Skenario B Blok 15 2012 Anamnesis Andi, 6 years-old boy, brought by his mother to the hospital with complaints of decreased hearing and discharge from his left ear. These complaints happened everytime Andi suffered from cough and runny nose. His mother said that Andi was only 3 years-old when his left ear excreted fluid for the first time. Physiscal Examination General examination: N=86x/m, RR=20x/m, Temp=36,7 o C Ear, Nose, Throat Examination Otoscopy: Right ear: Auricula : within normal limit EAC : within normal limit Tymphanic membrane : normal Left ear : Auricula : within normal limit EAC : liquid (+) Tymphanic membrane : central perforation Rhinoscopy: Anterior : hyperemic mucosa, secretion (+) Oropharynx: Normal pharynx, tonsils: T1-T1, hyperemic, detritus (+) Audiometric Examination Left ear: Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz Bone conduction : 5 10 5 10 10 dB Air conduction : 45 50 45 45 50 dB
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Skenario B Blok 15 2012
Anamnesis
Andi, 6 years-old boy, brought by his mother to the hospital with complaints of decreased
hearing and discharge from his left ear. These complaints happened everytime Andi
suffered from cough and runny nose. His mother said that Andi was only 3 years-old when
his left ear excreted fluid for the first time.
Physiscal Examination
General examination: N=86x/m, RR=20x/m, Temp=36,7oC
Ear, Nose, Throat Examination
Otoscopy:
Right ear: Auricula : within normal limit
EAC : within normal limit
Tymphanic membrane : normal
Left ear : Auricula : within normal limit
EAC : liquid (+)
Tymphanic membrane : central perforation
Rhinoscopy:
Anterior : hyperemic mucosa, secretion (+)
Oropharynx:
Normal pharynx, tonsils: T1-T1, hyperemic, detritus (+)
Audiometric Examination
Left ear:
Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz
Bone conduction : 5 10 5 10 10 dB
Air conduction : 45 50 45 45 50 dB
Right ear:
Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz
Bone conduction : 5 5 10 5 5 dB
Air conduction : 5 10 10 5 5 dB
I. Klarifikasi Istilah
1. Decreased hearing : hilangnya pendengaran, sebagian atau seluruhnya
2. Cough : ekspulsi udara yang tiba-tiba sambil mengeluarkan suara
dari paru-paru
3. Discharge (from his left ear): ekskresi atau substansi yang dikeluarkan oleh telinga kiri
4. Runny nose : Rinorrhea; berlebihnya produksi sekret atau mucus oleh
kelenjar mukosa hidung
5. EAC : External Auditory Canal atau eksternal akustic meatus;
saluran yang menghubungkan telinga luar dan tengah
6. Auricula : Telinga kecil; bagian dari telinga yang terletak di luar
kepala
7. Membran timpani : suatu membran yang terdapat di telinga tengah yang
berfungsi untuk menggetarkan suara
8. Detritus : bahan particular yang dihasilkan dengan disintegrasi
Tanda adanya oklusi tuba yaitu gambaran retraksi membrane timpani akibat terjadinya
tekanan negative di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-kadang
membrane timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat.
Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini susah dibedakan
dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (pre-supuratif)
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di membrane timpani atau
seluruh membrane timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar dilihat.
3. Stadium supuratif
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membrane timpani
menonjol (bulging) kea rah liang telinga luar. Pada stadium ini pasien tampak sangat
sakit,, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila
tekanan pus di kavum tidak berkurang maka terjadi ischemia akibat tekanan pada
kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa
dan sub-mukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani tampak sebagai daerah yang
lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi rupture. Bila tidak
dilakukan insisi membran timpani (miringitomi) pada stadium ini, maka kemungkinan
besar membrane timpani akan rupture dan pus keluar ke liang telinga luar.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya diberikan antibiotika atau virulensi kuman
yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan pus mengalir keluar dari
telinga tengah ke liang telinga luar. Anaknya yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu
badan turun, dan dapat tertidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan
akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan
akhirnya kering. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan secret
yang keluar terus-menerus atau hilang timbul.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan OMSK benigna
• Obati dahulu sumber infeksi. Pada kasus terjadi Infeksi Saluran Pernafasan Atas,
sehingga diberikan antibiotik spektrum luas secara peroral seperti golongan Penisilin.
Apabila terjadi resistensi penisilin, dapat diberikan golongan Ampisilin atau Eritromisin
sebelum hasil tes resistensi diterima. Dilakukan juga kultur untuk menentukan infeksi
virus/bakteri dan biakan dari bakteri untuk menentukan jenis bakteri
• Diberikan juga obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari. Bila sekret berkurang,
lanjutkan dengan Obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid
(Jangan diberikan > 1-2 minggu)
• Bila sekret kering namun perforasi tetap ada setelah terapi konservatif setelah
diobservasi 2 bulan, idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki memran timpani, mencegah
komplikasi, atau kerusakan pendengaran.
2. Penatalaksanaan OMSK maligna
Penatalaksanaan OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri
sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran
yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
a. Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh.
Dengan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.
Tujuannya supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan
patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.
Tujuan operasi ini ialah membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi
ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.
Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak
kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga
direndahkan. Tujuan operasi ialah membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaranyang masih ada.
d. Miringoplasti
Merupakan jenis operasi timpanoplasti paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe I. rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuannya
adalah mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan
perforasi menetap. Dilakukan pada OMSK benigna yang sudah tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
e. Timpanoplasti
Dilakukan pada OMSK benigna dengan kerusakan lebih berat atau OMSK benigna
yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuannya adalah
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan
maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan, lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani
dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang
pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 sampai dengan 12
bulan.
f. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Merupakan teknik operasi yang dilakukan pada kasus Maligna dan Benigna dengan
jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan
melalui dua jalan (cobined approach), yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini dilakukan pada OMSK
maligna belum disepakati oleh para ahli, karena sering terjadi kekambuhan kolesteatom.
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau kolesteatom,
sarana yag tersedia dan pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi atau
luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis
operasi tersebut atau modifikasinya.
Komplikasi
A. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan:
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk kejaringan otak.
4. Tuli konduksi
Terdapat gangguan hantaran suara yang disebabkan oleh kelainan/penyakit ditelinga
luar dan tengah
Etiologi
Kelainan telinga luar Kelainan telinga tengah
- Atresia liang telinga - Tuba katar
- Sumbatan oleh serumen - Otitis media
- Otitis eksterna sirkumkripta - Otosklerosis
- Osteoma liang telinga - Timpanosklerosis
- Hemotimpanum
- Dislokasi tlg pendengaran
Diagnosa ketulian kuantitatif
TESTES
RINNERINNETES WEBERTES WEBER
TESTES
SWABACHSWABACHDIAGNOSADIAGNOSA
POSITIFPOSITIFTidak adaTidak ada
lateralisasilateralisasi
SamaSama dengandengan
pemeriksapemeriksa
NormalNormal
NEGATIFNEGATIFLateralisasi (+)Lateralisasi (+) ke telinga yangke telinga yang
sakitsakit
MemanjanMemanjangg
Tuli konduksiTuli konduksi
POSITIFPOSITIFLateralisasi (+)Lateralisasi (+) ke telinga yangke telinga yang
sehatsehatMemendekMemendek Tuli sarafTuli saraf
5. Tes Pemeriksaan THT
Otoskopi
o Alat-alat pemeriksaan: lampu kepala, sumber cahaya, otoskop, corong telinga (speculum telinga), aplikator, sendokserumen, pinset siku
o Tehnik pemeriksaan telinga
Pasien:
- Duduk dengan punggung tegak lurus
- Kepala sedikit ke depan
- Kedua kaki di atas lantai dengan tungkai tidak saling menyilang
- Posisi kepala sedikit lebih tinggi dari kepala pemeriksa
- Untuk melihat telinga pasien diputar ke kanan dan ke kiri
Pemeriksa:
- Duduk di sebelah pasien atau berdiri dengan memakai lampu kepala
- Lampu ditaruh di kepala di tengah dahi
- Sinar lampu diatur fokusnya pada jarak 20-30 cm, berdiameter 2-3 cm
- Biasakan memegang telinga dengan menggunakan tangan kiri agar tangan kanan dapat dipergunakan alat lain seperti pinset, dll
- Telinga kanan: pegang dengan tangan kiri,jari I dan II memegang daun telinga
- Telinga kiri: dengan tangan kiri jari I dan II memegang daun telinga, jari III menahan telinga
- Bila banyak terdapat bulu telinga maka dipakai speculum telinga
- Otoskop berguna untuk melihat bagian dalam dengan pembesaran
o Yang dinilai pada pemeriksaan telinga
- Telinga luar
• bentuk daun telinga, nyeri tekan tragus
• nyeri tarik
- Liang telinga, agar lebih lurus dilihat dengan menarik aurikula ke belakang atau ke bawah dan belakang (pada anak)
• serumen, sekret, penyempitan
o Membran timpani
• bentuk (konkaf, menonjol, retraksi)
• landmark—anulus, plica anterior dan posterior, umbo, reflekscahaya
• warna (normal sepertimutiara, hiperemis, kuning)
• keutuhan (intakatauperforasi, ruptur)
Rinoskopi Anterior
o Alat-alat pemeriksaan: lampu kepala, spekulum hidung (kadang tidak diperlukan pada anak)
o Cara pemeriksaan:
- Spekulum dimasukkan ke dalam lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah spekulum berada di dalam
- Pada waktu mengeluarkan spekulum jangan ditutup di dalam, supaya bulu hidung tidak terjepit
o Yang dinilai pada pemeriksaan rinoskopi anterior: vestibulum hidung, septum , konka inferior, konka media, konka superior, meatus sinus paranasal, mukosa rongga hidung
Pemeriksaan Orofaring
o Alat-alat pemeriksaan: lampu kepala, spatula lidah
o Cara pemeriksaan
- Posisipasienberadadepansipemeriksa
- Pemeriksa dengan menggunakan lampu kepala, cahaya dari lampu kepala diarahkan ke dalam rongga mulut.
- Lihat keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah.
- Tekan bagian tengah lidah menggunakan spatula, agar dapat melihat bagian-bagian rongga mulut dengan jelas
- Lihat keadaan dindingbelakang faring serta kelenjar limfanya.
- Lihatposisi uvula, palatum, arcusfaring serta gerakannya
- Lihat keadaan tonsil dan ukuran
- Periksa mukosa pipi, gusi dan gigi geligi.
- Palpasi rongga mulut bila ditemukan adanya massa atau kista dalam rongga mulut.
Pemeriksaan Audiometri
Untuk membuat audiogram diperlukan audiometer
Bagian dari audiometer:
- Tombol pengatur bunyi
- Tombol pengatur frekuensi
- Headphone untuk memeriksa AC (air conduction = hantaran udara)
- Bone conductor untuk memeriksa BC (Bone conduction = hantaran tulang)
Persiapan pasien :
1. Pasien harus duduk sedemikian rupa sehingga tidak dapat melihat panel control ataupun pemeriksa.
2. Benda – benda yang dapat menganggu pemasangan earphone harus disingkirkan, missal anting-anting, kacamata, dan kapas dalam liang telinga.
3. Pemeriksa memeriksa apakah ada penyempitan liang telinga dengan cara mengamati gerakan dinding kanalis saat menekan pinna dan tragus.
4. Intruksi harus jelas dan tepat. Pasien perlu mengetahui apa yang didengar dan apa yang diharapkan sebagai jawaban. Pasien harus didorong untuk memberi jawaban terhadap bunyi terlemah yang dapat didengarnya.
5. Lubang earphone harus tepat menempel pada lubang liang telinga.
Biasanya jawaban yang diminta adalah mengacungkan tangan atau jari atau menekan tombol yang menghidupkan sinyal cahaya. Pasien diintruksikan untuk memberI jawaban selama ia masih menangkap sinyal pengujian.
Penentuan ambang pendengaran :
1. Periksalah telinga yang lebih baik terlebih dahulu menggunakan rangkaian frekuensi 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz, 1000 Hz (diulang), 500 Hz, 250 Hz
2. Dengan pengeculian ulangan frekuensi 1000 Hz, rangkaian yang sama dapat digunakan untuk telingan satunya. Jika terdapat perbedaan ambang sebesar 15 dB atau lebih maka harus dilakukan pemeriksaan dengan frekuensi setengah oktaf.
3. Mulailah dengan intensitas tingkat pendengaran 0 dB, nada kemudian dinaikkan dengan peningkatan 10 dB dengan durasi satu atau dua detik hingga pasien memberi jawaban.
4. Nada harus ditingkatkan 5 dB dan bila pasien member jawaban, maka nada perlu diturunkan dengan penurunan masing-masing 10 dB hingga tidak lagi terdengar.
5. Peningkatan berulang masing-masing 5 dB dilanjutkan hingga dicapai suatu modus ayau jawaban tipikal. Biasanya jarang mencapai 3 kali peningkatan.
6. Setelah menentukan ambang pendengaran untuk frekuensi pengujian awal, cantumkan symbol-simbol yang sesuai pada audiogram.
7. Lanjutkan dengan frekuensi berikutnya dalam rangkaian. Mulailah nada tersebut pada tingkat yang lebih rendah 15-20 dB dari ambang frekuensi sebelumya. Misalnya ambang pendengaran untuk frekuensi 1000 Hz adalah 50 dB, maka mulailah frekuensi 2000 Hz pada intensitas 30-35 dB.
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29
Snell, Richard.S. 2006. Anatomi Klinik. Jakarta : ECG
Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. 2007. Edisi Keenam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Irwan, Abla Ghanie dan Sugianto. 2008. Atlas Berwarna Teknik Pemeriksaan Telinga