17 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Partisipasi Masyarakat 1. Pengertian, Dasar dan Fungsi Partisipasi Masyarakat a. Pengertian Partisipasi Masyarakat Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian partisipasi adalah: Hal turut serta (pengikutsertaan dalam suatu kegiatan) baik langsung maupun tidak langsung”. 1 Adapun masyarakat menurut Raib Linton ialah: “Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir mengenai dirinya sebagai kesatuan sosial yang mempunyai batas-batas tertentu”. 2 Dari pengertian di atas maka dapat dinyatakan bahwa pengertian partisipasi masyarakat ialah keikutsertaan atau keterlibatan masyarakat terhadap suatu kegiatan atau organisasi sosial untuk mewujudkan keinginan dan kepentingan bersama, yaitu keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan dan pengembangan pendidikan. 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hlm., 732. 2 Abu Ahmadi, Pengantar Sosiologi, (Semarang: CV. Ramadhani, 1975), hlm., 35. 17
Semua boleh download. konsultasi bisa di 081803156945
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Partisipasi Masyarakat
1. Pengertian, Dasar dan Fungsi Partisipasi Masyarakat
a. Pengertian Partisipasi Masyarakat
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian partisipasi
adalah: Hal turut serta (pengikutsertaan dalam suatu kegiatan) baik
langsung maupun tidak langsung”.1
Adapun masyarakat menurut Raib Linton ialah: “Masyarakat
adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja
sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir
mengenai dirinya sebagai kesatuan sosial yang mempunyai batas-batas
tertentu”.2
Dari pengertian di atas maka dapat dinyatakan bahwa pengertian
partisipasi masyarakat ialah keikutsertaan atau keterlibatan masyarakat
terhadap suatu kegiatan atau organisasi sosial untuk mewujudkan
keinginan dan kepentingan bersama, yaitu keikutsertaan masyarakat dalam
pelaksanaan dan pengembangan pendidikan.
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
Dengan keterlibatan mereka dalam evaluasi, akan menjadi jelas
apa yang kurang dalam penyelenggaraan pendidikan dan apa yang perlu
ditingkatkan. Tidak hanya dalam perspektif pengelola pendidikan namun
juga dalam perspektif masyarakat sebagai ”costumer”.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Secara garis besar menurut Hasbullah8 ada tiga hal yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Pertama, kesadaran
masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk meningkatkan taraf hidup,
sejahteraan dan martabatnya. Dengan kesadaran seperti ini masyarakat akan
mempunyai pandangan bahwa penyelenggaraan pendidikan adalah semata-
mata untuk mereka. Oleh kerenanya, partisipasi mereka menjadi sebuah
keniscayaan yang tidak bisa dielakkan.
Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan akan dirasa sebagai
bagian dari tanggung jawab mereka jika kesadaran bahwa penyelenggaan
pendidikan adalah dimaksudkan untuk mereka. Sebaliknya jika kesadaran
tersebut tidak ada, maka dengan sendirinya masyarakat akan menjadi apatis.
Sebab bagiamana mungkin seseorang akan dengan sukarela berpartisipasi jika
dia sendiri merasa tidak mempunyai kepentingan terhadap penyelenggaraan
dan pentingnya pendidikan.
8 Habullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,1999), hlm. 244
25
Oleh sebab itu, juga menjadi tugas sekolah untuk memberikan
pencerahan dan penyadaran di tengah-tengah masyarakat bahwa pendidikan
sangatlah penting artinya untuk peningkatan taraf dan martabat hidup mereka.
Anggapan mereka yang semula memandang pendidikan hanyalah sebagai
formalitas, harus segera berubah menjadi sebuah kesadaran bahwa pendidikan
adalah jendela cakrawala pengetahuan yang akan mengantarkan seseorang
menjadi lebih arif dan bijaksana dalam mnenyikapi segala persoalan dalam
hidup.
