-
SKRIPSI
KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG KACANG METE
(Annacardium occidentale L.) DAN TEPUNG KULIT SINGKONG
(Manihot
esculenta).
Disusun oleh:
Vincentius Yafet Winata
NPM : 110801205
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
YOGYAKARTA
2014
-
i
KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG KACANG METE
(Annacardium occidentale L.) DAN TEPUNG KULIT SINGKONG
(Manihot
esculenta).
SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi Biologi
Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
guna memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh
derajat Sarjana S-1
Disusun Oleh :
Vincentius Yafet Winata
NPM : 110801205
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
YOGYAKARTA
2014
-
ii
PENGESAHAN
Mengesahkan Skripsi dengan judul
KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG KACANG METE
(Annacardium occidentale L.) DAN TEPUNG KULIT SINGKONG
(Manihot
esculenta).
yang dipersiapkan dan disusun oleh :
Vincentius Yafet Winata
NPM : 110801205
Telah diperiksa dan dinyatakan telah memenuhi syarat
untuk diuji pada ujian pendadaran
Menyutujui,
Dosen Pembimbing Utama. Dosen Pembimbing Pendamping
(Drs. F. Sinung Pranata, M.P.) (L.M. Ekawati Purwijantiningsih,
M.Si.)
-
iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Vincentius Yafet Winata
NPM : 110801205
Judul Skripsi :KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI
TEPUNG KACANG METE (Annacardium occidentale
L.) DAN TEPUNG KULIT SINGKONG (Manihot
esculenta).
Menyatakan bahwa Skripsi dengan judul tersebut di atas
benar-benar asli hasil
karya saya sendiri dan disusun bedasarkan norma akademik.
Apabila ternyata di
kemudian hari terbukti sebagai plagiarism, saya bersedia
menerima sanksi
akademik yang berlaku berupa pencabutan predikat kelulusan dan
gelar
kesarjanaan saya.
Yogyakarta, 15 Juni 2015
yang menyatakan,
Vincentius Yafet Winata
(NPM : 110801205)
-
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan
Bunda
Maria atas Rahmat dan Kasihnya, penulis dapat menyelesaikan
penyusunan
naskah skripsi yang berjudul KUALITAS BISKUIT DENGAN
KOMBINASI
TEPUNG KACANG METE (Annacardium occidentale L.) DAN TEPUNG
KULIT SINGKONG (Manihot esculenta). Skripsi ini merupakan tugas
akhir
yang disusun berdasarkan hasil penelitian di Laboratorium
Teknobio-Pangan
untuk mencapai derajat Sarjana Strata 1 di Fakultas
Teknobiologi, Universitas
Atma Jaya Yogyakarta.
Dalam proses penyusunan naskah skripsi ini, banyak sekali pihak
yang
berperan penting memberi dukungan dan bantuan. Oleh karena itu,
dalam
kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Drs. B. Boy Rahardjo Sidharta, M.Sc., selaku Dekan
Fakultas
Teknobiologi UAJY yang telah memberikan kesempatan bagi
penulis
untuk menyusun naskah ini, kemudian selaku dosen penguji yang
telah
memberikan banyak masukan dalam perbaikan naskah skripsi ini
serta
dukungan dan semangat kepada penulis dalam penyusunan
naskah.
2. Drs. F. Sinung Pranata, M.P., selaku dosen pembimbing utama
yang telah
banyak memberikan masukan, kritik, saran dan dukungan
semangat
kepada penulis mulai dari bimbingan Seminar dan selama
proses
penelitian sampai tersusunnya naskah skripsi ini.
-
v
3. L.M. Ekawati Purwijantiningsih, S.Si., M.Si., selaku dosen
pembimbing
pendamping yang telah banyak memberikan masukan, kritik, saran
dan
dukungan semangat kepada penulis mulai dari bimbingan selama
Kerja
Praktek, Seminar dan selama penulis melakukan penelitian
sampai
tersusunnya naskah skripsi ini.
4. David winata, Adolfina dossugi, Pricillia winata, dan Arnold
winata, yang
tiada henti selalu mendoakan, memberi cinta kasih, dukungan
moril
maupun materil, dan selalu menjadi semangat bagi penulis
saat
menghadapi berbagai hambatan saat penelitian hingga tersusunnya
naskah
skripsi ini.
5. Maria dossugi dan Naomi dossugi yang telah memberi banyak
dukungan,
saran dan fasilitas hingga tersusunnya naskah skripsi ini.
6. Yani Evami Dewi Liantho, yang selalu setia menemani,
memberi
dukungan, saran, semangat dan doa dalam perjalanan penulis
dari
penelitian hingga terselesaikannya naskah skripsi ini.
7. Wisnu Widayat dan Francisca Romana Sulistyowati, yang selalu
sabar
membantu dan membimbing penulis dalam menjalankan pekerjaan-
pekerjaan penelitian di laboratorium.
8. Adit, Alfonsius, Andre, Bagas, Danny dan Veryco sebagai
teman
seperjuangan yang tiada lelah selalu menjadi penyemangat dan
penghibur.
9. Mbak meta dan mas fatur sebagai penjaga kost yang telah
mendukung
dalam kelancaran penulis selama penelitian hingga
terselesaikannya
naskah skripsi ini
-
vi
Penulis menyadari bahwa naskah skripsi ini jauh dari sempurna,
sehingga
penulis sangat berharap skripsi ini dapat menjadi batu loncatan
untuk sesuatu yang
lebih baik. Semoga naskah ini dapat memberi manfaat dan
sumbangan yang
berarti bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 15 Juni 2015
Penulis
-
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDULi
LEMBAR PENGESAHAN.ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISMEiii
KATA PENGANTARiv
DAFTAR ISI..vii
DAFTAR TABEL..xii
DAFTAR GAMBAR....xvi
DAFTAR LAMPIRAN......xviii
INTISARI..xix
I. PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang....1
B. Keaslian Penelitian..4
C. Rumusan Masalah...5
D. Tujuan Penelitian....5
E. ManfaatPenelitian...6
II. TINJAUAN
PUSTAKA.................................................................................7
A. Deskripsi dan Kandungan Nutrisi Kacang Mete7
B. Deskripsi dan Komposisi Kimia Kulit Singkong.11
C. Kendala Kandungan HCN Pada Kulit Singkong..13
-
viii
Halaman
D. Deskripsi Produk Pangan Biskuit.16
E. Bahan Baku Pembuatan Biskuit17
F. Hipotesis21
III. METODE PENELITIAN.22
A. Tempat dan Waktu Penelitian...22
B. Alat dan Bahan..22
C. Rancangan Percobaan...23
D. Cara Kerja.24
1. Pembuatan Tepung Kacang Mete.24
2. Perendaman Kulit Singkong.25
3. Pengeringan Kulit Singkong.25
4. Uji Proksimat Tepung Kacang mete dan
Tepung Kulit Singkong.....25
a. Penentuan Kadar Air.25
b. Penentuan Kadar Abu...26
d. Penentuan Kadar Protein..26
e. Penentuan KadarLemak....27
f. Penentuan Kadar Karbohidrat...28
g. Penentuan Kadar Serat..28
4. Pembuatan Biskuit Keras..29
5. Pembuatan Biskuit Kombinasi Tepung
Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong....30
-
ix
Halaman
6. Uji Kualitas Fisik Biskuit31
a. Penentuan Tekstur Biskuit..31
b. Penentuan Warna Biskuit...31
7. Uji Kualitas Kimia Biskuit.32
a. Penentuan Kadar Air...32
b. Penentuan Kadar Abu.32
c. Penentuan Kadar Protein....32
d. Penentuan Kadar Lemak.33
e. Penentuan Kadar Karbohidrat.33
f. Penentuan Kadar Serat....33
8. Uji Kualitas Mikrobiologi33
a. Uji Angka Lempeng Total (ALT)...33
b. Uji Kapang Khamir.34
9. Uji Organoleptik Biskuit.35
10. Analisis Data............35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN36
A. Uji Pendahuluan Tepung Kacang Mete
dan Tepung Kulit Singkong..36
1. Kadar Air Tepung Kacang Mete ..37
2. Kadar Abu Tepung Kacang Mete.....37
3. Kadar Protein Tepung Kacang Mete....38
4. Kadar Lemak Tepung Kacang Mete.38
-
x
Halaman
5. Kadar Karbohidrat Tepung Kacang Mete.39
6. Kadar Serat Tepung Kacang Mete....40
7. Kadar Air Tepung Kulit Singkong41
8. Kadar Abu Tepung Kulit Singkong..41
9. Kadar Protein Tepung Kulit Singkong.42
10. Kadar Lemak Tepung Kulit Singkong42
11. Kadar Karbohidrat Tepung Kulit Singkong...43
12. Kadar Serat Tepung Kulit SIngkong..44
B. Uji Kimia Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete
dan Tepung Kulit Singkong...44
1. Penentuan Kadar Air.44
2. Penentuan Kadar Abu...47
3. Penentuan Kadar Protein......49
4. Penentuan Kadar Lemak...52
5. Penentuan Kadar Karbohidrat...55
6. Penentuan Kadar Serat.....58
C. Uji Fisik Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete
Dan Tepung Kulit Singkong....60
1. Uji Tekstur..60
2. Uji Warna...64
D. Uji Mikrobiologi Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete
Dan Tepung Kulit Singkong....67
1. Uji Angka Lempeng Total...67
2. Uji Angka Kapang Khamir.....70
-
xi
Halaman
E. Uji Organoleptik......74
1. Analisis Warna....75
2. Analsis Aroma....76
3. Analis Tekstur....77
4. Analisis Rasa..78
F. Data Keseluruhan Hasil Uji Biskuit Kombinasi Tepung
Kacang
Mete dan Tepung Kulit Singkong..80
V. SIMPULAN DAN
SARAN.....................................................................82
A. Simpulan....82
B. Saran...82
DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................83
-
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi Asam Amino dari Kacang Mete........10
Tabel 2. Kandungan Gizi Kacang Mete Mentah11
Tabel 3. Komposisi Kimia Kulit Singkong Segar..13
Tabel 4. Komposisi Kimia Berbagai Limbah Singkong...13
Tabel 5. Komposisi Zat Anti-Nutrisi Dari Berbagai
Limbah Singkong.14
Tabel 6. SNI Biskuit SNI-2973 : 2011...17
Tabel 7. Rancangan Percobaan Kualitas Biskuit Dengan
Kombinasi
Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit SIngkong.24
Tabel 8. Formulasi Bahan-Bahan Pembuat Biskuit...31
Tabel 9. Hasil Analisis Proksimat Tepung Kacang Mete..36
Tabel 10. Hasil Analisis Proksimat Tepung Kulit Singkong.41
Tabel 11. Hasil Uji Kadar Air Biskuit Kombinasi Tepung
Kacang
Mete Dan Tepung Kulit Singkong.44
Tabel 12. Hasil Uji Kadar Abu Biskuit Kombinasi Tepung
Kacang
Mete dan Tepung Kulit Singkong..47
Tabel 13. Hasil Uji Kadar Protein Biskuit Kombinasi Tepung
Kacang
Mete dan Tepung Kulit Singkong..50
Tabel 14. Hasil Uji Kadar Lemak Biskuit Kombinasi Tepung
Kacang
Mete dan Tepung Kulit Singkong..52
Tabel 15. Hasil Uji Kadar Karbohidrat Biskuit Kombinasi
Tepung
Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong55
Tabel 16. Hasil Uji Kadar Serat Biskuit Kombinasi Tepung
Kacang
Mete dan Tepung Kulit Singkong..58
Tabel 17. Hasil Uji Tekstur Biskuit Kombinasi Tepung Kacang
Mete dan Tepung Kulit Singkong..61
-
xiii
Halaman
Tabel 18. Hasil Uji Warna Biskuit Kombinasi Tepung Kacang
Mete dan Tepung Kulit Singkong..65
Tabel 19. Hasil Uji Angka Lempeng Total Biskuit Kombinasi
Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong...68
Tabel 20. Hasil Uji Angka Kapang Khamir Biskuit Kombinasi
Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong...71
Tabel 21. Hasil Uji Organoleptik Biskuit Kombinasi Tepung
Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong74
Tabel 22. Data Keseluruhan Hasil Uji Biskuit Kombinasi
Tepung
Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong81
Tabel 23. Analisis Kadar Air Pada Produk Biskuit Kombinasi
Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong...89
Tabel 24. Analisis Kadar Abu Pada Produk Biskuit Kombinasi
Tepung
Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong89
Tabel 25. Analisis Kadar Protein Pada Produk Biskuit Kombinasi
Tepung
Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong89
Tabel 26. Analisis Kadar Lemak Pada Produk Biskuit Kombinasi
Tepung
Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong...89
Tabel 27. Analisis Kadar Karbohidrat Pada Produk Biskuit
Kombinasi
Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit SIngkong...90
Tabel 28. Analisis Serat Pada Produk Biskuit Kombinasi
Tepung
Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong90
Tabel 29. Analisis Tekstur Pada Produk Biskuit Kombinasi
Tepung
Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong90
Tabel 30. Analisis Mikrobiologi ALT Pada Produk Biskuit
Kombinasi
Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong..90
Tabel 31. Analisis Mikrobiologi Kapang Khamir Pada Produk
Biskuit
Kombinasi Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong91
Tabel 32. Hasil Uji Organoleptik Warna Biskuit..91
-
xiv
Halaman
Tabel 33. Hasil Uji Organoleptik Aroma Biskuit..92
Tabel 34. Hasil Uji Organoleptik Rasa Biskuit..93
Tabel 35. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Bsikuit.94
Tabel 36. Anava Kadar Air Biskuit95
Tabel 37. DMRT Kadar Air Biskuit..95
Tabel 38. Anava Kadar Abu Biskuit..95
Tabel 39. DMRT Kadar Abu Biskuit.....95
Tabel 40. Anava Kadar Protein Biskuit.96
Tabel 41. DMRT Kadar Protein Biskuit........96
Tabel 42. Anava Kadar Lemak Biskuit..96
Tabel 43. DMRT Kadar Lemak Biskuit.96
Tabel 44. Anava Kadar Karbohidrat Biskuit......97
Tabel 45. DMRT Kadar Karbohidrat Biskuit....97
Tabel 46. Anava Kadar Serat Biskuit.97
Tabel 47. DMRT Kadar Serat
Biskuit...................................................................97
Tabel 48. Anava Tekstur
Biskuit...........................................................................98
Tabel 48. DMRT Tekstur
Biskuit..........................................................................98
Tabel 49. Anava ALT
Biskuit................................................................................98
Tabel 50. DMRT ALT
Biskuit...............................................................................98
Tabel 51. Anava Angka Kapang Khamir
Biskuit..................................................99
Tabel 52. DMRT Angka Kapang Khamir
Biskuit.................................................99
Tabel 53. Uji
Kesukaan..........................................................................................99
-
xv
Tabel 54. DMRT Ranking
Kesukaan.....................................................................99
-
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Lapisan Kacang
Mete...........................................................................8
Gambar 2. Lapisan Umbi
Singkong......................................................................12
Gambar 3. Kadar Air Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete
dan Tepung Kulit
Singkong................................................................45
Gambar 4. Kadar Abu Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete
dan Tepung Kulit
Singkong................................................................48
Gambar 5. Kadar Protein Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete
dan Tepung Kulit
Singkong................................................................51
Gambar 6. Kadar Lemak Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete
dan Tepung Kulit
Singkong................................................................53
Gambar 7. Kadar Karbohidrat Biskuit Kombinasi Tepung Kacang
Mete dan Tepung Kulit
Singkong.......................................................56
Gambar 8. Kadar Serat Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete
dan Tepung Kulit
Singkong................................................................59
Gambar 9. Tektur Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete
dan Tepung Kulit
Singkong................................................................62
Gambar 10. Produk Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete
dan Tepung Kulit
Singkong................................................................65
Gambar 11. Angka Lempeng Total Biskuit Kombinasi Tepung
Kacang Mete dan Tepung Kulit
Singkong........................................69
Gambar 12. Angka Kapang Khamir Biskuit Kombinasi Tepung
Kacang Mete dan Tepung Kulit
Singkong........................................72
Gambar 13. Biji Kacang Mete
Kupas...................................................................73
Gambar 14. Kualitas Organoleptik
Biskuit...........................................................75
Gambar 15. Kulit Singkong yang Diolah Menjadi Tepung
Kulit
Singkong.................................................................................100
Gambar 16. Kacang Mete yang Diolah Menjadi Tepung Kacang
Mete.............100
-
xvii
Halaman
Gambar 17. Tepung Kulit
Singkong....................................................................100
Gambar 18. Adonan Biskuit yang Sudah
Dicetak...............................................100
Gambar 19. Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete dan Tepung
Kulit
Singkong.................................................................................100
Gambar 20. Hasil Uji Kadar
Abu.........................................................................101
Gambar 21. Hasil Titrasi Uji Kadar
Protein.........................................................101
Gambar 22. Hasil Positif Uji ALT Biskuit Kontrol Pengenceran
10-1
................101
Gambar 23. Hasil Negatif Uji ALT Biskuit Kontrol Pengenceran
10-2
...............101
Gambar 24. Hasil Positif Uji Angka Kapang Khamir Pengenceran
10-1
.............101
Gambar 25. Hasil Positif Uji Angka Kapang Khamir Pengenceran
10-2
.............101
-
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tabel Data Mentah Hasil Uji Kimia, Fisik,
Mikrobiologi
Dan Organoleptik
Biskuit..................................................................89
Lampiran 2. Data Hasil Analisis
SPSS..................................................................95
Lampiran 3. Dokumentasi Bahan Dasar Pembuatan Biskuit
Kombinasi
Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit
Singkong...........................100
Lampiran 4. Dokumentasi Beberapa Hasil Uji Kimia dan
Mikrobiologi
Produk
Biskuit..................................................................................101
Lampiran 5. Lembar Kuisioner Uji
Organoleptik................................................102
-
xix
INTISARI
Biskuit keras yang merupakan makanan populer bagi segala usia
yang
sebagian besar banyak mengandung lemak jenuh dan gula yang
membuat biskuit
menjadi kurang sehat untuk dikonsumsi dan dapat menimbulkan
resiko penyakit
kardiovaskuler. Dalam pengembangannya, biskuit harus memiliki
lemak tak jenuh
dan pengayaan nutrisi lainnya termasuk serat. Kacang mete dan
kulit singkong
merupakan bahan yang melimpah ketersediaannya di Indonesia dan
berpotensi
sebagai sumber lemak tak jenuh dan serat. Tujuan dari penelitian
ini adalah
mengetahui pengaruh kombinasi tepung kacang mete dan tepung
kulit singkong
terhadap kualitas fisik, kimia, mikrobiologis, dan organoleptik
biskuit. Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 kombinasi
tepung
kacang mete dan tepung kulit singkong yaitu kontrol (100% tepung
terigu), 40% :
10%, 30% : 20%, 25% : 25%, dan 20% : 30%. Hasil yang diperoleh
dari
kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong memberi
pengaruh
terhadap kadar air sebesar 3,0263-4,503% (tidak signifikan),
kadar abu sebesar
1,3%-2,083% (signifikan), kadar protein sebesar 6,872%-8,657%
(tidak
signifikan), kadar lemak sebesar 16,416% - 26,316% (signifikan)
, kadar
karbohidrat sebesar 60,616% - 71,483% (signifikan), kadar serat
sebesar 10,13%
20,93% (signifikan), teksur sebesar 2,862 N/mm2 5,015 N/mm2
(signifikan), angka lempeng total sebesar 3 CFU/g 60 CFU/g (tidak
signifikan) dan angka kapang khamir sebesar 3 CFU/g 30 CFU/g (tidak
signifikan). Kadar air, angka lempeng total dan angka kapang khamir
semua produk biskuit sudah memenuhi
standar SNI biskuit. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, didapatkan
tepung kacang mete dan tepung kulit singkong dengan kombinasi
30% : 20%
menghasilkan biskuit dengan kualitas yang baik terutama ditinjau
dari hasil uji
kadar lemak sebesar 26,316 %, serat 14,36% dan uji organoleptik
rasa dengan
tingkat kesukaan yaitu suka.
-
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Biskuit keras yang merupakan makanan populer bagi segala
usia,
ternyata banyak mengandung lemak jenuh dan gula yang membuat
biskuit
menjadi kurang sehat untuk dikonsumsi dan dapat menimbulkan
resiko
penyakit kardiovaskuler sehingga dalam pengembangannya, biskuit
harus
memiliki lemak tak jenuh dan pengayaan nutrisi lainnya termasuk
serat
(Boobies et al., 2006).
Bahan baku pembuatan biskuit keras adalah tepung terigu yang
berasal dari gandum yang ketersediaannya di Indonesia harus
diimpor,
sedangkan penggunaannya sangatlah tinggi. (Kementrian
Perindustrian
Indonesia, 2013). Menurut APTINDO (2014), impor gandum di
Indonesia
dari tahun 2012 ke 2013 naik sebesar 7,5% dari 6,2 juta ton
menjadi 6,7
juta ton dan pada kuartal-I tahun 2014 impor gandum sebesar 1,5
juta ton,
jumlah ini lebih banyak dari pada kuartal-I tahun 2013 sebesar
1,3 juta ton
dengan Australia sebagai negara sumber impor paling besar
sebanyak
55,4%. Oleh karena itu, saat ini banyak dilakukan usaha
menyubstitusi
tepung terigu dengan berbagai tepung dari sumber daya lokal
seperti
tepung dari umbi-umbian dan kacang-kacangan, salah satunya
dapat
-
2
digunakan kacang mete dari tumbuhan jambu monyet dan kulit
singkong
dari umbi singkong.
Kacang mete merupakan salah satu komoditi ekspor di
Indonesia
dengan ketersediaan yang cukup tinggi. Provinsi Jawa Tengah
memiliki
luas 27.881 hektar tanaman kacang mete dan menghasilkan 8.706
ton
kacang mete per tahunnya (Rukmana, 2009). Selain ketersediaannya
yang
melimpah di Indonesia, kacang mete mengandung beberapa asam
amino
dan kadar lemak cukup tinggi sebesar 78-80% asam lemak tak jenuh
dari
minyak kacang mete dan senyawa bioaktif seperti MUFA (Mono
Unsaturated Fatty Acid), PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid),
fenol, dan
tokoferol yang selain dapat meningkatkan cita rasa dari biskuit
juga baik
untuk kesehatan (Alasavar dan Shahidi, 2009).
Penambahan lemak dalam makanan memberikan efek rasa yang
lezat dan gurih serta tekstur menjadi lembut. Konsumsi lemak
dianjurkan
sebesar 30% atau kurang dari total konsumsi makanan untuk
kebutuhan
kalori setiap harinya dengan sebanyak 20% adalah lemak tak
jenuh
(Hediyani, 2013). Hal ini menyebabkan besarnya potensi kacang
mete
sebagai pemenuhan sumber lemak tak jenuh sesuai yang
dianjurkan.
