SKENARIO 2 Laki-laki 68 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan menurut keluarganya tiba-tiba terpeleset dan jatuh terduduk di depan kamar mandi tadi pagi. Setelah itu kedua tungkai tak dapat digerakkan tetapi kalau diraba atau dicubit masih dirasakan oleh penderita. Sejak seminggu penderita terdengar batuk-batuk dan agak sesak napas serta nafsu makan sangat berkurang, tetapi tidak demam. Penderita selama ini mengidap dan minum obat penyakit kencing manis dan tekanan darah tinggi, kedua mata dianjurkan untuk operasi tetapi penderita selalu menolak. KATA SULIT 1. Jatuh : suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat kejadian sehingga penderita mendadak terbaring atau terduduk dilantai atau ditempat yang rendah dengan atau tanpa hilangnya kesadaran. KATA KUNCI 1. Laki-laki 68 tahune 2. Keluhan tiba-tiba terpeleset dan jatuh terduduk tadi pagi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SKENARIO 2
Laki-laki 68 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan menurut keluarganya tiba-tiba
terpeleset dan jatuh terduduk di depan kamar mandi tadi pagi. Setelah itu kedua
tungkai tak dapat digerakkan tetapi kalau diraba atau dicubit masih dirasakan oleh
penderita. Sejak seminggu penderita terdengar batuk-batuk dan agak sesak napas
serta nafsu makan sangat berkurang, tetapi tidak demam. Penderita selama ini
mengidap dan minum obat penyakit kencing manis dan tekanan darah tinggi, kedua
mata dianjurkan untuk operasi tetapi penderita selalu menolak.
KATA SULIT
1. Jatuh : suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat
kejadian sehingga penderita mendadak terbaring atau terduduk dilantai atau
ditempat yang rendah dengan atau tanpa hilangnya kesadaran.
KATA KUNCI
1. Laki-laki 68 tahune
2. Keluhan tiba-tiba terpeleset dan jatuh terduduk tadi pagi
3. Kedua tungkai tidak dapat digerakkan.
4. Kedua tungkai kalau diraba atau dicubit masih dirasakan
5. Sejak seminggu penderita batuk-batuk dan agak sesak napas, nafsu makan
berkurang, tidak demam.
6. Riwayat penyakit terdahulu DM, hipertensi.
7. Riwayat pengobatan DM, hipertensi.
8. Kedua mata dianjurkan untuk dioperasi.
PERTANYAAN
1. Apa penyebab jatuh pada skenario?
2. Apa faktor resiko jatuh pada lansia?
3. Bagaimana hubungan riwayat penyakit terdahulu dengan keadaan yang dialami
sekarang?
4. Apa yang menyebabkan tungkai tidak bisa digerakkan tetapi masih terasa bila
diraba dan dicubit?
5. Bagaimana pengaruh obat terhadap jatuh yang dialami pasien pada skenario?
6. Bagaimana pendekatan diagnostic pada scenario?
7. Apa komplikasi yang dapat terjadi akibat jatuh?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada skenario?
JAWABAN
1. Penyebab jatuh pada scenario :
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor,
antara lain:1(Kane, 1994; Reuben, 1996; Tinetti,1992; Campbell, 1987,
Brocklehurst, 1987).
a. Kecelakaan (merupakan penyebab utama)
- Murni kecelakaan, misalnya terpleset, tersandung.
- Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat
proses menua, misalnya karena mata kurang jelas, benda-benda yang ada
di rumah tertabrak, lalu jatuh.
b. Nyeri kepala dan/atau vertigo
c. Hipotensi orthostatic
- Hipovolemia / curah jantung rendah
- Disfungsi otonom terlalu lama berbaring
- Pengaruh obat-obat hipotensi
d. Obat-obatan
- Diuretik / antihipertensi
- Antidepresan trisiklik
- Sedativa
- Antipsikotik
- Obat-obat hipoglikemik
- alkohol
e. Proses penyakit yang spesifik, misalnya:
- Aritmia
- Stenosis
- Stroke
- Parkinson
- Spondilosis
- Serangan kejang
f. Idiopatik (tidak jelas sebabnya)
g. Sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba):
- Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
- Terbakar matahari
h. Faktor lingkungan :
1) Alat-alat atau perabot rumah tangga yang sudah tidak layak pakai karena
sudah tua, tidak stabil, atau tergeletak di sembarang tempat.