Kedua, responsibility sekolah. Penyelenggara pendidikan (pihak
sekolah) mempunyai semangat dan kemauan untuk memberikan ruang-raung
atau kesempatan kepada masyarakat untuk berparitisipasi. Dengan
memberikan kesempatan atau bahkan dorongan kepada masyarakat untuk ikut
berpartisipasi terhadap penyelenggaraan pendidikan, masyarakat akan
mempunyai kesadaran akan pentingnya partisipasi mereka terhadap
penyelenggaraan pendidikan. Di samping itu, ruang-ruang yang diberikan
tersebut akan mempertebal rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat
terhadap keberadaan lembaga pendidikan.
Ketiga, regulasi. Hal ini sangat penting untuk mendorong semua pihak
agar mempunyai kemauan untuk ikut ambil bagian dalam pendidikan.
Pemerintah sebagai pengayom masyarakat yang diharapkan menjadi
pengayom untuk semua masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk
menciptakan kondisi yang kondusif. Dalam hal pendidikan misalnya dengan
26
membuat regulasi tentang partisipasi masyarakat di dalamnya, seperti bisa
dibaca pada UU No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional bab IV pasal
8 yang berbunyi: Masayarkat berhak berperan serta dalam prencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. 9
4. Upaya-upaya Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Pendidikan.
Setiap usaha tidaklah selalu berjalan mulus. Termasuk usaha
meningkatkan kualitas sebuah lembaga pendidikan dengan memanfaatkan
partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggaraannya. Karena tidak setiap
kondisi sosial budaya terbiasa dengan partisipasi sebagai salah satu bentuk
dari budaya demkrasi. Di kebanyakan daerah di Indonesia misalnya,
masyarakat masih kental dengan budaya patronase di mana seluruh kebijakan
dan kehendak mereka digantungkan kepada pemimpin yang mereka percayai
menjadi tokoh atau panutan di sekitar mereka.
Oleh karenanya, upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan sebenarnya relatif rumit. Karena seperti yang
peneliti kemukakan di atas, hal ini berkaitan erat dengan cara pandang dan
kebiasaan yang dimiliki oleh sebuah komunitas atau masyarakat.
Akan tetapi sekalipun begitu peningkatan partisipasi masayarakat
haruslah tetap diusahakan. Dan seklipun harus diakui tidak gampang, hal ini
9 Ibid, hlm, 309.
27
masih bisa diusahakan. Antara lain misalnya sebagai berikut:
a) Melakukan persuasi kepada masyarakat, bahwa dengan
keikutsertaan masyarakat dalam kebijaksanaan yang dilaksanakan,
justru akan menguntungkan masyarakat sendiri.
b) Menghimbau masyarakat untuk turut berpartisipasi melalui
serangkaian kegiatan.
c) Menggunakan tokoh-tokoh masyarakat yang mempunyai khalayak
banyak untuk ikut serta dalam kebijaksanaan agar masyarakat
kebanyakan yang menjadi pengikutnya juga sekaligus ikut serta
dalam kebijaksanaan yang diimplimentasikan.
d) Mengaitkan keikutsertaan masyarakat dalam implimentasi
kebijaksanaan dengan kepentingan mereka, masyarakat memang
perlu diyakinkan, bahwa ada banyak kepentingan mereka yang
terlayani dengan baik, jika mereka berpartisipasi dalam
kebijaksanaan.
e) Menyadarkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi terhadap
kebijaksanaan yang telah ditetapkan secara sah, dan kebijaksanaan
yang sah tersebut adalah salah satu dari wujud pelaksanaan dan
perwujudan aspirasi masyarakat.10
B. Tinjauan Teoritis tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah
1. Penerimaan siswa baru
Penerimaan siswa baru (PSB) dalam sebuah lembaga pendidikan
adalah hal yang reltif penting dalam sebuah proses pendidikan. Karena dari
sanalah kemampuan dan kekurangan seorang calon siswa diketahui. Melalui
proses tes seleksi yang dilakasanakan oleh panitia akan diketahui mana siswa
yang mempunyai kelebihan, misalnya di bidang eksakta dan mana yang
kemampuannya lebih menonjol pada segi keterampilan, kesenian atau bidang
olah raga.
10
Ibid, hlm., 82-83.
28
Jadi pada dasarnya, mengaca pada peraturan daerah yang di miliki
oleh pemerintah daerah provinsi jakarta, pada hakikatnya tidak ada penolakan
dalam proses penerimaan siswa baru, kecuali jika daya tampung di sekolah
yang bersangkutan tidak mencukupi dan ketentuan waktu proses penerimaan
siswa baru telah berakhir.11
Dengan kata lain sekolah seharusnya tida
membedakan dan atau menolak siswa yang dianggap kurang kecerdasannya.
Hal ini bersesuaian dengan UU nomor 20 tahun 2003 bab IV pasal 5 ayat 1
yang berbunyi: Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu.12
Jadi tidak semestinya ada perlakuan
yang berbeda terhadap semua siswa dalam hal penerimaannya di sekolah.
Semua warga negara yang masih dalam usia sekolah harus diberi kesempatan
yang sama. Kecuali memang mempunyai kelainan mental atau fisik dan
emosi. Hal ini diatur dalam pasal selanjutnya yang menegaskan bahwa warga
negara yang mempunyai kelainan fisik emosional, mental, intelektual, dan
atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Menurut Hasbullah, penerimaan siswa baru itu harus berlandaskan
beberapa kriteria sebagai beriktu: Pertama objektif, artinya bahwa PSB, baik
siswa baru maupun pindahan harus memenuhi ketentuan umum yang telah
ditetapkan; Kedua, transparan, artinya PSB bersifat terbuka dan dapat
11 Pemerintah DKI Jakarta, Petunjuk Teknis Penerimaan Siswa Baru Tahun Pelajaran 2006/2007, (Jakarta: tap, 2006), hlm. 6 12 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu..., hlm. 327-328
29
diketahui oleh masyarakat termasuk orang tua siswa, untuk menghindarkan
penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi; Ketiga, akuntabel,
artinya PSB dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat baik prosedur
maupun hasilnya; Keempat, tidak diskriminatif, artinya PSB SMA, SMALB
dan SMK tidak membedakan suku, agama, dan golongan; Kelima, kompetitif,
artinya PSB dilakukan melalui seleksi berdasarkan nilai hasil ujian nasional
pada tingkat SMP atau sederajat. 13
2. Pengadaan Guru
Keluarnya UU-RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan
didorong oleh kewajiban pemerintah dalam hal pengadaan guru dan terdorong
oleh rasa kekhawatiran tentang kekurangan guru di berbagai satuan
pendidikan, maka pada sebuah pasal (pasal 24 ayat 1) dinyatakan perlunya
pengadaan guru mulai dari guru TK sampai kepada guru Sekolah Menengah.
Bunyi pasal itu selengkapnya, ''Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru,
baik dalam jumlah, kualifikasi akademik maupun dalam kompetensi secara
merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan
dasar dan menegah yang diselenggarakan oleh pemerintah.''
Yang dimaksudkan pemerintah dalam pasal ini tidak hanya pemerintah
pusat, tetapi juga pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten atau kota.
13 Ibid, hlm. 57
30
Sesungguhnya pasal ini muncul memiliki hubungan yang sangat erat
dengan konsideran butir c yang menyatakan bahwa guru dan dosen
mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan sangat strategis dalam
pembangunan nasional di bidang pendidikan.
Pengadaan guru yang hendak dilakukan pemerintah menganut sistem
yang cukup beragam. Pada dasarnya sistem itu dibedakan menjadi dua yaitu
pengadaan dengan cara konvensional dan lewat cara yang bersifat inovatif
seperti penyelenggaraan program Akta Mengajar, penyelenggaraan program
Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka (BJJ-UT), sampai kepada perekrutan
tamatan-tamatan Sekolah Menengah (SMA, SMK) menjadi guru-guru di SD
dengan catatan mereka siap di-PGSD-kan atau mengikuti pendidikan dalam-
jabatan (inservice-training).
