i HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT Skripsi Diajukan ke Program Studi Pendidikan Dokter Abdurrab Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Oleh: JUWITA KUSUMA WARDANI NIM. 08101016 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN,
SIKAP DAN PERILAKU PASIEN DIABETES
MELLITUS TIPE 2 DENGAN KEPATUHAN
MINUM OBAT
Skripsi
Diajukan ke Program Studi Pendidikan Dokter AbdurrabSebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
JUWITA KUSUMA WARDANINIM. 08101016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATANUNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
ii
2012HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASIEN
DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT
Skripsi
Oleh:
JUWITA KUSUMA WARDANINIM. 08101016
Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Ani Margawati, M.Kes, PhD dr. Dimas Permana Nugraha, MscNIP. 196505251993032001 NIP. 198002182010121005
iii
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT
Skripsi
Oleh:
JUWITA KUSUMA WARDANINIM. 08101016
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji SkripsiProgram Studi Pendidikan Dokter Abdurrab
pada tanggal 30 – 31 Maret 2012
Tim Penguji SkripsiNama Jabatan Tanda Tangan
Dr. Dra. Ani Margawati, M.Kes, PhD Ketua
Dr. Prof. Dr. dr. Suprihati, Sp.THT-KL(K) Anggota I
Dr. dr. Dimas Pramita Nugraha, Msc Anggota II
iv
ABSTRAK
OlehJuwita Kusuma Wardani
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua- duanya. Prevalensi diabetes mellitus pada orang dewasa
diseluruh dunia kira- kira sebanyak 4,0% pada tahun 1995, dan diperkirakan akan
naik sampai 5,4% pada tahun 2025. Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan
baik akan mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit menahun, seperti penyakit
serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai,
penyulit pada mata, ginjal dan saraf. Selama ini belum banyak penelitian untuk
mengetahui keberhasilan penanganan Diabetes Mellitus terutama diabetes mellitus
tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan kepatuhan
minum obat.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan
menggunakan disain cross sectional. Populasi penelitian ini adalah pasien
diabetes mellitus tipe 2 di RS Tabrani Pekanbaru, dengan jumlah sampel 96.
Pengumpulan data adalah data primer dalam bentuk wawancara dengan kuesioner
dan data sekunder yang diperoleh dari rekam medic RS Tabrani.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dari semua hipotesis, tingkat pengetahuan memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan minum obat yaitu didapatkan (P= 0,036) atau P<0,05, sikap tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan minum obat yaitu didapatkan (P=0,112) atau P>0,05, dan perilaku memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan minum obat yaitu didapatkan (P=0,043) atau P<0,05. Dapat disimpulkan bahwa yang memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan minum obat adalah tingkat pengetahuan dan perilaku.
Kata kunci: tingkat pengetahuan, sikap, perilaku, pasien diabetes mellitus tipe 2, kapatuhan minum obat.
v
ABSTRACT
ByJuwita Kusuma Wardani
Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases with characteristic
hyperglycemia that occurs because of abnormalities of insulin secretion, insulin
action or both. Diabetes Mellitus if not managed properly will result in a variety
of chronic diseases, such as cerebrovascular disease, coronary heart disease, limb
vascular disease, complications of the eyes, kidneys and nerves. So far not much
research to find success in handling especially with Diabetes Mellitus type 2
diabetes mellitus. This study aims to determine the relationship between the level
of knowledge, attitudes and behavior of patients with type 2 diabetes mellitus
medication adherence.
This type of research is analytical descriptive study using cross sectional design. This research population are elementary school students of Rambah Muda village age 6 – 9 years old, with a sample of 148. Collecting data in the form of the primary data obtained directly from respondents through a questionnaire, while secondary data was obtained supporting data from hospital medical records Tabrani Pekanbaru.
The results of this study show that of all the hypotheses, the level of knowledge has a significant relationship with medication adherence is obtained (P = 0.036) or P <0.05, the attitude does not have a significant relationship with medication adherence is obtained (P = 0.112) or P> 0.05, and behaviors have a significant relationship with medication adherence is obtained (P = 0.043) or P <0.05. Can be concluded that a significant relationship to adherence to medication is the level of knowledge and behavior.
