Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat Yunani. Pembicaraan mengenai keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki. Untuk menjadi adil cukup terlihat mudah. Namun, tentu saja tidak sama penerapannya dalam kehidupan manusia. Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris adalah justice” yang berasal dari bahasa latin “iustitia”. Kata justice” memiliki tiga macam makna yang berbeda yaitu; 1) Secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya justness),
137

Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

Jan 27, 2023

Download

Documents

Zainal Arifin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius

sejak awal munculnya filsafat Yunani. Pembicaraan

mengenai keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai

dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai

pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir

bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada

kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki. Untuk menjadi

adil cukup terlihat mudah. Namun, tentu saja tidak

sama penerapannya dalam kehidupan manusia.

Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris adalah

“justice” yang berasal dari bahasa latin “iustitia”. Kata

“justice” memiliki tiga macam makna yang berbeda

yaitu;

1) Secara atributif berarti suatu kualitas yang

adil atau fair (sinonimnya justness),

Page 2: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

2

2) Sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan

hukum atau tindakan yang menentukan hak dan

ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature),

dan

3) Orang, yaitu pejabat publik yang berhak

menentukan persyaratan sebelum suatu perkara

di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist,

magistrate).1

Sedangkan kata “adil” bisa dilihat melalui

adaptasi dari bahasa Arab “al-‘adl” yang artinya

sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak,

penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat

dalam mengambil keputusan.2 Untuk menggambarkan

keadilan juga menggunakan kata-kata yang lain

(sinonim) seperti qisth, hukm, dan sebagainya.

Sedangkan akar kata ‘adl dalam berbagai bentuk

konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang

langsung dengan sisi keadilan itu (misalnya “ta’dilu”

1 http://iddiens.wordpress.com/2010/06/14/teori-keadilan,diakses pada 5 November 2011.

2 Dep. Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indinesia, cet.III Jakarta:Balai Pustaka, 1994

Page 3: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

3

dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ‘adl dalam arti

tebusan).3

Beberapa kata yang memiliki arti sama dengan

kata “adil” di dalam al-Qur’an digunakan berulang-

ulang. Kata “al-‘adl” dalam al-Qur’an dalam berbagai

bentuk terulang sebanyak 35 kali. Kata “al-qisth”

terulang sebanyak 24 kali. Kata “al-wajnu” terulang

sebanyak 23 kali, dan kata “al- wasth” sebanyak 5

kali.4

Kata “al-‘adl” dalam al-Qur’an terulang berbagai

bentuk, tidak ada yang dinisbatkan kepada Allah

menjadi sifat-Nya. Di sisi lain, beragam aspek dan

objek keadilan telah dibicarakan oleh al-Quran,

pelakunya pun demikian. Keragaman tersebut

mengakibatkan keragaman makna keadilan.

Paling tidak ada empat makna keadilan yang

dikemukakan oleh para pakar agama. Pertama, adil

dalam arti sama. Yang dimaksud adil di sini adalah3 M. Quraish Shihab, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,

Bandung: PT. Mizan, 2000, hal 184 http://www.duriyat.or.id/artikel/keadilan.htm, diakses 5

November 2011.

Page 4: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

4

memperlakukan sama atau tidak membedakan seseorang

dengan yang lain. Tetapi harus digarisbawahi bahwa

persamaan yang dimaksud adalah persamaan dalam hak.

Dalam surat al-Nisa' (4): 585 dinyatakan bahwa:

Artinya: “sesungguhnya Allah menyuruh kamumenyampaikan amanat kepada yang berhakmenerimanya, dan (menyuruh kamu) apabilamenetapkan hukum diantara manusia supaya kamumenetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allahmemberi pengjaran yang sebaik-baiknya kepadamu.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Mahamelihat.”

Kata "adil" dalam ayat ini -bila diartikan

"sama"- hanya mencakup sikap dan perlakuan hakim

pada saat proses pengambilan keputusan. Ayat ini

menuntun sang hakim untuk menempatkan pihak-pihak

yang bersengketa di dalam posisi yang sama,

misalnya ihwal tempat duduk, penyebutan nama (dengan

atau tanpa embel-embel penghormatan), keceriaan

wajah, kesungguhan mendengarkan, dan memikirkan

5 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putera

Page 5: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

5

ucapan mereka, dan sebagainya yang termasuk dalam

proses pengambilan keputusan. Apabila persamaan

dimaksud mencakup keharusan mempersamakan apa yang

mereka terima dari keputusan, maka ketika itu

persamaan tersebut menjadi wujud nyata kezaliman.

Kedua, adil dalam arti seimbang. Keseimbangan

ditemukan pada suatu kelompok yang didalamnya

terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan

tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi

oleh setiap bagian. Dengan terhimpunnya syarat ini,

kelompok itu dapat bertahan dan berjalan memenuhi

tujuan kehadirannya. Dalam surat al-Infithar (82) :

6-7, dinyatakan;

Artinya: “Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan

kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu YangMaha Pemurah? Yang menciptakan kamu lalumenyempurnakan kejadianmu, dan menjadikan kamu(menjadikan susunan tubuh)mu seimbang.” 6

6 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putera

Page 6: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

6

Seandainya ada salah satu anggota tubuh manusia

berlebih atau berkurang dari kadar atau syarat yang

seharusnya, maka pasti tidak akan terjadi

kesetimbangan (keadilan). Di sini, keadilan identik

dengan kesesuaian (keproporsionalan), bukan lawan

kata “kezaliman”. Perlu dicatat bahwa keseimbangan

tidak mengharuskan persamaan kadar dan syarat bagi

semua bagian unit agar seimbang. Bisa saja satu

bagian berukuran kecil atau besar, sedangkan kecil

dan besarnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan

darinya.

Ketiga, adil adalah perhatian terhadap hak-hak

individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap

pemiliknya. Pengertian ini mendefinisikan dengan

menempatkan sesuatu pada tempatnya atau memberi

pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat.

Lawannya adalah "kezaliman", dalam arti pelanggaran

terhadap hak-hak pihak lain. Dengan demikian

menyirami tumbuhan adalah keadilan dan menyirami

duri adalah lawannya. Sungguh merusak permainan

Page 7: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

7

(catur), jika menempatkan gajah di tempat raja,

demikian ungkapan seorang sastrawan yang arif.

Pengertian keadilan seperti inilah yang kemudian

melahirkan keadilan sosial.

Keempat, adil yang dinisbatkan kepada Ilahi. Adil

di sini berarti memelihara kewajaran atas

berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan

eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat

banyak kemungkinan untuk itu. Semua wujud tidak

memiliki hak atas Allah. Keadilan Ilahi pada

dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya.

Keadilan-Nya konsekuensi bahwa rahmat Allah tidak

tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat

meraihnya.7

Demikian pentingnya makna keadilan bagi manusia

sehingga memunculkan konsepsi-konsepsi yang kemudian

dipahami sebagai hak yang melekat pada setiap

individu. Dari sinilah kemudian para filsuf dan ahli

hukum tertarik untuk merumuskan makna keadilan yang7 M. Quraish Shihab, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,

Bandung: PT. Mizan, 2000, hal 20

Page 8: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

8

terus berputar dan tidak pernah berhenti dengan

segala problematikanya.

Diantara problema ini, yang paling sering

menjadi diskursus adalah tentang persoalan keadilan

yang berkaitan dengan hukum. Hal ini dikarenakan

hukum atau aturan perundangan harusnya adil, tapi

dalam realitanya seringkali tidak ditemukan.

Keadilan hanya bisa dipahami jika diposisikan

sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum.

Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut

merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak

waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi oleh

kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum

tatanan politik untuk mengaktualisasikannya.8

Dalam sejarahnya, perkembangan hukum liberal

menjadi hukum modern (pasca liberal) berdampak pada

keterlibatan negara untuk berperan aktif dalam

menentukan segala kebijakan,9 sehingga negara8 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis,

Bandung: Nuansa dan Nusamedia, 2004, hal 239.9 Satjipto Rahardjo, penegakan Hukum Progresif, Jakarta: PT.

Kompas Media Nusantara, 2010, hal 38

Page 9: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

9

diposisikan sebagai lembaga yang memiliki hak untuk

menetapkan sejumlah norma sebagai bentuk redistibusi

kekuasaan yang dalam pandang ilmu hukum khususnya

hukum pidana merupakan bentuk kongkrit dari kontrak

sosial.10

Redistribusi kekuasaan yang diterima oleh

negara inilah yang kemudian membuat negara dalam

sistem peradilan pidana memiliki kewenangan untuk

mengambil alih peran korban jika terjadi suatu

tindak pidana dalam masyarakat.11

Akan tetapi konstruksi sistem peradilan pidana

yang ada saat ini dianggap belum mampu memberikan

rasa keadilan karena tempat korban dan masyarakat

dalam sistem diambil alih oleh lembaga melalui

penuntut umum. Dalam hal demikian maka korban dan

masyarakat tidak dapat berpartisipasi secara10 Dalam hal ini otoritas Negara dapat dilihat dari

kewenangan Negara untuk menetapkan sejumlah norma yang berlakudalam hukum pidana (ius punale) dan hak memidana (ius puniendi)sebagai betuk penanganan dalam suatu tindak pidana yang terjadidalam masyarakat. H.A. Zainal Abidin, Hukum Pidana 1, Jakarta: sinarGrafika, 2007, cet.II, hal. 1.

11 Peran Negara dalam hal ini dilaksanakan oleh penuntutumum yang kewenangannya diatur dalam pasal 14 Kitab Undang-undangHukum Acara Pidana (KUHAP).

Page 10: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

10

langsung dalam penentuan akhir dari suatu

penyelesaian perkara pidana. Dalam kaitannya dengan

konsepsi hukum yang membahagiakan semua pihak12

tentunya akses masyarakat dan korban dalam

penyelesaian suatu perkara pidana yang menyangkut

kepentingannya harus dibuka, sehingga keadilan dapat

dimaknai secara hakiki.13

Di Indonesia, sistem peradilan pidana hampir

tidak memberikan tempat terhadap upaya penyelesaian

perkara pidana di luar sistem ini. Padahal hakikat

dari hukum pidana harus ditafsirkan sebagai suatu

upaya terakhir yang hanya dapat dijatuhkan apabila

mekanisme penegakan hukum lainnya yang lebih ringan

telah tidak berdaya guna atau dipandang tidak

memadai.14

12 Hukum hendaknya memberikan kebahagiaan kepada rakyat,yang setiap individu didalamnya dengan suka rela melaksanakantanpa adanya keterpaksaan ataupun menjadi beban budaya lokal.Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, Jakarta: PT. KompasMedia Nusantara, 2010, hal 42.

13 Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif , Jakarta:Badan PenerbitFH UI, 2009, hlm.53

14 Ibid, hal 44

Page 11: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

11

Selain pengambil alihan peran korban oleh

negara, yang menjadi persoalan lain adalah sanksi

atau pemidanaan. Sanksi dalam sistem peradilan

pidana di Indonesia masih menganut pada paradigma

pemidaan klasik yang bersifat retributif15, dimana

keberhasilan sanksi atau pemidanaan dapat dilihat

dari besar kecilnya penderitan yang diterima oleh

pelaku tindak pidana.16 Kemudian yang menjadi

persoalan sekarang adalah penderitaan yang diterima

oleh pelaku ternyata tidak mampu memulihkan korban

pada keadaan yang semula, karena korban tidak

memilki ruang untuk mengutarakan keinginannya.17

Oleh karena itu sangat perlu bagi sistem

peradilan pidana untuk memberikan ruang bagi

keadilan yang lebih bersifat restoratif (Restorative

15 Dalam teori ini dipandang bahwa pemidanaan adalah akibatnyata/mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada pelakutindak pidana. Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif , Jakarta:BadanPenerbit FH UI, 2009, hlm.66

16 Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam hukum Pidana, Jakarta: RajaGrafindo, 2004, hal.71.

17 Sebagai contoh adalah korban pemerkosaan, sebesar apapunpenderitaan yang diterima oleh pelaku sebagai pembalasan atastindak pidana pemerkosaan yang dilakukan tetap saja tidak mampumemulihkan apa yang telah terenggut dari korban.

Page 12: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

12

Justice). Keadilaan restoratif merupakan suatu model

pendekatan yang muncul dalam era tahun 1960-an dalam

upaya penyelesaian perkara pidana. Berbeda dengan

pendekatan yang dipakai pada sistem peradilan pidana

konvensional. Pendekatan ini menitik beratkan pada

adanya partisipasi langsung pelaku, korban dan

masyarakat dalam proses penyelesaian perkara

pidana.18

Dalam pandangan keadilan restoratif makna

tindak pidana pada dasarnya sama seperti pandangan

hukum pidana pada umumnya yaitu serangan terhadap

individu dan masyarakat serta hubungan

kemasyarakatan.19 Akan tetapi dalam pendekatan

keadilan restoratif, korban utama atas terjadinya

18 Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif, Jakarta:Badan PenerbitFH UI, 2009, hlm 2.

19 Dalam kenyataan pandangan ini tidak lepas dari pandanganilmu kriminologi yang melihat adanya perkembangan dalam melihatpelaku tindak pidana, pendefinisian tindak pidana serta responyang terjadi atas suatu tindak pidana. Meskipun tidak dapatdinyatakan bahwa pandangan kriminologi baru adalah serupa denganpandangan keadilan restoratif, akan tetapi tidak dapat dipungiribahwa kehadiran keduanya berdampak pada perubahan paradigmasebagai akibat perkembangan pemikiran ini. KoesrianiSiswosoebroto, Pendekatan Baru Dalam Kriminologi, Jakarta: PenerbitUniversitas Trisakti, 2009, hal 41

Page 13: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

13

suatu tindak pidana bukanlah negara, sebagaimana

dalam sistem peradilan pidana yang sekarang ada.

Oleh karenanya kejahatan menciptakan kewajiban untuk

membenahi rusaknya hubungan akibat terjadinya suatu

tindak pidana. Semantara keadilan dimaknai sebagai

proses pencarian pemecahan masalah yang terjadi atas

suatu perkara pidana dimana keterlibatan korban,

masyarakat dan pelaku menjadi penting dalam usaha

perbaikan, rekonsiliasi dan penjaminan

keberlangsungan usaha perbaikan tersebut.20

Kedilan restoratif bukanlah suatu yang asing

dan baru, karena keadilan ini telah dikenal dalam

hukum tradisional yang hidup dalam masyarakat. Dalam

wacana tradisional, keadilan restoratif pada

dasarnya merupakan model pendekatan dalam sistem

peradilan pidana yang dominan pada masyarakat adat

diberbagai belahan dunia yang hingga kini masih

berjalan. Keadilan ini menjadi suatu yang baru

karena dalam kenyataannya justru masyarakat modern20 Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif, Jakarta:Badan Penerbit

FH UI, 2009, hlm 3.

Page 14: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

14

kembali mempertanyakan bagaimana sistem peradilan

pidana tradisional dapat digunakan kembali dalam

menangani tindak pidana yang sangat berkembang pada

masa sekarang.21

Selain bukan menjadi hal baru yang sebelumnya

telah ada dalam hukum tradisional yang hidup dalam

masyarakat, prinsip dasar keadilan restoratif juga

telah lama ada dan menjadi landasan filosofis,

doktrin, dan tradisi yang diberlakukan oleh umat

Hindu, Budha, Islam, Yahudi, Tao, atau Kristen.

Dalam kepercayaan yang dianut oleh umat Hindu

dinyatakan bahwa proses reinkarnasi dari seseorang

dalam setiap kehidupan yang dijalaninya merupakan

gambaran dari perilaku yang dibuat pada kehidupn

sebelumnya. Dalam pandangan Kristen, keadilan dan

kebenaran dalam injil perjanjian lama merupakan

terminologi yang tak terpisahkan satu dengan yang

lain, sama halnya dengan istilah damai, maaf dan

cinta kasih yang merupakan inti dari ajaran

21 Ibid, hal 55.

Page 15: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

15

Kristiani. Ajaran ini juga terdapat dalam ajaran

Budha, Tao, dan Confusian.22

Sementara dalam konsep hukum Islam prinsip

dasar keadilan restoratif dapat dilihat pada proses

pemberlakuan qishash dan diyat.23 Dalam ketentuan

qishash-diyat memungkinkan pengubahan hukuman pelaku

tindak pidana pembunuhan bila ada perdamaian dan

pemaafan dari ahli waris.24

Dalam surat al-Baqarah ayat 178-179 Allah SWT

berfirman:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas

kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yangdibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,

22 Ibid, hal 13.23 Qishash-Diyat merupakan jarimah yang telah diancam dengan

hukuman-hukuman yang telah ditentukan batasnya dan tidak mempunyaibatas terendah atau tertinggi, tapi telah menjadi hakperseorangan. Ahmad hanafi,M.A, Azas-azas Hukum pidana Islam, Jakarta:PT. Bulan Bintang,2005

24 Djazuli, H.A, Fiqh jinayat: Upaya menanggulangi Kejahatan dalamIslam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996 hal 149.

Page 16: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

16

hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita.Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafandari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah(yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yangmemberi maaf dengan yang baik (pula). Yangdemikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhankamu dan suatu rahmat. Barang siapa yangmelampaui batas sesudah itu, maka baginya siksayang amat pedih”. (178) “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan)hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supayakamu bertakwa”. (179) 25

Sebagaimana dikutip dalam tafsir Al-Maraghi,

Al-Baidawi dalam tafsirnya mengatakan bahwa di masa

jahiliyyah ketika diantara dua kabilah (misalnya

hutang darah) sedang keadaan salah satu kabilah

lebih utama, maka kabilah yang lebih utama itu akan

bersumpah kepada kabilah lainnya, jika seorang hamba

dari kalangan kami terbunuh, maka harus ditebus

dengan seorang merdeka dari kalian, dan wanita harus

ditebus dengan seorang lelaki. Ketika agama Islam

datang, mereka meminta keputusan hukum kepada

Rasulullah SAW, kemudian turun ayat ini yang

25 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putera

Page 17: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

17

memerintahkan agar mereka berlaku sebanding didalam

melaksanakan hukum qishash.26

Hukum qishash terhadap kejahatan pembunuhan

merupakan ketentuan hukum yang tak dapat ditawar

lagi menurut agama Yahudi yang tersebut dalam kitab

keluaran sembilan belas. Dan hukum diyat juga tidak

bisa dirubah lagi menurut agama Nasrani. Sedang

bangsa Arab kuno menghukum pembunuhan ini tergantung

dari kuat atau lemahnya kabilah. Terkadang mereka

lebih memilih sepuluh orang sebagai pengganti

seorang yang dibunuh, meminta seorang laki-laki

sebagai pengganti wanita yang dibunuh, atau meminta

seorang merdeka dari hamba yang dibunuh. Jika

permintaan salah satu kabilah ini ditolak, maka akan

terjadi pertempuran yang dahsyat antara kedua belah

kabilah. Jelas, masalah ini merupakan sebuah

kedzaliman yang melampaui batas, dan merupakan

kekerasan yang sangat menyedihkan, bahkan mereka

26 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang,CV. Toha Putra, 1993, Cet. II, hal. 102

Page 18: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

18

tidak hanya melakukan pembunuhan terhadap pelakunya

saja.27

Tetapi, terkadang jika pelaksanaan hukum qishash

itu dilaksanakan akan sangat membahayakan, dan

membiarkan tidak dilaksanakannya hukum qishash adalah

lebih baik. Misalnya, seorang membunuh saudaranya

dalam keadaan kalap melakukannya. Sedang pelakunya

adalah orang yang menanggung pihak terbunuh dalam

hal penghidupan. Jika dilaksanakan hukum qishash

kepadanya, tentu ahlul bait akan kehilangan orang yang

mencarikan nafkah untuk penghidupan mereka. Dengan

demikian pelaksanaan qishash terhadap pembunuh

tersebut akan timbul kerusakan (mafsadah) bagi

mereka sendiri. Dan jika pelaku pembunuh adalah

orang lain yang bukan dari lingkungan keluarga

sendiri, sebaiknya ahli waris tidak usah menuntut

hukum qishash demi menolak bahaya dan mendapat diyat.

Dalam kasus seperti ini, ahli waris dibolehkan

27 Ibid

Page 19: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

19

memilih antara memberi maaf dengan mengambil diyat,

atau memberi maaf sama sekali tanpa diyat.28

Terlepas dari kontroversi, pada dasarnya dalam

pelaksanaan hukum qishash ini akan tecipta suatu

kehidupan yang tenang. Dengan sendirinya masyarakat

akan terpelihara dari berbagai penganiayaan dan

permusuhan dari anggota masyarakat. Hal ini karena

siapapun yang mengetahui bahwa pelaku pembunuhan

juga akan mendapatkan hukuman dengan dibunuh, maka

ia tak akan berani melakukan pembunuhan. Dengan

demikian jiwa masyarakat akan terpelihara, dan orang

yang akan melakukan pembunuhan pun akan terpelihara

dari hukum qishash karena tidak jadi melakukan

pembunuhan. Disamping itu, jika yang diberlakukannya

hanya hukum diyat, maka tak segan-segan orang

melakukan pembunuhan terhadap orang lain. Hal ini

karena ada sebagian orang orang yang mampu

28 Ibid

Page 20: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

20

mengeluarkan harta benda sebanyak itu, demi untuk

melenyapkan saingannya.29

Jika ditarik dalam konteks kekinian, persoalan

hukum Islam kaitannya dengan tindak pidana

pembunuhan tentu akan terlihat berbenturan dengan

konsep Hak Asasi Manusia (HAM) yang menjadi semangat

perkembangan hukum pidana di dunia saat ini. Namun

terlepas dari itu semua perlu adanya penggalian

lebih dalam lagi untuk membuktikan Islam sebagai

rahmatan lil ‘alamin dengan tidak melihat Syari’at Islam

sebagai suatu konsep baku yang kaku dan anti

perubahan, akan tetapi melihat syari’at sebagai

nilai-nilai ideal yang akan terus hidup sepanjang

masa yang didalamnya terdapat semangat keadilan

restoratif.

Oleh karena itu, dari latar belakang yang telah

diuraikan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat

permasalahan ini untuk dijadikan kajian peeniltian

dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak

29 Ibid

Page 21: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

21

Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan

Restoratif”

B. Rumusan Masalah

Untuk membuat permasalahan menjadi lebih

spesifik dan sesuai dengan titik tekan kajian, maka

harus ada rumusan masalah yang benar-benar fokus.

Ini dimaksudkan agar pembahasan dalam karya tulis

ini, tidak melebar dari apa yang dikehendakai.

Berangkat dari deskripsi diatas, ada beberapa

rumusan masalah yang penulis jadikan kajian dalam

penelitian ini adalah;

1. Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap tindak

pidana pembunuhan dengan pendekatan keadilan

restoratif?

2. Bagaimana relevansi tinjauan hukum islam terhadap

tindak pidana pembunuhan dengan pendekatan

keadilan restoratif

Page 22: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

22

3. Bagaimana prospek penyelesaian perkara pidana

dengan pendekatan keadilan restoratif dalam

sistem peradilan pidana?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan karya ini sebenarnya

untuk menjawab apa yang telah dirumuskan dalam

rumusan masalah diatas. Diantara beberapa tujuan

dari penelitian ini adalah

1. Mengungkapkan tinjauan hukum islam yang terkait

dengan tindak pidana pembunuhan.

2. Selain itu penulisan karya ini juga bertujuan

untuk mengaitkan konsep hukum islam tentang

tindak pidana pembunuhan dengan prinsip-prinsip

keadilan restoratif. Dan untuk memagari

pembahasan, penulis akan melihat keadilan

restoratif sebagai konsep yang bersifat

filosofis yang secara substansial sudah ada dan

dipraktekkan masyarakat adat diberbagai belahan

dunia. Dari sini maka penulis mencoba menjawab

Page 23: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

23

relevansi tinjauan hukm islam terhadap tindak

pidana pembunuhan dengan pendekatan keadilan

restoratif.

3. Penulis juga bertujuan untuk melihat prospek

penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan

keadilan restoratif dalam sistem peradilan

pidana.

D. Telaah Pustaka

Beberapa pustaka yang dapat dijadikan acuan

sebagai bahan penulisan adalah sebagai berikut: Adul

Qadir Audah dalam kitabnya At-Tasyri’ al-Jin’i al-Islamiy

Muqaranan bil Qanunil Wad’iy yang diterjamahkan dalam

Bahasa Indonesia dengan judul Ensiklopedi Hukum

Pidana islam. Dalam karyanya ini, Abdul Qadir Audah

menerangkan berbagai persoalan hukum pidana islam

yang didalamnya dibahas juga secara panjang lebar

terkait tindak pidana pembunuhan (Qishash-Diyat)

beserta prinsip-prinsip yang mendasarinya.

Page 24: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

24

Selain karya Abdil Qadir Audah, untuk

mengarahkan penulisan skripsi agar sesui dengan

tujuan penelitian, maka penulis menggunakan karya

Eva Achjani Zulfa yang berjudul Keadilan Restoratif.

Dalam karyanya ini memuat teori-teori keadilan

restoratif yang diawali dengan difinisi keadilan

restoratif, prinsip-prinsip dasar keadilan

restoratif, serta penggunaan keadilan retoratif

dalam sistem peradilan pidana diberbagai negara.

Disini dapat dilihat bagaimana kegagalan sistem

peradilan pidana untuk menciptakan keadilan yang

mampu memulihkan kondisi sosial dan memberikan

ruang kepada masyarakat untuk masuk secara aktif

menyelesaikan perkara pidana yang terjadi dalam

masyarakat. Sehingga hukum dapat dimaknai

sebagaimana mestinya, yakni hukum yang membahagiakan

semua pihak.

Disamping menelaah pendapat para fuqaha dan

ahli hukum dalam penulisan ini, penulis juga

menelaah skripsi yang berkaitan dengan keadilan

Page 25: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

25

restoratif dan tindak pidana pembunuhan dalam hukum

islam, diantaranya:

1. Tinjauan terhadap Penerapan Prinsip-prinsip

Keadilan Restoratif sebagai Pertimbangan Hakim

dalam Putusan Mahkamah Agung No.107PK/PID/2006

karya Krisantiwi Meira Anggarini mahasiswi

Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) lulus

tahun 2011. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa

keadilan restoratif pada tahapan Ajudikasi adalah

suatu penyelesaian perkara pidana untuk mencapai

keadilan yeng bersifat restoratif atau pemulihan.

Keadilan restoratif yang diwujudkan melalui upaya

restoratif ini dapat diakomodir oleh hakim

sebagai dasar peringanan pidana atau dasar

penghapusan pidana.

2. Qishash dan Upaya Pencapaian Maslahah dalam Al-

Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 178 karya Imron

mahasiswa Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Walisongo Semarang lulus tahun

2006. Dalam Skripsi ini dijelaskan bahwa qishash

Page 26: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

26

merupakan suatu sistem pemidanaan sebagai bentuk

adopsi hukum islam atas masyarakat arab pra

islam. Ketentuan qishash ini mengedepankan

prinsip kesimbangan sebagai upaya untuk

merekayasa keadaan sosial (sosial engineering),

sehingga tidak terjadi pertumpahan darah yang

melampaui batas sebagaimana yang telah

dipraktekkan pada zaman sebelum islam.

Pembahasan mengenai tinjauan hukum islam

terhadap tindak pidana pembunuhan sudah pernah

dibahas sebelumnya oleh beberapa mahasiswa Fakultas

Syari’ah, baik melalui kajian kitab maupun kajian

hukum pidana islam. Akan tetapi pembahasan mengenai

tinjauan hukum islam terhadap tindak pidana

pembunuhan dengan pendekatan keadilan restoratif

belum pernah disinggung sebelumnya oleh mahasiswa

Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo.

E. Metodologi Penelitian

Page 27: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

27

1. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini

adalah paradigma kualitatif,30 karenanya metode

pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan

metode pengumpulan data library research31 yang

mengandalkan atau memakai sumber karya tulis

kepustakaan. Metode ini penulis gunakan dengan

jalan membaca, menelaah buku-buku dan artikel

yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Sumber Data

Kerena penelitian ini merupakan studi terhadap

karya dari seorang tokoh, maka data-data yang

dipergunakan lebih merupakan data pustaka. Ada

dua macam data yang dipergunakan, yakni data

primer dan data skunder.

30 Adalah penelitian yang bersifat atau memilkikarakteristik, bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya,atau sebagaimana aslinya (natural setting), dengan tidak dirubahdalam bentuk simbol-simbol atau bilangan. penelitian kualitatifini tidak bekerja menggunakan data dalam bentuk atau diolah denganrumusan dan tidak ditafsirkan/diinterpretasikan sesuai ketentuanstatistik/matematik. Hadawi dan Mimi Martin, Penelitian Terapan,Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1996, hal.174.

31 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Ofset,1997, hal.9.

Page 28: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

28

1. Data primer yang dimaksud merupakan karya

yang langsung diperoleh dari tangan pertama

yang terkait dengan tema penelitian. Jadi

data primer ini merupakan karya dari Abdul

Qadir Audah yang berjudul At-Tasyri’ al-Jin’i al-

Islamiy Muqaranan bil Qanunil Wad’iy yang

diterjamahkan dalam Bahasa Indonesia dengan

judul Ensiklopedi Hukum Pidana islam. Selain

itu penulis juga menggunakan karya dari Eva

Achzani Zulfa yang bejudul Keadilan

Restoratif yang akan dipergunakan sebagai

bahan rujukan dalam penelitian ini.

2. Data sekunder adalah data-data yang

relevan yang terkait dengan tujuan

penelitian. Artinya data ini berasal dari

buku atau kitab yang relevan sehingga dapat

mendukung dan melengkapi penulisan skripsi

ini.

3. Metode Analisis Data

Page 29: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

29

Analisa data yang dilakukan dalam penelitian

ini pada dasarnya merupakan proses

pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam

kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan pola, tema yang dapat dirumuskan

sebagai hipotesa kerja. Jadi yang pertama kali

dilakukan dalam analisa dat ini adalah

pengorganisasian data dalam bentuk mengatur,

mengurutkan ,mengelompokkan, memberi kode dan

mengkategorikannya. Tujuan pengorganisasian dan

pengolahan data tersebut untuk menemukan tema dan

hipotesa kerja yang akhirnya diangkat menjadi

teori.32

Berdasarkan data yang diperoleh untuk

menyusun dan menganalisa data-data yang terkumpul

dipakai meetode deskriptif-analitik. Metode

deskriptif-Analitik ini akan penulis gunakan

untuk melakukan pemaparan dan analisa terhadap

32 Ibid

Page 30: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

30

tinjauan hukum islam terhadap tindak pidana

pembunuhan dengan pendekatan keadilan restoratif.

Kerja dari metode Deskriptif-Analitik ini

yaitu dengan cara menganalisis data yang diteliti

dengan memaparkan data-data tersebut kemudian

diperoleh kesimpulan.33 Untuk mempertajam

analisis, metode content analysis (analisis isi) juga

penulis gunakan. Content analysis (analisis isi)

digunakan melalui proses mengkaji data yang

teliti. Dari hasil analisis isi ini diharapkan

akan mempunyai sumbangan teoritik.34

4. Sedangkan teknis penulisan dalam skripsi ini

adalah mengacu kepada buku pedoman penulisan

skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo

Semarang.

33 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek,Jakarta: Rineke Cipta, 1992, hal.210.

34 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: RakeSarasin, 1996, hal. 51

Page 31: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

31

F. Sistematika Penulisan

Sebagai jalan untuk memahami persoalan yang

dikemukakan secara runut atau sistematis. Bab

Pertama berisi Pendahuluan yang memuat: latar

belakang, rumusan maslah, manfaat dan tujuan

penelitian, telaah pustaka, metodologi penilitian,

dan sistematika penulisan.

Bab Kedua membahas seputar tinjauan umum

tentang tindak pidana pembunuhan, meliputi: definisi

pembunuhan menurut KUHP dan Hukum Islam, klasifikasi

pembunuhan menurut KUHP dan Hukum Islam, dan sanksi

pidana menurut KUHP dan Hukum Islam.

Pada Bab Ketiga mengkaji konsep keadilan

retoratif yang meliputi: Pengertian keadilan

restoratif, prinsip-prinsip dasar keadilan

restoratif, dan kedudukan keadilan restoratif.

Bab Keempat berisi tentang Analisis tinjauan

hukum islam terhadap tindak pidana pembunuhan dengan

pendekatan keadilan restoratif yang meliputi:

Analisis tinjauan hukum islam terhadap tindak pidana

Page 32: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

32

pembunuhan dengan pendekatan keadilan restoratif,

relevansi tinjauan hukum islam terhadap tindak

pidana pembunuhan dengan pendekatan keadilan

restoratif, dan prospek penyelesaian perkara pidana

dengan pendekatan keadilan restoratif dalam sistem

peradilan pidana.

Bab Kelima merupakan akhir dari pembahasan

skripsi ini yang meliputi: Kesimpulan, Saran-saran,

dan Penutup.

BAB II

TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

A. PEMBUNUHAN MENURUT KUHP

1. Definisi Tindak Pidana Pembunuhan Menurut KUHP

Tindak pidana adalah salah satu istilah yang

dikenal dalam hukum pidana Belanda dengan

Page 33: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

33

“Strafbaar feit”, yang sebenarnya merupakan istilah

resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di Indonesia.

Menururt Wirjono Prodjodikoro tindak pidana

berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat

dikenakan hukuman pidana.35 Sedangkan Soerdjono

Soekanto dan Purnadi Purwacakara, tindak pidana

diartikan sebagai sikap tindak pidana atau

prilaku manusia yang masuk kedalam ruang lingkup

tingkah laku perumusan kaidah hukum pidana, yang

melanggar hukum dan didasarkan kesalahan.36.

