Top Banner
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI MEDICATION ERROR PADA RESEP PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DITINJAU DARI FASE PRESCRIBING, TRANSCRIBING DAN DISPENSING DI INSTALASI RAWAT JALAN SALAH SATU RUMAH SAKIT JAKARTA UTARA SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA 2017
73

SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

Jul 15, 2019

Download

Documents

TrầnLiên
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

EVALUASI MEDICATION ERROR PADA RESEP PASIEN DIABETES

MELLITUS TIPE II DITINJAU DARI FASE PRESCRIBING,

TRANSCRIBING DAN DISPENSING DI INSTALASI RAWAT JALAN

SALAH SATU RUMAH SAKIT JAKARTA UTARA

SKRIPSI

ANGGA MAULIDAN PERNAMA

NIM : 1112102000008

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

2017

Page 2: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

EVALUASI MEDICATION ERROR PADA RESEP PASIEN DIABETES

MELLITUS TIPE II DITINJAU DARI FASE PRESCRIBING,

TRANSCRIBING DAN DISPENSING DI INSTALASI RAWAT JALAN

SALAH SATU RUMAH SAKIT JAKARTA UTARA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ANGGA MAULIDAN PERNAMA

NIM : 1112102000008

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

2017

Page 3: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

iii

Page 4: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

iv

Page 5: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

v

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI,

DAN SEMUA SUMBER YANG DIKUTIP MAUPUN YANG DIRUJUK

TELAH SAYA NYATAKAN DENGAN BENAR

Nama : Angga Maulidan Pernama

NIM : 111210200008

Tanda tangan :

Tanggal : 18 Desember 2017

Page 6: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

vi

ABSTRAK

Nama : Angga Maulidan Pernama

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Evaluasi Medication Error pada Resep Pasien

Diabetes Melitus Tipe II ditinjau dari Fase Prescribing,

Transcribing dan Dispensing di Instalasi Rawat Jalan

salah satu Rumah Sakit Jakarta Utara

Kesalahan pengobatan (Medication Error) adalah kejadian yang merugikan

pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang

sebetulnya dapat dicegah (Kepmenkes,2004). Medication error ini sering terjadi

dirumah sakit yang umumnya terjadi pada pengelolaan dalam penulisan resep

(prescribing), pembacaan resep (transcribing), dan penyiapan resep (dispensing).

Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi medication error yang terjadi

ditinjau dari berbagai tahap dalam pelayanan obat. Penelitian ini merupakan

observasional dengan disain cross sectional terhadap data-data resep yang ada di

Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit di Jakarta Utara Tanjung Priok

Jakarta. Pengumpulan data dilakukan secara prospektif mulai bulan Mei – Juni

2017 untuk mendapatkan gambaran medication error pada fase prescribing,

transcribing dan dispensing pada pasien Diabetes Melitus tipe II. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terjadi medication error pada ketiga fase tersebut. Masing-

masing untuk fase prescribing potensi kesalahan terjadi karena: tidak ada paraf

dokter sekitar 87%, dikuti oleh tidak ada surat izin praktek (SIP) dokter sekitar 84%,

tidak ada bentuk sediaan 4,3%, sedangkan tidak ada nomor rekam medik dan tidak

ada jenis kelamin pasien masing – masing sekitar 4%. Pada fase transcribing

potensi kesalahan terjadi karena: tidak jelas/tidak lengkap bentuk sediaan 6,6%,

diikuti oleh tidak jelas/tidak lengkap aturan pakai 2,6%, tidak jelas/tidak lengkap

usia pasien 0,87%, tidak jelas/tidak lengkap tanggal permintaan resep 0,29%. Pada

dispensing potensi kesalahan terjadi karena: salah pengambilan obat (konsentrasi

berbeda) sebanyak 1,45%, ikuti salah/tidak lengkap menulis etiket 0,58%.

Kata kunci : Medication Error, Prescribing, Transcribing Dan Dispensing.

Page 7: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

vii

ABSTRACT

Name : Angga Maulidan Pernama

Major : Farmasi

Title : Evaluation of Medication Error on Patient Type II

Diabetes Mellitus in Prescribing, Transcribing and

Dispensing Phase at an Outpatient Installation of North

Jakarta Hospital

Medication Error is patient adverse events due to the use of the drug for the

treatment of health workers, which could otherwise be prevented

(Kepmenkes,2004). Medication errors are often common in hospitals that generally

occur in the management of prescribing, transcribing, and dispensing. The purpose

of this study to evaluate the medication error that occurs in terms of the various

stages in the drug management. This study is an observational with cross sectional

design to the prescription data in Depo Pharmacy Hospital Outpatient Installation

in North Jakarta Tanjung Priok Jakarta. The data were collected prospectively from

May - June 2017 to obtain medication error patterns in prescribing, transcribing and

dispensing phase in Diabetes Mellitus type II patients. The results showed that there

was the potential for medication errors. Respectively for each phase prescribing

potential errors occur due to: there is no signature of the doctor about 87%, there is

no Doctor’s Practice License Number about 84%, there is no dosage form about

4.3%, there is no medical record number and no gender of each patient about 4%.

In the transcribing phase the potential error occurs due to: unclear / incomplete

dosage form 6.6%, unclear / incomplete the rules of drug use 2,6%, unclear /

incomplete patient age 0,87%, unclear / incomplete date of recipe request 0.29%.

In dispensing phase the potential error occurs due to: wrong drug taking

(concentration differs) as much as 1.45%, wrong / incomplete write 0,58%

etiquette.

Keywords: Medication Error, prescribing, Transcribing and Dispensing

Page 8: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan

kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan

skripsi yang berjudul “:Evaluasi Medication Error pada Resep Pasien Diabetes

Mellitus Tipe II ditinjau dari Fase Prescribing, Transcribing dan Dispensing di

Instalasi Rawat Jalan salah satu Rumah Sakit Jakarta Utara” bertujuan untuk

memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan

skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena

itu, saya mengucapkan terim kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Arif Sumantri S.K.M, M. Kes. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

2. Ibu Dr. Delina Hasan, M.kes., Apt. dan bapak Dr M. Yanis Musdja, M.Sc.,

Apt selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan,

waktu, tenaga, saran, dan dukungan dalam penelitian ini

3. Kedua orang tua, Ayahanda tersayang H. Asep Bobon HR dan Ibunda

tercinta Hj. Fenny Rubae’ah A. yang selalu memberikan kasih sayang, doa

tanpa henti yang dipanjatkan dalam setiap langkah yang penulis lakukan

untuk menyelesaikan skripsi ini, serta dukungan baik moril maupun materil.

Tidak ada apapun di dunia ini yang dapat membalas kasih sayang yang telah

kalian berikan kepada anakmu, semoga Allah selalu memberikan

keselamatan dan perlindungan kepada orang tua hamba tercinta

4. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah banyak memberikan bantuan kepada penulis

5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 9: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

ix

6. Kakakku tersayang Chandra Nur Fatah, dan adikku tercinta Ratna Nurani

yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat sehingga penelitian

ini dapat berjalan dengan lancar

7. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan

kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan

yang amat besar.

8. Teman seperjuangan penelitian penulis Rakha Jati Prasetyo, Annissa Fadilla

Martha, Haidarotul Milla yang selalu ada, memberi semangat, dan saling

membantu satu sama lain serta kebersamaan.

9. Teman-teman seperjuangan “DIGOXYN” Farmasi UIN 2012 atas

kebersamaan kita.

10. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun

penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Akhir kata,

penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak

yang telah membantu saya dalam penelitian ini.

Jakarta, 18 Desember 2017

Penulis

Page 10: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

x

HALAMAN PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Angga Maulidan Pernama

NIM : 1112102000008

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya

ilmiah saya, dengan judul :

Evaluasi Medication Error pada Resep Pasien Diabetes Melitus Tipe II

ditinjau dari Fase Prescribing, Transcribing dan Dispensing di Instalasi

Rawat Jalan salah satu Rumah Sakit Jakarta Utara

Untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library

Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk

kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian Peryataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : 18 Desember 2017

Yang menyatakan

(Angga Maulidan Pernama)

Page 11: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..........................................v

ABSTRAK .................................................................................................... vi

ABSTRACT .................................................................................................. vii

KATAPENGANTAR .................................................................................. viii

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ..................................................x

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL .........................................................................................xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1

1.1. Latar Belakang ...............................................................................1

1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................4

1.3. Tujuan Penelitian............................................................................5

1.4. Manfaat Penelitian .........................................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................7

2.1. Medication Error ............................................................................7

2.1.1. Definisi .................................................................................7

2.1.2. Klasifikasi ............................................................................8

2.1.3. Faktor-faktor Medication Error ............................................9

2.1.4. Medication Error pada Prescribing .....................................10

2.1.5. Medication Error pada Transcribing ...................................11

2.1.6. Medication Error pada Dispensing .....................................11

2.2. Diabetes Mellitus (DM) ...............................................................12

2.2.1. Definisi ...............................................................................12

2.2.2. Klasifikasi...........................................................................12

2.2.3. Etiologi ...............................................................................14

Page 12: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

xii

2.2.4. Patofisiologi .......................................................................16

2.2.5. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus ....................................17

2.2.5.1. Diagnosis Diabetes Mellitus ..................................17

2.2.5.2. Pengobatan Diabetes Mellitus ...............................18

2.2.5.2.1. Terapi Farmakologi ................................20

2.2.5.2.2. Terapi Non Farmakologi ........................27

2.3. Root Cause Analisis (RCA) ........................................................27

2.3.1 Definisi ................................................................................27

2.3.2 Alat dan Teknik ...................................................................28

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL .................30

3.1. Kerangka Konsep ........................................................................30

3.2. Definisi Operasional .....................................................................31

BAB 4 METODE PENELITIAN .................................................................34

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................34

4.1.1. Lokasi Penelitian ...............................................................34

4.1.2. Waktu penelitian ................................................................34

4.2. Desain dan Rancangan Penelitian ................................................34

4.3. Populasi dan Sampel ...................................................................34

4.3.1. Populasi ..............................................................................34

4.3.2. Sampel ...............................................................................34

4.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................................35

4.4.1. Kriteria Inklusi ...................................................................35

4.4.2. Kriteria Ekslusi ..................................................................35

4.5. Prosedur Penelitian.......................................................................35

4.5.1. Tahap Perencanaan dan Persiapan ......................................35

4.5.2. Tahap Pengumpulan Data ..................................................36

4.5.3. Tahap Manajemen Data .....................................................37

4.6. Alat Pengumpulan data ................................................................37

4.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .........................................37

Page 13: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

xiii

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................39

5.1. Hasil Penelitian ...........................................................................39

5.1.1. Hasil Analisa Data .............................................................39

5.2. Pembahasan Penelitian ................................................................41

5.2.1. Pembahasan Hasil Penelitian .............................................41

BAB 6 KESIMPULAN .................................................................................47

6.1. Kesimpulan ...............................................................................47

6.2. Saran ..........................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................48

LAMPIRAN ...................................................................................................52

Page 14: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2. Sel-sel pulau Langerhans pankreas ..........................................14

Gambar 2.3. Skematik reseptor insulin ..........................................................16

Gambar 2.4. Algoritma Penatalaksanaan DM tipe 2 .....................................19

Gambar 5.1. Model Diagram fishbone ..........................................................41

Page 15: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kategorisasi kesalahan pengobatan menurut NCC-MERP ............ 9

Tabel 2.2. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2 ................13

Tabel 2.3. Kriteria diagnosis DM ...................................................................17

Tabel 2.4. Target Penatalaksanaan Diabetes ..................................................19

Tabel 4.1. Penjabaran Variabel Penilaian.......................................................36

Tabel 5.1. Distribusi hasil penilaian Medication Error (Prescribing) ...........39

Tabel 5.2. Distribusi hasil penilaian Medication Error (Transcribing) .........40

Tabel 5.3. Distribusi hasil penilaian Medication Error (Dispensing) ............40

Page 16: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Lembar Kerja pengamatan ............................................................. 52

Lampiran 2.Contoh Resep ................................................................................. 53

Lampiran 3.Contoh Dispensing Obat ................................................................ 54

Lampiran 4.Gambar Rak Obat .......................................................................... 55

Lampiran 5.Alur Perjalanan Resep ................................................................... 56

Lampiran 6.Surat Izin Penelitian ....................................................................... 57

Page 17: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

1

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Permenkes Republik Indonesia No. 58 tahun 2014 tentang standar

pelayanan kefarmasian di rumah sakit disebutkan bahwa pelayanan kefarmasian

merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencegah, mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah terkait obat drug related problem (DRP). Selain itu

farmasi dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma pelayanan kefarmasian

dari orientasi hanya kepada produk (product oriented) menjadi orientasi kepada

obat (drug oriented) dan pasien (patient oriented) dengan filosofi pelayanan

kefarmasian (pharmaceutical care). Pharmaceutical care ini dimaksudkan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien serta untuk meminimalisir kesalahan dalam

pelayanan pengobatan atau medication error.

Medication error umumnya terjadi pada pengelolaan sistem kesehatan yang

didefinisikan sebagai kesalahan yang tidak disengaja dalam penulisan resep

(prescribing), pembacaan resep (transcribing), penyiapan resep (disepensing),

administrasi (administration) atau pemantauan obat (monitoring) di bawah

kendali seorang tenaga farmasi. Medication error merupakan faktor risiko yang

menyebabkan efek samping yang membahayakan. Suatu sistem pengobatan yang

aman perlu dikembangkan dan dipelihara untuk memastikan bahwa pasien

menerima pelayanan obat yang baik. Hal ini dikarenakan semakin bervariasinya

obat dan meningkatnya jumlah obat serta jenis obat (Kunac, dkk, 2014).