Key words: level of knowledge, attitudes, behavior, type 2 diabetes mellitus patients, and medication adherence.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kami memuji dan meminta
ampun. Penulis yakin bahwa ilmu yang paling tinggi hanyalah ilmu Allah.
Manusia hanya diberikan pengetahuan sedikit saja untuk selalu berzikir dan
berfikir, agar dia mengerti tentang ciptaan-Nya.
Skripsi ini berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Pasien Diabetes mellitus Tipe 2 dengan Kepatuhan Minum Obat”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mendapatkan
bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dra. Ani Margawati, M.Kes, Ph.D, Prof. Dr. dr.
Suprihati, Sp.THT-KL(K) dan dr. Dimas Permana Nugraha, Msc yang telah
meluangkan waktu guna memberikan bimbingan dan masukkan kepada penulis.
Di samping itu, penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. H. Tabrani Rab, Sp.P selaku Rektor Universitas Abdurrab
Pekanbaru.
2. dr. Hj. Susiana Tabrani, M.PdI selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter Universitas Abdurrab Pekanbaru..
3. dr. Leonardo W. Permana MARS, dr. Yessi Ekawati dan dr. Dona
Liazarti, M.Kes, atas saran, bimbingan serta motivasinya.
vii
4. Kedua Orang Tua, ayahanda tercinta bapak Wardoyo dan ibunda tercinta
ibu Yelis Suriani serta kakak tersayang Surya Indra Bayu yang telah
memberikan semangat dan do’a agar dapat menyelesaikan pendidikan
sarjana kedokteran.
5. Seluruh staff dan pegawai RS Tabrani yang telah mendukung jalannya
penelitian.
6. Seluruh staff dosen dan tata usaha Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Abdurran Pekanbaru.
7. Kakak tersayang Rahmawati sakni S. Kep yang telah membantu member
dorongan dan semangat kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian ini
hingga selesai.
8. Emelia Peredes Tambunan, Dita Wulansari, Tuti Suzarah, Novi Susanti,
Eti Samriani, Desi Purwandasari, Tri Nining Rahmayeni, Arif Heru
Tripana dan semua rekan-rekan sejawat yang tidak bisa disebutkan satu
per satu. Mudah-mudahan kita semua mendapatkan apa yang terbaik untuk
kehidupan dan cita-cita kita.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Terakhir, penulis mohon ma’af yang sebesar-besarnya, mungkin skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, dan masih banyak kekurangannya. Akhirnya,
penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Pekanbaru, 15 Maret 2012
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRACT iiABSTRAK iiiKATA PENGANTAR ivDAFTAR ISI vDAFTAR TABEL viDAFTAR GAMBAR viiDAFTAR LAMPIRAN viii
canaPenelitian 373.1.1. DesainPenelitian 373.1.2. TempatdanWaktuPenelitian 373.1.3. PopulasiPenelitian 373.1.4. Sampel dan Cara PengambilanSampel 373.1.5. KriteriaInklusidanEkslusi 383.1.6. RencanaPengumpulan DatadanAnalisis Data 38
3.2. VariabeldanDefinisiOperasional 39
3.2.1. Variabel 393.2.2. DefinisiOperasional 40
3.3. MetodePengumpulan Data 42
3.3.1. Instrumen 423.3.2. Cara pengumpulan Data 43
3.4. EtikaPenelitian 44
BAB IV. HASIL 454.1. Analisis Univariat 42 4.1.1. Karakteristik Tingkat Kepatuhan 42 4.1.2. Karakteristik Sikap 42 4.1.3. Karakteristik Perilaku 43 4.1.4. Karakteristik Kepatuhan 434.2. Analisis Bivariat 44 4.2.1. Hubungan Tingkat pengetahuan dengan Kepatuhan 44 4.2.2. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan 44
x
4.2.3. Hubungan perilaku dengan kepatuhan 454.3. Analisis Multivariat 4.3.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan Kepatuhan
BAB V PEMBAHASAN 475.1. Analisis Univariat 47 5.1.1. Tingkat Pengetahuan Responden 47 5.1.2. Sikap Responden 47 5.1.3. Perilaku Responden 47 5.1.4. kepatuhan Minum Obat 485.2. Analisis Bivariat 49 5.2.1. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan 49 5.2.2. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan 50 5.2.3. Hubungan Perilaku dengan Kepatuhan 50
5.3. Analisis Multivariat 5.3.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan Kepatuhan
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 526.1. Kesimpulan 526.2. Saran 53
