SOSIALISASI KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA DI RUMAH SAKIT OLEH LESTARI SRI PUSPARINI NIM. 101414253003 PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 2015
SOSIALISASI KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA
DI RUMAH SAKIT
OLEH
LESTARI SRI PUSPARINI
NIM. 101414253003
PROGRAM STUDI MAGISTER
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN...........................................1
1.1 LATAR BELAKANG.........................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH........................................3
1.3 TUJUAN PENULISAN.......................................3
BAB II. PEMBAHASAN...........................................4
2.1 SOSIALISASI K3....................................4
2.2 SOSIALISASI K3 DI RUMAH SAKIT.........................7
2.1 CONTOH KEGIATAN SOSIALISASI K3 DI RUMAH SAKIT.........14
BAB III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.........................18
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA......................................19
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Rumah sakit adalah bentuk industri jasa yang tidak
berbeda dengan industri barang. Dalam pelaksanaan proses
produksi, rumah sakit tidak terlepas dari adanya factor-faktor
serta potensi-potensi bahaya yang ada di dalamnya. Masalah
yang terjadi di rumah sakit dapat menghambat proses pelayanan,
termasuk diantaranya adalah terjadinya kecelakaan kerja,
penyakit akibat kerja, kebakaran, maupun akibat dari bencana
alam.
Berdasarkan data International Labour Organization (ILO)
tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik
karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat
kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatatat angka kematian
dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK)
sebanyak 2 juta kasus setiap tahun. Adapun hasil laporan
pelaksanaan kesehatan kerja di 26 Provinsi di Indonesia tahun
2013, jumlah kasus penyakit umum pada pekerja ada sekitar
2.998.766 kasus, dan jumlah kasus penyakit yang berkaitan
dengan pekerjaan berjumlah 428.844 kasus. Direktur Keuangan
1
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Herdy
Trisanto mengatakan angka kecelakaan kerja di Indonesia
mencapai 8.900 kasus dari Januari sampai April 2014.
Rumah sakit mempunyai perbedaan khas dengan tempat kerja
yang lain terkait dengan terbukanya akses bagi bukan pekerja
dengan leluasa. Berbeda dengan tempat kerja lain, hanya
pekerja saja yang dapat memasuki area pabrik misalnya. Sebagai
konsekuensinya, pajanan bahaya potensial yang terdapat di
rumah sakit dapat mengenai bukan hanya pekerja, tetapi juga
komunitas bukan pekerja dalam hal ini pengguna jasa rumah
sakit, dan juga pengunjung lainnya. Perbedaan lain adalah
dengan berlangsungnya kegiatan yang terus menerus 24 jam dan 7
hari seminggu, menjadikan risiko gangguan kesehatan menjadi
lebih besar sebagai akibat lama pajanan terhadap bahaya
potensial menjadi lebih lama.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi para pekerja di
Rumah Sakit dan fasilitas medis lain tidak kalah pentingnya
dibandingkan dengan sektor industri lainnya. Disadari atau
tidak, di lingkungan RS terdapat banyak bahan, alat dan proses
kerja yang berpotensi bahaya. NIOSH pada tahun 1985 mencatat
bahwa di RS terdapat 159 zat yang bersifat iritan bagi kulit
2
dan 135 bahan kimia berbahaya yang bersifat karsinogenik,
terratogenik dan mutagenik yang dapat mengancam pekerja. Angka
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di RS juga cukup memprihatinkan.
NSC-Amerika pada tahun 1988 mencatat frekuensi angka KAK di RS
lebih tinggi 41% dibanding pekerja lain. Di Indonesia,
penelitian dr Joseph tahun 2005 -2007 mencatat bahwa angka KAK
Needle Stick Injury (NSI) mencapai 38-73 % dari total
petugas kesehatan
Sebuah penelitian yang dilakukan Mehta A, Rodrigues C dkk
pada tahun 2010 menemukan bahwa dari 342 kasus Needle Stick
injury yang dialami petugas kesehatan di sebuah pelayanan
kesehatan didapati 37 kasus yang seropositif; 13 kasus
terkena HIV, 15 kasus terkena HCV, sembilan kasus untuk HBV.