2) Tempat tidur atau jamban yang rendah (jongkok) sehingga menyulitkan
lansia ketika akan berdiri.
3) Tempat berpegangan yang tidak kuat / susah dipegang :
a. Lantai yang tidak datar, baik ada trapnya atau menurun
b. Karpet yang kurang baik, sehingga bisa membuat jatuh, keset yang
tebal,/menekuk pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin
dan mudah tergeser.
c. Lantai yang licin dan basah yang tidak diperhatikan
d. Penerangan yang kurang baik (kurang terang atau terlalu
menyilaukan)
e. Alat bantu jalan yang ukuran, berat, maupun penggunaannya yang
tidak tepat.
i. Faktor situasional :
1) Aktivitas
Sebagian besar lansia jatuh saat melakukan aktivitas biasa seperti
berjalan, naik atau turun tangga, dan mengganti posisi. Hanya sedikit
(sekitar 5 %) yang jatuh saat melakukan aktivitas berbahaya seperti
olahraga berat bahkan mendaki gunung. Sering juga jatuh pada lansia
disebabkan karena aktivitas yang berlebihan, mungkin karena kelelahan
atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Dapat juga terjadi jatuh pada
lansia yang imobil (jarang bergerak) ketika lansia tersebut ingin pindah
tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.
2) Lingkungan
Sekitar 70 % jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10 % terjadi di tangga,
dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding saat naik,
yang lainnya terjadi karena tersandung / menabrak benda (perabot rumah)
yang tergelatak sembarangan, lantai yang licin atau tidak rata, penerangan
yang kurang.
3) Penyakit akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut dari
penyakit kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan jatuh,
misalnya sesak napas akut pada penderita penyakit paru obstruktif
menahun, nyeri dada tiba-tiba pada penderita penyakit jantung iskemik,
dan lain-lain.
2. Faktor resiko jatuh pada lansia :
Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa
stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh : 2
a. Sistem Sensorik
Yang berperan di dalam adalah visus (penglihatan), pendengaran, fungsi
vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan perubahan pada mata akan
menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan
menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada
lansi yang diduga karena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses
menua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan menganggu
fungsi proprioseptif.
b. Sistem Saraf Pusat (SSP)
SSP akan memberikan respon motorik untuj mengantisipasi input sensorik
untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson,
hydrocephalus, tekanan normal sering diderita oleh lansia dan menyebabkan
gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik.
c. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia disosiasikan dengan meningkatnya resiko
jatuh
d. Muskuloskeletal
Faktor ini disebabkan oleh beberapa penelitian merupakan fakta yang benar-
benar murni milik lansia yang beperan besar terhadap terjadinya jatuh.
Gangguan muskuloskeletal meyebabkan gaya berjalan (gait I dan ini
berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang
terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh :
- Kekakuan jaringan penghubung
- Berkurangnya massa otot
- Perlambatan konduksi saraf
- Penurunan visus / lapangan pandang
- Kerusakan proprioseptif
Yang kesemuanya menyebabkan :
- Penurunan range of motion (ROM) sendi
- Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas
bawah
- Perpanjangan waktu reaksi
- Kerusakan persepsi dalam
- Peningkatan postural sway (goyangan badan)
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan bergerak, langkah
pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal, kaki tidak dapat
menapak dengan kuat dan lebih cenderun gampah goyah. Perlambatan reaksi
mengakibatkan lansia susah /terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan
sepetrti terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tina, sehingga mudah jatuh.
