Top Banner
LI 1. Memahami dan menjelaskan Penyakit Jantung Rematik LO 1.1. Memahami dan menjelaskan Definisi Penyakit Jantung Rematik Penyakit jantung rematik adalah kelainan jantung yang terjadi akibat dari demam rematik atau kelainan karditis reumatik. peradangan jantung dan adanya jaringan parut pada jantung yang dipicu oleh reaksi autoimun terhadap infeksi Streptococcus β hemolitic grup A. Pada tahap akut, kondisi ini terdiri dari pancarditis (peradangan di miokardium, endokardium, dan epikardium). Pada tahap kronis, penyakit ini dimanifestasikan dengan adanya fibrosis katup, yang mengakibatkan stenosis dan/atau insufisiensi. LO 1.2. Memahami dan menjelaskan Epidemiologi Penyakit Jantung Rematik Penurunan kejadian demam rematik akut dan penyakit jantung koroner di Negara-negara maju dikaitkan dengan penggunaan penisilin dan perubahan virulensi streptokokus. Di Negara berkembang, DRA dan PJR masih cukup banyak ditemukan. Pada tahun 2005 diperkirakan terdapat 15 juta pasien PJR didunia dan 233.00 diantaranya meninggal setiap tahun, namun 282.000 kasus baru muncul. Dengan adanya alat diagnostic ekokardiografi, semakin banyak kasus PJR ditemukan. Penelitian pada anak sekolah di Kamboja dan Mozambik menemukan prevalensi PJR hamper 10 kali lebih besar dibandingkan dengan deteksi menggunakan pemeriksaan klinis saja. 1. Mortalitas / Morbiditas Penyakit jantung rematik adalah penyebab utama morbiditas DRA, dan merupakan penyebab utama insufisiensi dan stenosis mitral. Variable yang berkorelasi dengan erajat kerusakan katup adalah jumlah serang DRA sebelumnya, jarak waktu antara onset penyakit dan dimulainya terapi, serta jenis kelamin (prognosis perempuan lebih buruk dari pada laki-laki). Insufisiensi katup akut yang terjadi pasa 70-80% kasus, membaik bilamana diberikan antibiotic profilaksis 2. Jenis kelamin Demam rematik akut terjadi dalam jumlah yang sama antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dengan DRA mempunyai insidensi chorea yang sedikit lebih tinggi daripada laki-laki, dan prognosisnya lebih buruk. 3. Usia Demam rematik adalah penyakit pada kanak-kanak, dengan rata-rata berusia 10 tahun, meskipun juga dapat terjadi pada orang dewasa (20 % kasus). ROBYANA OKTAVIA - 1
22

Ske3 - Pjr - Kardio Oby

Apr 08, 2016

Download

Documents

nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

LI 1. Memahami dan menjelaskan Penyakit Jantung Rematik

LO 1.1. Memahami dan menjelaskan Definisi Penyakit Jantung Rematik

Penyakit jantung rematik adalah kelainan jantung yang terjadi akibat dari demam rematik atau kelainan karditis reumatik. peradangan jantung dan adanya jaringan parut pada jantung yang dipicu oleh reaksi autoimun terhadap infeksi Streptococcus β hemolitic grup A. Pada tahap akut, kondisi ini terdiri dari pancarditis (peradangan di miokardium, endokardium, dan epikardium). Pada tahap kronis, penyakit ini dimanifestasikan dengan adanya fibrosis katup, yang mengakibatkan stenosis dan/atau insufisiensi.

LO 1.2. Memahami dan menjelaskan Epidemiologi Penyakit Jantung Rematik

Penurunan kejadian demam rematik akut dan penyakit jantung koroner di Negara-negara maju dikaitkan dengan penggunaan penisilin dan perubahan virulensi streptokokus. Di Negara berkembang, DRA dan PJR masih cukup banyak ditemukan. Pada tahun 2005 diperkirakan terdapat 15 juta pasien PJR didunia dan 233.00 diantaranya meninggal setiap tahun, namun 282.000 kasus baru muncul.

Dengan adanya alat diagnostic ekokardiografi, semakin banyak kasus PJR ditemukan. Penelitian pada anak sekolah di Kamboja dan Mozambik menemukan prevalensi PJR hamper 10 kali lebih besar dibandingkan dengan deteksi menggunakan pemeriksaan klinis saja.

1. Mortalitas / Morbiditas

Penyakit jantung rematik adalah penyebab utama morbiditas DRA, dan merupakan penyebab utama insufisiensi dan stenosis mitral. Variable yang berkorelasi dengan erajat kerusakan katup adalah jumlah serang DRA sebelumnya, jarak waktu antara onset penyakit dan dimulainya terapi, serta jenis kelamin (prognosis perempuan lebih buruk dari pada laki-laki). Insufisiensi katup akut yang terjadi pasa 70-80% kasus, membaik bilamana diberikan antibiotic profilaksis

2. Jenis kelamin

Demam rematik akut terjadi dalam jumlah yang sama antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dengan DRA mempunyai insidensi chorea yang sedikit lebih tinggi daripada laki-laki, dan prognosisnya lebih buruk.

3. Usia

Demam rematik adalah penyakit pada kanak-kanak, dengan rata-rata berusia 10 tahun, meskipun juga dapat terjadi pada orang dewasa (20 % kasus).

(Lily I. Rilantono. 2013. Penyakit Kardiovaskular. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)

LO 1.3. Memahami dan menjelaskan Etilologi dan Faktor Resiko Penyakit Jantung Rematik

Penyebab penyakit jantung rematik adalah bakteri Streptococcus β hemolitic grup A (Streptococcus pyogenes). Apabila sudah terinfeksi Streptococcus β hemolitic grup A maka harus dilakukan pengobatan serta kepatuhan menggunakan antibiotik yang benar.

Faktor Risiko Penyakit Jantung Rematik

Faktor-faktor pada individu

1. Faktor genetikAdanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.

2. Jenis kelamin

ROBYANA OKTAVIA - 1

Page 2: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.

3. Golongan etnik dan rasData di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih.

4. UmurUmur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.

5. Reaksi autoimunDari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.

Faktor-faktor lingkungan :

1. Keadaan sosial ekonomi yang burukMungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.

2. Iklim dan geografiDemam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.

3. CuacaPerubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

LO 1.4. Memahami dan menjelaskan Patofisiologi Penyakit Jantung Rematik

ROBYANA OKTAVIA - 2

Page 3: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

Penelitian-penelitian lain kebanyakan menyokong mekanisme autoimunitas atas dasar reaksi antigen antibody terhadap antigen Streptokokus. Salah satu antigen tersebut adalah protein M- Streptokokus. Protein M Streptococcus memiliki mimikri molekular yang menyerupai sistem imun tubuh, termasuk hyaluronate dalam kapsul bakteri dan polisakarida dinding sel bakteri (mirip dengan glikoprotein di katup jantung). Antibodi antimiosin mengenali laminin (protein matriks ekstraselular alfa helix) yaitu bagian dasar dari struktur membran katup.

Sel T yang responsif terhadap protein M Streptococcus menyerang endotel katup, kemudian memicu reaksi autoimun melepaskan sitokin inflamasi (termasuk TNF-alpha dan IFN-gamma). Karena beberapa sel yang memproduksi IL-4 hadir dalam jaringan katup, maka peradangan berlanjut, menyebabkan lesi katup.

Penyakit jantung rematik akut sering menghasilkan pancarditis ditandai dengan endokarditis, miokarditis, dan perikarditis. Endokarditis diwujudkan sebagai insufisiensi katup. Katup mitral yang paling sering dan parah terkena (65-70 % pasien), dan katup aorta frekuensinya lebih sedikit (25 %). Katup trikuspid hanya terkena pada 10 % pasien dan bila terjadi hampir selalu dikaitkan dengan lesi mitral dan aorta, katup pulmonal jarang terkena. Insufisiensi katup yang berat selama fase akut dapat menyebabkan gagal jantung kongestif dan bahkan kematian (1 % dari pasien).

Manifestasi kronis akibat kerusakan progresif pada katup terjadi pada 9-39 % orang dewasa dengan penyakit jantung rematik sebelumnya. Stenosis atau kombinasi dari stenosis dan insufisiensi berkembang 2-10 tahun setelah episode demam rematik akut, dan episode berulang dapat menyebabkan kerusakan progresif pada katup. Kerusakan terjadi pada tingkat tepi katup, pada katup itu sendiri, chorda tendineae, atau kombinasi dari semuanya. Karena kerusakan katup mitral kronis dapat terjadi fibrilasi atrium atau pembentukan trombus atrium kiri dan pembesaran atrium.

Yang terjadi di Jantung

Baik perikardium, miokardium, dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat ringan berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang dapat berakibat fatal.

Bila peradangan berlanjut, timbulah badan-badan Aschoff yang kelak dapat meninggalkan jaringan parut diantara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan viseral maupun parietal perikardium dengan eksudasi

ROBYANA OKTAVIA - 3

Page 4: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat bervariasi tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak pernah purulen.

Bila berlangsung lama dapat berakibat terjadinya adesi perikardium viseral dan parietal. Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup jantung. Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling sering menderita, sedangkan katup trikuspidalis dan pulmonal jarang terkena. Mula-mula terjadi edema dan reaksi seluler seluler akut yang mengenai katup dan korda tendinae. Kemudian terjadi vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara mikroskopis vegetasi ini masa hialin. Bila menyembuh akan terjadi penebalan dan kerusakan daun katup yang dapat menetap dan dapat mengakibatkan kebocoran katup.

Yang terjadi di organ-organ lain

Sendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi fibrinoid sinovium.

Nodul subkutan secara histologis terdiri dari jaringan nekrotik fibrinoid dikelilingi oleh sel-sel jaringan ikat, mirip badan aschoff.

Di jaringan otak dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekitar pembuluh darah kecil. Kelainan tersebut letaknya tersebar di korteks, serebellum dan ganglia basal. Kelainan-kelainan pada susunan saraf pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya korea; kelainan tersebut dapat ditemukan pada penderita demam rematik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah menunjukkan gejala korea.

Pada paru dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda perdarahan. Kelainan pembuluh darah dapat terjadi dimana-mana, terutama pembuluh darah kecil yang menunjukkan pembengkakan dan proliferasi endotel.

Glomerulonefritis ringan dapat terjadi akibat reuma

LO 1.5. Memahami dan menjelaskan Patoghenesis Penyakit Jantung Rematik

Meskipun sampai sekarang ada hal-hal yang belum jelas, tetapi ada penelitian yang mendapatkan bahwa DR yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sensitasi dari antigen Streptokokus sesudah 1-4 minggu infeksi Streptokokus di faring. Lebih kurang 95% pasien menunjukan peninggian titer antistreptoksin O (AST), antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase B) yang merupakan 2 macam tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman SGA (Pattaroyo, 1979)

Faktor-faktor yang di duga terjadinya komplikasi pasca Streptokokus ini kemungkinan utama adalah pertama virulensi dan antigenesitas Streptokokus, dan kedua besarnya response umum dari “host” dan presistensi organisme yang menginfeksi faring (Morehead, 1965). Risiko untuk kambuh sesudah pernah mendapat serangan Streptokokus adalah 50-60%. Robbins dkk. 1981 mendapatkan tidak adanya predisposisi genetic. Sedangkan Moreheid 1965 menganggap pada mulanya factor predisposisi genetic mungkin penting.

Penelitian-penelitian lain kebanyakan menyokong mekanisme autoimunitas atas dasar reaksi antigen antibody terhadap antigen Streptokokus. Salah satu antigen tersebut adalah protein M- Streptokokus. Pada serum pasien DR akut dapat ditemukan antibody dan antigen. Antibody yang terbentuk bukan bersifat kekebalan. Dan reaksi ini dapat ditemukan pada miokard, otot skelet dan otot polos. Dengan imunofloresensi dapat ditemukan imunoglobulinnya dan komplemen pada sarkolema miokard.

PJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan jantungyang berat padaserangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan tanpa adanyariwayat DR akut. Hal ini terutamadidapatkan pada penderita dewasa denganditemukannya kelainan katup. Kemungkinan sebelumnyapenderita tersebutmengalami serangan karditis rematik subklinis, sehingga tidak berobat dantidak didiagnosis pada stadium akut. Kelainan katup yang paling sering ditemukan adalah pada katupmitral, kira-kira tiga kali lebih banyak daripada katup aorta. Klasifikasi PJR memiliki 4 (empat) bagian,di antaranya insufisiensi mitral,stenosis mitral, insufisiensi aorta, dan stenosis aorta.

a. Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)

ROBYANA OKTAVIA - 4

Page 5: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masaanak-anak dan remajadengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi pemendekan katup, sehingga daun katup tidakdapat tertutup dengan sempurna. Penutupan katup mitral yang tidak sempurna menyebabkanterjadinya regurgitasidarah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada kelainan ringantidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung kiri tidak bertambahsecara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa insufisiensi mitralmerupakan klasifikasi ringan,karena tidak terdapat kardiomegali yang merupakansalah satu gejala gagal jantung.Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya.Pada penyakit ringan,tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada. Pada insufisiensi berat, terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.

b. Stenosis Mitral

Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan olehPJR. Perlekatan antardaun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral(tidak dapat menutup sempurna) jugadapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapatmembuka sempurna). Ini akan menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah,sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yangdapat menyebabkan gagal jantungkanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis mitraltermasuk ke dalamkondisi yang berat

c. Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)

PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar kasus ini terdapatpenyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aortadapat disebabkan oleh dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan inidapat terjadi sejak awal perjalanan penyakit akibatperubahan-perubahan yang terjadisetelah proses radang rematik pada katup aorta. Insufisiensi aorta ringan bersifatasimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa dikatakansebagaiklasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki insufisiensi mitraldaninsufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai klasifikasiPJR yang sedang. Halini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta memiliki peluang untuk menjadiklasifikasi berat, karena dapat menyebabkangagal jantung.

d. Stenosis aorta

Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana lokasi obstruksi dapatterjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler.Gejala-gejala stenosis aorta akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjuttermasuk gagal jantung dan kematian mendadak.Pemeriksaan fisik pada stenosisaorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit dan lonjakandenyut arterimelambat

LO 1.6. Memahami dan menjelaskan Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Rematik

Jones membagi gejala atas 2 macam manifestasi yaitu manifestasi mayor (gejala yg patognomonik) dan manifestasi minor (gejala yang tidak patognomonik tetapi perlu untuk menegakkan diagnosis).

KRITERIA MAJOR1. Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena merupakan satu-satunya

manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik. Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongesti .Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama kali, sementara anda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat . Bising pada karditis rematik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasimitral), bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri

2. Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, ke- merahan, teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi

ROBYANA OKTAVIA - 5

Page 6: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat.Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium Mayor.Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurang nya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang tinggi.

3. Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan.Korea Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain.Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gej ala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.

4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal.Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat

5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.

KRITERIA MINOR

1.  Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis .

ROBYANA OKTAVIA - 6

Page 7: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

2. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal.Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

3. Demam pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai 39C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpa pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.

4. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan.Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan.

5. Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodusatrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.

Menurut kriteria jones, Penyakit jantung rematik bisa di diagnosa apabila ada minimal ada 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor

LO 1.7. Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Penyakit Jantung Rematik

Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan tanda vital

ROBYANA OKTAVIA - 7

Page 8: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah,frekuensi pernapasan,denyut nadi,berat badan,tinggi badan. Pemeriksaan tanda vital pada pasien ini berfungsi untuk mengetahui kondisi umum dari pasien. Pada penderita demam jantung rematik dengan komplikasi yang parah seperti insufisiensi mitral akan didapatkan tanda-tanda gagal jantung yaitu dispneadan mungkin juga terjadi denyut nadi yang cepat untuk mengkompesasi kekurangan aliran darah yang masuk ke aorta. Beberapa kelainan dari tanda vital juga akan diketemukan pada penyakit jantung rematik dengan komplikasi yang lain. Berat badan dan tinggi badan juga merupakan suatu pertanda penting untuk membedakan suatu penyakit jantung bawaan maupun didapat. Sebagian besar penyakit jantung bawaan akan menunjukkan keterlambatan tumbuh kembang dari anak terserbut.

2. inspeksi

- Memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dindingdada

Pada pemeriksaan inspeksi perlu diperhatikan adanya sesak napas,pernapasan cuping hidung,sianosis,pembengkakan pada sendi,melihat apakah denyut jantung terlihat di permukaan kulit atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung,sianosis merupakan pertanada adanya gejala dari gagal jantung ataupun kelainan dari pada jantung. Pembengkakan sendi merupakan salah satu kriteria major jones sehingga patut menjadi perhatian utama untuk mendiagnosis penyakit jantung rematik. Denyut jantung yang terlihat juga dapat terjadi karena beberapa sebab, mungkin terjadi karena terjadi kardiomegali yang cukup besar atau anak tersebut sangat kurus.

3. Palpasi

-Meraba denyut jantung

Palpasi berguna untuk menekan sendi, dimana pada arthritis yang disebabkan oleh demam rematik akan terjadi sakit. Palpasi juga penting untuk memeriksa nodul subkutan, nodul subkutan pada demam jantung rematik dapat digerakan dan tidak sakit. Pemeriksaan palpasi yang tidak kalah penting adalah menentukan ukuran dari hati. Ukuran dari hati akan membesar apabila terjadi gagal jantung kanan yang merupakan salah satu komplikasi lanjut dari penyakit jantung rematik.

4. Perkusi

- Mengetahui batas-batas jantung

Perkusi berguna untuk memeriksa apakah adanya perbesaran dari jantung. Pada penderita kronis akan terjadi perbesaran jantung karena efek kompensasi.

5. auskultasi

-Mendengarkan bunyi-bunyi jantung

Pada pemerikssaan auskultasi berguna untuk mencari suara patologis dari jantung. Pada penderita jantung rematik biasanya ditemukan murmur holosistolik yang merupakan akibat dari insufisiensi katup mitral dan mungkin pada penderita yang lebih lanjut disebabkan oleh insufisiensi katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan auskultasi juga mungkin ditemukan suara jantung ketiga yang disebabkan keterlambatan penutupan atau percepatan penutupan dari katup-katup jantung. Yang paling sering adalah kecepatan penutupan dari katup aorta yang disebabkan oleh insufisiensi dari katup mitral

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratoriuma. Kultur tenggorokan

Temuan kultur tenggorokan untuk Streptococcus β hemolitic grup A biasanya negatif dengan gejala saat demam rematik atau penyakit jantung rematik muncul. Upaya harus dilakukan untuk mengisolasi organisme sebelum memulai terapi antibiotik untuk membantu mengkonfirmasi diagnosis dari faringitis streptokokus.

b. Rapid antigen detection test Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen Streptococcus β hemolitic grup A dan memungkinkan diagnosis faringitis streptokokus dan inisiasi terapi antibiotik. Karena tes deteksi antigen cepat

ROBYANA OKTAVIA - 8

Page 9: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

memiliki spesifisitas lebih dari 95 % tetapi sensitivitas hanya 60-90 %, kultur tenggorokan harus diperoleh dalam hubungannya dengan tes ini.

c. Antibodi AntistreptococcalGambaran klinis demam rematik dimulai pada saat kadar antibodi antistreptococcal berada di puncak demam. Dengan demikian, tes antibodi antistreptococcal berguna untuk mengkonfirmasikan Streptococcus β hemolitic grup A. Tingkat tinggi dari antibodi antistreptococcal berguna, terutama pada pasien yang hadir dengan chorea sebagai satu-satunya kriteria diagnostik. Sensitivitas untuk infeksi baru-baru ini dapat ditingkatkan dengan menguji beberapa antibodi. Titer antibodi harus diperiksa pada interval 2 minggu untuk mendeteksi titer meningkat.Antibodi antistreptococcal ekstraseluler yang paling umum diuji meliputi antistreptolysin titer O (ASTO), antideoxyribonuclease (DNAse) B, antihyaluronidase, antistreptokinase, esterase antistreptococcal, dan anti-DNA. Tes antibodi untuk komponen seluler Streptococcus β hemolitic grup A termasuk polisakarida antistreptococcal, antibodi asam antiteichoic, dan protein antibodi anti-M.Ketika puncak titer antistreptolysin O (2-3 minggu setelah timbulnya demam rematik), sensitivitas tes ini adalah 80-85 %. Anti-DNAse B memiliki sensitivitas yang sedikit lebih tinggi (90 %) untuk mendeteksi demam rematik atau glomerulonefritis akut. Hasil Antihyaluronidase sering abnormal pada pasien demam rematik dengan tingkat titer O antistreptolysin normal dan akan naik lebih awal dan bertahan lebih lama dari peningkatan titer O antistreptolysin selama demam rematik.