Menurut penelitian Bates (1995) telah dilaporkan bahwa peringkat paling

tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap prescribing yang

mencapai 49%, kemudian diikuti tahap administration sebesar 26%, pharmacy

management (14%), transcribing (11%). Kemudian hasil kongres PERSI (2007)

tentang pelaporan peta nasional insiden keselamatan pasien, didapatkan kejadian

yang paling banyak kesalahan pada tahap dispensing (24.8%) dari 10 besar

insiden yang dilaporkan. Dalam proses penggunaan obat yang meliputi

prescribing, transcribing, dispensing dan administration, dispensing menduduki

peringkat pertama.

Page 18: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

2

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Salah satu medication error dalam proses medikasi yaitu pada tahap

transcribing error yang merupakan kesalahan yang terjadi pada saat pembacaan

resep untuk proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan

yang tidak jelas, informasi tidak jelas atau penggunaan singkatan tidak tepat. Tipe

kejadian transcribing error biasanya berupa ketidaksesuaian pada nama obat,

formulasi obat, cara pemberian obat, dosis regimen obat, dan tidak dicantumkan

obatnya (Lisby, dkk, 2005)

Pada penelitian Gunardi (2015), hasil prescribing mengenai kelengkapan

tahapan pengisian resep didapatkan; tidak ada nomor rekam medis 15.64%, tidak

ada nama pasien 0.08%, tidak ada tanggal lahir pasien 29.89%, tidak ada jenis

kelamin pasien 92.21%, tidak ada tinggi badan pasien 99.89%, tidak ada berat

badan pasien 99.89%, tidak ada riwayat alergi pasien 65.19%, tidak ada tanggal

resep 25.84%, tidak ada nama dokter 0.43%, tidak ada SIP dokter 1.47%, tidak

ada rute sediaan 100%, tidak ada aturan pakai 7.91%, tidak ada paraf dokter

100%, tidak terisi pengkajian dan klarifikasi petugas 8.27%, tidak terisi kolom

penyiapan oleh petugas 7.50%, tidak terisi kolom dispensing oleh petugas

42.88%, tidak terisi kolom penyerahan dan informasi petugas 9.75%, tidak terisi

form pengkajian resep oleh petugas 0.98%, dan tidak terisi klarifikasi dan

informasi oleh petugas 100%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartel, dkk

(2011), melakukan observasi di Inselspital University Hospital of Bern,

Switzerland pada 1934 resep yang ada, telah tercatat bahwa terdapat 105

kesalahan dalam proses medikasi. Dalam hasil tersebut dilaporkan terjadi

prescribing errors sebanyak 39 (37%), transcribing error sebanyak 56 (53,3%),

dan administration documentation error sebanyak 10 (9,5%). Dalam hal ini dapat

dilihat bahwa kejadian transcribing error memiliki angka kejadian yang paling

tinggi dibandingkan prescribing error dan administration documentation error.

Lisby, dkk (2005) juga melaporkan bahwa kejadian transcribing error terjadi

sebanyak 310 resep dari 558 resep (56%), yang merupakan kejadian paling

banyak dari kejadian kesalahan medikasi yang lainnya seperti prescribing,

dispensing, dan administration stages. Kemudian dilaporkan juga bahwa sekitar

2% dari jumlah kejadian transcribing error tersebut mempunyai potensi yang

berakibat fatal bagi pasien.

Page 19: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

3

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Susanti (2013) di RSUP

Fatmawati, hasil penelitian menunjukan bahwa pada fase prescribing potensi

kesalahan terjadi karena tulisan resep tidak terbaca 0,3%, nama obat berupa

singkatan 12%, tidak ada dosis pemberian 39%, tidak ada jumlah pemberian 18%,

tidak ada aturan pakai 34%, tidak menuliskan satuan dosis 59%, tidak ada bentuk

sediaan 84%, tidak ada rute pemberian 49%, tidak ada tanggal permintan resep

16%, tidak lengkap identitas pasien (tidak ada nomor rekamedik 62%), usi 87%,

berat badan 88%, tinggi badan 88%, jenis kelamin pasien 76% dan no kamar

pasien 77%. Pada transcribing potensi kesalahan terjadi karena tidak ada dosis

pemberian obat 89%, tidak ada rute pemberian 21%, tidak ada bentuk sediaan

14%. Pada dispensing potensi kesalahan terjadi karena pemberian etiket yang

tidak lengkap 61%.

Laporan di atas telah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk merubah

paradigma pelayanan kesehatan menuju keselamatan pasien (patient safety).

Gerakan ini berdampak juga terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia melalui

pembentukan KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) pada tahun

2004 (Depkes, 2008). Program Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang

dipelopori oleh PERSI (Persatuan Rumah sakit Indonesia) menetapkan 7 langkah

dalam manajemen keselamatan pasien. Pelaporan secara sukarela merupakan data

dasar untuk melakukan upaya evaluasi dalam pencapaian tujuan. Pelaporan

insiden dalam lingkup pelayanan farmasi diperkirakan menggambarkan 10% dari

kenyataan kejadian kesalahan (errors) (Depkes, 2008).

Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas

penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama Apoteker

dalam hal keselamatan pasien adalah memastikan bahwa semua pasien

mendapatkan pengobatan yang optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan berbagai

penelitian yang menunjukkan bahwa kontribusi Apoteker dapat menurunkan

medication errors (Depkes, 2008).

Berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014, penyebab kematian

tersering di Indonesia dari survei kejadian menempatkan Diabetes melitus tipe II

pada peringkat 3 dan perlu pengawasan lebih lanjut terhadap medication error

Page 20: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

4

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

agar terapi yang diberikan kepada pasien penderita Diabetes melitus tipe II

mencapai hasil yang optimal. Penyakit Diabetes melitus (DM) merupakan salah

satu penyakit gangguan metabolisme yang mempunyai karakteristik hiperglikemia

kronik akibat dari kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau bahkan

keduanya. Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (ADA) yaitu

diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes tipe lain dan diabetes gestasional

(Kharroubi, dkk, 2015). Pada Umumnya penderita DM disertai gejala poliuria,

polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan. Diabetes yang tidak terkontrol

dapat menyebabkan kematian, karena terjadi komplikasi seperti ketoasidosis

ataupun sindrom hiperosmolar nonketotik (Ramachandran, dkk, 2012).

Setiap tahunnya prevalensi kejadian DM semakin meningkat dan menjadi

masalah kesehatan diseluruh dunia. Ditahun 2013 pencatatan penderita diabetes

didunia menurut International Diabetes Federation (IDF) telah mencapai 382 juta

dengan 46% tidak terdiagnosis, sedangkan pencatatan pembaharuan penderita DM

didunia ditahun 2014 telah dilaporkan mengalami peningkatan dengan 387 juta

penderita DM dengan 46,3% tidak terdiagnosis. Lebih dari 138 juta orang dengan

penderita DM, didaerah Pasifik Barat memiliki lebih banyak penderita DM

dibanding daerah lain. Dalam hal ini beban diabetes sangat besar, yang

memprovokasi 5,1 juta kematian dan mengambil sekitar 548 milliar USD untuk

pengeluaran kesehatan penduduknya (11% dari total pengeluaran seluruh dunia)

pada tahun 2013. Jumlah peningkatan kejadiannya terjadi pada semua jenis

diabetes, khususnya diabetes tipe 2, dan menurut prediksi jumlah orang dengan

diabetes akan terus meningkat menjadi sekitar 592 juta (55%) pada tahun 2035

(International Federation of Diabetes).

Dari 10 negara yang mempunyai angka penderita diabetes terbesar, Indonesia

menduduki peringkat ke 7 didunia (International Federation of Diabetes, 2013).

Jumlah prevalensi penderita diabetes pada usia produktif (18-55 tahun)

berdasarkan hasil Riskesdas 2013 yaitu sekitar 6,9% (12.2 juta orang) terdiagnosis

diabetes, 29,9% (58,3 juta orang) mengalami toleransi glukosa darah terganggu,

dan 36,6% (64,6 juta orang) mengalami glukosa darah puasa terganggu.

Sedangkan jumlah prevalensi diabetes yang terdiagnosis oleh dokter, urutan

tertinggi terdapat di Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara

Page 21: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

5

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%) (Riskesdas, 2013). Diabetes terjadi lebih

banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan usia yang meningkat, dan

pada keadaan sosio-ekonomi yang sedang sampai tinggi (Mihardja, dkk, 2014).

Oleh karena itu dibutuhkan perhatian lebih dalam pelayanan kefarmasian pasien

diabetes melitus tipe II dan dibutuhkan evaluasi kinerja pelayanan pasien diabetes

melitus tipe II di Rumah Sakit.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut :

Medication error yang terjadi di rumah sakit biasanya pada tahap

prescribing, transcribing dan dispensing

Pada Rumah Sakit di dunia, termasuk Indonesia sering terjadi medication

error, untuk Salah Satu Rumah Sakit di Jakarta Utara belum diketahui

tingkat kejadian medication error

Prevalensi pasien penyakit Diabetes Melitus tipe II saat ini tinggi

Dengan tingginya prevalensi, pada pasien Diabetes Melitus tipe II

kemungkinan akan terjadi medication error pada tahap prescribing,

transcribing dan dispensing

Di Salah Satu Rumah Sakit di jakarta Utara belum pernah dilaksanakan

kajian atau analisa tentang tahap-tahap medication error yang mungkin

terjadi pada pasien Diabetes Melitus tipe II.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengevaluasi medication error yang terjadi pada pasien diabetes

melitus tipe II yang terjadi di Instalasi Rawat Jalan Salah satu Rumah Sakit di

Jakarta Utara Tanjung Priok Jakarta.

Page 22: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

6

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.3.2 Tujuan khusus

Untuk mengetahui nilai persentase kejadian medication error pada fase

prescribing pada pasien diabetes yang terjadi di Instalasi Rawat Jalan

Salah satu Rumah Sakit di jakarta Utara.

Untuk mengetahui nilai persentase kejadian medication error pada fase

transcribing pada pasien diabetes yang terjadi di Instalasi Rawat Jalan

Salah satu Rumah Sakit di jakarta Utara.

Untuk mengetahui nilai persentase kejadian medication error pada fase

dispensing pada pasien diabetes yang terjadi di Instalasi Rawat Jalan Salah

satu Rumah Sakit di jakarta Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan, bagaimana cara mengevaluasi medication error pada pasien

penyakit diabetes melitus tipe II di Instalasi Rawat Jalan salah satu Rumah Sakit

di Jakarta Utara.

1.4.2 Metodologi

Metode dalam penelitian ini nantinya dapat digunakan untuk mengevaluasi

medication error pada fase prescribing, transcribing dan dispensing pada pasien

dengan diagnosa penyakit lain.

1.4.3 Aplikatif

Secara aplikatif hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu bahan

masukan untuk dokter, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya dalam memperbaiki

penyiapan obat untuk pasien.

Page 23: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

7

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai seorang farmasis, peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang

berorientasi kepada pasien atau yang lebih dikenal dengan patient oriented sangat

penting untuk dilakukan. Praktek pharmaceutical care meruapan suatu pelayanan

langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan

farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien (Anonim, 2014), salah satu dari upaya peningkatan mutu

pelayanan terhadap pasien ini dapat dilakukan melalui suatu proses pelayanan

kefarmasian salah satunya dengan cara melakukan pengkajian terhadap masalah-

masalah terkait penggunaan obat yang sekarang lebih dikenal dengan Medication

error.

2.1 Medication Error

Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara

manfaat dan risiko. Tujuan pengkajian farmakoterapi adalah mendapatkan luaran

klinik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien dengan risiko minimal. Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden

Keselamatan Pasien (Kongres PERSI September 2006), kesalahan dalam

pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden yang

dilaporkan. Jika disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang

meliputi prescribing, transcribing, dispensing, dan administering, dispensing

menduduki peringkat pertama. Dengan demikian, keselamatan pasien merupakan

bagian penting dalam risiko pelayanan rumah sakit selain risiko keuangan

(financial risk), risiko properti (property risk), risiko tenaga profesi (professional

risk), maupun risiko lingkungan (environment risk) pelayanan dalam risiko

manajemen (Depkes, 2008).

2.1.1 Definisi

Menurut Australia Commission on Safety and Quality in Health Care

dalam Patient Safety in Primary Health Care, definisi kesalahan pengobatan

adalah kejadian yang dapat dicegah yang dapat mengakibatkan penggunaan

Page 24: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

8

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

medikasi yang tak tepat atau membahayakan pasien ketika pengobatannya masih

dalam kendali tenaga kesehatan, pasien, atau penggunanya.

Menurut The National Coordinating Council for Medication Error and

Prevention (NCCMERP), kesalahan pengobatan salah satunya melibatkan

prosedur dan sistem yang meliputi : peresepan obat; komunikasi antar sesama

tenaga profesional kesehatan; pelabelan, pengemasan dan pemberian nama

produk; peracikan; penyiapan; distribusi; pemberian obat; edukasi; monitoring

dan penggunaan obat.

Hal tersebut juga diungkapkan oleh Departemen Kesehatan RI dalam Surat

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang

menyebutkan bahwa kesalahan pengobatan merupakan kejadian yang merugikan

pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang

sebetulnya dapat dicegah.

2.1.2 Klasifikasi

National Coordinating Council for Medication error Reporting and

Prevention (NCC MERP) mengklasifikasikan kesalahan pengobatan berdasarkan

tingkat keparahan suatu kejadian yang terjadi saat sampai kepada pasien. Kategori

kesalahan pengobatan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kategorisasi kesalahan pengobatan menurut NCC-MERP

Tipe error Kategori Keterangan

No Error A Keadaan atau kejadian yang

berpotensial menyebabkan error.

