Page 1
Luka Bakar Derajat 2
__________________________________________________________________________
PENDAHULUAN
Luka bakar adalah kerusakan secara langsung maupun yang tidak langsung pada
jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai organ dalam, yang disebabkan oleh
panas, sengatan listrik, bahan kimia, petir, radiasi. Luka bakar pada umumnya terjadi pada
kulit yang mempunyai peranan penting dalam keseimbangan suhu tubuh, mempertahankan
cairan tubuh, juga pertahanan tubuh dari infeksi.
Luka bakar dan cedera yang berhubungan dengannya masih merupakan penyebab
kematian dan kecacatan di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, 500.000 orang dirawat di
unit gawat darurat, sementara 74.000 pasien perlu perawatan inap di rumah sakit akibat luka
bakar. Lebih dari 20.000 pasien mengalami luka bakar yang sangat hebat sehingga
memerlukan perawatan pada suatu pusat perawatan khusu luka bakar. 12.000 korban akan
meninggal akibat luka-lukanya.
Insidens luka bakar pada orang dewasa muda terdapat pada umur 20-29 tahun,
diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih muda. Luka bakar jarang terjadi pada umur 80
tahun ke atas. Sekitar 80% luka bakar terjadi di rumah. Angka mortalitas luka bakar sudah
banyak berkurang bersama dengan kemajuan dan perawatan luka bakar. Perbaikan
berhubungan dengan perkembangan perawatan syok luka bakar, infeksi, trauma inhalasi,
nurisi operasi, dan penutupan luka.1
1
Page 2
PEMBAHASAN
Anamnesis
Pengambilan suatu anamnesis yang menyeluruh merupakan suatu tugas yang paling
penting dan seringkali paling sulit untuk dilakukan dalam merawat pasien luka bakar. Petugas
pertolongan darurat, pemadam kebakaran, dan staf unit gawat darurat merupakan sumber
informasi yang sangat baik pada saat pasien datang ke rumah sakit. Tanggal, jam dan lokasi
geografis dari cedera sangat penting penatalaksaan pengobatan awal. Pengobatan yang harus
dilakukan di tempat kejadian, terutama bila pasien tidak sadar atau dalam keadaan henti
jantung-paru, perlu di catat. Anak-anak yang ditemukan dalam keadaan henti jantung dan
diresusitasi pada tempat kejadian memiliki kesempatan yang lebih baik untuk harapan
hidupnya. Penyakit kronis yang sudah ada sebelumnya, termasuk penyakit pembuluh
koroner, diabetes melitus, penyakit paru kronis, penyakit serebrovaskuler dan AIDS,
memperburuk prognosis dan perlu di catat. Kemungkinan kasus penyiksaan anak perlu
dipertimbangkan dalam merawat luka bakar pada anak.1
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Pasien luka bakar merupakan pasien trauma dan evaluasinya perlu dilakukan
secara aman dan tangkas menurut petunjuk Advanced Trauma Life Support dari American
College of Surgeons. Penyebab ketidakstabilan yang paling dini yang timbul pada pasien
luka bakar adalah cedera inhalasi yang berat, yang menimbulkan kerusakan jalan nafas
dan obstruksi, atau keracunan karbon monoksida yang mendekati letal. Pengamatan
pertama harus dengan cepat dapat mengenali semua kesulitan-kesulitan ini. Pada
pengamatan kedua yang menyeluruh dapat dideteksi adanya cedera-cedera lainnya yang
menyertainya. Perubahan status neurologik dapat menunjukkan adanya cedera kepala
tertutup. Tanda-tanda vital dan penilaian denyut perifer memungkinkan interpretasi
perubahan-perubahan selanjutnya, khususnya pada pasien-pasien dengan luka bakar
melingkar pada ekstrenmitas. Harus dilakukan suatu pemeriksaan pada abdomen yang
cermat sebelum pasien mendapat analgesik dan sedatif.1
2. Rule of Nine
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadapa luas seluruh tubuh. Pada orang
dewasa digunakan “rumus 9", yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, perut,
2
Page 3
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha
kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%, sisanya 1%
adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu untuk menaksir luasnya permukaan tubuh
yang terbakar pada orang dewasa.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak lebih besar. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10- 15-20 untuk anak.
Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-masing
20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas bawah kanan dan
kiri masing-masing 15%.2
A B C
Gambar 1. Luas luka bakar
A. Rumus 10 untuk bayi
B. Rumus 10-15-20 untuk anak
C. Rumus 9 untuk orang dewasa
3. Pemeriksaan Penunjang
Hitung darah lengkap, elektrolit dan profil biokimia standar perlu diperoleh segera
setelah pasien tiba di fasilititas perawatan. Konsentrasi gas darah dan
karboksihemoglobin perlu segera diukur oleh karena pemberian oksigen dapat menutupi
keparahan keracunan karbon monoksida yang dialami penderita. Pemeriksaan penyaring
terhadap obat-obatan, antara lain etanol, memungkinkan penilaian status mental pasien
dan antisipasi terjadinya gejala-gejala putus obat. Semua pasien sebaiknya dilakukan
rontgen dada : tekanan yang terlalu kuat pada dada, usaha kanulasi pada vena sentralis,
3
Page 4
serta fraktur iga dapat menimbulkan pneumotoraks atau hemotoraks. Pasien yang juga
mengalami trauma tumpul yang menyertai luka bakar harus menjalani pemeriksaan
radiografi dari seluruh vertebra, tulang panjang, dan pelvis.1
Diagnosis
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-
benda yang menghasilkan panas (api, cairan panas, listrik, dll). Atau zat-zat yang bersifat
membakar (asam kuat, basa kuat). Luka bakar meruapakan salah satu jenis luka yang paling
sering dialami oleh tiap orang, terutama anak-anak, setelah kecelakaan. Derajatnya berbeda-
beda, dari luka bakar paling ringan yaitu akibat sengatan matahari, hingga yang terberat
menyebabkan kematian.
Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka
bakar. Walaupun demikian, beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Umur
dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya akan sangat memengaruhi prognosis.Selain
dalam dan luasnya luka bakar, prognosis dan penanganan ditentukan oleh letak luka, usia,
dan keadaan kesehatan penderita. Perawatan daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan sulit,
antara lain karena mudah mengalami kontraktur. Bayi dan orang usia lanjut daya kompensasi
nya lebih rendah, maka bila terbakar digolongkan dalam golongan berat.2
Gambar 2
Kedalaman luka bakar
Pada derajat satu, luka akan sembuh tanpa bekas. Pada derajat dua, masih terdapat epitel vital yang menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi.
Pada derajat tiga, epitelisasi hanya mungkin dari pinggir atau melalui cangkok kulit/ski^grafting
Penggolongan grade atau derajat luka pada pasien ini didasarkan pada ketentuan sebagai
berikut:
4
Page 5
Luka derajat I
- Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis
- Kulit kering terlihat eritem
- Tidak dijumpai bulae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi
- Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari
Luka derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
reaksi eksudasi
- Dijumpai bulae
- Nyeri pada ujung-ujung saraf sensoris teriritasi
- Dasar luka berwarna pucat atau merah, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal
Dibedakan atas dua:
1. Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea masih utuh
- Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari
2. Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai bagian hampir seluruh bagian dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
besar masih utuh
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
Luka derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam
- Organ-organ seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami
kerusakan
- Tidak dijumpai bulae
- Kulit yang terbakjar berwrna abu-bau dan pucat. Karena kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, karena ujung-ujung saraf sensorik
mengalami kerusakan/kematian
5
Page 6
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka3
Gambar 3. Derajat luka bakar
Indikasi merujuk pasien luka bakar ke unit luka bakar (American Burn Association)
- Luka bakar derajat 2 > 10% LPT
- Luka bakar yang mengenai daerah wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum,
persendian utama
- Luka bakar derajat 3 pada kelompok usia berapa pun
- Luka bakar listrik (termasuk tersambar petir)
- Luka bakar akibat zat kimia
- Terdapat cedera inhalasi
- Terdapat masalah medis sebelumnya (pre-existing medical conditions)/ kondisi
komorbiditas.
Etiologi
1. Luka bakar termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh terpapar atau kontak dengan api, cairan,
panas atau objek-objek panas lainnya.
2. Luka bakar kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau
basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat-zat kimia ini. luka bakar kimia dapat terjadi
mialnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk
6
Page 7
keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri,
pertanian, dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan
luka bakar kimia
3. Luka bakar elektrik
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak,
tingginya voltage dan cara gelombang elketrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada indsutri atau dari sumber
radiasi untuk keperkluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.4
Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena konduksi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik. Derajat luka bakar berhubungan dengna beberapa faktor, termasuk konduksi
jaringan yang terkena, waktu kontak dengan sumber tenaga panas dan pigmentasi permukaan.
Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan terhadap konduksi panas,
sedang tulang paling tahan. Jaringan lain memiliki konduksi sedang. Sumber-sumber radiasi
elektromagnetik meliputi sinar x, gelombang mikro, sinar ultraviolet, dan cahaya tampak.
Radiasi ini dapat merusak jaringan baik dengan panas (gelombang mikro) atau ionisasi (sinar
x).
Sel –sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna. Antara 440
dan 510C, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan
temperatur dan waktu penyinaran yang berbatas yang dapat ditoleransi. Di atas 510C protein
terdenaturasi dan kecepatan kerusakan jaringan sangat hebat. Temperatur di atas 700C
menyebabkan kerusakan selular yang sangat cepat dan hanya periode penyinaran sangat
singkat yang dapat ditahan. Pada rentang panas yang lebih rendah, tubuh dapat mengeluarkan
tenaga panas dengan perubahan sirkulasi; tetapi pada rentang panas dengan perubahan
sirkulasi; tetapi pada rentang panas lebih tinggi, hal ini tidak efektif.
Luka bakar terbentuk dari beberapa daerah, dimulai dengan daerah koagulasi jaringan
pada titik kerusakan maksimal. Mengelilingi daerah koagulasi terdapat daerah stasis yang
ditandai dengan aliran darah yang cepat dan terdiri dari sel-sel yang masih dapat
7
Page 8
diselamatkan. Disekelilingi daerah stasis terletak daerah hiperemia, tempat sel kurang rusak
dan dapat sembuh sempurna. Dengan pengeringan atau infeksi, sel pada daerah stasis dapat
hilang dan luka dengan kedalaman tidak jenuh diubah menjadi kedalaman penuh. Salah satu
tujuan perawatan luka bakar adalah menghindari hilangnya kedua daerah luar ini.
Luka bakar secara klasik, dibagi atas derajat satu, dua dan tiga. Luka derajat satu hanya
mengenai epidermis luar dan tampak sebagai daera hiperemia dan eritema. Luka derajat dua
mengenai lapisan epidermis yang lebih dalam dan sebagian dermis serta disertai lepuh dan
atau edema dan basah. Lika derajat tiga mengenai semua lapisan epidermis dan dermis serta
biasanya tampak sebagai luka kering, seringkali dengan vena koagulasi yang terbayang
melalui permukaan kulit.
Walaupun klasifikasi luka bakar ini cukup bermanfaat dan dewasa ini sering digunakan,
namun luka bakar lebih baikdiklasifikasi sebagai ‘sebagian ketebalan kulit’ dan ‘seluruh
ketebalan kulit. Luka sebagian ketebalan kulit meliputi luka derajat satu atau dua; luka
seluruh ketebalan kulit meliputi luka derajat tiga. Penggunaan sistem klasifikasi kedalaman
luka ini dapat memberi gambaran klinik tentang apakah luka sembuh secara spontan atau
apakah membutuhkan cangkokan. Pada evaluasi awal sering sulit untuk memeriksa
kedalaman luka, terutama pada luka dermis yang dalam (derajat luka).
Kedalaman luka tidak hanya bergantung pada tipe agen bakar dan saat kontaknya,
tetapi juga terhadap ketebalan kulit di daerah luka dan penyediaan darahnya. Daerah-daerah
berkulit tebal membutuhkan kontak lebih lama terhadap sumber panas untuk mendapat luka
seluruh ketebalan kulit daripada daerah berkulit lebih tipis. Kulit pasien lanjut usia dan bayi
lebih tipis pada semua daerah daripada kelompok umur lain, serta merupakan faktor
pertimbangan penting untuk menentukan kedalaman luka bakar pada pasien ini.
Mikroskopik dari luka bakar pada prinsipnya nekrosis koagulasi. Di bawah jaringan
yang jelas hangus ada tiga zona yang berbeda. Pertama zona koagulasi dengan tidak ada
aliran darah kapiler. Tingkat keparahan ditentukan oleh suhu dan lama pemaparan.
Sekitarnya adalah zona stasis, ditandai dengan aliran darah kapiler lambat. Meskipun rusak,
jaringan belum digumpalkan. Stasis dapat terjadi lebih awal atau terlambat. Menghindari
cedera tambahan dari gosokan atau dehidrasi dapat mencegah perubahan statsi dari
berkembang dan dalam cara mencegah perpanjangan kedalaman luka bakar. Pencegahan
oklusi vena penting karena dapat menyebabkan trombosis dan infark di zona ini. zona ketiga
8
Page 9
adalah “hiperemia” yang merupakan respons peradangan biasa dari jaringan sehat untuk
cedera mematikan.
Sebuah kehilangan cairan intravaskular cepat dan protein terjadi melalui kapiler panas-
luka. Kehilangan volume terbesar dalam 6-8 jam pertama, dengan integritas kapiler kembali
normal 36-48 jam. Selain itu, ada peningkatan tekanan osmotik edema interstisial yang
menonjolkan itu. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah sementara juga terjadi di
jaringan yang tidak terbakar, mungkin sebagai akibat dari rilis awal mediator vasoaktif.
Namun, edema yang berkembang di jaringan nonburned selama resusitasi tampaknya karena
sebagian besar ke hypoproeinemia ditandai disebabnkan oleh hilangnnya protein ke luka
bakar sendiri. Penurunan umum dalam energi sel dan membran potensial terjadi sebagai
akibat dari penurunan perfusi jaringan awal. Hal ini menyebabkan pergeseran natrium
ekstraseluler dan air ke dalam ruang intraseluler, yang pada gilirannya akan meningkatkan
kebutuhan cairan. Proses ini juga dikoreksi sebagai stabilitas hemodinamik dipulihkan. Asap
inhalasi nyata meningkatkan ketidakstabilan hemodinamik, kebutuhan cairan dan tingkat
kematian.3,5
Penatalaksanaan
1. Tindakan Emergency
Pertolongan Pertama dan Perawatan Kamar Gawat Darurat
Perawatan awal penderita luka bakar mengikuti prinsip umum perawatan penderita
trauma. Khususnya, penderita harus dikeluarkan dari sumber tenaga panas, baik pakaian
terbakar atau kawat listrik tegangan tinggi. Setelah ventilasi dan fungsi jantung kembali
normal, pemeriksaan umum yang cepat dilakukan pada luka, untuk menentukan
keparahan dan luas luka. Beberapa jenis penutup yang bersih diletakkan di atas luka
bakar dan pasien siap dibawa ke rumah sakit. Penderita luka bakar kecil (TBSA kurang
dari 20%) dapat dibawa ke rumah sakit dengan cukup aman; tetapi penderita luka bakar
yang besar mungkin perlu diberi infus intravena dan dibawa dengan amat hati-hati. Luka
bakar kecil sebagian ketebalan kulit dapat dirawat pada tempat kejadian dengan memberi
air dingin untuk mengurangi nyeri; tetapi, tindakan ini tidak bijaksana untuk luka bakar
yang besar. Perawatan dengan larutan dingin yang lama pada pasien ini, dapat
menimbulkah hipotermia.
Ketika dibawa pertama kali ke ruang gawat darurat, penderita luka bakar harus
dirawat seperti setiap penderita trauma. Bila luka bakar besar dan belum ada infus
9
Page 10
intravena, harus dipasang kateter besar, terutama pada anggota gerak atas yang tidak luka.
Bila tidak ada tempat untuk ini, infus dapat dipasang di tungkai atau vena sentral, bila
perlu. Pemotongan vena harus dihindari pada penderita luka bakar karena sangat mudah
teijadi komplikasi septik. Kateter urina juga dapat dipasang untuk memantau pengeluaran
urin sejam resusitasi. Darah harus diambil untuk memeriksa jumlah sel darah, elektrolit
serum dan kreatinin. Pada penderita luka bakar di dalam ruang tertutup atau dengan
kemungkinan kerusakan paru-paru, gas darah arteri bersama kadar karboksihemoglobin
juga harus diperiksa. Pada penderita luka bakar yang besar, golongan darah harus
diperiksa untuk menentukan golongan darah yang diberikan, bila transfusi diperlukan.
Ketika infus dipasang dan darah diambil, harus dibuat anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang sistematis. Dalam anamnesis, penting alergi obat, keadaan imunisasi tetanus,
dan proses penyakit sistemik, semua ini dapat berpengaruh atau merubah perawatan.
Pemeriksaan mata dan wajah, susunan pemapasan dan jantung, serta abdomen, harus
mendapat perhatian khusus. Penderita luka bakar sering menderita luka lain yang parah,
dan dapat menimbulkan komplikasi letal bila diabaikan. Pada luka bakar yang besar,
pemeriksaan foto thorax harus dilakukan di dalam ruang gawat darurat ketika pasien
distabilisasi. Pemeriksaan radiologi yang lain dapat dilakukan bersamaan, tergantung atas
luas luka bakar.
Resusitasi cairan sangat memperkuat terbentuknya edema pada jaringan, baik yang
mengalami luka bakar ataupun tidak. Edema ini tidaklah akan selalu berakibat buruk; jika
pulih tidak akan meninggalkan kerusakan permanen. Cairan yang keluar dari ruangan
intravaskular sangat menyerupai plasma, baik dalam hal kandungan proteinnya maupun
elektrolit. Baxter dan Shires telah menunjukkan bahwa kehilangan natrium adalah sekitar
0,5-0,6 meq/kg berat badan/% permukaan tubuh yang terbakar. Hemolisis akut
ditimbulkan oleh kerusakan langsung pada sel darah merah akibat panas. Aktivasi
komplemen akibat luka bakar dan selanjutnya produksi radikal oksigen oleh neutrofil
meningkatkan fragilitas osmotik dari sel darah merah, dan menyebabkan hemolisis
berlangsung selama beberapa hari setelah cedera termal. Dalam 24 jam pertama setelah
cedera, nilai hematokrit setinggi 70% relatif sering ditemukan pada orang muda yang
sebelumnya sehat.
Peningkatan dalam permeabilitas kapiler menyebabkan penurunan volume
intravaskular dan curah jantung. Kehilangan cairan intravaskular pada luka bakar yang
luasnya melampaui 20 hingga 25% dari permukaan tubuh terlalu cepat untuk dapat
diatasi oleh koreksi parsial dari defisit cairan melalui perpindahan cairan intraselular.
10
Page 11
Mula-mula, peningkatan permeabilitas kapiler akan berakibat kehilangan volume plasma
netto obligat. Dalam 24 jam kedua setelah luka bakar, permeabilitas kapiler kembali
normal, dengan suatu peningkatan kecil netto dari volume plasma intravaskular.
Penggantian cairan yang terlepas dari jaringan yang terbakar adalah landasan dalam
pengobatan dan pecegahan syok akibat luka bakar. Dengan resusitasi cairan kristaloid
yang tepat selama 12 hingga 24 jam, curah jantung akan meningkat hingga tingkat di atas
normal, mencerminkan awal gejala dari suatu hipermetabolisme pasca luka bakar. Data
seperti ini menekankan pentingnya pengukuran curah jantung di atas penentuan volume
darah sebagai suatu petunjuk terhadap keberhasilan resusitasi. Meskipun pada mulanya
pasien mungkin hipotensi dan mengalami hipovolemia, namun tekanan darah sering kali
akan tetap di antara rendah hingga rendah-normal dengan perfusi sistemik yang memadai
setelah resusitasi dimulai. Penelitian eksperimental telah memperlihatkan bahwa ginjal
merupakan organ dengan perfusi yang paling buruk setelah suatu luka bakar. Dengan
resusitasi, maka aliran darah ginjal akan kembali normal hanya setelah perfusi pada
organ-organ viseral lainnya kembali pulih. Dengan demikian, suatu perfusi ginjal yang
adekuat dapat diartikan sebagai aliran darah yang memadai pula untuk organ- organ lain.
Urin yang keluar merupakan merupakan petunjuk yang paling tepat dan mudah untuk
memantau resusitasi.
Pemilihan Cairan Resusitasi
Karena cairan luka mirip dengan plasma, maka larutan elektrolit yang memiliki
kandungan paling mirip dengan elektrolit plasma muncul sebagai cairan resusitasi yang
efektif untuk mengatasi sindrom syok. Baxter menganjurkan larutan Ringer laktat sebagai
cairan yang mirip dengan cairan ekstraselular dan tidak mahal, mudah didapat dan
berhasil menyelamatkan kasus-kasus luka bakar yang berat tanpa komplikasi kelebihan
cairan, dan gangguan komposisi elektrolit.
Formula-formula yang dulu dipakai untuk resusitasi, termasuk produk-produk
koloid dan larutan seperti ini, masih populer pada banyak fasilitas perawatan luka bakar.
Baxter mendemonstrasikan bahwa perubahan volume plasma tidak bergantung pada
kandungan koloid plasma dalam 24 jam pertama pasca luka bakar, dan dengan demikian
resusitasi dengan cairan yang mengandung koloid hanya sedikit bermanfaat pada periode
ini. Perhatian utama pada pemberian koloid pada periode ini adalah kehilangan cairan
secara cepat ke dalam ruang ekstravaskular. Cara yang dipakai menggunakan rumus
Baxter yaitu luas luka bakar dalam persen x berat badan dalam kg x 4 ml larutan ringer.
11
Page 12
Hubungan kegunaan pemberian larutan koloid dan kristaloid pada resusitasi awal
pasien luka bakar dievaluasi dalam suatu penelitian acak dengan menggunakan kontrol.
Kendatipun pasien yang mendapat larutan koloid memerlukan volume yang lebih rendah
untuk mencapai resusitasi yang memadai dibandingkan pasien yang hanya mendapat
larutan kristaloid, namun pada akhir hari kedua pasca luka bakar tidak ada perbedaan
bermakna di antara kedua kelompok pengobatan dalam hal banyaknya cairan yang
diberikan, curah jantung, kontraktiiitas ventrikel kiri, dan volume intravaskular. Cairan
paru ekstravaskular meningkat nyata di atas nilai normal pada pasien yang diresusitasi
dengan cairan koloid, demikian pula komplikasi paru-paru dan mortalitas lebih tinggi
pada kelompok ini. Dengan demikian, pemberian larutan koloid perlu dihindari pada
kebanyakan kasus luka bakar sebelum integritas vaskular pulih kembali.
Larutan garam hipertonik yang mengandung 250 meq natrium klorida per liter telah
digunakan dengan berhasil dalam resusitasi pasien dengan luka bakar yang luas. Manfaat
utama dari suatu larutan natrium hipertonik adalah volume yang diperlukan akan lebih
kecil dalam 24 jam pertama pasca luka bakar. Pembentukan edema akan lebih sedikit
dibandingkan dengan resusitasi memakai larutan isotonik, dan pasien-pasien dengan luka
bakar derajat tiga yang melingkar akan lebih jarang memerlukan nekrotomi. Namun
demikian, meskipun resusitasi dengan volume yang lebih sedikit ini mungkin
menguntungkan pada pasien dengan cedera inhalasi, prognosis yang lebih baik belum
pernah dibuktikan.
Resusitasi dengan larutan garam hipertonik menjadi terbatas dengan perkembangan
hipernatremia, oleh karena kadar natrium yang melampaui 165 meq/liter akan
menyebabkan gagal ginjal akut. Resusitasi dengan larutan garam hipertonik berhasil
paling baik pada pusat-pusat perawatan yang menggunakan kompres dengan larutan
perak nitrat sebagai terapi antimikroba topikal.
Resusitasi dalam 24 Jam Pertama. Kebutuhan cairan selama 24 jam pertama pasca
luka bakar berkaitan langsung dengan ukuran tubuh pasien (berat badan) dan luasnya
cedera (% LPTT). Larutan Ringer laktat merupakan larutan elektrolit yang paling sering
digunakan dalam resusitasi luka bakar. Perhitungan-perhitungan resusitasi hanyalah ber-
fungsi sebagai suatu alat perencana dalam memulai resusitasi. Setelah resusitasi cairan
dimulai, maka terapi selanjutnya didasarkan pada respons fisiologik pasien terhadap
pemasukan cairan pada jam-jam sebelumnya. Biasanya pada pasien luka bakar yang luas,
diperlukan volume cairan yang besar, sehingga kandungan dekstrosa 5% dalam larutan
Ringer laktat akan menyebabkan tingginya dosis dekstrosa dalam tubuh pasien. Suatu
12
Page 13
pengecualian untuk menghindari pemberian dekstrosa, adalah pada kasus luka bakar pada
anak yang masih sangat kecil, yang biasanya hanya memiliki sedikit cadangan glikogen
hati. Pada kasus demikian, maka kadar glukosa serum perlu dipantau lebih sering dan
merupakan indikasi pemberian suplemen glukosa.
Resusitasi pada 24 Jam Kedua
Pemberian cairan mengalami perubahan-perubahan dalam 24 jam kedua pasca luka
bakar. Peningkatan permeabilitas endotel mikrovaskular pada hari sebelumnya telah
kembali pulih, dan pemberian larutan koloid kini dapat bertahan dalam kompartemen
intravaskular. Koloid harus diberikan sedini mungkin pada hari kedua pasca luka bakar,
biasanya dalam 4-8 jam. Komponen cairan utama untuk resusitasi pada hari kedua
adalah air yang cukup untuk menghasilkan keluaran urin yang adekuat dan penggantian
evaporasi dan kehilangan air tak disadari lainnya yang makin bertambah. Pengukuran
kadar natrium yang sering, akan menuntun dalam mencapai komposisi cairan optimal.
Pemantauan Resusitasi
Keluaran urin merupakan pemantau keadekuatan resusitasi yang paling mudah dan
efektif. Pulihnya perfusi ginjal hanya akan terjadi bila aliran darah ke organ-organ lain
telah pulih, dan suatu keluaran urin yang adekuat, menunjukkan telah tercapainya
stabilitas hemodinamik. Volume urin yang diharapkan adalah antara 40-60 mL/jam pada
orang dewasa dan l m L/kg berat badan/jam pada anak dengan berat badan kurang dari
30 kg.
Petunjuk ini berlaku kecuali pada pasien dengan cedera akibat sengatan listrik
langsung, dan mioglobinuria. Mioglobin bebas bersifat toksik terhadap tubulus ginjal
dan dapat menyebabkan nekrosis tubulus dan anuria. Jika urin pada pasien yang
mengalami sengatan listrik berwarna merah muda, merah, atau coklat, maka kecepatan
infus intravena perlu ditingkatkan guna meningkatkan keluaran urin hingga 100 sampai
150 mL/jam. Jika urin berwarna gelap, natrium bikarbonat harus diberikan agar urin
menjadi basa dan mencapai pH di atas 5,6 serta meningkatkan kelarutan mioglobin. Di
samping itu, berikan pula manitol untuk merangsang diuresis. Denyut jantung, pH darah,
dan tekanan darah sistemik merupakan indikator non spesifik yang berhubungan dengan
keadaan perfusi, sehingga ketepatannya dalam mencerminkan keberhasilan usaha
resusitasi sangat bervariasi. Mungkin saja suatu tekanan arterial yang mengatur
13
Page 14
autoregulasi pada malfungsi organ tertentu (misalnya, ginjal, otak) mengalami
kegagalan; oleh sebab itu, pada sebagian besar kasus, tekanan arterial sistolik di bawah
80-85 mmHg harus diatasi. Pada kasus luka bakar atau edema pada ekstremitas, tekanan
darah sulit diukur, sehingga perlu dipandu oleh pemantau yang invasif.
Suatu indikasi untuk menjalankan pemantauan invasif adalah kebutuhan cairan yang
melampaui 150% hingga 200% dari rumus perhitungan luka bakar. Tekanan perifer
kapiler paru merupakan acuan yang paling bermanfaat untuk mengukur kapasitas
volume intravaskular dan kemampuan untuk menerima cairan tambahan. Curah jantung
merupakan acuan yang besar manfaatnya dalam menentukan intervensi farmakologik
Penatalaksanaan Cairan Setelah 48 Jam
Setelah 48 jam, pasien luka bakar menunjukkan perubahan fisiologi sehubungan
dengan respons hipermetabolik pasca luka bakar, yang akan mencapai puncaknya sekitar
1 minggu setelah terjadinya cedera, dan akan menetap hingga luka bakar menutup.
Curah jantung akan meningkat dua kali lipat pada pasien dengan luka bakar yang
melampaui 40% LPTT. Ventilasi semenit meningkat, bersama dengan konsumsi oksigen
dan produksi karbondioksida. Kehilangan cairan melalui evaporasi luka bakar menjadi
besar jumlahnya. Mobilisasi edema dan keluaran urin meningkat pada periode ini, dan
diuresis dapat cukup besar karena meningkatnya beban larutan ginjal yang dihasilkan
oleh peningkatan proses-proses katabolik. Kegagalan mobilisasi cairan edema pada
periode ini merupakan suatu ramalan mortalitas yang akurat.
Pemberian cairan pada fase pasca resusitasi ditentukan oleh keluaran urin, kontrol
yang cermat dan kehilangan berat badan, serta pemeliharaan kadar natrium serum dalam
jumlah normal. Pasien-pasien luka bakar akan bertahan dalam keseimbangan air dan
natrium yang positif hingga 2 minggu setelah terjadinya cedera. Seperti pada fase
resusitasi, maka suatu keluaran urin minimum sebesar 40-60 mL/ jam merupakan hal
yang penting. Volume urin yang lebih besar mungkin tidak ada kaitannya dengan
keseimbangan cairan, bahkan mencerminkan suatu diuresis obligatorik sebagai respons
terhadap konsentrasi larutan yang tinggi dalam urin, atau terhadap peningkatan kadar
peptida natriuretik dari atrium. Hiponatremia merupakan penyebab kejang yang paling
sering setelah luka bakar, dan berbahaya terutama pada anak-anak kecil.
Kehilangan kalium melalui urin pada fase pasca resusitasi rata-rata 50-200 meq
setiap harinya dan dapat mencapai 600 meq/hari. Penggantiannya dapat dilakukan
14
Page 15
dengan mudah, dengan memantau kadar serum. Kehilangan sel darah merah bersifat
progresif, dan orang dewasa dapat memerlukan hingga 2-3 unit darah setiap minggu
guna mempertahankan kadar hematokrit di atas 30%. Rekombinan eritropoetin manusia
dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah.
Pemeliharaan Sirkulasi Perifer
Kulit dengan ketebalan penuh yang mengalami kerusakan, tidak akan meluas, karena
akumulasi cairannya terdapat di bawah keropeng yang kaku. Jika suatu ekstremitas
mengalami luka bakar ketebalan penuh yang melingkarinya, maka edema yang makin
hebat akan secara progresif meningkatkan tekanan jaringan hingga menghambat aliran
darah. Sianosis distal, terlambatnya pengisian kembali dari kapiler, nyeri profunda, dan
defisit neurologik, menunjukkan adanya gangguan vaskular, namun relatif merupakan
tanda-tanda yang tidak spesifik pada ekstremitas dengan luka bakar yang hebat.
Ekstremitas yang terbakar harus diletakkan lebih tinggi segera setelah cedera dan
dilatih secara aktif selama 5 menit setiap jamnya. Jika sirkulasi perifer terganggu, maka
terdapat indikasi nekrotomi. Keropeng pada ekstremitas tersebut diinsisi sepanjang garis
mediana dan mediolateral hingga mencapai dan menembus perlekatan fasia subdermal.
Nekrotomi dilakukan di tempat tidur dan tidak memerlukan anestesia karena biasanya
keropeng tidak sensitif lagi. Nekrotomi toraks mungkin perlu dilakukan pada pasien-
pasien tertentu yang mengalami keterbatasn gerak dinding dada akibat suatu luka bakar
derajat tiga yang di sekitar dada tersebut.
Dua teknik nekrotomi dini yang paling sering dilakukan adalah eksisi tangensial dan
eksisi fasia. Eksisi tangensial meliputi eksisi keropeng secara berurutan ke arah bawah
hingga mencapai jaringan hidup yang berdarah dengan suatu der- matom penjaga. Eksisi
diakhiri jika telah dijumpai dermis yang hidup atau jaringan subkutan yang sehat.
Perdarahan intraoperatif dapat hebat pada teknik ini, namun kehilangan darah dapat
dikurangi dengan pemakaian torniket pada luka bakar ekstremitas. Suatu dasar luka yang
sehat ditunjukkan oleh adanya dermis yang basah, berwarna putih atau jaringan lemak
kuning terang pada jaringan subkutis. Eksisi fasia dilakukan dengan menggunakan
kauter listrik dan torniket guna membatasi kehilangan darah. Hilangnya kontur tubuh
tidak dapat dielakkan pada eksisi fasia. Setelah eksisi dan hemostasis, maka cangkok
kulit ketebalan parsial dapat diambil dengan menggunakan berbagai dermatom. Lembar
cangkokan dapat digunakan untuk mendapatkan penampilan yang lebih baik pada
15
Page 16
daerah-daerah yang penting secara kosmetis. Cangkokan dilekatkan pada posisinya
menggunakan penjepit pada ujungnya. Jika semua kulit yang ada telah digunakan, maka
suatu homograf dapat ditempelkan pada daerah yang telah dieksisi sampai lokasi kulit
donor semula dapat dipanen kembali, biasanya dalam waktu 2-3 minggu.5
2. Terapi Suportif
Kontrol Nyeri
Pasien luka bakar biasanya sangat sensitif terhadap analgesik pada fase resusitasi.
Pemberian dalam dosis yang kecil namun sering lebih aman daripada suatu dosis tunggal
yang besar. Morfin sulfat merupakan obat yang efektif dan pantas diberikan. Segera
setelah terjadi cedera, potensi analgesik opioid akan meningkat. Orang dewasa perlu
mendapat 2-5 mg morfin dalam dosis yang dititrasi setiap jamnya; anak-anak
membutuhkan hingga 0,1 mg/kg tiap jamnya. Selama fase resusitasi, semua obat harus
diberikan secara intravena.
Kemudian dalam perjalanan klinis selanjutnya, dibutuhkan dosis yang lebih besar
untuk mengatasi nyeri pada luka bakar yang sedang, dan yang khususnya efektif adalah
infus morfin secara kontinu. Dosis suplemen biasanya diperlukan pada saat melakukan
debridemen. Eliminasi nyeri secara total pada pasien luka bakar bukannya tidak mungkin
pula dengan anestesia umum singkat. Semua obat- obatan ini mengganggu fungsi respirasi
dan sebaiknya hanya diberikan dibawah pengawasan langsung oleh petugas yang terlatih
dengan kontrol jalan napas dan bantuan pernapasan. Pemakaian benzodiazepin, hipnosis,
dan bantuan psikologis lainnya secara bersamaan membantu toleransi nyeri pada pasien
luka bakar, dan dapat mengurangi kebutuhan narkotik. Pada masa konvalesens, pemberian
suatu analgesik secara teratur, misalnya metadon, akan memberikan kontrol nyeri yang
lebih efektif dibandingkan pemberian dosis "prn" (bilamana perlu).
Antibiotik dan Profilaksis Tetanus
Antibiotik profilaktik tidak berguna pada pasien luka bakar yang dirawat di rumah
sakit. Tindakan demikian dapat diikuti oleh timbulnya resistensi organisme terhadap
berbagai antibiotik. Sekitar 1 minggu setelah terjadinya cedera panas, suatu batas
eritematosa sebesar 1-2 cm sering kali mengeliling pinggir luka bakar; pinggiran ini
sering kali timbul akibat reaksi jaringan terhadap produk-produk katabolisme luka, dan
bukan karena infeksi bakteria. Sebelum melakukan eksisi luka, pada saat akan masuk
ruang operasi dapat diberikan antibiotik yang merusak populasi bakteria residen pada
keropeng tersebut.
16
Page 17
Pemberian profilaksis tetanus didasarkan pada status imunisasi pasien sebe-
lumnya, dan harus diteruskan sesuai dengan panduan yang ditetapkan oleh American
College of Surgeons.
Perawatan Luka
Debridemen awal
Setelah stabilitas jalan napas dicapai dan resusitasi cairan dimulai, maka perawatan luka
bakar itu sendiri dapat dimulai. Kecuali pada luka bakar kimiawi yang harus segera
dilakukan irigasi, maka luka bakar pada pasien yang baru saja datang ke rumah sakit
tidak mengharuskan prioritas utama untuk perawatannya. Debridemen inisial sebaiknya
dilakukan pada fasilitas perawatan luka yang dirancang khusus, sehingga mampu
memelihara suatu lingkungan yang hangat dan menyediakan pemantauan elektronik.
Merendam pasien dalam bak yang besar sekarang jarang dilakukan oleh karena sering
terjadi perpindahan cairan dalam jumlah besar, dan gangguan komposisi elektrolit yang
timbulnya mendadak, serta dekompensasi hemodinamik pada tindakan tersebut.
Bula dapat dibiarkan utuh pada pasien luka bakar ringan yang dirawat jalan, tetapi pada
pasien rawat inap, semua bula harus didebridemen. Jaringan yang melekat dieksisi secara
tajam. Debridemen total terhadap semua jaringan nekrotik daat dilakukan dalam
beberapa hari. Diagram luka bakar harus dibuat, karena luas dan dalamnya jaringan yang
cedera paling baik dievaluasi pada saat ini. Luka bakar harus dicuci dengan suatu
deterjen antibakteri: klorheksidin merupakan obat yang paling efektif untuk
membersihkan dan dekontaminasi. Suatu krim antimikroba topikal dioleskan pada luka
dengan mengenakan sarung tangan steril.
Perawatan Sehari-Hari
Luka bakar yang belum menyembuh harus dilakukan debridemen dan dibersihkan
sedikitnya dua kali sehari. Jaringan nekrotik yang dibuang pada saat membersihkan
adalah jaringan yang mati dan tampak seperti keju pada permukaan luka bakar. Hanya
jaringan yang dapat dipisahkan secara spontan yang harus diangkat. Terkadang di bawah
suatu luka bakar dengan ketebalan penuh terkumpul material purulen di bawah keropeng
dan memerlukan pengangkatan secara bedah. Jadwal perawatan luka dua kali sehari
memungkinkan pemakaian beberapa agen kemo- terapeutik secara bergantian.
Setiap perubahan yang menyolok dari penampilan luka bakar menunjukkan adanya
infeksi. Perubahan warna luka menjadi coklat tua atau ungu dan perdarahan ke dalam
17
Page 18
jaringan di bawah keropeng merupakan tanda-tanda infeksi luka bakar yang paling sering
ditemukan.
Pemberian Nutrisi
Tujuan pemberian nutrisi pada pasien dengan luka bakar yang berat adalah untuk
keseimbangan energi dan nitrogen. Pemberian kalori supranormal sering kali berhasil
dilakukan pada pasien luka bakar, namun sediaan seperti ini tidak dapat memperbaiki
keseimbangan nitrogen.
Bila memungkinkan, maka zat gizi harus diberikan melalui saluran cerna; nutrisi
parenteral sebaiknya hanya dicadangkan untuk pasien-pasien yang ususnya sedang
dioperasi. Pada pasien dengan luka bakar ringan, maka fungsi saluran cerna sudah akan
kembali pulih dalam waktu 24 hingga 72 jam. Jika sudah terdapat bukti-bukti kembalinya
fungsi usus, maka pemberian makanan dapat dimulai dan dengan cepat, untuk mengejar
kebutuhan lengkap. Beberapa pasien luka bakar yang kecil, khususnya kasus-kasus
dengan luka bakar yang berat, pasien lanjut usia, dan kasus-kasus yang dengan cedera
inhalasi, akan mengalami ileus paralitik yang berlangsung lebih lama. Jika fungsi saluran
cerna belum kembali, maka nutrisi parenteral dapat dimulai pada hari ketiga atau kelima
pasca luka bakar. Nutrisi enteral memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengn
nutrisi parenteral. Nutrisi enteral tampaknya dapat memelihara keutuhan dari saluran
cerna dan mengurangi insidens translokasi bakteri dari usus. Selain itu, massa mukosa
usus dapat dipertahankan dan dipelihara, serta lebih banyak insulin yang dilepaskan,
sehingga dapat memacu anabolisme.
Nutrisi parenteral total harus dilakukan jika saluran cerna terbukti tidak lagi mampu
menyediakan kalori yang memadai. Ileus yang lama, pemakaian narkotik secara
berlebihan, dan konstipasi merupakan penyebab kegagalan nutrisi parenteral yang sering
dijumpai. Sepsis sering disertai ileus dan intoleransi glukosa yang berat. Nutrisi yang
dapat ditoleransi sebelumnya, perlu dihentikan sementara hiper- glikemia dikendalikan.
Komplikasi lanjut yang melibatkan saluran cerna dapat menyebabkan hilangnya fungsi
usus dan memerlukan nutrisi parenteral.
Pengawasan Infeksi
Infeksi masih merupakan penyebab kematian tersering pada kasus-kasus luka bakar.
Cedera panas menyebabkan imunosupresi yang hebat, dan agaknya imuno- supresi global
ini merupakan predisposisi infeksi pada pasien luka bakar. Pasien dengan luka bakar
yang sudah berlangsung 2 atau 3 hari dan yang telah ditangani oleh fasilitas medis
ditempai lain, harus menjalani pemeriksaan biopsi dari luka tersebut pada saat datang
18
Page 19
pada suatu pusat perawatan luka bakar. Dua atau tiga kali seminggu setelah masuk ke
pusat perawatan tersebut, semua pasien dengan luka bakar yang luas, harus menyerahkan
kultur sputum, kemih, luka (biopsi), darah dan feses (jika ada diare) untuk tujuan
pengawasan. Kecuali spesimen darah, maka suatu kultur yang positif tidaklah
menunjukkan adanya infeksi, namun lebih mencerminkan organisme yang mungkin
bertanggung jawab jika terdapat infeksi. Diagnosis dan pemilihan terapi antibiotik yang
tepat, dipermudah dengan meninjau kembali data-data kultur pengawasan dan
sensitivitas.
Pasien dengan luka bakar yang hebat, harus dirawat dalam suatu ruangan terpisah dari
pasien-pasien lain. Ruangan tersebut memiliki ventilasi dengan sistem pertukaran udara
ultrafiltrasi tanpa sirkulasi ulang. Perhatian secara menyeluruh terhadap teknik sawar,
kini menjadi persyaratan dari peraturan pemerintah. Mencuci tangan merupakan cara
yang paling efektif dalam mencegah infeksi nosokomial. Klorheksidin glukonat
tampaknya merupakan zat pembersih yang efektif untuk mengurangi infeksi nosokomial
pada unit-unit perawatan kritis. Pasien-pasien dalam masa konvalesens merupakan
reservoir utama dari infeksi nosokomial yang dapat mengancam jiwa.
Perawatan jangka panjang
Rehabilitasi
Mempertahankan fungsi dan mencegah komplikasi imobilitas jangka panjang,
merupakan tujuan khusus dari perawatan rehabilitasi untuk pasien luka bakar. Kepatuhan
merupakan faktor utama dalam keberhasilan suatu program rehabilitasi; ahli terapi luka
bakar harus bekerja sama dengan seluruh tim luka bakar. Latihan- latihan pasif harus
dilakukan dengan hati-hati, oleh karena tarikan yang berlebihan dapat menyebabkan
putusnya tendon, robekan otot, osifikasi heterotopik, dan pelepasan traumatik dari
kontraktur jaringan parut.
Ekstremitas yang terbakar perlu dielevasi dan dilatih secara aktif guna meminimalkan
edema dan mengurangi keharusan melakukan nekrotomi. Pemakaian analgesik dan anti-
ansietas secara tidak bijaksana akan mengganggu keberhasilan program mobilisasi.
Latihan aktif dapat mempertahankan massa dan kekuatan otot. Latihan pasif biasanya
dilakukan pada pasien-pasien debil dan yang mengalami gangguan jiwa. Pengukuran
kekakuan sendi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan alat transducer yang
digerakkan oleh piston, dan merupakan catatan yang bermanfaat mengenai
perkembangan pasien.
19
Page 20
Hipertrofi jaringan parut merupakan salah satu sekuele luka bakar kulit yang sangat
mengganggu. Semua luka bakar tingkat dua dan tiga menimbulkan jaringan parut
permanen. Beberapa individu cenderung akan membentuk jaringan parut yang
hipertrofik. Hipertrofi ini dapat dikurangi dengan memakai bebat yang pas dan dapat
menekan daerah yang sedang dalam proses penyembuhan. Orang dewasa biasanya
memakai bebat ini selama 3 hingga 6 bulan, sementara anak-anak memerlukan terapi
kompresi yang lebih lama (dapat mencapai 4 tahun) sebelum jaringan parut menjadi
matang.
Terapi Rawat Jalan
Berbagai gangguan fungsional akan menetap setelah pasien pulang dari rumah sakit.
Fasilitas rawat jalan dari pusat perawatan luka bakar harus menyediakan kunjungan
tindajc lanjut yang sering dan kontinu sampai selama 10 tahun. Bebat penekan haruslah
disetel secara teratur agar selalu pas. Pasien rawat jalan dievaluasi 1 minggu setelah
dipulangkan, dan selanjutnya dalam selang waktu yang makin lama semakin panjang.
Cacat sisa yang permanen mungkin dapat diatasi dengan rekoristruksi pembedahan
korektif. Rasa gatal yang hebat dan nyeri neuritis yang hebat namun tidak tegas biasanya
akan berlangsung lama dan berespons buruk dengan pemberian antipruritus dan
analgesik.
Bantuan Psikologik
Pasien luka bakar memperlihatkan respons psikologis yang berbeda-beda terhadap
cedera, antara lain perasaan cemas, depresi, reaksi penolakan, menarik diri dan regresi.
Reaksi menarik diri dan regresi khususnya sering diperlihatkan anak-anak. Mereka
menolak untuk ikut serta dan bekerja sama dalam perawatan cedera. Terapi bermain akan
memberikan suatu forum untuk berinteraksi antar sesama anak yang sering kali
mengalami cedera melalui mekanisme yang sama dan dapat menderita cacat kosmetik
atau fungsional yang sama pula.
Hampir separuh dari anak yang lebih besar dan orang dewasa akan mengalami stres
pasca trauma setelah suatu cedera panas. Gangguan ini ditandai oleh bayang- bayang
ingatan saat terjadinya cedera yang timbul berulang-ulang dan sangat mengganggu, sikap
menghindari kejadian-kejadian yang membangkitkan kenangan atas cedera, hilangnya
minat terhadap aktivitas sehari-hari, perasaan diasingkan, sikap terlalu awas, gangguan
memori, dan gangguan tidur. Ketidakpatuhan dalam menjalankan pengobatan merupakan
suatu manifestasi keluar yang serius dari usaha pasien untuk mengelakkan diri dari
bayang-bayang ingatan terhadap kejadian traumatik. Gejala-gejala ini tidak ada kaitannya
20
Page 21
dengan beratnya cedera. Suatu bantuan psikoterapi jangka pendek ataupun panjang
diperlukan pada perawatan pasien luka bakar, dan seorang psikiater purna waktu haruslah
menjadi anggota utama dari tim medis luka bakar.5
Komplikasi
Saluran Cerna
Komplikasi pada saluran cerna yang menyertai luka bakar yang luas, antara lain ulserasi
lambung dan duodenum akibat stres (tukak Curling), kolesistitis akalkulus, Pankreatitis
akut, sindrom arteri mesenterika superior, enterokolitis iskemik non- oklusif, dan
disfungsi hati.
- Tukak Curling
Ulserasi akibat stres pada lambung dan duodenum dapat berupa suatu spektrum lesi
mulai dari erosi superfisial, hingga tukak menggaung dan perforasi. Diperlukan asam
lambung, untuk perkembangan erosi dini menjadi tukak yang lebih luas, namun
konsentrasi asam lambung dan gastrin sering kali masih dalam batas normal.
Penelitian acak terkontrol dari antasid dan plasebo telah membuktikan efektivitas
antasid dalam pencegahan terjadinya ulkus. Antagonis histamin H2 merupakan zat
profilaktik alternatif. Penelitian klinis akhir-akhir ini menunjukkan bahwa pemberian
nutrisi enteral dini sama efektifnya dengan antasid atau antagonis histamin H2.
Pembedahan perlu dilakukan pada kasus perdarahan tukak Curling yang tak dapat
dikendalikan, namun harapan hidup untuk gejala pada penyakit kritis ini, biasanya
buruk.
- Sindrom Arteri Mesenterika Superior
Sindrom arteri mesenterika superior dapat terjadi pada pasien luka bakar yang
mengalami penurunan berat badan yang bermakna. Arteri mesenterika superior
menyumbat bagian melintang dari duodenum, sehingga pemberian makanan enteral
tidak memungkinkan. Dekompresi lambung dan nutrisi parenteral dapat mengurangi
keharusan intervensi secara bedah.
- Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut terjadi pada pasien luka bakar dengan insidens sampai setinggi 35%.
Nyeri abdomen sering kali tidak ada, dan Pankreatitis ditandai oleh meningkatnya
kebutuhan cairan. Penatalaksanaan diarahkan pada tindakan-tindakan penyokong
umum dan nutrisi parenteral.
- Enterokolitis Iskemik Non-oklusif
21
Page 22
Enterokolitis iskemik non-oklusif semakin sering dijumpai pada kasus luka bakar
yang berat dengan kegagalan organ multisistem. Lesi terletak pada usus halus distal
dan kolon, dan secara klinis dan histologis mirip dengan tukak Curling. Pasien yang
mengalami komplikasi ini harus diistirahatkan ususnya dan diberi nutrisi intravena.
Obstruksi palsu pada kolon merupakan variasi klinis dari diagnosis ini. Enterokolitis
iskemik non-oklusif mungkin merupakan dasar anatomis dari translokasi bakteri.
Infark Miokard
Infark miokard pada pasien luka bakar terjadinya hampir selalu pada orang tua. Infark
biasanya terjadi dalam minggu pertama setelah luka bakar, pada saat respons
hipermetabolik mencapai puncaknya. Tuntutan akan curah jantung yang tinggi,
melampaui kemampuan jantung yang sakit untuk memenuhi kebutuhan perfusi dan
metabolismenya sendiri, dan terjadilah infark. Gagal jantung diterapi dengan zat inotropik
yang tepat untuk dapat mempertahankan perfusi total.1
Prognosis
Pemulihan tergantung kepada kedalaman dan lokasi luka bakar. Pada luka bakar
superfisialis (derajat I dan derajat II superfisialis), lapisan kulit yang mati akan mengelupas
dan lapisan kulit paling luar kembali tumbuh menutupi lapisan di bawahnya.
Lapisan epidermis yang baru dapat tumbuh dengan cepat dari dasar suatu luka bakar
superfisialis dengan sedikit atau tanpa jaringan parut. Luka bakar superfisialis tidak
menyebabkan kerusakan pada lapisan kulit yang lebih dalam (dermis).
Luka bakar dalam menyebabkan cereda pada dermis. Lapisan epidermis yang baru
tumbuh secara lambat dari tepian daerah yang terluka dan dari sisa-sisa epidermis di dalam
daerah yang terluka. Akibatnya, pemulihan berlangsung sangat lambat dan bisa terbentuk
jaringan parut. Daerah yang terbakar juga cenderung mengalami pengkerutan, sehingga
menyebabkan perubahan pada kulit dan mengganggu fungsinya.
Luka bakar ringan dari kerongkongan, lambung dan paru-paru biasanya akan pulih
tanpa menimbulkan masalah. Luka yang lebih berat bisa menyebabkan pembentukan
jaringan parut dan penyempitan. Jaringan parut bisa menghalangi jalannya makanan di
dalam kerongkongan dan menghalangi pemindahan oksigen yang normal dari darah ke
paru-paru.4
PENUTUP
22
Page 23
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luka bakar
berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan cedera oleh sebab lain. biaya yang dibutuhkan untuk penangannya pun tinggi. Di
Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar setiap tahunnya. Dari
angka tersebut, 112 penderita luka bakar membutuhkan tindakan emergensi dan 210
penderita luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia belum ada angka pasti mengenai luka
bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri angka luka bakar tersebut
semakin meningkat.
Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek
sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang
ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas dan letak
luka. Selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan penderita sebelumnya merupakan faktor
yang sangat memperngaruhi prognosis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Schwartz. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Luka bakar. Jakarta: EGC; 2000. Hal 97,
101-22.
2. Sjamsuhidayat R. Buku ajar ilmu bedah sjamsuhidayat-de jong. Luka. Edisi 3. Jakarta;
EGC; 2010. Hal 103-10.
3. Utama Herry. Luka bakar/combustio/burn, klasifikasi, diagnosa dan manajemennya (skin
burn diagnosis and management). Diunduh dari
http://www.herryyudha.com/2012/04/luka-bakar-combustioburn-klasifikasi.html, 9
November 2012.
4. Medicastore. Luka bakar. Diunduh dari
http://medicastore.com/penyakit/987/Luka_Bakar.html, 9 November 2012.
5. Sabiston David. Buku ajar bedah. Luka bakar. Jakarta: EGC; 1992. Hal 152-58.
23