Dari pengertian tindak pidana diatas, dapat

diketahui unsur-unsur tindak pidana yaitu:

1) Adanya perbuatan atau tingkah laku;

2) Perbuatan tersebut dilarang atau melawan

hokum;

35 Wirjono Projodikoro, Asas-asa Hukum di Indonesia, Bandung :PT.Eresco, __, hal 55

36 Soerdjono Soekanto dan Purnadi Purwacaraka, Sendi-Sendi danHukum Indonesia, , Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992, hal 85

Page 34: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

34

3) Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang

dapat dipertanggung jawabkan);

4) Diancam dengan pidana atau hukuman pidana

Sehingga dapat disimpulkan tindak pidana

adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang yang melawan hukum dan diancam dengan

hukuman pidana.

Tindak pidana pembunuhan dalam kitab undang-

undang Hukum Pidana (KUHP) termasuk ke dalam

kejahatan terhadap nyawa. Kejahatan terhadap

nyawa (misdrjn tegen het leven) adalah berupa

penyerangan terhadap nyawa orang lain.37

Pembunuhan sendiri berasal dari kata bunuh yang

berarti mematikan, menghilangkan nyawa. Membunuh

artinya membuat agar mati. Pembunuhan artinya orang

atau alat hal membunuh. Suatu perbuatan dapat

dikatakan sebagai pembunuhan adalah perbuatan

37 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nywa, , Jakarta :Raja Grafindo Persada hal 55

Page 35: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

35

oleh siapa saja yang dengan sengaja merampas

nyawa orang lain.38

Untuk memahami arti pembunuhan ini dapat

dilihat pada paal 338 KUHP yang berbunyi :

“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa

orang, karena pembunuhan biasa, dipidana dengan

pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.”

Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa:

1. Pembunuhan merupakan perbuatan yang

mengakibatkan kematian orang lain;

2. Pembunuhan itu sengaja, artinya diniatkan

untuk membunuh;

3. Pembunuhan itu dilakukan dengan segera sesudah

timbul maksud untuk membunuh.39

2. Kalsifikasi Tindak Pidana Pembuuhan Menurut KUHP

Dalam kitab undang-undang Hukum Pidana

(KUHP) diatur pada buku II title XIX (paal 338-38 Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum, , Jakarta: Sinar Grafika

2007 hal 2439 R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal,

Bandung: PT. Karya Nusantara, 1989, hal 207

Page 36: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

36

350), tentang “kejahatan-kejahatan terhadap nyawa orang”.

Pembunuhan adalah termasuk tindak pidana material

(material delict), artinya untuk kesempurnaan tindak

pidana ini tidak cukup dengan dilakukannya

perbuatan itu, akan tetapi menjadi syarat juga

adanya akibat dari perbuatan itu.

Pada dasarnya pembunuhan itu terbagi dalam

dua bagian, yaitu dilihat dari kesalahan pelaku

(subjective element) dan sasaran (objective element).

Jika didasarkan pada kesalahan pelakunya,

maka diperinci atas dua golongan, yakni:

1) Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia

yang dilakukan dengan sengaja (dolense misdrijven).

Terdapat pada Bab XIX pasal 338-350 KUHP;

2) Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia

yang terjadi karena kealpaan (culpose misdrijven).

Terdapat pada pasal 359 KUHP.40

40 M.Amin Suma, dkk, Hukum Pidana Islam di Indonesia Peluang Prospekdan Tantanagan, , Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, hal 143

Page 37: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

37

Sedangkan jika didasarkan kepada sasaranya,

dibedakan kepada tiga macam:

1) Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia

pada umumya;

2) Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa

seseorang anak yang sedang atau belum lama

dilahirkan;

3) Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa

seseorang anak yang masih dalam kandungan.41

Dibawah ini akan dijelaskan kejahatan

terhadap nyawa manusia yang dilakukan dengan

sengaja dan yang dilakukan dengan kealpaan.

Pembunuhan sengaja adalah perbuatan yang

mengakibatkan kematian orang lain, kematian itu

dikehendaki oleh pelaku. Dalam KUHP pembunuhan

yang dilakukan dengan senagaja, dikelompokkan ke

dalam beberapa jenis, yakni :

a) Pembunuhan biasa;

41 Ibid, hal 144

Page 38: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

38

b) Pembunuhan terkwalifikasi;

c) Pembunuhan yang direncanakan;

d) Pembunahan anak;

e) Pembunuhan atas permintaan si korban;

f) Membunuh diri;

g) Menggugurkan kandungan (abortus).42

Dibawah ini akan dijelaskan ketujuh macam

pembunuhan tersebut.

a) Pembunuhan biasa

Pembuhuhan biasa ini terdapat dalam pasal

338 KUHP, yang berbunyi:

“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa

orang lain dipidana karena pembunuhan dengan

pidana paling lama lima belas tahun”43

Istilah “orang lain” dalam pasal 338 itu,

maksudnya adalah bukan dirinya sendiri, jadi

terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak

42 M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam KUHP,__, Bandung : Remaja karya, 1986, hal 121

43 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP hal 134

Page 39: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

39

menjadi soal, meskipun pembunuhan itu

dilakukan terhadap bapak, ibu atau anak

sendiri.

Dalam pembunuhan biasa (doodslag), harus

dipenuhi unsur :

1. Bahwa perbuatan itu harus disengaja dan

kesengajaan itu harus timbul seketika itu

juga, ditunjukan kepada maksud supaya orang

itu mati.

2. Melenyapkan nyawa orang itu harus

merupakan perbuatan yang “positif” atau

sempurna walaupun dengan perbuatan yang

kecil sekalipun.

3. Perbuatan itu harus menyebabkan matinya

orang, seketika itu juga atau beberapa saat

setelah dilakukannya perbuatan itu.44

b) Pembunuhan terkwalifikasi

44 M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana tertentu di dalam KUHP,hal 121

Page 40: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

40

Maksud dari pembunhan ini adalah

pembunhan yang diikuti, disertai, atau

didahului dengan perbuatan lain. Sebagaimana

yang dirumuskan dalam pasal 339 yaitu:

“Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahuli

oleh suatu delik, yang dilakukan dengn maksud

untuk mempersiapkan atau mempermudah

pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri

maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal

tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan

penguasaan barang yang diperolehnya secara

melawan hukum, diancam pidana dengan pidana

penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,

paling lama dua puluh tahun”.45

Apabila rumusan diatas dirinci, maka

terdiri beberapa unsur sebagai berikut:

1. Semua unsur pembunuhan dalam pasal 338;

45 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, hal 134

Page 41: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

41

2. Yang diikuti, disertai, atau didahului oleh

tindak pidan lain;

3. Pembunuhan yang dilakukan dengan maksud:

a. Untuk mempersiapkan tindak pidana

b. Untuk mempermudah pelaksanaan tindak

piudana lain dan jika tertangkap tangan

bertujuan untuk menghidarkan diri sendiri

ataupun orang lain yang ikut terlibat atau

untuk memastikan penguasaan benda yang

didapatkanya dengan cara melawan hukum.

c) Pembunuhan yang direncanakan (moord)

Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja

dan direncanakan terlebih dahulu dalam keadaan

tenang untuk melenyapkan nyawa orang atau

lebih dikenal dengan pembunuhan berencana.

Pembunuhan ini diatur dalam pasal 340 KUHP

dengan ancaman hukuman yang paling berat,

yaitu hukuman mati atau pidana penjara seumur

hidup.

Page 42: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

42

Unsur-unsur dari pembunuhan jenis ini

adalah:

1. Adanya kesengajaan, yaitu kesengajan yang

disertai perencanaan terlebih dahulu;

2. Yang bersalah dalam keadaan tenang

memikirkan untuk melakukan pembunuhan itu

dan kemudian melakukan maksudnya dan tidak

menjadi soal berapa lama waktunya;

3. Diantara saat timbulnya pikiran untuk

membunuh dan saat melakukan pembunuhan itu,

ada waktu ketenangan pikiran.46

d) Pembunuhan anak (kinderdoodslag)

Dalam pembunuhna jenis ini yang terkena

pasal adalah seorang Ibu, baik kawin mauapun

tidak, yang dengan sengaja membunuh anaknya

pada waktu dilahairkan atau beberapa lama

setelah dilahairkan. Pembunuhan ini dirumuskan

dalam pasal 341 dan 342.47 46 M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam KUHP,

hal 12447 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, hal 135

Page 43: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

43

Untuk pembunuhan dalam 341 diancam dengan

hukuman selama-lamanya tujuh tahun pnjara.

Pasal 342 memuat perbuatan yang eujudnya sama

dengan yang dimuat dalam pasal 341 dengan

perbedaan bahwa dalam pasal 342 perbuatannya

dilakukan untuk menjalankan kehendak yang

ditentukan sebelum anak dilahairkan. Tindak

pidana ini diancam dengan maksimum hukuman

Sembilan tahun penjara.

e) Pembunuhan atas permintaan si korban

Pembunuhan ini dirumuskan dalam pasal

344:

“Barang siapa yang merampas jiwa orang lain

atas permintaan yang sangat tegas dan

sungguh-sungguh, diancam dengan pidana

penjara paling lama dua belas tahun.”

Dari bunyi pasal diatas diketahui bahwa

pembunuhan ini mempunyai unsure: atas

Page 44: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

44

permintaan yang tegas dari si korban dan

sungguh-sungguh nyata

f) Masalah bunuh diri

Pada dasarnya tidak ada permasalahan

dalam bunuh diri karena tidak ada pelaku

secara langsung didalamnya. Hanya saja disini

akan diancam hukuman bagi orang yang sengaja

menghasut atau menolong orang lain untuk bunuh

diri, yaitu akan dikenakan pasal 354 KUHP yang

akan diancam dengan pidana penjara paling lama

empat tahun. Dengan syarat membunuh diri itu

harus benar-benar terjadi dilakukanya, artinya

orangnya sampai mati karena bunuh diri

tersebut.

g) Menggugurkan kandungan (abortus)

Dilihat dari subjek hukumnya maka

pembunuhan jenis ini dapat dibedakan menjadi :

1. Pembunuhan yang dilakukan oleh perempuan

hamil itu sendiri (pasal 346) dengan ancama

Page 45: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

45

hukumanya adalah pidana penjara paling lama

empat tahun;

2. Pembunuhan yang dilakukan oleh orang lain

atas persetujuannya (pasal 347) atau tidak

atas persetujuannya (pasal 348);

3. Pembunuhan yang dilakukan oleh orang lain

yang mempunyai kualitas tertentu seperti

dokter, bidan dan juru obat atas

persetujuan ataupun tidak.

3. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Menurut KUHP

Ancaman hukuman terhadap suatu kejahatan

pembunuhan termaktub dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP). KUHP menetapkan jenis-jenis

pidana atau hukuman yang termaktub dalam pasal 10

KUHP yang terbagi dalam dua bagian, yaitu hukuman

pokok dan hukuman tambahan.

1. Hukuman pokok terdiri atas empat macam,

yaitu:48

a. Hukuman mati

48 Leden Marpaung, Asas-Teori Praktek Hukum Pidana, hal.107-110

Page 46: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

46

Hukuman jenis ini yang terberat dari

semua pidana yang diancamkan terhadap

berbagai kejahatan yang sangat berat,

misalnya pembunuhan berencana (pasal 340

KUHP)

b. Hukuman penjara

Hukuman ini membatasi kemerdekaan atau

kebebasan seseorang. Hukuman penjara

ditujukan kepada penjahat yang melakukan

perbuatan buruk dan nafsu jahat. Hukuman

penjara minimun satu hari dan maksimum

seumur hidup.

Hukum penjara diancam pada berbagai

kejahatan, diantaranya adalah pembunuhan

biasa (pasal 338 KUHP), pembunuhan

terkualifikasi (pasal 339 KUHP), pembunuhan

anak (pasal 341 dan 342 KUHP), pembunuhan

atas permintaan korban (pasal 344 KUHP),

dan menggugurkan kandungan (pasal 346, 347,

348, dan 349 KUHP).

Page 47: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

47

c. Hukuman kurungan

Hukuman kurungan lebih ringan aripada

hukuman penjara karena hukuman ini diancam

terhadap pelanggaran atau kejahatan yang

dilakukan sebab kelalaian. Pelaksanaan

hukuman kurungan paling sedikit satu hari

dan paling lama satu tahun.

Kejahatan yang dapat diancam dengan

hukuman kurungan diantaranya; pasal 490

KUHP tentang izin memelihara binatang

buruan, pasal 492 KUHP tentang mabuk di

muka umum, dan lain-lain yang berkaitan

dengan pelanggaran keamanan umum.

d. Denda

Hukuman denda selain diancamkan pada

pelaku pelanggaran juga diancamkan terhadap

kejahatan yang adakalanya sebagai

alternatif atau komulatif jumlah yang

dikenakan pada hukuman denda ditentukan

Page 48: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

48

dengan nilai minimum 25 sen sedang jumlah

maksimum tidak ada ketentuan.

2. Hukuman tambahan terdiri dari tiga jenis;49

a. Pencabutan hak-hak tertentu

Hal ini diatur pada pasal 35 KUHP, yaitu

pencabutan hak si bersalah berdasarkan

putusan hakim dalam hal yang ditentukan

undang-undang. Hak tersebut bisa saja

jabatan atau kekuasaan, seperti mencabut

haknya sebagai pegawai negeri sipil atau

PNS;

b. Perampasan barang tertentu

Karena putusan suatu perkara mengenai

diri terpidana, maka barang yang dirampas

itu adalah barang hasil kejahatan atau

barang milik terpidana yang digunakan untuk

melaksanakan kejahatannya;

c. Pengumuman putusan hakim

49 Ibid hal. 112

Page 49: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

49

Hukuman ini dimaksudkan untuk

mengumumkan kepada khalayak ramai agar

dengan demikian masyarakat umum lebih

berhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya

ditentukan oleh hakim dalam surat kabar

yang semuanya atas biaya si terhukum.

Di dalam KUHP, tindak pidana pembunuhan

merupakan suatu bentuk kejahatan yang serius. Hal

ini dapat dilihat dari ancaman hukuman bentuk

tindak pidana pembunuhan dibawah ini:

1. Pembunuhan sengaja, dalam bentuk umum atau

pokok diatur dalam pasal 338 KHUP:

“Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain,

diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara

paling lama lima belas tahun”.

2. Pembunuhan berencana, diatur dalam pasal 340

KUHP:

“Barang siapa dan dengan rencana lebih dahulu

merampas nyawa orang lain diancam, karena

pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana

Page 50: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

50

mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama

waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”;

3. Pembunuhan tidak dengan sengaja. Diatur dalam

pasal 359 KUHP:

“Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya

orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama

lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.

B. PEMBUNUHAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

1. Definisi Tindak Pidana Pembunuhan Prespektif

Hukum Islam

Tindak pidana dalam hukum Islam dikenal

dengan Jinayah dan meunurut ahli fikh perkataan

Jinayah berarti perbuatan-perbuatan yang terlarang

menururt syara’ yang diancam dengan hukuman

hudud50 dan qishas51.

50 Hudud jamak dari hadd, arti aslinya batas antara dua hal.menurut bahasa bisa juga cegahan. sedangkan menurut syari'at yangdimaksud ialah hukuman yang telah ditetapkan dalam al qur'ansebagai hak Allah.

51 H. A Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan DalamIslam, ,Jakarta: Grafindo Persada, 2000, hal 2

Page 51: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

51

Menururt Abdul Qodir Audah, Jinayah adalah

suatu perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik

perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau

lainnya52

Istilah yang mempunyai makna yang sepadan

dengan Jinayah adalah Jarimah.53 Akan tetapi

kebanyakan para ulama’ menggunakan istilah

jarimah dalam menjelaskan perbuatan yang dilarang

dan diancam hukuman atasnya. Selain itu, ulama’

juga bersepakat pembunuhan termasuk dalam

kategori dosa besar karena pembunuhan berarti

tindakan yang membuat orang lain kehilangan

nyawanya.

Dalam bahasa Arab, pembunuhan disebut ل ت� ال�ق�berasal dari kata ل ت� ات� yang sinonimnya ق�� � م yang ا�artinya mematikan.

52 Abdul Al-Qadir Audah, AL-Tasyri’ Al-islami Juz I, Beirut: Muassasahal-Risalah 1992, hal 9

53 Jarimah diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yangdilarang oleh menurut syara dan ditentukan hukumannya oleh Tuhan,baik dalam bentuk sanksi-sanksi yang sudah jelas ketentuannya (had)maupun sanksi-sanksi yang belum jelas ketentuannya oleh Tuhan(ta'zir).

