisasi tidak ada
Preokupasi tentang penyakitnya
A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik
19
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga
Aksis V : GAF Scale 70-61
P : Terapi Relaksasi dan Kognitif
Fluoxetin 20 mg 1x1
Clobazam 10 mg 2x1
4. Follow Up IV (04-04-2011)
Pasien naik motor sendiri ke rumah sakit.
S : - Rasa cemas hampir tidak ada
- Setiap minum obat terasa mengantuk dan lemas sehingga obatnya di
minum setelah pulang kerja.
- Menonton berita tidak ada masalah
O : Afek kesan normothymia
Ekspresi Afektif kesan normal
Depersonalisasi tidak ada
Preokupasi tentang penyakitnya
A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga
Aksis V : GAF Scale 80-71
P : Terapi Relaksasi dan Kognitif
Fluoxetin 20 mg 1x1
Clobazam 10 mg ½-0-1
5. Follow Up V (11-04-2011)
Pasien naik motor sendiri ke rumah sakit.
S : - Rasa cemas hampir tidak ada
- Masih lemas saat minum obat.
20
- Diet ketat untuk menjaga berat badan
- Rencana ke luar kota selama seminggu
O : Afek kesan normothymia
Ekspresi Afektif kesan normal
Depersonalisasi tidak ada
Preokupasi tentang penyakitnya
A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga
Aksis V : GAF Scale 80-71
P : Terapi Relaksasi dan Kognitif
Fluoxetin 20 mg 1x1
Clobazam 10 mg 2x1/2
6. Follow Up VI (28-04-2011)
S : - Rasa cemas hampir tidak ada
- Masih lemas saat minum obat.
- Diet ketat untuk menjaga berat badan
- Rencana ke luar kota selama tiga hari
O : Afek kesan normothymia
Ekspresi Afektif kesan normal
Depersonalisasi tidak ada
Preokupasi dirasa tidak terlalu mengganggu
A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga
Aksis V : GAF Scale 90-81-71
P : Terapi Relaksasi dan Kognitif
21
Fluoxetin 20 mg 1x1
Clobazam 10 mg 2x1/2
7. Follow Up VII (12-05-2011)
S : - Rasa cemas muncul saat membuat gigi palsu untuk atasan dokter yang
memanggilnya
- Tremor saat memulai aktifitas.
- Mulai mengurangi Diet
O : Afek kesan normothymia
Ekspresi Afektif kesan normal
Depersonalisasi tidak ada
Preokupasi dirasa tidak terlalu mengganggu
A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga
Aksis V : GAF Scale 90-81
P : Terapi Relaksasi dan Kognitif
Fluoxetin 10 mg 1x1
Clobazam 10 mg 0-0-1/2
8. Follow Up VIII (24-05-2011)
S : - Rasa cemas hampir tidak ada lagi
- Rasa lemah dilengan kiri.
- Pasrah atas sifat suami
O : Afek kesan normothymia
Ekspresi Afektif kesan normal
Depersonalisasi tidak ada
Preokupasi dirasa tidak ada
22
A : Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
Aksis II : Ciri Kepribadian Anankastik
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah dalam keluarga dan rumah tangga
Aksis V : GAF Scale 90-81
P : Terapi Relaksasi dan Kognitif
Rencana Couple Therapy, tetapi suami tidak datang
Fluoxetin 10 mg 1x1
Clobazam 10 mg 0-0-1/2
23
LAMPIRAN WAWANCARA
WAWANCARA I (07-03-2011)
Dokter (D) : Selamat pagi Ibu. Mari silahkan duduk (sambil menyalami pasien)
Pasien (P) : Pagi dok
(Tampak pasien mengenakan pakaian yang cukup serasi, berjilbab, tampak cukup tenang walau
telah menunggu cukup lama dan diperiksa unuk kedua kalinya untuk keluhan yang sama)
D : Maaf Bu, saya diminta untuk mengevaluasi keadaan Ibu hari ini, mungkin kita
butuh waktu agak lama. Apakah bisa Bu?
P : Tidak apa dok.
(Kemudian dokter menanyakan identitas pasien)….