Error-No Harm B Error terjadi, namun tidak sampai ke

pasien.

C Error terjadi dan telah sampai ke

pasien, namun tidak membahayakan

pasien.

Obat telah sampai ke pasien dan telah

diberikan.

Obat telah sampai ke pasien dan

belum diberikan.

D Error terjadi dan diperlukan

monitoring terhadap pasien, tetapi

Page 25: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

9

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tidak membahayakan pasien.

Error-Harm E Error terjadi dan berkontribusi atau

menghasilkan bahaya sementara pada

pasien dan memerlukan intervensi.

F Error terjadi dan berkontribusi atau

menghasilkan bahaya sementara pada

pasien dan memerlukan perawatan

atau perpanjangan perawatan di

rumah sakit.

G Error terjadi dan berkontribusi atau

menghasilkan bahaya yang permanen

terhadap pasien.

H Error terjadi dan nyaris menimbulkan

kematian.

Error-Death I Error terjadi dan berkontribusi atau

menyebabkan kematian pada pasien.

2.1.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Medication Error

Masalah-masalah dan sumber medication error merupakan multidisiplin

dan multifaktorial. Jarang sekali tindakan dari satu individu menjadi penyebab

dari medication error, melainkan salah satu jenis faktor kontribusi yang bergabung

untuk menjadi penyebab insiden.

Kesalahan dapat terjadi pada beberapa langkah, dimulai dari pemberian

resep sampai penyediaan akhir obat ke pasien. Penyebab umum kesalahan

medikasi meliputi diagnosis yang tidak tepat, kesalahan pemberian resep,

kekeliruan dalam penghitungan dosis, praktek distribusi obat yang buruk, masalah

terkait obat dan perangkatnya, pemberian obat yang tidak tepat, adanya kegagalan

komunikasi antar tenaga kesehatan dan kurangnya edukasi pasien (AMCP, 2010).

Menurut American Society of Health-System Pharmacists (ASHP) dalam

Guideline on Preventing Medication Errors in Hospitals, penyebab-penyebab

umum yang memicu terjadinya medication error, yaitu diantaranya:

1. Adanya ambigu pada penunjukkan di label atau di dalam pengemasan.

2. Nomenklatur produk obat Look-Alike-Sound-Alike (LASA),

penggunaan huruf atau nomor prefiks dan sufiks dalam nama obat

Page 26: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

10

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Adanya kegagalan atau kerusakan pada alat kesehatan.

4. Resep yang tak terbaca.

5. Transkripsi yang tidak tepat.

6. Perhitungan dosis yang tak tepat.

7. Personil yang tidak cukup terlatih.

8. Menggunakan singkatan yang tidak dimengerti dalam resep.

9. Kesalahan dalam pelabelan.

10. Beban kerja yang berlebihan.

11. Penyimpangan dalam kerja individu

12. Tidak tersedianya obat

2.1.4 Medication Error Pada Prescribing

Kesalahan meresepkan dan kesalahan resep merupakan masalah utama di

antara kesalahan pengobatan. Prescribing terjadi baik di rumah sakit umum

maupun di rumah sakit khusus, meskipun kesalahan jarang terjadi hingga

fatal namun dapat mempengaruhi keselamatan pasien dan kualitas kesehatan

(Giampaolo, 2009). Kesalahan pengobatan dapat terjadi akibat kesalahan

pemakaian, kesalahan penafsiran, penulisan singkatan yang tidak terbaca,

sebab penggunaan singkatan khusus atau buatan. Kesalahan resep mencakup

segala hal yang terkait dengan tindakan menulis resep, sedangkan kesalahan

peresepan meliputi peresepan irrasional, peresepan obat yang berlebih, peresepan

obat yang kurang, dan peresepan yang tidak efektif, yang timbul dari penilaian

medis atau keputusan mengenai perawatan atau pengobatan dan pemantauan

yang keliru (Giampaolo, 2009).

2.1.4.1 Prevalensi medication error pada prescribing

Hasil penelitian kajian penulisan resep di kota madya yogyakarta

menunjukkan bahwa resep yang memenuhi persyaratan yang berlaku adalah

39,8%. Ketidaklengkapan tersebut disebabkan antara lain karena tidak adanya

paraf, nomor ijin praktek dokter, tanggal resep. Tulisan tangan dokter yang

kurang dapat dibaca sangat menyulitkan sehingga berpotensi menimbulkan

kesalahan interpretasi terutama pada nama obat, dosis, aturan pakai, dan cara

Page 27: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

11

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pemberian, yang selanjutnya dapat menyebabkan kesalahan pengobatan

(Rahmawati, 2002).

2.1.5 Medication Error pada Transcribing

Transcribing error adalah kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep

untuk proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan

yang tidak jelas, informasi tidak jelas atau penggunaan singkatan tidak tepat

(charles dan endang, 2006).

2.1.5.1 Prevalensi Medication Error pada transcribing

Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien

(Konggres PERSI Sep 2007), kesalahan dalam pemberian obat menduduki

peringkat pertama (24.8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. Jika

disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang meliputi

prescribing, transcribing, dispensing dan administering, dispensing

menduduki peringkat pertama (Depkes,2008).

2.1.6 Medication Error Pada Dispensing

Dispensing obat adalah kegiatan atau proses untuk memastikan

kelayakan atau order resep obat, seleksi suatu obat zat aktif yang memadai

dan memastikan bahwa penderita atau perawat mengerti penggunaan dan

pemberian obat yang tepat dari obat tersebut (Siregar, 2003). Dispensing adalah

proses menyiapkan dan menyarahkan obat kepada orang yang namanya

tertulis pada resep. Dispensing merupakan tindakan atau proses yang

memastikan ketepatan resep obat, ketepatan seleksi zat aktif yang memadai

dan memastikan bahwa pasien atau perawat mengerti penggunaan dan

pemberian yang tepat (Siregar, 2006). Dispensing termasuk semua kegiatan

yang terjadi antara waktu resep/order dan obat diterima. Atau suplai lain

yang ditulis disampaikan kepada penderita (Siregar, 2003).

2.1.6.1 Prevalensi Medication Error pada Dispensing

Dalam penelitian Sekhar dkk di india (2011) Penelitian ini merupakan

prospektif yang melibatkan resep rawat inap dari periode Desember 2007

hingga September 2008. Resep dari pasien dirawat di bangsal umum

Page 28: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

12

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dilibatkan dalam penelitian ini. Kesalahan yang dilaporkan oleh perawat,

yang didokumentasikan oleh apoteker dalam bentuk laporan kesalahan

Dispensing. Semua kesalahan didokumentasikan dikumpulkan, dianalisis dan

dikategorikan ke dalam berbagai jenis. Frekuensi terjadinya berbagai jenis

kesalahan pengeluaran dihitung. Insiden kesalahan dispensing ditemukan

menjadi 4,8% dan jenis yang paling sering ditemukan adalah dispensing obat

yang salah (43,1%). Dalam penelitian silvia dkk di brazil 2011 disebutkan

lebih dari satu kesalahan dalam peresepan, total 1.632 kesalahan, ditemukan

dalam obatyang perlu waspada tinggi (high-alert) sebanyak 632 (89,6%) dari 705

obat yang diresepkan dan dibagikan. Kemudian mengidentifikasi setidaknya satu

kesalahan dispensing dalam setiapobat high alert yang di keluarkan, sejumlah

1.707 kesalahan. Di antara kesalahan dispensing, sebanyak 723 (42,4%)

terjadi pada kesalahan isi yang bersamaan dengan kesalahan resep.

2.2 Diabetes Mellitus (DM)

2.2.1 Definisi

Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) tahun

2013 adalah kelompok penyakit metabolik dengan ditandai peningkatan glukosa

dalam darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin yang tidak adekuat, atau keduanya (American Diabetes Association,

2013).

2.2.2 Klasifikasi

Klasifikasi DM berdasarkan American Diabetes Association (ADA)

membagi DM menurut etiologinya menjadi 4 jenis yaitu diabetes melitus tipe 1,

diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe lain, dan diabetes melitus gestational

(American Diabetes Association, 2013). Indonesia sendiri mengklasifikasikan

DM juga berpedoman pada American Diabetes Association (ADA) yang

ditetapkan pada Perkumpulan Endokrinologi Indonesia 2015 (PERKENI, 2015).

Page 29: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

13

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.2 : Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia

2015 (PERKENI, 2015).

No. Tipe DM

1. DM tipe 1 Destruksi sel , umumnya menjurus ke defisiensi insulin

absolut

Autoimun

Idiopatik

2. DM tipe 2 Dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin

relatif

Dominan defek sekresi insulin disertai resistensi

insulin

3. DM tipe lain Defek genetik fungsi sel

Defek genetik kerja insulin

Penyakit eksokrin pankreas

Endokrinopati

Karena obat atau zat kimia

Infeksi

Sebab imunologi yang jarang

Sindrom genetik lain yang berhubungan dengan

DM

4. DM gestasional

Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas

yang menyebabkan defisiensi insulin absolut. Penyebabnya ada 2 macam, yaitu

Immune-mediated diabetes (autoimun) dan idiopatik. Immune-mediated diabetes

terjadi karena adanya reaksi autoimun yang menyerang sel β pankreas sehingga

menyebabkan kerusakan permanen, dan biasanya terdapat predisposisi genetik

yang sering terjadi pada anak dan usia muda. Sedangkan pada idiopatik, tidak

diketahui etiologi yang jelas pasien mengalami insulinopenia permanen dan tidak

terdapat bukti adanya proses autoimun. Penderita akan bergantung dengan

pemberian terapi insulin untuk dapat bertahan hidup sehingga sering disebut juga

insulin-dependent diabetes melitus (IDDM) (American Diabetes Association,

2013).

Diabetes tipe 2 atau noninsulin-dependent diabetes melitus (NIDDM),

merupakan tipe diabetes yang paling banyak terjadi. Biasanya diawali karena

Page 30: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

14

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

resistensi insulin yang menyebabkan adanya kompensasi dengan meningkatkan

produksi insulin, yang pada akhirnya terjadi ketidakmampuan sel β pankreas

memproduksi insulin yang adekuat, akhirnya resistensi insulin diikuti dengan

defisiensi insulin relatif (Sudoyo, 2010).

Diabetes melitus gestasional (GDM) didefinisikan sebagai gangguan

toleransi glukosa tanpa diagnosis diabetes sebelumnya dan baru pertama kali

didapatkan saat masa kehamilan.(Sugiyama, 2011) Penderita GDM harus segera

ditatalaksana karena dapat menimbulkan kematian janin, distosia bahu dan

hipoglikemia janin (Meek, 2015).

2.2.3 Etiologi

Insulin merupakan salah satu hormon pengatur metabolisme karbohidrat

yang diproduksi oleh pankreas. Sel-sel endokrin pankreas yang mampu

memproduksi hormon ini disebut islet of langerhans (pulau langerhans). Pulau

langerhans mempunyai beberapa tipe sel, yaitu sel α, β, D dan F. Sekitar 60-75%

bagian dari pulau langerhans ini adalah sel β yang berada dibagian tengah pulau

dan berfungsi memproduksi insulin. Sedangkan 20% lainnya terdapat sel α yang

memproduksi glukagon, sisanya adalah sel D yang memproduksi somatostatin dan

sel F yang memproduksi polipeptida pankreas (Silverthorn, 2010).

Gambar 2.2 Sel-sel pulau Langerhans pankreas

Sumber : Silverthorn 2010

Insulin disintesis di retikulum endoplasma kasar sel β pankreas. Dimulai

dari translasi RNA di ribosom untuk membentuk preproinsulin. Kemudian

preproinsulin ini dibelah menjadi proinsulin, dan ditranspor ke aparatus Golgi

untuk membentuk insulin dan peptida C. Insulin dan peptida C dikemas dalam

granula, kemudian granula mengalami eksositosis sehingga dapat melewati

Page 31: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

15

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

lamina basal dan masuk kedalam kapiler sekitarnya untuk menuju ke sirkulasi

(Barrett, 2010).

Sekresi insulin terjadi apabila adanya rangsangan glukosa. Awalnya

glukosa melewati membran sel β pankreas dengan mediasi Glucosa transporter

(GLUT). GLUT adalah senyawa asam amino yang berada diberbagai sel tubuh

untuk mengangkut glukosa masuk kedalam sel. Glucosa transporter 2 (GLUT 2)

yang terdapat disel β pankreas, akan mengalami glikolisis dan fosforilasi setelah

berikatan dengan molekul glukosa, kemudian akan melepaskan molekul ATP.

ATP yang dibebaskan akan mengaktivasi penutupan K channel sehingga terjadi

depolarisasi yang diikuti pembukaan Ca channel. Masuknya ion Ca intrasel ini

kemudian akan menginduksi proses sekresi insulin (Sudoyo, 2010).

Pada awal kerja insulin ke sel target, terjadi ikatan insulin dengan reseptor

insulin dipermukaan sel target. Reseptor insulin ini merupakan kombinasi 4

subunit yang dihubungkan oleh ikatan disulfida, yaitu subunit alfa yang

seluruhnya terletak diluar membran sel dan subunit beta yang menembus ke

membran sampai sitoplasma sel. Ketika insulin berikatan dengan subunit alfa

terjadi autofosforiasi pada subunit beta, yang akan mengaktivasi tirosin kinase.

Aktifitas tirosin kinase ini akan memulai kaskade fosforilasi sel yang

mengaktifkan Insulin-reseptor substrate (IRS) kemudian akan memediasi

beberapa efek pada masing-masing metabolisme glukosa, protein dan lemak serta

akan menyebabkan pemindahan transporter glukosa kemembran sel untuk

membantu masuknya glukosa kedalam sel (Guyton, 2011).

Gambar 2.3 Skematik reseptor insulin

Sumber : Guyton & Hall 2011.

Page 32: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

16

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.4 Patofisiologi DM

DM tipe 1 timbul akibat destruksi sel β pankreas karena proses autoimun.

Namun bukan hanya akibat adanya gen yang rentan terhadap diabetes (diabetes

susceptibility gene) akan tetapi juga faktor lingkungan yang tidak dapat diketahui

dapat mencetuskan proses antibodi. Faktor lingkungan yang dianggap berperan

antara lain, pemberian susu sapi sebelum usia 2 tahun, infeksi virus (virus

coxsackie B, cytomegalovirus, mumps dan rubella) (Marcdante, 2014).

Berbeda dengan DM tipe 1 yang mengalami defisiensi insulin absolut,

pada DM tipe 2 terjadi gangguan toleransi glukosa karena adanya gangguan

sekresi insulin ataupun gangguan kerja insulin (resistensi insulin) pada organ

target terutama pada sel otot, adiposa dan jantung. Resistensi insulin disebabkan

oleh adanya faktor genetik dan obesitas. Awalnya resistensi insulin ini belum

menimbulkan manifestasi diabetes, karena sel β pankreas masih dapat

mengkompensasi keadaan dimana terjadi peningkatan glukosa darah dengan

meningkatkan produksi insulin. Sehingga terjadi suatu keadaan hiperinsulinemia

dan glukosa darah juga masih cenderung normal. Namun jika terjadi

berkepanjangan sel β pankreas akan mengalami β cell exhausted (kelelahan sel β)

sehingga terjadi defisiensi sekresi insulin. Hal ini kemudian akan menimbulkan

peningkatan kadar glukosa darah sampai memenuhi kriteria diabetes (Sudoyo,

2010).

Tahap selanjutnya dimana produksi insulin semakin menurun, akan

menginduksi glukosa hati melalui proses glikolisis dan glukoneogenesis sehingga

terjadi peningkatan kadar glukosa darah yang berlebihan dan mengakibatkan

meningkatnya glukosa darah puasa. Keadaan hiperglikemia ini akan memperberat

gangguan sekresi insulin sehingga disebut fenomena glukotoksitas. Resistensi

insulin juga terjadi pada jaringan adiposa sehingga akan merangsang lipolisis dan

meningkatkan asam lemak bebas. Hal ini juga akan mengakibatkan gangguan

sekresi insulin oleh sel β pankreas. Fenomena ini disebut lipotoksisitas (Sudoyo,

2010).

Page 33: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

17

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.5 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

2.2.5.1 Diagnosis Diabetes Mellitus

Penegakan diagnosis DM dapat dilihat atas dasar pemeriksaan kadar gula

darah. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara

enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Pada penderita DM dapat ditemukan

berbagai keluhan yang dapat menjadi pertimbangan jika dicurigai DM. Keluhan

klasik DM antara lain poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan

yang tidak jelas penyebabnya. Selain itu keluhan yang terjadi seperti badan lemah,

kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada laki-laki, serta pruritus

vulva pada wanita (PERKENI, 2015).

Tabel 2.3 Kriteria diagnosis DM (PERKENI, 2015).

Kriteria diagnosis DM dalam PERKENI 2015

Pemeriksaaan glukosa plasma puasa ≥126mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan

kalori minimal 8 jam.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Tleransi Glukosa Orl (TTGO)

dengan beban 75 gram.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mgdl dengan keluhan klasik.

Atau

Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode High-perfomance Liquid

Chromatography (HPLC) yang terstadarisasi oleh National Glycohaemoglobin

Standarization Program (NGSP)

Jika hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal ataupun DM, maka

digolongkan dalam kelompok prediabetes yaitu toleransi glukosa terganggu

(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) (PERKENI, 2015).

Glukosa darah puasa terganggu (TGPT) yaitu hasil pemeriksaan

glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO

glukosa plasma 2 jam <140mg/dl

Toleransi glukosa terganggu (TGT) yaitu hasil pemeriksaan glukosa

plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma

puasa ,100 mg/dl.

Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.

Page 34: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

18

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasi

pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

2.2.5.2 Pengobatan Diabetes Mellitus

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan

morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditunjukan unuk mencapai 2

target utama, yaitu:

1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal.

2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi

diabetes.

The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa

parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan

diabetes yaitu:

Parameter Kadar Ideal Yang Diharapkan

Kadar Glukosa Darah Puasa 80-120mg/dl

Kadar Glukosa Plasma Puasa 90-130mg/dl

Kadar Glukosa Darah Saat Tidur (Bedtime

blood glucose)

100-140/mg/dl

Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur

(Bedtime plasma glucose)

110-150mg/dl

Kadar Insulin <7%

Kadar HbA1c <7mg/dl

Kadar Kolesterol HDL >45mg/dl (pria)

Kadar Kolesterol HDL >55mg/dl (wanita)

Kadar Trigliserida <200mg/dl

Tekanan Darah <130/80mmHg

Tabel 2.4 : Target Penatalaksanaan Diabetes (American Diabetes Association, 2013)

Pada dasarnya dalam penatalaksanaan diabetes ada dua pendekatan,

pendekatan yang pertama tanpa obat dan pendekatan yang kedua adalah dengan

obat. Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah

penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olahraga. Apabila dengan

langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan

dengan terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi

keduanya.

Page 35: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

19

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Makanan sehat, kontrol berat badan, meningkatkan aktivitas fisik

Terapi awal Metformin

monoterapi

Efek ( HbA1c) Tinggi

Hipoglikemia Risiko Rendah

Berat badan Nertral/menurunkan

Efek samping GI/ asidosis laktat

Harga Murah

Jika target HbA1c tidak tercapai selama 3 bulan, lanjutkan ke kombinasi 2 obat

Kombinasi 2 obat

Efek ( HbA1c) Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi

Hipoglikemia Risiko Risiko rendah Risiko rendah Risiko Risiko

moderate rendah rendah

Berat badan Meningkat Meningkat Netral Menurun Meningkatk

Efek samping major Hipoglikemia Edema, HF, Fx’s Jarang GI

Hipoglikemia

Harga Murah Mahal Mahal Mahal variasi

Jika target HbA1c tidak tercapai selama 3 bulan, lanjutkan ke kombinasi 2 obat

Kombinasi 3 obat

strategi Jika terapi kombinasi insulin basal tidak dapat mencapai target

insulin HbA1c selam 3-6 bulan maka kombinasi ditambahkan dengan dua

kompleks obat antihiperglikemik non insulin.

Gambar 2.4 : Algoritma Penatalaksanaan DM tipe 2

(American Diabetes Association, 2014)

Metformin + sulfonylurea + TZD Atau DPP-4-i Atau GLP-1- RA Atau Insulin

Metformin + Tizolidindion + SU Atau DPP-4-i Atau GLP-1- RA Atau Insulin

Metformin + DPP-4-inhibitor + SU Atau TZD Atau Insulin

Metformin + Insulin + TZD Atau DPP-4-i Atau GLP-1- RA

Metformin + GLP-1 receptor Agonist + SU Atau TZD Atau Insulin

Insulin (dosis harian)

Metformin +

sulfonilurea

Metformin DPP-

4 inhibitor

Metformin +

GLP-1 reseptor

agonist

Metformin +

Tiazolidindion

Metformin +

insulin

Page 36: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

20

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.5.2.1 Terapi Farmakologi (Soegondo, dkk.,2005)

Sampai tahun 1995 hanya 2 pilihan untuk pengobatan farmakologis yang

tersedia untuk pasien DM, sulfonilurea (untuk DM tipe 2 saja). Namun, saat ini

telah ada lima kelas terapi obat oral DM tipe 2 yang telah disetujui: α-glukosidase

inhibitor, biguanid, meglitinid, tiazolidindion atau glitazon, dan sulfonylurea.

Obat antidiabetes oral diindikasikan untuk pasien DM tipe 2 yang tidak dapat

mencapai target glikemik meskipun telah melakukan diet dan olahraga.

1. Insulin

a. Farmakologi

Insulin merupakan hormon anabolik dan antikatabolik, yang berperan

utama pada protein, karbohidrat, dan metabolisme. Insulin endogen

diproduksi dari proinsulin peptida pada sel β.

b. Karakteristik

Insulin biasanya dikategorikan berdasarkan sumbernya, kekuatan, onset

dan durasi kerja. Selain itu insulin memiliki asam amino dalam molekul

insulin termodifikasi. Sediaan insulin biasanya U-100 dan U-500, 100

unit/mL dan 500 unit/mL.

c. Farmakokinetik

Kinetik injeksi subkutan tergantung pada onset, puncak, dan durasi kerja.

Penambahan protamin NPH, NPL, dan suspense protamin aspart) atau

kelebihan seng maka dapat menunda onset, puncak, dan durasi efek insulin.

Waktu paruh injeksi insulin reguler (IV) yaitu 9 menit. Sehingga wkatu

efektif untuk injeksi insulin (IV) lebih pendek. Insulin IV lebih murah

daripada insulin lainnya. Insulin terdegradasi di hati, otot, dan ginjal. Insulin

dimetabolisme dihati sekitar 20%-50%, sedangkan dimetabolisme di ginjal

sekitar 25%-20%. Sehingga tidak dianjurkan untuk pasien menggunakan

insulin jika terdapat penyakit ginjal stadium akhir.

d. Komplikasi mikrovaskular

Insulin telah terbukti sebagai agen oral untuk mengobati DM.

Penelitian di Amerika telah membuktikan bahwa efikasi antara insulin dan

sulfonilurea menunjukkan efikasi yang sama dalam penurunan

mikrovaskular.

Page 37: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

21

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

e. Komplikasi makrovaskular

Hubungan antara masalah tingginya kadar insulin (hiperinsulinemia),

resistensi insulin, dan kardiovaskular sehingga dapat dipercayai bahwa terapi

insulin dapat menyebabkan komplikasi makrovaskular. Namun UKPDS dan

DCCT tidak menemukan hubungan antara komplikasi makrovaskular dengan

terapi insulin.

f. Efek samping

Secara umum efek samping insulin yaitu hipoglikemia dan kenaikan

berat badan. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada pasien yang instensif

melakukan terapi, dan lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1 daripada

tipe2. Sehingga pemantauan kadar glukosa darah sangat penting dilakukaan

pada pasien yang menggunakan terapi insulin. Jika pasien telah mengalami

hipoglikemia yang berat maka akan terjadi takikardia dan berkeringat).

g. Dosis dan cara pemberian

Pada pasien DM tipe 1, dosis seharinya 0,5-0,6 unit/kg. Selama

penyakit akut atau ketosis resistensi insulin maka dapat diberikan dosis yang

lebih tinggi. Dosis diberikan tergantung dengan keadaan patologi pasien.

2. Golongan sulfonilurea

a. Farmakologi

Mekanisme utama dari sulfonilurea yaitu meningkatkan sekresi

insulin. Hal ini dengan cara mengikat sulfonilurea ke reseptor spesifik

sulfonilurea pada sel β pankreas. Sekresi insulin melalui vena portal

kemudian menekan produksi glukosa hepatik.

b. Klasifikasi

Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi dua generasi. Generasi pertama

terdiri dari (asetoheksamid, klorpropamid, tolazamid, dan tolbutamid),

generasi kedua (glimepirid, glipizid, dan gliburid).

c. Farmakokinetik

Golongan sulfonilurea semua dimetabolisme di hati. Enzim CYP 450

terlibat dalam metabolisme sulfonilurea di hati. Lalu metabolit yang tidak

aktif akan diekskresikan melalui ginjal sehingga pada obat golongan ini perlu

Page 38: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

22

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

perlu penyesuaian dosis dan berhati-hati pada pasien yang mengalami

gangguan ginjal.

d. Komplikasi mikrovaskular

Sulfonilurea dapat mengurangi komplikasi mikrovaskular pada pasien

DM tipe 2.

e. Efek samping

Efek samping yang paling umum adalah hipoglikemia. Semakin

rendah FPG, maka semakin tinggi potensi hipoglikemia. Orang-orang yang

melewatkan makan, berolahraga dalam beban yang berat makan lebih

mungkin mengalami hipoglikemia. Faktor rsiko mengalami hipoglikemia

yaitu usia >60 tahun, jenis kelamin perempuan, dan digunakan bersamaan

dengan diuretik tiazid. Efek samping lainnya pada golongan ini yaitu ruam

kulit, anemia hemolitik, gangguan pencernaan, dan kolestasis.

f. Dosis dan cara pemberian

Untuk dosis pasien usia lanjut dan pasien gangguan ginjal atau hati,

dapat dilakukan penurunan dosis. Dosis dosis harus dititrasi setiap 1 sampai 2

minggu untuk mencapai target glikemik. Pada obat immediate release

memiliki dosis maksimal glipizid yaitu 40mg/hari, dosis efektif maksimal 10-

15 mg/hari. Yang termasuk obat golongan ini sebagai berikut :

(Soegondo,dkk., 2005).

Khlorpropamid

Seluruhnya dieksresi melalui ginjal sehingga tidak dipakai pada

gangguan faal ginjal dan oleh karena lama kerjanya lebih dari 24

jam, diberikan sebagai dosis tunggal, tidak dianjurkan untuk pasin

geriatri.

Glibenklamid

Mempunyai efek hipoglikemik yang poten, sehingga pasien perlu

diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Dikatakan

mempunyai efek terhadap agregasi trombosit. Dalam batas-batas

tertentu masih dapat diberikan pada beberapa kelainan fungsi hati

dan ginjal yang ringan.

Page 39: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

23

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Glikazid

Mempunyai efek hipoglikemik yang sedang sehingga tidak begitu

sering menyebabkan hipoglikemia mempunyai efek antiagregasi

trombosit yang lebih poten. Dapat diberikan pada gangguan fungsi

hati dan ginjal yang ringan.

Glikuidon

Mempunyai efek hipoglikemik yang sedang dan juga jarang

menyebabkan hipoglikemia. Karena hampir seutuhnya di eksresi

melalui empedu dan usus, dapat diberikan pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal dan hati yang lebih berat.

Glipizid

Mempunyai efek yang lebih lama dari glibenklamid tetapi lebih

pendek dari khlorpropamid dan mempunyai efek menekan

produksi glukosa hati dan meningkatkan jumlah reseptor.

Glimepirid

Mempunyai waktu mulai kerja yang pendek dan waktu kerja yang

lama, dengan cara pemberian dosis tunggal. Efek

farmakodinamiknya adalah mensekresi sedikit insulin dan

kemungkinan adanya aksi dari ekstra pankreas. Untuk pasien yang

berisiko tinggi yaitu usia lanjut, gangguan ginjal atau yang

melakukan aktivitas berat dapat diberikan obat ini. Dibandingkan

dengan glibenklamid, glimepirid lebih jarang menimbulkan efek

hipoglikemik pada awal pengobatan.

3. Golongan biguanid

a. Farmakologi

Metformin merupakan satu-satunya sediaan yang ada di Amerika

Serikat. Metformin telah digunakan secara klinis selama 45 tahun, dan telah

disetujui sejak 1995 tahun. Metformin dapat meningkatkan sensitivitas

insulin pada jaringan perifer. Metformin tidak memiliki efek langsung pada

sel β, meskipun kadar insulin berkurang, mencerminkan peningkatan pada

sesitivitas insulin.

Page 40: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

24

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Farmakokinetik

Metformin memiliki bioavailabilitas oral 50% sampai 60%, kelarutan

lipid yang rendah, dan volume distribusi yang tinggi. Metformin tidak

dimetabolisme dan tidak mengikat protein di plasma. Metformin dieliminasi

di ginjal. Metformin memiliki waktu paruh 6 jam, namun memiliki efek >

24jam.

c. Komplikasi mikrovaskular

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan yang terlihat antara terapi

dengan mengurang komplikasi mikrovaskular.

d. Komplikasi makrovaskular

Menurut UKPDS bahwa metformin dapat mengurangi komplikasi

makrovaskular. metformin secara signifikan dapat mengurangi semua

penyebab kematian dan risiko stroke. Metformin telah terbukti dapat

mengurangi risiko kematian total dan kematian kardiovaskular.

e. Efek samping

Metformin memiliki efek samping pada gastrointestinal (ketidak

nyamanan perut, sakit perut, dan diare) serta dapat terjadi anoreksia sehingga

dapat menyebabkan kehilangan berat badan. Efek samping ini dapat di atasi

dengan titrasi yang lambat. Efek samping pada gastrointestinal juga bersifat

sementara. Pasien lanjut yang mengalami penurunan massa otot dan laju

filtrasi glomerulus kurang dari 70 sampai 80 mL/menit, sehingga sebaiknya

metformin tidak diberikan.

f. Dosis dan cara pemberian

Metformin immediate release memiliki dosis sehari-hari sebesar 500

mg/hari bersamaan dengan makanan untuk meminimalkan efek samping pada

gastrointestinal. Metformin dapat ditingkatkan 500 mg sampai 200 mg/hari

hingga mencapai tujuan glikemik. Metformin dapat digunakan sebesar 850

mg, kemudian dapat ditingkatkan setiap 1 sampai 2 minggu dan untuk dosis

maksimal 850 mg tiga kali sehari (2250mg/hari). Untuk metformin extend

release dapat dimulai dari dosis 500mg/hari bersamaan dengan makan malam

dan di titrasi setiap minggu. Sediaan ini dapat meminimalkan efek samping

pada gastrointestinal dan meningkatkan kontrol glikemik.

Page 41: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

25

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Golongan tiazolidindion

a. Farmakologi

Tiazolidindion juga disebut sebagai TZDs atau glitazon. Pioglitazone

dan rosiglitazone telah disetujui untuk pengobatan DM tipe2. Tiazolidindion

dapat meningkatkan sensitivitas insulin di otot, hati, dan jaringan lemak

secara tidak langsung. Tiazolidindion dapat menyebabkan preadiposit untuk

berdiferensiasi menjadi sel-sel lemak pada subkutan.

b. Farmakokinetik

Pioglitazon dan rosiglitazon dapat diserap dengan baik dengan atau

tanpa makanan. Keduanya (> 99%) berikatan dengan protein albumin.

Pioglitazon terutama dimetabolisme oleh CYP2C8. Rosiglitazon

dimetabolisme oleh CYP2C8. Waktu paruh pioglitazon dan rosiglitazon yaitu

masing-masing 3-7 jam dan 3-4 jam. Kedua obat tersebut memiliki durasi

antihiperglikemik lebih dari 24 jam.

c. Komplikasi mikrovaskular

Tiazolidindion dapat mengurangi Hba1c, dan mempunyai hubungan

pada risiko komplikasi mikrovaskular.

d. Komplikasi makrovaskular

Tiazolidindion dapat mengubah fungsi endothelium, mempengaruhi

HDL, dan penurunan tekanan darah.

e. Efek samping

Dapat menyebabkan hepatotoksisitas, dapat meningkatkan alanin

amino transferase (ALT), retensi cairan, dan anemia.

f. Dosis dan cara pemberian

Dosis yang dianjurkan dimulai dari pioglitazon15 mg/ hari sekali

sehari dan rosiglitazon 2-4 mg sekali sehari. Dosis dapat ditingkatkan

perlahan-lahan tergantung pada tujuan terapi dan efek samping. Dosis

maksimum piglitazon 45 mg, dan rosiglitazon 8 mg sekali sehari.

5. Golongan α-glukosidase inhibitor

a. Farmakologi

Page 42: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

26

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saat ini, ada dua inhibitor α-glukosidase (akarbosa dan miglitol).

Inhibitor α-glukosidase kompetitif dapat menghambat enzim (maltase,

isomaltase, sukrase, dan glukoamilase) di usus kecil.

b. Farmakokinetik

Mekanisme kerja α-glukosidase inhibitor terbatas pada luminal usus.

Beberapa metabolit dari akarbosa diserap dan dieskresikan melalui ginjal,

sedangkan mayoritas miglitol diserap dan ekskresikan melalui ginjal tidak

berubah.

c. Komplikasi mikrovaskular

α-glukosidase inhibitor dapat mengurangi kadar Hba1c, dan terbukti

berhubungan pada risiko komplikasi mikrovaskular.

d. Komplikasi makrovaskular

Akarbosa terbukti dapat menurunkan gangguan toleransi glukosa

terhadap diabetes, serta mengurangi risiko kardiovaskular.

e. Efek samping

Efek samping pada gastrointestinal seperti perut kembung,

ketidaknyamanan perut, dan diare.

f. Dosis dan cara pemberian

Dosis untuk kedua obat (miglitol dan akarbosa) mirip. Memulai

dengan dosis yang sangat rendah (25 mg dengan satu kali makan satu hari),

dapat meningkatkan secara bertahap (selama beberapa bulan) untuk dosis

maksimum 50 mg tiga kali sehari utuk pasien ≤ 60 kg atau 100 mg tiga kali

sehari untuk pasien > 60kg. kedua inhibitor α-glukosidase harus bersamaan

dengan makanan. inhibitor α-glukosidase kontraindikasi pada pasien dengan

sindrom usus atau inflamasi usus, dan tidak harus diberikan pada pasien

dengan kreatinin serum > 2mg/dL.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemik

oral:

1) dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian

dinaikkan secara bertahap.

Page 43: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

27

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2) harus diketahui betul bagaiman cara kerja, lama kerja dan efek

samping obat-obat tersebut. Misalnya klorpropamid jangan

diberikan 3 kali 1 tablet, karena lama kerjanya 24 jam.

3) Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan

adanya interaksi obat.

4) Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral,

usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal, baru

beralih kepada insulin.

5) Usahakan agar harga obat terjangkau oleh orang dengan diabetes.

Adapun indikasi pemakaian obat hipoglikemik oral:

a. Diabetes sesudah umur 40 tahunDiabetes kurang dari 5

tahun.

b. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit

sehari.

c. DM tipe 2, berat normal atau lebih (Soegondo, dkk.,2005).

2.2.5.2.2 Terapi Non Farmakologi

a. Latihan jasmani

Latihan jasmani bukan hanya dapat menjaga kebugaran tubuh namun

dapat juga menurunkan berat badan, mempermudah transpor glukosa kedalam sel

dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali

glukosa. Rekomendasi latihan jasmani dilakukan secara teratur, 3-5 kali

perminggu selama sekitar 30-45 menit. Dianjurkan berupa latihan yang bersifat

aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan

cepat, bersepeda, atau berenang (PERKENI, 2015).

2.3 ROOT CAUSE ANALYSIS (RCA)

2.3.1 Definisi

Metode root cause analysis merupakan suatu analisis sistematis dari

semua faktor yang mempengaruhi atau memiliki potensi untuk mencegah suatu

kesalahan. Metode ini dapat diaplikasikan untuk mencegah Medication Error,

dimana merupakan suatu kejadian yang menempatkan pasien pada risiko

berbahaya (WHO, 2008).

Page 44: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

28

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

RCA adalah suatu metode yang digunakan untuk menunjukkan sebuah

masalah atau ketidaksesuaian, agar mendapatkan akar penyebab dari suatu

masalah. RCA ini digunakan sehingga dapat mengoreksi atau mengeliminasi

penyebab suatu masalah, dan mencegahnya agar tidak terulang kembali (Quality

Management and Training, 2008).

2.3.2 Alat dan Teknik

Menurut Quality Management and Training (2008), terdapat beberapa alat

dan teknik yang digunakan untuk melakukan RCA, yang diantaranya:

a. 5-Mengapa (Gemba Gembutsu)

5-Mengapa kadang-kadang disebut sebagai Gemba Gembutsu, dimana

artinya adalah tempat dan informasi dalam bahasa Jepang. 5-Mengapa biasanya

mengacu pada praktik bertanya sebanyak 5 kali, mengapa kegagalan telah terjadi,

agar mendapatkan akar penyebab dari suatu masalah. 5-Mengapa digunakan untuk

menyelesaikan metode RCA yang sederhana.

b. Analisis Pareto

Analisis Pareto merupakan teknik mudah yang digunakan untuk membantu

memilih perubahan yang paling efektif. Analisis pareto merupakan teknik formal

untuk menemukan perubahan yang akan menghasilkan keuntungan yang besar.

Sebagai contoh, suatu produsen mungkin ingin menyusun mengapa konsumen

tidak lagi memilihnya sebagai supplier.

c. Diagram Tulang Ikan (Fishbone)

Diagram fishbone merupakan teknik yang sangat berguna untuk RCA

yang lebih kompleks. Tipe diagram ini mengidentifikasikan semua proses dan

faktor potensial yang berkontribusi pada suatu masalah.

d. Brainstorming atau Wawancara

Kebanyakan orang familiar dengan teknik brainstorming atau wawancara.

Kumpulkan semua ide sebanyak mungkin dari semua partisipan tanpa adanya

kritik atau penghakiman ketika partisipan menyampaikan idenya.

e. Analisis Proses, Pemetaan dan Flow Chart

Flowchart mengatur informasi tentang sebuah proses secara grafis

sehingga terlihat jelas dampak yang akan muncul dalam suatu proses.

f. Pohon Kesalahan (Fault Tree)

Page 45: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

29

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Metode ini merupakan teknik grafis yang menyediakan deskripsi sistemik

pada kombinasi kejadian yang mungkin dalam suatu sistem, yang dapat

mengakibatkan hasil yang tak diinginkan. Metode ini dapat mengombinasikan

kegagalan sistem dan manusia.

g. Lembar Pengecekan (Check Sheets)

Teknik ini sederhananya digunakan untuk mengumpulkan dan merekam

data. Data yang dihasilkan biasanya numerik, tetapi bisa juga digunakan untuk

tujuan lain, seperti membuat daftar pertanyaan audit dan merekam jawabannya.

Page 46: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

30

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

(Sumber: Susanti, 2013)

Apotek di salah satu Rumah

Sakit di Jakarta Utara

Resep Poli Penyakit Dalam

Kriteria inklusi dan ekslusi

Medication Error

Prescribing

Tidak Terjadi

Kesalahan

Dispensing Transcribing

Terjadi

Kesalahan

Resep Pasien DM tipe II

Instalasi Rawat Jalan salah satu

Rumah Sakit di Jakarta Utara

Tidak Terjadi

Kesalahan

Tidak Terjadi

Kesalahan

Terjadi

Kesalahan

Terjadi

Kesalahan

Page 47: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

31

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah

yang digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah dalam mengartikan makna penelitian (Sastroasmoro & Ismael,

2010). Definisi operasional pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

No. Variabel Definisi Operasional Cara ukur Ukuran

1. Instalasi Rawat

Jalan salah satu

Rumah Sakit di

Jakarta Utara

Adalah tempat/poli pelayanan

kesehatan bagi pasien tanpa harus

menginap di salah satu Rumah

Sakit di Jakarta Utara

2. Apotek di salah

satu Rumah

Sakit di Jakarta

Utara

Adalah pelayan farmasi pasien di

salah satu Rumah Sakit di Jakarta

Utara

3. Resep poli

penyakit dalam

Adalah resep yang berasal dari

Poli Penyakit Dalam di salah satu

Rumah Sakit di Jakarta Utara

4. Resep pasien

penyakit DM

tpe II

Adalah resep pasien dengan

penyakit DM tipe II dari Poli

Penyakit Dalam di salah satu

Rumah Sakit di Jakarta Utara

5. Medication

error

Adalah kesalahan dalam

pelayanan resep yang dinilai pada

tahap prescribing dan trancribing

Mengamati dan

mencatat tingkat

kesalahan yang

terjadi pada tahap

prescribing,transc

ribing dan

Dispensing pada

lembar resep poli

penyakit dalam di

salah satu Rumah

Sakit di Jakarta

Utara

- Potensi ME; bila

resep tidak terisi

memenuhi syarat

atau tidak terisi

dengan lengkap di

lembar formulir

penelitian

- Tidak potensi ME;

bila resep

memenuhi syarat

atau terisi dengan

lengkap di lembar

formulir penelitian

6. Prescribing - Adalah tahapan penulisan resep

obat. Yang akan dinilai pada

tahap administrasi di depo

farmasi.