Page 52: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

52

Sedang mengenai pengertian dari pembunuhan

itu sendiri, Abdul Qadir Al-Audah mendefinisikan

sebagai berikut :

دمّى ع ل ا� ف� دمّى ب�� اق� روح ا�ّ � ه ر� ه ا� �� ول ب ز# �� اد ت � ع ل ال�عت و ف�� � ل ه ت� ال�ق�ر خ�� ا�

Artinya: “Pembunuhan adalah perbuatan manusiayang menghilangkan kehidupan yaknipembunuhan itu adalah menghilangkan nyawamanusia dengan sebab perbuatan manusiayang lain.”54

Wahbah zuhaili memberikan pengertian

pembunuhan dengan mengutip pendapat Syarbini

khatib sebagai berikut:

ل ات,� ى ال�ق� ه�ق� ا� عل ال�مز� ل ه�و ف�� ت� ال�ق�س ق� ل�لن�

Artinya: “Pembunuhan adalah perbuatan yangmenghilangkan atau mencabut nyawaseseorang”.55

Dari definisi diatas dapat diambil beberapa

kesimpulan bahwa unsur-unsur dalam tindak pidana

pembunuhan dalam Hukum Islam adalah:54 Abdul Al-Qadir Audah, op. Cit, hal 217 55 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-islami wa Adillatuhu, juz VI, Damaskus: Dar

Al-kitab Al-‘Arabi tanapa tahun, hal 6

Page 53: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

53

a) Menghilangkan nyawa manusia;

b) Adanya perbuatan, baik perbuatan itu aktif

maupun pasif. Maksud dari prbuatan aktif

adalah adanya perbuatan atau tingkah laku yang

dilakukan sehingga mengakibatkan hilangnya

nyawa seseorang, misalnya menusuk seseorang

dengan pisau. Maksud dari perbuatan pasif

adalah tidak adanya perbuatan atau tingkah

laku yang dilakukan tetapi karena tidak

berbuat itu mengakibatkan hilangnya nyawa

seseorang;

c) Dilakukan oleh orang lain, karena jika

dilakukan oleh diri sendiri dinamakan bunuh

diri meskipun dilarang oleh syara’ tetapi tidak

ada ancaman hukuman di dalamnya, dikarenakan

pelaku sudah tiada.

2. Klasifikasi Tindak Pidana Pembunuhan dalam Hukum

Islam

Page 54: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

54

Tindak pidana pembunuhan dalam Hukum islam

secara garis besar dibagi dalam dua bagian

sebagai berikut:

1) pembunuhan yang dilarang, yaitu pembunuhan

yang dilakukan dengan melawan hukum;

2) pembunuhan dengan hak, yaitu pembunuhan yang

dilakukan dengan tidak melawan hukum, seperti

membunuh orang murtad atau pembunuhan oleh

seorang algojo yang diberi tugas melaksanakan

hukuman mati.56

Pembunuhan yang dilarang terbagi kepada

beberapa bagian, menururt Abdul Qodir Audah jika

pembagian tersebut dilihat dari maksud kehendak

si pelaku melakukan pembunuhan, maka dalam ini

para fuqoha’ berbeda pendapat. Menururt Imam

Malik pembunuhan dilihat dari segi kehendak si

pelaku terbagi kepada dua bagian, yaitu:

a. Pembunuhan sengaja;

b. pembunuhan karena kesalahan atau57

56 Abdul Al-Qadir Audah, op. Cit, hal 6 57 Ibid hal 7

Page 55: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

55

Sedang Jumhur fuqoha’ (ulama’ hanafiyah, syafi’iyah, dan

hanabillah) membagi pembunuhan menjadi tiga macam

jika dilihat dari segi kehendak si pelaku, yaitu:

1) Pembunuhan sengaja;

2) Pembunuhan menyerupai sengaja;

3) Pembunuhan karena kesalahan.

inilah pendapat yang masyhur di kalangan

ulama’ yakni membagi pembunuhan menjadi tiga

macam. Meskipun sebenarnya masih ada pendapat

lain yang membagi pembunuhan kepada empat dan

lima bagian, namun pembagian tersebut hanyalah

pengembangan dari pembagian yang dikemukakan oleh

jumhur Ulama’. Oleh karena itu dalam pembahasan

selanjutnya penulis akan mengikuti pendapat

jumhur Ulama’ dan di bawah ini akan dijelaskan

ketiga macam tersebut.

1) Pembunuhan sengaja

Pembunuhan sengaja adalah perbuatan

pembunuhan terhadap seseorang dengan maksud

untuk menghilangkan nyawa orang tersebut.

Page 56: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

56

Sebagai indikator dari kesengajaan untuk

pembunuhan sengajaa dapat dilihat dari alat

yang digunakan. Dalam hal ini alat yang

digunakan untuk membunuh adalah alat yang

ghalib (lumrah) dapat mematikan korban, seperti

senjata apai, senjata tajam, dan sebagainya.

Pembunuhan sengaja ini merupakan pembunuhan

yang haram dan Allah berfirman:

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa

yang diharamkan Allah (membunuhnya),melainkan dengan suatu (alasan) yang benardan Barangsiapa dibunuh secara zalim,Maka Sesungguhnya Kami telah memberikekuasaan kepada ahli warisnya, tetapijanganlah ahli waris itu melampaui batasdalam membunuh. Sesungguhnya ia adalahorang yang mendapat pertolongan”.

Pembunuhan sengaja mempunyai beberapa

unsur sebagai berikut:

1. Korban adalah orang yang hidup, artinya

adalah bahwa korban itu manusia yang hidup

Page 57: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

57

ketika terjadi pembunuhan walaupun dia

sedang sakit parah. Menururt Wardi Muslich

dalam bukunya “Hukum Pidana Islam”, selain

syarat bahwa korban itu hidup juga

ditambahkan bahwa korban adalah orang yang

mendapatkan jaminan keselamatan oleh negara

artinya korban merupakan seorang warga

negara yang dilindungi;

2. Perbuatan pelaku yang mengakibatkan

kematian korban, artinya perbuatan yang

dilakukan oleh pelaku yang menyebabkan

kematian. Hubungan antara kematian dan

perbuatan seseorang ini juga harus jelas

menerangkan bahwa akibat dari perbuatan

seseorang tersebut adalah kematian bagi

orang lain begitu juga sebaliknya dan jika

dikaitkan diantaranya terputus maka pelaku

dianggap tidak sengaja membunuh dan

menyebabkan penjatuhan hukuman yang

berbeda. Selain itu juga berhubungan dengan

Page 58: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

58

alat yang digunakan. Yang dimaksud alat

yang digunakan adalah alat yang pada

umumnya dapat mematikan. Sedangakan menurut

Imam Malik, setiap cara atau alat yang

mengakibatkan kematian dianggap sebagai

pembunuhan jika dilakukan dengan sengaja.58

3. Ada niat dari pelaku untuk menghilangkan

nyawa korban. Menurut para ulama’ niat

memegang peranan penting dalam pembunuhan

yang disengaja, namun karena itu sesuatu

yang tidak bisa dilihat maka dapat

diperkirakan niat si pelaku melalui alat

yang digunakan.

2) Pembunuhan menyerupai (semi) sengaja

Pembunuhan menyerupai (semi) sengaja

adalah perbuatan penganiayaan terhadap

seseorang tidak dengan maksud membunuhnya

tetapi malah mengakibatkan kematian. Dari

definisi ini pembunuhan menyerupai sengaja

58 Abdul Al-Qadir Audah, op. Cit, hal 27

Page 59: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

59

memiliki dua unsur, yaitu unsur kesengajaan

dan unsur kekeliruan. Unsur kesengajaan

terlihat dalam kehendak pelaku berupa

penganiayaan terhadap korban. Sedang unsur

kekeliruan terlihat dalam ketiadaan niat

pelaku untuk menghilangkan nyawa korban.

Pembunuhan menyerupai sengaja memang

perbuatanya dilakukan dengan sengaja, tetapi

tidak ada niat dalam diri pelaku untuk

membunuh korban. Sebagai bukti tentang tidak

adanya niat membunuh tersebut dapat dilihat

dari alat yang digunakan. Apabila alat

tersebut pada umumnya tidak mematikan, seperti

tongkat, ranting kayu, batu kerikil, atau sapu

lidi maka pembunuhan yang terjadi termasuk

pembunuhan menyerupai sengaja. Akan tetapi

jika alat yang digunakan untuk membunuh pada

umumnya mematikan, seperti senjata api,

Page 60: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

60

senjata tajam, atau racun maka pembunuhan

tersebut temasuk pembunuhan sengaja.59

Ada tiga unsur dalam bentuk tindak pidana

pembunuhan menyerupai sengaja ini adalah:

1. Pelaku melakukan sesuatu dalam bentuk apa

pun yang mengakibatkan kematian korban;

2. Ada maksud penganiayaan dan permusuhan,

artinya perbuatan pelaku yang dilakukan

kepada korban memang disengaja dan tidak

mungkin tanpa sebab. Sebab itu bisa saja

karena dendam atau permusuhan. Tindakan

pelaku itu dilakukan hanya menganiaya saja

tidak untuk sampai membunuh, inilah yang

menjadi pembeda antara pembunuhan sengaja

dengan pembunuhan semi sengaja, yaitu niat

untuk membunuh;

3. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan

pelaku dengan kematian si korban, yaitu

penganiayaan yang dilakukan si pelaku telah59 A. Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,:Jakarta,: Sinar

Grafika 2005 hal 142

Page 61: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

61

menyebabkan kematian korban secara langsung

atau merupakan sebab yang membawa

kematiannya.

3) Pembunuhan Karena Kesalahan

Pengertian Pembunuhan karena kesalahan

adalah pembunuhan yang disebabkan salah dalam

perbuatan60, salah dalam maksud61, kelalaian.62.

Wahbah Zuhaili memberikan definisi pembunuhan

karena kesalahan sebagai berikut:

ل ع داء لال�لف� � ع�ت د الا� ص ر ق�� Aي � غ ادتD ب�� ل ال�ح � ت و ال�ق� � ا� ه ط وال�خ�ص خ� Dولال�لش

Artinya: “Pembunuhan karena kesalahan adalahpembunuhan yang terjadi tanpa maksudmelawan hukum, baik dalam perbuatannyamaupun objeknya”.63

Pembunuhan ini dikatakan kesalahan,

karena sesorang melakukan perbuatan yang tidak

60 Misalnya melakukan dengan tidak ada maksud melakukankejahatan, tetapi mengakibatkan hilangnya nyawa orang.

61 Seseorang melakukan perbuatan dengan niat maksud membunuhseseorang yang dalam perasangkaannya boleh dibunuh, namun ternyatatidak boleh dibunuh. Misalnya sengaja menembak seseorang yangdisangka musuh dalam peperangan tapi ternyata kawan sendiri.

62 Pelaku tidak bermaksud melakukan kejahatan akan tetapikarena kelalaiannya menimbulkan kematian orang.

63 Wahbah zuhaili, IV, op. Cit. Hal 223

Page 62: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

62

dilarang namun mengakibatkan sesuatu yang

dilarang disebabkan kelalaiannya atau kekurang

hati-hati dalam mengendalikan perbuatan itu.

Untuk itu pembunuhan ini juga harus

dipertanggung jawabkan dan pertanggung

jawabanya ini dibebankan karena kelalaian dan

kekurang hati-hati tindakan tersebut.

Kekeliruan dalam pembunuhan itu ada dua

macam,64 yaitu:

a) Pembunuhan karena keliruan semata;

b) Pembunuhan karena disamakan dengan

kekeliruan.

Pembunuhan karena kekeliruan semata

didefinisikan oleh Abdul Qodir audah sebagai

suatu pembunuhan dimana pelaku sengaja

melakukan suatu perbuatan, tetapi tidak ada

maksud untuk mengenai orang . melainkan

terjadi kekeliruan, baik dalam perbuatan

maupun dalam dugaanya.65

64 A. wardi muslich, op.cit. hal 14465 Abdul Al-Qadir Audah, op. Cit, hal 104

Page 63: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

63

Kekeliruan yang pertama, pelaku sadar

dalam melakukan perbuatannya, tetapi tidak ada

niat mencelakai orang atau korban. Sedang

dalam kekeliruan yang kedua, pelaku sama

sekali tidak menyadari perbuatanya dan tidak

ada niat untuk mencelakai tetapi karena

kelalaian dan kekurang hati-hatiannya,

perbuatanya mengakibatkan hilang nyawa

seseorang.

Unsur-unsur yang terdapat dalam

pembunuhan karena kesalahan adalah:

1. Adanya perbuatan yang mengakibatkan

kematian;

2. Terjadinya perbuatan karena kesalahan atau

kelalaian pelaku;

3. Antara perbuatan kekeliruan dan kematian

korban terdapat hubungan sebab akibat.

3. Sanksi tindak pidana pembunuhan dalam Hukum

Pidana Islam

Page 64: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

64

Sanksi dari tindak pidana pembunuhan di

dalam hukum pidana islam ada beberapa jenis.

Secara garis besarnya adalah hukuman itu sendiri

terdiri ari hukuman pokok, hukuman pengganti dan

hukuman tambahan. Hukuman pokok dalam tindak

pidanan pembunuhan adalah qishash. Apabila

dimaafkan oleh keluarga korban, maka hukuman

pengganatinya adalah diyat dan jika sanksi qishash

atau diyat itu dimaafkan pula maka akan ada

hukuman ta’zir dan hukuman tambahan yang dimaksud

adalah seperti pencabutan hak waris.

Hukuman yang dijatuhkan untuk masing-masing

jenis pembunuhan juga berbeda, yaitu sebagai

berikut:

1. Hukuman pembunuhan sengaja

Hukuman pokoknya adalah qishash atau

balasan setimpal. Yang dimaksud balasan

setimpal adalah perbuatan yang mengakibatkan

kematian maka balsanya juga kematian. Hal ini

Page 65: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

65

berdsarkan firman Allah swt pada Q.S Al-

Baqarah ayat 178-179:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,

diwajibkan atas kamu qishaash berkenaandengan orang-orang yang dibunuh; orangmerdeka dengan orang merdeka, hambadengan hamba, dan wanita dengan wanita.Maka Barangsiapa yang mendapat suatupema'afan dari saudaranya, hendaklah (yangmema'afkan) mengikuti dengan cara yangbaik, dan hendaklah (yang diberi ma'af)membayar (diat) kepada yang memberi ma'afdengan cara yang baik (pula). yang demikianitu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamudan suatu rahmat. Barangsiapa yangmelampaui batas sesudah itu, Maka baginyasiksa yang sangat pedih. dan dalam qishaashitu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu,Hai orang-orang yang berakal, supaya kamubertakwa”.

Apabila qishash tidak dilaksanakan baik

karena tidak memenuhi syarat-syarat

pelaksanaanya maupun mendapatkan maaf dari

keluarga korban maka hukuman penggantinya

Page 66: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

66

adalah dengan membayar diyat berupa 100

(seratus) ekor unta kepada keluarga korban.

Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad saw

kepada penduduk yaman :

Aى ول وانL ف� � ت اء ال�مق� A ىA اول�ت ود الا انL ت��زض� ه ق� اب�� ة� ف�� ن� Wي Yت� Lلا ع�ن ت� ا ق�� م�ت� ط م�و� ب� نL م�نL اع�ت� ا�انL و � نL ح�ت ه� اب�� � اى� اب��نL م�اج س و داود ال�ن� �� ل ... ورواه اب �� ه� م�نL الات �� اب ه� ن�� A� س ال�دب ق� ال�ن�

اح�مد Artinya: “sesunguhnya barang siapa yang

membunuh seorang yang mukmin tanpaalasan yang sah dan ada saksi, ia harusdiqishas kecuali apabila keluarga korbanmerelakan (memaafkan) dan sesungguhnyadalam menghilangkan nyawa harusmembayar diyat berupa seratus ekor unta”.(H.R Abu Daud, Al-Nasa’i, IbnuKhuzaimah, Ibnu Hibban dan Ahmad).

Walaupun sudah ada hukuman pengganti yang

berbentuk diyat namun dalam pelaksanaanya

diserahkan kembali kepada keluarga korban,

apakah akan menuntut hukuman diyat itu atau

tidak namun pelaku akan tetap dikenai hukuman

tambahan atau kifarat yang merupakan hak dari

Allah.

Page 67: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

67

Bentuk pertama dari hukuman kifarat iani

adalah memedekakan hamba sahaya dan bila tidak

melakukannya maka wajib menggantinya dengan

puasa dua bulan berturut-turut dan hukuman

kedua dari kifarat ini adalah kehilangan hak

mewarisi yang dibunuhnya. Sesuai hadist Nabi :

ء Aى Dش DراتAال�مي Lل م�ن ات,� س ل�لق� Aل�نArtinya: “si Pembunh tidak boleh mewarisi harta

yang dibunuhnya”. (H.R N-Nasa’i danDaruqutni)

2. Hukuman pembunuhan semi sengaja

Hukuman pokoknya adalah diyat mughalladzah

artinya diyat yang diperberat. Dasar dari

hukuman diyat mughalladzah ini adalah:

ا ه طون�� ىA ب�� ونL ف� ع ا ارب,� ه ل م�ن� �� ه� م�نL الات �� د م�اب ه ال�عم ن� D� اء وش ط ه� ال�خ� A� نL دب الا ا� Lان نL ح�ت� ه� و ص�ححه اب�� نL م�اج� ساى� و اب�� و داود و ال�ن� ه اب�� رج� اولاده�ا...اخ��

Perbedaan antara diyat pembunuhan senagaja

dengan pembunuhan semi sengaja terletak pada

pembebanan dan waktu pembayaran. Pada

pembunuhan senagaja diyat dibebankan kepada

Page 68: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

68

pelaku sendiri dan pembayarannya tunai

sedangkan pada pembunuhan semi sengaja, diyat

dibebankan kepda keluarga pelaku atau aqilah dan

pembayaran dapat diangsur selama tiga tahun.

Hukuman kifarat terhadap pembunuhan semi

sengaja adalah memerdekakan hamba sahaya dan

dapat diganti dengan berpuasa selama dua bulan

berturut-turut. Jika hukuman diyat gugur karena

adanya pengampunan maka pelaku akan dikenakan

hukuman ta’zir yang diserahkan kepada hakim yang

berwenang ssuai dengan perbuatan si pelaku.

Hukuman tambahan pada pembunuhan semi sengaja

sama dengan hukuman tambahan pada pembunuhan

sengaja, yaitu tidak mewarisi dari orang yang

telah dibunuhnya.

3. Hukuman pembunuhan karena kesalahan

Hukuman pokok yang dijatuhkan adalah diyat

dan kaffarat, diyat ini oleh Imam Syafi’i

digolongkan dalam diyat mukhaffafah, yaitu diyat

Page 69: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

69

yang diperingan. Keringanan tersebut dapat

dilihat dari tiga aspek, yaitu :

a. Kewajiban pembayaran dibebankan kepada

aqilah (keluarga);

b. Pembayaran dapat diangsur selama tiga

tahun;

c. Komposisi diyat dibagi menjadi lima

kelompok :

1. 20 ekor anak sapi betina, berusia 1-2

tahun

2. 20 ekor sapi betina yang sudah besar

3. 20 ekor sapi jantan yang sudah besar

4. 20 ekor unta yang masih kecil, berusia

3-4 tahun

5. 20 ekor unta yang sudah bear, berusia

4-5 tahun

Sedangkan hukuman penggantinya adalah

puasa. Mmenurut fuqoha tidak ada ta’zir dalam

pembunuhan tersalah, hal ini dikarenakan dua

hukuman pokok, yaitu diyat dan kafarat serta

Page 70: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

70

hukuman-hukuman tambahan dianggap cukup.

Artinya didalam hukum islam tidak ada larangan

untuk menentukan hukuman ta’zir ketika hukuman

diyat diampuni. Hal ini jika dinilai ada

kebaikan untuk bersama.66

66 Abdul Qodir audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Bogor:PT.Kharisma Ilmu, hal.348-351

Page 71: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

71

BAB III

KEADILAN RESTORATIF

A. PENGERTIAN

Dalam buku berjudul Keadilan Restoratif, Eva

Achjani Zulfa menyatakan bahwa restorative justice

atau yang sering diterjemahkan sebagai

keadilan restoratif merupakan suatu model pendekatan

yang muncul sejak era tahun 1960-an dalam upaya

penyelesaian perkara pidana. Pendekatan keadilan

restoratif menekankan pada adanya partisipasi

langsung pelaku, korban dan masyarakat dalam proses

penyelesaian perkara pidana. Ini merupakan hal yang

membedakannya dengan pendekatan yang dipakai dalam

Page 72: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

72

system peradilan pidana konvensional, sehingga

secara teoritis pendekatan ini masih

diperdebatkan. Namun pada kenyataannya pandangan ini

berkembang dan banyak mempengaruhi kebijakan hukum

dan praktik di berbagai negara.67 Berikut akan

dipaparkan beberapa pengertian keadilan restoratif.

Keadilan restoratif adalah sebuah konsep

pemikiran yang merespon pengembangan sistem

peradilan pidana dengan menitik beratkan pada

kebutuhan pelibatan masyarakat dan korban yang

dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja

pada sistem peradilan pidana yang ada pada saat

ini.68

Restorative justice is a process that aims to put things right for

the people who have been victims of offences. It does this through a

meeting between the victim and the offender called a restorative

justice conference.69 (Keadilan Restoratif adalah sebuah67 Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif, Jakarta:Badan Penerbit

FH UI, 2009, hal 268 Ibid, hal.369 h tt p :/ / ww w . ii rp.or g /a r ticle _d etail .p h p ?

a r ticle _ i d= ND I y ,ditelusur pada tanggal 12 November 2011

Page 73: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

73

proses yang bertujuan untuk memberikan hak-hak

kepada korban kejahatan. Untuk mencapai tujuan

tersebut diadakan pertemuan antara korban dengan

pelaku).

Restorative justice is a system or practice which emphasized the

healing of wounds suffered by victims, offenders, and communities

that are caused or revealed by offending conduct.70 Definisi

ini mengartikan keadilan restoratif sebagai sebuah

sistem yang menekankan pemulihan bukan hanya kepada

korban, tetapi juga kepada pelaku dan masyarakat

terkait.

Menurut Tony Marshall, restorative justice is a process

whereby parties with a stake in a specific offence collectively resolve

how to deal with the aftermath of the offence and its implications for

the future.71 Di sini Marshall mengartikan keadilan

restoratif sebagai sebuah proses dimana semua pihak

yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu70 Restorative Justice in New Zealand: A Model For U.S. Criminal Justice,

Wellington: Ian Axford Fellowship, 2001, hal.571 Ibid, hal.6

Page 74: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

74

bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama

bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran

tersebut demi kepentingan masa depan.

PBB mendefinisikan keadilan restoratif sebagai

a way of responding to criminal behaviour by balancing the needs of

the community, the victims and the offenders,72 yang terjemahan

bebasnya adalah sebuah penyelesaian terhadap

perilaku pidana dengan cara menyelaraskan kembali

harmonisasi antara masyarakat, korban, dan pelaku.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, penulis

berusaha mendefinisikan keadilan restoratif sebagai

sebuah konsep pencapaian keadilan yang menekankan

pada pemulihan atas kerusakan yang timbul akibat

terjadinya suatu tindak pidana, dengan melibatkan

korban, pelaku, masyarakat terkait serta pihak-

pihak yang berkepentingan. Yang dimaksud dengan

pemulihan di sini bukan hanya kepada diri korban,

72 Handbook on Restorative Justice Programme, New York: UnitedNations, 2006, hal 6

Page 75: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

75

tetapi juga diri pelaku dan masyarakat yang turut

merasakan akibat kejahatan.

Konsep keadilan restoratif memiliki perbedaan

mendasar dengan konsep keadilan retributif yang

menjiwai sistem peradilan pidana di mayoritas

negara. Keadilan retributif memandang bahwa

pemidanaan adalah akibat nyata/mutlak yang harus

ada sebagai suatu pembalasan kepada pelaku

tindak pidana.73 Fokus perhatian keadilan retributif

yaitu kepada pelaku melalui pemberian derita, dan

kepada masyarakat melalui pemberian perlindungan

dari kejahatan. Dengan demikian, jika keadilan

restoratif menekankan pada pemulihan serta

memberikan fokus perhatian kepada korban, pelaku,

dan masyarakat terkait, keadilan retributif

menekankan pada pembalasan serta memberikan focus

perhatian hanya kepada pelaku dan masyarakat luas.

73 Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif, Jakarta:Badan PenerbitFH UI, 2009, hal 66.

Page 76: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

76

B. PRINSIP DASAR

Upaya restoratif adalah upaya yang menggunakan

konsep keadilan restoratif dan menghasilkan tujuan

dari konsep tersebut yaitu kesepakatan antara para

pihak yang terlibat. Kesepakatan ini merupakan

kesepakatan para pihak yang didasarkan pada upaya

pemenuhan kebutuhan korban dan masyarakat atas

kerugian yang timbul dari tindak pidana yang

terjadi. Kesepakatan tersebut juga dapat diartikan

sebagai suatu upaya memicu proses reintegrasi

antara korban dan pelaku, sehingga kesepakatan

tersebut dapat berbentuk sejumlah program seperti

reparasi (perbaikan), restitusi ataupun community

service.74

PBB mengemukakan beberapa prinsip yang mendasari

program keadilan restoratif yaitu:75

1. That the response to crime should repair as much as

possible the harm suffered by the victim;74 Ibid, hal.1575 Handbook on Restorative Justice Programme, New York: United

Nations, 2006, hal 8

Page 77: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

77

Penanganan terhadap tindak pidana harus

semaksimal mungkin membawa pemulihan bagi

korban. Prinsip ini merupakan salah satu tujuan

utama manakala pendekatan keadilan restoratif

dipakai sebagai pola pikir yang mendasari suatu

upaya penanganan tindak pidana. Penyelesaian

dengan pendekatan keadilan restoratif membuka

akses bagi korban untuk menjadis alah satu pihak

yang menentukan penyelesaian akhir dari tindak

pidana karena korban adalah pihak yang paling

dirugikan dan yang paling menderita. Oleh

karenanya pada tiap tahapan penyelesaian yang

dilakukan harus tergambar bahwa proses yang

terjadi merupakan respon positif bagi korban

yang diarahkan pada adanya upaya perbaikan atau

penggantian kerugian atas kerugian yang

dirasakan korban.76

2. That offenders should be brought to understand that their

behaviour is not acceptable and that it had some real76 Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif, Jakarta: Badan Penerbit

FH UI, 2009, hal.15

Page 78: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

78

consequences for the victim and community;

Pendekatan keadilan restoratif dapat dilakukan

hanya jika pelaku menyadari dan mengakui

kesalahanya. Dalam proses restoratif, diharapkan

pelaku juga semakin memahami kesalahannya

tersebut serta akibatnya bagi korban dan

masyarakat. Kesadaran ini dapat membawa pelaku

untuk bersedia bertanggungjawab secara sukarela.

Makna kerelaan harus diartikan bahwa pelaku

mampu melakukan introspeksi diri atas apa yang

telah dilakukannya dan mampu melakukan evaluasi

diri sehingga muncul akan kesadaran untuk

menilai perbuatannya dengan pandangan yang

benar. Suatu proses penyelesaian perkara pidana

diharapkan merupakan suatu program yang dalam

setiap tahapannya merupakan suatu proses yang

dapat membawa pelaku dalam suatu suasana yang

dapat membangkitkan ruang kesadaran untuk pelaku

mau melakukan evaluasi diri. Dalam hal ini

pelaku dapat digiring untuk menyadari bahwa

Page 79: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

79

tindak pidana yang dilakukannya adalah suatu

yang tidak dapat diterima dalam masyarakat,

bahwa tindakan itu merugikan korban dan pelaku

sehingga konsekuensi pertanggungjawaban yang

dibebankan pada pelaku dianggap sebagai suatu

yang memang seharusnya diterima dan dijalani.77

3. That offenders can and should accept responsibility for their

action;

Dalam hal pelaku menyadari kesalahannya,

pelaku dituntut untuk rela bertanggungjawab atas

“kerusakkan” yang timbul akibat tindak pidana

yang dilakukannya tersebut. Ini merupakan tujuan

lain yang ditetapkan dalam pendekatan keadilan

restoratif. Tanpa adanya kesadaran atas

kesalahan yang dibuat, maka mustahil dapat

membawa pelaku secara sukarela bertanggung jawab

atas tindak pidana yang telah dilakukannya.78

4. That victims should have an opportunity to express their needs

77 Ibid, hal 1678 Eva Achjani Zulfa. Keadilan Restoratif, Jakarta:Badan Penerbit

FH UI, 2009, hal.17

Page 80: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

80

and to participate in determining the best way for the

offender to make reparation.

Prinsip ini terkait dengan prinsip pertama,

dimana proses penanganan perkara pidana dengan

pendekatan keadilan restoratif membuka akses

kepada korban untuk berpartisipasi secara

langsung terhadap proses penyelesaian tindak

pidana yang terjadi. Partisipasi korban bukan

hanya dalam rangka menyampaikan tuntutan atas

ganti kerugian, karena sesungguhnya korban juga

memiliki posisi penting untuk mempengaruhi

proses yang berjalan termasuk membangkitkan

kesadaran pada pelaku sebagaimana dikemukakan

dalam prinsip kedua. Konsep dialog yang diusung

oleh pendekatan ini memberikan suatu tanda akan

adanya kaitan yang saling mempengaruhi antara

korban dan pelaku dalam memilih penyelesaian

terbaik sebagai upaya pemulihan hubungan sosial

antara keduanya.79

79 Ibid

Page 81: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

81

5. That the community has a responsibility to contribute to this

process.

Suatu upaya restoratif bukan hanya melibatkan

korban dan pelaku, tetapi juga masyarakat.

Masyarakat memiliki tanggung jawab baik dalam

penyelenggaraan proses ini maupun dalam

pelaksanaan hasil kesepakatan, Maka, dalam upaya

restoratif, masyarakat dapat berperan sebagai

penyelenggara, pengamat maupun fasilitator.

Secara langsung maupun tidak langsung,

masyarakat juga merupakan bagian dari korban

yang harus mendapatkan keuntungan atas hasil

proses yang berjalan.80

C. KEDUDUKAN KEADILAN RESTORATIF

Kedudukan keadilan restoratif pada sistem

peradilan pidana terbagi menjadi dua yaitu:

1. Di Luar Sistem Peradilan Pidana81

Meskipun secara normatif banyak80 Ibid, hal 1881 Ibid hal. 151-153

Page 82: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

82

dipertanyakan, namun dalam kenyataannya terdapat

praktik penyelesaian perkara pidana di luar

sistem peradilan pidana. Praktik ini didukung

oleh PBB dalam Declaration on The Right of Indigenous

People (Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat

Adat) yang disahkan pada tanggal 7 September

2007. Pasal 5 deklarasi tersebut meyatakan bahwa

masyarakat adat berhak untuk mempertahankan dan

memperkukuh lembaga-lembaga politik, hukum,

ekonomi, sosial dan budaya mereka, sementara

tetap mempertahankan hak mereka untuk mengambil

bagian sepenuhnya kalau mereka juga memilih,

dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan

budaya dari negara. Lalu Pasal 34 merumuskan

bahwa masyarakat adat berhak untuk memajukan,

mengembangkan dan memelihara struktur

kelembagaan dan adat, kerohanian dan tradisi,

prosedur, praktek mereka yang berbeda, dan dalam

kasus jika ada, sistem peradilan mereka atau

adat, sesuai dengan standar- standar HAM

Page 83: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

83

internasional.

Praktek peradilan adat ini digunakan dan

dimasukkan dalam regulasi sebagai mekanisme

alternatif. Dalam bukunya yang berjudul

Keadilan Restoratif, Eva Achjani Zulfa

menyatakan bahwa di Samoa Barat, Kepulauan Fiji,

Papua Nugini, Kepuluan Solomon serta beberapa

negara lain di Pasifik tetap mempertahankan

hukum asli masyarakat mereka. Selain itu

terdapat pula record bahwa praktik penerapan hukum

adat melalui lembaga peradilan adat ditemui di

negara-negara Afrika Utara, Peru, Bangladesh dan

Filipina.

Lembaga peradilan adat tetap dipertahankan

eksistensinya di beberapa negara untuk

menyelesaikan sengketa atau permasalahan,

ternasuk didalamnya perkara pidana. Hal ini

karena akar nilai yang diusung oleh keadilan

restoratif berakar dari nilai-nilai tradisional

dalam masyarakat tradisional seperti nilai

Page 84: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

84

keseimbangan, harmonisasi serta kedamaian dalam

masyarakat.

2. Di Dalam Sistem Peradilan Pidana

Kenyataan menunjukkan masyarakat sebagian

besar masih bersandar pada hukum negara dan

prosedur hukum yang ada. Selain itu, para

pembuat kebijakan juga masih percaya dan

bergantung kepada sistem peradilan pidana yang

sudah berjalan. Dalam hal ini, legislatif maupun

eksekutif memandang bahwa penggunaan pendekatan

keadilan restoratif hanya merupakan alternatif

model penyelesaian perkara pidana yang

ditawarkan dalam sistem hukum yang berbeda

dengan hukum negara yang berlaku. Berikut

merupakan contoh paparan relasi antara sistem

peradilan pidana dalam praktik di beberapa

negara.82

a. Tahap Pra Ajudikasi

Pendekatan keadilan restoratif pada tahap

82 Ibid, hal 146

Page 85: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

85

ini dalam contoh di berbagai negara

diterapkan melalui mekanisme yang ditawarkan

pada fase awal dari sistem peradilan pidana

atau pada fase pra-ajudikasi. Dalam model

yang demikian, maka program yang dirancang

dengan menggunakan pendekatan keadilan

restoratif, merupakan mekanisme penyelesaian

di luar sistem. Penyelesaian yang dilakukan

biasanya merupakan upaya perdamaian yang

difasilitasi oleh pihak kepolisian. Dalam hal

ini mediasi merupakan salah satu bentuk

penyelesaian perkara pidana yang digunakan

dengan pendekatan keadilan restoratif sebagai

bingkainya. Model ini dapat diterapkan oleh

pihak kejaksaan, namun terutama di tingkat

kepolisian dan dijumpai antara lain di

Selandia Baru dan Filipina.83

Di Selandia Baru, untuk dapat mengikuti

program keadilan restoratif pada tahap pra

83 Ibid, hal 147

Page 86: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

86

ajudikasi84, bagi tersangka yang termasuk

dalam kelompok dewasa, maka harus terlebih

dahulu mengakui kesalahannya atau setidaknya

tidak mengingkari tanggungjawabnya atas

tindak pidana yang terjadi.

Bagi tersangka anak, polisi diberikan

kewenangan sangat besar untuk memilih dan

menentukan model penanganan yang akan

dilakukannya pada tersangka anak yaitu berupa

peringatan dan/atau penyelesaian melalui

dengan program keadilan restoratif. Jika

Polisi telah melakukan upaya pendahuluan

berupa peringatan secara informal dan/atau

tertulis, maka Polisi dapat merancang suatu

pogram yang merupakan dari keewenangan

diskresinya sebagai upaya diversi dari proses

peradilan pidana.

Hasil dari program keadilan restoratif

dapat menyertakan rekomendasi atau laporan84 Tahap Pra Ajudikasi di Selandia Baru dikenal dengan Pre-Conviction Stage.

Page 87: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

87

kepada pengadilan. Atau, kasus dapat

diselesaikan dan dituangkan dalam kesepakatan

antara korban, pelaku, dan pihak

kepolisian/kejaksaan tanpa berlanjut ke

pengadila.85

b. Tahap Ajudikasi

Sebagaimana banyak dikeluhkan oleh

masyarakat, Pengadilan yang seharusnya

menjadi tempat mencari kebenaran (khususnya

kebenaran materiil) dan keadilan, ternyata

dipandang sebagai lembaga yang hanya

menjalankan fungsi prosedural saja. Khususnya

di negara- negara yang menganut sistem civil law

dimana asas legalitas meupakan asas yang

harus dijunjung tinggi baik dalam hukum

pidana formil maupun materiilnya sebagai

suatu kepastian hukum. Asas nulla poena sine lege

menyebabkan hakim tidak leluasa berkreasi di85h tt p :/ / ww w . j u s tice . g o v t . n z/ pub licati o ns / p u b licati on s-

a r c h i v e d / 19 9 6 / r e s t or ati v e - j u s tice - a - d i s c u s s i on - p a p e r - 199 6 ,Restorative Justice: A Discussion Paper - Published 1996, ditelusur pada tanggal12 November 2011.

Page 88: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

88

luar ketentuan hukum yang berlaku untuk

menciptakan bentuk putusan yang dapat

memenuhi rasa keadilan bagi pelaku, korban

dan masyarakat.86

Penerapan keadilan restoratif sebagai

acuan putusan hakim dalam tahap ajudikasi

terdapat di Filipina. Paradigma keadilan

restoratif mempengaruhi hakim dalam membuat

putusannya. Hakim dapat berinisiatif

memutuskan bentuk pembinaan bagi terpidana

anak yang dilaksanakan oleh Balay Pasilungan.

Dukungan legislasi dan kebijakan pemerintah

menjadi penting dalam memberikan pembenaran

kepada hakim untuk melakukan diversi tanpa

takut bertentangan dengan hukum.87

Dalam hal ini hakim diberi keleluasaan

untuk menerapkan konsep diversi berupa

rancangan program yang harus dilalui oleh

86 ? Zulfa, op. cit., hal. 148.87 Ibid

Page 89: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

89

terpidana anak namun dilaksanakan oleh

masyarakat dengan Balay Pasilungan sebagai

fasilitatornya. Bila diatas diversi

didifinisikan sebagai pengalihan dari proses

upaya pidana kepada upaya lain sebelum

persidangan, maka dalam hal ini diversi

dimaknai lebih luas, termasuk juga putusan

hakim untuk mengalihkan jenis pemidanaan,

peringan pidana atau penghapus pidana.

Melalui pendekatan restoratif, diversi tidak

hanya dapat dilakukan oleh polisi tapi juga

oleh hakim di dalam putusannya.88

Di Selandia Baru, program keadilan

restoratif banyak berlangsung pada tahap ini.

Pada tahap ajudikasi, jika tersangka telah

mengakui perbuatannya atau telah terbukti

kesalahannya, maka pengadilan dapat

mengarahkan penyelesaian kasus melalui

program keadilan restoratif. Jika tercapai

88 Ibid

Page 90: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

90

kesepakatan maka pengadilan dapat.

1. Menunda perkara untuk memastikan pelaku

memenuhi tanggungjawab sesuai kesepakatan,

kemudian menjatuhkan putusan yang bisa

berupa hukuman atau pembebasan;

2. langsung menjatuhkan hukuman dengan

mempertimbangkan hasil kesepakatan.

Hasil kesepakatan dapat menjadi dasar

peringan atau dasar penghapus pidana dalam

putusan pengadilan.

Dalam hal tidak tercapai kesepakatan,

maka tetap dilaporkan kepada pengadilan.

Kemudian, sesuai pasal 23 ayat (3) Undang-

undang Peradilan Pidana Selandia Baru 1985,

fasilitator menyampaikan perkiraan nilai

kerugian yang diderita oleh korban.89

Dalam kerangka keadilan restoratif,

selain pidana penjara, pengadilan juga dapat89h tt p :/ / ww w . j u s tice . g o v t . n z/ pub licati o ns / p u b licati on s-

a r c h i v e d / 19 9 6 / r e s t or ati v e - j u s tice - a - d i s c u s s i on - p a p e r - 199 6 ,Restorative Justice: A Discussion Paper - Published 1996, ditelusur pada tanggal12 November 2011.

Page 91: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

91

menjatuhkan hukuman:90

- Reparation (Ganti Rugi)

This is a relatively new sentence, having been

introduced in 1985. It involves the payment of money by

an offender to the victim of an offence through the court

as recompense fo emotional harm or loss of or damage

to property. Reparation is not available in respect of

physical injuries.

Jenis hukuman ini diperkenalkan pada

tahun 1985, yaitu berupa pembayaran

sejumlah uang kepada korban melalui

pengadilan. Ganti rugi hanya diberikan

jika terdapat kerugian psikis dan/atau

kerugian harta benda.

- Fines (Denda)

Where an unprovoked offence causes emotional or

physical harm to a victim and the court imposes a fine, it

is required to consider whether all or part of the fine

should be awarded to the victim.

90 Ibid

Page 92: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

92

Dalam hal pengadilan menjatuhkan hukuman

denda, jika terdapat korban mengalami

kerugian fisik ataupun psikis, maka

pengadilan harus mempertimbangkan apakah

seluruh atau sebagian denda tersebut yang

akan diberikan kepada korban.

- Community Service (Kerja Sosial).

Where convicted offenders consent, the court may

impose an order requiring that they complete between 20

and 200 hours of service for certain types of community

organizations. The imposition of this sentence is limited

by the suitability of the offender and the availibility of

suitable work.

Jika pelaku memiliki kualifikasi khusus

dan terdapat lowongan pekerjaan yang

sesuai, pengadilan juga dapat menjatuhkan

hukuman berupa kerja sosial di suatu

organisasi masyarakat.

- Periodic Detention (Penahanan Berkala)

Periodic detainees carry out community work in small

Page 93: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

93

groups supervised by a Department of Justice employee.

Penahanan berkala dapat diberikan kepada

terpidana yang melakukan kerja social di

bawah supervisi pegawai Departemen Hukum.

- Community Programme (Program Khusus)

This sentence seeks to have offenders comply with

programmes which address the individual causes of their

offending.

Jika pengadilan menilai bahwa pelaku

membutuhkan suatu program khusus agar

tidak mengulang kembali tindak pidana,

pengadilan dapat menjatuhkan hukuman

dimana pelaku diharuskan mengikuti program

tersebut. Misalkan dalam kasus kecelakaan

yang mengakibatkan kematian orang lain,

dimana hal tersebut disebabkan pengemudi

dalam keadaan mabuk, maka pengadilan dapat

meminta pelaku mengikuti alcohol and drug

counselling class.

c. Tahap Purna Ajudikasi

Page 94: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

94

Pendekatan keadilan restoratif dalam

model ini umumnya merupakan mekanisme yang

ditawarkan pasca putusan atau dalam fase

purna ajudikasi. Program yang dirancang

dengan menggunakan pendekatan keadilan

restoratif merupakan program pendamping dari

pidana konvensional yang dijatuhkan dalam

putusan.91

Upaya restoratif yang dilakukan pada

tahap ini bisa dalam bentu pertemuan antara

pelaku dan korban yang terjadi di penjara.

Program ini telah dijalankan di beberapa

negara, antara lain Amerika Serikat, Kanada,

Inggris, Belgia, Belanda, dll dan sering

dinyatakan sebagai Post Sentencing Mediation.

Korban didorong untuk dapat bertemu dengan

para pelakunya, berbagi perasaan dan

pemikiran serta solusi atas apa yang pernah

terjadi dan dampak dari tindak pidana

91 Zulfa, op. cit., hal. 149.

Page 95: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

95

tersebut.92

Pertemuan ini bertujuan untuk membantu

mereka dalam proses pemulihan dimana mereka

berkesempatan untuk saling bertemu dan

menyampaikan keinginan masing-masing yang

belum dapat disampaikan sepanjang proses

peradilan pidana berlangsung. Hal ini dapat

terjadi karena dalam proses sebelumnya korban

atau pelaku saling tidak mengenal satu sama

lain atau dalam posisi dan persepsi saling

menyalahkan.93

Walaupun hanya sedikit, terdapat

beberapa program keadilan restoratif di

Selandia Baru yang berlangsung ketika pelaku

sudah dijatuhi hukuman oleh pengadilan.

Tujuannya bervariasi, misalkan karena korban

dan/atau pelaku menginginkan pemulihan dalam

hidup mereka, tanpa dibayang-bayangi kejadian

masa lalu. Program keadilan restoratif yang92 Ibid. hal. 150.93 Ibid

Page 96: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

96

berlangsung pada tahap ini dapat

dipertimbangkan untuk pembebasan bersyarat.94

Di samping itu di Selandia Baru

dikembangkan Prison Fellowship bekerjasama dengan

Department of Correction New Zealand. Pendekatan

keagamaan dikembangkan di dalam penjara baik

dalam bentuk penanaman nilai maupun pola

hidup, termasuk juga penyadaran yang telah

diperbuat atas korban dan masyarakat.

Kegiatan ini ditunjang oleh berbagai

pertemuan antara korban dan pelaku yang

difasilitatori dan sebagai project manager-nya

adalah seorang mantan narapidana Jackie

Kautas. Jackie Kautas dalam proyek ini

bekerja sebagai fasilitator yang berusaha

menggugah para narapidana untuk mau bertemu

dengan para korban, saling memaafkan dan

berusaha membuat suatu program rekonsiliasi94h tt p :/ / ww w . j u s tice . g o v t . n z/ pub licati o ns / p u b licati on s-

a r c h i v e d / 19 9 6 / r e s t or ati v e - j u s tice - a - d i s c u s s i on - p a p e r - 199 6 ,Restorative Justice: A Discussion Paper - Published 1996, ditelusur pada tanggal12 November 2011.

Page 97: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

97

berkaitan dengan tindak pidana yang

terjadi.95

BAB IV

ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN DENGAN PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF

95 Zulfa, op. cit., hal. 126.

Page 98: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

98

A. ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN DENGAN PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF

Dalam bab sebelumnya telah dijelskan mengenai

tindak pidana pembunuhan. Dalam hal ini tindak

pidana pembunuhan diartikan sebagai perbuatan yang

menghilangkan atau mencabut nyawa seseorang.

Sementara itu dalam KUHP merumuskan delik pembunuhan

sebagai perbuatan oleh siapa saja yang dengan

sengaja merampas nyawa orang lain dengan unsur-

unsur; (1) Pembunuhan merupakan perbuatan yang

mengakibatkan kematian orang lain; (2) pembunuhan

itu sengaja, artinya diniatkan untuk membunuh; (3)

pembunuhan itu dilakukan dengan segera sesudah

timbul maksud untuk membunuh. KUHP juga menempatkan

pembunuhan sebagai tindak pidana meterial (material

delict), artinya kesempurnaan tindak pidana itu tidak

cukup dilakukannya perbuatan itu, akan tetapi

menjadi syarat juga adanya akibat dari perbuatan

itu.

Page 99: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

99

Dalam hukum pidana islam tindak pidana atau yang

sering disebut dengan jarimah terbagi dalam tiga

macam, yaitu: (1) Jarimah Hudud, yaitu tindak pidana

yang ketentun dan sanksinya merupakan hak Allah yang

sudah ditetapkan oleh Syara’96; (2) Jarimah Qishash dan

Diyat, yaitu jarimah untuk delik pembunuhan dan

pelukaan; dan (3) Jarimah Ta’zir, adalah jarimah yang

belum ada ketentuannya dalam syara’.

Tindak pidana pembunuhan masuk dalam jarimah qisash

dan diyat yang didalamnya terdapat ketentuan qisash

sebagai hukuman pokoknya, hukuman pengganti atau

diyat, dan pemaafan. Hal ini didasarkan pada firman

Allah SWT dalam surat Al-baqarah ayat 178:

¯» %©!# (## |=. 3= |)9# =÷)9# ( :# :/ 69# 79/ 4{# 4{/ 4 ` " &! ` & «76? ÷9/ !#& 9) 9`»|*/ 379 ×# ` 3/§ × 3 ` 3#

÷/ 79 &# ># 9& Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas

kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yangdibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,

96 Syara’ dalam hal ini adalah ketentuan-ketenyuan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah.

Page 100: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

100

hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita.Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafandari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah(yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yangmemberi maaf dengan yang baik (pula). Yang demikianitu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dansuatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batassesudah itu, maka baginya siksa yang amat pedih”.

Qishash merupakan pembalasan yang setimpal yang

dikenakan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan

atau pelukaan. Semisal jika seseorang melakukan

dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang, maka

hukum qisash yag akan dikenakan adalah hukum bunuh

bagi pelaku pembunuhan. Demikian juga jika ada

seseorang yang melakukan pelukaan terhadap seseorang

yang mengakibatkan luka atau putusnya anggota badan,

maka sanksi hukum yang dikenakan pada pelaku adalah

pelukaan yang sama di bagian anggota tubuh itu luka.

Sedangkan Diyat adalah hukuman pengganti bagi

pelaku tindak pidana pembunuhan atau pelukaan. Diyat

merupakan pemberian sejumlah harta yang dibebankan

pada pelaku tindak pidana apabila korban atau

Page 101: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

101

keluarga korban tidak menghendaki dilaksanakannya

qishash.

Dalam hal tindak pidana pembunuhan ini secara

umum hukum islam mengklasifikasikan pembunuhan

menjadi tiga macam97,yaitu: (1) pembunuhan yang

sengaja dan diniati untuk membunuh; (2) sengaja

memukulnya tapi tak ada niat untuk membunuh (semi

sengaja); (3) pembunuhan dengan tersalah.

Untuk pembunuhan yang disengaja dan diniati

untuk membunuh, secara global pembunuh wajib terkena

tiga perkara, yaitu: (1) dosa besar; (2) diqishash;

(3) terhalang menerima warisan. Sanksi asal pertama

adalah qishash, mengenai hal ini Imam Syafi’i

berpendapat bahwa wali korban boleh memilih antara

mengambil qishash dan diyat sesukanya. Baik orang yang

membunuh itu rela atau tidak.

97 Pengklasifikasian ini didasarkan pada pendapat Jumhur fuqoha (ulama’ Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabillah), sedangkan menurut Imam Malik pengkasifikasian tindak pidana pembunuhan terbagi kedalam dua macam, yaitu pembunuhan disengaja dan tidak disengaja.

Page 102: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

102

Sedangkan unsur-unsur dalam tindak pembunuhan

sengaja yang harus dipenuhi adalah: (1) korban

adalah orang yang hidup; (2) Perbuatan pelaku

mengakibatkan kematian korban; (3) Ada niat dari

pelaku untuk menghilangkan nyawa korban. Jadi jika

unsur-unsur yang ada terpenuhi dalam tindak pidana

pembunuhan ini maka pelaku akan dikenai hukuman

qishash sebagai sanksi pokoknya, dan diyat sebagai

sanksi pengganti jika ada pemaafan dari keluarga

korban.

Sementara untuk tindak pidana pembunuhan

menyerupai sengaja pelaku dapat dikenai sanksi diyat

sebagai hukuman pokoknya, dalam pembunuhan jenis ini

Imam Syafi’i berpendapat bahwa pelaku diberi

ganjaran dengan memberi diyat mughalladzah kepada

keluarga korban, diyat ini sama seperti membunuh

dengan sengaja. Hanya saja bedanya terletak pada

penanggungjawab dan waktu membayarnya yang

dibebankan kepada keluarga (aqilah), dan pembayaran

dapat diangsur selama tiga tahun.

Page 103: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

103

Apabila dalam pembunuhan semi sengaja diyat gugur

karena adanya pengampunan maka pelaku akan tetap

dikenai hukuman ta’zir yang diserahkan pada hakim yang

berwenang sesuai dengan perbuatan pelaku.

Sedangkan dalam pembunuhan karena tersalah,

pelaku dapat dikenai diyat dan kafarat sebagai sanksi

pokoknya, berpuasa sebagai hukuman penggantinya, dan

hukuman tambahan berupa pencabutan hak mewarisi dan

hak menerima wasiat.

Jika melihat hukum pidana islam yang

mengklasifikasikan pembunuhan berdasarkan jenis

perbuatan dengan ada tidaknya unsur kesengajaan

sebagai indikatornya, maka hal ini merupakan upaya

untuk menemukan kebenaran materiil. Dalam hukum

pidana konvensional yang merupakan hukum pidana yang

banyak dipakai dalam sistem peradilan pidana

diberbagai negara khususnya Indonesia, hal yang

paling mendasar dalam sistem peradilan pidana adalah

untuk menemukan kebenaran meteriil, baik itu dalam

hukum acara pidananya maupun hukum materiilnya yang

Page 104: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

104

termaktub dalam pasal perpasal dalam KUHP. Tentu

saja dengan menegakkan hukum (law enforcemet) maka

sudah boleh dikatakan hukum dapat bekerja

sebagaimana mestinya, bukan hanya sebagai fungsi

kontrol dan fungsi perekayasa belaka akan tetapi

hukum telah selangkah lebih maju yakni, hukum telah

berfungsi sebagai penegak kedilan yang pada dasarnya

keadilan disini dipahami sebagai nilai-nilai yang

diyakini dan hidup dalam masyarakat dalam pengertian

yang universal.

Dalam hukum pidana konvensional, pembunuhan

termasuk kedalam tindak pidana murni yang terlepas

sama sekali dari unsur-unsur keperdataan. Ini

artinya jika ada seseorang yang melakukan tindak

pidana pembunuhan maka tidak dikenal upaya

perdamaian dalam sistem hukum pidana, dengan kata

lain proses peradilan pidana harus berjalan baik

keluarga korban memaafkan ataupun tidak. Ini terjadi

karena adanya asas kepastian hukum yang harus ada

dalam sistem peradilan pidana. Inilah yang kemudian

Page 105: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

105

menjadikan korban dalam sistem peradilan pidana

tidak memiliki ruang untuk berpartisipasi karena

adanya redistribusi kekuasan yang memposisikan

negara sebagai korban sehingga peran korban diwakili

oleh oleh negara dalam hal ini polisi dan jaksa

penuntut umum dalam proses peradilan pidana.

Asas kepastian hukum ini juga yang kemudian

melahirkan hukuman bagi pelaku pembunuhan lebih

bersifat retributif, yaitu mengartikan pemidanaan

sebagai hal yang mutlak dengan menyertakan unsur

derita yang harus ada sebagai akibat dari terjadinya

tindak pidana yang telah dilakukan. Penerapan sanksi

yang bersifat retributif inilah yang kemudian

dianggap mengabaikan kepentingan korban untuk

mendapatkan pemulihan atas kerugian yang telah

diterima atas terjadinya tindak pidana.

Berbeda dengan hukum konvensional yang

menempatkan korban sesara pasif dalam tindak pidana

pembunuhan, hukum islam memandang tindak pidana

pembunuhan sebagai perkara yang didalamnya terdapat

Page 106: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

106

unsur keperdataan yang menempatkan korban memiliki

ruang yang sangat luas untuk menentukan penyelesaian

perkara pidana. Korban memiliki kewenangan untuk

malakukan upaya restoratif dan menentukan sanksi apa

yang akan di berikan kepada pelaku tindak pidana

pembunuhan guna memulihkan kerugian yang telah

dialaminya.

Upaya restoratif hukum islam dalam tindak pidana

pembunuhan adalah dengan melibatkan korban atau

dalam hal ini keluarga korban, pelaku, serta hakim

sebagai representasi dari masyarakat untuk proses

mediasi dan eksekusi. Keluarga korban sebagai orang

yang terkena dampak secara langsung atas terjadinya

tindak pidana pembunuhan memiliki kewenangan untuk

menentukan sanksi terhadap pelaku berupa qishash,

diyat, ataupun pemaafan tanpa diyat sekalipun. Pelaku

dalam hal ini sebagai orang yang paling bertanggung

jawab atas kerugian yang telah ditimbulkan

diharuskan memiliki kerelaan untuk bertanggungjawab

dengan memenuhi permintaan dari korban, hakim disini

Page 107: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

107

sebagai representasi masyarakat dapat bertindak

sebagai mediator dan pengawas bahkan pelaksana

eksekusi jika dalam musyawarah tersebut korban

menginginkan dilaksanakan hukuman qishash.

Mengenai pembayaran diyat hukum pidana islam

membedakannya menjadi dua, yaitu diyat mughalladzah dan

diyat mukhafafah. Pada prinsipnya sama antara diyat

mughalladzah dan diyat mukhaffafah, yaitu beban berupa

pembayaran yang harus diberikan oleh pelaku kepada

keluarga korban tindak pidana pembunuhan. Yang

membedakan disini adalah waktu pembayaran, antara

tunai dan kebolehan diangsur tergantung pada

klasifikasi tindak pidana pembunuhan yang dilakukan.

Diyat merupakan hukuman pengganti dari hukuman pokok

qishash yang diharapkan mempu memulihkan kerugian

yang dialami oleh keluarga korban dengan terbunuhnya

anggota keluarganya. Konsep diyat inilah yang

kemudian menjadikan hukum islam menjadi lebih

dinamis dalam rangka untuk memperoleh keadilan.

Page 108: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

108

Dalam hukum konvensioal konsep diyat hampir sama

dengan restitusi atau denda. Restitusi adalah denda yang

harus dibayarkan untuk mengganti atas kerugian yang

telah ditimbulkan. Biasanya restitusi ini sering

ditemukan dalam sistem hukum perdata yang pada

dasarnya memiliki ciri perseorangan dan terlepas

dari unsur pidana (publik). Akan tetapi, terlepas

dari perkara pidana atau perdata, fungsi hukum

adalah untuk menciptakan keadilan dengan memulihkan

apa yang telah terenggut dari korban. Sehingga

pemikiran syafi’i tentang diyat tentu berdasarkan

pada pemulihan yang harus didapatkan oleh korban.

Selain itu diyat bagi pelaku merupakan bentuk

pertanggungjawaban yang harus dipenuhi atas kerugian

yang ditimbulkannya. Akan tetapi lebih dari itu,

proses dialog antara korban dan pelaku dalam

penyelesaian perkara pidana diharapkan mampu

menumbuhkan kesadaran pada pelaku atas tindakannya,

sehingga keadilan restoratif bukanlah semata-mata

bertumpu pada pemulihan korban, akan tetapi juga

Page 109: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

109

dapat memberikan kesadaran pada pelaku dan lebih

meningkatkan peran serta mesyarakat untuk ikut

berpartisipasi dalam menciptakan suasana yang tertib

dan aman.

B. RELEVANSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK

PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN PENDEKATAN KEADILAN

RESTORATIF

Keadilan restoratif adalah sebuah konsep

pemikiran yang merespon pengembangan sistem

peradilan pidana dengan menitik beratkan pada

kebutuhan pelibatan masyarakat dan korban yang

dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja

pada sistem peradilan pidana yang ada pada saat ini.

Berjalannya proses peradilan adalah untuk

mencapai keadilan yang bukan hanya berhenti pada

pemberian sanksi pidana pada pelaku sebagai

pembalasan atas kerusakan yang dilakukan, akan

tetapi proses peradilan diharapkan mampu untuk

memulihkan kerugian yang dialami korban kepada

Page 110: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

110

posisi semula dimana kejahatan belum terjadi. Itulah

yang kemudian menjadi idaman masyarakat dunia saat

ini yang merasa tidak puas dengan sistem peradilan

pidana yang ada karena tidak memberikan ruang bagi

korban untuk terlibat secara langsung dalam proses

penyelesaian perkara pidana.

Konsep keadilan restoratif memiliki perbedaan

mendasar dengan konsep keadilan retributif yang

menjiwai sistem peradilan pidana di mayoritas

negara. Keadilan retributif memandang bahwa

pemidanaan adalah akibat nyata/mutlak yang harus

ada sebagai suatu pembalasan kepada pelaku

tindak pidana. Fokus perhatian keadilan retributif

yaitu kepada pelaku melalui pemberian derita, dan

kepada masyarakat melalui pemberian perlindungan

dari kejahatan. Dengan demikian, jika keadilan

restoratif menekankan pada pemulihan serta

memberikan fokus perhatian kepada korban, pelaku,

dan masyarakat terkait, keadilan retributif

Page 111: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

111

menekankan pada pembalasan serta memberikan fokus

perhatian hanya kepada pelaku dan masyarakat luas.

Dari beberapa definisi yang ada penulis berusaha

mendefinisikan keadilan restoratif sebagai sebuah

konsep pencapaian keadilan yang menekankan pada

pemulihan atas kerusakan yang timbul akibat

terjadinya suatu tindak pidana, dengan melibatkan

korban, pelaku, masyarakat terkait serta pihak-

pihak yang berkepentingan. Yang dimaksud dengan

pemulihan di sini bukan hanya kepada diri korban,

tetapi juga diri pelaku dan masyarakat yang turut

merasakan akibat kejahatan.

Tentunya konsep keadilan restoratif tidak

mungkin terwujud tanpa adanya upaya restoratif,

upaya restoratif dalam hal ini dapat dipahami

sebagai upaya yang menggunakan konsep keadilan

restoratif dan menghasilkan tujuan dari konsep

tersebut yaitu kesepakatan antara para pihak yang

terlibat. Kesepakatan ini merupakan kesepakatan para

pihak yang didasarkan pada upaya pemenuhan kebutuhan

Page 112: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

112

korban dan masyarakat atas kerugian yang timbul

dari tindak pidana yang terjadi. Kesepakatan

tersebut juga dapat diartikan sebagai suatu upaya

memicu proses reintegrasi antara korban dan pelaku,

sehingga kesepakatan tersebut dapat berbentuk

sejumlah program seperti reparasi (perbaikan),

restitusi ataupun community service.

Dalam sistem hukum pidana di indonesia

sebenarnya upaya keadilan restoratif memungkinkan

untuk dilaksanakan. Kewenangan diskresi kepolisian

misalnya, dapat digunakan untuk melakukan diversi

(pengalihan) yaitu proses pengalihan perkara pidana

dari sistem peradilan pidana ke proses informal. Akan

tetapi upaya ini jarang untuk dilakukan karena

berbenturan dengan asas kepastian hukum kaitanya

dengan law enforcement.

Berbeda dengan hukum pidana konvenisonal yang

memandang pembunuhan sebagai tindak pidana murni

yang terlepas dari penyelesaian yang bersifat

perdata, hukum pidana islam memandang pembunuhan

Page 113: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

113

sebagai tindak pidana yang didalamnya terdapat

unsur keperdataan antara korban dan pelaku yang

nantinya akan mempengaruhi proses hukuman yang akan

diberikan kepada pelaku.

Jika diperhatikan lebih lanjut asas kepastian

hukum yang senantiasa berpijak pada pada legalitas

aturan yang diperundangkan dalam hukum pidana

positif, tidak jauh beda dengan hukum pidana islam

yang juga mewajibkan untuk berpijak pada legalitas

aturan yang telah diatur dalam Al-Qur’an maupun

Sunnah. Termasuk dalam tindak pidana pembunuhan,

dalam tindak pidana ini telah diatur dalam Al-

Qur’an mengenai penerapan Qishash, diyat,maupun

pemaafan, sehingga fuqoha dalam memformulasikan

hukum tidak banyak mengalami perbedaan, termasuk

Imam Syafi’i yang mendasarkan formulasi hukumnya

pada al-qur’an, sunnah, ijma’ dan qiyas.

Secara substansi proses interpretasi teks yang

dilakukan oleh para fuqoha khususnya adalah untuk

mendekati nilai-nilai keadilan yang telah

Page 114: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

114

diwahyukan. Hukum islam memandang bahwa dalam

tindak pidana pembunuhan terdapat hak manusia yang

harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum berbicara

mengenai hak Allah. Ini membuktikan bahwa formulasi

hukum dengan pendekatan teks dalam tindak pidana

pembunuhan bukanlah semata-mata sebagai metode yang

kaku yang mengesampingkan hubungan antar manusia,

akan tetapi pemulihan terhadap korban tindak pidana

dalam hal ini juga mendapat prioritas yang harus

didahulukan.

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat

pentingnya konsep keadilan restoratif dalam sistem

peradilan pidana konvensional maupun dalam hukum

pidana islam. Dalam Hand book Restorative Justice

PBB mengemukakan prinsip-prinsip yang mendasari

program keadilan restoratif, yaitu:

1. That the response to crime should repair a much as possible

the harm suffered by the victim;

Page 115: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

115

Penanganan terhadap tindak pidana harus

semaksimal mungkin membawa pemulihan bagi korban.

Prinsip ini merupakan salah satu tujuan utama

manakala pendekatan keadilan restoratif dipakai

sebagai pola pikir yang mendasari suatu upaya

penanganan tindak pidana. Penyelesaian dengan

pendekatan keadilan restoratif membuka akses bagi

korban untuk menjadi salah satu pihak yang

menentukan penyelesaian akhir dari tindak pidana

karena korban adalah pihak yang paling dirugikan

dan yang paling menderita. Oleh karenanya pada

tiap tahapan penyelesaian yang dilakukan harus

tergambar bahwa proses yang terjadi merupakan

respon positif bagi korban yang diarahkan pada

adanya upaya perbaikan atau penggantian kerugian

atas kerugian yang dirasakan korban.

2. That offenders should be brought to understand that their

behaviour is not acceptable and that it had some real

consequences for the victim and community;

Page 116: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

116

Pendekatan keadilan restoratif dapat

dilakukan hanya jika pelaku menyadari dan

mengakui kesalahanya. Dalam proses restoratif,

diharapkan pelaku juga semakin memahami

kesalahannya tersebut serta akibatnya bagi

korban dan masyarakat. Kesadaran ini dapat

membawa pelaku untuk bersedia bertanggungjawab

secara sukarela. Makna kerelaan harus diartikan

bahwa pelaku mampu melakukan introspeksi diri

atas apa yang telah dilakukannya dan mampu

melakukan evaluasi diri sehingga muncul akan

kesadaran untuk menilai perbuatannya dengan

pandangan yang benar. Suatu proses penyelesaian

perkara pidana diharapkan merupakan suatu program

yang dalam setiap tahapannya merupakan suatu

proses yang dapat membawa pelaku dalam suatu

suasana yang dapat membangkitkan ruang kesadaran

untuk pelaku mau melakukan evaluasi diri. Dalam

hal ini pelaku dapat digiring untuk menyadari

bahwa tindak pidana yang dilakukannya adalah

Page 117: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

117

suatu yang tidak dapat diterima dalam masyarakat,

bahwa tindakan itu merugikan korban dan pelaku

sehingga konsekuensi pertanggungjawaban yang

dibebankan pada pelaku dianggap sebagai suatu

yang memang seharusnya diterima dan dijalani.

3. That offenders can and should accept responsibility for their

action;

Dalam hal pelaku menyadari kesalahannya,

pelaku dituntut untuk rela bertanggungjawab atas

“kerusakkan” yang timbul akibat tindak pidana

yang dilakukannya tersebut. Ini merupakan tujuan

lain yang ditetapkan dalam pendekatan keadilan

restoratif. Tanpa adanya kesadaran atas kesalahan

yang dibuat, maka mustahil dapat membawa pelaku

secara sukarela bertanggung jawab atas tindak

pidana yang telah dilakukannya.

4. That victims should have an opportunity to express their needs

and to participate in determining the best way for the

offender to make reparation.

Page 118: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

118

Prinsip ini terkait dengan prinsip pertama,

dimana proses penanganan perkara pidana dengan

pendekatan keadilan restoratif membuka akses

kepada korban untuk berpartisipasi secara

langsung terhadap proses penyelesaian tindak

pidana yang terjadi. Partisipasi korban bukan

hanya dalam rangka menyampaikan tuntutan atas

ganti kerugian, karena sesungguhnya korban juga

memiliki posisi penting untuk mempengaruhi proses

yang berjalan termasuk membangkitkan kesadaran

pada pelaku sebagaimana dikemukakan dalam prinsip

kedua. Konsep dialog yang diusung oleh pendekatan

ini memberikan suatu tanda akan adanya kaitan

yang saling mempengaruhi antara korban dan pelaku

dalam memilih penyelesaian terbaik sebagai upaya

pemulihan hubungan sosial antara keduanya.

5. That the community has a responsibility to contribute to this

process.

Page 119: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

119

Suatu upaya restoratif bukan hanya melibatkan

korban dan pelaku, tetapi juga masyarakat.

Masyarakat memiliki tanggung jawab baik dalam

penyelenggaraan proses ini maupun dalam

pelaksanaan hasil kesepakatan, Maka, dalam upaya

restoratif, masyarakat dapat berperan sebagai

penyelenggara, pengamat maupun fasilitator.

Secara langsung maupun tidak langsung,

masyarakat juga merupakan bagian dari korban yang

harus mendapatkan keuntungan atas hasil proses

yang berjalan.

Kaitannya dengan prinsip pertama dan keempat

keadilan restoratif yang menekankan adanya pemulihan

bagi korban serta adanya ruang bagi korban untuk

berpartisipasi, hukum pidana islam memposisikan

korban yang dalam hal ini adalah keluarga korban

sebagai pihak yang paling penting yang nantinya

dapat mempengaruhi hukuman apa yang akan

Page 120: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

120

diberlakukan sebagi upaya untuk memulihkan atas

kerugian yang dideritanya.

Keluarga korban memiliki kewenangan memilih

qishash atau diyat sebagai tuntutan yang harus

dipenuhi oleh pelaku dalam kasus pembunuhan yang

disengaja. Dan pelaku dituntut untuk memenuhi apa

yang telah menjadi keinginan keluarga korban sebagai

ganti atas perbuatannya. Sedangkan dalam kasus

pembunuhan yang tidak diniati untuk membunuh dan

pembunuhan tersalah, hukum pidana islam mewajibkan

diyat kepada pelaku dengan memberikan sejumlah harta

benda miliknya sebagaimana telah diatur dan dibahas

dalam bab sebelumnya. Bahkan hukum pidana islam juga

berbicara mengenai kemungkinan adanya pemaafan tanpa

diyat jika keluarga korban merelakan atau

mengikhlaskan.

Dari prinsip ini tentunya apa yang telah

diformulasikan hukum islam dalam tindak pidana

pembunuhan tentulah sudah memenuhi prinsip keadilan

Page 121: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

121

restoratif yang dikemukakan oleh PBB untuk

memberikan tempat kepada korban yang dalam hal ini

adalah keluarga korban untuk semaksimal mungkin

mendapat pemulihan atas tindak pidana pembunuhan

yang terjadi.

Sementara dalam prinsip kedua dan ketiga

keadilan restoratif yang menekankan adanya kesadaran

dan kerelaan bertanggungjawab dari pelaku, hukum

pidana islam berpandangan bahwa kerelaan pelaku

tidak menjadi pijakan terhadap putusan pidana yang

dapat mengubah hukuman yang akan diterima pelaku

dalam tindak pidana pembunuhan. Dalam tindak pidana

pembunuhan merupakan hak keluarga korban untuk

menentukan hukumam apa yang akan diberikan terhadap

pelaku. Keluarga korban boleh memilih qishash atau

diyat baik pelaku rela ataupun tidak. Dan jika pelaku

menolak untuk membayar diyat maka bagi keluarga

korban tidak ada pilihan kecuali qishash atau

pengampunan. Akan tetapi adanya ketentuan sanksi

Page 122: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

122

pokok, pengganti, dan tambahan dalam tindak pidana

pembunuhan secara tidak langsung memberikan peluang

bagi pelaku untuk mendapatkan keringanan hukuman.

Sehingga diharapkan keringanan hukuman ini dapat

membuat pelaku menyadari kesalahannya dan rela untuk

bertanggungjawab atas tindak pidana pembunuhan yang

telah dilakukan.

Mengenai prinsip kelima keadilan restoratif

yang mengikut sertakan keterlibatan masyarakat,

hukum pidana islam tidak membahas secara rinci

terkait keterlibatan masyarakat dalam proses

penyelesaian tindak pidana pembunuhan. Akan tetapi

secara prinsip, keterlibatan masyarakat dapat

diwakili oleh aparat penegak hukum dalam hal ini

adalah hakim untuk melaksakan proses mediasi dan

eksekusi.

Dalam prinsip lain keadilan resoratif

menyebutkan bahwa penggunaan pendekatan restoratif

tidak boleh bertentangan dengan Hak Asasi Manusia

Page 123: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

123

(HAM) dan juga adanya penekanan penggunaan

pendekatan ini diharapkan tidak menimbulkan

kontroversi dalam masyarakat. Kemudian prinsip

inilah yang mendorong penghapusan pidana mati dalam

sistem pemidanaan sebagai upaya restoratif dalam

pelindungan HAM.

Konsep qishash dalam hukum pidana islam sebagai

sanksi pokok dalam tindak pidana pembunuhan tentu

sangat bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia

terkait dengan hak keberlangsungan hidup setiap

individu yang terdapat dalam Deklarasi Umum Hak

asasi Manusia (DUHAM) maupun ketentuan-ketentuan

dalam International Convenant Civil and Political Right (ICCPR).

Akan tetapi berdasarkan analisa penulis, ketentuan

qishash dalam hukum pidana islam merupakan ketentuan

yang diharuskan keberadaannya. Pertama, keberadaan

qishash dalam hukum pidana islam dapat memberikan

nilai tawar kepada korban untuk mendapat pemulihan

secara maksimal. Nilai tawar dalam hal ini adalah

Page 124: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

124

nilai tawar korban kepada pelaku untuk serius

bertanggungjawab memulihkan kerugian atas

perbuatannya. Kedua, didalam qishash terdapat efek

jera yang diharapkan mampu menciptakan suatu

keteraturan dalam masyarakat sebagaimana fungsi

hukum sebagai social engineering.

Meskipun konsep keadilan restoratif saat ini

hanya bisa digunakan pada delik-delik pidana

tertentu, akan tetapi pandangan hukum islam yang

memungkinkan adanya diversi dari qishash ke diyat bahkan

pemaafan tanpa diyat dalam tindak pidana pembunuhan

diharapkan menjadi pijakan dalam penyelesaian

perkara pidana untuk lebih memperhatikan kepentingan

korban dalam rangka pemulihan atas kerugian yang

diderita.

C. PROSPEK PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN

PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF DALAM SISTEM

PERADILAN PIDANA

Page 125: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

125

Keadilan restoratif bukanlah suatu yang asing

dan baru, karena keadilan ini telah dikenal dalam

hukum tradisional yang hidup dalam masyarakat. Dalam

wacana tradisional, keadilan restoratif pada

dasarnya merupakan model pendekatan dalam sistem

peradilan pidana yang dominan pada masyarakat adat

diberbagai belahan dunia yang hingga kini masih

berjalan. Keadilan ini menjadi sesuatu yang baru

karena dalam kenyataannya justru masyarakat modern

kembali mempertanyakan bagaimana sistem peradilan

pidana tradisional dapat digunakan kembali dalam

menangani tindak pidana yang sangat berkembang pada

masa sekarang.

Dalam pandangan keadilan restoratif makna

tindak pidana pada dasarnya sama seperti pandangan

hukum pidana pada umumnya yaitu serangan terhadap

individu dan masyarakat serta hubungan

kemasyarakatan. Akan tetapi dalam pendekatan

keadilan restoratif, korban utama atas terjadinya

Page 126: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

126

suatu tindak pidana bukanlah negara, sebagaimana

dalam sistem peradilan pidana yang sekarang ada.

Oleh karenanya kejahatan menciptakan kewajiban untuk

membenahi rusaknya hubungan akibat terjadinya suatu

tindak pidana. Semantara keadilan dimaknai sebagai

proses pencarian pemecahan masalah yang terjadi atas

suatu perkara pidana dimana keterlibatan korban,

masyarakat dan pelaku menjadi penting dalam usaha

perbaikan, rekonsiliasi dan penjaminan

keberlangsungan usaha perbaikan tersebut.

Dalam bab sebelumnya telah dibahas kedudukan

keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana,

yaitu pada tahapan Pra Ajudikasi, Ajudikasi, dan

Purna Ajudikasi.

Pada tahap pra ajudikasi pendekatan keadilan

restoratif ditawarkan dalam fase awal proses

peradilan pidana, kalau dalam sistem peradila pidana

di indonesia yaitu proses peradilan pidana pada

tahap kepolisian. Pada tahap ini, kepolisian bisa

Page 127: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

127

menggunakan kewenangan diskresinya yang diatur dalam

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang

KepolisianNegara Republik Indonesia untuk melakukan

diversi atau pengalihan proses pidana pada proses

informal. Diversi ini bisa berbentuk mediasi yang

mempertemukan pihak pelaku dan korban untuk bersama

menyelesaiakn perkara pidana yang dihadapi, sehinnga

perkara tidak pelu untuk dilanjutkan sampai

Kejaksaan.

Saat ini kewenangan diskresi kepolisian untuk

melakukan diversi sangat jarang dilakukan karena

belum adanya payung hukum yang mengatur secara

obyektif terkait dengan kewenangan diskresi

kepolisian untuk melakukan diversi sehingga proses

diversi yang dilakukan tidak berbenturan dengan asas

kepastian hukum.

Oleh karena itu perlu kiranya bagi kepolisian

untuk mempertimbangkan aspek-aspek keadilan

resoratif misalnya menggunakan kewenangan

Page 128: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

128

diskresinya dalam kasus-kasus Anak Berhadapan dengan

Hukum (ABH) dengan mempertimbangkan prinsip

kepentingan terbaik98 dan hak-hak anak untuk

mendapatkan perlindungan.

Dalam tahapan ajudikasi penerapan keadilan

restoratif dapat berbentuk putusan hakim yang

mempertimbangkan aspek-aspek keadilan misalnya

berupa pembinaan terhadap pelaku tindak pidana

sehingga pemidanaan tidak hanya dipahami sebagai

upaya untuk membalas suatu tindak pidana, akan

tetapi sedapat mungkin pemidanaan mampu untuk

memulihkan kembali hubungan sosial yang rusak

akaibat tindak pidana.

Dalam hal ini dukungan legislasi dan kebijakan

pemerintah menjadi sangat penting dalam memberikan

pembenaran kepada hakim untuk melakukan diversi tanpa

takut bertentangan dengan hukum. Bila diatas diversi

didifinisikan sebagai pengalihan dari proses upaya

98 Prinsip kepentingan tebaik anak secara spesifik diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Page 129: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

129

pidana kepada upaya lain sebelum persidangan, maka

dalam hal ini diversi dimaknai lebih luas, termasuk

juga putusan hakim untuk mengalihkan jenis

pemidanaan, peringanan pidana atau penghapus pidana.

Melalui pendekatan restoratif, diversi tidak hanya

dapat dilakukan oleh polisi tapi juga oleh hakim di

dalam putusannya.

Penulis mencontohkan kecelakaan lalu lintas

yang menewaskan korban jiwa. Secara normatif

kecelakaan tersebut dapat menyeret pelaku dalam

proses peradilan pidana yang memungkinkan pelaku

untuk dihukum. Sehingga tentu saja jika berpijak

pada asas legalitas hukum setiap perbuatan yang

memenuhi rumusan delik dalam pidana maka proses

peradilan pidana harus diberlakukan. Sehingga

penerapan restoratif dalam hal ini bisa berbentuk

peringanan atau penghapusan pidana dalam putusan

pengadilan, yakni apabila ada kesepakatan/perdamaian

antara korban dan pelaku, kesepakatan tersebut dapat

Page 130: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

130

dijadikan dasar peringanan atau dasar penghapus

pidana dalam pengadilan.

Sementara dalam tahapan purna ajudikasi

penerapan keadilan restoratif yang digunakan bisa

dalam bentuk pendampingan dari putusan yang

dijatuhkan oleh pengadilan. Pendampingan disini

dapat berupa suatu program yang mengupayakan

pertemuan antara terpidana dan korban sehingga

diharapkan terpidana bisa menyadari kerusakan yang

timbul atas perbuatan yang telah dia lakukan dan

korban dapat memberikan pemaafan sehingga bagi

terpidana tidak lagi memiliki beban moral yang

harapannya ketika kembali lagi ke masyarakat bisa

memulihkan hubungan sosial yang selama ini terstigma

atas kejahatan yang pernah pelaku lakukan.

Tentunya masih jauh jika melihat sistem

peradilan pidana Indonesia yang ada saat ini yang

kurang memberikan tempat bagi keadilan restoratif

guna memposisikan hukum sebagaimana mestinya untuk

Page 131: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

131

menegakkan keadilan. Berdasarkan analis penulis

sangat perlu kiranya untuk melakuakan reformasi

KUHAP dengan memasukkan prinsip-prinsip keadilan

restoratif dalam setiap proses peradilan dalam

sistem peradilan pidana Indonesia sehingga hukum

tidak hanya dipahami sebagai aturan-aturan yang

kaku, akan tetapi hukum sebagaimana diungkapkan

satjipto raharjo hukum yang dapat memberikan

kebahagiaan bagi semua pihak.

Page 132: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

132

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan dan menganalisis

pembahasan skripsi yang berfokus pada persoalan

tinjauan hukum islam terhadap tindak pidana

pembunuhan dengan pendekatan keadilan restoratif dan

Page 133: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

133

bagaimana relevansi tinjauan hukum islam terhadap

tindak pidana pembunuhan dengan kpendekatan keadilan

restoratif serta bagaimana prospek penyelesaian

perkara pidana dengan pendekatan keadilan restoratif

tersebut dalam sistem peradilan pidana, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Dalam tindak pidana pembunuhan, hukum islam

menggunakan pendekatan keadilan restoratif

sebagai upaya untuk memenuhi rasa keadilan. Hal

ini dapat dilihat dalam menyelesaikan perkara

pembunuhan hukum islam menekankan adanya

musyawarah antara korban, pelaku, dan perwakilan

masyarakat (hakim);

2. Keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan

dalam penyelesaian perkara pidana pembunuhan

dalam hukum islam sesuai dengan prinsip-prinsip

dasar yang harus terpenuhi dalam pendekatan

keadilan restoratif yakni terbukanya akses bagi

korban untuk berpartisipasi sehingga diharapkan

mampu memberikan pemulihan bagi korban, serta

Page 134: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

134

pertemuan korban dan pelaku diharapkan mampu

untuk membuka ruang kesadaran bagi pelaku untuk

bertanggung jawab dan menyadari kesalahannya

3. Didalam sistem peradilan pidana, pendekatan

keadilan restoratif dapat diterapkan pada tahap

pra-ajudikasi, ajudikasi, maupun purna-ajudikasi

dengan mengkolaborasikannya pada sistem peradilan

pidana yang ada dalam setiap proses peradilan,

sehingga tidak bertentangan dengan kewenangan

yang dimiliki.

B. Saran-saran

Setelah penulis melakukan penelitian dalam

penyusunan skripsi ini banyak hal tentunya yang

harus diperhatikan kembali dalam proses penyelesaian

perkara pidana dalam sistem peradilan pidana yang

ada pada saat ini. Beberapa hal tersebut akan

disajikan dalam bentuk saran-saran sekaligus

rekomendasi, antara lain:

Page 135: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

135

1. Hukum hendaknya memprioritaskan keadilan

dibandingkan penegakkan hukum itu sendiri.

Sehinnga hukum menjadi alat pencari keadilan yang

dinamis dan tidak kaku, karena ukuran keadilan

yang paling dasar adalah kepuasan dari semua

pihak baik pelaku, korban, maupun masyarakat;

2. Hukum hendaknya memberikan ruang bagi korban

dalam proses penyelesaian perkara pidana dalam

sistem peradilan pidana. Sehingga pelibatan

korban ini akan berdampak pada pemulihan terhadap

kerugian atas tindak pidana yang terjadi;

3. Hukum hendaknya memberikan peluang bagi upaya-

upaya restoratif untuk dilakukan terlebih dahulu

dalam setiap proses peradilan, sehingga pemulihan

bukan hanya berdampak bagi korban, akan tetapi

juga akan berdampak bagi pelaku dan masyarakat

kaitannya dengan pemulihan terhadap interaksi

sosial.

C. Penutup

Page 136: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

136

Alhamdulillahi rabbil ‘Alamiin penulis panjatkan

syukur yang sedalamnya atas nikmat, taufiq, hidayah

dan inayah kepada Allah SWT sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini dengan

tepat waktu, melalui proses perjuangan yang panjang

dan melelahkan.

Shalawat dan salam penulis ucapkan keharibaan

Nabi Muhammad SAW. Dengan ucapan, tindakan, dan

taqrir beliau sebagai pelengkap dan penjelas akan

firman Allah (Al-Qur’an) yang merupakan petunjuk

bagi tata kehidupan manusia untuk mencapai

kebahagiaan sejati (fi daraini hasanah wa qina

‘adzabannar).

Semoga skripsi ini dapat memberikan

kemanfaatan bagi penulis khususnya dan khalayak

umum pada umumnya. Namun sebagai insan biasa,

penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, karena kesempurnaan yang hakiki

hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu saran,

Page 137: Skripsi S1: Tinjauan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

137

kritik atau gagasan-gagasan membangun serta yang

bersifat orientasi kepada tujuan mencapai

‘kebenaran’ dari pihak manapun sangatlah penulis

harapkan.