Secara singkat faktor resiko jatuh pada lansia dibagi dalam 2 golongan besar
yaitu:
1. Faktor-faktor intrinsik (factor dari dalam)
- Kondisi fisik dan neuropsikiatrik
- Penurunan visus dan pendengaran
- Perubahan neuro muskuler, gaya berjalan, dan reflex postural karena
proses menua
2. Faktor-faktor ektrinsik (factor dari luar)
- Obat-obatan yang diminum
- Alat-alat bantu berjalan
- Lingkungan yang tidak mendukung (berbahaya)
3. Hubungan riwayat penyakit terdahulu dengan riwayat penyakit
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban kerja jantung bertambah.
Sebagai akibatnya, terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah
jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui, dan terjadi dilatasi
dan payah jantung. Payah jantung diperparah oleh hiperglikemia yang dialami,
karena miokardium kekurangan ATP untuk melakukan kontraksi. Selain itu, terja
dikerusakan pada pembuluh darah akibat hipertensi (khususnya arteri dan
arteriole) yang menyebabkan penyumbatan pembuluh darah progresif. Bila
pembuluh darah menyempit dan kontraksi miokardium ventrikel menurun maka
aliran arteri terganggu dan dapat menyebabkan mikro infark jaringan, yang
ditandai dengan keluhan lelah dan mengantuk pada pasien.3
Pada hipertensi, terjadi perubahan pembuluh darah retina. Selain itu, timbul
mikroangipati (lesi-lesi yang ditandai dengan peningkatan penimbunan
glikoprotein), karena senyawa kimia ini dari membrane dasar dapat berasal dari
glukosa. Maka hiperglikemia pada DM dapat menyebabkan bertambahnya
kecepatan pembentukan sel-sel membrane dasar.3
Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma dari arteriole retina.
Akibatnya perdarahan,neovaskularisasi, dan jaringanparut retina dapat
mengakibatkanb kebutaan.3
Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan jalur poliol
(glukosa→sorbitol→fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan
sorbitol dalam lensa sehingga mengakibatkan pembentukan katarak dan
kebutaan.3
Berdasarkan skenario, jika dihubungkan dengan penyakitnya, pasien terjatuh
akibat mikro infark pada jaringan dan komplikasi DM (neuropati diabetik dan
katarak senilis).3
4. Mengapa tungkai tidak bias digerakkan tetapi masih terasa bila diraba atau
dicubit:
Masukan sensorik yang dihasilkan oleh stimulus akan ditangkap oleh reseptor
dimana reseptor akan mengubah stimulus tersebut menjadi potensial aksi yang
disebut sebagai proses transduksi. Kejadian ini terjadi pada tingkat perifer.
Potensial aksi ini akan disalurkan melalui neuron aferen menuju chorda spinalis
yang terjadi pada tingkat spinal dari proses transmisi. Stimulus ini akan
diteruskan ke nucleus batang otak atau nucleus vestibularis melalui jalur
spinothalamicus menuju ke thalamus. Thalamus berfungsi sebagai stasiun
penyambung yang menghubungkan antara chorda spinalis dan korteks
somatosensorik di tingkat korteks. Proses ini terjadi pada tingkat subkorteks,
dimana thalamus akan menyaring sinyal-sinyal yang tidak bermakna dan
mengarahkan impuls-impuls sensorik penting ke daerah somatosensorik dan
bagian otak daerah lain. Thalamus, korteks somatosensorik dan daerah asosiasi
korteks berperan dalam mengarahkan kita pada sesuatu yang menarik. Thalamus
juga berperan penting dalam kontrol motorik dengan cara positif memperkuat
perilaku motorik volunteer motorik yang dihasilkan oleh korteks. Dari
thalamus,stimulus dilanjutkan ke daerah sensoris korteks. Di tingkat korteks
stimulus akan diolah didalam korteks somatosensorik di lobus parietalis. Setelah
diolah stimulus akan diarahkan ke daerah asosiasi motorik suplementer dan
daerah asosiasi prafrontalis. Setelah itu stimulus berlanjut ke korteks motorik
primer, kemudian informasi perintah motorik akan dimasukkan keempat tempat
yaitu ke thalamus untuk memperkuat informasi perintah motorik yang dihasilkan
oleh korteks motorik primer. Yang kedua, Nukleus batang otak yang selanjutnya
akan disalurkan ke neuron motorik. Yang ketiga, informasi motorik akan
dimasukkan kedalam cerebelum dimana daerah ini akan menerima reseptor dari
perifer yang memberitahu apa yang sebenarnya terjadi berkaitan dengan gerakan
dan posisi tubuh, cerebelum pada dasarnya bertindak sebagai manajemen
menengah, membandingkan keinginan atau perintah dari pusat-pusat yang lebih
tinggi dengan mengoreksi setiap kesalahan atau penyimpangan dari gerakan yang
di inginkan. Penyesuaian-penyesuaian ini memastikan agar gerakan dapat terarah
tepat dan mulus. Yang keempat, melalui jalur kortikospinalis informasi motorik
akan diteruskan langsung ke neuron motorik, setelah sampai di neuron motorik,
neuron motorik akan mengirimkan informasi gerakan motorik ke efektor melalui
saraf eferen untuk menghasilkan suatu gerakan yang di inginkan.4
Nukleus basal atau basal ganglia memiliki peran kompleks dalam mengontrol
gerakan selain memiliki fungsi-fungsi non motorik yang masih belum diketahui,
secara khusus nukleus basal penting dalam :
1) Menghambat tonus otot diseluruh tubuh (tonus otot yang sesuai biasanya
dipertahankan oleh keseimbangan antara masukan inhibitorik dan eksetatorik
ke neuron-neuron yang mempersarafi otot rangka)
2) Memilih dan mempertahankan aktifitas motorik bertujuan sementara
menekan pola gerakan yang tidak berguna atau tidak diinginkan
3) membantu memantau kontraksi-kontraksi yang menetap atau yang
menghambat.
Nukleus basal tidak secara langsung mempengaruhi neuron motorik eferen yang
menyebabkan kontraksi otot, tetapi bertindak dengan memodifikasi aktifitas-
aktifitas yang sedang berlangsung dijalur jalur motorik, diperkirakan bahwa
thalamus secara positif memperkuat perilaku motorik volunter yang dimulai oleh
korteks serebrum sedangkan nukleus basal memodulasikan aktifitas ini dengan
menggunakan efek inhibisi terhadap thalamus untuk menghilangkan gerakan-
gerakan antagonistik atau tidak diperlukan. Nukleus basal juga menggunakan
efek inhibisi pada neuron motorik dengan bekerja melalui neuron-neuron batang
otak.4
Gerakan terkoordinasi bergantung pada keseimbangan yang sesuai dengan
aktifitas kedua masukan tersebut, jika sistem inhibitorik yang berasal dari batang
otak terganggu, otot-otot menjadi hiperaktif karena aktifitas masukan eksitatorik
ke neuron motorik tidak dilawan. Keadaan ini dikenal sebagai paralisis spastik,
sebaliknya hilangnya masukan eksitatorik seperti yang menyertai kerusakan
jalur-jalur eksitatorik descedens yang keluar dari korteks motorik primer
menimbulkan paralisis flaksid, contoh kerusakan salah satu motorik primer
disalah satu sisi otak seperti yang terjadi pada stroke menyebabkan paralisis
flaksid diseparuh badan yang berlawanan. Kerusakan serebelum atau nukleus
basal tidak menimbulkan paralisis tapi menyebabkan aktifitas yang tidak
terkoordinasi dan canggung, serta pola gerakan yang tidak sesuai sedangkan
kerusakan didaerah korteks yang lebih tinggi dan berperan dalam perancangan
aktifitas motorik menyebabkan ketidakmampuan membuat perintah motorik
yang sesuai dengan gerakan-gerakan yang diinginkan.4
5. Hubungan riwayat minum obat dengan jatuh:
Obat hipertensi dan diabetes mellitus dapat menyebabkan hipotensi postural,
hipoglikemik atau penurunan kewaspadaan.