Kalau kita mau menengok lembaran sejarah pengadaan guru ke
belakang (sebelum tahun 1961), maka kita akan menemukan yang namanya
Kursus B1, B2, dan PGSLP atau Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama.
Tamatan kursus B1 dan B2 disiapkan untuk memangku jabatan guru pada
Sekolah Menengah Atas (SMA, SMK), dan tamatan PGSLP untuk memenuhi
kebutuhan guru jenjang SMP.
Sejak tahun 1961 lembaga pendidikan guru sekolah menengah
diintegrasikan ke perguruan tinggi terdekat (IKIP, STKIP, FKIP, FKG-FIP),
sedangkan untuk guru SD disediakan wadah dengan nama Sekolah
Pendidikan Guru disingkat SPG.
31
Lembaga pendidikan guru yang disebut terakhir, sejak awal tahun
1990-an diintegrasikan lagi ke perguruan tinggi terdekat dengan nama
program Diploma Dua Pendidikan Guru Sekolah Dasar (D2-PGSD). Dengan
diundangkannya Undang-undang Guru dan Dosen, maka D2-PGSD harus
pasrah merenungi nasib karena dalam waktu yang tak terlalu lama akan
ditingkatkan statusnya menjadi program Strata Satu disingkat S1-PGSD.
Kenapa ditingkatkan statusnya? Karena dalam undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa setiap guru (TK-SM) harus berkualifikasi sarjana, minimal
program S1.
3. Pelaksanaan Kurikulum
Kurikulum adalah komponen vital dalam sebuah pendidikan. Melalui
kurikulum, seluruh visi, misi aspirasi dan cita-cita bersama akan out put
pendidikan direalisasikan. Ketika penyusunan dan pelaksanaa kurikulum ini
berhasil, maka berhasil pulalah sebuah penyelenggaraan pendidikan.
Sebaliknya, jika penyusunan dan pelaksanaa kurikulum ini gagal, maka gagal
pulalah penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Oleh karenanya, penyusunan dan pelaksanaan kurikulum harus
dilaksanakan dengan baik, tepat dan akurat sesuai dengan semangat yang
tersirat dalam visi, misi dan cita-cita pendidikan. Dalam pelaksanaan
kurikulum menurut Ishak bin Ramly setidaknya ada tujuh prinsip yang dapat
32
digunakan sebagai landasan.14
Tujuh prinsip tersebut antara lain sebagai
beriktu:
Pertama, pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi,
perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi
yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus
mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh
kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan
menyenangkan.
Kedua, kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima
pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati,
(c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d)
belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e)
belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
menjamin terselenggaranya pendidikan yang layak untuk warganya. Untuk
madarasah swasta bisa dengan menambahi apa yang sebelumnya telah
dipenuhi masyarakat dengan cara swadaya.
6. Pelaksanaan Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara
sistematis dan terstruktur. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya
bahwa evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu input,
proses dan out put. Apabila prosesdur yang dilakukan tidak bercermin pada 3
unsur tersebut maka dikhawatirkan hasil yang digambarkan oleh hasil evaluasi
tidak mampu menggambarkan gambaran yang sesungguhnya terjadi dalam
proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan evaluasi
pendidikan secara umum adalah sebagai berikut :
Pertama, perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang
hendak dievaluasi, tujuan evaluasi, teknikapa yang hendak dipakai,
siapa yang hendak dievaluasi, kapan, dimana, penyusunan instrument,
indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb)
Kedua, pengumpulan data (tes, observasi, kuesioner, dan
sebagainya sesuai dengan tujuan)
Ketiga, verifiksi data (uji instrument, uji validitas, uji
reliabilitas, dsb)
Keempat, pengolahan data (memaknai data yang terkumpul,
kualitatif atau kuantitatif, apakah hendak di olah dengan statistikatau
non statistik, apakah dengan parametrik atau non parametrik, apakah
dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS)
Kelima, penafsiran data, (ditafsirkan melalui berbagai teknik
uji, diakhiri dengan uji hipotesis ditolak atau diterima, jika ditolak
mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf signifikannya?)