Menurut Winarno (2002), konsumsi serat tinggi dapat membantu
lemak berlebih dikeluarkan bersama feses dan mencegah
penyakit
diverticulosis. Konsumsi serat pada masyarakat dapat
ditingkatkan dengan
meningkatkan kadar serat pada produk makanan popular yaitu
biskuit.
Menurut Aro et al. (2010), diantara limbah yang dihasilkan dari
pabrik
-
3
pengolahan pati singkong didapatkan limbah kulit singkong
memiliki
kadar protein dan serat paling tinggi dibandingkan dengan
limbah
singkong lainnya. Sayangnya, limbah kulit singkong mengandung
zat anti-
nutrisi yang cukup tinggi namun dapat dikurangi dengan beberapa
metode
perlakuan awal (Salami et a l., 2003).
Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan
gaplek, tapioka, tape, dan panganan berbahan dasar singkong
lainnya.
Potensi kulit singkong di Indonesia sangat melimpah seiring
dengan
eksistensi negara ini sebagai salah satu penghasil singkong
terbesar di
dunia (Cock, 1985). Setiap satuan berat singkong dapat diperoleh
limbah
kulit singkong sebesar 16% dari berat tersebut (Supriyadi,
1995). Menurut
BPS (2008), produksi singkong pada tahun 2008 di Indonesia
mencapai
20,8 juta ton yang artinya potensi kulit singkong di Indonesia
dapat
mencapai angka 3,3 juta ton/tahun.
Ketersediaan kulit singkong yang melimpah dengan kandungan
seratnya yang cukup tinggi selama ini baru dimanfaatkan hanya
sebatas
sebagai pengkayaan serat pakan ternak unggas (Hidayat, 2009).
Hal ini
menyebabkan perlunya penelitian tentang manfaat kulit singkong
ini
sebagai sumber serat bagi manusia dengan mengolahnya menjadi
biskuit
berserat tinggi dan penambahan kacang mete untuk meningkatkan
kualitas
biskuit.
-
4
B. Keaslian Penelitian
Keaslian ide penelitian ini diperoleh dari penelitian-penelitian
yang
telah dilakukan sebelumnya. Penelitian pemanfaatan kacang mete
sebagai
produk biskuit telah dilakukan. Owiredu et al. (2014), dalam
penelitiannya
menyubstitusi penggunaan tepung terigu dengan tepung kacang
mete
sebanyak 0%, 20%, 30%, dan 40% dari produk biskuit. Hasil
penelitian
menunjukkan adanya peningkatan pada kandungan protein dan lemak
dari
7,75% dan 22,11% menjadi 12,89% dan 32,11%, sedangkan
karbohidrat
menurun dari 66,67% menjadi 48,04% dengan penambahan paling
baik
sebanyak 30% .
Penelitian tentang penggunaan bahan pangan kulit singkong
sebagai sumber serat masih jarang dilakukan. Nuraini (2008),
melakukan
penelitian mengenai pengaruh kombinasi tepung ubi kayu atau
singkong
dan tepung daun bayam merah terhadap kualitas biskuit. Hasil
penelitiannya diperoleh kombinasi tepung singkong dan tepung
bayam 185
: 15 g memberi pengaruh paling baik pada kadar serat 16,5% dan
vitamin
C 9,7 mg/100 g bahan.
Pemanfaatan kulit singkong sendiri selama ini baru sebatas
penggunaan sebagai pakan unggas. Hidayat (2009), dalam
penelitiannya
menemukan pemanfaatan kulit singkong fermentasi pada pakan
ternak
unggas sebanyak 10% tidak menimbulkan dampak negatif dan
dapat
meningkatkan bobot ternak unggas.
-
5
Penelitian tentang pemanfaatan kulit singkong untuk konsumsi
manusia pun mulai dilakukan. Pratiwi (2013), meneliti pengaruh
kualitas
subtitusi tepung kulit singkong terhadap kualitas muffin yang
ditinjau dari
aspek warna, rasa, aroma dan tekstur.Penelitian menggunakan
subsitusi
tepung kulit singkong pada produk muffin sebesar 20%, 30%, dan
40%
dengan hasil yang paling baik yaitu sebesar 20% sedangkan kadar
serat
paling tinggi sebesar 14,55% pada penambahan 40%.
C. Permasalahan
1. Apakah kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit
singkong
memiliki pengaruh terhadap kualitas (fisik, kimia,
mikrobiologis, dan
organoleptik) produk biskuit?
2. Berapa kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong
yang
tepat untuk menghasilkan produk biskuit yang paling baik?
3. Apakah kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit
singkong
dapat meningkatkan kandungan serat pada produk biskuit ?
D. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh kombinasi tepung kacang mete dan tepung
kulit
singkong terhadap kualitas produk biskuit.
2. Mengetahui kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit
singkong
yang tepat untuk menghasilkan produk biskuit paling baik.
-
6
3. Mengetahui apakah kombinasi tepung kacang mete dan tepung
kulit
singkong dapat meningkatkan kandungan serat pada produk biskuit
.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pemanfaatan
kacang mete dan kulit singkong untuk meningkatkan kualitas
(fisik, kimia,
biologi, dan organoleptik) dari biskuit. Selain itu, penelitian
ini juga
bermanfaat meningkatkan kandungan serat dari biskuit dengan
penambahan kulit singkong dan kacang mete sehingga menjadi
produk
yang memiliki manfaat bagi kesehatan dan dapat meningkatkan
nilai
ekonomis kulit singkong
-
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi dan Kandungan Nutrisi Kacang Mete (Anacardium
occidentale).
Jambu monyet atau sering dikenal dengan jambu mete memiliki
nama latin Anacardium occidentale, yaitu sejenis tumbuhan dari
suku
anacardiaceae yang berasal dari Brasil serta mempunyai buah yang
bisa
dimakan. Menurut ilmu botani, tumbuhan ini bukan dari jenis
jambu-
jambuan (myrtaceae) ataupun kacang-kacangan (fabaceae), akan
tetapi
kekerabatannya lebih dekat dengan mangga (anacardiaceae)
(Saputra,
2013).
Menurut Saputra (2013), taksonomi jambu monyet (Anacardium
occidentale ) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Phylum : Eudicots
Class : Rosids
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Anacardium
Species : Anacardium occidentale
Buah mete terdiri atas dua bagian, yaitu buah semu dan buah
sejati.
Buah yang selama ini dikenal sebagai buah jambu mete sebenarnya
adalah
buah semu, terbentuk dari tangkai buah (pedunculus) yang
membengkak
atau mengembung dan berdaging. Buah sejati jambu mete adalah
yang
dikenal sebagai biji mete. Buah jambu mete termasuk kelompok
buah
batu, berbentuk seperti ginjal, tertanam pada bagian ujung buah
semu, dan
-
8
berwarna hijau hingga cokelat keabu-abuan. Buah jambu mete
terdiri atas
tiga lapisan, yaitu lapisan kulit keras, lapisan kulit ari, dan
lapisan kernel
(Suprapti, 2004) seperti yang terlihat pada Gambar 1. di bawah
ini.
Gambar 1. Lapisan Kacang Mete (Suprapti, 2004)
Kacang mete merupakan buah dari tanaman jambu monyet yang
menjadi produk yang paling penting dari pohon jambu monyet itu
sendiri.
Kacang mete biasanya dikonsumsi utuh, dipanggang, dikupas, dan
diberi
garam (Alasavar dan Shahidi, 2009). Kacang mete biasanya diolah
dengan
cara digoreng secara deep frying. Selain itu, kacang mete juga
dapat
digunakan sebagai penyedap rasa pada berbagai makanan seperti es
krim,
cokelat batangan, serta aneka kue (Astawan, 2009).
Sentra kacang mete dalam ukuran besar terdapat di 10
provinsi
Indonesia yakni, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali,
Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah,
Sulawesi
Tenggara, dan Maluku dengan sentra utama adalah provinsi Jawa
Tengah.
-
9
Provinsi Jawa Tengah memiliki luas 27.881 hektar tanaman kacang
mete
dan menghasilkan 8.706 ton kacang mete per tahunnya. Biji mete
kupas
yang siap dikonsumsi dari Indonesia saat ini memiliki harga
tertinggi dari
25 negara penghasil mete lainnya (Rukmana, 2009).
Kacang mete tidak hanya enak dimakan sebagai camilan tetapi
juga
aman dikonsumsi karena mengandung lemak tak jenuh tunggal.
Konsumsi
lemak tak jenuh tunggal di dalam tubuh diolah menggantikan lemak
jenuh
yang membantu menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol
jahat.
Kacang mete juga kaya akan zat besi, fosfor, selenium,
magnesium, dan
seng, selain itu mete merupakan sumber fitokimia, antioksidan,
dan
protein (Reza, 2013).
Kandungan energi per 100 gram kacang mete mentah adalah 566
kkal. Kadar protein pada 100 gram kacang mete mentah sebesar 18
gram.
Asam amino yang potensial pada kacang mete adalah leusin,
valin,
arginin, asam aspartat, asam glutamat, dan serin. Asam glutamat
dan asam
aspartat sangat berkontribusi penting akan timbulnya rasa gurih
pada
kacang mete (Astawan, 2009). Berikut kandungan asam amino dari
kacang
mete dapat dilihat pada Tabel 1. di bawah ini.
-
10
Tabel 1. Komposisi Asam Amino dari Kacang Mete
(Sumber : Nandi, 2011)
Kadar lemak total pada 100 gram kacang mete mentah adalah 47
gram. Tingginya kadar lemak pada biji mete sangat berperan
penting
dalam peningkatan kadar energi dan cita rasa. Lemak pada kacang
mete
78-80% merupakan asam lemak tak jenuh dilihat dari minyak
kacang
mete. Senyawa bioaktif seperti asam lemak tak jenuh MUFA
(Mono
Unsaturated Fatty Acid) dan PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid),
fenol,
dan tokoferol yang terkandung di dalam kacang mete cukup tinggi
dan
sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia (Alasavar dan Shahidi,
2009).
Berikut kandungan gizi kacang mete mentah dapat dilihat pada
Tabel 2. di
bawah ini.
Asam Amino Komposisi (%)
Asam Glutamat 28.0
Asam Aspartat 10.78
Isoleusin 3.86
Alanin 3.18
Fenilalanin 4.35
Tirosin 3.20
Arginin 10.30
Glisin 5.33
Histidin 1.81
Lisin 3.32
Valin 4.53
Prolin 3.72
Serin 5.76
Leusin 11.93
-
11
Tabel 2. Kandungan Gizi Kacang Mete Mentah
Zat Gizi Kandungan/ 100 g
Energi (kkal) 566
Protein (g) 18
Karbohidrat (g) 27
Lemak total (g) 47
Lemak Jenuh (g) 8
Lemak tidak jenuh tunggal (g) 25
Lemak tidak jenuh ganda (g) 8
Natrium (mg) 12
Kalium (mg) 650
(Sumber : Astawan, 2009)
B. Deskripsi dan Komposisi Kimia Kulit Singkong (Manihot
asculenta).
Ubi kayu atau singkong merupakan tanaman tropis, akan tetapi
tetap mampu beradaptasi dan tumbuh baik di daerah subtropis.
Tanaman
ini di Indonesia merupakan sumber pangan (karbohidrat) ketiga
setelah
beras dan jagung. Adapun beberapa daerah yang menjadi sentra
produksi
ubi kayu (dengan luas panen di atas 10.000 ha) adalah Jawa
Barat, Jawa
Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul), Jawa Timur,
dan
Lampung (Djaafar dan Rahayu, 2000).
Singkong termasuk dalam famili euporbiaceae, genus Manihot,
spesies Manihot esculenta. Dalam perkembangannya, beberapa
akar
digunakan untuk menyimpan bahan makanan (karbohidrat),
akibatnya
ukuran akar akan terus membesar mengalahkan ukuran akar lainnya.
Akar
yang membesar inilah yang kemudian disebut sebagai umbi ubi
kayu.
Umbi ini memiliki kulit ari berwarna cokelat, sedangkan kulit
dalamnya
ada yang bewarna kemerahan atau putih dengan warna daging kuning
atau
putih (Djaafar dan Rahayu, 2000).
-
12
Umbi singkong memiliki diameter 2-8 cm dan panjang 10-50 cm.
Bentuk umbi singkong lonjong dan tidak beraturan. Umbi
singkong
mengandung air sekitar 60%, pati 23%-25% serta protein, mineral,
serat,
kalsium dan fosfat. Umbi singkong terdiri dari kulit luar, kulit
dalam,
lapisan kambium, daging buah, dan inti buah. Kulit lapisan
luar
merupakan bagian umbi singkong yang bersentuhan dengan
tanah.
Dibawah kulit luar terdapat kulit dalam. Lapisan kulit dalam ini
berupa
kortex sehingga lapisan ini saling terikat dan sedikit keras.
Lapisan inilah
yang nantinya akan dikupas menjadi limbah kulit singkong
(Ubaidillah,
2009).
Gambar 2. Lapisan Umbi Singkong (Ubaidillah, 2009).
Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan
gaplek, tapioka, tape, dan panganan berbahan dasar singkong
lainnya.
Potensi kulit singkong di Indonesia sangatlah melimpah seiring
dengan
eksistensi negara ini sebagai salah satu penghasil singkong
terbesar di
-
13
dunia (Cock, 1985) dan terus mengalami peningkatan produksi
setiap
tahunnya (BPS, 2008). Setiap satuan berat singkong dapat
diperoleh
limbah kulit singkong sebesar 16% dari berat tersebut
(Supriyadi, 1995).
Untuk melihat potensi nutrisi tanaman singkong pada beberapa
bagiannya, berikut komposisi nutrisinya sebagai berikut :
Tabel 3. Komposisi Kimia Kulit Singkong Segar
Kandungan Nutrisi Kulit Umbi
Protein kasar 8,11
Serat kasar 15,20
Lemak 1,29
Karbohidrat 74,73
Air 17
(Sumber : Rukmana, 1997).
Menurut Aro et al. (2010), diantara limbah yang dihasilkan
dari
pabrik pengolahan pati singkong didapatkan limbah kulit singkong
yang
memiliki kadar protein dan serat paling tinggi (protein 4,2
g/100 g dan
serat 29,6 g/100 g) dibandingkan dengan limbah singkong
lainnya.
Tabel 4. Komposisi Kimia Berbagai Limbah Singkong (g/100 g)
Parameter Kulit
Singkong
Residu Pati
Singkong
Tunggul
Singkong
(cassava stumps)
Protein Kasar 4,20 g 15,8 g 1,71 g
Serat Kasar 29,6 g 1,12 g 12,9 g
Lemak 3,26 g 19,3 g 5,35 g
Kadar Abu 7,47 g 2,37 g 3,39 g
Kelembaban 82,1 g 84,2 g 64,1 g
(Sumber : Aro et al, 2010)
C. Kendala Kandungan HCN Pada Kulit Singkong
Beberapa kendala dalam pemanfaatan kulit singkong yaitu
keberadaan HCN yang ada di dalamnya. HCN merupakan zat anti
nutrisi
yang bersifat toksik dan hampir terdapat pada semua bagian
tanaman
-
14
singkong. HCN atau glukosida sianogenat terdiri atas linamarin
dan
lotaustralin. Senyawa glukosida ini disintesis pada daun dan
kemudian
hasilnya dibawa ke umbi dan bagian lain. Senyawa linamarin
dan
lotaustralin akan menghasilkan racun HCN bila bereaksi dengan
enzim
linamerase dan b-glukosidase. Enzim ini akan aktif pada saat
tanaman
singkong mengeluarkan getah akibat perlakuan pematahan,
penyayatan,
pemotongan dan pengupasan (Hidayat, 2009). Kandungan senyawa
anti-
nutrisi pada berbagai limbah singkong dapat dilihat pada Tabel
5.
Tabel 5. Komposisi Zat Anti-nutrisi dari Berbagai Limbah
Singkong
Parameter Kulit
Singkong
Residu Pati Singkong Tunggul Singkong
(Cassava Stumps)
HCN (mg/Kg) 32.9 15.5 34.8
Asam Fitat (mg/Kg) 8238 15930 9276
Oksalat (mg/Kg) 330 270 610
Tanin (%) 3.9 270 3.44
Saponin (%) 0.06 2.53 0.15
(Sumber : Aro et al, 2010)
Singkong sering dikelompokkan menjadi jenis pahit (kandungan
HCN tinggi) dan manis (kandungan HCN rendah). Singkong yang
terasa
pahit mengandung HCN tinggi sedangkan pada singkong yang
rasanya
manis menyimpan HCN lebih sedikit. Senyawa HCN ini dapat
dikurangi
dengan melakukan pemrosesan seperti pengeringan, pemutihan,
dan
perebusan. Singkong sendiri sebenarnya mengandung enzim
rhodanase
yang dapat mendetoksifikasi HCN dengan membentuk
thiocyanate.
Meskipun demikian, detoksifikasi alamiah ini tidak dapat
mengeleminasi
HCN secara efektif (Arisman, 2008).
-
15
HCN ini akan memberikan rasa pahit. Umbi yang rasanya manis
menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi segar,
dan 50
kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Senyawa HCN
merupakan suatu jenis racun yang bekerja dengan sangat cepat.
Kematian
dapat ditimbulkan dalam beberapa menit apabila HCN murni
ditelan
dalam keadaan lambung kosong. HCN dalam bentuk cair dapat
diserap
oleh kulit dan mukosa. Dosis letal dari HCN pada manusia ialah
sekitar
60-90 mg (Muhlisin, 2014).
Secara tradisional, dikenal beberapa proses pengolahan ubi
kayu
untuk mengurangi kadar HCN, antara lain dengan cara
pencucian,
perendaman, pemasakan, dan pengeringan hingga terbentuk
gaplek.
Perendaman dan perebusan yang berulang hanya dapat
menghilangkan
kadar HCN 50% serta terjadi pengurangan kadar pati dalam ubi
kayu. Cara
tersebut membutuhkan waktu yang lama dan penurunan kadar HCN
yang
belum optimal. Salah satu cara yang dapat menurunkan kadar HCN
secara
optimal adalah perendaman dengan menggunakan natrium
bikarbonat
(NaHCO3). Perendaman ubi kayu yang telah dibelah menjadi
empat
potongan di dalam larutan natrium bikarbonat konsentrasi 4%
mampu
mempengaruhi permeabilitas dinding sel sehingga senyawa HCN
dapat
dikeluarkan dari dalam sel (Hutami dan Harijono, 2014).
-
16
D. Deskripsi Produk Pangan Biskuit
Biskuit terdiri dari empat kelompok yakni biskuit keras,
crackers,
cookies, dan wafer. Menurut Smith (1972), biskuit keras adalah
jenis
biskuit yang dibuat dengan adonan berbentuk pipih. Bila
dipatahkan
penampang potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar lemak
tinggi
atau rendah. Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat adonan
keras
melalui proses fermentasi atau pemeraman.
Menurut SNI 01-2973-1992 Cookies adalah jenis biskuit yang
dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi dan bila
dipatahkan
penampang potongannya bertekstur kurang padat. Sedangkan wafer
adalah
jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar,
renyah
dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga
(Badan
Standarisasi Nasional, 2011).
Biskuit menurut SNI 01-2973-2011 adalah produk makanan
kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang terbuat dari
tepung
terigu dengan atau tanpa substitusinya, minyak atau lemak,
dengan atau
tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan
yang
diizinkan (Badan Standarisasi Nasional, 2011). Standar mutu
biskuit
menurut SNI 01-2973-2011 dapat dilihat pada Tabel 6.
-
17
Tabel 6. SNI Biskuit
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - normal
1.2 Rasa - normal
1.3 Warna - normal
2 Kadar Air (b/b) % Maks. 5
3 Protein (Nx6,25)(b/b) % Min. 5
Min 4.5 *)
Min. 3 **)
4 Asam lemak bebas
(sebagai asam oleat) (b/b)
% Maks 1,0
5 Cemaran logam
5.1 Timbal (Pb) mg/Kg Maks 0,5
5.2 Kadmium (Cd) mg/Kg Maks 0,2
5.3 Timah (Sn) mg/Kg Maks. 40
5.4 Merkuri (Hg) mg/Kg Maks 0,05
6 Arsen (As) mg/Kg Maks 0,5
7 Cemaran Mikrobia
7.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks 1 x 104
7.2 Coliform APM/g 20
7.3 Eschericia coli APM/g < 3
7.4 Salmonella sp. - Negarif/25 g
7.5 Staphylococcus aureus Koloni/g Maks 1x 102
7.6 Bacillus cereus Koloni/g Maks. 1x 102
7.7 Kapang dan khamir Koloni/g Maks 1x 102
Catatan :
*) untuk produk biskuit yang dicampur dengan pengisian dalam
adonan
**) untuk produk biskuit yang diberi pelapis atau pengisi
(Coating/filling) dan pai
(Badan Standarisasi Nasional, 2011)
E. Bahan Baku Pembuatan Biskuit
Bahan-bahan untuk membuat biskuit terdiri atas bahan
pembentuk
struktur, bahan pengempuk, dan bahan pembentuk rasa. Bahan
pembentuk
struktur adalah tepung, air, susu, dan putih telur. Bahan
pengempuk adalah
shortening, gula, bahan pengembang dan kuning telur. Sedangkan
untuk
-
18
bahan penyumbang flavour adalah susu, cokelat, dan keju.
Bermacam-
macam bentuk dan tekstur dapat dibuat dengan memvariasikan
perbandingan bahan-bahan tersebut.
1. Tepung
Tepung merupakan bahan baku utama untuk membuat
biskuit dan umumnya yang digunakan adalah tepung terigu
dengan
kadar protein sebesar 8-10%. Jumlah tepung terigu yang
digunakan
untuk biskuit sekitar 40-90% dari berat total bahan (Kent,
1975).
Menurut Rukmana dan Yuniarsih (2001), menyubstitusi tepung
terigu
dengan tepung ubi kayu dapat menggantikan fungsi tepung terigu
lebih
dari 50 % dalam pembuatan biskuit. Menurut Owiredu et al.
(2014),
kadar lemak dan protein pada produk biskuit meningkat secara
berurutan ketika ditambahkan tepung kacang mete.
2. Bahan Pengembang
Bahan pengembang yang digunakan untuk pembuatan produk
biskuit umumnya adalah bahan kimia yaitu soda kue yang
menghasilkan gas karbon dioksida. Penggunaan bikarbonat
untuk
menghasilkan gas dikarenakan harganya yang relatif murah,
mudah
penanganannya, relatif tidak berasa pada produk akhir dan
tingkat
kemurniannya tinggi (Matz, 1972). Soda kue yang dijual di
pasar
umumnya mengandung 28-30% Sodium Bikarbonat (Williams,
1979).
Adonan biskuit mengalami perubahan volume yang sangat
signifikan selama pemanggangan. Di dalam pengembangan
biskuit,
-
19
yang berperan adalah udara, uap air, dan karbondioksida yang
dihasilkan oleh khamir atau reaksi kimia. Udara yang
dihasilkan
selama proses pencampuran mulai mengembang dan menaikkan
volume biskuit (Matz, 1972).
3. Shortening
Lemak atau shortening merupakan komponen penting dalam
pembuatan biskuit karena berfungsi sebagai bahan untuk
menimbulkan
rasa gurih, menambah aroma dan menghasilkan tekstur produk
yang
renyah. Lemak yang digunakan harus memiliki daya stabilitas
yang
tinggi karena biskuit akan disimpan dalam waktu lama dan
biskuit
mudah sekali menimbulkan bau tengik (Marsye, 1999).
Menurut Matthews dan Dawson (1963), biskuit dengan kadar
lemak 6-51% akan menunjukkan nilai kelunakan meningkat
secara
konsisten atau tingkat kekerasan biskuit menurun. Jumlah lemak
yang
ditambahkan tergantung dari jenis adonan dan jenis biskuit.
Beberapa
contoh lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit antara
lain
mentega, margarin, lemak hewan, minyak nabati, dan krim susu
(Manley, 1998).
4. Telur
Menurut Desrosier (1988), telur digunakan dalam produksi
kebanyakan kue kering. Penggunaannya tidak seperti bahan
lainnya,
baik sebagai suatu agensia pengeras atau pengempuk, dalam
telur
yang utuh terdapat kombinasi dari keduanya. Komposisi telur
utuh
-
20
ialah kurang lebih 64% putih telur sebagai pengeras dan 36%
kuning
telur sebagai pengempuk.
Lesitin dalam adonan biskuit dapat menambah shortening
effect dengan fungsi emulsifikasinya sehingga lemak tercampur
merata
dalam adonan. Adanya lesitin mempercepat waktu penyebaran
lemak
dan meratakan komponen-komponen dalam adonan (Matz dan Matz,
1978).
5. Gula
Gula pada pembuatan biskuit memiliki fungsi untuk
memberikan rasa manis, pembentuk tekstur, dan pemberi
kenampakan
akhir yang menarik. Menurut Sulistiyo (1999), penambahan gula
yang
terlalu banyak dapat menyebabkan warna produk menjadi
cokelat
kehitaman dan tekstur adonan seperti perekat. Gula yang
sering
digunakan pada pembuatan biskuit adalah gula tebu atau
sukrosa.
6. Garam
Garam adalah mineral makro yang merupakan komponen
bahan makanan yang penting. Makanan yang mengandung kurang
dari
0,3% garam akan terasa hambar dan kurang disenangi (Winarno,
2002). Penambahan garam dapur berfungsi memberi rasa dan
mengikat
air (Astawan, 1999). Menurut Sultan (1981), penambahan garam
dalam pembuatan biskuit bertujuan memperbaiki flavour,
memperbaiki
gluten, mengatur fermentasi dan menghambat pertumbuhan
mikrobia
kontaminan.
-
21
7. Susu
Penggunaan susu dalam pembuatan biskuit bertujuan memberi
flavour yang spesifik serta bermanfaat dalam pembentukan warna
kulit
biskuit. Laktosa yang berasal dari susu tidak akan
terfermentasikan
oleh khamir dan mengalami karamelisasi selama pemanggangan
(Sultan, 1981).
8. Air
Air berfungsi sebagai medium reaksi antara gluten dengan
bikarbonat (akan mengembang), melarutkan garam, dan
membentuk
sifat kenyal gluten. Air yang digunakan sebaiknya harus
memenuhi
persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak bewarna,
tidak
berbau, dan tidak berasa. Jumlah air yang dicampurkan pada
umumnya
sekitar 28%-38%. Jika lebih dari 38% adonan menjadi sangat
lengket
dan jika kurang dari 28% adonan akan menjadi rapuh dan sulit
dicetak
(Astawan, 1999).
F. Hipotesis
1. Kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong
akan
memberikan pengaruh berbeda terhadap kualitas biskuit.
2. Kombinasi tepung kacang mete 30% dan tepung kulit singkong
20%
merupakan perbandingan yang menghasilkan kualitas biskuit
paling
baik.
3. Kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong
dapat
meningkatkan kandungan serat biskuit.
-
22
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai April
2015
di Laboratorium Teknobio-Pangan, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : mixer,
baskom,
pisau, cetakan biskuit, wadah plastik, loyang, pengayak tepung
(80 mesh),
kompor gas, blender, penjepit, timbangan analitik, texture
analyzer, probe,
komputer, colour reader, diagram kromatisasi CIE, plastik,
cawan
aluminium, eksikator, cawan porselin, tanur Furnace 1400, labu
Kjedahl,
labu didih, labu destilasi, erlenmeyer, buret, statif, soxhlet,
kertas saring,
aluminium foil, laminar air flow, autoklaf, petridish, tabung
reaksi, pipet
ukur, propipet, ose, triglaski, vortex, bunsen, kertas payung,
kapas, tisu,
kertas label, masker, gloves, karet gelang, dan hand
counter.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah
kacang mete mentah, kulit dalam singkong , tepung terigu (soft
flour)
dengan merek Kunci biru, telur, garam halus, gula pasir,
margarine, soda
kue, susu skim dengan merek Lactona, dan aquadest. Bahan
untuk
perlakuan awal pengolahan kulit singkong adalah NaHCO3
.
-
23
Bahan-bahan yang digunakan dalam uji proksimat bahan baku
dan
pengujian kualitas produk adalah aquades, katalisator N, H2SO4
pekat,
HCl pekat, HCl 0,1 N, NaOH 0,1 N, indikator methyl red,
indikator
fenolftalein (PP), petroleum eter teknis, H2SO4 1,25%, NaOH
3,25%,
Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA) dan alkohol
70%.
Kacang mete mentah diperoleh dari Pak slamet, salah satu
penjual
kacang mete di pasar beringharjo, Jl. Malioboro, Yogyakarta.
Sedangkan
kulit singkong diperoleh dari Bu Atik, salah satu penjual
singkong di pasar
telo, Yogyakarta. Bahan baku lainnya seperti telur, garam, gula,
margarin,
soda kue, dan susu skim diperoleh dari Pusat Swalayan Mirota
kampus di
Jalan Solo, Yogyakarta. Bahan-bahan untuk uji kualitas kimia
dan
mikrobiologi akan diperoleh dari Chemix, Yogyakarta.
C. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 5 variabel perbandingan
tepung
terigu, tepung kacang mete, dan tepung kulit singkong.
Masing-masing
perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Rancangan
percobaan
dijabarkan pada Tabel 7.
-
24
Tabel 7. Rancangan Percobaan Kualitas Biskuit Dengan Kombinasi
Tepung
Kacang Mete (Annacardium Occidentale L.) Dan Tepung Kulit
Singkong (Manihot Esculenta)
Ulangan
Kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong.
(100):0:0
(A/kontrol)
(50):40:10
(B)
(50):30:20
(C)
(50):25:25
(D)
(50):20:30
(E)
1 A1 B1 C1 D1 E1
2 A2 B2 C2 D2 E2
3 A3 B3 C3 D3 E3
D. Cara Kerja
Penelitian yang akan dilakukan terdiri dari pembuatan tepung
kacang mete, uji proksimat tepung kacang mete, perendaman
kulit
singkong, pembuatan tepung kulit singkong, uji proksimat tepung
kulit
singkong , pembuatan biskuit, uji kualitas (fisik, kimia, dan
mikrobiologi)
biskuit, uji organoleptik, dan analisis data.
1. Pembuatan Tepung Kacang Mete (Stewart, 2013) Dengan
Modifikasi
Kacang mete kupas yang telah disortasi bedasarkan penampakan
fisik yang baik dan tidak ditumbuhi jamur. Kemudian kacang mete
pilihan
dikeringkan dengan oven suhu 50C selama 9 jam dan ditimbang
sesuai
dengan ukuran yang diinginkan. Kemudian, kacang mete diproses
dengan
menggunakan blender beberapa menit sampai halus sempurna.
Setelah
halus sempurna, tepung kacang mete diayak menggunakan ayakan
ukuran
80 mesh.
-
25
2. Perendaman Kulit Singkong (Hutami dan Harjino, 2014) Dengan
Modifikasi.
Singkong dikupas dan diambil kulit bagian dalamnya. Kulit
singkong hasil kupasan kemudian ditimbang lalu dicuci untuk
menghilangkan kotoran dan tanah yang masih melekat pada
kulit
singkong. Setelah dicuci, kulit singkong diperkecil ukurannya
dengan
pemotongan menggunakan pisau kemudian direndam dalam air
dengan
perbandingan 1:3. Setelah itu, NaHCO3 (natrium bikarbonat)
ditambahkan
sebanyak 4% dari total volume air . Perendaman dilakukan selama
4 hari.
Setelah perendaman selesai kemudian kulit diproses pada
tahapan
pemgeringan dan pembuatan tepung kulit singkong.
3. Pengeringan Kulit Singkong (Lidiasari dkk., 2006) Dengan
Modifikasi dan Pembuatan Tepung Kulit Singkong (Djuwardi,
2013).
Pembuatan tepung kulit singkong diawali dengan pencucian
kulit
singkong segar kemudian dirajang untuk menghasilkan sawut
basah.
Sawut basah kemudian ditiriskan untuk menghilangkan sisa air
berlebih
sebelum dikeringkan. Kemudian, proses pengeringan dilakukan
menggunakan oven suhu 70C selama 9 jam. Kulit singkong yang
sudah
kering digiling menggunakan blender dan diayak dengan ayakan
ukuran
80 mesh.
4. Uji Proksimat Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit
Singkong
a. Kadar air (Sembiring, 2009) Dengan Modifikasi
-
26
Alat moisturizer balance dihidupkan dan dinolkan
angkanya. Sampel tahu diambil sebanyak dua gram dan
ditempatkan
di atas cawan alumunium. Alat moisturizer balance ditutup
dan
ditunggu sampai memberikan tanda. Angka yang tercatat pada
alat
moisturizer balance dibaca dan dicatat kadar airnya.
b. Penentuan Kadar Abu (AOAC, 1995) Dengan Modifikasi
Cawan porselin dikeringkan dalam oven selama 1 jam,
lalu dimasukkan ke dalam eksikator selama 15 menit, kemudian
beratnya ditimbang dan dicatat. Sampel ditimbang sebanyak 2
gram
dan dimasukkan ke dalam cawan porselin tersebut, lalu dimasukkan
ke
dalam tanur bersuhu 550C selama 4-8 jam hingga diperoleh abu
bewarna keputih-putihan. Setelah itu, sampel dioven pada suhu
100-
105C selama 30 menit lalu dieksikator selama 15 menit dan
beratnya
ditimbang. Perlakuan ini diulang hingga diperoleh berat
konstan.
Kadar abu dihitung dengan rumus :
Kadar abu = Berat cawan +abu berat cawan
Berat sampel mula mula 100
c. Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Mikro Kjedahl
(Sudarmadji dkk., 1997).
Sampel dihaluskan lalu ditimbang 1 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. Sampel dalam labu ditambah
dengan katalisator K2SO4 sebanyak 1 gram dan ditambah sebanyak
15
-
27
ml H2SO4, lalu didestruksi dalam lemari asam hingga cairan
menjadi
bening. Sampel didinginkan hingga tabung dan cairan
benar-benar
menjadi dingin. Setelah dingin, sampel dimasukkan ke dalam
labu
destilasi lalu ditambahkan akuades sebanyak 50 ml, ditambahkan
3
tetes indikator fenolftalein (PP), dan ditambah larutan CuSO4
hingga
cairan berwarna biru, kemudian ditambahkan batu didih
secukupnya
kemudian didestilasi. Untuk menampung hasil destilasi
digunakan
erlenmeyer yang didalamnya terdapat larutan HCl 0,1 N sebanyak
10
ml dan indikator methyl red sebanyak 2 tetes. Destilasi
dilakukan
hingga destilat tertampung sebanyak 50 ml. Destilat dititrasi
dengan
NaOH 0,1 N, hingga berwarna kuning. Setelah itu dibuat
blanko
dengan mengganti sampel dengan akuades lalu dilanjutkan
tahap
destruksi, destilasi dan titrasi seperti yang dilakukan
sebelumnya.
Persentase N dan protein dihitung dengan rumus :
%Nitrogen = ml NaOH Blangko sampel
Berat sampel x 1000 0,1 14,008 x 100
% Protein = % Nitrogen x 6,25 (faktor konversi)
d. Penentuan Kadar Lemak Dengan Metode Soxhlet (AOAC, 1995)
dengan modifikasi.
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven
pada suhu 100-105C, kemudian dieksikator dan ditimbang
beratnya.
Sampel dihaluskan, lalu diambil sebanyak 2 gram dan
dibungkus
dengan kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet
yang
-
28
telah dihubungkan dengan labu destilasi yang telah berisi
petroleum
eter sebanyak 500 ml. Setelah itu dilakukan ekstraksi dengan
petroleum eter selama 4 jam. Petroleum eter didestilasi dan
ekstrak
lemak dikeringkan dengan oven pada suhu 100-105C. Sampel
didinginkan dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga tercapai
berat
konstan. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus:
Kadar lemak = Berat labu +lemak berat labu
Berat sampel 100%
e. Kadar karbohidrat metode Carbohydrate by differences
(Sudarmadji dkk., 1997).
Kadar karbohidrat ditentukan dengan cara perhitungan yang
disebut dengan metode carbohydrate by differences, yaitu angka
100
dikurangi jumlah dari hasil perhitungan kadar air, kadar
protein, kadar
lemak dan kadar abu. Rumus yang digunakan adalah :
Kadar karbohidrat (%b/b) = 100 - (KA + A + P + L)
Keterangan :
KA = Kadar air (%),
A = Kadar abu (%),
P = Kadar protein (%)
L = Kadar lemak (%)
f. Kadar serat (SNI 01-2891-1992)
Sebanyak 2 gram sampel (X) dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 250 ml. Selanjutnya ditambahkan H2SO4 1,25%
sebanyak
200 ml. Kemudian dimasak hingga mendidih selama 30 menit.
Sampel
-
29
dipindahkan secara kuantitatif ke erlenmeyer baru setelah
disaring
menggunakan kertas saring dan dicuci menggunakan air panas
hingga
bebas asam. Sampel ditambahkan NaOH 3,25% sebanyak 200 ml
dan
dimasak selama 30 menit hingga mendidih. Kertas saring
ditimbang
beratnya (a) yang telah dikeringkan dalam oven selama 1 jam
pada
suhu 110C dan didinginkan dalam eksikator (10 menit).
Selanjutnya
filtrat disaring dan dicuci dengan air panas (volume membilas
harus
sama antar perlakuan) hingga bebas basa. Kertas saring
dikeringkan
dalam oven selama 5-8 jam pada suhu 110C. Setelah itu
didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang (Y). Kertas saring dapat
dipijarkan
pada suhu 550C selama 8 jam sampai berbentuk abu putih kelabu
dan
didinginkan dalam eksikator dan ditiimbang kembali (Z),
selanjutnya
kandungan serat kasar dihitung dengan rumus :
Kadar serat kasar (%) =
x 100%
5. Pembuatan Biskuit Keras (Sulistyo,1999 diacu dalam
Rajagukguk, 2009) Dengan Modifikasi.
Pembuatan biskuit pada percobaan ini menggunakan 100 gram
tepung terigu (kandungan protein rendah), 30 gram shortening, 45
gram
gula, susu bubuk 4 gram, garam 0,4 gram, soda kue 1,17 gram, air
hangat
60 ml, kuning telur dan putih telur. Shortening, susu bubuk,
gula, soda
kue, garam, kuning telur, putih telur dan air diaduk rata
menggunakan
mixer dengan kecepatan tinggi selama 15 menit hingga adonan
homogen.
-
30
Setelah adonan homogen, tepung ditambahkan, sambil dituangkan
air
sedikit demi sedikit dan diaduk hingga kalis. Adonan yang
terbentuk
kemudian diratakan menggunakan roll kayu sampai diperoleh
lembaran
adonan setebal 0,5 cm.
Adonan kemudian dicetak menggunakan cetakan biskuit
berdiameter 4 cm. biskuit dipanggang dalam oven yang bersuhu 140
C
selama 15 menit. Biskuit yang sudah masak didinginkan pada suhu
kamar
(26-27C) selama 15 menit. Biskuit yang dibuat dari tepung terigu
pada
percobaan ini digunakan sebagai kontrol positif dengan
konsentrasi tepung
terigu 100 %.
6. Pembuatan Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete dan Tepung
Kulit Singkong.
Pembuatan biskuit pada dasarnya sama seperti yang dijelaskan
pada cara kerja pembuatan biskuit dari tepung terigu, dengan
perbedaan
yang terletak pada kombinasi tepung yang digunakan. Percobaan
ini
menggunakan formulasi seperti yang terlihat pada Tabel 8. di
bawah ini.
-
31
Tabel 8. Formulasi Bahan-Bahan Pembuat Biskuit
Bahan
Takaran
100:0:0
(A/kontrol)
50:40:10
(B)
50:30:20
(C)
50:25:25
(D)
50:20:30
(E)
Tepung
terigu 100 gram 50 gram 50 gram 50 gram 50 gram
Tepung
kacang
mete
0 gram 40gram 30 gram 25gram 20 gram
Tepung
Kulit
Singkong
0 gram 10 gram 20 gram 25 gram 30 gram
Gula 45 gram 45 gram 45 gram 45 gram 45 gram
Susu
bubuk 4 gram 4 gram 4 gram 4 gram 4 gram
Shortening 30 gram 30 gram 30 gram 30 gram 30 gram
Soda kue 1,17 gram 1,17 gram
1,17
gram
1,17
gram
1,17
gram
Garam 0,4 gram 0,4 gram 0,4 gram 0,4 gram 0,4 gram
Telur 1 butir 1 butir 1 butir 1 butir 1 butir
7. Uji Kualitas Fisik Biskuit
a. Analisis Tekstur (Winarno, 1995)
Sampel diletakkan di atas lempengan alat, kemudian tombol
enter pada komputer ditekan sehingga jarum penetrometer akan
menekan sampel sampai tidak dapat ditekan lagi. Jarum
penetrometer kemudian ditarik lagi ke atas secara otomatis, dan
alat
LI (Lyod Instrument) akan menampilkan grafik tekstur biskuit
pada
layar komputer. Hasil analisis tekstur biskuit dapat dibaca dari
hasil
print out komputer berdasarkan nilai hardness-nya.
b. Analisis Warna dengan Colour Reader (deMan, 1997).
-
32
Sampel disiapkan dan dimasukkan kedalam plastik. Setelah
itu colour reader dinyalakan sehingga muncul pilihan sistem
pengukuran pada layar. Sistem pengukuran L, a, b dipilih,
lalu
Colour Reader dikalibrasi dengan warna standar CaSO4,
dipilih
warna putih yang menunjukkan warna netral dengan nilai L =
100,13; a = 3,73; dan b = 174,37. Hasil kalibrasi disimpan
dalam
memori. Pengukuran dilakukan pada sampel sebanyak 2 kali
ulangan. Hasil pengukuran berupa nilai L, a, b dimasukkan ke
dalam
rumus untuk mencari nilai x dan y. Nilai x dan y yang telah
diperoleh diplotkan pada diagram kromatisasi CIE, sehingga
warna
sampel diketahui.
8. Uji Kualitas Kimia Biskuit
a. Penentuan Kadar Air (Sembiring, 1997) Dengan Modifikasi
Cara pengujian sesuai dengan penentuan kadar air pada halaman
25
b. Penentuan Kadar Abu (AOAC, 1995) Dengan Modifikasi
Cara pengujian sesuai dengan penentuan kadar abu pada halaman
26
c. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Mikro Kjeldahl
(Sudarmadji dkk., 1997).
Cara pengujian sesuai dengan penentuan kadar protein pada
halaman
26
-
33
d. Penentuan Kadar Lemak Dengan Metode Soxhlet (AOAC, 1995)
Dengan Modifikasi.
Cara pengujian sesuai dengan penentuan kadar lemak pada
halaman
27
e. Penentuan Kadar Karbohidrat (Sudarmadji dkk., 1997)
Cara pengujian sesuai dengan penentuan kadar karbohidrat
pada
halaman 28
f. Penentuan Kadar Serat Kasar (SNI 01-2891-1992)
Cara pengujian sesuai dengan penentuan kadar serat pada
halaman
28
9. Uji Kualitas Mikrobiologis Biskuit
a. Penghitungan angka lempeng total (Jutono dkk., 1980; Fardiaz,
1993 diacu dalam Saputra, 2006) dengan modifikasi
Analisis total mikrobia dilakukan dengan metode Angka
Lempeng Total (ALT). Sebanyak 5 gram sampel dihancurkan
dengan
menggunakan lumpang dan alu, kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer yang berisi 45 ml larutan aquades steril.
Campuran
divortex, diambil 1 ml kemudian dan dimasukkan dalam tabung
reaksi
berisi 9 ml larutan aquades steril sehingga diperoleh
pengenceran 10-2
.
Pengenceran dilanjutkan hingga pengenceran 10-5
.
-
34
Masing-masing hasil pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml dan
diinokulasikan pada medium padat Plate Count Agar (PCA)
dengan
metode pour plate.. Setelah medium membeku, cawan petri
diinkubasi dengan posisi terbalik pada inkubator dengan suhu
37C
selama 48 jam. Penghitungan total mikrobia dilakukan
menggunakan
metode ALT.
Berikut adalah beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk
perhitungan dengan metode ALT (Angka Lempeng Total):
a) Jumlah koloni pada tiap petridish antara 30-300 koloni,
jika
memang tidak ada yang memenuhi syarat dipilih yang
jumlahnya mendekati 300.
b) Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah
luas
Petridish, koloni tersebut dikenal sebagai spreader.
c) Perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran yang
berturut-turut antara pengenceran yang lebih besar dengan
pengenceran sebelumnya, jika sama atau lebih kecil dari 2
hasilnya dirata-rata, tetapi jika lebih besar dari 2 yang
dipakai
jumlah mikrobia dari hasil pengenceran sebelumnya.
b. Kapang dan Khamir (Fardiaz dan Margino, 1993) dengan
modifikasi
Sebanyak 5 gram sampel dihancurkan dengan
menggunakan lumpang dan alu, kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer yang berisi 45 ml larutan aquades steril.
Campuran
-
35
divortex, diambil 1 ml kemudian dan dimasukkan dalam tabung
reaksi berisi 9 ml larutan aquades steril sehingga diperoleh
pengenceran 10-2
. Pengenceran dilanjutkan hingga pengenceran 10-3
Masing-masing pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml dan
diinokulasikan pada medium padat Potato Dextrose Agar (PDA)
dengan metode pour plate. Hasil inokulasi diinkubasi pada
suhu
37C selama 48 jam. Jumlah koloni kapang dan khamir yang
tumbuh
dihitung dengan metode penghitungan pada uji Angka Lempeng
Total.
10. Uji Organoleptik (Larmond, 1997) dengan modifikasi
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan
panelis terhadap produk biskuit kombinasi tepung kacang mete
dengan
tepung kulit singkong. Uji ini dilakukan dengan cara menyebar
kuisioner
terhadap 25 orang (12 pria dan 13 wanita) yang menyukai biskuit.
Uji ini
meliputi warna, rasa, tekstur dan aroma. Hasil uji kemudian
diurutkan
sesuai tingkatan yang paling disukai hingga yang paling tidak
disukai.
Skor yang digunakan adalah rentang 1-4. Semakin besar nilai dari
skor,
produk biskuit semakin digemari oleh panelis (1 = tidak suka, 2
= agak
suka, 3 = suka, dan 4 = sangat suka).
12. Analisis Data (Gaspersz, 1991)
-
36
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji
ANAVA dan untuk mengetahui letak beda nyata antar perlakuan
digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan
tingkat
kepercayaan 95%.
-
36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Pendahuluan Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit
Singkong
Biskuit merupakan produk yang cukup popular bagi segala
usia.
Menurut Boobies et al. (2006), dalam pengembangannya, biskuit
harus
memiliki lemak tak jenuh dan pengayaan nutrisi lainnya termasuk
serat.
Penelitian mengenai kualitas biskuit keras kali ini menggunakan
dua
bahan utama yaitu tepung kacang mete dan tepung kulit singkong.
Kacang
mete dipilih karena kandungan lemak total yang cukup tinggi
sebesar 47%
dimana 78-80% merupakan asam lemak tak jenuh (Alasavar dan
Shahidi,
2009). Kandungan serat pada kulit singkong digunakan sebagai
komponen
penambah nutrisi biskuit.
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi
pada tepung kacang mete dan kulit singkong yang digunakan
untuk
pembuatan biskuit. Kandungan gizi yang dianalisis meliputi
parameter
kimia yaitu pengukuran kadar air, kadar abu, kadar protein,
kadar lemak,
kadar karbohidrat dan kadar serat. Hasil analisis kandungan gizi
tepung
kacang mete dan tepung kulit singkong dapat dilihat pada Tabel
9. dan
Tabel 10.
Tabel 9. Hasil Analisis Proksimat Tepung Kacang Mete
Parameter Jumlah (%)
Kadar air 4,653
Kadar abu 2,083
Kadar protein 10,2
Kadar lemak 55,35
Kadar karbohidrat 20,596
Kadar serat 10,2
-
37
1. Kadar Air Tepung Kacang Mete
Menurut Winarno (2002), kandungan air dalam bahan makanan
memengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikrobia
yang
dinyatakan dengan aw (water activity). Jumlah aw yaitu jumlah
air bebas
pada suatu bahan yang dapat digunakan oleh mikrobia untuk
pertumbuhannya.
Bedasarkan pada Tabel 9. didapatkan kadar air pada tepung
kacang
mete sebesar 4,653%. Hasil ini memenuhi standar mutu kadar air
tepung
terigu menurut SNI 01-3751-2006 maksimal sebesar 14,5%
(Badan
Standarisasi Nasional, 2006) sehingga tepung kacang mete baik
digunakan
untuk mensubsitusi tepung terigu. Hasil kadar air tepung kacang
mete
tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Kosoko et al. (2014),
dalam
penelitiannya menunjukkan kadar air kacang mete panggang
sebesar
4,68%.
2. Kadar Abu Tepung Kacang Mete
Kadar abu menunjukkan kadar unsur anorganik dalam suatu
bahan
pangan, yaitu kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan
pangan
(Sudarmadji dkk., 1989). Kadar abu kacang mete bedasarkan Tabel
9.
sebesar 2,083 %. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil
penelitian
Kosoko et al. (2014), dalam penelitiannya menunjukkan kadar abu
kacang
mete panggang sebesar 2,47%.
Kacang mete memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi
dari
pada standar mutu kadar abu tepung terigu menurut SNI
01-3751-2006
-
38
maksimal sebesar 0,6% (Badan Standarisasi Nasional, 2006).
Kandungan
mineral yang lebih tinggi tidak berpengaruh pada pemenuhan
standar mutu
kualitas biskuit karena tidak ada penetapan maksimal kadar abu
biskuit
menurut SNI Biskuit (Badan Standarisasi Nasional, 2011).
3. Kadar Protein Tepung Kacang Mete
Kadar protein yang tinggi membantu untuk mengikat komponen-
komponen bahan pangan sehingga membantu terbentuknya tekstur
bahan
pangan tersebut (Andarwulan dkk., 2011). Pada Tabel 9. kadar
protein
tepung kacang mete sebesar 15,318 %. Hasil pengukuran kadar
protein
tepung kacang mete tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian
Kosoko et
al. (2014), dalam penelitiannya menunjukkan kadar protein kacang
mete
panggang sebesar 18,39%.
Kandungan protein tepung kacang mete memenuhi syarat mutu
kadar protein tepung terigu minimal sebesar 7 % (Badan
Standarisasi
Nasional, 2006) sehingga tepung kacang mete dapat digunakan
untuk
mensubsitusi penggunaan tepung terigu. Menurut TPDKBM (2005)
diacu
dalam Pratiwi (2013), kadar protein tepung terigu sebesar 8%.
Tepung
terigu ini tergolong soft flour yang umumnya digunakan untuk
pembuatan
kue kering dan biskuit.
4. Kadar Lemak Tepung Kacang Mete
Lemak dan minyak di dalam biologi dikenal sebagai salah satu
bahan penyusun dinding sel dan penyusun bahan-bahan
biomolekul.
Minyak dan lemak memberikan rasa gurih spesifik minyak yang
berbeda
-
39
dari rasa gurih yang ditimbulkan oleh protein. Dalam dunia
bakery
technology , lemak dan minyak penting dalam memberikan
konsistensi
empuk, halus dan berlapis-lapis (Sudarmadji dkk., 2010).
Kadar lemak tepung kacang mete bedasarkan pada Tabel 9.
sebesar
55,35% sedangkan menurut Astawan (2009), kadar lemak total
kacang
mete mentah sebesar 47%. Kadar lemak di tepung kacang mete yang
lebih
tinggi dapat diakibatkan adanya proses pengeringan dengan suhu
50C
selama 9 jam dalam proses pembuatan tepung kacang mete. Panas
dapat
menyebabkan gangguan struktur sel dan membran partisi suatu
bahan
menyebabkan pelepasan lebih molekul lemak bebas sehingga lemak
akan
dengan mudah diekstrak dari bahan tersebut (Kosoko et al.,
2014).
Hasil pengukuran kadar lemak tepung kacang mete lebih tinggi
jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Kosoko et al., yaitu kadar
lemak
kacang mete panggang sebesar 43,25 %. Adanya proses
penggilingan
menjadikan lebih banyak kandungan lemak yang dapat terekstrak
dan
terukur pada tepung kacang mete dibandingkan dengan kacang
mete
panggang.
5. Kadar Karbohidrat Tepung Kacang Mete
Karbohidrat merupakan sumber kalori atau makronutrien utama
bagi organisme heterotrof (Sudarmadji, 2010). Bedasarkan Tabel
9. kadar
karbohidrat tepung kacang mete sebesar 20,96 %. Hasil ini lebih
rendah
jika dibandingkan dengan hasil penelitian Kosoko et al. (2014)
yaitu kadar
karbohidrat kacang mete panggang sebesar 29,10%.
-
40
Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kadar lemak
dimana tepung kacang mete memiliki lemak yang lebih banyak
dibandingkan kacang mete panggang sehingga kadar karbohidrat
tepung
kacang mete lebih rendah dari pada kadar karbohidrat kacang
mete
panggang ketika dihitung dengan metode by difference.
6. Kadar Serat Kasar Tepung Kacang Mete
Menurut Winarno (2002), konsumsi serat tinggi dapat membantu
lemak berlebih dikeluarkan bersama feses dan mencegah
penyakit
diverticulosis. Bedasarkan pada Tabel 9. kadar serat kasar pada
tepung
kacang mete sebesar 10,2%. Hasil ini tidak sesuai dengan
penelitian
Kosoko et al. (2014) yaitu kadar serat kacang mete panggang
sebesar
2,11%.
Menurut Sudarmadji dkk. (2010), langkah-langkah yang
dilakukan
dalam penentuan kadar serat kasar yaitu defatting atau
penghilangan lemak
untuk bahan yang mengandung lemak tinggi, kemudian digesting
yaitu
memisahkan serat dari bahan organik lainnya. Hasil pengukuran
kadar
serat yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dapat disebabkan
oleh
perbedaan metode yaitu tidak adanya proses defatting saat
pengukuran
kadar serat kasar tepung kacang mete. Menurut Fatimah (2002),
jika bahan
masih mengandung banyak lemak, maka penghitungan kadar serat
dari
suatu bahan dapat berbeda dibandingkan dengan sampel yang
lemaknya
telah dihilangkan terlebih dahulu.
-
41
Tabel 10. Hasil Analisis Proksimat Tepung Kulit Singkong
Parameter Jumlah (%)
Kadar air 6,653
Kadar abu 3,3
Kadar protein 5,257
Kadar lemak 0,998
Kadar karbohidrat 83,792
Kadar serat 18,13
7. Kadar Air Tepung Kulit Singkong
Pada Tabel 10. didapatkan kadar air tepung kulit singkong
sebesar
6,653%. Hasil ini memenuhi standar mutu kadar air tepung terigu
menurut
SNI 01-3751-2006 maksimal sebesar 14,5% (Badan Standarisasi
Nasional,
2006) sehingga tepung kulit singkong dapat digunakan untuk
mensubsitusi
penggunaan tepung terigu. Hasil pengukuran kadar air tepung
kulit
singkong lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar air kulit
singkong
segar yaitu sebesar 17% (Rukmana, 1997). Hal ini dapat
disebabkan oleh
adanya proses pengeringan dalam pembuatan tepung kulit
singkong.
Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan dimana sebagian
kadar
air dari bahan pangan akan diuapkan (Kusnandar, 2010).
8. Kadar Abu Tepung Kulit Singkong
Kadar abu tepung kulit singkong berdasarkan Tabel 10.
sebesar
3,3%. Hasil ini lebih rendah dari kadar abu kulit singkong segar
menurut
Hidayat (2009), yaitu sebesar 4,2%. Perlakuan perendaman kulit
singkong
dalam proses pembuatan tepung kulit singkong menggunakan medium
air
selama empat hari menyebabkan mineral-mineral larut dalam air.
Hal ini
ditegaskan Andarwulan dkk. (2011), bahwa penggunaan air pada
proses
-
42
pencucian, perendaman, dan perebusan pada bahan pangan dapat
mengurangi ketersediaan mineral karena mineral akan larut oleh
air yang
digunakan.
Tepung kulit singkong memiliki kandungan mineral yang lebih
tinggi dari pada standar mutu kadar abu tepung terigu menurut
SNI 01-
3751-2006 maksimal sebesar 0,6% (Badan Standarisasi Nasional,
2006).
Kandungan mineral yang lebih tinggi tidak berpengaruh pada
pemenuhan
standar mutu kualitas biskuit karena tidak ada penetapan
maksimal kadar
abu biskuit dalam SNI Biskuit dengan kode SNI-2973-2011
(Badan
Standarisasi Nasional, 2011).
9. Kadar Protein Tepung Kulit Singkong
Berdasarkan hasil penilitian, kadar protein tepung kulit
singkong
yang ditunjukkan pada Tabel 10. sebesar 5,257%. Menurut
Rukmana
(1997) diacu dalam Pratiwi (2013), kadar protein kulit singkong
segar
sebesar 8,11%. Hasil pengukuran kadar protein tepung kulit
singkong yang
lebih rendah ini dapat disebabkan oleh adanya sebagian protein
yang larut
saat perlakuan perendaman. Menurut Kusnandar (2010), protein
yang lebih
banyak mengandung residu asam amino polar akan lebih mudah
larut
dalam air.
10. Kadar Lemak Tepung Kulit Singkong
Berdasarkan hasil penilitian, kadar lemak tepung kulit
singkong
yang ditunjukkan pada Tabel 10. sebesar 0,998%. Hasil ini tidak
berbeda
jauh jika dibandingkan dengan kadar lemak kulit singkong segar
menurut
-
43
Rukmana (1997), yaitu sebesar 1,29%. Perlakuan perendaman
tidak
memberi pengaruh terhadap kadar lemak kulit singkong karena
perendaman menggunakan air yang sifatnya polar, sedangkan
lemak
bersifat non-polar sehingga lemak tidak dapat larut dalam air
(Kusnandar,
2010).
11. Kadar Karbohidrat Tepung Kulit Singkong
Bedasarkan hasil penelitian, kadar karbohidrat tepung kulit
singkong yang ditunjukkan pada Tabel 10. sebesar 83,792%.
Menurut
Rukmana (1997), kadar karbohidrat kulit singkong segar sebesar
74,73%.
Hal ini dapat disebabkan oleh adanya penurunan kadar air dari
kulit
singkong segar sampai menjadi tepung kulit singkong sehingga
kadar
karbohidrat mengalami peningkatan ketika dilakukan pengukuran
pada
tepung kulit singkong.
12. Kadar Serat Kasar Tepung Kulit Singkong
Menurut Aderemi dan Nworgu (2007), kulit singkong mengandung
polisakarida non-pati yang cukup tinggi, sebagian besar
karbohidrat yang
tidak dapat dicerna. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan
kadar serat
tepung kulit singkong yang ditunjukkan pada Tabel 10. yaitu
sebesar
18,13%. Hasil ini sesuai dengan kadar serat kasar kulit singkong
segar
menurut Rukmana (1997) yaitu sebesar 15,20 %.
Serat kasar sebagian besar berupa selulosa dan lignin yang
relatif
tidak larut dalam air. Selulosa dicirikan dengan keuatan daya
tahan tinggi
terhadap zat-zat kimia dan lignin yang mempunyai sifat
memberi
-
44
kekerasan pada dinding sel dan memperlambat penyerapan air
(Kusnandar,
2010) sehingga hasil penelitian kadar serat kasar tepung kulit
singkong
yang melalui proses perendaman dengan kadar serat kasar kulit
singkong
segar yang tidak melalui proses perendaman tidak berbeda
jauh.
B. Uji Kimia Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete dan Tepung
Kulit Singkong.
1. Penentuan Kadar Air
Uji kadar air biskuit kombinasi tepung kacang mete dan
tepung
kulit singkong memiliki fungsi untuk menentukan kadar air
sebuah
produk. Metode yang digunakan utnuk menentukan kadar air ini
menggunakan prinsip metode oven namun menggunakan alat
Moisturizer Balancing. Menurut Winarno (2004), kandungan air
dalam
bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap
serangan mikrobia yang dinyatakan dengan aw. Hasil uji kadar
air
biskuit kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong
dapat
dilihat pada Tabel 11. dan Gambar 3.
Tabel 11. Hasil Uji Kadar Air Biskuit Kombinasi Tepung Kacang
Mete
dan Tepung Kulit Singkong.
Kombinasi Tepung Kacang Mete
dan Tepung Kulit Singkong Kadar Air (%)
0% 4,227b
40% : 10% 3,026 a
30% : 20% 3,538ab
25% : 25% 3,937ab
20% : 30% 4,503b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap
kolom
yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada tingkat
kepercayaan 95% (=0,05).
-
45
Pada Tabel 11. Terlihat kadar air produk biskuit berkisar
antara
3,026% hingga 4,503%. Biskuit kontrol memiliki kadar air
sebesar
4,227%. , biskuit dengan kombinasi 40% : 10% memiliki kadar
air
terendah sebesar 3,026%, biskuit dengan kombinasi 30% : 20%
memiliki kadar air sebesar 3,538%, biskuit dengan kombinasi 25%
:
25% memiliki kadar air sebesar 3,937 %, dan biskuit dengan
kombinasi
20% : 30% memiliki kadar air tertinggi sebesar 4,503%. Kadar air
yang
terkandung dalam biskuit kontrol dan biskuit dengan kombinasi
tepung
Kacang Mete dan tepung Kulit Singkong memenuhi syarat mutu
kadar
air biskuit menurut SNI yaitu maksimal sebesar 5%.
Gambar 3. Kadar Air Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete dan
Tepung Kulit Singkong
Pada Gambar 3. terlihat adanya penurunan kadar air dari
biskuit
kontrol ke biskuit kombinasi 40% : 10%. Hal ini disebabkan
biskuit
kontrol hanya menggunakan tepung terigu sehingga kadar airnya
lebih
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
0% 40% : 10 % 30% : 20% 25 % : 25%20 % : 30%
Kadar air
Kad
ar
Air
(%)
Kombinasi Tepung Kacang Mete dan
Tepung Kulit Singkong
-
46
tinggi jika dibandingkan dengan biskuit kombinasi 40% : 10%
yang
merupakan biskuit dengan campuran tepung kacang mete paling
tinggi
sebanyak 40%. Kadar air biskuit mengalami peningkatan lagi
secara
berurutan dari biskuit kombinasi 40% : 10% sampai dengan
biskuit
dengan kombinasi 20 : 30%. Peningkatan kadar air biskuit
kombinasi
ini sejalan dengan semakin bertambahnya penggunaan tepung
kulit
singkong dan berkurangnya tepung kacang mete. Berdasarkan
pada
analsisi pendahuluan, kadar air pada tepung kulit singkong
sebesar
6,653%, lebih tinggi dari pada kadar air tepung kacang mete
sebesar
4,653% dan lebih rendah.
Dari hasil uji statistik menunjukkan kombinasi tepung kacang
mete
dan tepung kulit singkong tidak memberikan beda nyata terhadap
kadar
air biskuit namun masih memenuhi syarat SNI maksimal sebesar
5%.
Berdasarkan hasil uji yang ditunjukkan pada Tabel 13. kadar air
pada
biskuit biskuit kombinasi 40% : 10% lebih rendah dari pada
biskuit
kontrol. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan air dari
tepung
kacang mete 4,653% yang lebih rendah dari pada tepung terigu
yaitu
12% (TPDKBM, 2005 diacu dalam Pratiwi, 2010). Menurut
Aderemi
dan Nworgu (2007), kulit singkong mengandung sebagian besar
karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang memiliki water
holding
capacity yang cukup tinggi. Hal ini menjelaskan mengapa kadar
air
biskuit meningkat seiring dengan penambahan tepung kulit
singkong.
-
47
2. Penentuan Kadar Abu
Uji kadar abu biskuit kombinasi tepung ampas tahu dan
bekatul
beras merah menunjukkan kandungan abu pada produk. Metode
yang
digunakan untuk uji kadar abu ini adalah pengabuan langsung
menggunakan tanur dengan suhu 600C (dinaikkan secara
bertahap)
selama 8 jam. Menurut Andarwulan dkk. (2011), kadar abu dari
suatu
bahan pangan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat
dalam
bahan tersebut, menentukan kemurnian serta kebersihan suatu
bahan
pangan yang dihasilkan. Hasil uji kadar abu biskuit kombinasi
tepung
kulit singkong dan tepung kacang mete dapat dilihat pada Tabel
12.
dan Gambar 4.
Tabel 12. Hasil Uji Kadar Abu Biskuit Kombinasi Tepung
Kacang
Mete dan Tepung Kulit Singkong.
Kombinasi Tepung Kacang Mete
dan Tepung Kulit Singkong Kadar Abu (%)
0 % 1,3a
40 % : 10 % 1,65ab
30 % : 20% 1,9ab
25 % : 25% 1,98b
20 % : 30% 2,08b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap
kolom
yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada
tingkat kepercayaan 95% (=0,05).
Pada Tabel 12. terlihat kadar abu produk biskuit berkisar
antara
1,3% hingga 2,08%. Biskuit kontrol memiliki kadar abu
terendah
sebesar 1,3%. , biskuit dengan kombinasi 40% : 10% memiliki
kadar
abu sebesar 1,65%, biskuit dengan kombinasi 30% : 20%
memiliki
kadar abu sebesar 1,9%, biskuit dengan kombinasi 25% : 25%
memiliki
-
48
kadar abu sebesar 1,98%, dan biskuit dengan kombinasi 20% :
30%
memiliki kadar abu tertinggi sebesar 2,08%.
Gambar 4. Kadar Abu Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete dan
Tepung Kulit Singkong.
Pada Gambar 4. terlihat kadar abu produk biskuit mengalami
kenaikan secara berurutan dari biskuit kontrol sampai dengan
biskuit
kombinasi 20% : 30% seiring dengan bertambahnya penggunaan
tepung kulit singkong. Tepung kulit singkong bedasarkan
penelitian
memiliki kadar abu sebesar 3,3% lebih tinggi dari pada kadar
abu
tepung kacang mete sebesar 2,083% sehingga penambahan tepung
kulit
singkong memberikan peningkatan terhadap kadar abu biskuit.
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan kombinasi
tepung
kacang mete dan tepung kulit singkong memberikan beda nyata
terhadap kadar abu pada biskuit. Berdasarkan hasil uji DMRT,
kadar
biskuit kontrol tidak berbeda signifikan terhadap biskuit
kombinasi
40% : 10% dan 30% : 20% namun berbeda signifikan terhadap
biskuit
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0% 40% : 10 % 30% : 20% 25 % : 25%20 % : 30%
Kadar abu
Kad
ar
Ab
u
(%)
Kombinasi Tepung Kacang Mete dan
Tepung Kulit Singkong
-
49
kombinasi 25% : 25% dan 20% : 30%. Hasil ini menunjukkan
kulit
singkong baru akan memberikan beda nyata kadar abu pada
biskuit
penambahan 25 % dan 30 %.
3. Penentuan Kadar Protein
Uji kadar protein biskuit kombinasi tepung kacang mete dan
tepung kulit singkong berfungsi untuk mengetahui kadar protein
yang
ditentukan oleh kadar N total dalam suatu produk. Metode
yang
digunakan untuk mengetahui kadar protein produk biskuit
menggunakan metode Kjeldahl. Tahapan uji Kjeldahl meliputi
destruksi
bahan menggunakan asam kuat, netralisasi basa kuat, destilasi
dan
titrasi (Andarwulan dkk., 2011).
Menurut Kusnandar (2010), protein merupakan sumber gizi
utama,
yaitu sebagai sumber asam amino esensial. Disamping sebagai
sumber
gizi, protein juga memberika