Penggunaan obat anti hipertensi yang berlebihan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan hipotensi ortostatik. Contoh:5
1) Diuretik menyebabkan peningkatan ekskresi natrium, klorida dan air
sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel. Vasodilatasi
perifer yang terjadi disebabkan adanya penyesuaian pembuluh darah perifer
terhadap pengurangan volume plasma terus menerus.
2) β-blocker menyebabkan pengurangan denyut jantung dan kontraktilitas
miokard menyebabkan curah jantung berkurang.
3) α-blocker menghambat reseptor α1 di pembuluh darah terhadap efek
vasokonstriksi NE dan E sehingga terjadi dilatasi vena dan arteriol.
4) Adrenolitik sentral (klonidin, guanabenz dan guanfasin, metildopa)
menyebabkan penurunan denyut jantung dan curah jantung.
5) penghambat enzim angiotensin menyebabkan penurunan pembentukan
angiotensinogen II sehingga menimbulkan vasodilatasi
Obat hipoglikemi oral dapat menyebabkan hipoglikemi akut. Contoh:
sulfonilurea. Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pancreas
untuk melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada
pasien yang masih mampu mensekresi insulin. Efek hipoglikemia sulfonilurea
adalah dengan merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta
pancreas. Bila sulfonylurea terikat pada sel reseptor (SUR) channel tersebut
maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya
penurunan permeabilitas K pada membrane sel beta, terjadi depolarisasi
membrane dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan
peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terikat pada Calmodulin, dan menyebabkan
eksositosis granul yang mengandung insulin.5
6. Pendekatan diagnostik pada scenario:
Direkomendasikan untuk melakukan asesmen pada lansia sebagai bagian dari
pemeriksaan rutin yang meliputi:6
1) Semua lansia yang control rutin di puskesmas atau dokter atau tenaga
kesehatan lain wajib untuk ditanya tentang jatuh minimal setahun sekali.
2) Semua lansia yang pernah dilaporkan jatuh satu kali wajib diobservasi
dengan meminta untuk melakukan the get and go tes. Apabila pasien dapat
melakukan tanpa kesulitan tidak memerlukan asesmen lanjutan.
3) Pasien yang mengalami kesulitan untuk melakukan tes itu memerlukan kajian
lebih lanjut.
Assessment dan pengelolaan jatuh secara lebih mendalam dapat dilihat pada
appendik E. Asesmen jatuh komprehensif dilakukan pada lansia yang
memerlukan perhatian medis karena jatuh yang baru saja terjadi, lansia yang
jatuh berulang, atau lansia menunjukkan abnormalitas gaya berjalan /
keseimbangan, dan lansia yang takut untuk jatuh. Asesmen dilakukan secara
individual (satu pasien berbeda dengan pasien yang lain) dan dilaksanakan oleh
klinisi yang mempunyai pengalaman dan keahlian yang tepat, bila
memungkinkan dirujuk ke getriatrician.6
Asesmen jauh merupakan bagian dari assesmen geriatric. Assesmen jatuh
meliputi: 6
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen seperti dibawah ini:
(Kane, 1994; Fischer, 1982)
A. Riwayat Penyakit (Jatuh)
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau
keluarganya. Anamnesis ini meliputi:6
1. Seputar jatuh: mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung,
berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok,
sedang makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau
bersin, sedang menoleh tiba-yiba atau aktivitas lain
2. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-