D : Bu, distatus ini dikatakan Ibu sering merasa cemas. Bisa ceritakan ulang Bu?
P : Begini dok, sudah tiga minggu ini saya sering sekali merasa takut. Seperti mau mati
saja, sepertinya saya terkena serangan jantung.
D : Maksudnya terkena serangan jantung itu bagaimana?
P : Gejala-gejalanya seperti itu dok. Nyeri di dada kiri baru keras terasa denyutnya, napas
jadi sesak, gemetaran sampai kerangat dingin saya dok.
D : Ya, selain itu masih ada lagi yang Ibu rasa?
P : Rasanya seperti mau mati dok. Perasaanku seperti melayang, seperti nyawa mau lepas.
D : Pasti rasanya tidak enak bila begitu. Tiap hari Ibu rasakan gejala seperti itu?
P ; Hampir tiap hari dok. Biasanya kalau pagi seperti itu. Siangnya agak enakan. Tapi
akhir-akhir ini saya tidak bisa kerja dok. Rasanya lemas terus, siang-malam tidak enak
rasanya.
D : Jadi Ibu rasakan gejala itu setiap hari ya?
P : Ia dok.
D : Setelah perasaan seperti itu mereda, apakah perasaan Ibu betul-betul membaik?
P : Tidak mi dok. Dulu-duluji. Kalau Beginimi perasaanku, saya tenangkan diri atau
istirahat sebentar, enakmi. Tapi sekarang tidak enak terus, selalu saya khawatir, jangan
sampai saya kena serangan jantung.
D : Bagaimana sampai bisa Ibu merasa akan kena serangan jantung?
24
P : Tidak tahu dok. Akhir-akhir ini muncul begitu saja. Kalau munculmi pikiran jelekku,
tidak enak sekali mi itu perasaanku.
D : Baru tiga minggu ya Ibu rasa sepeti ini.
P : Ia dok
D : Jadi tiga minggu lalu Ibu pertama kali mengalami hal ini secara tiba-tiba ya?
P : Kalau pertama kalinya sudah lama sekali dok, sudah hampir 15 tahun lebih saya seperti
ini. Awalnya itu tahun 1995 dok, waktu ada tetangga meninggal. Waktu saya melayat
ke rumahnya, tidak enak perasaanku. Ini tetangga waktu malam masih baik-baik
katanya. Tiba-tiba paginya meninggal. Tidak enak terusmi perasaanku. Nah, malam
harinya , munculmi sakit dadaku, sesak seperti mauka mati. Jadi saya dibawa bapaknya
ke dokter jantung. Saya dibilang kena jantung koroner. Tambah cemas maka itu dok.
Saya teringat terus itu dipikiranku kalau saya sakit jantung. Makanya saya kontrol.
D : Bagaimana sampai dokternya yakin Ibu sakit Jantung?
P : Saya tidak tahu dok. Pokoknya saya percaya saja. Tapi hampir dua tahun saya berobat
tidak ada perubahan. Masih sering muncul nyeri dada. Kalau sudah begitu, saya makin
takut. Akhirnya saya minta di treadmil saja, biar saya bayar tidak apa.
D : Bagaimana hasil Tredmill nya Bu?
P : Saya betul betul kena jantung koroner dok. Saya di suruh kateterisasi. Tapi saya masih
pikir-pikir dok. Biayanya masih sulit dijangkau.
D : Terus, bagaimana?
P : Ya, saya minum obatnya saja dok.
D : Selama minum obat, gejala-gejala seperti serangan jantung itu sudah hilang?
P : Itu dia dok. Kenapa ini saya masih kadang-kadang sesak, masih nyeri dada. Apalagi
kalau ada orang cerita tentang orang sakit, langsung saya seperti ikut sakit juga.
D : Jadi kalau kita cerita begini, Ibu rasakan juga?
P : Ia dok, makanya saya tidak mau nonton TV juga. Apalagi kalau berita tentang orang
berkelahi atau berita-berita kecelakaan, saya seperti ikut rasakan.
D : Jadi, apa yang Ibu lakukan bila gejala seperti itu muncul?
P : Tidak ada dok, itumi televisi di rumah jarang menyala.
25
D : Jadi gejala-gejala yang ibu rasakan tidak reda ya, walaupun minum obat jantung itu.
Terus, tindakan Ibu selanjutnya?
P : Saya ke Jakarta dok. Kebetulan ada tante yang tinggal di sana. Dia anjurkan supaya
saya periksa saja di Harapan Kita.
D : Bagaimana hasilnya?
P : Nah, di sana itu saya dibilangi tidak adaji gangguan jantung. Saya disuruh berhenti
minum cedocard dok. Saya jadi bingung juga dok, kalau tidak ada gangguan jantung,
terus nyeri dan sesaknya dari mana? Tapi tetap saya coba tidak minum obat. Eh lucunya
dok, tiap kali muncul perasaan sesakku, saya jalan-jalan saja ke rumah sakit, langsung
hilang rasa sesaknya.
D : Wah, kalau begitu ada proses psikologis bekerja ya?
P : Begitulah kira-kira dok.
D : Berapa lama Ibu di Jakarta?
P : Sekitar tiga tahun dok.
D : Wah, lama juga. Kalau berobatkan sebentar saja ya?
P : Ia dok, tapi saya rasa enak kalau tinggal di sana. Makanya saya kuliah di Teknikal
Gigi. Tapi tidak tamat dok, tiap ujian perasaan saya tidak enak, selain itu terlalu lama
saya tinggalkan Bapak dok.
D : Bagaimana waktu kita di Makassar?
P : Maksudnya dok?
D : Bagaimana dengan gejala yang kita rasakan itu, yang sesak, nyeri dada, perasaan
cemas.
P : Ya masih dok. Saya agak tenang kalau saya tahu ada obat jantungku. Jadi saya simpan
obat itu dimana-mana.
D : Jadi, Ibu minum obat jantung lagi?
P : Tidak ji dok. Saya Cuma agak tenang kalau tahu ada obat. Tapi saya tidak minumji.
D : Kita kembali ke gejala yang Ibu rasa sekarang, Apa intensitasnya sama dengan waktu
Ibu di Jakarta atau waktu pertama kali dahulu kena gejala seperti ini.
P : Wah, seperti pertama dulu dok. Pandangan saya jadi gelap, takut sekali mati, apa lagi
jantung kencang sekali, sesak. Pokoknya sama seperti dulu.
26
D : Bagaimana bisa kembali seperti itu?
P : Saya tidak mengerti juga dok, tiba-tiba waktu saya mau ke tempat kerja, tidak enak
perutku. Naik ke ulu hati baru ke dada. Saya jadi takut, jangan samapai seperti dulu lagi.
Ternyata memang seperti itu. Saya tidak jadi ke tempat kerja. Besoknya, begitu lagi. Ini
saya jadi bolong-bolong ke tempat kerja dok, mana lagi ada panggilan saya ke Surabaya.
D : Sepertinya gejala yang Ibu sebutkan itu gejala sakit maag ya?
P : Barangkali juga dok. Soalnya saya memang diet. Kalau pagi, cuma makan gabin 2
lembar, siang baru makan nasi sedikit. Malam palingan jus.
D : Sebentar, Ibu bilang tadi bolong-bolong ke tempat kerja? Jadi Ibu tetap bisa masuk
kerja?
P : Ia, kalau agak enakan, saya kerja. Tapi seringnya tidak enak dok.
D : Jadi apa yang Ibu lakukan?
P : Baring-baring dok. Tapi tetap tidak enak. Kayak takut saya kalau berulang seperti dulu
lagi.
D : Bu, saya akan ajarkan ibu cara membuat lebih rileks ya. Bisa sambil baring, bisa
sambil duduk juga. Mudah-mudahan lebih enak nanti.
(Dokter kemudian mengajarkan pengaturan napas)
D : Hm, baik kalau begitu Bu. Ada obat saya resepkan ini untuk satu minggu ya Bu,
minggu depa kita ketemu lagi ya.
P : Ia dok. Terima kasih.
WAWANCARA II (14 MARET 2011)
D : Selamat pagi Bu N, bagaimana keadaan hari ini? Lebih baik?
P : Alhamdulillah dok. Agak enakan.
D : Oh Ya, bagaimana pekerjaan Ibu?
P : Alhamdulillah, saya sudah masuk dok. Hanya terpaksa jadwal ke Surabaya di tunda
dulu.
D : Kadang masih tidak enak?
27
P : Ia dok. Masih kadang mucul perasaan cemasku. Apa lagi tadi pagi tidak enak lagi
perutku. Masih pusing juga. Tapi kalau saya paksa untuk bangun, biasanya lebih enak.
D : Sudah berapa hari tidak enak perut Ibu?
P : Baru lagi ini dok. Mungkin karena 2 hari lalu saya banyak pekerjaan. Makannya sudah
sore.
D : Eh, minggu lalu Ibu bilang sedang diet ya?
P : Ia dok. Saya khawatir, LDL saya agak tinggi, jadi saya tidak makan yang mengandung
lemak dok. Nasi juga saya kurangi.
D : Bagaimana lagi pola diet Ibu? Kalau tidak salah pagi sarapan gabin ya?
P : Ia dok. Pagi gabin 2 dengan teh, siang baru nasi kira-kira setengah gelas aqua, ikan atau
tempe rebus, sayurnya banyak, jadi kalau masih lapar saya tambah sayur saja. Malam jus.
D : Mengapa nasinya sedikit sekali? Nasi kan sumber tenaga. Lemak juga ada fungsinya
sendiri. Kalau nasita sedikit sekali, lalu pkerjaannya berat, pasti ada kelainan kita rasa
kan.
P : Takutnya gemuk dok. Kalau gemuk kan gampang kena serangn jantung.
D : Saya lihat, Ibu justru sangat kurus. Tenaga yang kita keluarkan kan harus seimbang
dengan tenaga yang masuk. Bila tidak, makanan akan diambil dari cadangan tubuh
seperti lemak. Nah, itu yang kadang-kadang bikin LDL dan Trigliserida meninggi.
P : Tapi saya khawatir dok, kalau terlalu banyak saya makan,
D : Kita tambah sedikit dulu nasinya, jadikan satu gelas lah, agar ada tenaga untuk bekerja.
P : Ia dok.
D : Bagaimana bila Ibu menonton TV? Apa masih terpengaruh?
P : Masih sedikit terpengaruh dok. Tapi tidak seperti dulu. Saya juga sudah kembali masuk
kerja dok.
D : Wah baguslah kalau begitu. Sudah ada kemajuan. Bagaimana dengan pengaturan napas
yang saya ajarkan minggu lalu Bu?
P : Bagus dok, apa lagi kalau muncul lagi perasaan tidak enak, rasanya bisa membantu dok.
D : Baguslah Bu. Ini saya beri resep untuk seminggu lagi ya.
P : Ia, terima kasih dok.
28
WAWANCARA III (21 Maret 2011)
Tampak pasien datang dengan ditemani anak lelakinya. Saat wawancara, anak pasien menunggu
di luar.
D : Pagi Bu N, saya lihat ada yang menemani Ibu ya?
P : Itu anak saya yang tinggal di Surabaya dok. Kebetulan jalan-jalan ke Makassar, sekalian
saya minta temani ke sini.
D : Bagaimana tanggapan anak-anak terhadap apa yang ibu alami saat ini?
P : Ya, mereka menyemangati saya dok. Apalagi anak perempuan saya, dia selalu memberi
semangat kalau melihat saya sedang lemas.
D : Ibu cerita ke mereka keadaan Ibu?
P : Iya dok, kan mereka tahu keadaan saya. Tapi ada yang saya simpan untuk saya sendiri
dok, mereka tidak perlu tahu, sekalipun mungkin mereka dapat melihat sendiri.
D : Seperti apa itu Bu?
P : Misalnya perasaan saya pada Bapak di rumah.
D : Perasaan seperti apa itu Bu?
P : Misalnya rasa kecewa saya, rasa sakit, bagaimanapun sebagai perempuan, kita juga
ingin diperhatikan. Mungkin itu juga alasannya sampai saya seperti ini. Saya tidak bisa
meminta apa-apa ke Bapak, karena pasti tidak diperdulikan. Bapak memang sangat
pendiam, hanya saja saya berharap Bapak bisa sedikit saja memperhatikan saya.
D : Perhatian apa misalnya yang Ibu harapkan?
P : Misalnya kalau saya sakit seperti ini dok, tidak pernah bapak tanya, “sudah minum
obat?”, atau misalnya mau kemana-mana itu, ditanya mau ke mana? Ini seperti tidak ada
kepedulian.
D : Kalau tidak salah dari dahulu Bapak seperti itu ya?
P : Ia sih dok, tapi bagaimanapun juga, kita akan merasa senang bila diperhatikan.
D : Apa Ibu pernah memberitahukan ke Bapak, bahwa Ibu senang bila beliau
memperhatikan Ibu?
29
P : Pernah sih dok, tapi responnya ya begitu itu. Tidak ada respon.
D : Lalu, apa yang Ibu lakukan bila demikian?
P : Apa lagi yang bisa dok? Saya terima saja. Pernah waktu saya berobat ke Jakarta, saya
tinggal Bapak cukup lama, saya harap Bapak berubah, tetapi hanya sebentar saja dok.
Itulah yang pernah saya bilang, mau mati saja Bapak tidak perhatikan, ya semua-semua
saya kerja sendiri saja dok.
D : Ibu tahan ya dengan keadaan ini.
P : Yah, mau bagaimana lagi dok. Saya hanya berharap, anak-anak saya mendapatkan yang
jauh lebih baik dari yang saya alami. Tetapi biar bagaimana, mereka harus menghormati
bapaknya, makanya yang seperti ini lebih baik saya simpan saja dok.
D : Terus, bagaimana hubungan Bapak dengan anak-anak?
P : Baik-baik saja dok, Cuma memang saya yang lebih banyak bersama anak-anak.
Bapaknya itu kalau sampai dirumah, kalau tidak kerja ya duduk-duduk begitu saja, nanti
perlu baru bicara sama anak-anak. Atau kadang anak-anak bilang langsung ke saya.
Hanya memang bila ada keperluan atau apa Bapak selalu berusaha memenuhinya, apalagi
masalah sekolah, Bapak kan guru, keperluan-keperluan sekolah anak-anak pasti bapak
peerhatikan.
D : Padahal kalau guru, pasti harus banyak bicara depan kelas ya?
P : Mungkin sudah capek bicara itu ya dok (tersenyum) sampai di rumah tidak terlalu
banyak omong.
D : Ah, tidak begitulah Bu. Saya ingin bertemu juga dengan Bapak, kira-kira bisa?
P : Nanti saya coba sampaikan dok.
D : Baiklah kalau demikian ya Bu, mudah-mudahan bisa.
P : Iya dok, terima kasih.
(Sampai saat ini pemeriksa belum pernah melakukan wawancara dengan suami pasien,
pernah satu kali bertemu bukan di ruang pemeriksaan, suami pasien tersenyum, berjabat
tangan dengan dan berkenalan dengan pemeriksa, tetapi secara halus menolak untuk ikut
serta dalam sesi wawancara)
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. 1993.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA : Theories of Personality and Psychopathology, Kaplan
and Sadock’s synopsis of Psychiatry, 10 th edition, William and Wilkins, Philadelpia,
2007.
3. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA : Generalized Anxiety Disorder, Kaplan and Sadock’s
synopsis of Psychiatry, 10 th edition, William and Wilkins, Philadelpia, 2007.
4. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA : Learning Theory, Kaplan and Sadock’s synopsis of
Psychiatry, 10 th edition, William and Wilkins, Philadelpia, 2007.
5. Agus D, Teori perkembangan kognitif: Siklus kehidupan dan perkembangan individu,
Edisi I, FK UNIKA Atmajaya, 2003.
6. Cameron, N : Personality Development and Psychopathology, Yale University, Miflin
Company, Boston, 1963.
7. Arana, G.W, Rosenbaum, J.F. : Handbook of Psychiatric Drug Therapy, Fourth Ed.,