Page 1
SPIRITUAL WELL-BEING PADA PENDETA GMIT YANG
MELAYANI DI KUANFATU – NUSA TENGGARA TIMUR
OLEH
ANASTHASYA FIELIA LITELNONI
802011094
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
Page 4
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Anasthasya Fielia Litelnoni
Nim : 802011094
Program Studi : Psikologi
Fakutas : Psikologi, Universitas Kristen SatyaWacana
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW
hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya
berjudul:
SPIRITUAL WELL-BEING PADA PENDETA GMIT YANG MELAYANI DI
KUANFATU – NUSA TENGGARA TIMUR
Dengan hak bebas royalty non-exclusive ini, UKSW berhak menyimpan mengalih
media/mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencita.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
Pada Tanggal : 12 Januari 2016
Yang menyatakan,
Anasthasya Fielia Litelnoni
Mengetahui,
Pembimbing
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS
Page 5
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Anasthasya Fielia Litelnoni
Nim : 802011094
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :
SPIRITUAL WELL-BEING PADA PENDETA GMIT YANG MELAYANI DI
KUANFATU – NUSA TENGGARA TIMUR
Yang dibimbing oleh :
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau
gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang seolah-olah sebagai karya saya sendiri
tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 12 Januari 2016
Yang memberi pernyataan
Anasthasya Fielia Litelnoni
Page 6
LEMBAR PENGESAHAN
SPIRITUAL WELL-BEING PADA PENDETA GMIT YANG MELAYANI DI
KUANFATU – NUSA TENGGARA TIMUR
Oleh
Anasthasya Fielia Litelnoni
802011094
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 12 Januari 2016
Oleh:
Pembimbing
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS
Diketahui oleh, Disahkan oleh,
Kaprogdi Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS Prof.Dr. Sutarto Wijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
Page 7
SPIRITUAL WELL-BEING PADA PENDETA GMIT YANG
MELAYANI DI KUANFATU – NUSA TENGGARA TIMUR
Anasthasya Fielia Litelnoni
Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
Page 8
Abstrak
Pendeta adalah sebutan bagi pemimpin agama Kristen Protestan di Indonesia. Pendeta
dari salah satu lembaga agama Kristen Protestan yang disebut Gereja Masehi Injili di
Timor (GMIT) memiliki tugas dan tanggung jawab sama seperti pendeta pada
umumnya yaitu memimpin kebaktian, dan ritual-ritual Kristen Protestan lainnya.
Namun ada hal yang berbeda dari pendeta GMIT yang melayani di Kuanfatu. Kuanfatu
adalah salah satu wilayah GMIT yang terletak di Kabupaten Timor Tengah Selatan
(TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Selain menjalankan tugas dan tanggung
jawab sebagai pendeta, semua pendeta yang ada di klasis Kuanfatu juga adalah seorang
petani ataupun orang yang berkebun. Mulai dari menyiapkan bibit, membakar lahan
untuk siap ditanam, menanam bibit pada musim tanam, merawat kebun dan
membersihkan kebun sampai memanen hasil kebun. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan secara komprehensif mengenai spiritual well-being
pada pendeta GMIT yang melayani di Kuanfatu dari sisi Personal Domain, Communal
Domain, Environmental Domain, dan Transcendental Domain. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan alat ukur Spiritual Health And Life-Orientation
Measure (SHALOM) dengan jumlah 3 partisipan yang dipilih dengan teknik purposive
sampling. Hasil yang didapatkan adalah 2 partisipan menunjukkan adanya combine
effect yang positif antara semua domain spiritual well-being sedangkan 1 partisipan
menunjukkan adanya combine effect yang positif pada beberapa domain, tetapi pada
domain Personal Domain menunjukkan hasil yang negatif, dan tidak terdapat combine
effect pada semua domain.
Kata Kunci: Spiritual Well-Being, Pendeta, Spiritual Health, SHALOM.
Page 9
Abstract
Pastor is a predicate for a Chritistian religious leader in Indonesia. Pastors from on of
a Christian church institution which is called Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT)
have their duties and responsibilities same as the others Pastors in common such as
leading the worship, and rituals of other Protestant Christians. But there are some
different things from GMIT pastors who serve in Kuanfatu. Kuanfatu is one of the GMIT
region located in South Central Timor (TTS), East Nusa Tenggara (NTT). In addition to
performing their duties and responsibilities as a pastor, all the pastors in Klasis
Kuanfatu also is a farmer or someone who gardening. From preparing the seedlings,
ready for burning to clear land for planting, planting seedlings at planting, tending the
garden and cleaning the garden to harvest the crops. This study aims to identify and
describe comprehensively about the spiritual well-being at GMIT pastors serving in
Kuanfatu of the Personal Domain, Domain Communal, Environmental Domain, and
Transcendental Domain. This study used a qualitative method measuring devices
Spiritual Health And Life-Orientation Measure (SHALOM). The number of 3
participants were selected by purposive sampling technique. The results obtained are
two participants indicate a positive combine effect between all the domains of spiritual
well-being, while one participant showed a positive combine effect in multiple domains,
but the domain Personal Domain showed negative results, and there are no combine
effect in all domains.
Keywords: Spiritual Well-Being, Pastor, Spiritual Health, SHALOM.
Page 10
1
PENDAHULUAN
Semenjak akhir tahun 1980, terjadi peningkatan minat pada spiritualitas dan
religiusitas. Bukan hanya terjadi peningkatan minat, namun penelitian empiris dan
terkait dengan spiritualitas pun ikut berkembang pesat sejak tahun 1980-an dalam ilmu
sosial dan perilaku, pekerjaan sosial, keperawatan, kedokteran, neurobiologi, dan
spesialisasi akademik lainnya dan diterapkan profesi. (Moberg, 2010).
Spiritual berasal dari bahasa bahasa latin yaitu “spiritus” yang berarti “breath of
life” (nafas kehidupan). Dan dapat ditelusuri dari istilah Yunani yaitu “pneuma” yang
digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan roh (spirit) seseorang yang
dituntun (guided) oleh God’s spirit (Roh Allah). Menurut Elkins, 1988 (dalam
Heintzman, 2010) Pada jaman sekarang, spiritualitas sering didefinisikan sebagai “cara
dalam menjadi dan mengalami apapun yang datang melalui kesadaran akan dimensi
transenden dan dapat dikarakteristikan dengan berbagai nilai yang dapat
diidentifikasikan mengenai diri, orang lain, alam, kehidupan dan sesuatu yang dianggap
sebagai yang Utama (The Ultimate).
Spiritualitas tidak terikat pada agama manapun. Spiritualitas dan religiusitas tentu
adalah dua hal yang berbeda. Spiritualitas berfokus pada makna hidup dan alasan untuk
hidup serta tidak dibatasi pada kepercayaan atau praktek-praktek tertentu, sedangkan
religiusitas berfokus pada kepercayaan individu, mengikuti dan mempraktekan agama
tertentu (Gastaud dkk, 2006). Lama-kelamaan istilah spiritual ini berkembang dan tidak
hanya membatasi pada salah satu agama saja, namun dapat digunakan oleh setiap
manusia.
Karena berkembangnya ilmu-ilmu yang mempelajari tentang spiritualitas, maka
pada tahun 1971 White House Conference on Aging (WHCA) mencetuskan istilah
spiritual well being pertama kali yang merupakan perluasan ilmu spiritualitas. Lalu
pada tahun 1975 National Interfaith Coalition on Aging mendefinisikan Spiritual Well-
Being sebagai penegasan dalam kehidupan akan hubungannya dengan Tuhan, dirinya
sendiri, komunitas, dan alam yang membentuk dan merayakan „keutuhan‟.
Page 11
2
Menurut Fisher (2010) Spiritual Well Being memiliki empat domain, yaitu
Trancendental Domain yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan yang
dianggap Sang Superior (The Ultimate). Domain ini berkaitan dengan yang dianggap
transenden. Domain ini membahas tentang hubungan antara seseorang dengan „sesuatu‟
ataupun seseorang yang berada diatas level manusia. Seperti sang ultimate, kekuatan
kosmik, realitas transenden, ataupun Tuhan. Hal ini melibatkan iman, kekaguman, dan
penyembahan akan misteri dari alam semesta. Yang kedua adalah Communal Domain
yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lain dalam satu atau lebih
komunitas. Domain ini berkaitan dengan hubungan individu dengan orang lain. Domain
ini ditunjukkan dalam kualitas dan kedalaman akan hubungan interpersonal, antara
dirinya dengan orang lain, berkaitan dengan moralitas, budaya, dan agama. Hal-hal ini
diekspresikan dalam kasih, pengampunan, kepercayaam, harapan, dan kepercayaan pada
hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Yang ketiga adalah Personal Domain yang berkaitan
dengan hubungan manusia dengan dirinya sendiri serta bagaimana manusia memahami
dirinya sendiri. Domain ini berkaitan dengan hubungan individu dengan dirinya sendiri.