Obat 44Tabel 4.5. Hubungan Sikap dengan kepatuhan Minum Obat 45Tabel 4.6. Hubungan Perilaku dengan Kepatuhan Minum obat 46Tabel 4.7. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan
Kepatuhan Minum Obat 47
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman GAMBAR 2.1. Bagan Kerangka Teori 32GAMBAR 2.2. Bagan Kerangka Konsep 33
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman LAMPIRAN I. Informed Consent 58LAMPIRAN II. Kwisioner 60LAMPIRAN III. Analisis Data 62LAMPIRAN IV. Jadwal Penelitian 66
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua- duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
Tampaknya terdapat dalam keluarga tertentu, berhubungan dengan arterosklerosis
yang dipercepat, dan merupakan predisposisi untuk terjadinya kelainan
mikrovaskular spesifik seperti retinopati, nefropati dan neuropati.1
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan
terjadinya berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit
jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyulit pada mata, ginjal dan
saraf. Jika kadar gula darah dapat selalu dikendalikan dengan baik diharapkan
xv
semua penyulit menahun itu dapat dicegah, paling tidak sedikit dihambat. Untuk
mencapai tujuan tersebut diperlukan keikutsertaan para pengelola kesehatan
ditingkat pelayanan kesehatan primer.1
Pada keadaan normal glukosa diatur sedemikian rupa oleh insulin yang
diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga kadarnya didalam darah selalu dalam
batas aman, baik dalam keadaan puasa maupun sesudah makan. Pada keadaan
Diabetes Mellitus, tubuh relatif kekurangan insulin sehingga pengaturan kadar
glukosa darah menjadi kacau. Walaupun kadar glukosa darah sudah tinggi,
pemecahan lemak dan protein menjadi glukosa (gluconeogenesis) dihati tidak
dapat dihambat (karena insulin kurang/ relatif kurang) sehingga glukosa darah
dapat semakin meningkat. Akibatnya terjadi gejala- gejala khas yaitu polidipsi,
poliuri, lemas dan berat badan menurun. Kalau hal ini dibiarkan terjadi berlarut-
larut, dapat berakibat terjadinya kegawatan diabetes mellitus, yaitu ketoasidosis
diabetik yang sering mengakibatkan kematian .1
Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes mellitus tipe 2,
yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tipe 2 meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes.1
Biasanya terjadi pada pasien yang lebih tua (> 40 tahun) dan individu obesitas,
tetapi dapat terjadi pada anak-anak usia 6 tahun. Faktor risiko untuk
pengembangan meliputi gaya hidup, gizi buruk, dan kelebihan berat badan dan
obesitas.3
Prevalensi diabetes mellitus pada orang dewasa diseluruh dunia kira- kira
sebanyak 4,0% pada tahun 1995, dan diperkirakan akan naik sampai 5,4% pada
tahun 2025.2 Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus dibeberapa negara
xvi
berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan akhir- akhir
ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup
terutama dikota- kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit
degeneratif, seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK), hipertensi, hyperlipidemia,
diabetes dan lain- lain. Tetapi data epidemiologi dinegara berkembang masih
belum banyak. Hal ini disebabkan penelitian epidemiologik sangat mahal
harganya. Oleh karena itu angka prevalensi yang dapat ditelusuri terutama berasal
dari negara maju .1
Melihat tendensi kenaikan prevalensi diabetes secara global, terutama
disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan
demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu
1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM tipe 2 di Indonesia akan
meningkat dengan drastis, yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu gaya hidup,
gizi buruk, dan kelebihan berat badan dan obesitas.1
Dalam Diabetes Atlas 2000 (international Diabetic Federation) tercantum
perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi
prevalensi diabetes mellitus sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000
berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini,
diperkirakan pada tahun 2020 nanti aka nada sejumlah 178 juta penduduk berusia
diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalens diabetes mellitus sebesar 4,6% akan
didapatkan 8,2 juta pasien diabetes.1 Indonesia menempati peringkat keempat
Negara dengan penderita diabetes melltus didunia.29
Penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) terhadap
penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 2, membuktikan bahwa risiko terjadinya
xvii
komplikasi mikrovaskular akan berkurang bila kadar glukosa darah dapat
dikendalikan. Untuk mencapai target pengendalian diabetes tersebut maka selain
mengupayakan perubahan perilaku, juga diperlukan perencanaan makan yang
sesuai dan aktifitas fisik yang memadai.1
Kepatuhan pasien adalah perilaku pasien yang sesuai dengan ketentuan
yang diberikan oleh professional kesehatan. Kecenderungan pasien untuk tidak
mematuhi tujuan atau mungkin melupakan nasehat yang diberikan merupakan
masalah yang serius yang dihadapi oleh professional kesehatan. Dunbar dan
Stuncard mengemukakan bahwa saat ini ketidakpatuhan pasien telah menjadi
masalah serius yang dihadapi tenaga professional kesehatan. Derajat
ketidakpatuhan pasien sangat bervariasi tergantung dari apakah instruksi bersifat
kuratif atau preventif, jangka panjang atau jangka pendek.4
Kesimpulan dari pengertian diatas adalah kepatuhan merupakan perilaku
yang harus dilakukan seorang pasien untuk melaksanakan cara pengobatan atau
nasehat yang ditentukan oleh tenaga kesehatan yang dapat memperbaiki keadaan
sesuai dengan penyakit Diabetes Mellitus yang dideritanya. Dengan terbentuknya
perilaku kepatuhan akan dapat mendukung penderit DM dalam menjalankan
terapi.
Pengetahuan mengenai terapi Diabetes Mellitus dan pendidikan mengenai
Diabetes Mellitus hampir disemua tingkat masih rendah. Hal ini disebabkan
karena belum jelasnya informasi mengenai penyakit Diabetes Mellitus. Dengan
bertambahnya informasi mengenai penyakit Diabetes Mellitus melalui berbagai
media nampaknya masyarakat lebih mengetahui dan makin tanggap terhadap
xviii
penyakit Diabetes Mellitus dan menggunakan pengetahuannya tersebut dalam
praktik kehidupan sehari- hari.5
Berdasarkan alasan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “ Hubungaan Tingkat Pengetahuandan Sikap dan Perilaku
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Kepatuhan Minum Obat”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah penelitian
sebagai berikut “ Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap
dan perilku pasien DM tipe 2 dengan kepatuhan minum obat di Rumah Sakit
Tabrani Pekanbaru.”
1.3 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dan perilaku pasien
DM tipe 2 dengan kepatuhan minum obat di Rumah Sakit Tabrani pekanbaru
Tahun 2011.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan penderita Diabetes Mellitus
tentang penyakit Diabetes Mellitus
2. Mengidentifikasi sikap dan perilaku penderita Diabetes Mellitus tipe 2
terhdap terapi Diabetes Mellitus tipe 2
3. Mengidentifikasi kepatuhan penderita Diabetes Mellitus dalam minum
obat
xix
4. Menganalilis hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dan perilaku
pasien DiabetesMellitus tipe II dengan kepatuhan minum obat.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan bagi tenaga kesehatan yang
ada di Rumah Sakit Tabrani Pekanbaru dan masyarakat untuk dijadikan
sebagai kebijakan dalam memberikan pendidikan terutama pada penderita
diabetes mellitus.
2. Penelitian ini juga bermanfaat bagi Institusi Pendidikan sebagai bahan
bacaan di Perpustakaan Universitas Abdurrab Pekanbaru dan sebagai dasar
untuk melanjutkan penelitian yang berkaitan dengan masalah penyakit
Diabetes Mellitus.
3. Memperoleh pengetahuan dan menambah pengalaman peneliti dalam
penerapan ilmu yang didapat berupa pengetahuan tentang pentingnya
kapatuhan dalam menjalankan pengobatan DM.
4. Sebagai bahan informasi bagi responden khususnya dikalangan penderita
dengan diabetes mellitus agar lebih mengetahui dan lebih mematuhi lagi
pengobatan yang dianjurkan petugas kesehatan.
1.6 Orisinalitas Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan dengan judul “Hubungan Tingkat
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan
Kepatuhan Minum Obat di RS Tabrani 2011” akan membuktikan bahwa
penelitian ini memiliki orisinalitas yang dapat terjaga dengan menampilkan
beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan dan beberapa berbedaan sebagai
xx
berikut: (1) Variebel bebas: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku yang
dipengaruhi oleh variabel perancu: Karakteristik pasien diabetes mellitus : jenis
kelamin, status pendidikan, status social ekonomi. (2) Variabel terikat: kepatuhan
minum obat diabetes mellitus tipe 2. (3) Sampel: pasien diabetes mellitus tipe 2.
(4) Tempat dan tahun penelitian; di RS Tabrani Pekanbaru tahun 2011.
Tabel 1.1.Penelitian mengenai Kepatuhan
No Nama, Judul Penelitian Desain Variable Hasil
1. Wahyu Bintoro,
Hubungan antara
Pengetahuan, Sikap dan
Dukungan Keluarga
dengan Kepatuhan
Perencanaan Diit pada
Pasien Diabetes Mellitus.
Tesis program pasca
sarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta
(2008).
Cross
section
al
Variabel Bebas
( Tingkat
Pengetahuan,
Sikap dan
Dukungan
Keluarga)
Veriabel
terikat
( Kepatuhan)
Pengetahuan tinggi
sebesar (57,8%),
pengetahuan
sedang (28,8%),
pengetahuan
rendah (13,3%).
Sikap sedang
(51,1%), sikap
tinggi (8,9%),sikap
rendah (40%).
Dukungan keluarga
sedang (46,7%),
tinggi (40%),
rendah (13,3%).
xxi
Kepatuhan tinggi
(60%), sedang
(31,1%), rendah
(8,9%). Variabel
pengetahuan
tentang penyakit
diabetes mellitus,
sikap tentang
perencanaan diit
dan dukungan
keluarga
mempunyai
hubungan yang
signifikan terhadap
kepatuhan
perencanaan Diit
pada pasien
diabetes mellitus.
xxii
xxiii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Kesehatan
2.1.1 Konsep Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktifitas
organisme yang bersangkutan.Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah
suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh karena itu, perilaku manusia itu
mempunyai tantangan yang sangat luas, mencakup : berjalan, berbicara, bereaksi,
berpakaian, dan lainnya. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan
bahwa perilku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat
diamati secara langsung atau secara tidak langsung.
2.1.2 Bentuk perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme
atau seseorang terhadap rangsangan dari luar objek tersebut. Respon ini berbentuk
2 macam :
a. Bentuk pasif
Merupakan respon internal, yaitu yang terjadi didalam diri manusia
dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir,
tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya, seorang ibu tahu
bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu, meskipun ibu
tersebut tidak membawa anaknya ke Puskesmas untuk diimunisasi.
b. Bentuk aktif
Yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Misalnya, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas
xxiv
kesehatan lain untuk imunisasi oleh karena perilaku mereka ini sudah
tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut “overt behavior”.
Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.
Perilaku kesehatan mencakup :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana
manusia berespons, baik secara pasif ( mengetahui, bersikap, dan
mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar
dirinya), maupun aktif ( tindakan ) yang dilakukan sehubungan dengan
penyakit dan rasa sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit
ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat- tingkat pencegahan
penyakit, yakni:
1. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan ( health promotion behavior). Misalnya makan makanan
yang bergizi, olahraga dan sebagainya.
2. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah
respon untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya: tidur
memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria,
imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak
menularkan penyakit kepada orang lain.
3. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking
behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari
xxv
pengobatan, misalnya berusaha mengobati sendiri penyakitnya,
atau mencari pengobatan ke fasilitas- fasilitas kesehatan kesehatan
modern ( puskesmas, mantri, dokter praktik, dan sebagainya ),
maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan
sebagainy).
4. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health
rehabilitation behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan
usaha- usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu
penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran dokter
dalam rangka pemulihannya kesehatannya.
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons
seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan
kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon
terhadap fasilitas pelyanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan
obat- obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan
penggunaan fasilitas, petugas dan obat- obatannya.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respon
seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita
terhadap makanan serta unsur- unsur yang terkandung didalamnya (zat
gizi), pengolahan makanan, dan sebagainya, sehubungan kebutuhan
tubuh kita.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health
behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai
xxvi
determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup
kesehatan lingkungan itu sendiri.
Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang
dapat dimati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan
sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan
tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya
tanda- tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut.
Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Klasifikasi perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut :
a. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal- hal yang berkaitan
dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya.
b. Perilaku sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk
merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
2.2 Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
xxvii
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,
“tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang lain tahu tentang apa yang dipelajari antara
lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda- tanda kekurangan kalori
dan protein pada anak balita.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengiterpretasi
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya
dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Misalnya dapat menggunakan rumus statistic dalam perhitungan-
xxviii
perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip- prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving cycle) dalam pemecahan masalah
kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu onjek kedalam komponen- komponen, tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian- bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemmpuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada. Misalnya: dapat
menyusun, dapat meremcanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya, terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat
membandingkan antara anak- anak yang cukup gizi dengan anak yang
kekurangan gizi, dapat menanggapi terhadap terjadinya wabah diare
xxix
disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab ibu- ibu tidak mau ikut KB, dan
sebagainya.
2.3 Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi uatu respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek.Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirka terlebih dahulu dar perilaku yang tertutup.Dalam
kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus social. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap merupakan reaksi terhadap
objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
2.4 Kepatuhan
Merupakan perilaku pasien yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan
oleh professional kesehatan. Derajat ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan
ketentuan yang diberikan tenaga kesehatan ditentukan oleh beberapa faktor
sebagai berikut :
1. Kompleksitas prosedur pengobatan
2. Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan
3. Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi nasehat terebut
4. Apakah penyakit tersebut benar- benar menyakitkan
5. Apakah pengobatan tersebut terlihat berpotensi menyelamatkan hidup
6. Keparahan penyakit yng dipersepsikan sendiri oleh pasien dan bukan
professional kesehatan
xxx
Ketidakpatuhan selalu menjadi hambatan untuk tercapainya usaha
pengendalian glukosa daral dalam hal penyakit diabetes mellitus, dan
berakibat diabetes sehingga memerlukan pemeriksaan atau pengobatan
yang sebetulnya tidak diperlukan.18
Faktor- faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan:
a. Pemahaman tentang instruksi
Tidak seorangpun dapat mematuhi instruksi jika instruksi yang
diberikan terjdi kesalahpahaman.
b. Kualitas interaksi
Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien
merupakan bagian yang sangat penting dalam menentukan derajat
kepatuhan. Sensitifitas professional terhadap komunikasi verbal dan non
verbal pasien, empati terhadap pasien akan menghasilkan suatu kepatuhan.
c. Keluarga
Keluarga menentukan kepatuhan pasien dalam melaksanakan
program pengobatan serta menentukan keyakinan terhadap kesehatan.
d. Sikap dan keyakinan
Keyakinan dan sikap yang positif terhadap program pengobatan
akan mendorong kepatuhan pasien.
2.5 Diabetes Mellitus
2.5.1 Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan suatu kelainan metabolisme bahan bakar
yang ditandai oleh hiperglikemia puasa atau respon glukosa plasma yang melebihi
batas yang ditentukan selama uji toleransi glukosa oral. Diabetes mellitus
xxxi
digolongkan atas 3 jenis yang secara klinik dan petologik berbeda: (1) diabetes
mellitus yang bergantung insulin (Diabetes Mellitus tipe 1), (2) diabetes mellitus
yang tidak bergantung insulin (Diabetes Mellitus tipe 2), (3) jenis diabetes tipe
lain yang disebabkan oleh keadaan atau sindrom khusus.
2.5.2 Klasifikasi
1. Diabetes mellitus tipe 1
Dengan diabetes mellitus, pasien tidak dapat mengontrol tingkat
glukosa dalam darah mereka. Ada dua tipe diabetes mellitus, tipe 1 dan
tipe 2. dalam tipe 1 diabetes mellitus, kurangnya kontrol glukosa adalah
karena tidak adanya produksi insulin, dan diabetes mellitus tipe 2, itu
adalah karena resistensi jaringan insulin. Meskipun tipe 1 dan tipe 2
diabetes melitus masing-masing memiliki karakteristik fitur, ada beberapa
tumpang tindih antara dua kondisi.
Gambaran pasien pada kategori ini adalah pasien non obesitas yang
biasanya menunjukkan antigen HLA disertai kerentanan terhadap diabetes
tergantung insulin dan mempunyai bukti adannya respon imun terhadap
antigen sel pulau pankreas.16
Epidemiologi
Sekitar 10% dari penyebab, biasanya terjadi pada pasien yang lebih
muda, tetapi dapat terjadi pada semua usia.9
2.5.3 Patogenesis
Pada individu yang rentan (susceptible) terhadap diabetes tipe 1, terdapat
adanya ICA (Islet Cell Antibody) yang meningkat kadarnnya olehkarena beberapa
factor pencetus seperti infeksi virus, diantaranya virus cocksakie, rubella, CMV,
xxxii
herpes dan lain- lain hingga timbul peradangan pada sel beta ( insulitis ) yang
akhirnya menyebabkan kerusakan permanen sel beta, biasanya sel alfa dan delta
tetap utuh. Penghancuran sel B, yang merupakan proses autoimun mungkin
dengan sel-sel islet lymphosytes againts reaktif. beberapa kasus diabetes mellitus
tipe 1 dapat disebabkan oleh infeksi virus. Kelainan patogen primer dalam IDDM
adalah tidak cukupnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas Pasien IDDM
mewarisi kerentanan genetik (95% individu memiliki HLA-DR3 ayau DR4, atau
keduanya) yang menyebabkan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta
pada mereka. Bila masa sel beta telah berkurang sebesar 80-90%, terjadi
intoleransi glukosa yang nyata, dan gejala klasik diabetes mellitus ditemukan.
Pasien biasanya mengalami hiperglikemia yang berat atau ketoasidosis diabetes.
Bila terapi insulin dimulai, periode “bulan madu” yang sigkat dapat terjadi dimana
kebutuhan insulin berkurang, tetapi semua pasien akhirnya menjadi bergantung
pada insulin.
Presentasi klinis tipe 1 diabetes mellitus: poliuria, polidipsia, dan
poyphagia.
a. poliuria adalah karena glukosa menyebabkan hiperglikemia meningkat
dalam urin, yang mengakibatkan poliuria osmotik
b. polidipsia (i. e peningkatan konsumsi air) hasil dari hyperosmolarity dan
kehilangan air karena poliuria. Proses ini merangsang rasa haus.
c. polifagia adalah karena keadaan katabolik yang disebabkan oleh
kurangnya glukosa dalam sel, sehingga dalam pemecahan lemak dan
protein. pasien memiliki sejumlah besar glukosa dalam darah, tapi glukosa
tidak masuk ke dalam sel.
xxxiii
d. sekitar 25% pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 awalnya hadir dalam
ketoasidosis diabetik.9
2. Diabetes mellitus tpe 2
Epidemiologi
Kasus diabetes mellitus tipe 2 mencapai 80-90% dari semua
populasi diabetes, biasanya terjadi pada pasien yang lebih tua (> 40 tahun)
dan individu obesitas, tetapi dapat terjadi pada anak-anak usia 6 tahun.
Faktor risiko untuk pengembangan meliputi gaya hidup, gizi buruk, dan
kelebihan berat badan dan obesitas.
Patogenesis DM tipe 2
Faktor genetik memainkan peran yang lebih penting dalam tipe 2
diabetes mellitus tipe 1 daripada di diabetes mellitus (misalnya 50-90%
kesesuaian tingkat tipe 2 diabetes mellitus antara kembar identik).
Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan sekresi insulin dan tidak memadai
terhadap insulin resistensi perifer. Di Amerika Serikat populasi yang
sangat tinggi prevalensinya adalah suku India Pima, keturunan Spanyol
dan Asia.1
Diabetes mellitus yang tidak bergantung insulin adalah suatu
kelainan heterogen yang ditandai oleh resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Resistensi insulin merupakan ciri- ciri umum NIDDM,
tetapi terjadinya diabetes yang nyata membutuhkan keruskan sel beta pada
saat yang bersamaan. Resisensi insulin mempengaruhi semua jaringan
sasaran insulin, termasuk hati ( terlalu banyak produksi glukosa ) dan otot
(penurunan amblan glukosa).
xxxiv
Diabetes mellitus tipe 2 sering kali tidak dapat dirasakan gejalanya
pada stadium awal dan tetap tidak terdiagnosis selama bertahun- tahun
sampai terjadi bermacam- macam komplikasi.17 Pada stadium prediabetes
mula- mula timbul resistensi insulin yang kemudian disusul oleh
peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi resisten insulin itu
agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta akan tidak
sanggup agi mengkompensasi resistensi insulin hingga kadar glukosa
darah meningkat dan fungsi sel beta menurun, saat itulah diagnosis
diabetes ditegakkan. Ternyata penurunan fungsi sel beta itu berlangsung
secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresi
insulin, suatu keadaan menyerupai diabetes tipe 1. Gejala klinis berupa
Kelemahan, penurunan berat badan, dan kerentanan terhadap infeksi.
Hemoglobin A1C adalah penentuan jumlah hemoglobin glikosilasi
dan digunakan untuk memantau proses penyakit, tidak digunakan untuk
tujuan diagnostik.
2.5.4 Diagnosis
Diagnosis diabetes harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah
dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Untuk
diagnosis diabetes, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
dengan cara enzimatik, dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan
diagnosis diabetes, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan
dilaboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan
kendli mutu secar teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat
dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan
xxxv
memperhatikan angka- angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO.
Diabetes mellitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik koma
hiperglikemik, disertai efek osmotik diuretik dari hiperglikemia (polyuria,
polydipsia, nokturia).
Pemeriksaan penyaring dierjakan pada kelompok dengan salah satu risiko
diabetes mellitus sebagai berikut:
1. usia >45 tahun
2. usia lebih muda, terutama dengan indeks masa tubuh (IMT) >23 kg/m2 ,
yang disertai dengan factor risiko:
kebiasaan tidak aktif
turunan pertama dari orang tua dengan diabetes mellitus
riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram, atau
riwayat diabetes mellitus gestasional
hipertensi (> 140/90 mmHg)
kolesterol HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl
menderita polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis
lain yang terkait dengan resistensi insulin
adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa
darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya
memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti
dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.
xxxvi
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien Diabetes Mellitus,
TGT dan GDPT, sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka.
Populasi dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju dabetes
mellitus. Setelah 5- 10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang
menjadi diabetes mellitus, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.
Table 1.2.Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis diabetes mellitus (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti
DM
DM
Kadar
glukosa darah
sewaktu
(mg/dl)
Plasma vena <100 100-199 >200
Darah kapiler <90 90-199 >200
Kadar
glukosa darah
puasa
Plasma vena <100 100-125 >126
Darah kapiler <90 90-99 >100
(konsesus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 diindonesia, PERKENI,2006)
2.5.5 Penatalaksanaan
Pilar utama pengelolaan DM
1. Perencanaan makan
xxxvii
2. Latihan jasmani
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
4. Penyuluhan
a. Perenacanaan Makan
Standar yang diajukan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat : 40-60%
Protein : 10-20%
Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan idaman. Untuk penentukan status gizi,
dipakai Indeks Massa Tubuh (IMT).
Untuk kepentingan klinik, praktis, dan untuk penentuan jumlah
kalori dipakai Rumus Broca, yaitu:
BB idaman = (TB-100)-10%
Berat Badan Kurang : < 90% BB Idaman
Berat Badan Normal : 90-100% BB Idaman
Berat Badan Lebih : 110-120% BB Idaman
Gemuk : > 120% BB Idaman
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE