BAB IPENDAHULUANKecelakaan Sepeda MotorWanita 25 tahun, kurang
lebih 4 jam sebelum masuk rumah sakit, saat o s mengendarai sepeda
motor, o s bertabrakan dengan sepeda motor lain dari arah
berlawanan, o s terjatuh dengan dada terbentur stang sepeda motor.
Tidak ada riwayat pingsan, muntah (-). O s mengeluh sesak nafas
yang memberat disertai nyeri dada kanan dan perut sebelah kanan. O
s dibawa ke puskesmas kemudian dirujuk ke Rumah Sakit. Vital sign,
RR: 44 x/menit, nadi: 116 x/menit, regular, lemah, akral dingin. TD
90/50 mmHg. Dokter jaga yang bertugas di IGD, segera melakukan
Primary survey, dan didapatkan:AIRWAY (A)Airway bebas. Dokter
memasang collar brace dan memberikan oksigen 10-12 lt/menit dengan
masker (Nonbreathing mask).BREATHING (B)JVP meningkat, trachea
bergeser ke kiri, RR: 44 x/menit, tampak sianotik. Pada inspeksi,
terdapat jejas di hemithorax kanan depan (dada). Pengembangan
dinding dada kanan tertinggal. Retraksi suprasternal. Pada palpasi
terdapat pengembangan dada kanan tertinggal. Pada perkusi terdapat
hipersonor dada kanan. Auskultasi terdengar suara dasar vesikuler
dada kanan hilang. Suara jantung normal, letak bergeser semakin ke
kiri. Setelah itu dokter segera melakukan needle thoracocentesis,
dilanjutkan pemasangan chest tube/water seal drainage (WSD).
CIRCULATION (C)Setelah tindakan breathing, dilakukan pengukuran
VS ulang dan didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90 x/menit
regular, akral hangat. Dilakukan pemasangan infuse, diberikan
cairan Ringer Laktat dengan jumlah tetesan maintenance. Dilakukan
pemasangan kateter untuk monitoring, produksi urin initial 150 cc
kemerahan.DISABILITY (D):GCS 15, pupil bulat, isokor, reflek cahaya
+/+ENVIROMENT / EXPOSSURE (E)Semua pakaian pasien dibuka untuk
menilai apakah ada kelainan lain yang sifatnya life threatening.
Setelah itu pasien diselimuti untuk mencegah hypothermia. ADJUNCT
PRIMARY SURVAY:Dilakukan pemeriksaan foto rontgen cervical lateral,
thoraks AP dan pelvis AP. Pada foto rontgen thoraks AP, didapatkan
hematothoraks kanan. Foto rontgen pelvis dan cervical dalam batas
normal.Secondary SurveyDilakukan head to toe examination. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan jejas di abdomen kanan atas,
disertai nyeri tekan tanpa tanda rangsang peritoneal (defans
muskuler), bising usus dalam batas normal. Pelvis tidak ada
kelainan. Dilakukan log roll, tidak didapatkan jejas di flank kanan
maupun kiri. Ekstremitas dalam batas normal. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil: Hb 10,9 ; trombosit 159.000 ;
urinanalisis didapatkan eritrosit dalam urin 30-40/mm3.Dokter
merujuk pasien ke Rumah Sakit Rujukan daerah (Bedah Thoraks, Bedah
Digestif, Bedah Urologi).BAB IIDISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKAA.
DISKUSI1. Klarifikasi Istilaha) Needle thoracocentesis : Pungsi
bedah dinding dada untuk aspirasi cairanb) Non rebreathing mask :
masker yang ada katup sehingga udara inspirasi maupun ekspirasi
tidak tercampur sehingga kadar O2 meningkatc) Lock roll : usaha
yang dilakukan oleh 2-3 orang untuk mereposisi/mengetahui ada
tidaknya luka di punggungd) Tetesan maintenance : jumlah tetetasan
yang dipertahankan agar kondisi tubuh terjagae) Produksi urin
initial : urin yang pertama kali keluar setelah di pasang kateterf)
Defans muskular : kekakuan pada muskulus-muskulus di abdomen yang
merupakan suatu tanda peritonitisg) Jejes di flank kanan maupun
kiri : ada suatu luka di bagian punggung2. Rumusan Masalaha)
Bagaimana interpretasi primary survey, adjunct primary survey, dan
secondary survey ?b) Mengapa pada pasien tekanan darah dan nadi
membaik, beserta perubahan akral hangat dingin menjadi akral
hangat?c) Apakah indikasi dan kontraindikasi needle
thoracocentesis?d) Apakah indikasi pemasangan/pemberian O2 dengan
masker?e) Apakah indikasi pemasangan kateteter?f) Bagaimana
interpretasi pemerikasaan Laboratorium (Hb, Trombosit, dan
Urinalisis) ?g) Bagaimanan diagnosis, DD, beserta prognosis
pasien?h) Mengapa pasien ini dirujuk ke bagian bedah thorax, bedah
digestif, dan bedah urologi?3. Brainstorminga) Pada skenario 2 ini
ditemukan pasien trauma bagian thorax dengan riwayat kecelakan
sepeda motor. Menurut skenario bahwa pasien ini bertabrakan dengan
motor lain dari arah berlawanan dan terjatuh dengan dada terbentur
stang motor. Dengan riwayat terbentur di bagian thorax, kita harus
waspada terhadap keruskan organ-organ di regio thorax beserta
komplikasi-komplikasi yang bisa timbul. Walaupun dengan riwayat
trauma regio thorax, kita juga harus waspada terhadap kemungkinan
terjadinya trauma pada regio abdomen pasien ini. Pada saat dibawa
ke puskesmas, kondisi pasien dengan takikardi, nadi reguler, lemah,
dan akral dingin yang menandakan bahwa pasien ini mengalami
gangguan sirkulasi darah ke perifer sehingga tubuh mengkompensasi
dengan adanya takikardi. Pasien juga mengeluh sesak napas yang
memberat yang juga menandakan suatu progress progesif yang
memerlukan tindakan segera.1) Airway : Dokter memasang collar
brace, sebab ini sudah merupakan suatu protokoler pada pasien
dengan riwayat trauma. Proteksi terhadap vertebra servikalis
merupakan suatu hal yang penting. Selain itu dalam penilaian airway
yang pertama dinilai adalah kelancaran jalan napas pasien itu
sendiri. Pada skenario ini, dokter puskesmas memberikan oksigen
10-12 lt/menit dan ini dinilai sudah tepat untuk kondisi seperti
pada skenario2) Breathing : pada pemerikasaan brething, seyogyanya
pakaian pasien dibuka dan dilihat pergerakan pernapasan dan
melakukan penilaian terhadap vena-vena leher. Sianosis pada pasien
merupakan suatu gejala hipoksia yang lanjut pada pasien trauma.
Jenis trauma toraks dan yang mempengaruhi breathing adalah
keadaan-keadaan dibawah inia. Hematothorax : terkumpulnya darah
dengan cepat di dalam rongga pleura. Hal ini dapat diakibatkan oleh
suatu kedaan seperti fraktur iga sehingga iga menusuk iga sehingga
rongga pleura terisi dengan darah. Tanda-tanda yang muncul pada
kasus hematothorax ialah seperti suara redup saat di perkusi dan
suara auskultasi yang menurunb. Pneumothorax : yaitu suatu keadaan
dimana rongga pleura terisis oleh udara. Bisa disebabkan oleh
kedaan trauma maupun non trauma. Keadaan trauma seperti fraktur
iga, sehingga tertusuk dan rongga pleura terisi udara sehingga
menyebabkan tekanan udara sama di atmosfir sehingga terjadi
dekompresi paru. Keadaan non trauma dapat dibagi menjadi primer
yang merupakkan pneumothorax yang tidak disebabkan oleh penyakit
dan yang sekunder yang disbebakan oleh penyakit.c. Tension
pneumothorax Tension pneumothorax berkembang ketika terjadi one
oway valve, kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau keluar
lagi (one way valve). Akibat udara yang masuk ke rongga pleura yang
tidak dapat keluar lagi, maka tekanan di intapreural akan meninggi,
paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong kesisi berlawanan
dan menghambat darah vena ke jantung, serta akan menekan paru
kontralateral. Terapi definitif untuk tension pneumothorax dengan
pemasangan chest tube pada sela iga ke 5 diantara garis anterior
dan midaxillaris.3) Diasbility : didapatkan GCS normal, pupil
bulat, isokor, reflex cahaya +/+ yang kesemua ini menandakan suatu
keadaan normal4) Environment/Expossure, prinsip pada tahapan ini
adalah mencegah pasien hipotermiab) Pada adjunct Primary Survey,
pasien dilakukan photo rontgen cervical lateral, thorax AP, dan
pelvis AP. Pada photo thorax AP,didapatkan hematothorax kanan yang
menandakan adanya darah di cavitas lapang paru kanan. Pemakaian
photo rontgen harus selektif dan jangan menganggu proses
resusitasi. c) Pada secondary survey dilakukan pemeriksaan head to
toe. Pemeriksaan abdomen didapatkan jejas di abdomen kanan yang
menandakan terdapatnya trauma pada cavitas abdomen, namun tidak
didapatkan defans muskular atau suatu tanda dari peritonitis.
Secara keseluruhan pemeriksaan head to toe ini masih dalam batas
yang normal, namun kita harus tetap melakukan evaluasi dan bisa
dilakukan pemeriksaan tambahan untuk lebih memastikan ada tidaknya
gangguan, pemeriksaan tersebut meliputi seperti USG yang dilakukan
apabila tekanan darah pasien normal atau juga bisa dilakukan CT
Scan,namun CT scan ini tidak bisa dilakukan apabila dalam
pemeriksaan tekanan darah ditemukan tidak normal.4. Learning
Objectives (LO)a. Mengetahui interpretasi dari Primary Survey,
Adjunct primary survey, serta secondary survey pasienb. Mengetahui
indikasi pemasangan needle thoracocentesis, kateter, dan pemasangan
O2c. Mengetahui intrepretasi dari pemeriksaan laboratorium
pasien.d. Mengetahui diagnosis, DD, serta prognosise. Mengetahui
indikasi rujukan pasien.
5. Pencarian sumber secara individualMengumpulkan informasi baru
(belajar mandiri) untuk menjawab learning objective, yang
selanjutnya akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.6. Melaporkan,
Membahas, dan Menata Kembali Informasi Baru yang DiperolehA.
Indikasi Pemasangan Kateter, O2, dan Needle ThoracocentesisTujuan
kateter urin dalam proses resusitasi ialah :1) Menghilangkan
retensin urin2) Dekompresi kandung kemih sebelum diagnosis
peritoneal lavage3) Pemantauan produksi urin sebagai indeks perfusi
organApabila dalam pemasangan kateter, kateter mudah dimasukkan
tanpa adan hambatan kemungkininan adanya hematuria yang merupakan
suatu tanda adanya trauma pada bagian genitaliaDalam pemasangan
kateter harus hati-hati pada keadaan1) Pada keadaan ketidakmampuan
mengosongkan kandung kemih2) Patah panggul yang tidak stabil3)
Darah pada meatus4) Hematoma pada scrotum5) Diskolorasi pada
perineum/prostat yang tinggi6) Uretra yang cideraTerapi
OksigenTerapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar
ke paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai
kebutuhan. (Dep.Kes. RI, 2005).Terapi oksigen adalah pemberian
oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan
dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi
oksigen dalam ruangan adalah 21 %, (Brunner & Suddarth, 2001).
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi
oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial
oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara:a.
Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 ( Orthobarik )b.
Meningkatkan tekanan oksigen ( Hiperbarik)Tujuana. Memenuhi
kekurangan oksigenb. Mempertahankan oksigen yang adekuat pada
jaringanc. Membantu kelancaran metabolismd. Sebagai tindakan
pengobatane. Mencegah hipoksiaf. Mengurangi beban kerja alat nafas
(paru-paru) dan jantungSyarat pemberian oksigena. Dapat mengontrol
konsentrasi oksigenudara inspirasib. Tahanan jalan nafas yang
rendahc. Tidak terjadi penumpukan CO2d. Efisiene. Nyaman untuk
pasienDalam pemberian terapi oksigen, perlu diperhatikan
Humidification. Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara yang
normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan oksigenyang
diperoleh dari sumber oksigen (tabung O2) merupakan udara kering
yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat
mencegah komplikasi pada pernafasan.Indikasi Utama: a. Klien dengan
kadar oksigenarteri rendah dari hasil analisa gas darahb. Klien
dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan
serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasanc. Klien dengan
peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi
gangguan oksigenmelalui peningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.Lain-lain:a. Dengan anoksia atau hipoksia, sianosisb.
Dengan kelumpuhan alat-alat pernafasanc. Selama dan sesudah
dilakukan narcose umumd. Mendapat trauma paru, perdarahane. Anemia
beratf. Keracunan Karbondioksidag. Tiba-tiba menunjukkan
tanda-tanda , dispneu, cyanosis, apneuh. Dalam keadaan
komaMetodePemberian OksigenDapat dibagi menjadi 2 teknik, yaitu :a.
Sistem Aliran RendahSistem aliran rendah diberikan untuk menambah
konsentrasi udara ruangan, menghasilkan FiO2yang bervariasi
tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien.
Ditujukan untuk klien yang memerlukan oksigen, namun masih mampu
bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan
Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 20 kali
permenit.Contoh sistem aliran rendah adalah :.1). Kateter
NasalMerupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan
oksigensecara kontinyu dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan
konsentrasi 24% 44%.Keuntungan:Pemberian oksigenstabil, klien bebas
bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga
dipakai sebagai kateter penghisap.Kerugian:Tidak dapat memberikan
konsentrasi oksigenyang lebih dari 45%, tehnik memasukan kateter
nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi
lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran
dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan
mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat.2). Kanul
Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen
kontinyu dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigensama
dengan kateter nasal.KeuntunganPemberian oksigenstabil dengan
volume tidal dan laju pernafasan teratur, pemasangannya mudah
dibandingkan kateter nasal, klien bebas makan, bergerak, berbicara,
lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman.
KerugianTidak dapat memberikan konsentrasi oksigenlebih dari
44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut,
mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1 cm, dapat mengiritasi
selaput lendir.3). Sungkup Muka SederhanaMerupakan alat pemberian
oksigenkontinu atau selang seling 5 8 liter/mnt dengan konsentrasi
oksigen40 60%.-KeuntunganKonsentrasi oksigenyang diberikan lebih
tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat
ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat
digunakan dalam pemberian terapi aerosol.-KerugianTidak dapat
memberikan konsentrasi oksigenkurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2jika aliran rendah.4).Sungkup Muka dengan Kantong
Rebreathing :Suatu teknik pemberian oksigendengan konsentrasi
tinggi yaitu 60 80% dengan aliran 8 12
liter/menit-KeuntunganKonsentrasi oksigenlebih tinggi dari sungkup
muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir
-KerugianTidak dapat memberikan oksigenkonsentrasi rendah, jika
aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong
oksigenbisa terlipat.
5). Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Teknik pemberian oksigendengan konsentrasi oksigenmencapai 99%
dengan aliran 8 12 liter/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasiKeuntungan:Konsentrasi oksigenyang diperoleh
dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.Kerugian:
Kantong oksigenbisa terlipat.b. Sistem Aliran TinggiTeknik
pemberian oksigendimana FiO2lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh
tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan
konsentrasi oksigenyang lebih tepat dan teratur.Contoh tehnik
sistem aliran tinggi adalah sungkup muka dengan ventury.Prinsip
pemberian O2dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung
akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur
suplai ooksigensehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udara
luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak.
Aliran udara pada alat ini sekitas 4 14 liter/mnt dengan
konsentrasi 30 55%.KeuntunganKonsentrasi oksigenyang diberikan
konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi
perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat
dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2KerugianTidak dapat
memberikan oksigenkonsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah
dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigenbisa
terlipat.Bahaya Pemberian OksigenPemberian oksigenbukan hanya
memberikan efek terapi tetapi juga dapat menimbulkan efek
merugikan, antara lain :a. KebakaranOksigenbukan zat pembakar
tetapidapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein
dengan terapi pemberian oksigenharus menghindari : Merokok, membuka
alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan
listrik tanpa Ground.
b. Depresi VentilasiPemberian oksigenyang tidak dimonitor dengan
konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi
CO2dapat menekan ventilasi.c. Keracunan OksigenDapat terjadi bila
terapi oksigenyang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu
relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru
seperti atelektasis dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses
difusi di paru akan terganggu.
Tamponade JantungTamponade jantung sering disebabkan oleh luka
tembus. Walaupun demikian, trauma tumpul juga dapat menyebabkan
perikardium terisi darah baik dari jantung, pembuluh darah besar
maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusia terdiri dari
struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah
yang terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan
mengganggu pengisian jantung. Mengeluarkan darah atau cairan
perikard, sering hanya 15 ml sampai 20 ml, melalui
perikardiosintesis akan segera memperbaiki hemodinamik.Tamponade
jantung terdapat pada 20% penderita dengan trauma thoraks yang
berat, trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan
tamponade jantung dengan gejala trias Beck yaitu distensi vena
leher, hipotensi dan menurunnya suara jantung. Kontusio miokardium
tanpa disertai ruptur dapat menjadi penyebab tamponade jantung.
Penilaian suara jantung menjauh sulit didapatkan bila ruang gawat
darurat dalam keadaan berisi, distensi vena leher tidak ditemukan
bila keadaan penderita hipovlemia dan hipotensi sering disebabkan
oleh hipovolemia.Pulsus paradoxus adalah keadaan fisiologis dimana
terjadi penurunan dari tekanan darah sistolik selama inspirasi
spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini
merupakan tanda lain terjadinya tamponade jantung. Tetapi tanda
pulsus paradoxus tidak selalu ditemukan, lagi pula sulit
mendeteksinya dalam ruang gawat darurat.Tambahan lagi, jika
terdapat tension pneumothorax, terutama sisi kiri, maka akan sangat
mirip dengan tamponade jantung. Tanda Kussmaul (peningkatan tekanan
vena pada saat inspirasi biasa) adalah kelainan paradoksal tekanan
vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya temponade jantung.
PEA pada keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax
harus dicurigai adanya temponade jantung.Pemasangan CVP dapat
membantu diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi dapat ditemukan pda
berbagai keadaan lain. Pemerikksaan USG (Echocardiografi) merupakan
metode non invasif yang dapat membantu penilaian perikardium,
tetapi banyak penelitian yang melaporkan angka negatif yang lebih
tinggi yaitu sekitar 50 %. Pada penderita trauma tumpul dengan
hemodinamik abnormal boleh dilakukan pemeriksaan USG abdomen, yang
sekaligus dapat mendeteksi cairan di kantung perikard, dengan
syarat tidak menghambat resusitasi.Evakuasi cepat darah dari
perikard merupakan indikasi bila penderita dengan syok hemoragik
tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan mungkin ada
tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh
diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan.
Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adaah
dengan perikardiosintesis.Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade
jantung pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap usaha
resusitasi, merupakan indiksi untuk melakukan tindakan
perikardiosintesis melalui metode subksifoid. Tindakan alternatif
lain, adalah melakukan operasi jendela perikad atau torakotomi
dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan
lebih baik dilakukan di ruang operasi jika kondisi penderita
memungkinkan.Walaupun kecurigaan besar besar akan adanya tamponade
jantung, pemberian cairan infus awal masih dapat meningkatkan
tekanan vena dan meningkatkan cardiac output untuk sementara,
sambil melakukan persiapan untuk tindakan perikardiosintesis
melalui subksifoid. Pada tindakan ini menggunakan plastic-sheated
needle atau insersi dengan teknik Seldinger merupakan cara paling
baik, tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah
aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring Elektrokardiografi
dapat menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan voltase dari
gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh epikardium)
atau terjadinya disritmia.Kecurigaan trauma jantung : Trauma tumpul
di daerah anterior Fraktur pada sternum Trauma tembus/tajam pada
area prekordial (parasternal kanan, sela iga II kiri, grs
mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)Diagnostik Trauma tumpul :
EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB / Troponin T) Foto toraks :
pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada mediastinum
menunjukkan kecurigaan efusi perikardium Echocardiography untuk
memastikan adanya effusi atau tamponadePenatalaksanaan 1. Adanya
luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi dilakukannya
torakotomi eksplorasi emergency2. Adanya tamponade dengan riwayat
trauma toraks merupakan indikasi dilakukannya torakotomi
eksplorasi.3. Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan
perawatan dengan observasi ketat untuk mengetahui adanya
tamponadeKomplikasi Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung
adalah terbentuknya aneurisma ventrikel beberapa bulan/tahun pasca
trauma.
B. Interpretasi Pemeriksaan LabPada skenario didapatkan kadar Hb
10,9 merupakan kadar Hb yang normal, nilai normal Hb pada pasien
lansia lebih dari 10. Kadar trombosit juga normal yaitu 159.000,
nilai normal trombosit antara 150.000-450.000. Adanya eritrosit
dalam urin masih belum bisa dinilai karena urin yang dicek baru
urin initial, jadi belum bisa untuk memastikan pasien kenapa. Masih
diperlukan pemeriksaan lainnya untuk memastikan yaitu usg, cek
fungsi ren (ureum kreatinin), dan ivp.
C. Interpretasi Pemeriksaan LabPada skenario didapatkan kadar Hb
10,9 merupakan kadar Hb yang normal, nilai normal Hb pada pasien
lansia lebih dari 10. Kadar trombosit juga normal yaitu 159.000,
nilai normal trombosit antara 150.000-450.000. Adanya eritrosit
dalam urin masih belum bisa dinilai karena urin yang dicek baru
urin initial, jadi belum bisa untuk memastikan pasien kenapa. Masih
diperlukan pemeriksaan lainnya untuk memastikan yaitu usg, cek
fungsi ren (ureum kreatinin), dan ivp.
D. Indikasi Rujukan PasienPada skenario, pasien dirujuk ke
bagian bedah thoraks. Trauma torak yang memerlukan tindakan dan
atau pembedahan gawat / segera adalah yang menunjukkan :1.
Obstruksi jalan nafas2. Hemotorak massif3. Tamponade pericardium /
jantung4. Tension pneumotorak5. Flail chest6. Pneumotorak terbuka7.
Kebocoran bronkus dan trakeobronkial.Pasien pada skenario
menunjukkan adanya tanda-tanda dari obstruksi jalan nafas, tension
pneumothorak, dan tamponade pericardium / jantung.Pasien juga
dirujuk ke bedah digestif karena adanya jejas pada regio
epigastrium dexstra dimana terdapat hepar, ada kemungkinan rupture
hepar.Selain itu, pasien dirujuk ke bedah urologi karena
kemungkinan terdapat masalah dengan ren, ditandai adanya gross
hematuria.B. TINJAUAN PUSTAKATrauma AbdomenTrauma abdomen adalah
cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma
abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka
tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Salah
satu kegawat daruratan pada sistem pencernaan adalah trauma abdomen
yaitu trauma atau cedera yang mengenai daerah abdomen yang
menyebabkan timbulnya gangguan atau kerusakan pada organ yang ada
di dalamnya.Klasifikasi trauma abdomen:a. Menurut penyebabnya:1.
Trauma tembusTrauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
abdomen, dapat disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak. Pada
trauma luka tusuk perlu diperhatikan daerah trauma, arah trauma,
kekuatan tusukan, panjang dan ukuran tusukan. Luka tusuk abdomen 50
- 70% terjadi di anterior abdomen.Luka tembak dapat menyebabkan
kerusakan pada setiap struktur didalam abdomen. Tembakan
menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang menyebabkan
peritonitis dan sepsis.Trauma tembus akibat peluru dibedakan antara
jenis Low-velocity dengan high velocity. Pada Low velocity terjadi
robekan langsung dan crushing pada jaringan local. Sedangkan High
velocity terjadi chrusing pada jaringan lokal dan cavitasi
(terowongan) yang dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar.
Hampir selalu trauma tembus akibat peluru mengakibatkan kerusakan
pada organ-organ dalam perut. Bahkan luka peluru yang tangensial
tanpa memasuki rongga perut dapat menimbulkan kerusakan organ-organ
dalam perut akibat efek ledakan. 2. Trauma tumpulTrauma abdomen
tanpa penetrasi ke dalam rongga abdomen, dapat disebabkan oleh
jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor,
cedera akibat berolahraga, ledakan, benturan, pukulan deselerasi,
kompresi atau sabuk pengaman (set belt syndrome). Trauma tumpul
kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh
tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau
organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat
menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada
organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi
pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih
melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang
relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan
pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen
paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan
usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang
paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang
cedera adalah pankreas dan ureter.Mekanisme terjadinya trauma pada
trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya
organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ)
seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra
abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada abdomen secara umum
dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :Pertama, saat
pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara
struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya
organ berongga, organ padat, organ viseral dan pembuluh darah,
khususnya pada ujung organ yang terkena. Contoh pada aorta distal
yang mengenai tulang torakal dan mengurangi yang lebih cepat dari
pada pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya potong pada aorta
dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada
pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.Kedua, isi
intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan
columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat
menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen, hati, ginjal)
terancam.Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai
puncaknya pada rupture organ berongga.Lebih dari 50% trauma tumpul
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, biasanya disertai dengan
trauma pada bagian tubuh lainnya. Mekanisme trauma tumpul dengan
deselerasi secara cepat pada kecelakaan lalu lintas Organ viscera
terperangkap antara dua kekuatan yang datang didinding anterior
abdomen atau daerah thoraks dengan kolumna vertebralis.Hal ini
dapat merobek mesentrium, porta hepatis dan hilus limpa. b.
Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :1. Pada organ
padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan2. Pada
organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama
adalah peritonitisc. Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat
dibagi dua:1. Organ IntraperitonealIntraperitoneal abdomen terdiri
dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung, colon transversum,
usus halus, dan colon sigmoid.Ruptur HatiKarena ukuran dan
letaknya, hati merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan
yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan
disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila
terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan
mendrainase cairan empedu.Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan
trauma tumpul ataupun trauma tembus. Hati merupakan organ yang
sering mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan
sulit untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul abdomen dengan rupture
hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII IX. Pada pemeriksaan
fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas.Nyeri
tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai perdarahan pada
abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum ( 2 jam post trauma).
Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul abdomen apabila
terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan umum
pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya
menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien
trauma dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk melihat
perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu pada lavase
peritoneal menandakan adanya trauma pada saluran empedu. Ruptur
LimpaLimpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat
terjadi trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang
membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa
terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan
untuk mengalami perlukaan. Limpa membantu tubuh kita untuk melawan
infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua material yang
tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah
rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis
dari sel darah putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah
yang ada di rongga abdomen. Ruptur pada limpa biasanya disebabkan
hantaman pada abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah. Kejadian
yang paling sering meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan
olahraga, perkelahian dan kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa
akan menjadi robeknya limpa segera setelah terjadi trauma pada
abdomen.Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi
karena perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan
ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen
kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya
pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak
termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua setelah terjadi
trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan defans muskuler
akan muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi peritoneum.
Semua pasien dengan gejala takikardi atau hipotensi dan nyeri pada
abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat ruptur limpa
sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan diagnosis dengan
menggunakan CT scan. ruptur pada limpa dapat diatasi dengan
splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan limpa. Walaupun
manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa dapat
berakibat mudahnya infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah
pengangkatan limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama terhadap
pneumonia dan flu diberikan antibiotik sebagai usaha preventif
terhadap terjadinya infeksi. Ruptur Usus HalusSebagian besar,
perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma tumpul
menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
gejala burning epigastric pain yang diikuti dengan nyeri tekan dan
defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar dan usus
halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam
berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya
bergejala adanya nyeri pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus
ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas dalam pemeriksaan
Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus
dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada
Rontgen abdomen dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal. 2.
Organ RetroperitonealRetroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal,
ureter, pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma pada struktur ini
sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi
regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous
pyelogram. Retroperitoneal stuctures.Ruptur GinjalTrauma pada
ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan kendaraan
bermotor. Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan adanya
fraktur pada costa ke XI XII atau adanya tendensi pada flank. Jika
terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus segera ditentukan.
Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara ekstensif ke dalam ruang
retroperitonial. Gejala klinis : Pada ruptur ginjal biasanya
terjadi nyeri saat inspirasi di abdomen dan flank, dan tendensi
CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi pada
mikroscopic hematuri juga dapat menunjukkan adanya ruptur pada
ginjal. Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal dengan memar
pada ginjal dapat dilakukan dengan pemeriksaan IVP atau CT scan.
Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram dibutuhkan karena
adanya alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses
pengujian tersebut. Laserasi pada ginjal akan memperlihatkan adanya
kebocoran pada zat warna, sedangkan pada ginjal yang memar akan
tampak gambaran normal atau adanya gambaran warna kemerahan pada
stroma ginjal. Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat
menunjukkan adanya ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal.
Terapi : pada memar ginjal hanya dilakukan pengamatan. Beberapa
laserasi ginjal dapat diterapi dengan tindakan non operatif. Terapi
pembedahan wajib dilakukan pada ginjal yang memperlihatkan adanya
ekstravasasi.Ruptur PankreasWalaupun trauma pada pankreas dan
duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma pada abdomen yang
menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan di
pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang
sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan.Trauma pada pankreas
sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus diketahui dengan
eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai setelah
terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya pada
benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan
pada pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi. Perlukaan pada
duodenum atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat kematian
yang tinggi. Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma
yang terjadi pada abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri
pada bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke
punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas
dapat terlihat dengan adanya gejala iritasi peritonial.Diagnosis,
penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu dalam
proses akut. Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus
yang meragukan dapat diperiksa dengan menggunakan ERCP ( Endoscopic
Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan yang lain
telah dalam keadaan stabil.Terapi, penanganan dapat berupa tindakan
operatif atau konservatif, tergantung dari tingkat keparahan
trauma, dan adanya gambaran dari trauma lain yang berhubungan.
Konsultasi pembedahan merupakan tindakan yang wajib dilakukan.
Ruptur Ureter Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi
menimbulkan luka yang mematikan. Trauma sering kali tak dikenali
pada saat pasien datang atau pada pasien dengan multipel trauma.
Kecurigaan adanya cedera ureter bisa ditemukan dengan adanya
hematuria paska trauma. Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat
terjadi karena keadaan tiba-tiba dari deselerasi/ akselerasi yang
berkaitan dengan hiperekstensi, benturan langsung pada Lumbal 2 3,
gerakan tiba-tiba dari ginjal sehingga terjadi gerakan naik turun
pada ureter yang menyebabkan terjadinya tarikan pada ureteropelvic
junction. Pada pasien dengan kecurigaan trauma tumpul ureter
biasanya didapatkan gambaran nyeri yang hebat dan adanya multipel
trauma. Gambaran syok timbul pada 53% kasus, yang menandakan
terjadinya perdarahan lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma
tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena seringnya
ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi
ditetapkan pada trauma dengan gejala yang jelas.Pilihan terapi yang
tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu kejadian, kondisi
pasien, dan prognosis penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan
tindakan operasi adalah mengetahui dengan pasti fungsi ginjal yang
kontralateral dengan lokasi traumaGejala dan TandaGejala tanda dari
trauma abdomen sangat tergantung dari organ mana yang terkena, bila
yang terkena organ-organ solid (hati dan lien) maka akan tampak
gejala perdarahan secara umum seperti pucat, anemis bahkan sampai
dengan tanda-tanda syok hemoragic. Nyeri dapat terjadi mulai dari
nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang
luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
Mual dan muntah. Penurunan kesadaran (malaise, letargi,
gelisah).Anamnesa yang selengkap mungkin sehingga membantu dalam
penegakkan diagnosis. Anamnesa terutama mengenai cara terjadinya
kecelakaan, arah tusukan atau tembakan, senjata yang digunakan dan
deskripsi nyeri. Sering ditemukan kesulitan dalam memperoleh
anamnesa akibat penderita dalam keadaan syok, kesadaran menurun
ataupun akibat gangguan emosi akibat trauma tersebut. Pada
pemerikasaan fisik:8. Mungkin ditemukan syok dan penurunan
kesadaran sehingga muncul kesulitan pemeriksaan abdomen.9. Inspeksi
mulai dari keadaan umum klien, ekspresi wajah, tanda-tanda vital,
sikap berbaring, gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok,
serta riwayat mekanisme cedera (tanda cedera tumpul berupa memar
atau jejas, cedera tusuk, dan luka tembak serta tempat keluarnya
peluru.). Pasien yang kurus jika terjadi trauma abdomen akan tampak
perut membesar. Pada trauma abdomen bisa ditemukan kontusio,
abrasio, lacerasi dan echimosis. Echimosis merupakan indikasi
adanya perdarahan di intra abdomen.Terdapat Echimosis pada daerah
umbilikal disebut Cullens Sign sedangkan echimosis yang ditemukan
pada salah satu panggul disebut sebagai Turners Sign. Terkadang
ditemukan adanya eviserasi yaitu menonjolnya organ abdomen keluar
seperti usus, kolon yang terjadi pada trauma tembus atau tajam.10.
Auskultasi ada atau tidaknya bising usus pada ke empat kuadran
abdomen. Jika adanya ekstravasasi darah menyebabkan hilangnya bunyi
bising usus, juga perlu didengarkan adanya bunyi bruits dari arteri
renalis, bunyi bruits pada umbilical merupakan indikasi adanya
trauma pada arteri renalis.11. Perkusi untuk melihat apakah ada
nyeri ketok. Selain itu bisa ditemukan adanya bunyi timpani bila
dilatasi lambung akut di kuadran atas atau bunyi redup bila ada
hemoperitoneum. Pada waktu perkusi bila ditemukan Balance sign
dimana bunyi resonan yang lebih keras pada panggul kanan ketika
pasien berbaring ke samping kiri menunjukkan tanda adanya rupture
limpa. Sedangkan bunyi resonan lebih keras pada hati menandakan
adanya udara bebas yang masuk.12. Pada saat palpasi pasien mengeluh
nyeri dari mulai nyeri ringan sampai dengan nyeri hebat pada
seluruh regio abdomen, nyeri tekan dan kadang nyeri lepas, defans
muskular (kaku otot) menandakan adanya perdarahan intra peritoneal.
Adanya darah, cairan atau udara bebas dalam rongga abdomen penting
dicari, terutama pada trauma tumpul. Bila yang terkena organ
berlumen (gaster) gejala peritonitis dapat berlangsung cepat tetapi
gejala peritonitis akan timbul lambat bila usus halus dan kolon
yang terkena. Tanda rangsang peritoneum sering sukar dicari bila
ada trauma penyerta, terutama pada kepala; dalam hal ini dianjurkan
melakukan lavase peritoneal. Selain memantau ketat progresi
distensi abdomen perlu pula memeriksa cedera pada bagian lain yang
berkaitan seperti cedera thoraks yang sering mengikuti cedera intra
abdomen.Pemeriksaan lain:1. Rectal toucher. Jika adanya darah
menunjukkan kelainan usus besar. Colok dubur dilakukan pada
obstrusi usus dengan disertai paralysis akan ditemukan ampula
melebar. Pada laki-laki terdapat prostate letak tinggi menandakan
patah panggul yang siginifikan dan disertai perdarahan. 2.
Kuldosentesis. Mencari adanya darah, cairan atau udara dalam rongga
perut..3. Sonde lambung. Mencari adanya darah dalam lambung,
sekaligus mencegah aspirasi bila muntah.4. Kateterisasi untuk
mencari lesi saluran kemih. Pada trauma ginjal biasanya ada
hematuri, nyeri pada costa vertebra, dan pada inspeksi biasanya
jejas (+).Pemeriksaan penunjang:1. Pemeriksaan darah meliputi Hb,
Ht dan Leukosit; pada perdarahan Hb dan Ht akan terus menurun,
sedangkan jumlah leukosit terus meningkat; oleh karena itu pada
kasus yang meragukan sebaiknya dilakukan pemeriksaan berkala.
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan
hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa
terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus
halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada
hepar.2. Pemeriksaan urin penting untuk mengetahui adanya lesi
saluran kemih. Pemeriksaan urin rutin menunjukkan adanya trauma
pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum
dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran3. Pemeriksaan
radiologi tidak perlu dilakukan bila indikasi laparotomi sudah
jelas. Pemeriksaan IVP atau sistogram hanya dilakukan bila ada
kecurigaan terhadap trauma saluran kencing. Pemeriksaan plain
abdomen posisi tegak mempelihatkan udara bebas dalam rongga
peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus
alineum dan perubahan gambaran usus. Biasanya dilakukan pemeriksaan
foto polos abdomen dalam posisi tegak dan miring ke kiri untuk
melihat: Keadaan tulang belakang dan panggul. Adanya benda asing
(pada luka tembak) Bayangan otot psoas. Udara
bebas(intra---/ekstraperitoneal)4. Parasentesis abdomen dilakukan
pada trauma tumpul abdomen yang diragukan menimbulkan kelainan
dalam rongga abdomen. Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat
berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum.
Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari
rongga peritoneum setelah dimasukkan 100200 ml larutan NaCl 0.9%
selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomiTeknik:
Buli-buli terlebih dahulu dikosongkan Parastesi dilakukan dengan
jarum pungsi No. 18 atau 20, ditusukkkan di kuadran bawah atau di
garis tengah di bawah pusat. Bila pada aspirasi ditemukan darah,
empedu, cairan empedu, cairan usus atau udara berarti ada lesi
dalam rongga abdomen.5. Pemeriksaan Laparoskopi Dilaksanakan bila
ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.6.
Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan
rekto-sigmoidoskopi.7. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) dapat
membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold
standart).Indikasi untuk melakukan DPL sbb.: Nyeri abdomen yang
tidak bisa diterangkan sebabnya Trauma pada bagian bawah dari dada
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas Pasien cedera
abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera otak)
Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang) Patah tulang pelvis Diagnostic Peritoneal Lavage
dilakukan melalui kanula yang dimasukkan lewat insisi kecil di
garis tengah di bawah pusat; bila pada aspirasi tidak keluar
apa-apa, dimasukkan kira-kira 10 ml/kg(maksimum 1000 ml) (lebih
baik hangat) kemudian larutan NaCl 0,9%. Biarkan selama 5 sampai 10
menit jika pasiennya cukup stabil. Sensitivitas bertambah dengan
menggulingkan pasien ke samping kanan dan kiri selama beberapa
menit jika kondisi pasien memungkinkan. Hal ini akan memungkinkan
cairan bercampur dengan darah yang mungkin terkumpul setempat.
Hasil positif jika ditemukan hal berikut: Cairan yang keluar
kemerahan. Terdapat empedu. Ditemukan bakteri atau eritrosit >
100.000/mm3 Ditemukan leukosit > 500/mm3 Ditemukan amilase lebih
dari 100 U/ 100 ml cairan. Kontraindikasi relatif untuk Diagnostic
Peritoneal Larvage adalah riwayat operasi abdomen, koagulopati dan
kehamilan.Jika pasien kurang stabil dibawa ke radiologi, CT abdomen
dan pelvis sangat bermanfaat untuk mendeteksi darah intra
abdomen.KRITERIADPLUSGCT SCAN
IndikasiMenentukan adanya perdarahan bila TD menurunMenentukan
cairan bilaTD menurunMenentukan organcedera bila TD normal
KeuntunganDiagnosis cepat dan sensitif, akurasi 98%Diagnosis
cepat, tidakInvasif&dapat diulang, akurasi 86-97%Paling
spesifik untukcedera, akurasi 92-98%
KerugianInvasif, gagal mengetahui cedera diafragma atau cedera
retroperitoneumTergantung operator distorsi gas usus dan udara di
bawah kulit. Gagal mengetahui cedera diafragma usus,
pankreasMembutuhkan biayadan waktu yang lebihlama, tidak
mengetahuicedera diafragma, ususdan pankreas
BAB IIIPENUTUP
A. KESIMPULANWanita berusia 25 tahun pada skenario ini
menunjukkan adanya trauma pada dinding dada. Dari hasil primary
survey didapatkan jejas pada hemithorax dextra, retraksi
suprasternal, palpasi: pengembangan dada kanan tertinggal, perkusi:
hipersonor dada kanan, auskultasi: suara dasar vesikuler dada kanan
hilang, suara jantung: normal (letak bergeser semakin ke kiri), GCS
15, pupil bulat, isokor, reflek cahaya +/+. Pada hasil secondary
survey didapatkan jejas di abdomen kanan atas, disertai nyeri tekan
tanpa tanda rangsang peritoneal (defans muskuler), bising usus
dalam batas normal. Dari kedua hasil pemeriksaan tersebut yang
ditunjang dengan pemeriksaan penunjang maka dapat disimpulkan bahwa
wanita tersebut mengalami tension pneumothorax, serta dalam
tatalaksana awal dilakukan needle thoracocentesis dilanjutkan
dengan pemasangan chest tube/water seal drainage (WSD) kemudian
dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan Daerah (Bedah Thoraks, Bedah
Digestif, Bedah Urologi) untuk mendapatkan penenganan lebih
lanjut.LO yang didapatkan pada diskusi tutorial skenario ini adalah
sebagai berikut:1. Mahasiswa mengetahui perubahan anatomi dan
fisiologi tubuh akibat trauma thorax.2. Mahasiswa mengetahui
komplikasi akibat trauma thorax.3. Mahasiswa mengetahui
patofisiologi terjadinya syok akibat trauma thorax serta bagaimana
penanganannya.4. Mahasiswa mengetahui tujuan serta indikasi needle
thoracosintesis, pemberian O2 tanpa masker, dan pemasangan
kateter.5. Mahasiswa mengetahui interpretasi keadaan pasien pada
Primary Survey, Adjunct Primary Survey, Secondary Survey, dan
interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium pada scenario.6.
Mengetahui dasar perujukan pasien trauma thorax ke bagian Bedah
Thorax, Digestif, dan Urologi.
B. SARANDalam skenario ini wanita berusia 25 tahun tampak jelas
mengalami tension pneumothorax. Maka dari itu perlu penanganan yang
cepat dan tepat karena sangat mempengaruhi prognosis pasien
tersebut. Penanganan yang dilakukan dalam scenario sudah cukup
tepat.Kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas cukup tinggi,
sehingga disarankan bagi pengendara untuk lebih berhati-hati lagi
agar bisa menekan angka kecelakaan dan trauma akibat kecelakaan
lalu lintas.Pelaksanaan tutorial juga sudah cukup baik. Namun
disarankan peran serta lebih aktif dari mahasiswa sehingga semua
Learning Objective dapat diselesaikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKAAmerican College of Surgeons. 1997. Advanced
Trauma Life Support. United States of America: First
Impression.Price, Sylvia, 1992. Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Mosby Philadelphia.RSHS, Tim PPGD, 2009.
Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD Basic 2). RSHS
Bandung.Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC :
Jakarta.FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara :
Jakarta.Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC,
Jakarta.Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : JakartaCampbell, Brendan.
2007. Abdominal exploration. http://www.TauMed.comGordon, Julian.
2006. Trauma Urogenital. http://www.emedicine.comKhan, Nawas Ali.
2207. Liver Trauma. Chairman of Medical Imaging, Professor of
Radiology, NGHA, King Fahad Hospital, King Abdul Aziz Medical City
Riyadh, Saudi Arabia. http://www.emedicine.comMolmenti, Hebe, 2004.
Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline
Plushttp://medlineplus.gov/Odle, Teresa. 2007. Blunt Abdominal
Trauma. http://www.emedicine.comPurnomo, Basuki. 2003. Dasar-dasar
Urologi. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Malang.Salomone, Joseph. 2007. Blunt Abdominal Trauma. Department
of Emergency Medicine, Truman Medical Center, University of
Missouri at Kansas City School of Medicine.
http://www.emedicine.com.Snell, Richard. 1997. Anatomi Klinik
Bagian 1. EGC. Jakarta.Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I.,
Simadibrata M., Setiadi S. (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid II edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Syamsu H.R. dan Jong, Wim De (1995). Buku Ajar Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran, EGC.Taylor, Calor et al.
(1997).Fundamentals of Nursing ; The Art and Science of Nursing
Care. Lipincott, Philadelphia.Udeani, John. 2005. Abdominal Trauma
Blunt. Department of Emergency Medicine, Charles Drew University /
UCLA School of Medicine. http://www.emedicine.comWim de Jong. 2005.
Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.