BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Tuberkulosis (TB) sudah dikenal sejak dahulu kala. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru-paru dan sebagian lagi dapat menyerang di luar paru-paru, seperti kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagainya. TB merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet penderita TB), dari satu individu ke individu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus. Kuman TB juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar kuman TB yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit penderita TB (Corwin, 2009). TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992, World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai Global Emergency. Perkiraan kasus TB secara global pada tahun 2009 adalah : Insidens kasus 9,4 juta (8,9-9,9 juta), prevalens kasus 14 juta (12-16 juta), kasus meninggal (HIV negatif) 1,3 juta ( 1,2-1,5 juta), kasus meninggal (HIV posistif) 0,38 juta (0,32-0,45 juta). Jumlah kasus terbanyak adalah regio Asia Tenggara (35%), Afrika (30%) dan regio Pasific Barat (20%). Dari data WHO
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit Tuberkulosis (TB) sudah dikenal sejak dahulu kala. Penyakit ini
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini pada umumnya
menyerang paru-paru dan sebagian lagi dapat menyerang di luar paru-paru, seperti kelenjar
getah bening (kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagainya.
TB merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah, yang biasanya ditularkan
melalui inhalasi percikan ludah (droplet penderita TB), dari satu individu ke individu
lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus. Kuman TB juga dapat
masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar kuman TB yang tidak
dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit penderita TB (Corwin, 2009).
TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun
1992, World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai Global
Emergency. Perkiraan kasus TB secara global pada tahun 2009 adalah : Insidens kasus 9,4
juta (8,9-9,9 juta), prevalens kasus 14 juta (12-16 juta), kasus meninggal (HIV negatif) 1,3
juta ( 1,2-1,5 juta), kasus meninggal (HIV posistif) 0,38 juta (0,32-0,45 juta).
Jumlah kasus terbanyak adalah regio Asia Tenggara (35%), Afrika (30%) dan regio
Pasific Barat (20%). Dari data WHO tahun 2009, lima negara dengan insiden kasus
terbanyak yaitu India (1.6-2,4 juta), China (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,4-0,59 juta),
Nigeria (0,37-0,55 juta), dan Indonesia (0,35-0,52 juta). India menyumbangkan kira-kira
seperlima dari seluruh jumlah kasus didunia (21%) (PDPI, 2011).
Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia setelah
India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia
sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan, setiap tahun ada 429.730
kasus baru dan kematian 62.246 orang. Insidensi kasus TB basil BTA (Basil Tahan
Asam) positif sekitar 102 per 100.000 penduduk.
Pada tahun 2009, prevalensi HIV pada kelompok TB di Indonesia sekitar 2.8%.
Kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR)
diantara kasus TB baru sebesar 2%, sementara MDR diantara kasus pengobatan ulang
sebesar 20% (Kemenkes RI, 2011).
Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa
penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler
dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari
golongan penyakit infeksi.
Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional
prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: wilayah
Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk, wilayah Jawa dan Bali
angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk, wilayah Indonesia Timur angka
prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi Daerah
Istimewah Yogyakarta (DIY) dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000
penduduk. Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan
insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2011).
Seseorang yang diperkirakan memiliki gejala TB, khususnya batuk produktif yang
lama dan hemoptisis, harus menjalani foto toraks, walaupun reaksi terhadap tes
tuberkulin intradermalnya negatif.
Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kasus TB
diperkuat dengan kultur bakteriologi organisme Mycobacterium tuberculosis yang positif.
Sangat penting untuk menanyakan orang yang diduga terkena TB tentang riwayat
terpajan dan infeksi TB sebelumnya. Harus dipertimbangkan juga faktor-faktor
demografi ( misal, negara asal, usia, kelompok etnis dan ras) dan kondisi kesehatan
(misalnya, infeksi HIV) yang mungkin meningkatkan risiko seseorang untuk terpajan TB.
Indikasi rawat inap pada pasien TB paru apabila mempunyai keadaan/komplikasi
sebagai berikut: batuk darah masif, keadaan umum buruk, pneumotoraks, empiema, efusi
pleura masif/bilateral, sesak napas berat (bukan karena efusi pleura). TB diluar paru yang
mengancam jiwa: TB paru milier, dan meningitis TB. Pengobatan suportif/simtomatis
yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat inap penderita TB (PDPI,
2011).
Pasien TB paru diperbolehkan pulang dari rumah sakit apabila keadaan umum
sudah membaik, atau keluhan yang memperberat seperti sesak napas dan batuk darahnya
sudah berhenti dan bisa melanjutkan pengobatan berobat jalan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis.
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya
yang mempunyai tahanan parsial oksigen yang tinggi (Rab, 2010).
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme patogen
maupun saprofit.
2.2. Sejarah Tuberkulosis Paru
Pada hakekatnya, penyakit TB adalah penyakit yang sudah ada sedari zaman purbakala.
Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno. Penggalian arkeologis di Mesir menemukan
sisa-sisa tulang belakang manusia dengan tanda-tanda khas TB tulang belakang (spondylitis
tuberculosa = pott’s disease), kira-kira tahun 3700 SM. Juga pernah ditemukan mumi dari
sekitar tahun 1000 SM dengan ciri-ciri khas penyakit yang sama. Deskripsi ilmiah yang paling
kuno diperoleh dari Hippocrates (abad ke-5) dan Ganelus (tahun 131-200). Oleh Hippocrates,
penyakit ini disebut phitis, yang dalam bahasa Yunani kuno berarti mengurusnya tubuh secara
progresif (Danusantoso, 2013).
Dunia medis baru mengenal sosok kuman penyebab TB semacam bakteri berbentuk
batang setelah Robert Koch berhasil mengidentifikasinya pada abad ke-19, yaitu pada tanggal 24
Maret 1882. Dari sinilah diagnosis secara mikrobiologis dimulai dan penatalaksanaannya lebih
terarah. Apalagi pada tahun 1896 Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan
diagnosis lebih tepat (Amin, 2009).
2.3. Etiologi Tuberkulosis Paru
Kuman penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis dan
Mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 – 4 mikron x 0,3 – 0,6 mikron
dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai
selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewah, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna
dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA). Serta tahan terhadap
zat kimia dan fisik. Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat
dorman dan aerob.
Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 1000C selama 5 – 10 menit atau pada
pemanasan 600C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70 – 95% selama 15 – 30 detik. Bakteri
ini tahan 1- 2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan bulan),
tetapi tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2011).
2.4. Epidemiologi Tuberkulosis Paru
2.4.1. Distribusi Frekuensi TB Paru
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru
dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga,
kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan
dan nifas.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-
rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan
tahunan rumah tangganya sekitar 20-30% (Kemenkes RI, 2011).
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
a. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara-negara yang
sedang berkembang.
b. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
b.1. Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan.
b.2. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,
penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin
penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang
standar, dan sebagainya).
b.3. Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak
standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis).
b.4. Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG (Bacillus Calmette Guerin).
b.5. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat.
c. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur
umur kependudukan.
d. Dampak pandemi HIV.
Indonesia sekarang berada pada urutan kelima negara dengan beban TB tertinggi
di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 dan estimasi
insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB
diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.
Pada tahun 2009, tercatat sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati
(data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan
demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case
Detection Rate 73%). Rata-rata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4
tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%.
Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian
TB nasional yang utama (Kemenkes RI, 2011).
2.4.2. Determinan TB Paru
Penyakit TB pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin dan faktor sosial lainnya, untuk
lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
a. Faktor sosial ekonomi : Faktor sosial ekonomi sangat erat dengan keadaan rumah,
higine yang rendah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan
sanitasi tempat kerja yang buruk dapat memudahkan penularan TB. Pendapatan
keluarga sangat erat juga dengan penularan TB, karena pendapatan yang kecil
membuat orang tidak dapat layak memenuhi syarat-syarat kesehatan termasuk
kesulitan membeli obat dan membuat keterlambatan dalam diagnosis (Djojodibroto,
2013).
b. Status gizi : Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi
dan Iain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan
terhadap penyakit, termasuk TB paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang
berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
c. Umur : Profil kesehatan Indonesia tahun 2002 menggambarkan persentase
penderita TB terbesar adalah usia 25-34 tahun (23,67%), diikuti 35-44 tahun
(20,46%), 15-24 tahun (18,08%), 45-54 tahun (17,48%), 55-64 tahun (12,32%),
lebih dari 65 tahun (6,68%) dan yang terendah adalah 0-14 tahun (1,31%)
(Widoyono, 2011). Gambaran seluruh dunia menunjukkan bahwa morbiditas dan
mortalitas meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Pada usia lanjut lebih dari
55 tahun sistem imunolosis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap
berbagai penyakit, termasuk penyakit TB paru (Manalu, 2010).
d. Jenis kelamin: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak
menderita TB paru dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan laki-laki lebih
banyak melakukan mobilisasi dan mengonsumsi alkohol dan rokok. Laporan dari
seluruh provinsi Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 76.230
penderita TB paru terdapat 43.294 laki-laki (56,79%) dan 32.936 perempuan
(43,21%) (Widoyono, 2011).
2.5. Cara Penularan Tuberkulosis Paru
2.5.1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2.5.2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman TB ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.
2.5.3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman.
2.5.4. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
2.5.5. Daya penularan seorang pasien penderita TB ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
2.5.6. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
2.6. Patogenesis Tuberkulosis Paru
Tempat masuk kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran
pencernaan (GI), dan luka terbuka kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
yang terinfeksi TB. TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantai sel.
Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe
imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh
limfosit dan limfositnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas selular (lambat).
Berdasarkan penularannya maka tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 bentuk, yakni :
2.6.1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali.
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus).
c. Menyebar dengan cara :
c.1. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat
ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
c.2. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan.
c.3. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis landouzy. Penyebaran ini juga
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan:
c.3.1. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang
pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau,
c.3.2. Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
2.6.2. Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized
tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang
terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak
di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut:
a. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
b. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
c. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan
menjadi
c.1. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini
akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas.
c.2. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
c.3. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir
sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang
(stellate shaped).
2.7. Gejala Klinis Tuberkulosis Paru
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan sistemik. Bila
organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai
organ yang terlibat).
2.7.1. Gejala Respiratorik
Gejala-gejala respiratorik yang muncul seperti batuk ≥ 2 minggu, batuk berdahak: