This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………… 3SKENARIO …………………………………………………………………................................... 4 1. KLARIFIKASI ISTILAH ……………………………………………………………………... 42. IDENTIFIKASI MASALAH …………………………………………………………………. 53. ANALISIS MASALAH ………………………………………………………………………... 54. TEMPLATE………………………………………………………………………………….. 225. LEARNING ISSUE……..………………………………………………………………………. 205.1ANATOMI FISIOLOGI SARAF ANGGOTA GERAK……………………………….. 265.2POLINEUROPATI DIABETIK …………………………………………...……………… 336. KERANGKA KONSEP ……………………………………………….……………………….. 407. KESIMPULAN ……………………………………………………………………………….…. 412
8. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………... 41
3
KATA PENGANTARPuji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas kompetensi kelompok “Laporan Tutorial Skenario C Blok 19”. Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada:1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,2. dr. Anita selaku tutor kelompok 5,3. teman-teman sejawat FK Unsri,4. semua pihak yang telah membantu kami.Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan atas segala amal yang diberikan kepada semua pihak yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita semua.
Palembang, 5 September 2014
4
SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014
Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poli klinik saraf dengan keluhan utama lemah keempat
anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. Awalnya penderita merasa
hipestesi dan kram-kram pada tungkai bawah, sehingga mengalami insomnia akibat gangguan
tersebut. Keluhan ini bertambah berat sehinggamengenai kedua lengan & bila jongkpk sulit
untuk berdiri. Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus
serta sering buang air kecil.
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 37o C.
Pemeriksaan Neurologi:
Kekuatan 4 papda anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep menurun pada kedua lengan
serta KPR dan ATR negative pada tungkai bawah, gangguan sensibilitas berpola sarung tangan&
kaos kaki.
Laboratorium :
GDS 240 mg%, ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas normal.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
a. Hipestesi: berkurangnya sensibilitas kulit terhadap rangsangan
b. Kram-kram: kontraksi yang tiba-tiba, singkat, yang sakit sekali pada otot atau
kelompok otot.
c. Insomnia: tidak dapat tidur, keadaan terjaga yang abnormal.
d. DM: penyakit karena kekurangan hormon insulin sehingga kadar glukosa dalam
darah meningkat.
e. Refleks fisiologis: aktivitas spontan yang ditimbulkan setelah terstimulasi suatu
rangsangan secara normal.
f. Bicep: otot yang mempunyai 2 caput
g. Tricep: otot yang mempunyai 3 caput
h. KPR: knee pess refleks
i. ATR: Achilles tendon refleks
5
j. Gangguan sensibilitas : pengurangan sensitivitas di beberapa bagian tubuh,
kekakuan, gatal-gatal atau nyeri local singkat, perasaan tersengat listrik.
k. GDS: hasil pengukuran yang dilakukan seketika waktu itu tanpa ada puasa jadi
biasanya kadar gula akan lebih tinggi.
l. Ureum: hasil metabolisme protein dalam tubuh yang terdapat dalam kemih dan
keringat.
m. Kreatinin: zat yang disebut keratin, yang dibentuk ketika makanan berubah enjadi
energy melalui proses yang disebut metabolisme.
II. IDENTIFIKASI MASALAH
a. Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poli klinik saraf dengan keluhan utama lemah
keempat anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan.
b. Awalnya penderita merasa hipestesi dan kram-kram pada tungkai bawah,
sehingga mengalami insomnia akibat gangguan tersebut. Keluhan ini bertambah
berat sehinggamengenai kedua lengan & bila jongkpk sulit untuk berdiri.
c. Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus
serta sering buang air kecil.
d. Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 37o C.
e. Pemeriksaan Neurologi:
Kekuatan 4 papda anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep menurun pada
kedua lengan serta KPR dan ATR negative pada tungkai bawah, gangguan
sensibilitas berpola sarung tangan& kaos kaki.
f. Laboratorium :
GDS 240 mg%, ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas normal.
III.ANALISIS MASALAH
3.1 Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poli klinik saraf dengan keluhan utama lemah keempat
anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan.
a. Jelaskan anatomi dan fisiologi persarafan?
6
Sistem saraf tepi merupakan sistem saraf yang menghubungkan semua bagian
tubuh dengan sistem saraf pusat.
(1) Sistem saraf sadar/somatik
Sistem saraf sadar/somatik merupakan sistem saraf yang kerjanya
berlangsung secara sadar/diperintah oleh otak. Bedakan menjadi dua yaitu :
a. Sistem saraf pada otak
Sistem saraf pada otak merupakan sistem saraf yang berpusat pada otak
dan dibedakan menjadi 12 pasang saraf.
Nomor Nama Jenis Fungsi
I Olfaktorius SensoriMenerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya
ke otak untuk diproses sebagai sensasi bau
II Optikus SensoriMenerima rangsang dari mata dan menghantarkannya
ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual
III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV Troklearis Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
V Trigeminus Gabungan
Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk
diproses di otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata
VII Fasialis Gabungan
Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan
ekspresi wajah
VIII Vestibulokoklearis Sensori
Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di
otak sebagai suara
IX Glosofaringeal Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah
7
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
X Vagus GabunganSensori: Menerima rangsang dari organ dalam
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
XI Aksesorius Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
XII Hipoglossus Motorik Mengendalikan pergerakan lidah
b. Sistem saraf sumsum spinalis
Sistem saraf sumsum spinalis merupakan sistem saraf yang berpusat pada
medula spinali (sumsum tulang belakang) yang berjumlah 31 pasang saraf yang
terbagi sepanjang medula spinalis. 31 pasang saraf medula spinalis, seperti
tercantum pada tabel berikut:
Jumlah Medula spinalis daerah Menuju
7 pasang Serviks Kulit kepala, leher dan otot tangan
12 pasang Punggung Organ-organ dalam
5 pasang Lumbal/pinggang Paha
5 pasang Sakral/kelangkang Otot betis, kaki dan jari kaki
1 pasang Koksigeal Sekitar tulang ekor
(2) Sistem Saraf Tak Sadar
Sistem saraf otonom mengatur kerja jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari atau yang tidak dipengaruhi oleh kehendak kita. Jaringan dan organ tubuh
diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem saraf
otonom terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik.
Sistem saraf simpatik disebut juga sistem saraf torakolumbar, karena saraf
preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan ke-12. Sistem
saraf ini berupa 25 pasang ganglion atau simpul saraf yang terdapat di sumsum
tulang belakang. Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah untuk mempercepat
mempertinggi tekanan darah, memperlambat gerak peristaltis, memperlebar pupil,
8
menghambat sekresi empedu, menurunkan sekresi ludah, dan meningkatkan
sekresi adrenalin.
Sistem saraf parasimpatik disebut juga dengan sistem saraf kraniosakral,
karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan daerah sakral. Susunan saraf
parasimpatik berupa jaring-jaring yang berhubung-hubungan dengan ganglion
yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang
dikuasai oleh susunan saraf simpatik. Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi
yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf simpatik. Misalnya pada sistem
saraf simpatik berfungsi mempercepat denyut jantung, sedangkan pada sistem
saraf parasimpatik akan memperlambat denyut jantung
9
b. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan utama (kelemahan keempat anggota
gerak)?
Hiperglikemia penumpukan pada organ pengguna glukosa secara
independen(retina, saraf, dan ginjal) konversi glukosa yang tidak
terpakai menjadi sorbitol dan fruktosa dengan menggunakan aldose reduktase
dan sorbitol dehidrogenase akumulasi kedua enzim pengkonversi
menyebabkan penurunan myoinsitol, penurunan aktivitas pompa membran
plasma Na+/K ATP-ase yang dibutuhkan untuk fungsi saraf kerusakan saraf-
saraf perifer yang bermanifestasi klinik hipestasi, kram-kram lemah pada
keempat anggota gerak
Trauma maupun penyakit, atau keadaan yang menyebabkan lesi serabut
saraf, akan mengakibatkan terjadinya remodelling dan hipereksitabilitas dari
membran . Bagian paroksismal dari lesi akan tumbuh tunas-tunas baru (sprouting)
yang sebagian diantaranya mampu mencapai organ target dan sebagian lagi tidak,
hingga berakhir sebagai tonjolan-tonjolan yang dinamakan neuroma. Di daerah
neuroma ini berakumulasi "ion channel" (terutama Na + channel). Disamping ion
channel, juga terdapat molekul-molekul reseptor dan tranducer. Hal tersebut
menjadi penyebab munculnya impuls ectopic,baik yang evoked maupun yang
spontan. Di samping Na channel, pada beberapa penderita tampak danya "Alpha -
adreno-receptors" yang peka terhadap katekolamin dan noradrenalin yang
dilepaskan oleh sistem simpatis. Reseptor ini akan menambah ectopic discharge .
10
Akibat timbulnya ectopic discharge, neuron-neuron sensorik di kornu
dorsalis dibanjiri dengan impuls dari perifer, sehingga mengakibatkan sensitisasi
neuron-neuron tersebut. Selain itu, pada lesi saraf tepi sering menyebabkan
matinya neuron-neuron inhibisi yang dapat menimbulkan nyeri spontan. Pada lesi
saraf tepi mungkin pula serabut saraf C yang ke kornu dorsalis mati, yang akan
memacu terjadinya sprouting pada serabut A beta. Sensitisasi sentral inilah yang
menjadi dasar timbulnya hiperalgesia dan allodinia.
Disamping kejadian tersebut diatas, ada pula kemungkinan lesi di serabut
saraf afferen akan menyebabkan munculnya mediator inflamasi, seperti
Prostaglandin E2 (PGE2), bradikinin, histamin, serotonin, dan lainnya, yang akan
merangsang langsung nosiseptor, sehingga timbul nyeri. Atau dapat pula
menyebabkan sensitisasi nosiseptor yang menimbulkan hiperalgesia. Hal inilah
yang diperkirakan sebagai faktor yang bertanggungjawab terhadap timbulnya
nyeri muskuloskeletal dan nyeri neuropati pada penderita DM.
c. Apakah etiologi keluhan utama?
Segenap saraf perifer terutama pada bagian distal keempat ektremitas
dapat mengalami gangguan akibat infeksi, intoksikasi, proses imunopatologik,
defisiensi makanan.
Polineuritis diabetes melitus lebih bersifat sensorik daripada motorik, yang
terutama melanda distal dan kedua tungkai saja. Gngguan sensoriknya berupa
anestesia pada keduaa kelapak kaki dan hipestesia atau parestesia pada permukaan
kaki dan tungkai bawah.
Teori Metabolik: teori ini mengemukakan,bahwa hiperglikemia
menyebabkan kadar glucose intra seluler yang meningkat, sehingga terjadi
kejenuhan (saturation) dari jalur glikolitik yang biasa digunakan (normal used
glycolitic pathway). Glukosa yang berlebihan dialirkan ke jalur poliol dan diubah
menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldose reduktase dan sorbitol
dehidrogenase. Penumpukan sorbitol dan fruktosa menyebabkan mengurangnya
mioinositol dalam syaraf, menurunya aktifitas membran Na/K-ATPase,
terganggunya transport akson dan penghancuran struktur syaraf sehingga
11
menyebabkan menurunya kecepatan hantar syaraf. Dengan ini jelas, bagaimana
inhibitor aldose reduktase bekerja dan memperbaiki kecepatan hantar saraf.
Teori Neurovaskuler/vaskuler (iskemik-hipoxik) :menurut teori ini,
maka terjadi iskemia endoneural karena meningginya resistensi endoneural-
vaskuler terhadap darah yang hiperglikemik. Berbagai faktor metabolik termasuk
pembentukan dari produk akhir glikosilasi yang lanjut juga memegang peranan
sampai terjadi kerusakan kapiler dan meng-inhibisi transport aksonal dan aktifitas
Na/K-ATP ase sehingga akhirnya terjadi degenerasi akson. Semua ini juga terjadi
karena kerusakan pada pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrien ke
saraf.
Teori Oto-imun :Anggapan bahwa neuropati oto-imun merupakan
mekanisme yang menyebabkan terjadinya neuropati diabetika, karena
menyebabkan inflamasi pada syaraf selalu menarik perhatian. Neuropati oto-imun
bisa terjadi karena perubahan imunogenik dari sel endotel kapiler. Hal ini juga
yang dapat menerangkan, mengapa penggunaan imunoglobulin intra vena(IVIg)
bisa berhasil untuk mengobati neuropati diabetika.
Teori perubahan support neurotropik : faktor neurotropik penting
untuk mempertahankan, pembentukan dan regenerasi dari elemen-elemen
responsif dari sistem saraf. Nerve growth factor (NGF) merupakan yang telah
paling banyak diselidiki. Protein ini memperbaiki survival dari faktor-faktor
simpatetik dan small fiber, yang berasal dari neural crest di sistem saraf perifer.
Iskemia syaraf/hipoksia : terjadinya mikro-angiopati yang menyebabkan
hipoksia merupakan faktor penting dalam patogenesis neuropati diabetika yang
telah dibuktikan dengan adanya lesi multifokal pada serabut saraf n.suralis.
d. Bagaimana hubungan usia dan kelamin pada kasus?
Kira-kira lima belas persen pasien dengan diabetes mellitus mempunyai
tanda dan gejala neuropati, hampir 50% juga mempunyai gejala nyeri neuropatik
dan gangguan hantaran saraf. Neuropati paling sering dijumpai pada penderita
diabetes yang berumur lebih dari 50 tahun, jarang dijumpai pada usia dibawah 30
tahun dan sangat jarang pada anak-anak.
12
Umur Ny. Sinta 51 tahun, pada kasus polineuropati diabetik ini merupakan
umur dimana resiko terkena penyakit ini tinggi dan jenis kelamin wanita juga
menjadi faktor resiko dari penyakit yang di alami Ny. Sinta, karena prevalensi
wanita > pria.
Wanita menopause akan mengalami:
Perubahan pada kadar gula darah.
Hormon estrogen dan progesteron mempengaruhi kinerja sel-sel tubuh dalam
merespon insulin. Setelah memasuki masa menopause, kedua hormon tersebut
bisa saja mengalami ketidakseimbangan dan mempengaruhi kadar gula dalam
darah. Jika kadar gula tidak dapat dikontrol, akan meningkatkan risiko
penderitanya mengalami komplikasi diabetes.
Berat badan umumnya akan bertambah saat menopause.
3.2 Awalnya penderita merasa hipestesi dan kram-kram pada tungkai bawah, sehingga
mengalami insomnia akibat gangguan tersebut. Keluhan ini bertambah berat
sehinggamengenai kedua lengan & bila jongkpk sulit untuk berdiri.
a. Bagaimana mekanisme dan hubungan dengan kasus?
Hipestesi
Hipestesi termasuk ke dalam gangguan sensorik negatif.
Hipestesia yang terjadi adalah hipestesia perifer, yang mencakup bagian-
bagian beberapa dermatome. Pada sindrom neuritis/neuropatia akan terjadi
peradangan pada saraf perifer. Gejala yang timbul biasanya
hipestesia/anesthesia atau parestesia. Nyeri neuritik biasanya bersumber
dari bagian saraf perifer yang terlibat dalam proses patologis pada tempat
yang dilewati saraf perifer yang bersangkutan.
Gejala neuropati dapat dikelompokkan menjadi gejala negatif atau
positif. Gejala positif mencerminkan aktivitas spontan serabut saraf yang
tidak adekuat, sedangkan gejala negatif menunjukkan terjadinya
penurunan aktivitas serabut saraf. Gejala negatif meliputi kelemahan,
fatigue, dan wasting, sementara gejala positif mencakup kram, kedutan
otot, dan myokimia. Kelemahan biasanya belum bermanifestasi sampat
13
50-80% serabut saraf mengalami kerusakan; gejala positif mungkin
muncul pada awal proses penyakit. Gejala negatif seperti hipestesia dan
abnormalitas melangkah.
Gejala lain yang juga sering adalah kesulitan membedakan rasa
panas atau dingin dan keseimbangan yang semakin memburuk terutama
saat gelap dimana input visual tidak cukup mengkompensasi gangguan
propriopseptif. Gejala positif mencakup rasa terbakar atau tertusuk,
rasa geli/kesemutan. Gejala yang mungkin melibatkan sistem saraf
otonom mencakup rasa haus, kembung, konstipasi, diarem impotensi,
inkontinensia urin, abnormalitas keringat, dan rasa melayang yang
berkaitan dengan orthostasis. Pasien dengan gangguan vasomotor
mungkin melaporkan keempat anggota gerak terasa dingin sejalan
dengan perubahan warna kulit dan a t rof i otot.
kram-kram
Kerusakan syaraf motorik menyebabkan kelemahan dan terkadang
kram yang menyakitkan dan kejang otot.
Insomia
Gejala biasanya dirasakan lebih berat pada malam hari. Insomnia
terjadi akibat penderita menahan rasa sakit seperti hipestesi dan kram-
kram sehingga penderita tidak bias tidur.
Insomnia dapat timbul sebagai:
1.Insomnia primer
Pada gangguan tidur tersebut, penderita bias tidur tetapi tidak
merasa tidur. Pada jenis gangguan tidur ini ternyata bahwa masa REMS
sangat kurang, sedangkan masa NREMS cukup. Berdasarkan disproporsi
NREMS dan REMS itu, makan tidaklah tepat untuk menganggap
penderita insomnia primer sebagai hipokondriak atau pengeluh.
2.insomnia sekunder, akibat psikoneurosis
Orang-orang psikoneurosis pada umumnya mempunyai banyak
keluhan non-organik seperti sakit kepala, badan pegal, emosi, dan lainnya.
Keadaan demikian mudah mengganggu tidur.
14
3. insomnia sekunder, akibat penyakit organik
Pada insomnia sekunder organik, penderita tidak bisa atau
ternganggu kontinuitas tidurnya karena pada saat tertidurnya terganggu
oleh nyeri organik. Dapat disimpulkan pada kasus ini, Ny. Sinta
mengalami insomnia akibat gejala penyakit yang dideritanya.
b. Mengapa keluhan terjadi di tungkai bawah?
Karena neupati kasus ini bersifat perifer, dikarenakan bagian perifer
merupakan bagian paling distal dari tubuh, mendapat nutrisi lebih lambat
dibanding bagian proximal.
Pada permulaan biasanya gangguan pada serabut-serabut halus (small
fiber) ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa parestesi, rasa tebal, rasa nyeri,
rasa panas seperti terbakar dan rasa keram pada bagian distal tungkai.
Hipalgesia/analgesia dapat berupa sarung tangan atau kaos kaki dan kondisi
seperti ini memudahkan terjadinya trauma / ulkus pada kaki.
Degenerasi serabut-serabut kasar (large fiber) menyebabkan gangguan
proprioseptif seperti berkurangnya rasa vibrasi / gangguan rasa posisi dapat pula
ditemukan, kadang-kadang ataksi dapat dijumpai dan bentuk ini mirip dengan
tabes dorsalis, dikenal dengan Diabetic Pseudotabes. Lebih jauh bisa pula timbul
kelainan motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai menghilang pada
bagian distal dari ekstremitas. Selanjutnya dapat terjadi autonomic neuropathy
dengan gejala impotensi pada pria dan hypotonic neurogenic bladder.
Kadang-kadang bisa dijumpai rasa nyeri didaerah belakang tubuh /
trunkus dan menyebar pada abdomen dan toraks tanpa kelemahan otot. Keadaan
ini disebut sebagai truncal neuropathy. Keadaan ini sering terdapat pada diabetes
yang lama dan umur lanjut. Ada anggapan bahwa rasa nyeri ini mempunyai sifat
“self limited”
Karena kerusakan pada saraf sensori biasanya pertama kali mengenai
akson terpanjang, menimbulkan pola kaos kaki dan sarung tangan (stocking-and-
glove distribution). Kerusakan pada serabut saraf kecil akan mengganggu persepsi
15
pasien terhadap sensasi suhu, raba halus, pinprick, dan nyeri. Sedangkan pada
serabut saraf besar, pasien dapat kehilangan sensasi getar, posisi, kekuatan otot,
diskriminasi tajam-tumpul, dan diskriminasi dua titik. Di samping itu, pasien
dapat mengeluh nyeri paha bilateral disertai atrofi otot iliopsoas, quadriceps dan
adduktor. Secara objektif, kita dapat menilai adanya gangguan sensori sesuai
segmen L2, L3, dan L4. Sementara itu, elektromiografi (EMG) memperlihatkan
gambaran poliradikulopati.
3.3 Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus serta
sering buang air kecil.
a. Bagaimana hubungan DM dengan kasus?
Komplikasi-komplikasi pada Diabetes dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Komplikasi yang bersifat akut
1) Koma hipoglikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obat diabetic yang
melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah.
Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam sel.
2) Ketonasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari sumber
alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada glukosa maka
benda-benda keton yang dipakai sel. Kondisi ini akan mengakibatkan
penumpukan residu pembongkaran bendabenda keton yang berlebihan yang dapat
mengakibatkan asidosis.
3) Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel
karena banyak dieksresi lewat urin.
b. Komplikasi yang bersifat kronik
1) Makroangiopati yang menyebabkan pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. Perubahan pada pembuluh
16
darah besar dapat mengalami atherosklerosis sering terjadi pada NIDDM.
Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak, penyakit arteri
koronaria, dan penyakit vaskuler perifer.
2) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik,
nefropati diabetik. Perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan
penebalan dan kerusakan membran diantara jaringan dan pembuluh darah sekitar.
Terjadi pada penderita IDDM yang terjadi neuropati, nefropati dan retinopati.
3) Neuropati diabetika
Akumulasi orbital di dalam jaringan dan perubahan metabolic mengakibatkan
fungsi sensorik dan motorik saraf menurun kehilangan sensori mengakibatkan
penurunan persepsi nyeri.
4) Rentan infeksi seperti Tuberculosis paru, gingivitis dan infeksi
saluran kemih.
3.4 Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 37o C.
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal?
Pemeriksaan Hasil Interpretasi mekanismeTekanan Darah 140/90 mmHG Hipertensi Pada DM Hiperglikemia menghambat
produksi endothelium, mensintesis aktivasi dan meningkatkan produksi superoksid anion yaitu sebuah spesies oksigen reaktif yang merusak formasi nitrit oksida pada pembuluh darah.
Nadi 84x/menit Normal (60-100) -Pernafasan 20x Normol (18-24) -Suhu 37o C Normal (36,4-37,4) -
3.5 Pemeriksaan Neurologi:
17
Kekuatan 4 papda anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep menurun pada kedua
lengan serta KPR dan ATR negative pada tungkai bawah, gangguan sensibilitas berpola
sarung tangan& kaos kaki.
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?
Jenis pemeriksaan Hasil Interpretasi Mekanisme abnormal
Refleks fisiologis biceps
dan triceps
Menurun pada
kedua lengan
(tidak normal)
Respon rata-rata
KPR dan ATR Negative pada
tungkai bawah
a) 4+ : hiperaktif dengan
klonus terus menerus
b) 3+ : hiperaktif
c) 2+ : normal
d) 1+ : hipoaktif
e) 0 : tidak ada refleks
Selain itu ketiadaan atau
penurunan refleks patela
dikenal juga sebagai tanda
Westphal. Tanda westphal
menunjukkan bahwa ada
masalah di saraf tulang
belakang pasien atau saraf
perifer.
Gangguan sensibilitas Berpola sarung
tangan dan kaos
kaki.
Tidak ada gangguan
sensibilitas
Keterkaitan akar serabut saraf
dalam suatu penyakit akan
menghasilkan gangguan
sensasi kutaneus dengan pola
segmental, akan tetapi dengan
adanya overlap saraf,
biasanya tidak terdapat
kehilangan sensasi kecuali
ada 2 atau lebih akar
tambahan yang terkena.
18
Mekanisme Reflex fiisologi bicep dan tricep menurun pada kedua lengan,
Gangguan sensibilitas pola sarung tangan dan kaos kaki.
Pada umumnya kelainan ini didahului dengan kelainan
elektroneurofisiologi, seperti melambatnya kecepatan konduksi saraf motorik dan
sensorik (NCV). Pemeriksaan fungsi urat saraf tepi, khususnya kecepatan hantar saraf
tepi (KHST) baik motorik maupun sensorik sudah lama digunakan secara luas dan
hingga kini makin berkembang pesat. Dan dikatakan bahwa kecepatan hantar impuls
saraf menurun secara meyakinkan (significant) pada neuropati perifer diabetik .
Pada seorang penderita dengan neuropati perifer diabetik, jauh sebelum
merasakan adanya keluhan-keluhan pada susunan sarafnya sudah terdapat kelainan-
kelainan apabila dilakukan pemeriksaan dengan cara elektroneurofisiologi. Salah
satu teknik elektroneurofisiologi yang sampai saat ini masih terus berkembang dan
dapat membantu mengidentifikasi abnormalitas saraf dan otot yang berhubungan
dengan neuropati perifer adalah "electromyonervegraphy (EMNG) . Pemeriksaan
EMNG merupakan pilihan diagnostik untuk membantu menunjukkan distribusi lesi
pada penderita yang diduga menderita neuropati perifer, mempunyai nilai spesifikasi
yang tinggi, sensitif dan non invasif .
Secara morfologi kelainan sel saraf pada NPD terdapat pada sel-sel
Schwann, selaput myelin dan akson. Kelainan yang terjadi tergantung pada lamanya
mengidap DM . Dengan mikroskop elektron pada NPD yang masih dini akan tampak
gambaran karasteristik berupa demyelinisasi segmental, kerusakan akson dan
penebalan membran basal yang mengelilingi permukaan sel Schwann. Pada tingkat
lanjut, akson sel saraf dapat hilang sama sekali .
Disamping kelainan morfologi dijumpai pula adanya kelainan fungsional
dan biokoimiawi. Kelainan fungsional yang terjadi berupa gangguan kemampuan
penghantaran impuls, baik motorik maupun sensorik. Sedangkan secara biokimiawi
ditemukan adanya kelainan dalam jumlah bentuk protein-protein sel saraf yang
terkena .
19
b. Bagaimana cara pemeriksaan refleks fisiologis?
Berdasarkan respon yang timbul, reflex dalam atau reflex regang otot
dinilai 0 hingga 4+. Hingga saat ini tidak ada batasan yang tegas untuk menentukan
tingkat reflex. Akan tetapi pada umumnya pada reflex yang meningkat zona reflex
akan meluas. Reflex dapat dibangkitkan meskipun rangsangan diberikan tidak pada
tendon otot, selain itu kontraksi otot yang ditimbulkan juga bertambah hebat.
Penilaian reflex juga harus dilakukan pada kedua sisi. Ketidaksimetrisan respons
reflex bias berarti suatu kondisi patologis.
Nilai Respons
0 Negative
+ Positif tetapi menurun
++ Normal
+++ Meningkat tetapi masih mungkin normal
++++ Sangat meningkat, kadang disertai klonus
Pada saat melakukan pemeriksaan reflex sebaiknya pasien rileks, nyaman dan
dialihkan perhatiannya. Oleh karena reflex akan sulit dibangkitkan balam kondisi otot
yang tegang.
a.Refleks biseps (C5, C6)
Lengan diposisikan semifleksi dengan lengan bawah sedikit pronasi. Pemeriksan
meletakkan ibu jari di atas tendon otot biseps dan ketuk jari tersebut dengan palu
reflex. Respons yang timbul berupa fleksi dari sendi siku.
b. Refleks triseps (C7, C8)
Pemeriksaan reflex ini dilakukan dengan mengetuk tendon otot triseps yang terletak
di atas olecranon. Posisi lengan bawah semifleksi dan ditopang oleh tangan
pemeriksa. Respon reflex ini berupa ekstensi lengan bawah.