interpretasikan data tersebut secara berkesinambungan dengan tujuan
40
evaluasi sehingga akan tampak hubungan sebab akibat. Apabila
hubungan sebab akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif
yang ditimbulkan oleh evaluasi itu.19
C. Korelasi Antara Parisipasi Masyarakat dengan Penyelenggaraan Pendidikan
Madrasah
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi madrasah sesuai dengan
paradigma baru manajemen pendidikan, disarankan perlunya memberdayakan
masyarakat dan lingkungan madrasah secara optimal. Hal ini penting karena
madrasah memerlukan masukan dari masyarakat dalam menyusun program yang
relevan, sekaligus memerlukan dukungan masyarakat dalam melaksanakan
program tersebut. Dari sisi lain, masyarakat memerlukan jasa madrasah untuk
mendapatkan program-program pendidikan yang sesuai dengan yang diinginkan.
Made Pidarta dalam bukunya Peranan Kepala Sekolah Pada Pendidikan Dasar
mengatakan:
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat, sebab pendirian
sekolah dimaksudkan untuk membina anak-anak dan para remaja dari
masyarakat bersangkutan. Sekolah adalah milik masyarakat dan untuk
kepentingan masyarakat. Sebab itu sekolah tidak boleh menjadi menara
gading, mengisolasi diri dari masyarakat. Sebaliknya sekolah harus
menyatu dengan masyarakat sekaligus menjadi agen pembaharu
masyarakat.20
Sebagai bagian dari masyarakat, madrasah harus membina hubungan
dengan masyarakat. Satu misal dengan cara ikut berpartisipasi dalam kegiatan-
19 Mansyur Moehammad, Evaluasi Pendidikan Agama, (Jakarta:Songo Abdi Inti, 1982), hlm. 37 20 Made Pidarta, Peranan Kepala Sekolah Pada Pendidikan Dasar, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1995), hlm. 126.
41
kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok-kelompok yang ada di tengah-tengah
masyarakat. Ikut berpartisipasi dengan masyarakat merupakan titik tolak untuk
bekerjasama dalam usaha meningkatkan hubungan antara madrasah dengan
mereka. Maksud dari hubungan tersebut menurut Fuad Ihsan adalah:
Untuk mengembangkan pemahaman tentang maksud-maksud dan
sasaran-sasaran dari sekolah;untuk menilai program sekolah; untuk
mempersatuan orang tua murid dan guru dalam memenuhi kebutuhan-
kebutuhan anak didik; untuk mengembangkan kesadaran tentang
pentingnya pendidikan sekolah dalam era pembangunan; untuk
membangun dan memelihara kepercayaan masyarakat terhadap sekolah;
untuk memberitahu msyarakat tentang pekerjaan sekolah; untuk
mengerahkan dukungan dan bantuan bagi pemeliharaan dan peningkatan
program sekolah.21
Hubungan madrasah dengan masyarakat sangat besar manfaat dan artinya
bagi kepentingan pembinaan dukungan moral, material, dan pemanfaatan
masyarakat sebagai sumber belajar. Selanjutnya bagi masyarakat, dapat
mengetahui berbagai hal mengenai madrasah dan inovasi-inovasi yang
dihasilkan, menyalurkan kebutuhan berpartisipasi dalam pendidikan melalui
tekanan dan tuntutan terhadap madrasah.
Model manajemen hubungan madrasah dengan masyarakat merupakan
seluruh proses kegiatan madrasah yang direncanakan dan diusahakan secara
sengaja dan bersungguh-sungguh, serta pembinaan secara terus menerus untuk
mendapatkan simpati masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat yang
berkepentingan langsung dengan madrasah. Dengan demikian, kegiatan