Top Banner
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 19 Disusun Oleh: KELOMPOK 5 Tutor: dr. Anita Rima Fairuuz Putri 04121401020 Evita Yolanda 04121401021 M. Alniroman Y. 04121401025 Vina Chanthyca Ayu 04121401043 Dita Nurfitri 04121401047 Indriani Gultom 04121401057 Lisa Rahmi Kasih 04121401059 Delvania Yosefa 04121401068 Anisah Sarie Husni 04121401073 Ihsan Rasyid Yuldi 04121401074 Elsa Tamara Saragih 04121401075 E. Jethro Solaiman 04121401087 1
60

SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Jan 17, 2016

Download

Documents

reginanggun
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 19

Disusun Oleh: KELOMPOK 5Tutor: dr. Anita

Rima Fairuuz Putri 04121401020Evita Yolanda 04121401021M. Alniroman Y. 04121401025Vina Chanthyca Ayu 04121401043Dita Nurfitri 04121401047Indriani Gultom 04121401057Lisa Rahmi Kasih 04121401059Delvania Yosefa 04121401068Anisah Sarie Husni 04121401073Ihsan Rasyid Yuldi 04121401074Elsa Tamara Saragih 04121401075E. Jethro Solaiman 04121401087

1

Page 2: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………… 3SKENARIO …………………………………………………………………................................... 4 1. KLARIFIKASI ISTILAH ……………………………………………………………………... 42. IDENTIFIKASI MASALAH …………………………………………………………………. 53. ANALISIS MASALAH ………………………………………………………………………... 54. TEMPLATE………………………………………………………………………………….. 225. LEARNING ISSUE……..………………………………………………………………………. 205.1ANATOMI FISIOLOGI SARAF ANGGOTA GERAK……………………………….. 265.2POLINEUROPATI DIABETIK …………………………………………...……………… 336. KERANGKA KONSEP ……………………………………………….……………………….. 407. KESIMPULAN ……………………………………………………………………………….…. 412

Page 3: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

8. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………... 41

3

Page 4: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

KATA PENGANTARPuji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas kompetensi kelompok “Laporan Tutorial Skenario C Blok 19”. Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada:1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,2. dr. Anita selaku tutor kelompok 5,3. teman-teman sejawat FK Unsri,4. semua pihak yang telah membantu kami.Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan atas segala amal yang diberikan kepada semua pihak yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 5 September 2014

4

Page 5: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014

Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poli klinik saraf dengan keluhan utama lemah keempat

anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. Awalnya penderita merasa

hipestesi dan kram-kram pada tungkai bawah, sehingga mengalami insomnia akibat gangguan

tersebut. Keluhan ini bertambah berat sehinggamengenai kedua lengan & bila jongkpk sulit

untuk berdiri. Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus

serta sering buang air kecil.

Pemeriksaan Fisik:

Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 37o C.

Pemeriksaan Neurologi:

Kekuatan 4 papda anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep menurun pada kedua lengan

serta KPR dan ATR negative pada tungkai bawah, gangguan sensibilitas berpola sarung tangan&

kaos kaki.

Laboratorium :

GDS 240 mg%, ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas normal.

I. KLARIFIKASI ISTILAH

a. Hipestesi: berkurangnya sensibilitas kulit terhadap rangsangan

b. Kram-kram: kontraksi yang tiba-tiba, singkat, yang sakit sekali pada otot atau

kelompok otot.

c. Insomnia: tidak dapat tidur, keadaan terjaga yang abnormal.

d. DM: penyakit karena kekurangan hormon insulin sehingga kadar glukosa dalam

darah meningkat.

e. Refleks fisiologis: aktivitas spontan yang ditimbulkan setelah terstimulasi suatu

rangsangan secara normal.

f. Bicep: otot yang mempunyai 2 caput

g. Tricep: otot yang mempunyai 3 caput

h. KPR: knee pess refleks

i. ATR: Achilles tendon refleks

5

Page 6: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

j. Gangguan sensibilitas : pengurangan sensitivitas di beberapa bagian tubuh,

kekakuan, gatal-gatal atau nyeri local singkat, perasaan tersengat listrik.

k. GDS: hasil pengukuran yang dilakukan seketika waktu itu tanpa ada puasa jadi

biasanya kadar gula akan lebih tinggi.

l. Ureum: hasil metabolisme protein dalam tubuh yang terdapat dalam kemih dan

keringat.

m. Kreatinin: zat yang disebut keratin, yang dibentuk ketika makanan berubah enjadi

energy melalui proses yang disebut metabolisme.

II. IDENTIFIKASI MASALAH

a. Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poli klinik saraf dengan keluhan utama lemah

keempat anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan.

b. Awalnya penderita merasa hipestesi dan kram-kram pada tungkai bawah,

sehingga mengalami insomnia akibat gangguan tersebut. Keluhan ini bertambah

berat sehinggamengenai kedua lengan & bila jongkpk sulit untuk berdiri.

c. Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus

serta sering buang air kecil.

d. Pemeriksaan Fisik:

Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 37o C.

e. Pemeriksaan Neurologi:

Kekuatan 4 papda anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep menurun pada

kedua lengan serta KPR dan ATR negative pada tungkai bawah, gangguan

sensibilitas berpola sarung tangan& kaos kaki.

f. Laboratorium :

GDS 240 mg%, ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas normal.

III.ANALISIS MASALAH

3.1 Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poli klinik saraf dengan keluhan utama lemah keempat

anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan.

a. Jelaskan anatomi dan fisiologi persarafan?

6

Page 7: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Sistem saraf tepi merupakan sistem saraf yang  menghubungkan semua bagian 

tubuh dengan sistem saraf pusat.

(1) Sistem saraf sadar/somatik

Sistem saraf sadar/somatik merupakan sistem saraf yang  kerjanya

berlangsung secara sadar/diperintah oleh otak.  Bedakan menjadi dua yaitu :

a. Sistem saraf pada otak

Sistem saraf pada otak merupakan sistem saraf yang berpusat pada otak

dan dibedakan menjadi 12 pasang saraf.

Nomor Nama Jenis Fungsi

I Olfaktorius SensoriMenerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya

ke otak untuk diproses sebagai sensasi bau

II Optikus SensoriMenerima rangsang dari mata dan menghantarkannya

ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual

III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata

IV Troklearis Motorik Menggerakkan beberapa otot mata

V Trigeminus Gabungan

Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk

diproses di otak sebagai sentuhan

Motorik: Menggerakkan rahang

VI Abdusen Motorik Abduksi mata

VII Fasialis Gabungan

Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah

untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa

Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan

ekspresi wajah

VIII Vestibulokoklearis Sensori

Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan

Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di

otak sebagai suara

IX Glosofaringeal Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah

7

Page 8: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa

Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam

X Vagus GabunganSensori: Menerima rangsang dari organ dalam

Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam

XI Aksesorius Motorik Mengendalikan pergerakan kepala

XII Hipoglossus Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

b. Sistem saraf sumsum spinalis

Sistem saraf sumsum spinalis merupakan sistem saraf yang berpusat pada

medula spinali (sumsum tulang belakang) yang berjumlah 31 pasang saraf yang

terbagi sepanjang medula spinalis. 31 pasang saraf medula spinalis, seperti

tercantum pada tabel berikut:

Jumlah Medula spinalis daerah Menuju

7 pasang Serviks Kulit kepala, leher dan otot tangan

12 pasang Punggung Organ-organ dalam

5 pasang Lumbal/pinggang Paha

5 pasang Sakral/kelangkang Otot betis, kaki dan jari kaki

1 pasang Koksigeal Sekitar  tulang  ekor

(2) Sistem Saraf Tak Sadar

Sistem saraf otonom mengatur kerja jaringan dan organ tubuh yang tidak

disadari atau yang tidak dipengaruhi oleh kehendak kita. Jaringan dan organ tubuh

diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem saraf

otonom terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik.

Sistem saraf simpatik disebut juga sistem saraf torakolumbar, karena saraf

preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan ke-12. Sistem

saraf ini berupa 25 pasang ganglion atau simpul saraf yang terdapat di sumsum

tulang belakang. Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah untuk mempercepat

denyut jantung, memperlebar pembuluh darah, memperlebar bronkus,

mempertinggi tekanan darah, memperlambat gerak peristaltis, memperlebar pupil,

8

Page 9: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

menghambat sekresi empedu, menurunkan sekresi ludah, dan meningkatkan

sekresi adrenalin.

Sistem saraf parasimpatik disebut juga dengan sistem saraf kraniosakral,

karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan daerah sakral. Susunan saraf

parasimpatik berupa jaring-jaring yang berhubung-hubungan dengan ganglion

yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang

dikuasai oleh susunan saraf simpatik. Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi

yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf simpatik. Misalnya pada sistem

saraf simpatik berfungsi mempercepat denyut jantung, sedangkan pada sistem

saraf parasimpatik akan memperlambat denyut jantung

9

Page 10: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

b. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan utama (kelemahan keempat anggota

gerak)?

Hiperglikemia penumpukan pada organ pengguna glukosa  secara 

independen(retina,  saraf,  dan  ginjal)  konversi  glukosa  yang  tidak

terpakai menjadi  sorbitol  dan  fruktosa dengan  menggunakan  aldose  reduktase 

dan  sorbitol dehidrogenase akumulasi  kedua  enzim  pengkonversi 

menyebabkan  penurunan  myoinsitol,  penurunan  aktivitas pompa  membran 

plasma  Na+/K ATP-ase  yang  dibutuhkan untuk  fungsi  saraf  kerusakan  saraf-

saraf  perifer  yang bermanifestasi  klinik  hipestasi,  kram-kram  lemah  pada 

keempat anggota gerak

Trauma maupun penyakit, atau keadaan yang menyebabkan lesi serabut

saraf, akan mengakibatkan terjadinya remodelling dan hipereksitabilitas dari

membran . Bagian paroksismal dari lesi akan tumbuh tunas-tunas baru (sprouting)

yang sebagian diantaranya mampu mencapai organ target dan sebagian lagi tidak,

hingga berakhir sebagai tonjolan-tonjolan yang dinamakan neuroma. Di daerah

neuroma ini berakumulasi "ion channel" (terutama Na + channel). Disamping ion

channel, juga terdapat molekul-molekul reseptor dan tranducer. Hal tersebut

menjadi penyebab munculnya impuls ectopic,baik yang evoked maupun yang

spontan. Di samping Na channel, pada beberapa penderita tampak danya "Alpha -

adreno-receptors" yang peka terhadap katekolamin dan noradrenalin yang

dilepaskan oleh sistem simpatis. Reseptor ini akan menambah ectopic discharge .

10

Page 11: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Akibat timbulnya ectopic discharge, neuron-neuron sensorik di kornu

dorsalis dibanjiri dengan impuls dari perifer, sehingga mengakibatkan sensitisasi

neuron-neuron tersebut. Selain itu, pada lesi saraf tepi sering menyebabkan

matinya neuron-neuron inhibisi yang dapat menimbulkan nyeri spontan. Pada lesi

saraf tepi mungkin pula serabut saraf C yang ke kornu dorsalis mati, yang akan

memacu terjadinya sprouting pada serabut A beta. Sensitisasi sentral inilah yang

menjadi dasar timbulnya hiperalgesia dan allodinia.

Disamping kejadian tersebut diatas, ada pula kemungkinan lesi di serabut

saraf afferen akan menyebabkan munculnya mediator inflamasi, seperti

Prostaglandin E2 (PGE2), bradikinin, histamin, serotonin, dan lainnya, yang akan

merangsang langsung nosiseptor, sehingga timbul nyeri. Atau dapat pula

menyebabkan sensitisasi nosiseptor yang menimbulkan hiperalgesia. Hal inilah

yang diperkirakan sebagai faktor yang bertanggungjawab terhadap timbulnya

nyeri muskuloskeletal dan nyeri neuropati pada penderita DM.

c. Apakah etiologi keluhan utama?

Segenap saraf perifer terutama pada bagian distal keempat ektremitas

dapat mengalami gangguan akibat infeksi, intoksikasi, proses imunopatologik,

defisiensi makanan.

Polineuritis diabetes melitus lebih bersifat sensorik daripada motorik, yang

terutama melanda distal dan kedua tungkai saja. Gngguan sensoriknya berupa

anestesia pada keduaa kelapak kaki dan hipestesia atau parestesia pada permukaan

kaki dan tungkai bawah.

Teori Metabolik: teori ini mengemukakan,bahwa hiperglikemia

menyebabkan kadar glucose intra seluler yang meningkat, sehingga terjadi

kejenuhan (saturation) dari jalur glikolitik yang biasa digunakan (normal used

glycolitic pathway). Glukosa yang berlebihan dialirkan ke jalur poliol dan diubah

menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldose reduktase dan sorbitol

dehidrogenase. Penumpukan sorbitol dan fruktosa menyebabkan mengurangnya

mioinositol dalam syaraf, menurunya aktifitas membran Na/K-ATPase,

terganggunya transport akson dan penghancuran struktur syaraf sehingga

11

Page 12: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

menyebabkan menurunya kecepatan hantar syaraf. Dengan ini jelas, bagaimana

inhibitor aldose reduktase bekerja dan memperbaiki kecepatan hantar saraf.

Teori Neurovaskuler/vaskuler (iskemik-hipoxik) :menurut teori ini,

maka terjadi iskemia endoneural karena meningginya resistensi endoneural-

vaskuler terhadap darah yang hiperglikemik. Berbagai faktor metabolik termasuk

pembentukan dari produk akhir glikosilasi yang lanjut juga memegang peranan

sampai terjadi kerusakan kapiler dan meng-inhibisi transport aksonal dan aktifitas

Na/K-ATP ase sehingga akhirnya terjadi degenerasi akson. Semua ini juga terjadi

karena kerusakan pada pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrien ke

saraf.

Teori Oto-imun :Anggapan bahwa neuropati oto-imun merupakan

mekanisme yang menyebabkan terjadinya neuropati diabetika, karena

menyebabkan inflamasi pada syaraf selalu menarik perhatian. Neuropati oto-imun

bisa terjadi karena perubahan imunogenik dari sel endotel kapiler. Hal ini juga

yang dapat menerangkan, mengapa penggunaan imunoglobulin intra vena(IVIg)

bisa berhasil untuk mengobati neuropati diabetika.

Teori perubahan support neurotropik : faktor neurotropik penting

untuk mempertahankan, pembentukan dan regenerasi dari elemen-elemen

responsif dari sistem saraf. Nerve growth factor (NGF) merupakan yang telah

paling banyak diselidiki. Protein ini memperbaiki survival dari faktor-faktor

simpatetik dan small fiber, yang berasal dari neural crest di sistem saraf perifer.

Iskemia syaraf/hipoksia : terjadinya mikro-angiopati yang menyebabkan

hipoksia merupakan faktor penting dalam patogenesis neuropati diabetika yang

telah dibuktikan dengan adanya lesi multifokal pada serabut saraf n.suralis.

d. Bagaimana hubungan usia dan kelamin pada kasus?

Kira-kira lima belas persen pasien dengan diabetes mellitus mempunyai

tanda dan gejala neuropati, hampir 50% juga mempunyai gejala nyeri neuropatik

dan gangguan hantaran saraf. Neuropati paling sering dijumpai pada penderita

diabetes yang berumur lebih dari 50 tahun, jarang dijumpai pada usia dibawah 30

tahun dan sangat jarang pada anak-anak.

12

Page 13: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Umur Ny. Sinta 51 tahun, pada kasus polineuropati diabetik ini merupakan

umur dimana resiko terkena penyakit ini tinggi dan jenis kelamin wanita juga

menjadi faktor resiko dari penyakit yang di alami Ny. Sinta, karena prevalensi

wanita > pria.

Wanita menopause akan mengalami:

Perubahan pada kadar gula darah.

Hormon estrogen dan progesteron mempengaruhi kinerja sel-sel tubuh dalam

merespon insulin. Setelah memasuki masa menopause, kedua hormon tersebut

bisa saja mengalami ketidakseimbangan dan mempengaruhi kadar gula dalam

darah. Jika kadar gula tidak dapat dikontrol, akan meningkatkan risiko

penderitanya mengalami komplikasi diabetes.

Berat badan umumnya akan bertambah saat menopause.

3.2 Awalnya penderita merasa hipestesi dan kram-kram pada tungkai bawah, sehingga

mengalami insomnia akibat gangguan tersebut. Keluhan ini bertambah berat

sehinggamengenai kedua lengan & bila jongkpk sulit untuk berdiri.

a. Bagaimana mekanisme dan hubungan dengan kasus?

Hipestesi

Hipestesi termasuk ke dalam gangguan sensorik negatif.

Hipestesia yang terjadi adalah hipestesia perifer, yang mencakup bagian-

bagian beberapa dermatome. Pada sindrom neuritis/neuropatia akan terjadi

peradangan pada saraf perifer. Gejala yang timbul biasanya

hipestesia/anesthesia atau parestesia. Nyeri neuritik biasanya bersumber

dari bagian saraf perifer yang terlibat dalam proses patologis pada tempat

yang dilewati saraf perifer yang bersangkutan.

Gejala neuropati dapat dikelompokkan menjadi gejala negatif atau

positif. Gejala positif mencerminkan aktivitas spontan serabut saraf yang

tidak adekuat, sedangkan gejala negatif menunjukkan terjadinya

penurunan aktivitas serabut saraf. Gejala negatif meliputi kelemahan,

fatigue, dan wasting, sementara gejala positif mencakup kram, kedutan

otot, dan myokimia. Kelemahan biasanya belum bermanifestasi sampat

13

Page 14: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

50-80% serabut saraf mengalami kerusakan; gejala positif mungkin

muncul pada awal proses penyakit. Gejala negatif seperti hipestesia dan

abnormalitas melangkah.

Gejala lain yang juga sering adalah kesulitan membedakan rasa

panas atau dingin dan keseimbangan yang semakin memburuk terutama

saat gelap dimana input visual tidak cukup mengkompensasi gangguan

propriopseptif. Gejala positif mencakup rasa terbakar atau tertusuk,

rasa geli/kesemutan. Gejala yang mungkin melibatkan sistem saraf

otonom mencakup rasa haus, kembung, konstipasi, diarem impotensi,

inkontinensia urin, abnormalitas keringat, dan rasa melayang yang

berkaitan dengan orthostasis. Pasien dengan gangguan vasomotor

mungkin melaporkan keempat anggota gerak terasa dingin sejalan

dengan perubahan warna kulit dan a t rof i otot.

kram-kram

Kerusakan syaraf motorik menyebabkan kelemahan dan terkadang

kram yang menyakitkan dan kejang otot.

Insomia

Gejala biasanya dirasakan lebih berat pada malam hari. Insomnia

terjadi akibat penderita menahan rasa sakit seperti hipestesi dan kram-

kram sehingga penderita tidak bias tidur.

Insomnia dapat timbul sebagai:

1.Insomnia primer

Pada gangguan tidur tersebut, penderita bias tidur tetapi tidak

merasa tidur. Pada jenis gangguan tidur ini ternyata bahwa masa REMS

sangat kurang, sedangkan masa NREMS cukup. Berdasarkan disproporsi

NREMS dan REMS itu, makan tidaklah tepat untuk menganggap

penderita insomnia primer sebagai hipokondriak atau pengeluh.

2.insomnia sekunder, akibat psikoneurosis

Orang-orang psikoneurosis pada umumnya mempunyai banyak

keluhan non-organik seperti sakit kepala, badan pegal, emosi, dan lainnya.

Keadaan demikian mudah mengganggu tidur.

14

Page 15: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

3. insomnia sekunder, akibat penyakit organik

Pada insomnia sekunder organik, penderita tidak bisa atau

ternganggu kontinuitas tidurnya karena pada saat tertidurnya terganggu

oleh nyeri organik. Dapat disimpulkan pada kasus ini, Ny. Sinta

mengalami insomnia akibat gejala penyakit yang dideritanya.

b. Mengapa keluhan terjadi di tungkai bawah?

Karena neupati kasus ini bersifat perifer, dikarenakan bagian perifer

merupakan bagian paling distal dari tubuh, mendapat nutrisi lebih lambat

dibanding bagian proximal.

Pada permulaan biasanya gangguan pada serabut-serabut halus (small

fiber) ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa parestesi, rasa tebal, rasa nyeri,

rasa panas seperti terbakar dan rasa keram pada bagian distal tungkai.

Hipalgesia/analgesia dapat berupa sarung tangan atau kaos kaki dan kondisi

seperti ini memudahkan terjadinya trauma / ulkus pada kaki.

Degenerasi serabut-serabut kasar (large fiber) menyebabkan gangguan

proprioseptif seperti berkurangnya rasa vibrasi / gangguan rasa posisi dapat pula

ditemukan, kadang-kadang ataksi dapat dijumpai dan bentuk ini mirip dengan

tabes dorsalis, dikenal dengan Diabetic Pseudotabes. Lebih jauh bisa pula timbul

kelainan motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai menghilang pada

bagian distal dari ekstremitas. Selanjutnya dapat terjadi autonomic neuropathy

dengan gejala impotensi pada pria dan hypotonic neurogenic bladder.

Kadang-kadang bisa dijumpai rasa nyeri didaerah belakang tubuh /

trunkus dan menyebar pada abdomen dan toraks tanpa kelemahan otot. Keadaan

ini disebut sebagai truncal neuropathy. Keadaan ini sering terdapat pada diabetes

yang lama dan umur lanjut. Ada anggapan bahwa rasa nyeri ini mempunyai sifat

“self limited”

Karena kerusakan pada saraf sensori biasanya pertama kali mengenai

akson terpanjang, menimbulkan pola kaos kaki dan sarung tangan (stocking-and-

glove distribution). Kerusakan pada serabut saraf kecil akan mengganggu persepsi

15

Page 16: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

pasien terhadap sensasi suhu, raba halus, pinprick, dan nyeri. Sedangkan pada

serabut saraf besar, pasien dapat kehilangan sensasi getar, posisi, kekuatan otot,

diskriminasi tajam-tumpul, dan diskriminasi dua titik. Di samping itu, pasien

dapat mengeluh nyeri paha bilateral disertai atrofi otot iliopsoas, quadriceps dan

adduktor. Secara objektif, kita dapat menilai adanya gangguan sensori sesuai

segmen L2, L3, dan L4. Sementara itu, elektromiografi (EMG) memperlihatkan

gambaran poliradikulopati.

3.3 Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus serta

sering buang air kecil.

a. Bagaimana hubungan DM dengan kasus?

Komplikasi-komplikasi pada Diabetes dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Komplikasi yang bersifat akut

1) Koma hipoglikemia

Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obat diabetic yang

melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah.

Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam sel.

2) Ketonasidosis

Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari sumber

alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada glukosa maka

benda-benda keton yang dipakai sel. Kondisi ini akan mengakibatkan

penumpukan residu pembongkaran bendabenda keton yang berlebihan yang dapat

mengakibatkan asidosis.

3) Koma hiperosmolar nonketotik

Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel

karena banyak dieksresi lewat urin.

b. Komplikasi yang bersifat kronik

1) Makroangiopati yang menyebabkan pembuluh darah besar, pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. Perubahan pada pembuluh

16

Page 17: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

darah besar dapat mengalami atherosklerosis sering terjadi pada NIDDM.

Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak, penyakit arteri

koronaria, dan penyakit vaskuler perifer.

2) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik,

nefropati diabetik. Perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan

penebalan dan kerusakan membran diantara jaringan dan pembuluh darah sekitar.

Terjadi pada penderita IDDM yang terjadi neuropati, nefropati dan retinopati.

3) Neuropati diabetika

Akumulasi orbital di dalam jaringan dan perubahan metabolic mengakibatkan

fungsi sensorik dan motorik saraf menurun kehilangan sensori mengakibatkan

penurunan persepsi nyeri.

4) Rentan infeksi seperti Tuberculosis paru, gingivitis dan infeksi

saluran kemih.

3.4 Pemeriksaan Fisik:

Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 37o C.

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal?

Pemeriksaan Hasil Interpretasi mekanismeTekanan Darah 140/90 mmHG Hipertensi Pada DM Hiperglikemia menghambat

produksi endothelium, mensintesis aktivasi dan meningkatkan produksi superoksid anion yaitu sebuah spesies oksigen reaktif yang merusak formasi nitrit oksida pada pembuluh darah.

Nadi 84x/menit Normal (60-100) -Pernafasan 20x Normol (18-24) -Suhu 37o C Normal (36,4-37,4) -

3.5 Pemeriksaan Neurologi:

17

Page 18: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Kekuatan 4 papda anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep menurun pada kedua

lengan serta KPR dan ATR negative pada tungkai bawah, gangguan sensibilitas berpola

sarung tangan& kaos kaki.

a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?

Jenis pemeriksaan Hasil Interpretasi Mekanisme abnormal

Refleks fisiologis biceps

dan triceps

Menurun pada

kedua lengan

(tidak normal)

Respon rata-rata

KPR dan ATR Negative pada

tungkai bawah

a) 4+ : hiperaktif dengan

klonus terus menerus

b) 3+ : hiperaktif

c) 2+ : normal

d) 1+ : hipoaktif

e) 0 : tidak ada refleks

Selain itu ketiadaan atau

penurunan refleks patela

dikenal juga sebagai tanda

Westphal. Tanda westphal

menunjukkan bahwa ada

masalah di saraf tulang

belakang pasien atau saraf

perifer.

Gangguan sensibilitas Berpola sarung

tangan dan kaos

kaki.

Tidak ada gangguan

sensibilitas

Keterkaitan akar serabut saraf

dalam suatu penyakit akan

menghasilkan gangguan

sensasi kutaneus dengan pola

segmental, akan tetapi dengan

adanya overlap saraf,

biasanya tidak terdapat

kehilangan sensasi kecuali

ada 2 atau lebih akar

tambahan yang terkena.

18

Page 19: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Mekanisme Reflex fiisologi bicep dan tricep menurun pada kedua lengan,

Gangguan sensibilitas pola sarung tangan dan kaos kaki.

Pada umumnya kelainan ini didahului dengan kelainan

elektroneurofisiologi, seperti melambatnya kecepatan konduksi saraf motorik dan

sensorik (NCV). Pemeriksaan fungsi urat saraf tepi, khususnya kecepatan hantar saraf

tepi (KHST) baik motorik maupun sensorik sudah lama digunakan secara luas dan

hingga kini makin berkembang pesat. Dan dikatakan bahwa kecepatan hantar impuls

saraf menurun secara meyakinkan (significant) pada neuropati perifer diabetik .

Pada seorang penderita dengan neuropati perifer diabetik, jauh sebelum

merasakan adanya keluhan-keluhan pada susunan sarafnya sudah terdapat kelainan-

kelainan apabila dilakukan pemeriksaan dengan cara elektroneurofisiologi.  Salah

satu teknik elektroneurofisiologi yang sampai saat ini masih terus berkembang dan

dapat membantu  mengidentifikasi abnormalitas saraf dan otot yang berhubungan

dengan neuropati perifer adalah "electromyonervegraphy (EMNG) . Pemeriksaan

EMNG merupakan pilihan diagnostik untuk membantu menunjukkan distribusi lesi

pada penderita yang diduga menderita neuropati perifer, mempunyai nilai spesifikasi

yang tinggi, sensitif dan non invasif .

        Secara morfologi kelainan sel saraf  pada NPD terdapat pada sel-sel

Schwann, selaput myelin dan akson. Kelainan yang terjadi tergantung pada lamanya

mengidap DM . Dengan mikroskop elektron pada NPD yang masih dini akan tampak

gambaran  karasteristik berupa demyelinisasi segmental, kerusakan akson dan

penebalan membran basal yang mengelilingi permukaan sel Schwann. Pada tingkat

lanjut, akson sel saraf dapat hilang sama sekali .

   Disamping kelainan morfologi dijumpai pula adanya kelainan fungsional 

dan biokoimiawi. Kelainan fungsional yang terjadi berupa gangguan kemampuan

penghantaran impuls, baik motorik maupun sensorik. Sedangkan secara biokimiawi

ditemukan adanya kelainan dalam jumlah bentuk protein-protein sel saraf yang

terkena .

19

Page 20: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

b. Bagaimana cara pemeriksaan refleks fisiologis?

Berdasarkan respon yang timbul, reflex dalam atau reflex regang otot

dinilai 0 hingga 4+. Hingga saat ini tidak ada batasan yang tegas untuk menentukan

tingkat reflex. Akan tetapi pada umumnya pada reflex yang meningkat zona reflex

akan meluas. Reflex dapat dibangkitkan meskipun rangsangan diberikan tidak pada

tendon otot, selain itu kontraksi otot yang ditimbulkan juga bertambah hebat.

Penilaian reflex juga harus dilakukan pada kedua sisi. Ketidaksimetrisan respons

reflex bias berarti suatu kondisi patologis.

Nilai Respons

0 Negative

+ Positif tetapi menurun

++ Normal

+++ Meningkat tetapi masih mungkin normal

++++ Sangat meningkat, kadang disertai klonus

Pada saat melakukan pemeriksaan reflex sebaiknya pasien rileks, nyaman dan

dialihkan perhatiannya. Oleh karena reflex akan sulit dibangkitkan balam kondisi otot

yang tegang.

a.Refleks biseps (C5, C6)

Lengan diposisikan semifleksi dengan lengan bawah sedikit pronasi. Pemeriksan

meletakkan ibu jari di atas tendon otot biseps dan ketuk jari tersebut dengan palu

reflex. Respons yang timbul berupa fleksi dari sendi siku.

b. Refleks triseps (C7, C8)

Pemeriksaan reflex ini dilakukan dengan mengetuk tendon otot triseps yang terletak

di atas olecranon. Posisi lengan bawah semifleksi dan ditopang oleh tangan

pemeriksa. Respon reflex ini berupa ekstensi lengan bawah.

20

Page 21: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

c.Bagaimana cara pemeriksaan kpr?

Refleks Kuadrisep Femoris: extremitas inferior; Knee Pees Refleks

(KPR); Refleks Patella

Pusat : l2,L3,L4

Cara :

1. tungkai di fleksi gantungkan

2. ketok tendon m. Kuadriseps femoris (bawah patella)

Jawaban : kontraksi m. Kuadriseps femmoris ekstensi tungkai

c. cara pemeriksaan atr?8,9,5

Pemeriksaan Achilles Tendon Reflex (ATR)

Pada saat melakukan pemeriksaan reflex sebaiknya pasien rileks, nyaman

dan dialihkan perhatiannya. Oleh karena reflex akan suit dibangkitkan balam

kondisi otot yang tegang.

Tungkai bawah difleksikan dan eksternal rotasi dan tangan kiri pemeriksa

menahan kaki pasien dan posisi dorsifleksi. Ketukkan palu reflex pada tendon

Achilles. Reflex yang timbul berupa gerakan plantar flexi dan kontraksi otot

gastrocnemius.

21

Page 22: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Berdasarkan respon yang timbul, reflex dalam atau reflex regang otot

dinilai 0 hingga 4+.

Hingga saat ini tidak ada batasan yang tegas untuk menentukan tingkat

reflex. Akan tetapi pada umumnya pada reflex yang meningkat zona reflex akan

meluas. Reflex dapat dibangkitkan meskipun rangsangan diberikan tidak pada

tendon otot, selain itu kontraksi otot yang ditimbulkan juga bertambah hebat.

Penilaian reflex juga harus dilakukan pada kedua sisi. Ketidaksimetrisan respons

reflex bias berarti suatu kondisi patologis.

Nilai Respons

0 Negative

+ Positif tetapi menurun

++ Normal

+++ Meningkat tetapi masih mungkin normal

++++ Sangat meningkat, kadang disertai klonus

3.6 Laboratorium :

GDS 240 mg%, ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas normal.

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal?

Pemeriksaan Hasil Interpretasi

GDS 240 mg % N: < 150 mg /dl

22

Page 23: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Hiperglikemia, riwayat

DM.

Ureum Normal 15 – 40

(mg/dl)

-

kreatinin Normal 0.5 – 1.5

(mg/dl)

-

b. Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan?6,7,8

1. menggunakan TCSS (tronto clinical scoring system) untuk menentukan

derajaat keparahan dari NP ini

2. Elektromiografi (EMG) untuk eleektrodiagnnose memeriksa saraf perifer

dan otot.

3. EMNG : gambaran khas berupa kecepatan hantar saraf yang menurun.

4. Biopsi saraf : bila perlu (konsultasi dengan bagian patologi anatomi).

IV. TEMPLATE

a. How to diagnose

Kriteria diagnosa neuropati diabetic dapat dilakukan dengan menilai gejala klinis,

pemeriksaan klinis, pemeriksaan elektrodiagnostik, tes sensoris kuantitatif (suhu dan vibrasi) dan

tes fungsi otonom.

1. Gejala Klinis

Berdasarkan anamnesis :

a) Sensorik : rasa baal, rasa panas, rasa terbakar, rasa kesemutan, rasa kesetrum,

Alodonia, gambaran sepertisarung tangan/kos kaki

b) Keluhan motorik : tungkai / lengan kurang kuat, sering jatuh,sulit naik tangga,

sulit bangkit dari kursi, sulit buka stoplesdll.

c) Keluhan otonom : gangguan berkeringat, gangguan/disfungsi seksual : gangguan

ereksi, sulit orgasme, diare, sulit adaptasi dalam gelap dan terang, keluhan

hipotensi ortostatis

2. Pemeriksaan Klinis

a) Inspeksi: ulserasi pada kaki dan Charcot Joint

23

Page 24: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

b) Pemeriksaan Neurologik :

a. pemeriksaan motorik didapat kelemahan tipe LMN

b. Pemeriksaan sensorik didapat gambaran kos kaki/sarung tanganuntuk rasa

nyeri/suhu

c. Gangguan vibrasi

3. Pemeriksaan elektrodiagnostik

a. ENMG (Elektroneuromiografi) : meliputi kecepatan hantar saraf motorik/sensorik

(KHSM/KHSS)

4. Tes Sensoris kuantitatif : untuk vibrasi dan suhu dikenaldengan Quantitative Sensoric

testing (QST).QST adalah tehnik untuk mengukur intensitas rangsangan yang diperlukan

untuk memberi persepsi sensorik khas dimana sifat fisik serta intensitas diketahui secara

tepat

5. Tes Fungsi Otonom

a. Kardiovaskuler

i. Evaluasi hipotensi ortostatik dengan postural blood pressure testing

ii. Resting heart rate

iii. Valsava maneuver

iv. R variation (beat to beat heart rate variation)

b. Eye

i. Dark-adapted pupil size after total parasimpathetic testing

c. Sudomotor

i. Thermoregulatory sweat test (semikuantitatif) : Penderita dibedaki dengan

bedak indikator yang menjadi ungubila basah

ii. Potensial kulit : Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama

daritelapak tangan dan telapak kaki

iii. Sweat imprint quantitation : Rangsangan kulit dengan pilocarpin,

diperhatikan tetesankeringat baik diameter maupun distribusinya.

iv. Quantitative Sudomotor Axon reflex test (QSART) : Mengukur respons

keringat setelah dirangsang dengantranscutaneus iontoforesis dari asetil

kholin.

24

Page 25: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau lebih dari empat kriteria

dibawah ini : (Sjahrir,2006)

b. DD

Miopati, yaitu suatu kelainan yang ditandai oleh abnormalnya fungsi otot (merupakan

perubahan patologik primer) tanpa adanya denervasi pada pemeriksaan klinik, histologik atau

neurofisiologi. Sindrom Guillain Barre, yaitu suatu polineuropati yang bersifat ascending dan

akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB

merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut

berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus

kranialis.

c. Tatalaksana

1. Terapi Nonmedikamentosa

a. Edukasi

Edukasi pasien sangat penting dalam tatalaksana neuropati diabetik. Target

pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari memberi

pengahrapan yang berebihan.

b. Perawatan Umum (kaki)

Jaga kebersihan kaki, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah

trauma berulang pada neuropati kompresi.

c. Pengendalian Glukosa Darah

2. Terapi medikamentosa

a. Dengan menggunakan obat-obat :

i. Golongan aldolase reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat

penimbunan sorbitol dan fruktosa

ii. Penghambat ACE

iii. Neutropin : Nerve growth factor, brain-derived neurotrophic factor

iv. Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan

radikal hidroksil, superoksida dan peroksil serta membentuk kembali

glutation

25

Page 26: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Pedoman tatalaksana neuropati diabetik dengan nyeri, diantaranya :

a. NSAID (ibuprofen dan sulindac)

b. Antidepresan trisiklik (amitriptilin, imipramin, nortriptilin, paroxetine)

c. Antikonvulsan (gabapentin, karbamazepin)

d. Antiarimia (mexilletin)

e. Topikal : capsaicin, fluphenazine, transcutaneous electrical nerve stimulation

d. Komplikasi

Walaupun mortalitasnya kecil dan bukan merupakan komplikasi yang fatal, tetapi

kelainan ini sangat mengganggu kualitas hidup penderita sehari-hari sehingga dapat

menyebabkan kerugian ekonomi penderita baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kelainan ini merupakan manifestasi klinik yang khas ditandai dengan kehilangan sensibilitas

pada kaki/tungkai, terjadinya ulkus, deformasi dan akhirnya terjadi gangren yang seringkali

berakhir dengan amputasi.

e. Prognosis

DUBIA ET BONAM

Prognosis penderita neuropati diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua

usia penderita diabetes mellitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada

kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes mellitus, adanya infeksi yang berat, derajat

kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.

Pada umumnya polineuropati sembuh dengan gejala sisa, walaupun pada beberapa kasus

memperlihatkan gejala-gejala yang menetap. Apabila terjadi paralisis otot-otot pernapasan

maka prognosis akan lebih buruk.

f. KDU

3A -- Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium

sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskandan memberi terapi pendahuluan, serta

merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

26

Page 27: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

V. LI

a. ANATOMI DAN FISIOLOGI SARAF ANGOTA GERAK

a. PENGERTIAN

Salah satu organ yang berfungsi untuk menyelengarakan kerja sama yang rapih dalam

organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh.

b. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF

Pembagian susunan saraf terdiri dari :

1. Susunan saraf sentral

a. Medula spinalis.

b. Otak

i. Otak besar (serebrum)

ii. Batang otak (trunkus serebri)

iii. Otak kecil (serebelum)

2. Susunan saraf perifer

3. Susunan saraf somatic

4. Susunan saraf otonom

a. Susunan saraf simpatis

b. Susunan saraf para simpatis

SUSUNAN SARAF SENTRAL

1. Medula Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)

Bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam kanalis vertebralis

bersama ganglion radik posterior yang terdapat pada setiap foramen intervertebralis

terletak berpasangan kiri dan kanan. Organ ini mengurus persarafan tubuh, anggota bdan

serta bagian kepala. Dimulai dari bawah medula oblongata setinggi korpus vertebra

servikalis I memanjang sampai ke korpus vertebra lumbalis I dan II.

a). Bentuk Medula Spinalis Sama halnya dengan otak berada dalam sakus arakhnoid yang

berisi cairan otak, sakus arakhnoid berakhir di dalam kanalis vertebralis dalam tulang

sakrum. Dalam medula spinalis keluar 31 pasang saraf, terdiri dari:

(1) Servival : 8 pasang

27

Page 28: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

(2) Torakal : 12 pasang

(3) Lumbal : 5 pasang

(4) Sakral : 5 pasang

(5) Koksigial : 1 pasang

Medula spinalis mengandung zat putih dan zat kelabu yang mengecil pada bagian atas

menuju ke bagian bawah sampai servikal dan torakal, pada bagian ini terdapat pelebaran

dari vertebra servikal IV sampai vertebra torakal II pada daerah lumbal pelebaran ini

semakin kecil disebut konus medularis. Konus ini berakhir pada vertebra lumbal I dan II,

akar saraf yang berasal dari lumbal bersatu menembus foramen intervertebralis.

Penyebaran semua saraf medula spinalis, dimulai dasi torakal I sampai lumbal II

mempunyai cabang-cabang dalam saraf yang akan keluar membentuk fleksus dan ini

akan membentuk saraf tepi (perifer) terdiri dari:

(1) Fleksus servikalis, dibentuk oleh cabang-cabang servikal anterior, cabang ini bekerja

sama dengan nervus vagus dan nervus assesorius.

(2) Fleksus brakialis, dibentuk oleh persatuan cabang-cabang anterior dari saraf 

servikal 4 dan torakal 1, saraf terpenting nervus mediana adalah nervus ulnaris radialis

yang mempersarafi anggota gerak atas

(3) Fleksus lumbalis. Dibuat oleh serabut saraf dan torakal 12 saraf terbesar yaitu nervus

femoralis dan nervus obturatoir. Dibentuk oleh saraf terbesar keluar mempersarafi otot

anggota gerak bawah.

Sumsum belakang dibungkus oleh 3 selaput yaitu;

(1) Duramater (selaput luar)

(2) Arakhnoid (selaput jaringan)

(3) Piameter (selaput dalam).

Diantara duramater dan arakhnoida terapat lubang disebut kandung duramater.

b. Pembagian Medula Spinalis

Sumsum tulang belakang ada 2 macam zat;

(1) zat putih sebelah luar. Terdapat diantara berkas depan kiri dan kanan dari selaput

benang saraf.

(2) Zat kelabu sebelah dalam. Dibentuk oleh sel saraf (ganglio) berkatup banyak,

28

Page 29: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

didalamnya terdapat jaringan penunjang (mongolia).

Akar saraf sumsum tulang dibentuk oleh akar depan yang berasal dari sel ganglion di

dalam tanduk depan masuk ke dalam alur sisi depan, dan akar belakang yang dimulai dari

simpul saraf sumsum belakang masuk ke dalam alur sisi belakang.

c. Fungsi Medula Spinalis

Terdiri dari;

(1) Pusat gerakan otot-otot tubuh terbesar di kornu motorik atau kornu ventralis.

(2) Mengurus kegiatan refleks-refleks spinalis serta refleks lutut.

(3) Menghantarkan rangsangan koordinasi dari otot dan sendi ke serebelum.

(4) Sebagai penghubung antar segmen medula spinalis.

(5) Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.

2. Otak

Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer

dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak

(kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.

A. Bagian-bagian Otak

1. Serebrum (Otak besar).

Merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi penuh

bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-masing disebut fosa kranalis anterior atas

dan fosa kranalis media.

Otak mempunyai 2 permukaan, permukaan atas dan permukaan bawah. Kedua

permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian kortek serebral

dan zat putih terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf.

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu;

Lobus frontalis, adalah bagian dari erebrum yang terletak di depan sulkus sentralis.

(a) Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh karaco

oksipitalis.

29

Page 30: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

(b)Oksifitalis, yang mengisi bagian belakang dari serebrum.

(c) Korteks serebri

Disamping pembagian dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsinya dan banyaknya

area, secara umum korteks serebri dibagi menjadi 4 bagian;

(a) Korteks Sensoris, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus

bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh

tergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Disamping itu juga korteks sensoris

bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.

(b) Korteks Asosiasi, tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri-sendiri, kemampuan

otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berfikir, rangsangan yang diterima diolah

dan disimpan serta dihubungkan dengan data yang lain. Bagian anterior lobus frontalis

mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.

(c) Korteks motoris, menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah

kontribusi pada traktus piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontra lateral.

(d) Korteks Pre-frontal., terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental

dan kepribadian.

Fungsi serebrum terdiri dari;

(a) Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu.

(b) Pusat pernafasan yang menangani; aktivitas mental, akal, intelegensi, keinginan dan

memori.

(c) Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil.

2. Batang Otak (Trunkus serebri)

Diensefalon ke atas berhubungan dengan serebrum dan medula oblongata ke bawah

dengan medula spinalis. Serebrum melekat pada batang otak di bagian medula oblongata,

pons varoli dan mesensepolon. Hubungan serebelum dengan medula oblongata disebut

korpus retiformi, serebelum dengan pos varoli disebut brakium pontis dan serebelum

dengan mesensepalon disebut brakium konjungtiva.

Batang otak terdiri dari:

(a) Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat diantara serebelum dengan

mesensepolon,kumpulan dari sel saraf yang terdapat dibagian depan lobus temporalis

30

Page 31: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap ke samping.

Fungsi dari diensefalon;

(1) Vaso kontuktor, mengecilkan pembuluh darah.

(2) Respiratori membantu proses persarafan.

(3) Mengontrol kegiatan reflek.

(4) Membantu pekerjaan jantung.

(b) Mesensepolon. Atap dari mesensepalon terdiri dari 4 bagian yang menonjol ke atas, 2

disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan 2 sebelah bawah disebut

korpus kuadrigeminus inferior.

Fungsinya terdiri dari;

(1) Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.

(2) Memutar mata dan pusat pergerakan mata.

(3) Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensepolon dengan pons varoli

dengan serebelum, terletak di depan serebelum diantara otak tengah dan medula

oblongata di sini terapat premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan dan reflek.

Fungsi dari Pons varoli terdiri dari:

(1) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula oblongata dengan

serebelum atau otak besar.

(2) Pusat saraf nervus trigeminus.

(3) Medula oblongata. Merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang

menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis.

Fungsi dari medula oblongata, merupakan organ yang menghantarkan impuls dari medula

spinalis dan otak yang terdiri dari;

(1) Mengontrol pekerjaan jantung

(2) Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstruktor)

(3) Pusat pernapasan (respiratory center)

31

Page 32: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

3. Serebelum (Otak kecil)

Terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan serebrum oleh

fisura tranversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medula oblongata.

Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris merupakan pusat koordinasi dan

integrasi.

Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang

melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak

melalui pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi).

Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea terdiri dari 3 lapisan:

(a) Lapisan granular luar

(b) Lapisan purkinye

(c) Lapisan granular dalam

Fungsi sereberum;

(1) Arkhioserebelum (vestibulo serebelum), serabut aferen berasal dari telinga dalam

diteruskan oleh venus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan rangsangan pendengaran

ke otak.

(2) Paleaserebelum (spinoserebelum), sebagai pusat penerima impuls dari reseptor

sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. Trigeminus) kelopak mata, rahang

atas dan bawah serta otot pengunyah.

(3) Neoserebelum (Ponto Serebelum), korteks serebelum menerima informasi tentang

gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan.

B. Saraf Kepala (Saraf Otak)

Susunan saraf terdapat pada bagian kepala yang keluar dari otak dan melewati lubang

yang terdapat pada tulang tengkorak berhubungan erat dengan otot panca indera; mata,

telinga, hidung, lidah dan kulit.

Di dalam kepala ada 2 saraf kranial, beberapa diantaranya adalah serabut campuran

gabungan saraf motorik dan saraf sensorik tetapi ada yang terdiri dari saraf motorik saja

atau hanya sensorik saja. Saraf otak terdiri dari:

Urutan saraf , Nama saraf, Sifat saraf Memberikan saraf Untuk dan fungsinya

1. Nervus olfaktorius sensorik Hidung sebagai alat penciuman

32

Page 33: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

2. Nervus optikus Sensorik Bola mata untuk penglihatan

3. Nervus Okulomotoris Motorik Penggerak bola mata dan mengangkat kelopak mata

4. Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan penggerak bola mata

5. Nervus trigeminus Motorik & sensorik

Nervus optalmikus Motorik & sensorik Kulit kepala dan kelopak mata atas

Nervus maksilaris Sensorik Rahang atas, palatum dan hidung

Nervus mandibularis Motorik & sensorik Rahang bawah dan lidah

6. Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata

7. Nervus fasialis Motorik & sensorik Otot lidah menggerakan lidah dan selaput lendir

rongga mulut

8. Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan pendengaran

9. Nervus glossofaringeus Sensorik & motorik Faring, tonsil dan lidah, rangsangan cita

rasa

10. Nervus vagus Sensorik & motorik Faring, laring, paru-paru dan esofagus

11. Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher

12. Nervus hipoglosus Motorik Lidah, cita rasa dan otot lidah

SUSUNAN SARAF PERIFER

1. SARAF SOMATIK

Susunan saraf somatik adalah susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk

mengatur aktivitas otot sadar atau serat lintang.

A. Serabut Saraf Anggota Gerak Atas 

Fleksus brakialis terdapat di atas rongga toraks merupakan saraf-saraf segmen servikal IV

hingga torakal I membentuk jalan saraf yang mempersarafi lengan. Saraf servikal

membentuk nervus medianus mempersarafi antara lain otot fleksor lengan bawah yang

berfungsi mengetulkan lengan dan jari, cabang sensoris nervus medianus mempersarafi

kulit, telapak tangan mulai dari ibu jari sampai tangan setengah bagian radikal jari ke-4.

Saraf servikal IV dan torakal I membentuk nervus ulnaris mempersarafi otot tangan di

daerah hipotenar (telapak tangan) pada sisi tulang hasta, saraf ini mengandung cabang

sensoris yang mempersarafi kulit, telapak tangan dari jari ke-5 dan setengah bagian ulna jari

manis.

33

Page 34: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Saraf servikal V dan VI bagian dorsal membentuk nervus aksilaris yang mempersarafi

muskulus deltoid, saraf servikal V dan VII membentuk nervus radialis yang mempersarafi

otot-otot ekstensor, kulit lengan dan tangan bagian dorsal.

B. Serabut Saraf Anggota Grak Bawah 

Fleksus lumbo sakralis, saraf-saraf spinal hingga sakral V membentuk jala saraf yang

mensarafi tungkai jala, tersusun dalam 2 bagian-nagian dorsal dan yang ventral

Saraf lumbal I dan II membentuk nervus genito femoralis yang mengurus persarafan kulit

daerah genetalia dan paha atas bagian medial.Saraf lumbal II-IV bagian ventral membentuk

nervus obturotarius yang mensarafi otot obturatori dan abduktor paha, bagian sensoris

mengurus sendi paha.Saraf lumbal II-IV bagian dorsal membentuk nervus femoralis

mensarafi muskulus

b. POLINEUROPATI DIABETIK

PENDAHULUAN

Neuropati adalah gangguan saraf perifer yang meliputi kelemahan motorik,

gangguan sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon, dapat akut atau kronik.

Kelainan yang dapat menyebabkan neuropati dapat digolongkan secara umum yaitu yang

disebabkan oleh penyakit defisiensi, kelainan metabolisme, intoksikasi, alergi, penyakit

keturunan, iskemik, dan kompresi.

Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan pada sel saraf di

sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri. Inti sel saraf adalah

tempat terpenting dalam metabolisme neuronal sehingga berbagai proses disini dapat

mempengaruhi saraf tepi. Penghantaran rangsangan dan nutrisi pada saraf tepi sangat

bergantung pada keutuhan selubung mielin dan aliran darah pada saraf tepi tersebut.

Neuropati dapat primer disebabkan proses demielinisasi atau iskemik lokal pada saraf tepi.

Polineuropati atau yang disebut juga neuronopati adalah neuropati dengan lesi utama pada

neuron. Merupakan proses umum yang menyebabkan kelainan simetris dan bilateral pada

34

Page 35: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

sistem saraf tepi. Kelainan ini dapat berbentuk motorik, sensorik, sensorimotor atau

autonomik. Distribusinya dapat proksimal, distal atau umum.

Menurut WHO, technical report series 645, 1980 : batasan neuropati saraf tepi adalah

kelainan menetap (lebih dari beberapa jam) dari neuron sumsum tulang, neuron motorik

batang otak bagian bawah, sensorimotor primer, neuron susunan saraf autonom perifer

dengan kelainan klinis, elektroneurografik dan morfologik.

Gejala yang mula-mula mencolok adalah pada ujung saraf yang terpanjang. Di

sini didapat degenerasi aksonal, sehingga penyembuhan dapat terjadi jika ada degenerasi

aksonal. Proses di sini lambat dan sering tidak semua saraf terkena lesi tersebut.

PATOFISIOLOGI

a. Neuropati aksonal

Neuropati akson mengenai akson dengan efek sekunder pada sarung mielin.

Akson yang terbesar terkena lebih dulu. Jenis lain dari neuropati aksonal disebabkan oleh

iskemik akibat vaskulopati. Sisi dari kerusakan aksonal berhubungan dengan innervasi

vaskular dan dapat terkena dimana saja sepanjang saraf tersebut.

b. Neuropati demielin

Yang terkena adalah sel schwann dari sarung mielin dengan akibat demielinisasi

dari saraf tepi dalam bentuk distribusi segmental.

c. Bentuk gabungan

Kebanyakan neuropati adalah bentuk gabungan dimana mielin lebih terkena dari

pada akson atau sebaliknya.

1. Teori metabolik. Teori ini menerangkan gangguan metabolik akibat dari hiperglikemia

dan atau defisiensi insulin pada satu atau lebih komponen seluler pada saraf menyebabkan

terjadinya gangguan fungsi dan struktural. Gangguan ini akan menyebabkan kerusakan

jaringan saraf dan mengakibatkan defisit neurologi.

2. teori vaskuler . teori ini menerangkan bahwa neuropati, nefropati dan retinopati terjadi

akibat demyelinasi multifokal dan hilangnya akson ( axonal loss). Pada kapiler pasien

diabetes terjadi penebalan membran basement dan peningkatan ukuran dan jumlah sel

endotel kapiler yang menyebabkan diameter lumen pembuluh darah menjadi kecil.

3. Teori sorbitol-osmotik. Teori ini menerangkan bahwa kerusakan jaringan saraf

disebabkan oleh akumulasi sorbitol intraseluler, yang berasal dari strees hiperglikemik

35

Page 36: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

isotonic pada diabetes. Myoinositol akan menetralkan efek ini, namun proses ini akan

menjadi hilang, yang mengakibatkan sintesis phosphatidylinositol menjadi terbatas dan

dibentuk phospatydilinositol generasi ke dua. Dengan demikian merubah aktivitas

[Na.sup+]/[K.sup+]ATPase pada saraf

KLASIFIKASI

1 Berdasarkan lokasi

Polineuropati sensorik-motorik simetris

Bentuk ini lebih dikenal dengan polineuropati, merupakan bentuk yang paling

sering dijumpai. Keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan sampai dengan yang paling

berat. Gangguan bersifat simetris pada kedua sisi. Tungkai lebih dulu menderita dibanding

lengan. Gangguan sensorik berupa parestesia, anestesia dan perasaan baal pada ujung-ujung

jari kaki yang dapat menyebar ke arah proksimal sesuai dengan penyebaran saraf tepi, ini

disebut sebagai gangguan sensorik dengan pola kaus kaki. Kadang-kadang parestesia dapat

berupa perasaan-perasaan yang aneh yang tidak menyenangkan, rasa seperti terbakar. Nyeri

pada otot sepanjang perjalanan saraf tepi jarang dijumpai. Nyeri ini dapat mengganggu

penderita pada waktu malam hari, terutama pada waktu penderita sedang tidur. Kadang-

kadang penderita mengeluh sukar berjinjit dan sulit berdiri dari posisi jongkok.

Kelemahan otot pertama-tama dijumpai pada bagian distal kemudian menyebar ke

arah proksimal. Atrofi otot, hipotoni dan menurunnya refleks tendon terutama tendon

Achilles, dapat dijumpai pada fase dini sebelum kelemahan otot dijumpai. Saraf otonom

dapat juga terkena sehingga menyebabkan gangguan trofik pada kulit dan hilangnya keringat

serta gangguan vaskular perifer yang dapat menyebabkan hipotensi postural.

2 Berdasarkan etiologi

Penyakit Defisiensi

Defisiensi tiamin, asam nikotinat, dan asam pantotenat mempengaruhi

metabolisme neuronal dengan menghalangi oksidasi glukosa. Defisiensi seperti ini dapat

terjadi karena malnutrisi, muntah-muntah, kebutuhan yang meningkat seperti pada

kehamilan atau pada alkoholisme. Defisiensi tiamin dapat menyebabkan kardiomiopati dan

gangguan pada mesensefalon (Wernicke’s encephalopaty), ini akan menyebakan paralisis

otot-otot okular, nistagmus, ataksia, dan demensia. Neuritis alkoholik disebabkan oleh

36

Page 37: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

defisiensi tiamin dan bukan karena efek toksik alkohol yang biasanya disertai rasa nyeri

yang sangat pada daerah betis.

Defisiensi asam nikotinat akan menyebabkan penyakit pellagra. Pada

polineuropati yang disebabkan defisiensi asam nikotinat, penderita-penderita akan

mengalami demensia ringan, dermatitis pada daerah tubuh yang terkena matahari, kadang-

kadang disertai glositis dan diare.

Gangguan metabolisme

Gambaran klinik neuropati terlihat pada 20% penderita diabetes melitus, tetapi

dengan pemeriksaan elektrofisiologi pada dibetes melitus asimptomatik tampak bahwa

penderita sudah mengalami neuropati subklinik. Pada kasus yang jarang, neuropati

merupakan tanda awal suatu diabetes melitus.

Neuropati terjadi biasanya pada diabetes melitus yang lama dan tidak terkontrol pada orang

usia lanjut. Gejala yang sering terjadi yaitu menyerupai lesi pada ganglion radiks posterior.

Disini dijumpai hipestesia perifer dengan disertai hilangnya sensasi getar. Rasa nyeri tidak

selalu dijumpai, kadang-kadang dijumpai artropati tanpa rasa nyeri dan ulkus pada kaki.

Dapat terjadi gangguan otonom seperti diare, hipotensi postural, gangguan sekresi keringat

dan impotensi.

Neuropati merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap meningkatnya

kerentanan pasien diabetes melitus terhadap infeksi, dimana akibat neuropati sensorik akan

menyebabkan berkurangnya rasa nyeri setempat sehingga luka kurang disadari dan

diabaikan oleh pasien, serta berakibat terlambatnya pengobatan. Neuropati motorik dapat

berakibat deformitas bentuk kaki dan gangguan titik-titik tekan pada telapak kaki. Lebih

lanjut neuropati autonomik dapat menyebabkan atoni kandung kemih serta gangguan

mekanisme kelenjar keringat. Atoni kandung kemih menyebabkan timbulnya stasis residu

urin dalam kandung kemih yang merupakan faktor predisposisi infeksi yang sering kambuh.

Keracunan

Neuropati karena keracunan jarang dijumpai. Timah dan logam berat akan

menghambat aktifasi enzim dalam proses aktifitas oksidasi glukosa sehingga mengakibatkan

neuropati yang sukar dibedakan dengan defisiensi vitamin B.

37

Page 38: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Keracunan timah menyebabkan neuropati motorik, khususnya mempengaruhi nervus

radialis, medianus dan poplitea lateralis. Terkulainya tangan dan kaki (drop wrist dan drop

foot) merupakan gejala yang sering ditemukan.

Manifestasi alergi

Gangguan motorik pada sindrom Guillain-Bare biasanya timbul lebih awal

daripada gangguan sensorik. Biasanya terdapat gangguan sensasi perifer dengan distribusi

sarung tangan dan kaus kaki tetapi kadang-kadang gangguan tampak segmental. Otot

proksimal dan distal terganggu dan refleks tendon menghilang. Nyeri bahu dan punggung

biasanya ditemukan. Otot fasial dan otot okular kadang-kadang terganggu. Perluasan dan

kelemahan otot-otot batang tubuh menuju toraks akan menganggu pernapasan.

Infeksi

Lepra merupakan salah satu infeksi yang mempengaruhi saraf-saraf secara

langsung, terjadi penebalan lokal saraf pada sisi infeksi dan kulit daerah yang diinervasi

mengalami pigmentasi dan anestesik. Lepra disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang

mempunyai sifat neurotropis, yang bisa ditemukan intraneural dan ekstraneural yang akan

mengakibatkan kerusakan saraf. Bahkan Fite menyatakan bahwa semua kusta merupakan

penyakit saraf.

Berdasarkan perlangsungan klinisnya, kerusakan saraf pada lepra dibagi atas :

1. Neuropati akut : terjadi nyeri spontan.

2. Neuropati sub akut : timbul nyeri bila dirangsang/palpasi.

3. Neuropati kronis : tidak memberikan keluhan nyeri.

Neuropati Kompresi

Pada Sindrom Kanalis Karpi, terjadi penyempitan kanalis karpi oleh materi lemak

atau edema, sehingga menyebabkan kompresi nervus medianus. Gejalanya meliputi nyeri

pada tangan yang kadang-kadang menyebar secara proksimal ke atas menuju lengan. Nyeri

semakin hebat pada malam hari, kadang-kadang membangunkan penderita pada dini hari.

Gejala-gejala menjadi berat oleh kerja manual yang berat seperti menggosok atau mencuci.

DIAGNOSIS

A. Anamnesis

38

Page 39: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

Keluhan berupa kelemahan otot tungkai bawah, disertai rasa kesemutan, kram, tertusuk-

tusuk, rasa baal, atau rasa terbakar.

B. Pemeriksaan fisis

1. Kelainan / kelemahan dapat berbentuk motorik, sensorik, sensorimotor atau otonomik

dengan distribusi dapat pada bagian distal atau proksimal.

2. Parestesi atau distesi

3. Gangguan sensorik tipe sarung tangan dan kaus kaki

4. Refleks fisiologis menurun atau menghilang

5. Atropi otot-otot distal

6. Langkah ayam (“steppage gait”)

C. Pemeriksaan laboratorium

• Likuor : protein normal, kadang-kadang meningkat pada jenis demyelinating.

• Darah : untuk mencari latar belakang etiologis, misalnya pemeriksaan glukosa dalam

keadaan puasa dan 2 jam sesudah makan.

D. Pemeriksaan penunjang lainnya

• EMNG : gambaran khas berupa kecepatan hantar saraf yang menurun.

• Biopsi saraf : bila perlu (konsultasi dengan bagian patologi anatomi).

DIAGNOSA BANDING

Miopati, yaitu suatu kelainan yang ditandai oleh abnormalnya fungsi otot

(merupakan perubahan patologik primer) tanpa adanya denervasi pada pemeriksaan klinik,

histologik atau neurofisiologi.

Sindrom Guillain Barre, yaitu suatu polineuropati yang bersifat ascending dan

akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch,

SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi

secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer,

radiks, dan nervus kranialis.

PENATALAKSANAAN

a. Terapi

- Kausal : menurut penyebabnya

39

Page 40: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

- Simptomatis : menurut gejalanya

- Suportif : vitamin neurotropik, dll

- Rehabilitatif : fisioterapi.

b. Perawatan rumah sakit : rawat inap dalam upaya mencari kausa dan untuk perawatan bila

perlu. Bila ada penyulit dirawat di ICU.

PROGNOSIS

Pada umumnya polineuropati sembuh dengan gejala sisa, walaupun pada

beberapa kasus memperlihatkan gejala-gejala yang menetap. Apabila terjadi paralisis otot-

otot pernapasan maka prognosis akan lebih buruk. Hal demikian ini akan lebih diperburuk

lagi apabila rumah sakit tidak mempunyai fasilitas perawatan yang memadai.

40

Page 41: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

VI. KERANGKA KONSEP

41

GDS meningkat Tn.Sinta, 51th, memiliki keluhan sering haus,

lapar dan buang air kecil serta kelemahan keempat anggota anggota gerak

Hiperglikemi

Jalur poliol ↑

Sorbitol dan fruktosa ↑

Terbentuknya AGES

Sintesis dan fungsi NO ↓

Produksi Reactive Oxygen species

Endotel vascular rusak

Mioinositol tdk bisa masuk ke sel saraf

Keadaan Hipertonik intraseluler

Gangguan transduksi sinyal pada saraf Edem saraf

Gangguan sensibilitas pola sarung tangan

Saraf rusak Reflex fisiologis lengan

dan tungkai (-)

Diabetic polineuropathy

Kekuatan otot menurun

Menghalangi vasodilatasi mikrovaskular

Aliran darah ke saraf↓

Page 42: SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx

VII. KESIMPULAN

Ny. Sinta 51 tahun dengan keluhan utama lemah keempat anggota gerak diduga

polineuropati diabetic.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. 2007. Human Physiology from Cells to Systems. 6th ed. USA: Thomson

Brooks/Cole.

2. Guyton, Arthur C, M.D dan John E. Hall, Ph.D. 1997. Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

3. Putz, R., Pabst. R. 2003. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

4. Mardjono, Mahar dkk. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.

5. Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s Review of Medical

Physiology: Properties of Sensory Receptors. Amerika Serikat: Mc Graw Hill. P.

149-50.

6. Richard S.Snell. 1997. Anatomi Klinik. Edisi 3. EGC: Jakarta.

42