Data penyebab luka akibat jarum suntik yaitu Enam puluh enam
luka tajam melalui kantong sampah, 43 luka terjadi selama
pemberian infus, 41 kasus selama pemberian injeksi, 35 kasus
selama jarum recapping, 32 kasus selama pengambilan sampel
darah, 27 kasus selama pemantauan gula darah acak (GDA), 24
dari instrumen OT, 17 kasus saat pembuangan jarum suntik, 16
kasus saat menggunakan pisau bedah, 7 kasus selama penjahitan
dan 34 kasus dari sumber-sumber lain-lain.
3
Munculnya kejadian kasus diatas disebabkan banyak hal
salah satunya adalah pelaksanaan upaya K3 yang belum optimal
sehingga para tenaga kerja di rumah sakit (maupun pengunjung
rumah sakit) tidak menyadari besarnya potensi kecelakaan kerja
dan penyakit kerja yang dapat mereka alami di rumah sakit.
Agar K3 di rumah sakit dapat dilaksanakan dengan baik,
maka pihak manajemen perlu memahami dan menerapkan berbagai
hal yang terkait dengan K3. Dengan penerapan K3 yang baik dan
benar tersebut maka berbagai PAK dan KAK dapat diminimalisasi,
produktivitas pekerja dapat ditingkatkan dan pada akhirnya
dapat meningkatkan profit bagi Rumah Sakit. Salah satu cara
efektif menuju penerapan K3 RS yang baik adalah dengan
sosialisasi program K3. Pada makalah ini akan di bahas lebih
lanjut mengenai sosialisasi K3 di rumah sakit sebagai bagian
dari upaya kesehatan dan keselamatan kerja.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Apakah yang dimaksud dengan sosialisasi k3?
Bagaimanakah perwujudan dan peran sosialisasi k3 di rumah
sakit ?
4
1.3 TUJUAN PENULISAN
Memberikan pengetahuan tentang sosialisasi k3.
Mengetahui perwujudan dan peran sosialisasi k3 di rumah
sakit.
5
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 SOSIALISASI K3
Kesehatan dan keselamatan kerja difilosofikan sebagai
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Dapat disimpulkan bahwa Kesehatan dan
keselamatan kerja adalah upaya untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi
kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi
Kesehatan kerja menurut WHO / ILO (1995) bertujuan untuk
peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental,
dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis
pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang
disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja
6
dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan
kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam
suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi
fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan
penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
pekerjaan atau jabatannya.
Dalam pasal 86 Undang – Undang No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Keselamatan kerja disebutkan pula dalam Undang-undang No.1
tahun 1970 yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan
kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam
air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur
syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan
dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Keselamatan dan kesehatan
7
kerja mutlak untuk dilaksanakan oleh karyawan dalam rangka
meningkatkan produktivitas baik individu maupun produktivitas
di tempat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja akan terwujud
dimulai dari perilaku karyawan dalam melaksanakan K3.
Menciptakan perilaku yang berkaitan dengan keselamatan dan
kesehatan kerja dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya
adalah pengetahuan, sikap dan motivasi. Jika faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku baik, maka perilaku karyawan dalam
penerapan prinsip K3 dengan sendirinya akan menjadi baik dan
produktivitas kerja meningkat. Untuk menungkatkan pengetahuan,
sikap dan motivasi K3, perlu dilakukan sebuah program
sosialisasi K3 terhadap karyawan yang bertujuan meningkatkan
perilaku K3 karyawan.
Kesadaran bahwa keselamatan merupakan nilai yang jelas
dalam suatu organisasi dimulai dengan komitmen pemimpin yang
dinyatakan dalam Top Level Safety Policy Statement. Kebijakan ini
diperlukan untuk menyampaikan pentingnya keselamatan yang
diwujudkan dalam tujuan , strategi, sasaran dan prioritas
jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan kebijakan
keselamatan , organisasi menunjukkan pentingnya fungsi budaya
8
keselamatan yang merepresentasikan “ nilai tindakan” akan
kondisi dan perilaku selamat.
Kebijakan keselamatan inilah yang kemudian digunakan
sebagai fondasi untuk membangun kerangka kerja keselamatan
organisasi. Kebijakan keselamatan harus dikomunikasikan agar
dapat dimengerti, dihayati, dan diterapkan seluruh individu di
organisasi tersebut. Karena itu, banyak kita jumpai instansi
membuat kebijakan keselamatan ini dalam bingkai yang bagus
agar menarik perhatian dan ditempel di setiap lokasi
strategis.
Kebijakan keselamatan bukan hanya untuk hiasan, tetapi
juga harus diterapkan. Untuk itu perlu proses sosialisasi,
yaitu penjabaran kebijakan dalam bentuk program keselamatan,
termasuk sumber daya keselamatan yang dapat dilaksanakan
dengan efektif dan efisien. (Heni, 2011)
Secara sederhana, sosialisasi merupakan suatu proses
dimana seseorang mempelajari pola-pola hidup dalam masyarakat
sesuai dengan nilai, norma dan kebiasaan yang berlaku untuk
berkembang sebagai anggota masyarakat dan sebagai individu
(pribadi).
9
Dalam arti luas, sosialisasi adalah proses pembelajaran
masyarakat “menghantar” warganya kedalam kebudayaan. Sedangkan
arti secara sempit, sosialisasi merupakan seperangkat kegiatan
masyarakat , yang di dalamnya individu-individu belajar dan
diajar memahirkan diri dalam peranan sosial sesuai dengan
bakatnya.
Pekerjaan di dunia ini pasti masing-masing memiliki
tingkat risiko bahaya. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang
aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai
produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak
untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa
kecuali. Upaya K3 diharapkan dapat mencegah dan mengurangi
risiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat melakukan
pekerjaan. Dalam pelaksanaan K3 sangat dipengaruhi oleh tiga
faktor utama yaitu manusia, bahan, dan metode yang digunakan,
yang artinya ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisahkan
dalam mencapai penerapan K3 yang efektif dan efisien. Sebagai
bagian dari ilmu Kesehatan Kerja, penerapan K3 dipengaruhi
oleh empat faktor yaitu adanya organisasi kerja, administrasi
K3, pendidikan dan pelatihan, penerapan prosedur dan peraturan
10
di tempat kerja, dan pengendalian lingkungan kerja. Dalam Ilmu
Kesehatan Kerja, faktor lingkungan kerja merupakan salah satu
faktor terbesar dalam mempengaruhi kesehatan pekerja, namun
demikian tidak bisa meninggalkan faktor lainnya yaitu
perilaku. Perilaku seseorang dalam melaksanakan dan menerapkan
K3 sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas
keberhasilan K3.
Program komunikasi dan sosialisasi K3 mencakup:
1. Safety Talk (setiap hari sebelum kerja selama 5
menit).
2. Daily meeting, toolbox meeting, tentang masalah
keselamatan dan kesehatan kerja dengan melibatkan
karyawan,outsourcing..
3. Pembuatan SOP yang berhubungan dengan K3.
4. Safety Inspection, yakni pemeriksaan kondisi lapangan
serta menginventarisasi segala hal yang berhubungan
dengan K3, yang dilakukan Safety Committee.
5. Pemasangan spanduk dan motto K3, papan pengumuman,
peringatan dan imbauan.
11
2.2 SOSIALISASI K3 DI RUMAH SAKIT
Dalam undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa upaya kesehatan dan
keselamatan kerja harus diselenggarakan di semua tempat kerja,
terutama yang memiliki resiko kecelakaan dan kesehatan tinggi,
mudah terkena penyakit, atau jumlah pekerja paling sedikit 10
orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah
bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja
dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak
kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang
bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS.
Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola Rumah Sakit
menerapkan upaya upaya K3 di Rumah Sakit.
Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat
berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan
penelitian. Rumah Sakit merupakan salah satu tempat bagi
masyarakat untuk mendapatkan pengobatan dan pemeliharaan
kesehatan dengan berbagai fasilitas dan peralatan
kesehatannya. Rumah Sakit sebagai tempat kerja yang unik dan
kompleks tidak saja menyediakan pelayanan kesehatan bagi
12
masyarakat, tetapi juga merupakan tempat pendidikan dan
penelitian kedokteran. Semakin luas pelayanan kesehatan dan
fungsi suatu rumah sakit maka semakin kompleks peralatan dan
fasilitasnya.
Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah
Sakit adalah upaya terpadu seluruh pekerja rumah sakit,
pasien, pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan
lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman
dan nyaman baik bagi pekerja rumah sakit, pasien,
pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi masyarakat dan
lingkungan sekitar rumah sakit.
Manajemen Keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit
adalah suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap proses
perencanaan , pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian
yang bertujuan untuk membudayakan Keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) di rumah sakit.
Program manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
bertujuan melindungi karyawan, pimpinan, dan masyarakat dari
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
(PAK), menjaga agar alat dan bahan yang dipergunakan dalam
proses kegiatan yang hasilnya dapat dipakai dan dimanfaatkan
13
secara benar, efesien, serta produktif. Upaya K3 sangat besar
peranannya dalam meningkatkan produktivitas terutama mencegah
segala bentuk kerugian akibat kecelakaan kerja. Masalah
penyebab kecelakaan yang paling besar yaitu faktor manusia
karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan, kurangnya
kesadaran dari direksi dan karyawan sendiri untuk melaksanakan
peraturan perundangan K3 serta masih banyak pihak direksi
menganggap upaya K3RS sebagai pengeluaran yang mubazir,
demikian juga dikalangan karyawan banyak yang menganggap remeh
atau acuh tak acuh dalam memenuhi SOP kerja. Penyebab lain
adalah kondisi lingkungan seperti dari mesin, peralatan,
pesawat, dan lain sebagainya
Penyakit akibat kerja di sarana kesehatan umumnya
berhubungan dengan berbagai faktor biologis (kuman patogen
yang umumnya berasal dari pasien). Tenaga medis rumah sakit
mempunyai risiko terkena infeksi 2-3 kali lebih besar daripada
medis yang berpraktik pribadi. Faktor kimia (bahan kimia dan
obat-obatan antibiotika, cytostatika, narkotika dan lain-lain,
pemaparan dengan dosis kecil namun terus menerus seperti
anstiseptik pada kulit, gas anestesi pada hati. Formaldehyde
untuk mensterilkan sarung tangan karet medis atau paramedis
14
dikenal sebagai zat yag bersifat karsinogenik). Faktor
ergonomi (cara duduk, mengangkat pasien yang salah), faktor
fisik yaitu pajanan dengan dosis kecil yang terus menerus
(kebisingan dan getaran diruang generator, pencahayaan yang
kurang dikamar operasi, laboratorium, ruang perawatan, suhu
dan kelembabam tinggi diruang boiler dan laundry, tekanan
barometrik pada decompression chamber, radiasi panas pada
kulit, tegangan tinggi pada sistem reproduksi, dan lain-lain)
serta faktor psikososial (ketegangan dikamar bedah, penerima
pasien gawat darurat dan bangsal penyakit jiwa, shift kerja,
hubungan kerja yang kurang harmonis, Bagian pemeliharaan
terpajan dengan solvent, asbes, listrik, bising, dan panas.
Karyawan di bagian cleaning service terpajan deterjen,
desinfektan, tertusuk sisa jarum suntik dan lain-lain.
Karyawan katering sering mengalami tertusuk jari, luka bakar,
terpeleset, keletihan, stres kerja, dan lain-lain. Teknisi
radiologi potensial terpajan radiasi dari sinar X dan
radioaktif isotop atau zat kimia lainnya. Perawat sering
cedera punggung, terpajan zat kimia beracun, radiasi, dan
stres akibat shift kerja. Petugas di ruang operasi mempunyai
risiko masalah reproduksi atau gastroenterology Pajanan limbah
15
gas anaestesi, risiko luka potong – tusuk, radiasi, dan lain-
lain. Rumah sakit merupakan penghasil sampah medis atau klinis
terbesar, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme patogen,
parasit, bahan kimia beracun dan radioaktif. Hal ini dapat
membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan baik bagi
petugas, pasien maupun pengunjung rumah sakit. Di samping itu,
jika pengelolaannya tidak baik dapat menjadi sumber pencemaran
terhadap lingkungan yang pada gilirannya akan menjadi ancaman
terhadap kesehatan masyarakat yang lebih luas. Pengelolaan
sampah dan limbah rumah sakit merupakan bagian dari upaya
penyehatan lingkungan, bertujuan melindungi masyarakat akan
bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari sampah atau
limbah rumah sakit.
Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 menjelaskan
pengertian rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Berdasarkan defenisi tersebut, maka suatu
rumah sakit sudah sepatutnya memberikan suatu pelayanan
kesehatan yang bermutu sehingga mampu memenuhi kebutuhan dan
tuntutan masyarakat. Selain dituntut untuk memberikan
16
pelayanan yang bermutu, rumah sakit juga perlu menjadi
hospital safety sehingga mampu melindungi pasien, pengunjung,
masyarakat sekitar dan tenaga kerjanya dari potensi bahaya
yang ada di rumah sakit. Hal ini diperjelas dalam Undang-
undang No 36 tahun 2009, yakni pengelola tempat kerja wajib
melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga
kerjanya. Berdasarkan undang-undang tersebut maka pengelola
tempat kerja di rumah sakit mempunyai kewajiban untuk
menyehatkan para tenaga kerjanya sehingga perlu diterapkan
keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
masyarakat yang padat modal, padat teknologi dan padat karya
yang dalam pekerjaan sehari-hari melibatkan sumberdaya manusia
dengan berbagai jenis keahlian. Jangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan sangat bergantung pada kapasitas dan
kualitas tenaga di institus pelayanan kesehatan. Dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan di Institusi pelayanan
kesehatan terutama di rumah sakit, penggunaan peralatan dengan
teknologi tinggi dan bahan-bahan serta obat berbahaya bagi
kesehatan untuk tindakan diagnostic, terapi maupun
17
rehabilitasi semakin meningkat. Terpaparnya tenaga kesehatan
dan tenaga kerja di institusi pelayanan kesehatan oleh agen
penyakit perlu mendapat perhatian khusus. Penyelenggaraan
kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit sangatlah perlu
mendapat perhatian yang serius. Perhatian pelayanan kesehatan
dan keselamatan kerja di rumah sakit tidak hanya untuk
pengguna rumah sakit yang meliputi pasien, pengunjung rumah
sakit dan tenaga pemberi pelayanan kesehatan ; tetapi juga
bagi pelaksana dan pengelola rumah sakit. Bangunan dan
lingkungan rumah sakit juga perlu mendapat perhatian agar para
pengelola rumah sakit, penyelenggara pelayanan maupun pengguna
rumah sakit dapat terlindungi keselamatan kerjanya dan
terhindar dari kecelakaan kerja.
Berbagai faktor dan sebab dari kurang pengetahuannya
sumber daya rumah sakit terhadap keselamatan, juga disebabkan
karena kurangnya fasilitas safety yang memadai. Oleh karena
itu K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) bagi pekerja di rumah
sakit dan fasilitas medis lainnya perlu diperhatikan
sedemikian rupa begitu pula penanganan faktor potensi
berbahaya yang ada di rumah sakit serta metode pengembangan
program K3 disana perlu dilaksanakan, seperti misalnya
18
perlindungan baik terhadap penyakit infeksi maupun non-
infeksi, penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung
diri dan lain sebagainya. Selain terhadap pekerja di fasilitas
medis/klinik maupun rumah sakit, K3 di rumah sakit juga
termasuk keselamatan dan hak-hak pasien, yang masuk ke dalam
program patient safety.
Program K3RS bertujuan untuk melindungi keselamatan dan
kesehatan serta meningkatkan produktifitas SDM Rumah Sakit,
melindungi pasien, pengunjung/ pengantar pasien dan masyarakat
serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap petugas
kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga
komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan
kerja.
Salah satu program K3RS yang harus diterapkan adalah
pembudayaan perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
rumah sakit (K3RS) yang meliputi :
a) Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran rumah sakit,
baik bagi pekerja,pasien serta pengunjung rumah sakit.
b) Penyebaran media informasi dan komunikasi baik melalui
film ,leaflet, poster, pamflet dll.
19
c) Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja disetiap unit
RS dan pada para pasien serta para pengantar
pasien/pengunjung Rumah Sakit.
Sosialisasi K3 Rumah Sakit adalah suatu proses
penyampaian informasi kepada seluruh pekerja rumah sakit
untuk dapat menerapkan budaya K3RS secara komprehesif dengan
tujuan dapat menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja rumah
sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja rumah
sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit.
Sosialisasi pentingnya K3 di rumah sakit salah satunya
bisa dilakukan dengan mengikutsertakan seluruh sumber daya
manusia yang ada untuk mengikuti training K3 rumah sakit.
Untuk terlaksananya program K3 dan dapat dilaksanakan dengan
baik, maka pihak manajemen rumah sakit perlu memahami berbagai
hal yang terkait dengan K3. Menindaklanjuti kebutuhan
pemahaman terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
tersebut, dalam training ini akan menjawab permasalahan-
permasalahan yang terkait K3 di rumah sakit, tidak hanya dari
aspek pengelolaannya saja, akan tetapi lebih meningkatkan
profesionalisme tenaga kerja yang ada di rumah sakit,
20
sehingga diharapkan para tenaga kerja tersebut lebih peka dan
kreatif dalam implementasi K3 di rumah sakit. Dengan penerapan
K3 rumah sakit yang baik dan benar tersebut maka berbagai
kasus-kasus kecelakaan kerja dapat diminimalisasi,
produktivitas pekerja dapat ditingkatkan dan pada akhirnya
dapat meningkatkan profit bagi rumah sakit.
Sosialisasi dilakukan melalui proses internalisasi yaitu
melalui:
a) Persuasi
b) Pembiasaan (Conditioning)
c) Sistem dan Prosedur
d) Kekuasaan
Metode sosialisasi penerapan budaya K3 rumah sakit
melalui:
1. Pengenalan (awareness) diantaranya :
a) Sosialisasi kebijakan K3 pada setiap pertemuan
(rapat, upacara)
b) Spanduk dengan pesan K3 (bulan K3, ultah RS)
c) Poster-poster pesan keselamatan ,Buku
saku yang berisi kebijakan K3 (bersamaan dengan slip
gaji)
21
d) Safety talk sebelum melaksanakan tugas
e) Contoh langsung di lapangan
2. Pemahaman
Pemahaman disini yakni memberikan informasi tentang
pentingnya penerapan k3 dalam Rumah Sakit atau instansi
kesehatan lainnya. Bentuk upaya pemahaman yang bisa
dilakukan yaitu:
a) Kursus / Pelatihan
b) Seminar
c) Study banding
d) Pelibatan dalam organisasi K3
e) Praktek Lapangan K3
3. Pengembangan (Development )
Pengembangan budaya k3 rumah sakit dilakukan dengan
pendampingan oleh staf ahli yang diberi wewenang untuk
memberikan pengarahan bagi staf atau tenaga kerja
lainnya. Dalam metode pengembangan ini dua elemen yang
sangat berpengaruh yaitu
a) Keterlibatan dalam tim K3
b) Sebagai fasilitator K3
22
2.1 CONTOH KEGIATAN SOSIALISASI K3 DI RUMAH SAKIT
a. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta (2014)
Demi meningkatkan kualitas dalam pelayanan, RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta mewajibkan segenap keluarga besar RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta termasuk pasien dan keluarganya
untuk mencuci tangan. Mengawali kewajiban tersebut, RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta menggelar Kampanye Hand Hygiene pada
hari Rabu, 29 Oktober 2014.
Kegiatan tersebut dipimpin langsung oleh Direktur
Pelayanan Medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, dr.Komaruddin
Sp.A. Adapun rangkaian acara yang diusung adalah sosialisasi
enam langkah cuci tangan yang dilakukan oleh duta-duta Hand
Hygiene RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta kepada segenap
keluarga besar RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, termasuk pasien
dan keluarganya. Tidak hanya sosialisasi saja, mereka juga
mengajak langsung pengunjung dan pasien rumah sakit untuk
mencuci tangan yang betul dan benar menggunakan handwash atau
cairan yang berbasis alkohol. Menurut Ibu Arifiana,
Koordinator Aksi Hand Hygiene sekaligus IPCN RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta, kebersihan tangan merupakan standart
23
precaution yang harus dijalankan rumah sakit yang merupakan
kegiatan pokok program PPI rumah sakit. Pengunjung dan pasien
di rumah sakit harus mendapatkan edukasi tentang kebersihan
tangan yang benar sesuai prosedur yang diterapkan rumah sakit
untuk mengurangi penularan penyakit dan infeksi.
Dalam acara kampanye cuci tangan tersebut, juga dilakukan
sosialisasi tentang pemadaman kebakaran menggunakan Alat
Pemadam Api Ringan (APAR) yang dilakukan oleh Tim Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Penggunaan APAR untuk kegiatan sosialisasi program Tim K3 ini
dilakukan dengan mendemonstrasikan cara memadamkan api
kebakaran yang harus bisa dioperasionalkan oleh segenap
keluarga besar RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta termasuk pasien
dan keluarganya.
24
b. RSUD Taman Husada Bontang (2013)
Mengingat pentingnya K3 di Rumah Sakit dan bertepatan
dengan bulan K3 yang jatuh pada bulan Februari, RSUD Taman
Husada Bontang menggelar kegiatan sosialisasi K3. Hal ini juga
dimaksudkan sebagai salah satu bentuk komitmen persiapan
menuju Rumah Sakit berstandar internasional. Tujuan dari
sosialisasi ini adalah untuk mencegah, mengurangi, bahkan
menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero
accident) sehingga tercapai suatu kondisi kerja dan lingkungan
kerja Rumah Sakit yang memenuhi persyaratan K3, dengan harapan
peningkatan efisiensi serta peningkatan produktifitas kerja
yang ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit.
Sosialisasi K3 dimulai sejak tanggal 05-18 Februari 2013,
kali ini difokuskan pada penanganan kebakaran, baik berupa
teori maupun cara penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR),
evakuasi pasien dari ruangan hingga ke tempat evakuasi
(Assembling Area) yang berada di tempat parkir halaman depan
RSUD Taman Husada Bontang”. Adapun peserta yang mengikuti
sosialisasi adalah pegawai RSUD Taman Husada Bontang.
25
c. RSUD Panembahan Senopati Bantul (2010)
K3RS menurut KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) Depkes
RI adalah Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana
Rumah Sakit.
Sosialisasi yang disampaikan di ruang lobi administrasi RSUDPS
dalam apel pagi hari Jum’at (03/09) kemarin oleh Sugiyanto,
S.Kom (Sekretaris K3RS) ini bertujuan agar seluruh karyawan
dan semua orang yang berada dalam lingkungan rumah sakit
mengetahui K3RS di RSUDPS.
Penilaian K3RS dalam rangka akreditasi adalah mencakup
seluruh karyawan dan kegiatan rumah sakit, bahkan dalam hal
tertentu pasien dan pengunjung.
Disampaikan pula tentang alur kerja Tim K3RS yaitu :
1. Mengumpulkan data.
2. Membuat evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut.
3. Melaporkan kepada direktur
Data berasal dari peran aktif anggota Tim K3 dan peran
aktif seluruh karyawan.
Peran aktif seluruh karyawan RS dalam hal ini adalah
menyampaikan informasi hal-hal yang berkaitan dengan K3 kepada
Sekretaris K3 yang nantinya akan diolah oleh Tim K3 menjadi
26
data. Misalnya kejadian kecelakaan kerja, pelanggaran larangan
merokok dan lain-lain.
Diharapkan dalam sosialisasi tersebut peserta apel yang hadir
dapat menyampaikan kepada semua sasaran atau paling tidak ke
teman sejawat. Serta peran aktif seluruh karyawan sangat
diharapkan terutama informasi kejadian-kejadian yang berkaitan
dengan K3
27
BAB III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit
tidak hanya untuk pengguna rumah sakit yang meliputi pasien,
pengunjung rumah sakit dan tenaga pemberi pelayanan kesehatan
tetapi juga bagi pelaksana dan pengelola rumah sakit.
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya untuk memberikan
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi
kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.
Agar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit
tercapai perlu dibuat perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan
pengawasan yang kemudian dilanjutkan dengan sosialisasi
penerapan budaya K3 di rumah sakit. Sosialisasi penerapan
budaya k3-rumah sakit dapat dilakukan melalui beberapa cara
yaitu sosialisasi kebijakan K3, spanduk dengan pesan K3 dapat
dilakukan pada pada bulan K3, ulang tahun Rumah Sakit dan
kegiatan ilmiah, poster-poster pesan keselamatan di area Rumah
Sakit, safety talk sebelum melaksanakan tugas seperti kegiatan
operan, laporan status pasien. Langkah – langkah sosialisasi
28
ini akan semakin efektif apabila didukung komitmen kebijakan
oleh pimpinan puncak, manajemen dan pelaksanaan seluruh
karyawan tanpa terkecuali pihak outsourcing maupun pengunjung
yang ada di rumah sakit.
29
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA
http://www.rspkujogja.com/info-pku/berita-pku-jogja/165-
jaga-kualitas-rs-pku-muhammadiyah-yogyakarta-wajibkan-hand-
hygiene
http://www.depkes.go.id/article/print/201411030005/1-orang-pekerja-
di-dunia-meninggal-setiap-15-detik-karena-kecelakaan-kerja.html
http://rsud.bontangkota.go.id/berita/9-berita-rsud/5-
sosialisasi-kesehatan-dan-keselamatan-kerja-di-rsud.html
http://rsudps.bantulkab.go.id/berita/baca/
2010/09/04/130514/sosialisasi-k3rs-di-rsud-panembahan-
senopati-bantul
Mehta A, Rodrigues C, Singhal T et al.2010. Interventions
to reduce needle stick injuries at a tertiary care centre.
Indian J Med Microbiol
Ekowati, Astriningrum Dyah (2009) Magang Tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di RSUP DR Sardjito . Other thesis,
Universitas Negeri Sebelas Maret.
Heni, Y., 2011. Improving Our Safety Culture: Cara Cerdas
Membangun Budaya Keselamatan yang Kokoh. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Undang – undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
30
Undang – Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang – undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
SK Menteri No 432/MENKSE/SK/IV/2007 tentang Pedoman
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Rumah Sakit.
SK Menteri No 1087/MENKSE/SK/VIII/2010 tentang Standar
Kesehatan dan Kelamatan Kerja di Rumah Sakit
31