Personal domain adalah suatu domain dimana seorang individu berhubungan dengan
diri sendiri berkaitan dengan makna, tujuan, dan nilai-nilai dalam kehidupan. Kesadaran
akan diri sendiri adalah kekuatan pendorong atau aspek transenden dari jiwa manusia
dalam mencari identitas dan harga diri. Yang ke-empat adalah Environmental Domain
yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Domain ini
berkaitan dengan hubungan individu dengan alam, lebih dari perawatan dan
pemeliharaan untuk hal-hal fisik dan biologis, dengan adanya rasa kagum, dan
pertanyaan-pertanyaan (wondering); untuk beberapa, dan bagaimana merasa dirinya
memiliki kesatuan dengan alam.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk biopsikososiospiritual (Young &
Koopsen, 2011). Artinya dalam mendefinisikan manusia, tidak hanya aspek-aspek fisik
atau biologis saja, namun aspek psikologis, sosial dan juga spiritualitasnya. Fisher
(2011) menyatakan bahwa, “Manusia, pada intinya adalah makhluk spiritual.”
Pendeta pada hakikatnya adalah manusia yang merupakan makhluk biopsikososial
dan spiritual yang memiliki spiritual well-being. Pendeta (Dewanagari: pandit) adalah
sebutan bagi pemimpin agama. Kata pendeta (Sanskerta: Pandita)
Page 12
3
berarti brahmana atau guru agama Hindu atau Buddha. Di Indonesia, saat ini istilah
pendeta digunakan untuk sebutan pemimpin agama Kristen Protestan.
Pendeta adalah sebutan bagi pemimpin agama. Kata Pendeta berasal dari kata
Pandita (bahasa Sansekerta), yang berarti brahmana atau gutu agama Hindu atau
Buddha (http://id.wikipedia.org/wiki/Pendeta, 2015). Di Indonesia kata Pendeta lebih
mengacu pada pemimpin agam Kristen Protestan. Luther dalam Dahlenburg (2002)
menyatakan bahwa setiap orang Kristen adalah pendeta, tetapi pendeta-pendeta yang
dipanggil adalah pelayan-pelayan yang dipangil untuk melayani atas nama jemaat dan
jabatan mereka sebagai pendeta merupakan suatu pelayanan saja. Bons-Strom (2001)
menjelaskan pendeta merupakan gembala khusus penuh waktu (full time). Sewaktu
masih muda, seorang pendeta sudah belajar ilmu teologi, atau berdasarkan karunia
khusus diangkat menjadi pendeta. Di beberapa denominasi gereja, lulusan sarjana
teologia lah yang diangkat menjadi pendeta. Sedangkan di denominasi yang lain tidak
mementingkan lulusan mana, namun dengan adanya pembekalan rohani atau pelatihan
tertentu dapat menjadikan seseorang menjadi pendeta. Ilmu teologi atau pelatihan
tersebut yang dijadikan bekal dalam pengembangan jemaat. Menurut Luth (dalam
Dahlenburg, 2002) walaupun semua orang Kristen merupakan pendeta, namun tidak
semuanya sanggup dan boleh berkhotbah, mengajar atau memimpin.
GMIT adalah salah satu lembaga gereja Kristen Protestan yang lahir sebagai hasil
pekabaran Injil Badan-Badan Pekabaran Injil Belanda, berlatar belakang tradisi
Hervormd yang bersumber dari ajaran Calvin, yang dimulai pada abad XVII dalam
wilayah keresidenan Timor. Selanjutnya GMIT juga ikut dibidani oleh para pekabar
injil pribumi hasil didikan Badan-Badan Pekabaran Injil Belanda yang melibatkan para
penginjil awam. GMIT terbentuk sebagai sebuah gereja Oikumenis mandiri pada
tanggal 31 Oktober 1947 sebagai salah satu gereja bagian dari Gereja Protestan di
Indonesia (Indische Kerk) yang sebelumnya telah terbentuk atas inisiatif pemerintahan
kolonial Belanda. Sebagai suatu gereja teritorial yang meliputi wilayah NTT (kecuali
Sumba), dan Pulau Sumbawa di NTB, pada saat yang sama GMIT juga adalah bagian
dari gereja universal sebagai anggota tubuh Kristus. Atas dasar ini GMIT
mengembangkan hubungan oikumenis dengan gereja-gereja seasas, denominasi-
Page 13
4
denominasi Kristen, organisasi-organisasi Kristen (di lingkup nasional, regional, dan
internasional), agama-agama, masyarakat luas, serta lingkungan hidup.
Pada awal tahun 2015, GMIT adalah lembaga gereja terbesar setelah Huria Kristen
Batak Protestan (HKBP). GMIT memiliki 1207 pendeta. Jumlah anggota jemaat yang
terdaftar di GMIT adalah sekitar 1,2 juta jiwa, dengan 2200 jemaat (gereja). Wilayah
pelayanan GMIT tersebar di seluruh Nusa Tenggara Timur (kecuali Pulau Sumba),
Sumbawa NTB, dan Batam yang dibagi menjadi 44 Klasis. Salah satu klasis di GMIT
adalah klasis Kuanfatu. Di klasis Kuanfatu jumlah anggota jemaat yang terdaftar adalah
22.908 jiwa, terdapat 65 jemaat (gereja) yang dilayani oleh 11 orang pendeta. (Sumber:
Wawancara dengan pegawai kantor Sinode GMIT).
Pendeta GMIT di Kuanfatu dapat dikatakan berbeda dengan pendeta pada
umumnya. Pada umumnya, pendeta adalah sosok yang memimpin kebaktian dan
berkhotbah saja, namun di Kuanfatu pendeta juga dianggap sebagai pemimpin
masyarakat, bukan hanya dalam kehidupan bergereja, tetapi juga dalam kehidupan
bermasyarakat terutama di bidang pemerintahan. Pendeta di kuanfatu juga melakukan
aktifitas lain yang berhubungan langsung dengan alam seperti bertani, berkebun dan
berburu. Selain aktifitas yang berbeda, pendeta di Kuanfatu hanya berjumlah 11 orang
dan harus mengurus 65 jemaat (gereja) dengan total 22.908 jiwa yang terdaftar sebagai
jemaat. Karena uniknya fenomena yang ditemukan peneliti, maka peneliti menganggap
bahwa topik ini layak untuk diteliti terutama dengan metode kualitatif.
Di Amerika, penelitian dari sudut pandang cross-faith dan interdisipliner dilakukan
oleh Amy L. Ai, pada kaum lansia untuk melihat gambaran mengenai Spiritual Well-
Being, Spiritual Growth, dan Spiritual Care pada pemeluk agama Kristen dan Buddha.
Hasilnya adalah semua kebutuhan akan spiritual tersebut digunakan sebagai cara untuk
mengatasi peristiwa-peristiwa negatif dalam kehidupannya. (Ai, 2000)
Selama proses penelitian, peneliti belum menemukan penelitian mengenai spiritual
well-being pada pemuka agama di Indonesia, namun terdapat artikel mengenai
Spiritualitas Pelayan Kristen yang ditulis oleh Pdt. Minggus M. Pranoto pada tahun
2007 yang mengambil kesimpulan spiritualitas pelayanan Kristen mengikuti
keteladanan kehidupan dan pelayanan Tuhan Yesus Kristus, yang menyatakan kehendak
Page 14
5
Bapa dengan berdasarkan kuasa penyertaan Roh Kudus. Hal inilah yang membuat
peneliti merasa topik yang akan diteliti ini adalah topik yang jarang dan layak untuk
diteliti secara mendalam.
Penelitian ini mengambil tempat di desa Kuanfatu di Kabupaten Timor Tengah
Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Indonesia. Pendeta di sana bekerja sebagai
pemuka agama, yang bertugas untuk mempimpin ibadah setiap minggu dan perlu
memaknai Tuhan sebagai unsur transenden. Hal ini berkaitan dengan Trancendental
Domain. Sebagai pendeta, mereka juga bertugas untuk kunjungan ke jemaat-jemaat dan
membina relasi yang baik dengan anggota jemaat dan pemeluk agama lain di sekitarnya.
Hal ini berkaitan dengan Communal Domain. Sebagai seorang pemuka agama,
bagaimana seorang pendeta menganggap dirinya adalah hal yang berpengaruh dalam
kehidupan berjemaat. Bagaimana pendeta mendalami identitasnya sebagai pendeta,
merasakan inner-peace dan arti hidupnya dapat berkaitan dengan Personal Domain.
Dalam hal berkebun, bercocok tanam, beternak hewan, melakukan panen pada musim
panen dan sebagainya menunjukkan bahwa pendeta di Kuanfatu memiliki keunikan
tersendiri dengan memiliki interaksi langsung dengan alam sekitarnya. Hal ini berkaitan
dengan Environmental Domain yang dimiliki pendeta.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka pertanyaan penelitian yang ingin dijawab
adalah, bagaimana gambaran spiritual well-being pendeta GMIT yang melayani di desa
Kuanfatu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan secara
komprehensif mengenai spiritual well-being pada pendeta GMIT yang melayani di
Kuanfatu.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Brannen (dalam Alsa, 2004)
menyatakan bahwa pendekatan kualitatif berasumsi bahwa manusia adalah makhluk
yang aktif, yang mempunyai kebebasan kemauan, yang perilakunya hanya dapat
dipahami dalam konteks budayanya, dan yang perilakunya tidak didasarkan pada
hukum sebab akibat. Oleh karena itu pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami
objeknya, tidak untuk menemukan hukum-hukum, tidak untuk membuat generalisasi.
Page 15
6
Prosedur Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposeful
sampling atau bisa juga disebut purposive sampling dimana partisipan dipilih
berdasarkan kepada ciri-ciri yang sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.
(Herdiansyah, 2015)
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah pendeta GMIT yang melayani di Kuanfatu.
Semua partisipan adalah lulusan S1 dari Fakultas Theologia ataupun dari Sekolah
Tinggi Theologia di luar NTT. Semua partisipan berasal dari etnis yang berbeda, namun
semuanya aktif dalam pelayanan dan melakukan tugas-tugas pendeta seperti memimpin
kebaktian minggu, kebaktian rayon, ibadah duka, pemberkatan orang nikah dan
berbagai tugas pendeta pada umumnya. Ketiga partisipan juga terlibat aktif dalam
bidang pertanian, perkebunan. Mereka melakukan hal-hal yang pada umumnya
dilakukan seorang petani seperti menyiapkan lahan, membakar lahan pada beberapa saat
sebelum memasuki musim tanam, lalu mulai menyebarkan bibit pada hujan pertama,
merawat, mengurus, dan juga memanen pada saat musim panen.
Partisipan pertama berinisial PM adalah seorang pendeta yang berusia 33 tahun
yang berasal dari suku Alor, Nusa Tenggara Timur. PM berjenis kelamin laki-laki dan
telah menjadi pendeta selama 5 tahun. PM ditempatkan di Kuanfatu sejak dirinya
ditahbiskan menjadi pendeta pada tahun 2010. PM menempuh pendidikan terakhirnya
di Sekolah Tinggi Theologia (STT) Intim di Makassar, Sulawesi Selatan. PM telah
menikah dan memiliki dua orang anak. Karena ketidak-tersediaan rumah bagi pendeta
jemaat PM, Istri dan anak PM tinggal di rumah mereka di Kecamatan Bena, sedangkan
PM menumpang di rumah jemaat selama melayani. Ketika selesai melayani, PM akan
kembali ke Bena untuk tinggal bersama istri dan anak-anaknya.
Partisipan kedua berinisial IS adalah seorang pendeta yang berusia 30 tahun. IS
berasal dari suku Sabu, NTT. IS berjenis kelamin perempuan dan telah menjadi pendeta
selama 2 tahun. IS ditempatkan di Kuanfatu semenjak dirinya menjalankan masa
vikaris, kemudian ia ditahbis menjadi pendeta di Kuanfatu pada tahun 2013 sampai
sekarang tahun 2015. IS menempuh pendidikan terakhirnya di STT Intim di Makassar,
Page 16
7
Sulawesi Selatan. IS telah menikah selama satu tahun, dan belum dikaruniai anak. Pada
saat penelitian berlangsung, IS tinggal di rumah pastori jemaat yang terletak tepat
disamping gereja tempat ia melayani. Tempat tinggal IS tidak memiliki aliran listrik
sama sekali sehingga akan menjadi sangat gelap pada malam hari. Satu-satunya
penerangan adalah dengan lampu senter yang berukuran cukup besar yang digunakan
hanya pada malam hari di dalam rumahnya. Tetapi tidak ada penerangan sama sekali di
lingkungan tempat tinggalnya.
Partisipan ketiga berinisial YT adalah seorang pendeta berusia 51 tahun. YT berasal
dari suku Timor, NTT. YT berjenis kelamin laki-laki dan telah menjadi pendeta selama
25 tahun. YT ditempatkan di beberapa tempat sebelum ia ditempatkan di jemaat yang
sekarang. Sebelumnya ia ditempatkan di wilayah Amfoang dan Lelogama NTT
sehingga kemudian ia ditempatkan di Kuanfatu karena pada saat itu di wilayah
Kuanfatu kekurangan pendeta pada tahun 1990. YT menempuh pendidikan terakhirnya
di Universitas Kristen Duta Wacana pada tahun 1984 dengan mengambil program
double degree untuk Jurusan Arsitektur dan Fakultas Theologia dan lulus untuk kedua
jurusan pada tahun 1989. IS telah menikah dan dikaruniai 3 orang anak. Dua
diantaranya adalah anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Pada saat ini YT
menjabat sebagai Ketua Klasis Majelis Jemaat Kuanfatu.
Proses Pengambilan Data
Perjalanan ke Kuanfatu menghabiskan waktu sekitar 4 jam dengan
menggunakan mobil. Peneliti menyempatkan diri untuk membeli Sirih Pinang dan juga
Kapur di salah satu pasar yang terletak antara Kupang – Kuanfatu sebagai tanda adat
agar peneliti dapat diterima di Kuanfatu. Sesampainya di tempat penelitian, peneliti
bertemu dengan Ketua Klasis Majelis Jemaat, menyerahkan Sirih Pinang dan kapur
serta tidak lupa menyampaikan maksud kedatangan peneliti.
Selanjutnya, peneliti bertemu dengan Ketua Klasis Majelis Jemaat dan
mengungkapkan maksud, tujuan, dan gambaran penelitian yang akan di lakukan di desa
tersebut serta mendapatkan rapport yang baik dengan pendeta-pendeta.
Peneliti kemudian berbincang-bincang dengan Ketua Klasis Majelis Jemaat dan
beberapa pendeta yang hadir di Loss Pelayan pada saat itu. Selanjutnya kami melihat-
Page 17
8
lihat keadaan di kuanfatu dengan menggunakan mobil, sambil mengunjungi beberapa
gereja yang ada di kuanfatu.
Dalam memilih dan memanfaatkan Informan, peneliti mendapat bantuan dari
Ketua Klasis Majelis Jemaat Kuanfatu yang akan menjadi informan dan menentukan
calon partisipan penelitian yang sesuai dengan kriteria yang peneliti sebutkan. Ketua
Klasis Majelis Jemaat sendiri bersedia untuk menjadi partisipan, setelah
memperkenalkan beberapa partisipan yang lain. Informasi dari informan sangat
membantu karena informan selain pendeta juga merupakan penduduk setempat yang
menguasai keadaan serta penduduk di lokasi penelitian dan informan sendiri adalah
pimpinan dari partisipan dalam hal ini adalah pendeta yang melayani di Kuanfatu.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan
metode wawancara yang dibuat berdasarkan pedoman wawancara (guideline interview)
dengan bentuk wawancara semi-terstruktur.
Aspek yang ingin diungkap melalui wawancara dalam penelitian ini adalah hal-
hal yang berhubungan dengan spiritual well-being pada pendeta GMIT yang
ditempatkan di desa Kuanfatu yang mencakup bagaimana gambaran spiritual well-
being.
Selama wawancara berlangsung dilakukan observasi, yaitu kegiatan memperhatikan
secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan
antar aspek dalam fenomena tersebut. Adapun hal-hal yang akan diobservasi adalah
kondisi fisik, emosional, dan setting lingkungan serta hal-hal yang mengganggu
jalannya wawancara.
Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Alat perekam (tape recorder dan MP4)
2. Pedoman wawancara
3. Lembar observasi
Peneliti menggunakan Spiritual Health And Life-Orientation Measure (SHALOM)
dalam pembuatan pedoman wawancara. SHALOM terdiri dari 20 item dengan lima item
Page 18
9
yang mencerminkan kualitas yaitu hubungan dengan diri sendiri, sesama, alam, dan
Tuhan yang adalah domain dari Spiritual Well-Being. SHALOM telah dites secara
mendalam dan dilaporkan sebagai Spiritual Well-Being Questionnaire (SWBQ) yang
jauh lebih baik untuk dijadikan acuan daripada SWBQ yang dibuat oleh Moberg
(Fisher, 2010). Menurut Fisher (2010) SHALOM sangat mungkin digunakan untuk
prosedur kualitatif untuk menggali dalamnya Spiritual Well-Being.
Analisi dan Uji Keabsahan
Proses analisis data kualitatif yang pertama dilakukan dengan mengetik kata demi
kata dengan mendengarkan pada rekaman wawancara ke dalam bentuk transkrip
wawancara. Selanjutnya peneliti memberi label dalam bentuk nomer secara berurutan
pada sebelah kiri dari tiap baris transkrip wawancara (verbatim) secara rapi dan
terorganisir. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam melakukan koding
dan analisis dengan memberikan kolom khusus di samping verbatim untuk
mencantumkan catatan khusus atau makna yang terkait. Setelah itu, peneliti menentukan
dan mencantumkan tema serta makna dibalik kalimat yang diucapkan partisipan di
kolom yang telah disediakan. Selanjutnya peneliti mengelompokan data ke dalam
aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian kemudian mencoba untuk
membandingkan antara partisipan pertama, partisipan kedua dan partisipan ketiga.
Untuk memeriksa keabsahan data peneliti menggunakan 2 cara yaitu
Trianggulasi Perspektif atau (multilevel perspective) yang dimaksudkan yaitu dengan
menggunakan perspektif orang lain. (Herdiansyah, 2015) Yang dilakukan peneliti
adalah dengan cara membahas hasil wawancara partisipan dengan orang terdekat dari
partisipan tersebut. Cara kedua yang dilakukan peneliti adalah Validasi Responden
(respondent validation). Peneliti meminta responden atau partisipan untuk membaca
dan menilai verbatim yang telah diketik berdasarkan apa yang dibicarakan pada saat itu.
Page 19
10
HASIL
Hasil penelitian diperoleh dari tema-tema yang berkaitan dengan domain Spiritual
Well-Being, yaitu: Personal Domain, Communal Domain, Environmental Domain dan
Transcendental Domain, ditemukan juga tema-tema lain seperti rasa syukur akan
dukungan pasangan hidup.
1. Personal Domain
Partisipan pertama (P1) merasa dirinya dibentuk, diproses dan berubah ketika
berkuliah di STT Intim Makassar. Setelah lulus, ia merasa bahwa dirinya adalah
seorang hamba Tuhan yang diberi tugas untuk melayani Tuhan dan jemaatnya kapanpun
dan di lingkungan manapun. Bukan hanya tugas dalam pemberitaan Firman, tetapi juga
diberi tugas untuk mengatur jemaat yang ditunjuk secara organisasi. Oleh karena itu,
pendeta juga ditunjuk sebagai Ketua Majelis Jemaat. Semua tugas itu telah diatur dalam
aturan GMIT. Pelayanan yang dilakukannya sebagai hamba Tuhan bukan hanya dalam
hal rohani, namun juga dalam hal jasmani.
Hal yang paling membahagiakan bagi P1 adalah ketika dalam keadaan sulit
apapun, dirinya tetap beraada dalam tugas panggilan sebagai hamba Tuhan. Pengalaman
yang paling membahagiakan yang dirasakan P1 adalah ketika ia harus melayani
perjamuan, namun istrinya harus dioperasi untuk melahirkan anak keduanya. Pada saat
itu P1 menyerahkan istri dan anaknya kepada Tuhan, dan percaya penuh pada Tuhan
karena ia harus meninggalkan istrinya dan melayani perjamuan kudus di gereja. Ketika
ia percaya penuh pada Tuhan dan Tuhan menyelamatkan istri dan anaknya, pada saat itu
ia tidak ragu bahwa Tuhan adalah sumber kebahagiaan bagi dirinya. Selain Tuhan,
keluarga juga adalah hal yang membahagiakan bagi dirinya. P1 bersyukur memiliki istri
yang selalu mendukung pelayanannya dan anak-anaknya yang dianggap mampu
menghilangkan beban pelayanan yang membuatnya lelah. Apabila P1 menyadari bahwa
dirinya sedang menjalani tugas pelayanan dengan baik artinya kedamaian itu tetap
menjadi bagian yang tidak usah dipikirkan. Ketika ada pelayanan, P1 merasa sukacita,
dan ia merasa bahwa Tuhan adalah sumber kedamaian bagi dirinya. Kedamaian bagi P1
muncul karena Tuhan telah membuatnya merasa aman terlebih dahulu.
P1 merasa hidupnya bermakna apabila dirinya berguna bagi Tuhan dan bagi
orang lain. Berguna bagi Tuhan maksudnya bahwa dalam keadaan paling sulit seperti di
Page 20
11
Kuanfatu pun ia tetap ada untuk melayani Tuhan. Walaupun terpisah dari keluarga yang
tinggal di Bena, kondisi cuaca dan medan geografis yang berat seperti di kuanfatu ia
tidak menyerah dalam melayani Tuhan dan merasa bahwa Tuhan tidak salah menunjuk
dirinya untuk melayani Tuhan. Berguna bagi sesama ditunjukkan dengan cara dirinya
melayani jemaat. Bukan hanya dengan memberitakan Firman Tuhan, tetapi juga dengan
bertani, membantu perekonomian jemaat. P1 menyadari bahwa mata pencaharian
masyarakat Kuanfatu dari dulu sampai sekarang adalah bertani. Masyarakat Kuanfatu
bisa menanam sayur, tetapi malu untuk menjual, sehingga ia bertekad untuk membantu
jemaatnya dalam bertani, menjual hasil panen, dan sekarang ia bertugas sebagai
operator desa karena kemampuannya di bidang komputer. Apapun yang ia lakukan itu,
tujuannya adalah bagaimana semua itu bisa berguna bagi jemaat.
Partisipan kedua (P2) merasa terbeban akan target pelayanan yang dihadapinya.
Beberapa tuntutan dari jemaat membuat dirinya seperti merasa kecil di jemaat tersebut.
Contoh tuntutannya adalah jemaat ingin menggunakan liturgi yang menggunakan
Nyanyian Kidung Baru (NKB), dan Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) dalam kebaktian.
Namun P2 merasa hal tersebut belum bisa terrealisasi karena harus membeli dalam
jumlah banyak dikarenakan banyak juga jemaat yang tidak mampu membeli NKB dan
PKJ. Dalam berpakaian pun, P2 merasa terbeban karena harus berpakaian rapi (rok)
dalam memimpin ibadah, padahal terkadang udara sangat dingin sehingga membuat P2
menggunakan celana panjang kain. Hal-hal tersebut yang membuat dirinya merasa
belum sempurna dalam menjalankan tugasnya sebagai pendeta.
P2 melihat dirinya adalah seorang pelayan atau hamba. Ia memiliki target yang ia
buat sendiri mengenai seorang hamba. Menurutnya hamba adalah orang yang melayani
meskipun dirinya berada di tengah-tengah orang-orang dan bahkan situasi-situasi yang
tidak diinginkan. Menurutnya, hamba harus tulus, ikhlas, dan sederhana. Tidak perlu
yang muluk-muluk dan itulah yang ingin dicapai P2 sebagai seorang hamba. P2
melakukan pelayanannya dengan sepenuh hati. P2 mengungkapkan bahwa dalam
melakukan pelayanan, hanya perlu ketulusan, kesederhanaan.
P2 beberapa kali mengungkapkan bahwa dirinya tidak bisa menilai dirinya sendiri,
namun yang ia ketahui mengenai dirinya sendiri adalah dirinya adalah orang yang cepat
marah, tetapi juga cepat sedih dan menangis. Dalam mengekspresikan kemarahannya,
Page 21
12
P2 tidak pernah menunjukkan kemarahannya di depan orang yang membuatnya marah,
namun menunjukkan kemarahannya di rumah, ketika sendiri dan tidak ada orang di
rumah. Tidak pernah marah itu ditunjukkan langsung kepada orang yang membuatnya
marah.
Hal yang membuat P2 bahagia adalah ketika dirinya telah selesai melakukan
pelayanan untuk hari itu. Menurutnya, perasaan tersebut membuatnya lega dan bahagia
apalagi ketika semua pelayanan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya hambatan. Ia
merasa apabila pelayanan tersebut berjalan lancar, ia merasa bahwa pelayanan itu tidak
sia-sia. Bisa melayani sampai selesai itu membawa perasaan puas bagi dirinya dan
merasa sejahtera setelah itu. Ada kepuasan tersendiri bagi dirinya ketika selesai
melayani walaupun dirinya merasa lelah. Tetapi apabila pelayanan hari itu tertunda atau
bahkan dibatalkan, kadang itu menjadi beban bagi dirinya. Hal lain yang membuatnya
bahagia juga adalah ketika melakukan pelayanan bagi anak-anak seperti mengajar
sekolah minggu dan PAUD. Menurut P2, melihat anak-anak berlarian dan bisa bertemu
anak-anak adalah hal yang lucu dan pada saat itu dirinya merasa seperti beban-beban
pelayanan dan beban-beban hidup hilang seketika. Menurutnya setelah selesai melayani
itu ia merasa damai sejahtera. Selain itu, ia merasa bahagia ketika bisa jalan-jalan ke
luar daerah kuanfatu. Ketika pergi ke SoE atau ke Kupang. Yang ia lakukan ketika
keluar daerah itu adalah jalan-jalan, pergi melihat keluarganya di kupang.
Menurut P3, orang yang membawa damai adalah orang yang berbahagia. Orang
yang menciptakan kedamaian, bisa itu perselisihan yang terjadi pada dirinya dan ia yang
berupaya berdamai, atau bisa juga ia yang hadir ditengah-tengah orang yang berselisih
dan menciptakan kedamaian bagi kedua belah pihak. Dan hal itu adalah hal yang telah
berhasil dilakukan oleh P3. Selain bisa membawa damai, P3 merasa bahagia untuk
belajar Theologia dan menjadi pendeta. Alasannya adalah ia merasa bahwa dirinya
mampu meneruskan pelayanan yang dilakukan kedua orang-tuanya yang adalah
pendeta. Ia juga merasa bahagia karena memiliki istri yang sangat mendukungnya
dalam pelayaan. P3 merasa bahwa istrinya mampu mengerti keadaan dirinya dengan
keberadaannya sekarang ini. P3 mengungkapkan bahwa ia mengalami beberapa kali
kegagalan dalam membangun hubungan asmara dengan wanita lain, karena wanita
Page 22
13
tersebut tidak tahan dengan sifatnya yang tidak mau diatur. Berbeda dengan istrinya
yang sekarang, yang selalu mengerti akan keberadaan dirinya.
P3 selalu menggunakan kalimat yaitu “masing-masing dengan tiap-tiap.” Dalam
melihat dirinya sendiri. Setiap manusia tidak bisa disamakan. Ia tidak bisa memaksa
dirinya untuk menjadi orang lain, dan tidak mau orang lain untuk menjadi dirinya dalam
hal apapun. Ia merasa, lebih baik menjalani perbedaan itu kemudian dikelola sehingga
dapat saling melengkapi satu sama lain. Itulah kemauannya. P3 memiliki prinsip untuk
tidak membebani dirinya dengan beban yang bukan bebannya. Artinya, ia memilih
untuk tidak ikut campur dengan urusan orang lain mengenai dirinya. Tetapi hal itu
bukan berarti ia tidak mau membantu meringankan beban orang lain. Ia tetap merasa
memiliki kewajiban untuk membantu orang lain sesuai kemampuannya. Ia merasa
bersyukur apabila melihat adik-adiknya yang lebih sukses darinya. Ia tidak merasa iri
sama sekali.
P3 menyadari bahwa dirinya memiliki kekurangan, dan kekurangan itu salah
satunya adalah beliau tidak mau diatur terlalu ketat. Itulah kelemahannya yang paling
dirasakannya. Ia tidak mau hidupnya diatur oleh peraturan yang terlalu formal terlebih
dalam hal pelayanan. Seperti dalam penampilan harus bersepatu, berjas, berdasi dan
sebagainya dan jadwal pelayanan yang mengikat seperti sudah diatur di setiap jamnya.
Bukan karena ia membenci itu, tapi baginya itu bukanlah dirinya yang sebenarnya.
Selain itu, ia merasa bahwa dirinya cepat memberikan respon apabila hal tersebut
adalah hal yang negatif. Ia memberikan peribahasa “seperti air di batang leher”
begitulah dirinya apabila bertemu dengan hal-hal negatif dalam hidupnya. Ia merasa
seperti tidak tahan untuk cepat menanggapi hal negatif tersebut dengan cara berbicara
dengan nada yang tinggi dan keras, atau kelihatan seperti sudah marah akan sesuatu.
Namun hal itu hanya dilakukannya atas peristiwa yang menurutnya merugikan banyak
orang dan dianggap salah bagi dirinya.
Adapun kelebihan-kelebihan pada diri P3 yang dirasakannya, antara lain ia
merasa bahwa menjadi pendeta adalah kelebihan dirinya. Menurutnya, tidak semua
orang mampu menjadi pendeta. Ia juga menyebutkan bahwa adalah suatu kelebihan
dirinya apabila ia bisa menjadi suami bagi istrinya, bapak dari anak-anaknya, dan kakak
bagi adik-adiknya. Selain itu, salah satu kelebihan dirinya adalah ia dipercayakan oleh
Page 23
14
pemerintah dalam mengelola proyek-proyek di desa dengan anggaran berapapun yang
masuk di desa itu. Sebelumnya, ia menceritakan bahwa dirinya merasa bangga atas
prestasi yang diterimanya dalam menyelesaikan masa studi selama 4 tahun, dan
mendapatkan dua gelar sekaligus.
P3 merasa bahwa makna hidupnya ialah bahwa ia harus siap menerima untuk
diterima atau ditolak oleh orang lain. Terlepas dari hal itu, ia menganggap bahwa makna
hidup baginya adalah bagaimana dirinya memiliki manfaat bagi orang lain dan bagi
dirinya sendiri. Sehingga ketika ia bertemu dengan orang lain ada sesuatu yang bisa
didapatkan dari dirinya bagi orang lain itu.
2. Communal Domain
P1 dalam setiap harinya selalu membaurkan diri dengan jemaatnya dengan
berpakaian yang biasa-biasa saja, seperti celana jeans, jacket, sendal, tidak memakai jas
karena menurutnya dengan berpakaian seperti itu jemaat akan lebih menerima
keberadaan dirinya dan tidak segan-segan dalam meminta tolong atau bantuan. Menurut
dirinya hal itu adalah salah satu cara dirinya menunjukkan kasih bagi sesama.
Bagi P1 peengampunan itu bukan hanya sekedar maaf. Tetapi juga bagaimana
pengampunan yang disapa dalam kata maaf itu disertai dengan perubahan. Bagaimana
dirinya bisa menjadi motivator bagi mereka yang melakukan kesalahan untuk bisa
berubah. Tidak lagi dia berbuat itu pada orang lain.
Dalam kehidupan berjemaat, P1 menganggap masalah kepercayaan adalah hal
yang penting. Kepercayaan itu perlu bukti. Tapi bukti itu secara sederhana. P1 tidak
setiap hari berada di jemaatnya karena ia harus pulang ke keluarganya yang tinggal di
Bena, dan hal yang bisa membuat ia menjaga kepercayaan jemaatnya dan jemaat
menjaga kepercayaan pada dirinya adalah dengan berkomunikasi, dan komunikasi
adalah hal yang paling penting dalam saling menjaga kepercayaan.
Dengan bekerja P1 mampu mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan yang
dimilikinya. Selain menjadi pendeta, ia juga adalah seorang operator desa karena ia
adalah orang yang menguasai komputer di Kuanfatu tujuannya agar ia menghilangkan
oknum-oknum yang menyelewengkan dana-dana desa. Selain itu ia juga aktif dalam
bidang pertanian. Ia bekerja tani untuk jemaatnya bukan untuk mendapatkan uang
Page 24
15
tambahan, tetapi untuk membantu perekonomian jemaatnya yang kurang mampu,
sekaligus memberitakan Firman Tuhan melalui bertani karena masyarakat di Kuanfatu
akan lebih mudah mengerti apabila Firman Tuhan itu langsung dipraktekan pada
kehidupan sehari-hari karena pemberitaan itu bukan hanya berhenti pada pemberitaan
secara kata-kata namun juga dalam tindakan. Bertani adalah wujud nyata dari khotbah
atau yang disebutnya sebagai tindakan khotbah.
P2 berpandangan bahwa dirinya tidak menunjukkan kasih dengan materi yang ia
punya, namun kebaikan itu ditunjukkan dengan sikapnya kepada orang lain. Seperti
bertegur sapa dengan siapapun, senyum, kunjungan ke jemaat-jemaat, bercerita dengan
jemaat dan membangun hubungan inter-personal yang baik dengan jemaatnya.
Berkomunikasi dengan baik dan menerima orang lain secara langsung menurutnya
adalah salah satu bentuk penghargaan bagi orang lain.
Menurut P2, pengampunan sebenarnya adalah hal yang sulit dilakukan, apalagi
terhadap orang-orang yang menyakiti dirinya dalam pelayanan yang ia lakukan. Yang
dilakukan P2 untuk mengampuni orang lain adalah dengan cara berdoa untuk orang
tersebut, dan bukan dengan kata-kata kepada orang yang bersangkutan. Ketika dirinya
belajar mengampuni dan melepaskan, ada beban dalam hidupnya yang berkurang.
Dengan mengampuni, dirinya bisa melepaskan sakit hati, dendam, dan kepahitan. P2
belajar mengenai makna pengampunan yang sebenarnya pada saat ayahnya meninggal
dunia di Kuanfatu pada awal tahun 2014. Menurut berita yang didengarnya, ayahnya
diracun oleh rekan kerja ayahnya karena sebelumnya ayahnya sehat, kemudian dipaksa
ke kantor pada hari libur. Ketika pulang dari kantor, ayahnya meninggal dunia. P2
menuturkan bahwa ketika ada sesuatu yang membuat dirinya sakit hati, ia akan
menangis dan berdoa. Hal itulah yang mampu memberikan kekuatan apabila bertemu
dengan orang yang menyakitinya tersebut.
Dalam hidup berjemaat, perlu adanya sikap saling percaya. P2 mengungkapkan
bahwa sikap saling percaya dalam jemaat ini dibuktikan dengan cara memberi
kesempatan untuk orang lain supaya mereka bisa juga melayani dengan baik. Pendeta
harus dipercaya sebagai pemimpin dan pendeta mempercayai mereka sebagai jemaat.
Sikap saling percaya ditunjukkan dengan berani menaruh kepercayaan pada orang lain.
P2 mengambil Paulus dalam Alkitab sebagai contoh bahwa Tuhan mempercayai dirinya
Page 25
16
dan memberikan kesempatan untuk berubah. Ia berpendapat bahwa ia tidak seharusnya
berpikir bahwa orang lain tidak bisa, tidak mampu, tapi untuk menjaga itu semua,
dirinya harus beri orang lain tanggung jawab. Mempercayakan hal tersebut pada orang
lain agar orang tersebut bisa menunjukkan bahwa dirinya mampu.
P3 menganggap bahwa dalam berrelasi dengan sesama manusia, konsep mengenai
pemahaman budaya merupakan hal yang penting. Dengan mengetahui budaya dari
tempat yang ditinggali, akan membantu dirinya untuk mewujudkan rasa keakraban dan
persaudaraan. Kasih terhadap sesama ditunjukkan dengan perilaku yang mengerti
budaya dan bertata-krama menurut budaya yang berlaku. Yang dilakukan P3 adalah
mencari tahu budaya dari tempat yang ditinggalinya yaitu budaya kuanfatu. Tata bahasa
yang digunakan dalam bersosialisasi juga sangat mempengaruhi hubungan dari suatu
relasi. Di Kuanfatu, dan hampir seluruh tempat di NTT budaya sirih pinang sangat
melekat dan kental bagi masyarakat asli. Bagi P3 Sirih pinang adalah lambang
persahabatan dan persaudaraan yang erat serta bentuk penghargaan bagi orang lain,
yang harus dibagi pada saat duduk bercerita atau berkunjung, maupun menerima
kunjungan.
P3 menilai bahwa salah satu hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat
adalah perilaku meminta maaf dan mengakui kesalahan apabila melakukan kesalahan.
Setiap orang yang meminta maaf dan mengakui kesalahannya bisa merasa malu dan
gengsi, tetapi tidak bagi P3. P3 tidak setuju dengan istilah bahasa daerahnya yaitu, “mes
na ta tef en bi neut na.” Istilah ini berarti, “nanti biar ketemu di kuburan” artinya
kesalahan orang tersebut akan mereka bawa sampai mati, untuk dibuktikan siapa yang
benar dan siapa yang salah. Artinya dendam yang dibawa mati. P3 menentang hal
tersebut karena menurut beliau, selama manusia diberi kesempatan hidup ia harus
mengakui kesalahannya dan menyelesaikan saat itu juga, lalu mengapa harus menunggu
sampai mati?
3. Environmental Domain
P1 memahami bahwa alam adalah salah satu unsur yang sangat penting bagi P1.
Dirinya menyadari bahwa alam adalah jantung dan nafas hidup manusia. Karena alam
inilah yang menghidupi manusia. Di dalam alam ini terdapat Tuhan yang adalah
Page 26
17
penguasa alam. Apabila manusia memperlakukan alam dengan semena-mena, sama saja
manusia tidak menghormati Tuhan. P1 menganggap bahwa alam ini adalah “kakak” dari
manusia karena di Kitab Kejadian, Allah menciptakan alam terlebih dahulu dari
manusia.
P2 adalah pendeta yang aktif berkebun dalam jemaatnya. P2 mengungkapkan
bahwa berkebun dan bercocok tanam adalah hal yang menyenangkan bagi dirinya,
apalagi ketika yang ditanamnya itu berbuah dan menghasilkan sesuatu. P2 sangat
bahagia ketika mendapatkan hasil panen yang baik, bukan untuk dijual demi
mendapatkan uang, tetapi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berkebun merupakan
suatu kenikmatan ketika apa yang diperjuangkan dan diusahakan kemudian
menghasilkan sesuatu. Selain itu, berkebun juga adalah refleksi dari iman. P2
mengutarakan bahwa dalam kitab Mazmur, ada tertulis bahwa apa yang ditabur itulah
yang dituai. Itulah yang dipegan dalam prinsip hidup P2 yaitu apa yang dilakukannya,
akan menjadi hal yang dituainya. Ia melihat bahwa ketika ingin menanam suatu
tanaman, tanah harus dibakar, dipotong, dibersihkan baru bisa ditanam. Menunggu
kebesaran Tuhan dengan hujan. Menurutnya, iman itu adalah sesuatu yang tidak
kelihatan, namun iman itu mampu diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari.
P2 melihat bahwa dirinya adalah ciptaan Tuhan, sama seperti alam semesta yang
lain. P2 mempercayai bahwa dirinya diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola
apa yang sudah diberikan Tuhan. Alam telah memberikan kehidupan bagi dirinya, dan
ia diberi kekuatan untuk membalas yaitu memberi sesuatu kepada mereka dengan
menjaga dan melestarikan alam disekitarnya.
P3 merasa tidak produktif apabila hanya melakukan tugas pendeta yaitu khotbah
di kampung. Ia melihat bahwa 90% pekerjaan di Kuanfatu adalah petani. Oleh karena
itu, dirinya mengikuti aktifitas jemaatnya di kebun mulai dari masa vikarisnya sampai
sekarang. Ia terkadang melihat bahwa cara menanam masyarakat masih tidak teratur,
masih asal tanam, tebas bakar dan sebagainya sehingga ia termotivasi untuk merubah
pola tanam masyarakat dengan pengalamannya sebelumnya. Ia berfokus pada tanaman-
tanaman umur panjang, dengan pemikiran bahwa suatu saat pohon-pohon besar akan
habis ditebang, tetapi tidak ada yang pernah menanam. Hal itu akan menimbulkan
berkurangnya mata air dan di masa depan, masyarakat akan kesulitan untuk membangun
Page 27
18
rumah karena pohon telah habis ditebang. Selain itu pohon-pohon berumur panjang
mampu menahan erosi dan juga bisa mendatangkan mata air. Daun-daun yang gugur
dari pohon besar mampu menjadi pupuk untuk menyuburkan tanah disekitarnya. Hal-
hal tersebut yang menjadi alasan bagi dirinya untuk menanam pohon atau tanaman
umur panjang. P3 tidak pernah merasa terpaksa dalam berkebun. Semua itu berangkat
dari pikiran-pikiran yang ia kembangkan sendiri, lalu ia aplikasikan dalam kehidupan
nyata sehari-hari.
Selain menanam pohon umur panjang P3 juga aktif berburu. Berburu babi hutan,
sapi hutan, menangkap udang di kali, memancing ikan kali, belut dan beruang malam.
Pada saat ia tinggal di Lelogama, masyarakat di sana selalu memiliki masa-masa khusus
untuk berburu, baik dengan panah maupun “senapan tumbuk”. Tujuan P3 berburu yaitu
untuk dapat merasakan daging binatang hutan. Untuk rusa, selain dagingnya
dikonsumsi, ia mengambil kepala dan tanduknya, sedangan untuk babi, ia mengambil
taringnya untuk menjadi hasil-hasil buruan yang dibuat menjadi kalung, hiasan dan
sebagainya. Namun, perilaku berburu P3 ini tidak sembarang dilakukannya, tetapi
dilakukan menurut peraturan adat yang berlaku. Ada masa KIO yaitu masa dimana
masyarakat tidak boleh berburu sama sekali. Seluruh hasil hutan, termasuk madu hutan
dalam bentuk buruan dilarang pada masa KIO. Setelah masa KIO selesai atau larangan
KIO diturunkan, pada masa itulah masyarakat boleh berburu. Selain KIO, ada juga
BANU. BANU adalah larangan untuk mengambil hasil hutan dalam bentuk tanaman
atau sesuatu yang dipanen seperti jeruk, pinang, kelapa, mengambil singkong dan
sebagainya. Apabila dilanggar ada denda adat yang berlaku pihak yang melanggar
tersebut.
P3 menganggap eksistensinya sebagai manusia adalah makhluk yang diciptakan
setelah Tuhan menciptakan seluruh alam semesta menurut kitab kejadian. Karena
pemahaman itulah ia menilai bahwa alam semesta ini adalah “kakak-kakak”nya
termasuk didalamnya hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan. Ia kemudian berpikir
bahwa manusia sepatutunya memiliki ketaatan, dan sikap penghargaan kepada alam
semesta ini. Menurut beliau, manusia diberi wewenang untuk mengelola, bukan
merusak, karena hidup manusia sebenarnya tergantung dari mereka.
4. Transcendental Domain
Page 28
19
Menurut Fisher (2011), Hubungan dengan yang disembah atau pada Tuhan
termasuk dalam definisi spiritualitas.
P1 memiliki hubungan pribadi yang khusus dengan Tuhan. Hubungan pribadi
dengan Tuhan ini dinyatakan P1 dengan menyediakan wakhtu khusus untuk bercerita
dengan Tuhan tentang keluarga, jemaat, dirinya sendiri, dan apapun itu. Selain berbicara
dengan Tuhan, ia juga sering memuji Tuhan dengan puji-pujian, alat musik dan
nyanyian. Puji-pujian itu dilantunkan apabila ia sangat lelah. Dengan menyanyi dan
memainkan alat musik, ia ingin menyatakan rasa syukur dan terimakasihnya atas
penyertaan Tuhan selama hari itu. Dalam setiap hari, ia pasti mengkhususkan waktunya
untuk menyembah Tuhan. Bagi P1, Tuhan adalah sahabatnya yang luar biasa. Bisa juga
sebagai Bapak, tetapi yang paling dirasakan adalah Tuhan sebagai sahabat. Sahabat
sejati, karena hanya seorang sahabat sejati yang bisa terus dan senantiasa bersama-sama
dengannya.
P2 percaya bahwa Tuhan adalah sosok yang besar, luar biasa, Tuhan memiliki
kekuatan di luar kekuatan manusia, karena Tuhan memiliki kekuatan pencipta.
Walaupun dirinya tidak bisa melihat Tuhan secara fisik, ia menganggap bahwa Tuhan
adalah sosok yang luar biasa dan lebih dari apapun dan P2 merasa kecil di
hadapannNya. P2 juga melihat Tuhan sebagai sumber kekuatan dan perlindungan bagi
dirinya. Ia selalu yakin bahwa Tuhan itu hidup dan Tuhan memiliki kekuatan yang
sangat luar biasa.
P2 selalu mempercayai bahwa Tuhan selalu menyertai dirinya. Ia percaya Tuhan
tidak meninggalkan dirinya dalam suasana terburuk sekalipun. Hubungan P2 dengan
Tuhan menurutnya, selama ini ia percaya bahwa segala sesuatu yang ia alami, terjadi
menurut rancangan Tuhan. Ia percaya bahwa dirinya sedang disiapkan untuk
megaproyek yang lebih besar daripada yang ia alami saat ini. Ada maksud dan tujuan
tertentu dari semua yang telah Tuhan lakukan di hidupnya.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan P2 dalam menunjukkan hubungannya
dengan Tuhan. Ia berjanji, bernazar, berdoa, dan mengucap syukur kepada Tuhan.
Semua hal yang ia lakukan itu bersumber dari hatinya, bukan sebagai tuntutan karena
dirinya adalah pemuka agama. P2 berpendapat bahwa sebaiknya ucapan syukur, nazar,
Page 29
20
sebaiknya dilakukan sebelum jemaat ada di gereja karena dirinya merasa itu adalah
salah satu usahanya menjaga hubungannya secara pribadi denga Tuhan sehingga bukan
kesan bahwa dirinya ingin dilihat orang lain, ingin dilihat orang ketika memberikan
persembahan. Ketika P2 sakit hati, dan merasa terbeban, ia akan berdoa pada Tuhan,
ketika berkebun ia akan berdoa, berbincang dengan orang lain pun dirinya akan berdoa.
Sesering mungkin dan sedapat mungkin dirinya akan berdoa kepada Tuhan.
P3 melihat dalam hubungannya dengan Tuhan, ia merasakan bahwa Tuhan yang
disembah ada Allah Bapa, Allah Anak, dan Roh Kudus. Dengan Allah Bapa, ia melihat
bahwa ada sosok Bapak di dalam Tuhan yang ia sembah. Oleh karena itu, ia selalu
berdoa Bapa Kami karena ia menganggap Tuhan adalah Bapak. Ia menambahkan juga
dalam melihat Tuhan Yesus, Yesus adalah anak, sama seperti dirinya juga adalah
seorang anak, oleh karena itu ia menganggap Yesus sebagai Kakaknya. P3
mengidentifikasi dirinya sebagai anak Tuhan, bukan cucu dan bukan anak angkat.
Selain itu P3 merasa bahwa dirinya tidak pernah dibiarkan jalan sendirian. Ia percaya
bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan anak-anaknya sendirian. Ia tidak pernah
khawatir ke manapun ia pergi, karena ia percaya bahwa ia tidak sendiri. Ada Tuhan
yang selalu bersama-sama dengan dia dan merasa tidak ada tempat baginya untuk
bersembunyi dari Tuhan.
Ada beberapa hal yang ia lakukan dalam hubungannya dengan Tuhan. Yang
pertama adalah ia menyempatkan dirinya selama beberapa detik untuk memberi tahu
Tuhan akan kegiatan yang akan dilakukannya, tetapi tidak secara doa formal. Pada saat
P3 merasa tidak berdaya karena ada pergumulan yang ia hadapi entah itu dalam jemaat,
ataupun kesulitan-kesulitan lain yang ia hadapi ia akan meminta sesuatu kepada Tuhan
entah di kamar tidurnya, dan kalau sampai ia tidak kuat akan masalah yang dihadapinya,
ia akan berlutut dan berdoa di gereja. Hal yang lain yang ia lakukan adalah ia akan
menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan dalam persembahan. Seluruh anggota
keluarganya juga melakukan hal serupa, dengan menyiapkan sejumlah uang dan
meletakannya dalam sebuah toples khusus kolekte sebagai persembahan dari dirinya
bagi Tuhan. Cara P3 menyembah Tuhan yang lain adalah dari sikap hidupnya.
Bagaimana ia bersikap untuk menyatakan hal-hal yang baik sehingga orang yang
melihat dirinya menjadi yakin bahwa ada Tuhan yang bersama-sama dengan P3 dan
Page 30
21
termotivasi untuk melakukan hal yang baik juga. Selain itu, P3 menyembah Tuhan
dengan bagaimana ia menata lingkungan yang ada disekitarnya. Menurutnya
penyembahan bagi Tuhan itu tidak harus melalui kolekte, tidak harus selalu ke gereja
tetapi juga dalam melihat dan mengelola alam disekitar kita. P3 menegaskan bahwa
semua hal yang ia lakukan untuk berhubungan dengan Tuhan itu ia lakukan bukan
karena statusnya sebagai pendeta, namun benar-benar karena itulah pribadinya yang
sebenarnya.
PEMBAHASAN
Pada P1 peneliti melihat bahwa ada hubungan antara Transcendental Domain
dengan Personal Domain. P1 mengungkapkan bahwa Tuhan adalah sumber
kebahagiaan dan kedamaian bagi dirinya. Ia merasa sukacita dalam melakukan setiap
pelayanan. P1 berpendapat bahwa dirinya menyadari akan identitasnya sebagai hamba
Tuhan yang adalah seseorang yang melayani Tuhan. Ia juga merasa dirinya bermakna
bagi Tuhan karena selalu ada hadir untuk melayani walaupun cuaca, kondisi, dan medan
yang sangat berat di Kuanfatu.
P1 memiliki hubungan antara Communal Domain dengan Environmental
Domain. Hal ini dibuktikan dari penuturan P1 yang mengatakan bahwa ia berbuat
kebaikan dan menunjukkan kasih pada sesama dalam hal ini pada jemaatnya yaitu
dengan membantu mereka berkebun. Dengan berkebun, P1 dapat membantu
perekonomian jemaatnya agar lebih mandiri, tetapi juga sebagai bentuk dirinya merawat
dan mengelola alam semesta.
P1 juga memiliki hubungan antara Environmental Domain dengan
Transcendental Domain. Hal ini dibuktikan dengan pernyataannya yang mengatakan
bahwa di dalam alam terdapat Tuhan. Tuhan adalah penguasa alam, jadi apabila
manusia memperlakukan alam dengan semena-mena, hal itu berarti ia tidak
menghormati Tuhan. P1 memahami bahwa alam semesta ini adalah “kakak” bagi
dirinya karena manusia diciptakan Tuhan setelah Tuhan menciptakan alam semesta.
Hubungan antara Personal Domain dengan Transcendental Domain pada P2
dapat dilihat dari beberapa hal berikut. Yang pertama adalah P2 merasa terbeban akan
Page 31
22
beban pelayanan yang ia rasakan. Menurut P2, ia memposisikan dirinya sebagai hamba
yang tulus dan sederhana. Tidak perlu mencapai target pelayanan yang tinggi yang
penting melayani. P2 merasa bahagia apabila pelayanan yang dilakukann telah selesai,
karena ketika pelayanan telah selesai ia bisa jalan-jalan melihat ibukota kabupaten yaitu
kota SoE dan ibukota provinsi yaitu Kupang.
Hubungan antara Personal Domain dengan Communal Domain yang dialami
P2 adalah dalam hal pengampunan. P2 merasa dirinya benar-benar merasa memahami
mengenai makna pengampunan ketika ia disakiti orang yang bahkan ia tidak kenal.
Pengampunan bagi dirinya adalah hal yang sulit dilakukan, namun ketika ayahnya
meninggal dengan dugaan diracun oleh teman kerja ayahnya, disitu P2 merasa sangat
terpukul dan belajar mengampuni secara penuh. Hal itu akhirnya terbawa sampai
pelayanan, ketika ia merasa terluka dengan perlakuan jemaat yang dipimpinnya, ia akan
mengingat bahwa hal yang ia alami pernah lebih besar sehingga memudahkan dirinya
memaafkan orang lain.
P2 memiliki hubungan antara personal domain, environmental domain dengan
transcendental domain. Hal ini dibuktikan dari pernyataan P2 yang mengatakan bahwa
dirinya merasa bahagia apabila dapat bercocok tanam dan berkebun. Ketika ia
berkebun, ia mendapat kepuasan tersendiri. Kepuasan/kebahagiaan itu berasal dari
refleksi imannya kepada Tuhan. Apa yang ia tabur, itulah yang ia tuai. Menurut
pandangan P2, dirinya adalah ciptaan Tuhan sama seperti alam semesta yang lain, hanya
saja ia memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengelola alam semesta ini.
Adanya hubungan antara Personal Domain dengan Transcendental Domain
pada P3 dapat dilihat dari pernyataannya bahwa ia tidak pernah merasa sendirian dan
kesepian karena Tuhan selalu bersama-sama dengan dirinya. P3 merasa penyertaan
Tuhan selalu ada baginya kemanapun ia pergi oleh karena itu ia tidak merasa khawatir.
P3 memiliki hubungan antara Personal Domain dengan Communal Domain. Hal
ini dibuktikan dengan beberapa pernyataan P3. P3 menyatakan bahwa orang yang
mampu membawa damai dalam perselisihan entah ia terlibat didalamnya, ataupun ia
mendamaikan orang lain yang berselisih adalah orang yang bahagia. Dan ia merasa
bahagia karena telah berhasil melakukannya. Selain itu P3 merasa bahagia karena
memiliki isteri yang sangat mengerti tentang dirinya. Ia mengemukakan bahwa pernah
Page 32
23
menjalani hubungan asmara dengan orang lain, namun gagal. Dan ia merasa bahagia
menjadi suami bagi istrinya. P3 memiliki istilah “masing-masing dengan tiap-tiap”.
Dengan prinsip ini P3 menjalani hidupnya dengan tidak menjadi orang lain, namun juga
tidak memaksa orang lain untuk menjadi dirinya karena menurutnya tiap orang itu
berbeda. Dengan perbedaan itulah, manusia akan hidup berdampingan saling
melengkapi.
P3 juga memiliki hubungan antara Environmental Domain dengan communal
domain. P3 melihat bahwa 90% masyarakat kuanfatu adalah petani dirinya termotivasi
untuk merubah pola tanam masyarakat yang masih tidak teratur. Dengan berkebun, ia
akan membantu memberikan pemahaman yang tepat mengenai pola tanam yang tepat
bagi masyarakat. Berkebun juga dapat mendatangkan mata air bagi masyarakat dan
kayu dari pohon bisa dipakai untuk masyarakat yang ingin membangun rumah. Selain
itu, P3 menghormati budaya masyarakat kuanfatu dalam mengambil hasil-hasil hutan
yang diatur dalam KIO dan BANU.
Dalam menunjukkan rasa syukur nya terhadap dukungan pasangan, P1
mengungkapkan bahwa dirinya sangat bersyukur telah memiliki istri seperti yang ia
miliki pada saat ini. Menurutnya, walaupun istrinya bukan pendeta, istrinya mampu
mengerti akan pelayanan yang dihadapi P1. P1 juga mengungkapkan bahwa istrinya
merupakan orang yang sabar menghadapi dirinya yang keras kepala dan tidak mau
diatur. Selain P1, P3 juga merasakan hal yang sama. Menurutnya, istrinya adalah hal
yang mampu membuat dirinya bahagia dalam pelayanan yang dilakukannya. P3 merasa
bersyukur, karena walaupun istrinya juga bukan pendeta, namun istrinya sangat
mendukung pelayanan dirinya, sehingga tidak ada perasaan curiga kepada P3. Hal ini
dirasa sangat penting bagi P3 karena dengan dukungan istrinya, ia menjadi kuat dalam
menjalani pelayanannya di Kuanfatu.
Page 33
24
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Spiritual health atau spiritual well being diindikasikan dengan adanya combine
effect dalam setiap domain yang dimiliki oleh individu. Spiritual Well-Being
ditingkatkan dengan mengembangkan hubungan yang positif pada setiap dominan.
(Fisher, 2011)
Dari hasil wawancara dan analisis data yang telah dilakukan, makan kesimpulan
yang diperoleh dalam penelitian ini berkaitan dengan hubungan antara keempat domain
yaitu Personal Domain, Communal Domain, Environmental Domain dan
Transcendental Domain dari Spiritual Well-Being pada masing-masing partisipan.
P1 memiliki combine effect yang positif antara semua domain Spiritual Well-
Being. Hubungan ini diwujudnyatakan dalam perilakunya dalam pelayanan dimana ia
memahami bahwa Tuhan adalah sumber kebahagiaan bagi dirinya, oleh karena itu ia
ingin menunjukkannya dalam bentuk kebaikan bagi orang lain dalam hal bekerja.
Bekerja yang dimaksud adalah berkebun, karena dengan berkebun ia mampu membantu
jemaatnya secara ekonomi. Berkebun juga adalah salah satu aksi nyata dari khotbah.
Menurut P1, dalam alam terdapat Tuhan sebagai penguasa alam semesta. Dengan
pernyataan ini, maka P1 menunjukkan bahwa dirinya memiliki Spiritual Well-Being.
Secara keseluruhan, P2 kurang memiliki combine effeect pada Spiritual Well-
Being karena hubungan yang terjadi hanya Personal Domain, Environmental Domain,
dengan Transcendental Domain. Selain itu, dalam memahami dirinya sendiri, pada
Personal Domain beberapa kali ia menuturkan bahwa ia kurang bisa menilai dirinya
sendiri. Ia juga merasa terbeban dengan beban pelayanan yang ia hadapi. Ia
mengungkapkan bahwa target pelayanan yang ia hadapi terlalu tinggi, padahal menurut
P2, seorang hamba seharusnya tulus, dan sederhana tidak usah tinggi-tinggi yang
penting melayani. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa P2 kurang berusaha untuk
mencapai target dari jemaat untuk ia lakukan dalam melayani. Hal ini ditunjang dengan
jawabannya yang mengatakan bahwa dirinya merasa bahagia apabila tugas pelayanan
pada saat itu telah selesai, tanpa tertunda dan sebagainya. Ketika ditanya hal lain yang
membuatnya bahagia, ia menuturkan bahwa ia bahagia apabila bisa jalan-jalan ke luar
Kuanfatu setelah melakukan pelayanan. Walaupun demikian, P2 tetap memiliki
Page 34
25
hubungan diantara domain-domain Spiritual Well-Being walaupun ada hasil yang
negatif pada salah satu domain, namun ketiga domain yang lain menunjukkan hasil
yang positif dan ada hubungan antara beberapa domain.
P3 memiliki Spiritual Well-Being yang ditunjukkan dengan adanya hubungan
positif antara keempat domain. P3 merasa bahagia apabila dapat berkebun, terutama
tanaman-tanaman umur panjang. Hal ini bertujuan agar tanaman-tanaman tersebut
mampu mendatangkan mata air bagi masyarakat, kemudian daun yang gugur bisa
menjadi pupuk yang sehingga tanah sekitarnya menjadi subur. Selain itu kayu pohon
dapat digunakan masyarakat untuk membangun rumah bagi masyarakat sehingga di
masa mendatang, masyarakat tidak susah-suah untuk mencari kayu. P3 juga memiliki
pandangan bahwa dengan merawat dan mengelola alam adalah salah satu bentuk
penyembahan kepada Tuhan. Ia menyembah Tuhan, karena ia merasa bahwa Tuhan
tidak pernah meninggalkan dirinya. Ia tidak pernah merasa khawatir dan kesepian
karena ia percaya bahwa penyertaan Tuhan selalu ada baginya.
Saran
Saran yang dapat diberikan peneliti
a. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan untuk menggali masalah Spiritual Well-
Being dengan metode yang berbeda yaitu dengan Focused Group Discussion
(FGD) agar hasil yang didapatkan lebih luas namun juga semakin mendalam.
Mengingat dalam penelitian ini pada saat mewawancarai salah satu partisipan,
partisipan yang lain ikut menjawab pertanyaan padahal pertanyaan tersebut
bukan untuk partisipan yang menjawab itu.
b. Bagi pimpinan sinode GMIT dalam membuat kebijakan yang tegas dalam
memperhatikan Spiritual Well-Being para pendeta yang melayani jemaat GMIT
di kuanfatu. Dalam hal ini, harap memperhatikan mengenai lamanya seorang
pendeta GMIT melayani dalam suatu jemaat, karena walaupun pendeta adalah
jabatan seumur hidup, tetapi periode pergantian struktur Anggota Majelis Sinode
GMIT berganti setiap 4 tahun dalam satu periodenya. Hal ini dapat dilakukan
agar pendeta di kuanfatu bisa berkesempatan memegang tanggung jawab jemaat
dan tantangan pelayanan yang berbeda.
Page 35
26
DAFTAR PUSTAKA
Ai, A. (2000). Spiritual well-being, spiritual growth, and spiritual care for the aged:
A cross – faith and interdisciplinary effort. Journal of Religious Gerontology,
Vol. 11, No. 2, pp 3-27
Alsa, A. (2004). Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Serta Kombinasinya Dalam
Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Bons-Storm, M. (2011). Apakah Penggembalaan itu. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Dahlenburg, G. (2002). Siapakah Pendeta Itu?. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Fisher, J., Francis, T., Johnson, P. (2000). Assessing spiritual health via four domains
of spiritual well-being: The SH4D1. Pastoral Psychoogy, Vol. 49, No. 2, pp.
133-145
Fisher, J. (2010). Development and Application of a Spiritual Well-Being
Questionnaire Called SHALOM. Journal of Religion, Vol. 1, No. 105-121, pp.
105-121 from www.mdpi.com/journal/religions
Fisher, J. (2011). The four domains model: connecting spirituality, health, and well-
being. Journal of Religions, 2, 17-28, from www.mdpi.com/journal/religions
Fisher, J. (2013). You can‟t beat relating with god for spiritual well-being;
comparing a generic version with the original spiritual well-being
questionnaire called shalom. Journal of Religion, 4, 325-335, from
www.mdpi.com/journal/religions
Gastaud, M. B., Souza L. D., Braga, L., Horta C., Oliveira,F. M., Sousa P. L., & Da
Silva, R. A. (2006). Spiritual Well-Being and minor psychiatric disorder in
psychology students: a cross-sectional study. Original Article.
Herdiansyah, H. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Psikologi.
Jakarta: Penerbit Salemba Humanika
https://id.wikipedia.org/wiki/Pendeta
Majelis Sinode GMIT (2011). Pokok-pokok eklesiologi GMIT, Tata dasar GMIT,
peraturan pokok klasis, peraturan pokok sinode, peraturan pemilihan
majelis sinode.
Moberg, D. (2010). Spirituality research: Measuring the immesurable?. Vol. 62, No.
2, pp. 99-114
Pranoto, M. M. (2007). Spiritualitas Pelayanan Kristen. Available (Online)
http://www.seabs.ac.id/journal/oktober2007/Spiritualitas%20Pelayanan%20
Kristen.pdf
Poerwandari, E. K. (2007). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Psikologi (LPSP3).