d. Fase akut reaktanProtein dan laju endap C-reaktif meningkat pada demam rematik karena sifat inflamasi dari penyakit. Kedua tes memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah untuk demam rematik. Mereka dapat digunakan untuk memantau resolusi peradangan, mendeteksi kekambuhan saat mengonsumsi aspirin, atau mengidentifikasi kekambuhan penyakit.

e. Antibodi reaktif jantungTropomyosin meningkat pada demam rematik akut.

f. Uji deteksi cepat untuk D8/17Teknik immunofluorescence ini untuk mengidentifikasi penanda sel B D8/17 positif pada 90% pasien dengan demam rematik. Ini mungkin berguna untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk terkena demam rematik.

2. Pemeriksaan radiologia. Roentgenografi dada

Kardiomegali, kongesti paru, dan temuan lain yang sesuai dengan gagal jantung dapat terlihat pada radiografi dada. Bila pasien mengalami demam dan gangguan pernapasan, radiografi dada membantu membedakan gagal jantung akibat pneumonia rematik.

b. Doppler–echocardiogramDalam penyakit jantung rematik akut, Doppler-echokardiografi mengidentifikasi dan menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Dengan karditis ringan, regurgitasi mitral dapat hadir selama penyakit fase akut tetapi sembuh dalam beberapa minggu atau bulan. Sebaliknya, pasien dengan karditis sedang hingga parah memiliki mitral persisten dan/atau regurgitasi aorta.

ROBYANA OKTAVIA - 9

Page 10: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

Fitur echocardiographic yang paling penting dari regurgitasi mitral dari valvulitis rematik akut adalah dilatasi annulus, pemanjangan korda ke anterior leaflet, dan regurgitasi mitral mengarah ke posterolateral.Selama demam rematik akut, ventrikel kiri sering melebar. Dengan demikian, beberapa ahli jantung percaya bahwa insufisiensi katup (dari endokarditis), disfungsi miokard (dari miokarditis), adalah penyebab dominan gagal jantung pada demam rematik akut.Pada penyakit jantung rematik kronis, echocardiography dapat digunakan untuk melacak perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu untuk intervensi bedah. Cuspis dari katup yang terkena menjadi difus menebal, dengan fusi komisura dan korda tendinea. Peningkatan echodensity katup mitral dapat menandakan kalsifikasi.

Gambar 3. Sistolik Insufisiensi Mitral http://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720

Tampilan parasternal long-axis menunjukkan insufisiensi sistolik mitral dengan pancaran khas dengan penyakit jantung rematik (pancaran biru membentang dari ventrikel kiri ke atrium kiri). Pancaran ini biasanya diarahkan ke dinding lateral dan posterior. (LV : ventrikel kiri, LA : atrium kiri, Ao : aorta, RV : ventrikel kanan).

Gambar 4. Diastolik Insufisiensi Aortahttp://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720

Tampilan parasternal long-axis menunjukkan diastolik insufisiensi aorta memiliki pancaran khas diamati dengan penyakit jantung rematik (pancaran merah membentang dari aorta ke ventrikel kiri). (LV: ventrikel kiri, LA: atrium kiri, Ao: aorta, RV: ventrikel kanan).The World Heart Federation telah menerbitkan pedoman untuk mengidentifikasi individu dengan penyakit rematik tanpa riwayat yang jelas dari demam rematik akut. Berdasarkan gambaran 2 dimensi (2D) dan pulsasi dan warna Doppler, pasien dibagi menjadi 3 kategori: penyakit jantung rematik yang pasti, penyakit jantung rematik, dan normal. Untuk pasien anak-anak (didefinisikan pada usia<20 tahun).

c. Jantung kateterisasiPada penyakit jantung rematik akut, prosedur ini tidak diindikasikan. Pada penyakit kronis, kateterisasi jantung telah dilakukan untuk mengevaluasi penyakit katup mitral dan aorta.Gejala postkaterisasi termasuk perdarahan, nyeri, mual dan muntah, dan obstruksi arteri atau vena dari trombosis atau spasme. Komplikasi mungkin termasuk insufisiensi mitral setelah dilatasi balon katup mitral, takiaritmia, bradiaritmia, dan oklusi pembuluh darah.

d. EKG

ROBYANA OKTAVIA - 10

Page 11: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

Pada EKG, takikardia sinus paling sering menyertai penyakit jantung rematik akut. Tidak ada korelasi antara bradikardi dan tingkat keparahan karditis.Tingkat pertama atrioventrikular (AV) block (perpanjangan interval PR) diamati pada beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini mungkin terkait dengan peradangan miokard lokal yang melibatkan AV node atau vaskulitis yang melibatkan arteri nodal AV. Blok AV tingkat pertama adalah penemuan yang spesifik dan tidak boleh digunakan sebagai kriteria untuk diagnosis penyakit jantung rematik. Keberadaannya tidak berkorelasi dengan perkembangan penyakit jantung rematik kronis.Tingkat dua (intermittent) dan tingkat tiga (lengkap) AV blok dengan perkembangan ventrikel berhenti telah dijelaskan. Blok jantung dalam pengaturan demam rematik, bagaimanapun, biasanya sembuh dengan sisa proses penyakit.Ketika demam rematik akut dikaitkan dengan perikarditis, elevasi segmen ST dapat hadir dan kebanyakan pada lead II, III, aVF, dan V4-V6.

3. Pemeriksaan histologyBadan Aschoff (titik perivaskular kolagen eosinophilic dikelilingi oleh limfosit, sel plasma, dan

makrofag) ditemukan dalam perikardium, daerah perivaskular miokardium, dan endokardium. Badan Aschoff memiliki gambaran granulomatous dengan titik fibrinoid dan akhirnya digantikan oleh nodul jaringan parut. Sel-sel makrofag Anitschkow yang padan dalam badan Aschoff.Dalam perikardium, eksudat fibrin dan serofibrinous dapat menghasilkan penampilan "roti dan mentega" perikarditis.

Gambar 5. Badan Aschoff http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#aw2aab6b6Badan aschoff menandai fase akut dari penyakit jantung rematik, atau karditis rematik, yang

merupakan agregat interstitial makrofag dan limfosit, dengan kolagen nekrotik, di daerah fibrosis interstitial

Gambar 6. Sel Anitschkow http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#aw2aab6b6Anitschkow atau sel ulat berada di tengah badan Aschoff. Sel-sel ini tidak spesifik untuk demam

rematik tetapi terlihat dalam berbagai kondisi. Dalam Aschoff nodul, sel-sel Anitschkow adalah makrofag, meskipun perubahan nuklear yang sama dapat terjadi pada miosit dan sel-sel jaringan ikat lainnya.

Diagnosis Banding

a. AppendicitisUsus buntu adalah akhir dari struktur tubular dari sekum. Apendisitis merupakan hasil dari peradangan akut usus buntu dengan gejala sakit perut yang hebat seperti yang dialami pada penyakit jantung koroner. Pada

ROBYANA OKTAVIA - 11

Page 12: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

penyakit jantung rematik terjadi peradangan mikrovaskuler mesenterika akut sedangkan pada appendicitis peradangan pada appendix.

b. Dilatasi kardiomiopatiAdalah penyakit progresif otot jantung yang ditandai dengan pembesaran ruang ventrikel dan disfungsi kontraktil dengan penebalan dinding ventrikel kiri (LV). Ventrikel kanan juga dapat melebar dan disfungsional. Dilatasi Cardiomyopathy adalah penyebab paling umum ketiga gagal jantung dan alasan yang paling sering untuk transplantasi jantung. Gejala yang sering timbul yaitu kelelahan, Dyspnea saat aktivitas, sesak napas, Ortopnea hampir sama dengan penyakit jantung rematik.

c. CoccidioidomycosisDisebabkan oleh Coccidioides immitis, jamur asli tanah di San Joaquin Valley of California, dan dengan C.posadasii. Gejala yang timbul seperti demam, batuk, nyeri dada, sesak napas, eritema.

d. Kawasaki diseasePenyakit Kawasaki (KD) adalah sindrom vaskulitis demam akut anak usia dini, meskipun memiliki prognosis yang baik dengan pengobatan, dapat menyebabkan kematian karena adanya aneurisma arteri koroner (CAA) dalam persentase pasien yang sangat kecil. Gejalanya berupa miokarditis dan perikarditis, sama dengan penyakit jantung rematik. Namun penyakit jantung rematik tidak diderita anak usia dini seperti kawasaki disease.

LO 1.8. Memahami dan menjelaskan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Rematik

Penatalaksanaan demam rematik meliputi:1. tirah baring di rumah sakit2. eradikasi kuman streptokokus3. pemberian obat-obat antiinflamasi4. pengobatan korea5. Penanganan komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli6. pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin

Tirah Baring.Semua penderita demam reumatik perlu tirah baring. Lamanya tergantung berat ringannya penyakit.

 Tabel 2. : Tirah baring dan mobilisasi penderita demam reumatik (Taranta &  Markowitz, 1989)

 

Status Jantung Penatalaksanaan

Tanpa Karditis Tirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2 minggu

Karditis tanpaKardiomegali Tirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap selama 4 minggu

Karditis denganKardiomegali Tirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama  6 minggu

Karditis dengangagal jantung Tirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi bertahap selama 3 bulan

 Eradikasi kuman streptokokus dengan Antibiotika :

a) Penisilin Benzatin 600.000 - 900.000 U untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan l,2 juta U bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan sekali.Efek Samping : Ruam kulit termasuk letusan makulopapular dan dermatitis eksfoliatif, urtikaria, Reaksi Serum-sicknesslike (misalnya, menggigil, demam, edema, arthralgia) Reaksi Jarisch-Herxheimer melaporkan ketika merawat sifilis, kolitis pseudomembran.Kontraindikasi : Hipersensitivitas, reaksi yang serius dan kadang-kadang fatal

ROBYANA OKTAVIA - 12

Page 13: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

Perhatian : Tidak untuk penggunaan IV. Jangan menyuntikkan IV atau mempercampurkan dengan solusi IV lainnya. Laporan administrasi IV sengaja terkait dengan penangkapan kardiorespirasi dan kematian.Kehamilan : Diekskresikan lewat ASI, harus hati-hatiAbsorption : IM, lambatMetabolism : ~30% in liverEkskresi : Urine (60-90%)

b) Penisilin oral 4 x 250 mg/hari untuk anak besar dan 4 x 125 mg/hari bila berat badan kurang dari 20 kg diberikan selama 10 hari.Efek Samping : Diare, mual, kandidiasis oral, muntah, anemia, nefritis interstisial, hipersensitivitas, anafilaksis, Reaksi Coombs positif.Kontra Indikasi: Alergi terhadap penisilin, sefalosporin, atau imipenem.Perhatian : Perhatian pada kerusakan dan gangguan ginjal. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan superinfeksiKehamilan : Diekskresikan di ASI, melewati placentaDistribusi : Ikatan protein 80%Metabolisme : HatiEkskresi : Urin

c) Pada penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin 50 mg/kg BB/hari selama 10 hari.Efek Samping : Abdominal pain (8%), Headache (8%), Nausea (8%), Diarrhea (7%), Rash (3%), Vomiting (3%), Dyspepsia (2%), Flatulence (2%), Pain (2%), Pruritus (1%), Pseudomembranous colitis, Hypertrophic pyloric stenosis, Fever, Urticaria, Skin eruptions, Tinnitus <1%, Cholestatic hepatitis, Confusion, Hearing loss, Hypotension, Ventricular tachycardia, Vertigo, Interstitial nephritis.Kontraindikasi : Hipersensitivitas, kerusakan hati, Sejarah hepatitis yang disebabkan oleh macrolide, hepatitis kolestatik, Pemberian bersama terfenadine (dihentikan), astemizol (dihentikan), cisapride, atau pimozidePerhatian : Risiko kematian mendadak karena penyebab jantung dengan penggunaan seiring eritromisin oral dengan obat yang menghambat CYP3A4.Kehamilan : Melewati plasenta; memasuki ASIEkskresi : Terutama feses, urine (narkoba 2-15% sebagai tidak berubah)

d) Obat-obat lain tidak dianjurkan. Analgesik dan anti-inflamasi

Obat anti radang diberikan untuk menekan gejala radang akut yang timbul meskipun adanya radang dan perjalanan penyakitnya sendiri tidak berubah. Oleh karena itu obat anti radang sebaiknya hanya diberikan bila diagnosis telah ditegakkan .

Pedoman pemberian analgetik dan anti-inflamasi 

Manifestasi Klinik Pengobatan

Artralgia Salisilat saja 75-100 mg/kg BB/hari

Artritis saja, dan/atau karditis tanpa kardiomegali

Salisilat saja 100 mg/kg BB/hari selama 2 minggu dilanjutkan dengan 75 mg/kg BB selama 4-6 minggu.

Karditis dengan kardiomegali atau gagal jantung

Prednison 2 mg/kg/ BB/hari selama 2 minggu,dikurangi bertahap selama 2 minggu ditambah salisilat 75 mg/kg BB selama 6 minggu.

a) Aspirin- Efek Samping: angioedema, bronkospasme, perubahan CNS, masalah Dermatologic, Nyeri GI,

ulserasi, perdarahan, hepatotoksisitas, Gangguan pendengaran, mual, Penghambatan agregasi

ROBYANA OKTAVIA - 13

Page 14: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

trombosit, hemolisis prematur, Edema paru (salisilat-diinduksi, noncardiogenic), ruam, kerusakan ginjal, tinnitus, urtikaria, muntah.

- Perhatian : Anemia, GI malabsorpsi, riwayat tukak lambung, asam urat, penyakit hati, hypochlorhydria, hypoprothrombinemia, gangguan ginjal, tirotoksikosis, defisiensi vitamin K, batu ginjal, penggunaan etanol (dapat meningkatkan perdarahan). Menghentikan terapi jika tinnitus berkembang. Tidak diindikasikan untuk anak-anak dengan penyakit virus, penggunaan salisilat pada pasien anak dengan varicella atau penyakit seperti flu dikaitkan dengan peningkatan kejadian sindrom Reye.

- Kehamilan : Kehamilan kategori di trimester ke-3 adalah sangat penting bahwa pasien tidak menggunakan aspirin selama 3 bulan terakhir kehamilan kecuali diperintahkan untuk melakukannya oleh dokter, karena dapat menyebabkan masalah pada anak yang belum lahir atau komplikasi selama persalinan.

- Laktasi : Obat memasuki ASI, keputusan harus dibuat mengenai apakah akan menghentikan menyusui atau untuk menghentikan obat, dengan mempertimbangkan pentingnya obat untuk ibu.

- Metabolisme: Dimetabolisme oleh hati melalui sistem enzim microsomal- Ekskresi : Urin (80-100%), keringat, air liur, tinja

b) Prednisone- Dapat menurunkan peradangan dengan membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler dan menekan

aktivitas PMN. Jika sedang sampai parah karditis ditandai dengan kardiomegali, gagal jantung kongestif, atau blok jantung, 2 mg/kg/hari PO harus digunakan sebagai tambahan, atau sebagai pengganti, dari terapi salisilat atau aspirin. Prednison harus dilanjutkan selama 2-4 minggu, tergantung pada beratnya karditis, dan dosisnya semakin sedikit selama minggu terakhir terapi. Efek samping dapat diminimalkan dengan penghentian terapi prednisone setelah 2 minggu dan menambahkan atau mempertahankan salisilat untuk tambahan 2-4 minggu.

- Efek Samping : angioedema, anafilaksis, bradikardi- Laktasi : Obat memasuki ASI, hindari penggunaan- Metabolisme : Dimetabolisme oleh hati - Ekskresi : Urin

Pengobatan KoreaKorea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama beberapa minggu sampai

3 bulan. Obat-obat sedatif, seperti klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan. Perlu diingat, halopenidol sebaiknya tidak diberikanpada anak di bawah umur 12 tahun.

Penanganan Gagal JantungGagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti kasus gagal jantung pada umumnya.

Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan pemberian kortikosteroid, meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik, atau vasodilator . Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal jantung kongestif akibat kelainan lainnya . Pemberian obat ini harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menambah iritabilitas jantung sehingga dapat menyebabkan aritmia , di samping batas keamanannya yang sempit

NONFARMAKOLOGIa. Diet

Diet harus bergizi dan tanpa pembatasan kecuali pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Pada pasien ini, asupan cairan dan natrium harus dibatasi. Suplemen kalium mungkin diperlukan jika steroid atau diuretik yang digunakan.

b. AktivitasAwalnya, pasien harus bed rest diikuti dengan periode aktivitas dalam ruangan sebelum diizinkan untuk kembali ke sekolah. Aktivitas penuh seharusnya tidak diperbolehkan sampai reaktan fase akut telah kembali ke tingkat normal.

c. Perawatan BedahKetika gagal jantung menetap atau memburuk setelah terapi medis yang agresif untuk penyakit jantung rematik akut, operasi dapat dilakukan untuk menurunkan insufisiensi katup.

ROBYANA OKTAVIA - 14

Page 15: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

40 % pasien dengan penyakit jantung rematik akut kemudian mengalami stenosis mitral. Pada pasien dengan stenosis kritis, valvulotomy mitral, balon perkutan valvuloplasty, atau penggantian katup mitral dapat diindikasikan.Karena tingginya tingkat gejala berulang setelah annuloplasty atau prosedur perbaikan lainnya, penggantian katup tampaknya menjadi pilihan bedah yang lebih disukai

LO 1.9.Memahami dan menjelaskan Komplikasi Penyakit Jantung Rematik

Mitral stenosis Mitral regurgitasi Stenosis aorta dan regurgitasi aorta Congestive heart failure (CHF) Rekurensi paling sering terjadi pada tahun 1-5 setelah serangan akut sembuh

Potensi komplikasi termasuk gagal jantung dari insufisiensi katup (karditis rematik akut) atau stenosis (karditis rematik kronis). Komplikasi jantung yang dimaksud meliputi aritmia atrium, edema paru, emboli paru berulang, endokarditis infektif, pembentukan trombus intrakardiak, dan emboli sistemik

LO 1.10.Memahami dan menjelaskanPencegahan Penyakit Jantung Rematik

Pencegahan demam rematik meliputi pencegahan primer (primary prevention) untuk mencegah terjadinya serangan awal demam rematik dan pencegahan sekunder (secondary prevention) nuntuk mencegah terjadinya serangan ulang demam rematik.

Primary prevention: eradikasi Streptococcus dari pharynx dengan menggunakan benzathine peniciline single dose IM.

Secondary prevention: AHA menyarankan pemberian 1,2 juta unit benzathine peniciline setiap 4 minggu, atau setiap 3 minggu untuk pasien berisiko tinggi (pasien dengan penyakit jantung atau berisiko mengalami infeksi ulangan).

Pemberian profilaksis secara oral dapat berupa penisilin V, namun efek terapinya tidak sebaik benzathine penisilin.

AHA merekomendasikan pengobatan profilaksis selama minimal 10 tahun. Penghentian pemberian obat profilaksis bila penderita berusia di sekitar dekade ke 3 dan melewati 5 tahun terakhir tanpa serangan demam rematik akut.Namun pada penderita dengan risiko kontak tinggi dengan Sterptococcus maka pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan untuk seumur hidup

LO 1.11. Memahami dan menjelaskan Prognosis Penyakit Jantung Rematik

ROBYANA OKTAVIA - 15

Page 16: Ske3 - Pjr - Kardio Oby

Daftar Pustaka

A Price, sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Bickley Lynn S. 2006. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan bates. Jakarta: EGC.

Burke, Allen Patrick (Unggah : 9 September 2013. Unduh : 18 Desember 2013) Pathology of Rheumatic Heart Disease. http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#a1

Chin, Thomas K (Unggah : 30 May 2012. Unduh : 18 Desember 2013) Pediatric Rheumatic Heart Disease. http://emedicine.medscape.com/article/891897-overview#a0104

Sudoyo A.W.dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi V. Jakarta: InternaPublishingWahab, A Samik. 2000. ilmu kesehatan anak edisi 15. jakarta : balai penerbit buku kedokteran.

ROBYANA OKTAVIA - 16