- Kesalahan terjadi karena tidak

terisi 13 item pada lembar resep

yaitu :

Tidak ada nomer rekam

medik,

Tidak jelas nama pasien

Tidak ada tanggal lahir

(usia)

Tidak ada jenis kelamin

Tidak ada tanggal resep

Tidak ada nama dokter

penulis resep

Tidak ada SIP dokter

Tidak ada paraf dokter

Mengamati dan

mencatat tingkat

kesalahan yang

terjadi pada tahap

prescribing

lembar resep poli

penyakit dalam di

salah satu Rumah

Sakit di Jakarta

Utara

1. Tidak Terjadi

Kesalahan :

penulisan resep (13

item) resep terisi

penuh

2. Terjadi

Kesalahan : tahap

penulisan resep (13

item) pada lembar

resep ada yang

tidak terisi

Page 48: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

32

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tidak ada nama obat

Tidak menuliskan satuan

dosis

Tidak ada jumlah

pemberian obat

Tidak ada aturan pakai

Tidak ada bentuk Sediaan

(Susanti, 2013)

7. Transcribing - Adalah tahapan pembacaan

resep obat.

- Kesalahan terjadi karena tidak

terisi 10 item pada dokumen depo

farmasi di salah satu Rumah Sakit

di Jakarta Utara yaitu :

Tidak jelas nama pasien

Tidak jelas Nomor

rekamedik

Tidak jelas usia pasien

Tidak jelas nama obat

Tidak jelas dosis pemberian

Tidak jelas durasi

pemberian

Tidak jelas rute pemberian

Tidak jelas bentuk sediaan

Tidak jelas tanggal

permintaan resep

(Susanti, 2013)

Mengamati dan

mencatat tingkat

kesalahan yang

terjadi pada tahap

Transcribing depo

farmasi poli

penyakit dalam di

salah satu Rumah

Sakit di Jakarta

Utara

1. Tidak Terjadi

Kesalahan : tahapan

pembacaan resep (9

item) terisi penuh

2.Terjadi Kesalahan

: tahap pembacaan

resep (9 item) ada

yang tidak terisi

8. Dispensing - Adalah proses menyiapkan dan

menyerahkan obat kepada orang

yang namanya tertulis pada resep.

- Kesalahan terjadi karena tidak

terisi 8 item pada dokumen depo

farmasi di rumah sakit yaitu :

Salah pengambilan obat

(jenis/konsentrasi berbeda)

Salah menghitung dosis

Pemberian Obat diluar

Intruksi

Tempat penyimpanan tidak

tepat

Obat kadaluarsa atau sudah

rusak

Salah/tidak lengkap

menulis etiket

(Susanti, 2013)

Mengamati dan

mencatat tingkat

kesalahan yang

terjadi pada tahap

Dispensing depo

farmasi poli

penyakit dalam di

salah satu Rumah

Sakit di Jakarta

Utara

1.Tidak Terjadi

Kesalahan : tahapan

pembacaan resep (6

item) terisi penuh

2.Terjadi Kesalahan

: tahap pembacaan

resep (6 item) ada

yang tidak terisi

9. Tidak Terjadi

Kesalahan

- Adalah resep yang tidak

memenuhi penulisan, pembacaan

dan penyiapan resep

Mengamati dan

mencatat tingkat

kesalahan yang

terjadi pada tahap

Perscribing,

Transcribing dan

Dispensing di

salah satu Rumah

Sakit di Jakarta

Utara

Pada tahapan

prescribing (15

item), transcribing

(9 item), dan

dispensing (6 item)

tidak ada yang terisi

di lembar form

penilaian

10. Terjadi - Adalah resep yang tidak Mengamati dan Pada tahapan

Page 49: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

33

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kesalahan memenuhi penulisan, pembacaan

dan penyiapan resep

mencatat tingkat

kesalahan yang

terjadi pada tahap

Perscribing,

Transcribing dan

Dispensing di

salah satu Rumah

Sakit di Jakarta

Utara

prescribing (15

item), transcribing

(9 item), dan

dispensing (6 item)

ada yang terisi di

lembar form

penilaian

Page 50: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

34

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.1.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rawat Jalan salah satu Rumah Sakit

di Jakarta Utara.

4.1.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan di mulai dari bulan Mei – Juni 2017.

4.2 Desain dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental. Desain yang

digunakan adalah Cross Sectional, yaitu pengumpulan data variable untuk

mendapatkan gambaran medication error pada fase prescribing, transcribing dan

dispensing pada pasien Diabetes Melitus tipe II sebagai variable terikat pada

periode waktu tertentu. Analisa dilakukan secara deskriptif, berarti data yang telah

didapatkan kemudian dideskripsikan secara objektif dengan memaparkan

fenomena yang terjadi dengan bantuan tabel atau gambar kemudian dilanjutkan

dengan cara kualitatif yang dibantu dengan diagram fishbone (tulang ikan).

Penelitian ini bersifat prospektif dengan melakukan evaluasi terhadap medication

error tahapan prescribing, transcribing, dan dispensing pada pasien penyakit

Diabetes Melitus tipe II di Instalasi Rawat Jalan salah satu Rumah Sakit di Jakarta

Utara bulan Mei – Juni 2017.

4.3 Populasi dan Sample

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua resep pasien DM tipe II yang

berkunjung ke Instalasi Rawat Jalan salah satu Rumah Sakit di Jakarta Utara pada

periode Januari hingga Juni 2017 yang berjumlah 2500 resep.

4.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan adalah resep pasien penyakit DM tipe II dari

Instalasi Rawat Jalan yang menjalani perawatan selama penelitian dan yang

menebus obat di Apotek salah satu Rumah Sakit di Jakarta Utara. Dengan metode

Page 51: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

35

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pengambilan sampel secara random sampling, random sampling yaitu semua

pasien yang memenuhi kriteria yang diambil pada periode Mei-Juni 2017, dan

dianggap data telah mewakili seluruh populasi.

Terdapat 2.500 resep pasien Diabetes Melitus tipe II di Instalasi Rawat Jalan salah

satu Rumah Sakit Jakarta Utara pada rentang Januari hingga Juni 2017. Kemudian

dilakukan pengambilan data penelitian pada Mei – juni 2017 dengan cara

prospektif. Perhitungan jumlah minimal data yang harus diambil menggunakan

metode Slovin dengan Rumus :

n = N/1+(N(e2)) Keterangan :

= 2.500/1+(2.500(0,052)) - n : Jumlah Sampel

= 2.500/7,25 - N : Jumlah Populasi

= 344,8 resep. - e : Batas Toleransi Kesalahan

4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.4.1 Kriteria inklusi

1. Resep pada pasien DM tipe II

2. Resep pasien yang dirawat jalan

3. Resep yang dilayani

4.4.2 Kriteria ekslusi

1. Resep yang tidak dilayani

4.5 Prosedur Penelitian

Terdapat tiga tahapan penelitian yang dilakukan, yaitu tahap perencanaan,

pengumpulan data, dan pengolahan data.

4.5.1 Tahap perencanaan dan persiapan

Tahap perencanaan dimulai dengan penentuan masalah yang akan diteliti.

Di dalam penentuan masalah ditetapkan masalah yang akan diteliti, dalam hal ini

evaluasi medication error pada fase prescribing, transcribing, dan dispensing

pada pasien Diabetes Melitus tipe II. Tahap persiapan dimulai dengan membuat

dan menyerahkan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas

Page 52: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

36

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kepada salah

satu Rumah Sakit di Jakarta Utara.

4.5.2 Tahap pengumpulan data

Data yang dikumpulkan didapat dari Apotek salah satu Rumah Sakit di

Jakarta Utara pada bulan Mei – Juni 2017 dengan pengumpulan setiap senin-

jumat. Data dikumpulkan dan dicatat dengan dilakukan pengamatan mengenai

kelengkapan tahapan Prescribing, Transcribing, dan Dispensing dengan

penjabaran variabel penilaian sebagai berikut.

Tabel. 4.1 Penjabaran Variabel Penilaian Pada Prescribing, Transcribing, dan

Dispensing (Sumber: Susanti, 2013)

No. Tahapan Variabel Penilaian

1. Prescribing 1. Tidak ada nomer rekam medik,

2. Tidak ada nama pasien

3. Tidak ada tanggal lahir (usia pasien)

4. Tidak ada jenis kelamin pasien

5. Tidak ada tanggal resep

6. Tidak ada nama dokter penulis resep

7. Tidak ada SIP dokter

8. Tidak ada paraf dokter

9. Tidak ada nama obat

10. Tidak menuliskan satuan dosis

11. Tidak ada jumlah pemberian obat

12. Tidak ada aturan pakai

13. Tidak ada bentuk sediaan

2. Transcribing 1. Tidak jelas/lengkap nama pasien

2. Tidak jelas/lengkap nomor rekam medik

3. Tidak jelas/lengkap usia pasien

4. Tidak jelas/lengkap nama obat

5. Tidak jelas/lengkap dosis pemberian obat

6. Tidak jelas/lengkap aturan pakai

7. Tidak jelas/lengkap bentuk sediaan

8. Tidak jelas/lengkap tanggal permintaan resep

3. Dispensing 1. Salah pengambilan obat (konsentrasi berbeda)

2. Salah menghitung dosis

3. Pemberian obat diluar instruksi

4. Tempat penyimpanan tidak tepat

5. Obat kadaluarsa/sudah rusak

6. Salah /tidak lengkap menulis etiket

Page 53: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

37

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.5.3 Tahap manajemen data

Manajemen data dilakukan dengan cara mentranskrip data medication

error pada fase prescribing, transcribing, dan dispensing melalui resep

menggunakan formulir penilaian kesalahan pengobatan/medication error dan

selanjutnya dikumpulkan ke dalam komputer.

4.6 Alat Pengumpulan Data

Alat yang dipakai dalam pengumpulan data ini adalah resep pasien penyakit

Diabetes Melitus tipe II dari Poli Penyakit Dalam Instalasi Rawat Jalan salah satu

Apotek Rumah Sakit di Jakarta Utara dan formulir penilaian kesalahan

pengobatan (medication error) yang dibantu dengan alat tulis dan alat-alat yang

digunakan untuk mendokumentasikan penelitian, seperti foto dan lain-lain. Data

yang dikumpulkan merupakan resep yang masuk pada bulan januari – juni 2017.

4.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik Pengolahan data dilakukan sebagai berikut:

a. Editing

Proses pemeriksaan ulang kelengkapan data dan mengeluarkan data-

data yang tidak memenuhi kriteria agar dapat diolah dengan baik serta

memudahkan proses analisa. Kesalahan data dapat diperbaiki dan kekurangan

data di lengkapi dengan mengulang pengumpulan data atau dengan cara

penyisipan data (interpolasi)

b. Coding

Coding data merupakan kegiatan merekapitulasi data medication error

menjadi sebuah data yang berbentuk angka atau bilangan agar lebih mudah

diinterprestasikan. Data medication error yang telah berbentuk angka atau

bilangan tersebut selanjutnya dikelompokkan ke masing-masing tahap

prescribing, transcribing, dan dispensing.

c. Entry data

Entry data merupakan kegiatan memproses data yang telah

dikelompokkan sebelumnya. Rekapitulasi data medication error tersebut

selanjutnya diinput ke dalam komputer dengan menggunakan aplikasi

Page 54: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

38

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Microsoft Excel untuk melihat persentase medication error pada tahap

prescribing, transcribing, dan dispensing yang telah diamati.

d. Cleaning

Data yang sudah diinput diperiksa kembali untuk memastikan data

sudah bersih dari kesalahan dan siap untuk dianalisis.

e. Analisis Data

Analisis data kuantitatif dengan metode Root Cause Analysis (RCA)

menggunakan bantuan Diagram fishbone/Ishikawa. Diagram

fishbone/Ishikawa merupakan suatu alat visual utnuk mengindentifikasi,

mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua

penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Konsep dasar dari

Diagram fishbone/Ishikawa adalah permasalahan diletakkan pada bagian

kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang ikannya

(Scarvada, 2004).

Analisis data statistik yang akan dilakukan adalah analisis univariat.

Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk melihat variabel yang

terlibat dalam penelitian (Notoatmojo, 2003).

Page 55: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

39

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENELITIAN

Penelitian prospektif ini dilakukan terhadap 345 resep pasien Diabetes

Melitus tipe II di Instalasi Rawat Jalan salah satu Rumah Sakit di Jakarta Utara

tahun 2017. Penelitian ini dilakukan pada 3 tahap Medication Error yaitu pada

tahap Prescribing, Transcribing, dan Dispensing.

5.1.1 Hasil Analisa Data

5.1.1.1 Data Medication Error pada Tahap Prescribing

Tabel. 5.1 Distribusi hasil penilaian Medication Error pada tahap Prescribing di Apotek

Instalasi Rawat Jalan salah satu Rumah sakit di Jakarta Utara Tahun 2017.

No PARAMETER PENELITIAN JUMLAH

KEJADIAN

PERSEN

(%)

1 Tidak ada paraf dokter 301 87,25

2 Tidak ada SIP dokter 290 84,06

3 Tidak ada bentuk sediaan 15 4,35

4 Tidak ada nomor rekam medik 14 4,06

5 Tidak ada jenis kelamin pasien 14 4,06

6 Tidak ada nama dokter penulis resep 9 2,61

7 Tidak ada satuan dosis 8 2,32

8 Tidak ada tanggal lahir (usia) pasien 7 2,03

9 Tidak ada tanggal resep 4 1,16

10 Tidak ada nama pasien 0 0

11 Tidak ada nama obat 0 0

12 Tidak ada jumlah pemberian obat 0 0

13 Tidak ada aturan pakai 0 0

Dari tabel diatas menunjukan bahwa medication error pada tahap

prescribing terdapat resep yang tidak ada paraf dokter sekitar 87%, di ikuti oleh

tidak ada SIP dokter sekitar 84%, tidak ada bentuk sediaan sekitar 4,3%,

sedangkan tidak ada nomor rekam medik dan tidak ada jenis kelamin pasien

masing – masing sekitar 4%.

Page 56: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

40

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.1.1.2 Data Medication Error pada Tahap Transcribing

Tabel. 5.2 Distribusi hasil penilaian Medication Error pada tahap Transcribing di Apotek

Instalasi Rawat Jalan salah satu Rumah sakit di Jakarta Utara Tahun 2017.

No PARAMETER PENILAIAN JUMLAH

KEJADIAN

PERSEN

(%)

1 Tidak jelas/tidak lengkap bentuk sediaan 23 6,67

2 Tidak jelas/tidak lengkap aturan pakai 9 2,61

3 Tidak jelas/tidak lengkap usia pasien 3 0,87

4 Tidak jelas/tidak lengkap tanggal permintaan resep 2 0,58

5 Tidak jelas/tidak lengkap nama pasien 1 0,29

6 Tidak jelas/tidak lengkap nomor rekam medik 1 0,29

7 Tidak jelas/tidak lengkap nama obat 0 0

8 Tidak jelas/tidak lengkap dosis pemberian obat 0 0

Dari tabel diatas menunjukan bahwa medication error pada tahap

transcribing terdapat resep yang tidak jelas/tidak lengkap, yaitu bentuk sediaan

sekitar 6%, di ikuti aturan pakai sekitar 2%.

5.1.1.3 Data Medication Error pada Tahap Dispensing.

Tabel. 5.3 Distribusi hasil penilaian Medication Error pada tahap Dispensing di Apotek

Instalasi Rawat Jalan salah satu Rumah sakit di Jakarta Utara Tahun 2017.

No PARAMETERN PENILAIAN JUMLAH

KEJADIAN

PERSEN

(%)

1 Salah pengambilan obat (konsentrasi berbeda) 5 1,45

2 Salah/tidak lengkap menulis etiket 2 0,58

3 Salah menghitung dosis 0 0

4 Pemberian obat diluar instruksi 0 0

5 Tempat penyimpanan tidak tepat 0 0

6 Obat kadaluarsa/sudah rusak 0 0

Dari tabel diatas menunjukan bahwa medication error pada tahap

dispensing terdapat resep yang salah pengambilan obat (konsentrasi berbeda)

sekitar 1%.

Page 57: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

41

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.1.1.4 Hasil Kejadian Medication Error dengan menggunakan diagram

Fishbone.

Gambar 5.1: Model Diagram fishbone pada fase prescribing, fase transcribing dan dispensing

Diagram fishbone diatas adalah salah satu metode untuk melakukan analisa.

Diagram ini sering disebut diagram sebab-akibat (Aamoko,2013). Semakin

mendekati kepala ikan (ke kanan) semakin tinggi presentase yang mengakibatkan

faktor tersebut contoh pada diagram diatas paraf dokter dan SIP dokter. Semakin

besar presentase tersebut, semakin mendekati medication error.

5.2 PEMBAHASAN PENELITIAN

5.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian tentang evaluasi medication error pada tahap prescribing,

transcribing, dan dispensing ini dilakukan di apotek Instalasi Rawat Jalan salah

satu Rumah Sakit di Jakarta Utara terhadap pasien penyakit Diabetes Melitus tipe

II menggunakan lembar resep periode bulan Mei – Juni 2017, sampel yang

didapatkan selama pengamatan menggunakan teknik random sampling sebanyak

Page 58: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

42

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

345 lembar resep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terjadi medication

error pada tahap prescribing, transcribing, dan dispensing terhadap pasien

penyakit Diabetes Melitus tipe II.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di apotek Instalasi Rawat Jalan salah

satu Rumah Sakit di Jakarta Utara, alur perjalanan resep dimulai dari pasien

bertemu dengan dokter. Kemudian dokter akan menentukan anamnesis, diagnosis,

serta terapi. Kemudian dokter akan mengetik resep elektronik. Pada tahap

prescribing ini kerap terjadi kesalahan. Kemudian resep elektronik dikirimkan

kepada petugas administrasi kefarmasian yang ada di apotek, pasien akan

menerima nomor antrian, resep elektronik dicetak lalu akan diterima oleh petugas

kefarmasian. Dan setelah itu petugas kefarmasian akan menyiapkan, pada proses

tersebut bisa terjadi kesalahan dalam tahap transcribing dan dispensing. Lalu,

obat diberikan kepada apoteker untuk di periksa kembali, agar memperkecil

kemungkinan terjadinya kesalahan pada tahap dispensing. Setelah diperiksa

kembali, obat diberikan ke pasien oleh apoteker. Kemudian resep tersebut di nilai

berdasarkan formulir medication error yang telah dibuat oleh peneliti. Pada

penelitian ini peneliti menilai 3 tahap pada medication error yaitu pada tahap

prescribing, transcribing, dan dispensing terhadap pasien penyakit Diabetes

Mellitus tipe II di Instalasi Rawat Jalan salah satu Rumah Sakit di Jakarta Utara.

5.2.1.1 Identifikasi Medication Error (kesalahan dalam pengobatan) pada

tahap Prescribing

Pada hasil penelitian yang dilakukan pada tahap prescribing terdapat 13

komponen yang dinilai. Berdasarkan tabel 5.1 diketahui hasil dari analisa

Medication error terhadap resep pasien penyakit Diabetes Mellitus tipe II dapat

diketahui hasil penilaian pada bulan Mei – Juni 2017 yaitu: tidak ada paraf dokter,

tidak ada SIP dokter, tidak ada bentuk sediaan, tidak ada nomor rekamedik, tidak

ada jenis kelamin, tidak ada nama dokter penulis resep, tidak ada satuan dosis,

tidak ada tanggal lahir atau usia, tidak ada tanggal resep.

Hasil ketidak lengkapan data pasien ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan Susanti (2013) yang mendapatkan hasil ketidak

lengkapan data pasien pada proses prescribing yaitu: tidak ada paraf dokter, tidak

ada SIP dokter, tidak ada bentuk sediaan, tidak ada nomor rekamedik, tidak ada

Page 59: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

43

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

jenis kelamin, tidak ada nama dokter penulis resep, tidak ada satuan dosis, tidak

ada tanggal lahir atau usia, tidak ada tanggal resep. Selain itu hasil penelitian juga

sejalan dengan penelitian yang dilakukan dikota Yogyakarta yang menunjukkan

bahwa ketidaklengkapan resep disebabkan karena tidak adanya paraf, SIP dokter

dan tanggal penulisan resep (Rahmawati, 2002). Hal ini menggambarkan bahwa

medication error pada tahap prescribing sering ditemukan di Rumah Sakit. Pada

PERMENKES No. 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian,

ditegaskan bahwa persyaratan administrasi resep wajib mencantumkan nama

dokter, nomor SIP dokter, dan paraf dokter penulis resep.

Tidak ada nomor SIP dan paraf dokter disebabkan karena sebagian besar

pelayanan resep di salah satu Rumah Sakit di Jakarta Utara sudah menggunakan

elektronik. Dokter penulis resep sudah mempunyai akun serta password tersendiri

yang sudah tervalidasi oleh pihak RS, sehingga pada form resep elekronik tidak

tercantum SIP dan paraf dokter. Akan tetapi ada beberapa resep dokter yang

tergolong baru dan belum mempunyai akun resep elektronik. Selain itu, beberapa

resep manual juga tidak tercantum nomor SIP dan paraf dokter. Penulisan SIP

(Surat Izin Praktek) dokter dalam resep diperlukan untuk menjamin keamanan

pasien, bahwa dokter yang bersangkutan mempunyai hak dan dilindungi undang-

undang dalam memberikan pengobatan kepada pasien. Begitu juga dengan paraf

dokter. Paraf dokter dalam resep merupakan suatu bukti bahwa yang tertulis

dalam resep adalah benar sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keahliannya dokter

yang menulis resep.

Tidak ada bentuk sediaan dan satuan dosis obat terjadi karena sebagian

dokter menganggap petugas kefarmasian sudah paham bentuk sediaan dan satuan

dosis obat yang sudah sering diresepkan. Kesalahan berupa tidak adanya bentuk

sediaan dan satuan dosis obat sangat merugikan pasien, karena pemilihan bentuk

sediaan dan satuan dosis disesuaikan dengan kondisi tubuh pasien. Pemberian

bentuk sediaan dan satuan dosis obat yang tidak tepat dapat mengakibatkan

kegagalan terapi pada saat penggunaan obat oleh pasien. Selanjutnya, tidak ada

nama dokter penulis resep dikarenakan dokter cenderung lupa menulis namanya

di form resep. Kesalahan ini hanya terjadi pada resep manual. Tercantumnya

Page 60: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

44

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

nama dokter pada form resep sangat diperlukan pasien apabila terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan dalam pengobatannya.

Penulisan jumlah dan dosis obat harus ditulis dengan jelas agar terhindar

dari kesalahan pemberian jumlah dosis mengingat adanya obat-obat yang

memiliki dosis lebih dari satu, dimana dosis obat itu sendiri adalah jumlah atau

ukuran yang diharapkan dapat menghasilkan efek terapi pada fungsi tubuh yang

mengalami gangguan. Oleh karena itu, dosis sediaan harus ditulis dengan jelas

dan harus sesuai/tepat.

Data pasien dalam penulisan resep cukup penting, karena hal ini sangat

diperlukan dalam proses pelayanan peresepan karena dapat digunakan sebagai

pembeda ketika ada nama pasien yang sama, agar tidak terjadi kesalahan

pemberian obat pada pasien. Seperti contohnya umur dan nomor rekam medis

pasien sangatlah penting dan harus dicantumkan dalam resep. Bentuk keridak

lengkapan data pasien dalam resep yang diamati ini beragam, yaitu karena tidak

dituliskannya nama pasien, tanggal lahir atau umur pasien, alamat, nomor

rekamedis pasien, atau bahkan tidak dicantumkan keseluruhan.

Seperti data pasien yang tidak lengkap hal ini menyebabkan adanya

hambatan ketika resep tersebut akan diberikan kepada pasien. Tulisan tangan yang

tidak jelas, nama obat yang membingungkan dapat mengakibatkan kesalahan

pengambilan obat sehingga berakibat fatal bagi pasien bila sampai pada tahap

pemberian obat, karena yang diberikan tidak sesuai dengan penyakitnya.

Penulisan resep harus ditulis dengan benar dan jelas, jika resep tidak terbaca

dengan jelas akan berakibat fatal. Jika resep tidak terbaca dengan jelas, maka bisa

menimbulkan kesalahan pada tahap transcribing, yaitu kesalahan pada saat

penerjemahan nama obat, konsentrasi, dosis pemberian obat, durasi pemberian,

rute pemberian, bentuk sediaan, dan tanggal permintaan resep, jika pada tahap

transcribing telah terjadi kesalahan maka pada tahap Dispensing dan selanjutnya

juga akan menemukan kesalahan dalam melakukan pelayanan obat yakni pada

saat pengambilan obat (jenis/konsentrasi berbeda), salah menghitung dosis.

Dengan demikian kemungkinan terjadi Medication Error menjadi lebih besar.

Sehingga perlu dilakukan konfirmasi kepada dokter mengenai resep yang

dituliskan.

Page 61: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

45

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk melakukan antisipasi kesalahan dalam peresepan obat maka

apoteker harus melakukan konfirmasi ulang mengenai penulisan resep yang tidak

lengkap dan jelas untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam pelayanan

kefarmasian.

5.2.1.2 Identifikasi Medication Error (kesalahan dalam pengobatan) pada

tahap Transcribing.

Pada tahap transcribing terdapat 8 komponen yang dinilai. Berdasarkan

tabel 5.2 diketahui hasil dari analisa terhadap resep pasien penyakit Diabetes

Melitus tipe II dapat diketahui hasil penilaian pada bulan Mei - Juni 2017 bahwa

kesalahan yang berpotensi menimbulkan Medication Error yaitu: tidak jelas/tidak

lengkap bentuk sediaan, tidak jelas/tidak lengkap aturan pakai, tidak jelas/tidak

lengkap usia pasien, tidak jelas/tidak lengkap tanggal permintaan resep, tidak

jelas/tidak lengkap nama pasien dan tidak jelas/tidak lengkap nomor rekamedik.

Hal ini sejalan dengan penelitian Bates (JAMA,1995) yang menunjukkan bahwa

peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (Medication error) setelah tahap

prescribing adalah transcribing.

Kesalahan pada fase trascribing ini karena seringnya ditemukan resep

manual, dengan tulisan dokter yang tidak jelas sehingga mengakibatkan resep sulit

terbaca dan dokter tidak secara lengkap menuliskan/mengetik aturan pakai pada

lembar resep karena dokter menganggap tenaga kesehatan farmasi sudah paham

aturan pakai obat yang akan diberikan kepada pasien. Tidak jelas/ tidak lengkap

bentuk sediaan dikarenakan bentuk sediaan obat yang diberikan merupakan obat

yang biasa digunakan seperti metformin, gluvas dan metrix. Sehingga perlu

diklarifikasi dengan dokter penulis resep yang tentunya hal ini juga sangat

mempengaruhi efektivitas waktu dalam pelayanan resep bagi pasien. Apabila

tidak dilakukan klarifikasi, maka dapat berdampak buruk dalam ketepatan

pemberian obat untuk pasien jika terjadi kesalahan dalam memberikan obat dan

dapat berakibat fatal.

Page 62: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

46

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.2.1.3 Identifikasi Medication Error (kesalahan dalam pengobatan) pada

tahap Dispensing

Pada hasil penelitian yang dilakukan pada tahap dispensing terdapat 6

komponen yang dinilai. Berdasarkan tabel 5.3 diketahui hasil dari analisa

Medication error terhadap resep pasien penyakit Diabetes Melitus tipe II dapat

diketahui hasil penilaian pada bulan Mei – Juni 2017 yaitu: salah pengambilan

obat (konsentrasi berbeda) dan salah/tidak lengkap menulis etiket. Sedangkan

berdasarkan hasil penelitian kesalahan pada proses dispensing seperti kesalahan

menghitung dosis, pemberian obat diluar intruksi, tempat penyimpanan tidak

tepat, obat kadaluarsa atau sudah rusak, dan salah/tidak lengkap menulis etiket

tidak terjadi kesalahan, hal ini tidak sejalan dengan laporan Depkes 2008 bahwa

Medication error pada tahap dispensing yang menduduki kejadian tertinggi.

Kesalahan pada fase dispensing (salah pengambilan obat) ini disebabkan

karena obat memiliki bentuk dan nama yang serupa/ look-alike sound-alike

(LASA). Selain itu, banyaknya resep yang masuk ke apotek, sehingga

mengakibatkan tenaga kesehatan farmasi kesulitan untuk melakukan proses

pengambilan obat tersebut. Sedangkan salah atau tidak lengkap menulis etiket, ini

disebabkan karena etiket yang di tulis tidak lengkap sehingga dapat berpotensi

menimbulkan medication error. Dari data di atas, maka dapat diketahui bahwa

tingkat Medication Error masih kerap terjadi dalam praktek sehari-hari di

Instalasi rawat jalan salah satu Rumah Sakit Jakarta Utara.

Hasil pengamatan pada penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

informasi kepada dokter dan farmasis di salah satu Rumah Sakit di Jakarta Utara

mengenai penulisan resep yang tidak sesuai dengan PERMENKES RI No. 35

tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek, Berdasarkan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 menjelaskan bahwa

Rumah Sakit wajib melaksanakan standar keselamatan pasien.

Page 63: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

47

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pelayanan resep

pada tahap prescribing, transcribing dan dispensing pada pasien Diabetes Mellitus

tipe II di Instalasi Rawat Jalan salah satu Rumah Sakit di Jakarta Utara adalah :

1) Pada prescribing meliputi: tidak ada paraf dokter sekitar 87%, dikuti oleh

tidak ada SIP dokter sekitar 84%, tidak ada bentuk sediaan sekitar 4,3%,

sedangkan tidak ada nomor rekam medik dan tidak ada jenis kelamin

pasien masing – masing sekitar 4%.

2) Pada transcribing meliputi: tidak jelas/tidak lengkap bentuk sediaan 6,6%,

diikuti oleh tidak jelas/tidak lengkap aturan pakai 2,6%, tidak jelas/tidak

lengkap usia pasien 0,87%, tidak jelas/tidak lengkap tanggal permintaan

resep 0,29%.

3) Pada dispensing meliputi: salah pengambilan obat (konsentrasi berbeda)

sebanyak 1,45%, ikuti salah/tidak lengkap menulis etiket 0,58%.

6.2 SARAN

1. Setelah melihat kesimpulan diatas dapat diketahui upaya – upaya untuk

memperbaiki tingkat medication error pada tahap prescribing, transcribing

dan dispensing pada pasien Diabetes Mellitus tipe II di Instalasi Rawat Jalan

salah satu Rumah Sakit di Jakarta Utara yaitu:

a. Dilakukan edukasi secara bertahap mengenai keselamatan pasien dan

penerapan pelayanan kefarmasian kepada seluruh tenaga medis di

Instalasi Rawat Jalan salah satu Rumah Sakit di Jakarta Utara

b. Dilakukan penambahan personil petugas apotek.

2. Kepada dokter, farmasi maupun tenaga kesehatan lainnya diharapkan untuk

memperhatikan hal-hal yang berpotensi menimbulkan medication error.

3. Kepada peneliti selanjutnya agar dilakukan lebih lanjut mengenai medication

error hingga sampai pada tahap penilaian potensial cedera pada pasien

Diabetes Mellitus tipe II.

Page 64: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

48

48 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Academy of Managed Care Pharmacy. (2010). Medication Errors.

http://www.amcp.org/WorkArea/DownloadAsset.aspx?id=9300. diakses

pada tanggal 4 November 2016 pukul 01.25 WIB.

American Diabetes Asoociation. 2014. Standards of Medical Care In Diabetes

2014, Vol 37 (suppl 1) . American Diabetes Asoociation. Hal. 27.

American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.

Diabetes Care. 2013 Jan; 36(suppl 1):S67-S74.

American Society of Health-System Pharmacists. (2016). ASHP Guidelines on

Preventing Medication Errors in Hospitals. http://www.ashp.org. diakses

pada tanggal 4 November 2016 pukul 01.23 WIB.

Anonim. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 58 Tahun 2014 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Menteri Kesehatan RI.

Australian Commission on Safety and Quality in Health Care. (2010). Patient

Safety in Primary Health Care. http://www.safetyandquality.gov.au.

diakses pada tanggal 4 November 2016 pukul 20.46 WIB.

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan

RI.(2013). Riset kesehatan dasar (Riskesdas).

Barrett K, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. (2010) Ganong’s review of

medical physiology 23rd ed. United states of America: The mcGraw-Hill

companies.

Departemen kesehatan RI. (2008) Tanggung jawab apoteker terhadap keselamatan

pasien (patient safety).

DepKes. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Jakarta: Depkes RI.

Page 65: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

49

49 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gunardi AD. (2015). Penerapan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk

Mendeteksi Prescription Error pada Resep Poli Jantung di Instalasi Rawat

Jalan RSUP Fatmawati. Skripsi Sarjana Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Guyton AC, Hall JE. Guyton and Hall. (2011) Textbook of Medical Physiology

12th ed. Philadelpia: Saunders Elsevier.

Hartel MJ, Staub LP, Roder C, Eggli S. (199). High incidence of medication

documentation errors in a swiss university hospital due to the handwritten

prescription process. BMC health services research 2011;11:1-6

International Federation of Diabetes. (2013) IDF Diabetes Atlas 6th Ed.

Kharroubi AT, Darwish HM. 2015. Diabetes mellitus: The epidemic of the

century. World J Diabetes. June 25; 6(6): 850-67.

Kunac DL, Tatley MV, Seddon ME. (2014). A new web-based medication error

reporting programme (MERP) to supplement pharmacovigilance in New

Zealand: findings from a pilot study in primary care. Journal of the New

Zealand Medical Association. Aug;127(1401):69-81

Lisby M, Nielsen LP, Mainz J. (2005).Errors in the medication process:

frequency, type, and potential. International journal for quality in health

care;17(1):15-22.

Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson. (2014). Ilmu

Kesehatan Anak Esensial ed ke 6. Singapora: Saunders Elsevier.

Meek CL, Lewis HB, Patient C, Murphy HR, Simmons D.(2015). Diagnosis of

gestational diabetes mellitus: Falling through the net. Article of

Diabetologia.

Mihardja L, Soetrisno U, Soegondo S. (2014). Prevalence and clinical profile of

diabetes mellitus in productive aged urban Indonesians. J Diabetes Invest.

Page 66: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

50

50 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention.

(2016). About Medication Errors. http://www.nccmerp.org/about-

medication-errors. diakses pada tanggal 3 November 2016 pukul 23.50

WIB

Nur, Apriliana. (2016). Studi Prospektif Dampak Intervensi Sosialilasi Terhadap

Kejadian Nyaris Cedera Pelayanan Kefarmasian di Apotek Rawat Jalan

Rumkital Dr. Mintohardjo periode April - Mei 2016. Tangerang Selatan:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PerMenKes) No.58.2014.

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Jakarta : Menteri

Kesehatan Republik Indonesia.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI).(2015) Konsensus

pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.

Ramachandran A, Snehalatha C, Shetty AS, Nanditha A. (2012) Trends in

prevalence of diabetes in Asian countries. World J Diabetes. June 15; 3(6):

110-17

Rahmawati, fita & oetari, R.A. 2002. kajian penulisan resep: tinjauan aspek

legalitas dan kelengkapan resep di apotek-apotek kotamadya

yogyakarta : majalah farmasi indonesia 13(2)

Sekhar, Sonal et al.2011. Study on dispensing errors of inpatient prescriptions in a

tertiary care hospital. Der Pharmacia Sinica p :14-18

Siregar, charles J.P. 2006. farmasi klinik teori dan penerapan. jakarta:EGC

Siregar, Carles Jp.2003.Farmasi Rumah Sakit Teori Dan Penerapan.Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam ed ke-5; Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta: Interna

Publishing. 2010;h1873-929

Page 67: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

51

51 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sugiyama T. Management of Gestational Diabetes Mellitus.(2011). Japan Medical

Association Journal.

Susanti I. (2013). Identifikasi Medication Erorr pada Fase Prescribing,

Transcribing, dan Dispensing di Depo Farmasi Rawat Inap Penyakit

Dalam Gedung Teratai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Skripsi

Sarjana Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Silverthorn DU.(2010). Human physiology an integrated approach 5th ed. San

Francisco: Pearson education.

Page 68: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

52

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Lembar kerja pengamatan

Tanggal :

Nama Pasien :

Nomer Rekam Medik :

NO

TAHAP

MEDICATION

ERROR

PARAMETER YANG DINILAI

TERJADI

(√)

/TIDAK

(-)

1 Prescribing Error

Tidak ada nomer rekam medik

Tidak ada nama pasien

Tidak ada tanggal lahir (usia)

Tidak ada jenis kelamin

Tidak ada tanggal resep

Tidak ada nama dokter penulis resep

Tidak ada SIP dokter

Tidak ada paraf dokter

Tidak ada nama obat

Tidak ada satuan dosis

Tidak ada jumlah pemberian obat

Tidak ada aturan pakai

Tidak ada bentuk sediaan

2 Transribing Error

Tidak jelas/lengkap nama pasien

Tidak jelas/lengkap nomor rekam medik

Tidak jelas/lengkap usia pasien

Tidak jelas/lengkap nama obat

Tidak jelas/lengkap dosis pemberian obat

Tidak jelas/lengkap durasi pemberian obat

Tidak jelas/lengkap bentuk sediaan

Tidak jelas/lengkap tanggal permintaan resep

3 Dispensing Error

Salah pengambilan obat (konsentrasi berbeda)

Salah menghitung dosis

Pemberian obat diluar instruksi

Tempat penyimpanan tidak tepat

Obat kadaluarsa/sudah rusak

Tidak ada/lengkap menulis etiket

Page 69: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

53

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Contoh Resep

Page 70: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

54

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Contoh dispensing obat

1. Pengambilan obat pada tempat raknya

2. Mencocokan obat dengan resep

3. Masukan obat ke dalam plastik clip dan pemberian etiket

Page 71: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

55

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Gambar rak obat

Obat Generik

Obat Paten

Page 72: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

56

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Alur Perjalanan Resep pada Salah Satu Rumah Sakit di

Jakarta Utara

Pasien bertemu dengan dokter

Dokter menentukan anamnesis,

diagnosis, serta terapi

Dokter menulis resep (prescribing)

Pasien meyerahkan resep pada petugas

kefarmasian

Petugas kefarmasian atau Apoteker

membaca resep dokter (transcribing)

Petugas kefarmasian atau Apoteker

menyiapkan obat untuk pasien

(dispensing)

Apoteker melakukan pengecekan

kembali resep

Apoteker memberikan obat kepada

pasien

Parameter yang dinilai

Tidak ada paraf dokter

Tidak ada SIP dokter

Tidak ada bentuk sediaan

Tidak ada nomor rekam medik

Tidak ada jenis kelamin

pasien

Tidak ada nama dokter penulis

resep

Tidak ada satuan dosis

Tidak ada tanggal lahir (usia)

pasien

Tidak ada tanggal resep

Tidak ada nama pasien

Tidak ada nama obat

Tidak ada jumlah pemberian

obat

Tidak ada aturan pakai

Parameter yang dinilai

Salah pengambilan obat

(konsentrasi berbeda)

Salah/tidak lengkap menulis

etiket

Salah menghitung dosis

Pemberian obat diluar

instruksi

Tempat penyimpanan tidak

tepat

Obat kadaluarsa/sudah rusak

Parameter yang dinilai

Tidak jelas/tidak lengkap

bentuk sediaan

Tidak jelas/tidak lengkap

aturan pakai

Tidak jelas/tidak lengkap usia

pasien

Tidak jelas/tidak lengkap

tanggal permintaan resep

Tidak jelas/tidak lengkap

nama pasien

Tidak jelas/tidak lengkap

nomor rekam medik

Tidak jelas/tidak lengkap

nama obat

Tidak jelas/tidak lengkap

dosis pemberian obat

Page 73: SKRIPSI ANGGA MAULIDAN PERNAMA NIM : 1112102000008 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37286/1/ANGGA...resep pasien . diabetes . mellitus tipe ii . ditinjau dari

57

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian