Top Banner
Nekrosis Pulpa Pulpa yang berfungsi normal pada umumnya berespon terhadap berbagai stimulus (panas atau dingin). Pulpa normal merespon terhadap panas atau dingin dengan nyeriyang ringan yang terjadi selama kurang dari 10 detik. Juga perkusi pada gigi tidak menimbulkan respon nyeri. Bagaimanapun normal pulpa tidak akan merespon terhadap tes suhu. Jika kanal pada akar mengalami kalsifikasi karena proses penuaan, trauma, plak yang menempel atau penyebab lainnya, tes suhu tidak akan memberikan respon selama pulpa gigi pasien tetap sehat dan berfungsi normal. Tes elektrik pulpa memunculkan respon dari pasien yang pulpanya masih berfungsi. Dokter harus berhati-hati terhadap hasil dari tes ini karena hasilnya tidak tetap se/hingga tidak diperlukan untuk melihat status kesehatan. Pengertian Nekrosis Pulpa Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses lanjutan dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsialis ataupun totalis Ada 2 tipe nekrosis pulpa, yaitu: 1. Tipe koagulasi Pada tipe ini ada bagian jaringan yang larut, mengendap dan berubah menjadi bahan yang padat. 2. Tipe liquefaction Pada tipe ini, enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair.Pada setiap proses kematian pulpa selalu terbentuk hasil akhir berupa H2S, amoniak, bahan-bahan yang bersifat lemak, indikan, protamain, air dan CO2. Diantaranya juga dihasilkan indol, skatol, putresin dan kadaverin yang menyebabkan bau busuk pada peristiwa kematian pulpa. Bila pada peristiwa nekrosis juga ikut masuk kuman-kuman yang saprofit anaerob, maka kematian pulpa ini disebut gangren pulpa3. Etiologi Nekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab yang bervariasi, pada umumnya disebabkan keadaan radang pulpitis yang ireversibel tanpa penanganan atau dapat terjadi secara tiba-tiba akibat luka trauma yang mengganggu suplai aliran darah ke pulpa. Meskipun bagian sisa nekrosis dari pulpa
45

Sk 5

Feb 13, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sk 5

Nekrosis PulpaPulpa yang berfungsi normal pada umumnya berespon terhadap berbagai stimulus (panas atau dingin). Pulpa normal merespon terhadap panas atau dingin dengan nyeriyang ringan yang terjadi selama kurang dari 10 detik. Juga perkusi pada gigi tidak menimbulkan respon nyeri. Bagaimanapun normal pulpa tidak akan merespon terhadap tes suhu. Jika kanal pada akar mengalami kalsifikasi karena proses penuaan, trauma, plak yang menempel atau penyebab lainnya, tes suhu tidak akan memberikan respon selama pulpa gigi pasien tetap sehat dan berfungsi normal. Tes elektrik pulpa memunculkan respon dari pasien yang pulpanya masih berfungsi. Dokter harus berhati-hati terhadap hasil dari tes ini karena hasilnya tidak tetap se/hingga tidak diperlukan untuk melihat status kesehatan.Pengertian Nekrosis PulpaNekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses lanjutan dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsialis ataupun totalis

Ada 2 tipe nekrosis pulpa, yaitu:1. Tipe koagulasiPada tipe ini ada bagian jaringan yang larut, mengendap dan berubah menjadi bahan yang padat.2. Tipe liquefactionPada tipe ini, enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair.Pada setiap proses kematian pulpa selalu terbentuk hasil akhir berupa H2S, amoniak, bahan-bahan yang bersifat lemak, indikan, protamain, air dan CO2. Diantaranya juga dihasilkan indol, skatol, putresin dan kadaverin yang menyebabkan bau busuk pada peristiwa kematian pulpa. Bila pada peristiwa nekrosis juga ikut masuk kuman-kuman yang saprofit anaerob, maka kematian pulpa ini disebut gangren pulpa3.EtiologiNekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab yang bervariasi, pada umumnya disebabkan keadaan radang pulpitis yang ireversibel tanpa penanganan atau dapat terjadi secara tiba-tiba akibat luka trauma yang mengganggu suplai aliran darah ke pulpa. Meskipun bagian sisa nekrosis dari pulpa dicairkan atau dikoagulasikan, pulpa tetap mengalami kematian. Dalam beberapa jam pulpa yang mengalami inflamasi dapat berdegenerasi menjadi kondisi nekrosis2. Penyebab nekrosi lainnya adalah bakteri, trauma, iritasi dari bahan restorasi silikat, ataupun akrilik. Nekrosis pulpa juga dapat terjadi pada aplikasi bahan-bahan devitalisasi seperti arsen dan paraformaldehid. Nekrosis pulpa dapat terjadi secara cepat (dalam beberapa minggu) atau beberapa bulan sampai menahun. Kondisi atrisi dan karies yang tidak ditangani juga dapat menyebabkan nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa lebih sering terjadi pada kondisi fase kronis dibanding fase akut.PatofisiologiJaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf dan sel odontoblast; memiliki kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan.Akan tetapi apabila terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau merupakan proses lanjut dari radang jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian pulpa/nekrosis pulpa. Hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpayang meradang semakin berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya. Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi bakteria pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan oral akibat

Page 2: Sk 5

terbentuknya dentinal tubules dan direct pulpal exposure, hal ini memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa yang menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai hasil dari operative atau restorative procedure yang kurang baik atau akibat restorative material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi bakteria dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan direct pulpal exposure bisa disebabkan karenaproses trauma, operative procedure dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi peradangan jaringan pulpa. Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya prosesnya sama yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah utama pada apek dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke pembuluh dara kecil pada apeks. Semuaproses tersebut dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa.Gejala-gejalaNekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total. Tipe parsial dapat memperlihatkan gejala pulpitis yang ireversibel. Yaitu menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan. Pada awal pemeriksaan klinik ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena.DiagnosisRadiograf umumnya menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan besar, suatu jalan terbuka ke saluran akar, dan suatu penebalan ligamen periodontal. 

PengobatanSimtomatis :Diberikan obat-obat penghilang rasa sakit/anti inflmasi (OAINS)Kausatif :Diberikan antibiotika (bila ada peradangan)Tindakan :Gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu dikeringkan dengan kapas. Beri anagesik, bila ada peradangan bisa di tambah dengan antibiotic Sesudah peradangan reda bisa dilakukan pencabutan atau dirujuk untuk perawatan saluran akar. Biasanya perawatan saluran akar yang

Page 3: Sk 5

digunakan yaitu endodontic intrakanal. Yaitu perawatan pada bagian dalam gigi (ruang akar dan saluran akar) dan kelainan periapaikal yang disebabkan karena pulpa gigi tersebuta. Nekrosi ParsialisPulpa terkurung dalam ruangan yang dilingkungi oleh dinding yang kaku, tidak memiliki sirkulasi darah kolateral, dan venula serta system limfenya akan lumpuh jika tekanan intrapulpanya meningkat. Oleh karena itu, pulpitis irreversible akan menyebabkan nekrosis likuefaksi. Jika eksudat yang timbul selama pulpitis ireversibel diabsorbsi atau terdrainase melalui karies atau melalui daerah pulpa terbuka ke dalam rongga mulut, terjadinya nekrosis akan tertunda; pulpa di akar mungkin masih tetap vital untuk waktu yang lama. Sebaliknya, penutupan atau penambalan pulpa terinflamasi akan menginduksi nekrosis pulpa yang cepat dan total serta penyakit periradikuler. Selain nekrosis likuefaksi, nekrosis pulpa iskemik dapat timbul akibat trauma karena terganggunya pembuluh darah. Dapat dikatakan nekrosis pulpa parsialis apabila sebagian jaringan pulpa di dalam saluran akar masih dalam keadaan vital.

Nekrosis pulpa biasanya tidak menimbulkan gejala tetapi dapat juga disertai dengan episode nyeri spontan atau nyeri ketika ditekan (dari periapeks). Gejala klinis nekrosis pulpa parsialis:- Pada anamnesa terdapat keluhan spontan.- Pada pemeriksaan obyektif dengan jarum Miller terasa sakit sebelum apikal.

Pemeriksaan klinis dari nekrosis pulpa parsialis:- Tes termis: bereaksi atau tidak bereaksi.- Tes jarum Miller: bereaksi.- Pemeriksaan rontgenologis: terlihat adanya perforasi.

Nekrosis pulpa parsialis dapat dilakukan perawatan dengan pulpektomi. 

b. Nekrosis TotalisMerupakan matinya pulpa seluruhnya.Gejala klinis : Nekrosis totalis biasanya asimtomatik, tetapi bisa juga ditandai dengan nyeri spontan dan ketidaknyamanan nyeri tekan (dari periapeks). Diskolorisasi gigi merupakan indikasi awal matinya pulpa. Dapat dilihat dari penampilan mahkota yang buram atau opak dan perubahan warna gigi menjadi keabu-abuan atau kecoklatan serta bau busuk dari gigi.Rencana perawatan :Perawatan terdiri dari preparasi dan obturasi saluran akar (perawatan saluran akar).Menghilangkan rasa sakit (relief of pain) , bila tidak sakit lagi , lakukan pemeriksaan menyeluruh dan menyusun rencana perawatanTahap Perawatan1. perawatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit2. ekstraksi gigi yang tidak dapat dipertahankan3. perawatan karies (prefentif)4. perawatan periodontal5. perawatan saluran akar6. prosedur restoratifPerawatan berdasarkan diagnosa penyakit· Pulpa normal1. pembuangan kariesatau penyebab penyakit lainnya tambah penambalan (restorasi)2. perawatan endo tidak diindikasikan , kecuali pada kasus yang memerlukan perawatan endo secara selektif

Page 4: Sk 5

· Pulpitis irreversible1. dilakukan pulpotomia. hanya diindikasikan pada gigi muda dan keadaan darurat (bila pulpektomi tidak dapat dilakukanb. tidak diindikasikan secara rutin karena kegagalan tinggi , terjadi kalsifikasi pada orifice2. pulpektomi· Nekrosis pulpa1. Dilakukan pulpektomi2. Pada kunjungan pertama dilakukan debridement dan irigasi saluran akar3. Bila ada eksudat didalam ruang pulpa , maka diusahakan bersih total dalam kunjungan pertama4. Dressing kalsium hidroksida· Periodontal normalTidak dilakukan perawatan· Periodontal apikalis akut1. lihat penyebab :a. jika disebabkan kelainan pulpa : dilakukan perawatan saluran akar vitalb. jika disebabkan gigi nekrosis : perawatan saluran akar vitalc jika penyebab diiringi dengan adanya traumatik : perawatan saluran akar dan eliminasi trauma2. tekanan intra periapeks : dilakukan preparasi saluran akar dan irigasi3. beri dressing saluran akar (bahan yang mengandung kortikostiroid/kalsium hidroksida)lalu ditambal· Abses apikalis akut1. buang total pulpa nekrotik dan irigasi2. drainase melalui koronal/incisi , tergantung ada/tidaknya pembengkakan , difus/terlukalisir3.perawatan saluran akar = prinsip perawatan nekrotik pulpa

BAB I PENDAHULUAN  1.1 Latar Belakang  Mahkota  gigi  dapat  rusak  karena  banyak  factor diantaranya  karena  karies  dan  trauma.  Faktor  yang menentukan tehnik restorasi dan bahan yang akan digunakan untuk  mengembalikan  bentuk  gigi  dan  fungsi  gigi  menjadi normal  tergantung  dari  seberapa  besar  kerusakan  pada mahkota, posisi gigi dalam lengkung rahang, bentuk gigi dan jaringan  periodontal  dari  gigi  tersebut.  Gigi  yang  telah dilakukan  perawatan  saluran  akar  memerlukan  rstorasi khusus yang kuat dan tahan terhadap tekanan. Penguat gigi berupa  pasak  di  perlukan  untuk  menambah  retensi  dan resistensi  gigi.  Penggunaan  pasak  yang  terdapat  beberapa macam  tipe,  model,  ukuran,  bentuk  dan  pemilihan  bahan tergantung dari khasus yang ada. 

Page 5: Sk 5

 1.2 Batasan Topik 1. Diagnosa Kasus 2. Rencana Perawatan 3. Pulpektomi dan Endodontik Intrakanal 4. Mahkota Pasak  Definisi  Indikasi dan Kontraindikasi  Bahan Pasak  Macam dan Konstruksinya 

Page 6: Sk 5
Page 7: Sk 5

   2 Tahap Pengerjaan      1.3 Peta Konsep  P. Obyektif        P. Subyektif  P. Penunjang                   Diagnosis            Gigi 12 :     Gigi 13 : Nekrosis pulpa partialis    Nekrosis 

Page 8: Sk 5

pulpa totalis    Rencana Perawatan   Perawatan Saluran Akar                         Gigi 12 :                Gigi 13 : -  Gigi depan kanan atas patah -  Gigi taring berlubang -  Tidak ada keluhan spontan -  Tidak ada rasa ngilu bila minum air dingin Gigi 12 : -  Fraktur ½ mahkota -  Tes vitalitas (-) -  Tes jarum miller 14mm (+) Gigi 13 : -  Karies klas IV, profunda, perforasi -  Tes vitalitas (-) -  Tes jarum miller 20mm (-) -  Kelainan periapikal (-) -  Akar sudah 

Page 9: Sk 5

menutup sempurna 

Page 10: Sk 5
Page 11: Sk 5

   3                Pulpektomi                              Endodontik Intrakanal    Mahkota Pasak     Definisi                      Indikasi  &                    Bahan                    Macam  &            Tahap           Kontaindikasi              Konstruksi         Perawatan    

Page 12: Sk 5
Page 13: Sk 5

   4BAB II PEMBAHASAN  2.1. Diagnosa Kasus  Gigi 12 : Nekrosis Pulpa Parsialis  Fraktur ½ mahkota  Tes vital (-)  Tes jarum miller (+) 14mm  Gigi 13 : Nekrosis Pulpa Totalis  Karies klass IV profunda perforasi  Sisa mahkota 1/3 bagian  Tes vital (-)  Tes miller (-) 20mm 2.2. Rencana Perawatan  Gigi 12 Pulpektomi  Pasak Jadi / Prefabricated  Gigi 13 Endodontic Intrakanal  Pasak Tuang / Fabricated Pertimbangan 

Page 14: Sk 5

 Pemakaian retensi pasak dan inti pada gigi yang telah  dirawat  secara  endodontic  berguna  untuk menambah retensi sehingga gigi tersebut menjadi lebih kuat dalam menahan tekanan pengunyahan.  Biasanya  pada  gigi  yang  non  vital  sudah kehilangan banyak jaringan dan tidak jarang tepi kavitas berada pada subgingiva. 

Page 15: Sk 5
Page 16: Sk 5

   5 

Page 17: Sk 5
Page 18: Sk 5

   6 2.3. Pulpektomi dan Endodontik Intrakanal  Tahapan Pulpektomi Dipilih  endodontik  intrakanal  karena  pada  gigi  12 tersebut masih dalam keadaan vital. Tahapan : 1. Anastesi 2. Isolasi 3. Eksterpasi 4.  untuk menentukan DWF (Diagnostic wire foto) panjang kerja. 5. Preparasi  mahkota  dengan  round  bur,  untuk membuat cavity entrance. 6. Melebarkan  saluran  akar  dengan  menggunakan Reamer sesuai dengan DWF. 7. Memfile saluran akar 8.  dengan HIrigasi 2

O2

 9. Sterilisasi  menggunkan  papper  point  yang  diulasi 

Page 19: Sk 5

ChKM / Cresophene. 10. Perbenihan 11.   dimasukkan  ke  saluran Pengisian  gutta  perca  akar kemudian difoto. - kemudian  guttap  diambil  lagi  dan  dipotong 2/3 dari panjang kerja. - SA  diberi  pasta  dengan  menggunakan  jarum lentulo. - 1/3  dimasuukan  kembali  ke  SA  dengan menggunakan plugger teknik, guttap ditempel 

Page 20: Sk 5
Page 21: Sk 5

   7masuk  ke  SA  dengan  diputar  sampai  guttap lepas. - Kemudian difoto dahulu untuk dilihat hasilnya dan di tumpat sementara.    Tahapan Endodontik Intrakanal Dipilih  endodontik  intrakanal  karena  pada  gigi  13 tersebut  sudah  nonvital  (nekrose  pulpa),  dilihat  dari tes  termal,  tes  kavitas  yang  tidak  bereaksi  dan  tes jarum  miller  masuk  sampai  20mm  dan  tidak menunjukkan reaksi dari pasien. Tahapan: 1. Asepsis 2. Pembuatan  cavity  entrance  untuk  membuat akses  yang  lurus,  menghemat  preparasi  jaringan gigi. Membuka atap pulpa, kemudian dilanjutkan mencari orifice. 3. Eksterpasi jaringan pulpa: mengeluarkan jaringan nekrotik  dari  dalam  pulpa  dan  Saluran  Akar dengan menggunakan jarum eksterpasi. 4. Diagnostic wire photo untuk menentukan panjang kerja. 5. Preparasi  Saluran  Akar  dengan  menggunakan reamer  dimulai  dari  jarum  terkecil  sampai  jarum terbesar  dengan  kedalaman  reamer  sesuai dengan panjang kerja. 6. Menghaluskan  dinding  Saluran  Akar  dengan menggunakan File. 

Page 22: Sk 5
Page 23: Sk 5

   87. Irigasi:  mengeluarkan  sisa  jaringan  nekrotik, serbuk  dentin  dan  kotoran  yang  terdapat  dalam Saluran Akar  dengn menggunakan H2

02

 . 8. Mencoba  guttap  Point  dengan  ukuran  sesuai dengan panjang kerja. 9. Sterilisasi Saluran Akar untuk membunuh kuman-kuman yang terdapat dalam Saluran Akar untuk menjadi  steril  dengan  ChKM  atau  Cresofen  yang dioleskan pada paper point, kemudian dimasukkan  kedalam  saluran  akar.  Tahap berikutnya restorasi sementara. 10. Perbenihan  untuk  mengecek  apakah  Saluran Akar sudah steril atau belum, dengan mengambil paper  point  yang  telah  dimasukkan  dalam Saluran  Akar  (Sebelumnya,  pembongkaran restorasi  sementara),  kemudian  di  masukkan  ke dalam Tabung Perbenihan, jika Hasilnya (-) maka dilakukan  pengisian  Saluran  Akar.  Jika  terdapat koloni  pada  tabung  perbenihan,  maka  tahap sterilisasi diulang sampai hasilnya negatif. 11. Pengisian  Saluran  Akar  dengan  pluger  tehnic, karena  ⅔  sisa  akar  akan  ditempatkan  pasak. dilakukan pembuatan Restorasi sementara. 12. 

Page 24: Sk 5

Kontrol,  dilakukan  1  minggu  setelah  pengisisan saluran  Akar  (pemeriksaan  intraoral  dan Ekstraoral),  jika  tidak  ada  keluhan,  maka  siap direstorasi dengan mahkota pasak.   

Page 25: Sk 5
Page 26: Sk 5

   92.4. Mahkota Pasak  2.4.1 Definisi   Mahkota  pasak  adalah  restorasi  pada  gigi  yang sebelumnya  telah  dilakukan  perawatan  saluran akar,  dengan  sebagian  besar  mahkota  gigi  rusak oleh  karena  karies  atau  trauma  sehingga  retensi utama  mahkota  tersebut  diletakkan  didalam saluran gigi berupa pasak.   2.4.2 Indikasi dan Kontraindikasi  Indikasi  Perubahan  warna  dan  kemungkinan  gigi fraktur setelah perawatan endodontik.  Gigi  vital  di  mana  retensi  untuk  mahkota tidak cukup.  Perubahan  diperlukan  dalam  posisi  aksial lebih dari 1mm.  Hilangnya  mahkota  asli  pada  gigi  yang telah dirawat saluran akar.  Gigi  yang  telah  dirawat  saluran  akar  yang akan  digunakan  sebagai  penyangga jembatan.  Kontra Indikasi  Kelainan periapikal yang menetap. 

Page 27: Sk 5

 Pengisian  saluran  akar  yang  kurang sempurna.  Kebersihan mulut yang buruk. 

Page 28: Sk 5
Page 29: Sk 5

   10 Dukungan  gigi  posterior  yang  kurang mantap.  Mahkota  transulen  sangat  tipis,  sulit disesuaikan dengan gigi-gigi sebelahnya.  Mahkota  asli  masih  memiliki  estetik  yang cukup baik dengan hanya sedikit perubahan  warna  atau  sedikit  struktur  gigi yang hilang.

1. 3.      Pengisian Saluran Akar (Obturasi)Bahan Pengisian Saluran AkarSyarat-Syarat Bahan Pengisi Saluran Akar : a. Bahan harus dapat dengan mudah dimasukkan ke saluran akar.b. Harus menutup saluran ke arah lateral dan apikal.c. Harus tidak mengerut setelah dimasukkan.d. Harus kedap terhadap cairan.e. Harus bakterisidal atau paling tidak harus menghalangi pertumbuhan bakteri.f. Harus radiopak.g. Tidak menodai struktur gigi.h. Tidak mengiritasi jaringan periapikal atau mempengaruhi struktur gigi.i. Harus steril atau dapat segera disterilkan dengan cepat sebelum dimasukkan.j. Bila perlu dapat dikeluarkan dengan mudah dari saluran akar.1. Gigi Sulung– Zinc oxide eugenol paste– Iodoform paste– Calcium hydroxide2. Gigi Permanena. Siller berbasis OSE• Keuntungan :Riwayat keberhasilan berlangsung lama, kualitas positif mengalahkan aspek negatifnya (mewarnai gigi, waktu pengerasan sangat lambat, tidak adhesive, larut).b. Formula GrossmanBubuk :– ZnO (badan semen) 42 bagian– Resin stabelit (konsistensi dan waktu pengerasan) 27 bagian– Bismuth subkarbonat 15 bagian– BaSO4 (keradiopakkan) 15 bagian– Na-barat 1 bagianCairan : Eugenol• Masalah yang ada pada formula ini adalah waktu pengerasan sangat lambat, > 2 bulan.

c. Plastik• Epoksi tersedia dalam formula bubuk cairan (AH26).• Sifat yang dimiliki : antimikroba, adhesi, waktu kerja yang lama, mudah mengaduknya, dan kerapatan yang sangat baik.• Kekurangannya : mewarnai gigi, relative tidak larut dalam pelarut, agak sedikit toksik jika belum mengeras dan agak larut pada cairan mulut.

Page 30: Sk 5

d. Hidroksida kalsium (CaOH)2 • Siller Ca(OH)2 yang telah diperkenalkan adalah siller yang Ca(OH)2 nya diinkoporasikan ke dalam basis OSE atau basis plastiknya.

 

e.  Ionomer Kaca• Material ini memiliki keuntungan bisa beradhesi ke dentin sehingga diharapkan bisa mencapai kerapatan yang baik di apeks dan korona dan biokompatibel. Tapi, kekerasan dan ketidaklarutannya menyukarkan perawatan ulang jika diperlukan dan menyukarkan pembuatan pasak.

Teknik Pengisian Saluran AkarAlat Pengisian Saluran Akar :1. Glass plate2. Alat pengaduk semen3. Stopper semen4. Jarum lentulo5. Finger spreaderGigi Sulung dan Gigi Permanen1. Teknik single coneTeknik pengisian saluran akar untuk teknik preparasi secara konvensionTahapan :– Pencampuran pasta saluran akar petunjuk pabrik– Pasta diulaskan pada jarum lentulo dan guttap point untuk kemudian dimasukan kedalam saluran akar yang telah dipreparasi jarum lentulo sesuai panjang kerja dan diputar berlawanan jarum jam.– Guttap point ( trial foto disterilkan dengan alcohol 70% dan dikeringkan )1. Pilih guttap point yang diameternya sesuai dengan reamer / file terakhir yang digunakan pada waktu preparasi saluran akar.2. Tandai guttap point sesuai dengan panjang kerja.3. Masukkan guttap point dalam saluran akar sebatas tanda.4. Guttap point yang memenuhi syarat dapat masuk saluran akar sebatas panjang kerja dan rapat dengan dinding saluran akar.– Kering ( diulas dengan pasta ) masuk ke dalam saluran akar.– Guttap point di potong 1-2mm dibawah orifice dengan ekskavator yang ujungnya telah di panasi dengan bunsen burner hingga membara.– Kemudian dasar ruang pulpa diberi basis semen seng fosfat lalu ditutup kapas dan tumpatan sementara menggunakan fletcher atau cavit.Gigi Permanen1. Teknik Kondensasi LateralDengan teknik preparasi saluran akar secara step back. Sering digunakan hampir semua keadaan kecuali pada saluran akar yang sangat bengkok / abnormalTahapan :– Pencampuran pasta– Guttap point ( trial foto disterilkan 70% alcohol dan dikeringkan– Guttap point nomor 25 (MAF) diulasi dengan pasta ke saluran akar sesuai dengan tanda yang telah dibuat dan ditekan kea rah lateral menggunakan spreader.– Ke dalam saluran akar diberi guttap tambahan, setiap memasukan guttap di tekan ke arah lateral sampai saluran akar penuh dan spreader tidak dapat masuk dalam saluran akar.– Guttap point dipotong 1-2mm dibawah orifice dengan eskavator yang telah dipanasi– Guttap point dipadatkan dengan root canal plugger– Bila pengisian sudah baik, maka dasar ruang pulpa diberi basis semen seng fosfat, ditutup kapas dan tumpatan sementara.2. Teknik Kondensasi Vertical (Gutta perca panas)Untuk pengisian saluran akar dengan teknik step back. Menggunakan pluger yang dipanaskan, dilakukan penekanan pada guttap perca yang telah dilunakan dengan panas kearah vertical dan dengan demikian menyebabkan guttap perca mengalir dan mengisi seluruh lumen saluran akar.Tahapan :– Suatu kerucut guttap perca utama sesuai dengan instrument terakhir yang digunakan pada saluran dengan cara step back– Dinding saluran dilapisi dengan lapis tipis semen dengan menggunakan lentulo.– Kerucut disemen– Ujung koronal kerucut dipotong dengan instrument panas– Pembawa panas segera didorong ke dalam 1/3 koronal guttap perca. Sebagian terbakar oleh plugel bila diambil dari saluran akar.– Condenser vertical dengan ukuran yang sesuai dimasukan dan tekanan vertical dikenakan pada guttap perca yang telah dipanasi untuk mendorong guttap perca yang menjadi plastis ke arah apikal– Apikalis panas berganti oleh pembawa panas dan condenser diulangi sampai guttap perca plastis menutup saluran aksesori besar dan mengisi luman saluran dalam 3 dimensi – foramen apikal. Bagian sisa saluran diisi dengan potongan tambahan guttap perca panas.– Bila pengisisan sudah baik, maka dasar pulpa diberi basis semen ZnPO4, kemudian ditumpat sementara.

3. Metode seksional (teknik pluger)Dapat digunakan untuk mengisi saluran ke arah apikal dan lateral. Teknik menggunakan suatu bagian kerucut guttap perca untuk mengisi suatu bagian 1/3 saluran akar / ujung apikal.Tahapan :– Dinding saluran akar dilapisi semen– Pluger saluran dimasukan sampai 3-4mm dari apeks dipanaskan dalam sterilitator garam panas (1011)– Kerucut guttap perca dipotong beberapa bagian sesuai dengan ukuran saluran yang telah dipreparasi dengan panjang 3-4mm– Potong apikal ditempelkan pada pluger yang telah dipanasi, dimasukan ke dalam saluran pada kedalaman yang sebelumnya telah diukur dan ditekan ke arah vertical

Page 31: Sk 5

– Pluger dilepas dengan hati-hati untuk mencegah ke luarnya bagian guttap perca yang dimasukan– Dibuat radiograf untuk memeriksa posisi dan kesesuaian bagian yang dikondensasi– Bagian berikutnya dimasukan kedalam eukaliptol, dipanaskan tinggi diatas nyala api dan ditambahkan pada bagian sebelumnya dengan tekanan vertical untuk memampatkan pengisi

4. Metode kompaksi– Menggunakan panas untuk mengurangi viskositas guttap perca dan menaikan plastisitasnya– Digunakan untuk pengisi saluran yang lurus– Menggunakan metode step back

5. Metode Inverted cone– Digunakan terbatas pada gigi dengan saluran kecil, berkelok-kelok, yang tidak dapat diisi dengan kerucut guttap perca secara lepas

6. Metode Role Gutta perca– Untuk mengisi saluran kecil bahan tersebut yang bengkok

7. Pengambilan Guttap Point dengan GGDa. Menentukan panjang GGD :1. Panjang kerja (PK) – panjang mahkota = panjang akar2. Panjang 1/3 apikal = panjang akar : 33. Panjang GGD = PK – panjang 1/3 apikal4. GGD dimasukkan dalam contra angle handpiece low speedb. Membuka tumpatan sementara, cotton pellet diambil.c. Pemakaian GGD secara berurutan, dimulai dari ukuran besar sampai sesuai besarnya saluran akar.d. GGD yang telah disiapkan dimasukkan dalam saluran akar (letak GGD harus lurus / sejajar dengan sumbu gigi) kemudian airmotor digerakkan sampai guttap point terpotong dan seterusnya hingga mencapai panjang kerja GGD yang telah ditentukan.e. Serpihan guttap point dibersihkan dari saluran akar dengan hembusan udara.f. Rongga saluran akar yang kosong diisi dengan kapas steril, kemudian ditumpat sementara.

Gutta Percha gutta percha point menipakan bahan yang paling ideal dan sering digunakan sebagai bahan pengisian

saluran akar. Gutta percha merupakan lateks koagulasi dari cairan getah murni yang dapat mengeras dan berasal dari

pohon jenis Sapotaceae yang dapat dipadatkan, terdapat di semenanjung Malaysia dan pulau-pulau sekitarya serta pada daerah tropis yang pertama sekali dijumpai oleh Isonandra Gutta.

 Gutta percha point memiliki biokompatibilitas yang baik terhadap jaringan periradikular dengan kombinasi semen saluran akar (siler) yang dapat menginduksi pembentukan jaringan keras (respon osteogenic) dan tnerangsang penutupan apeks.

Gutta percha tersedia dalam dua bentuk yang dapat mengalami dua fase (fase beta/ {3 dan fase a/fa/ a). Struktur isomer gutta percha adalah trans -7, 4- poiy isoprene, dimana memiliki struktur yang teratur yang dapat mengalami kritalisasi sehingga tampak keras dan kaku.

Gutta percha dapat digunakan bersama dengan pelarut organik misalnya chloroform dan xylohencalyptol yaitu guttapercha solvents yang dikenal dengan nama chloropercha atau eupercha.

Untuk mendapatkan kualitas bahan pengisian saluran akar yang baik dan memiiiki sifat plastis maka gutta percha dalam pembuatannya selalu dikombinasikan dengan wax, zinc oxide, calcium hidroxide.

.Pada perawatan saluran akar dengan memakai gutta percha point mempunyai tujuan untuk mempertahankan gigi selama mungkin sesuai dengan anatomi saluran akar gigi di dalam rongga mulut dan dapat memadat dengan baik.

Gutta percha point sebagai material yang popularitas dan keunggulannya sudah teruji masih memiliki kerugian. Oleh karena itu sangat diperiukan keteiitian dalam menggunakan gutta percha point sebagai bahan pengisian saluran akar.

Gutta PerchaKomposisi:

1. Komposisi utama : ZnO 75%2. Gutta percha : 20%3. sisanya : zat pengikat, zat pengopak, dan zat warna

Bentuknya kon

Kelebihan:

1. Dipakai sejak 160 tahun yang lalu2. Mudah diadaptasi (karena bersifat palstis)3. Mudah dimanipulasi4. Toksik ringan5. Sifat swa sterilisasi

Kekurangan

Page 32: Sk 5

1. Tidak Adhesi dengan dinding saluran akar,maka diperlukan sealer2. sedikit elastis. Jadi memantul dari dinding3. jika dipanaskan. Akan mengerut jika dingin4. jika dilarutkan dengan pelarut, akan mengerut jikapelarut menguap

PERAWATAN ULANG SALURAN AKAR AKIBAT LEPASNYA RESTORASIKriteria Keberhasilan Perawatan Saluran AkarKeberhasilan perawatan saluran akar dapat dievaluasi berdasarkan pemeriksaan klinis, radiografis, dan histologis.1,5 Evaluasi klinis dan radiografis dapat dilakukan dengan mudah, namun evaluasi histologis memerlukan pemeriksaan laboratorium. Evaluasi klinis dan radiografis dianjurkan untuk dilakukan 6 bulan sampai 4 tahun setelah perawatan.

 

Kriteria keberhasilan perawatan saluran akar menurut Quality AssuranceGuidelines yang dikeluarkan olehAmerican Associaton of Endodontics adalah tidak peka terhadap perkusi dan palpasi, mobilitas normal, tidak ada sinus tract atau penyakit periodontium, gigi dapat berfungsi dengan baik, tidak ada tanda-tanda infeksi atau pembengkakan, dan tidak ada keluhan pasien yang tidak menyenangkan. Berdasarkan gambaran radiografis, suatu perawatan dianggap berhasil bila ligamen periodontium normal atau sedikit menebal (kurang dari 1mm), radiolusensi di apeks hilang, lamina dura normal, tidak ada resorbsi, dan pengisian terbatas pada ruang saluran akar, padat mencapai kurang lebih 1 mm dari apeks. Keberhasilan perawatan saluran akar dapat dilihat dari beberapa faktor antara lain adanya lesi periradikular sebelum dan sesudah perawatan, kualitas pengisian dan efektifitas penutupan bagian korona. 

Penyebab Kegagalan Perawatan Saluran AkarMenurut tahapan perawatannya, kegagalan perawatan saluran akar dapat digolongkan dalam kegagalan pra perawatan, selama perawatan, dan pasca perawatan. Kegagalan yang terjadi sebelum perawatan biasanya disebabkan oleh diagnosis dan seleksi kasus yang salah. Prognosis gigi yang akan dirawat sebetulnya buruk akan tetapi perawatan tetap dilakukan sehingga dalam waktu yang tidak lama akan timbul lagi gejala yang merupakan kegagalan perawatan.

 

Kegagalan selama perawatan biasanya disebabkan oleh tahap pembersihan, pembentukan, dan pengisian saluran akar yang benar. Perawatan endodontik yang baik biasanya berpedoman pada Triad Endodontik. Triad endodontik yang pertama adalah mendapatkan akses yang lurus kedalam saluran akar. Triad endodontik yang kedua adalah preparasi saluran akar untuk membuang atau mengurangi iritan yang berbahaya dalam ruang pulpa dan menutup ruang tersebut, mengontrol mikroorganismenya dan menangani inflamasi periapeksnya. Preparasi yang tidak melebihi saluran akar akan memberikan prognosis yang baik. Instrumentasi yang melewati apeks (overinstrumentation) dapat menyebabkan terdorongnya mikroorganisme, serpihan dentin dan sementum ke periapeks dan menyebabkan inflamasi yang persisten. Triad endodontik yang ketiga adalah pengisian saluran akar. Kesalahan dalam pengisian terjadi akibat proses pembentukan saluran akar yang kurang baik atau pengisian yang kurang tepat. 

Kondensasi isi saluran akar menyebabkan hasil pengisian lebih hermetis, sehingga iritan yang tertinggal di dalam saluran akar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Demikian pula pengisian saluran akar yang terlalu pendek atau panjang juga akan menimbulkan masalah. Kegagalan pasca perawatan dapat disebabkan oleh penutupan bagian korona gigi yang tidak baik karena restorasi yang tidak adekuat Gigi pasca perawatan saluran akar mempunyai sifat fisik yang berbeda dengan gigi vital, yaitu rentan terhadap fraktur karena struktur gigi yang hilang akibat karies atau prosedur perawatan. Restorasi pasca perawatan saluran akar harus mempunyai retensi dan berfungsi, serta dapat melindungi sisa jaringan gigi terhadap fraktur dan mempunyai kerapatan (seal) yang baik. Apabila salah satu persyaratan tidak dipenuhi dapat menyebabkan lepasnya restorasi atau terjadinya fraktur pada gigi atau restorasi sehingga perawtan menjadi gagal Penyebab Kegagalan RestorasiKebocoran tepi restorasi dapat terjadi karena hubungan antara gigi dan restorasi tidak harmonis dikaitkan dengan kualitas restorasi yang buruk atau restorasi yang tidak mencapai tepi ginggiva dengan baik. Dampak yang paling ringan dari kebocoran tepi ini adalah terjadinya karies sekunder yang dapat berlanjut ke dasar kavitas dan melarutkan semen sehingga akan mencapai daerah apeks.7,8,9,10 Faktor penyebab lainnya adalah pemilihan jenis restorasi.Restorasi dipilih yang sesuai dengan kondisi sisa jaringan gigi dan posisinya. Struktur restorasi disesuaikan dengan sisa jaringan gigi agar dapat mencegah gigi fraktur atau dicabut.Kegagalan restorasi pasca perawatan saluran akar kebanyakan disebabkan bentuk restorasi yang tidak adekuat.7 Misalnya penggunaan pasak, pasak berulir dan yang diameternya terlalu besar.7,11,12 Demikian juga dengan hal ini sangat berhubungan dengan retensi dan kebocoran tepi dari restorasi.

 

Penanggulangan kegagalan perawatan saluran akar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perawatan ulang secara konvensional atau ortograd dan bedah atau retrograd. Perawatan ulang saluran akar dilakukan dengan mengulang perawatan melalui akses mahkota dengan tujuan untuk membuang iritan pada saluran akar yang sebagian besar terdiri atas mikroorganisme yang tinggal atau berkembang setelah perawatan.

 

Page 33: Sk 5

Penanggulangan dengan bedah apeks (retrograd) dimaksudkan untuk menutup rapat saluran akar pada apeksnya.1,2 Meninggalkan debris dan mikroorganisme dalam saluran akar berlawanan dengan prinsip biologis, oleh karena itu bedah apeks merupakan pilihan kedua jika akses mahkota pada perawatan ulang saluran akar tidak dapat dilakukan.

 

Dengan demikian ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum perawatan ulang dilakukan.Riwayat penyakit mengenai adanya kegagalan perawatan ulang dan kegagalan bedah apeks maka kasus ini tidak di indikasikan untuk perawatan ulang.1 Demikian juga kondisi klinis pasien. Ada beberapa kondisi klinis yang dapat di indikasikan sebagai kegagalan yaitu adanya gejala periodontitis yang menetap sesudah dilakukanoclusal adjusment, sensitivitas terhadap termal yang kemungkinan disebabkan ada salah satu saluran akar yang tidak dirawat dan adanya sinus tract. 

Radiogram pathosis atau adanya lesi periodontium yang tidak ditanggulangi dengan perawatan saluran akar, ada lesi periapeks yang tidak mengalami penyembuhan setelah perawatan dan fraktur pada akar. Keadaan tersebut tidak dapat ditanggulangi dengan perawatan ulang. Sedangkan kegagalan akibat adanya saluran akar yang tidak terdeteksi pada saat perawatan saluran akar perlu dipertimbangkan. Pada saluran akar yang bengkok, kalsifikasi dan menyebar akan sangat sulit apabila dilakukan perawatan ulang saluran akar. Sama seperti pengisian saluran akar yang sangat padat dan menggunakan bahan logam. Pembuangan bahan restorasi atau semen sangat sulit dilakukan perlu dipertimbangan, karena dapat menjadi perforasi atau fraktur. 

Faktor iatrogenik meliputi adanya sumbatan pada saluran akar akibat instrumen patah, bahan pengisi yang sangat keras, perforasi, birai dan prognosis yang meragukan. Untuk melakukan perawatan ulang saluran perlu kerja sama yang baik dengan pasien, karena kemungkinan akan terjadi kegagalan kembali.1,14Ketrampilan operator dan tersedianya alat-alat untuk perawatan ulang merupakan persyaratan utama ,karena pengalaman operator sangat menunjang keberhasilan perawatan ulang saluran akar.

KALSIUM HIDROKSIDANygren (1838) memperkenalkan kalsium hidroksida sebagai suatu bahan yang bisa digunakan dalam perawatan endodontik. Banyak peneliti membuktikan efektivitas kalsium hidroksida sebagai obat antar kunjungan maupun sebagai bahan pengisi saluran akar. Kalsium hidroksida merupakan suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan pH antara 11-12,8. Dalam bentuk terlarut, kalsium hidroksida akan pecah menjadi ion-ion kalsium dan hidroksil. Ion hidroksil diketahui dapat memberikan efek antimikroba dan dapat melarutkan jaringan.

 

Kurimoto (1960) mengemukakan terjadinya aposisi sementum pada lesi periapikal setelah penggunaan kalsium hidroksida. Sedangkan Kaiser (1964) mengemukakan kemampuan kalsium hidroksida untuk menginduksi pembentukan jaringan keras pada apeks yang terbuka setelah penggunaan kalsium hidroksida jangka panjang. Pernyataan Kaiser ini diperkuat oleh temuan Kitamura (1960). Peters dkk (2002) melaporkan kemampuan kalsium hidroksida dalam mengeliminasi infeksi pada gigi tanpa pulpa.

 

Sedangkan Kennedy dkk (1967), Kennedy dan Simpsons (1969), dan Caliskan dkk (1997) membuktikan kemampuan kalsium hidroksida yang digunakan untuk jangka waktu panjang dalam penyembuhan lesi periapikal dengan membentuk barier kalsifik pada apeks.

 

Sebagai obat antar kunjungan, kalsium hidroksida memberikan efek penyembuhan kelainan periapikal pada gigi non-vital. Kemampuan bahan ini sebagai antibakteri dan penginduksi pembentukan jaringan keras gigi menjadi dasar bagi perawatan endodontik konvensional pada gigi dengan lesi periapikal yang luas.

 

1. Sebagai obat antar kunjunganDalam keadaan cair, kalsium hidroksida akan berdisosiasi menjadi ion-ion kalsium dan hidroksil. Ion hidroksil akan memberikan efek antimikroba dengan cara merusak dinding sel bakteri. Ion hidroksil akan merusak lipopoliosakarida dan menyebabkan bekteri menjadi lisis. Selain itu kalsium hidroksida juga memiliki kemampuan melarutkan jaringan.

1. Mekanisme karbon hidroksida sebagai pembentuk jaringan keras

Page 34: Sk 5

Mekanisme pembentukan jaringan keras oleh kalsium hidroksida belum diketahui secara pasti. Tornstad dkk (1980) memperkirakan sifat basa kuat dari kalsium hidroksida dan pelepasan ion kalsium membuat jaringan yang berkontak menjadi alkalis. Dalam suasana basa, resorpsi atau aktivitas osteoklas akan terhenti dan osteoblas menjadi aktif dan mendeposisi jaringan terkalsifikasi. Ion kalsium juga memiliki peran dalam proses pembentukan jaringan keras. Ion kalsium berperan dalam diferensiasi sel-sel dan aktivasi makrofag. Asam yang dihasilkan oleh osteoklas akan dinetralisir oleh kalsium hidroksida dan kemudian terbentuk komplek kalsium fosfat. Kalsium hidroksida juga dapat mengaktifkan ATP yang mempercepat mineralisasi tulang dan dentin, dan TGF-beta yang berperan penting pada biomineralisasi.

TRAUMATIC INJURY PADA ANAK DAN PERAWATAN ENDODONTIK

TRAUMATIC INJURY PADA ANAK DAN PERAWATAN ENDODONTIK

Lukita Wardani08/265935/KG/8308

Abstract:Traumatic injury in the oral cavity and its surroundings are a lot of cases occur amongchildren and adolescents, thus requiring both attention and meticulous about the care of a dentist. Injuries to children’s teeth can be very distressing for children as well as their parents. But sometimes injuries occur and oral injuries are quite upsetting to caretakers. Dental emergencies require immediate treatment to protect your child's teeth, nerves, blood vessels, and health. The teeth most often affected are the maxillary anterior primary teeth. Although fractured crowns are reported more often, the most common injury to primary teeth is a luxation or displacement injury with gingival hemorrhage. These injuries are most likely due to the direction of the force and the elasticity of the alveolar bone surrounding the primary teeth. In periodontally injured teeth, often seen late complications are pulp necrosis, pulp canal obliteration, root resorption and loss of marginal alveolar bone.

Keywords: traumatic injury, oral injuries, dental emergencies, primary teeth.

PENDAHULUANPengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis.

Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur (Dorland, 2002).            Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba (Wei, 1988).            Menurut Ellis dan Davey trauma dapat diklasifikasikan menjadi sembilan kelas. Kelas I sampai dengan kelas VIII untuk gigi anterior permanen dan kelas IX untuk gigi anterior desidui yang juga terdiri dari delapan kelas. Berdasarkan beberapa penelitian, prevalensi trauma injuri mencapai 20-30% setiap tahunnya, sering terjadi pada usia 18-40 bulan untuk gigi desidui. Hal ini berhubungan dengan usia anak belajar berjalan dan sering terjatuh karena koordinasi otot anak belum sempurna. Sedangkan untuk gigi permanen pada usia 8-12 tahun

Page 35: Sk 5

terutama pada anak laki-laki karena jenis permainan yang dilakukan anak laki-laki lebih sering menyebabkan cedera dibandingkan dengan permainan anak perempuan. Gigi anterior maksila 2-3 kali lebih sering mengalami trauma terutama gigi dengan overjet 4 mm. Kecelakaan yang terjadi dirumah, disekolah, dan tempat bermain ditemukan sebanyak 60%, disebabkan kecelakaan lalu lintas 15 %, karena olahraga 14 % dan lain-lain sebanyak 11 % (Ravel, 2003; Rutar, 1997; Krasner, 2006).            Selain faktor-faktor di atas ada beberapa faktor predisposisi terjadinya trauma gigi anterior yaitu posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya kelainan dentofasial seperti maloklusi kelas I tipe 2, kelas II divisi 1 atau yang mengalami overjet lebih dari 3 mm, keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia email, kelompok anak penderita cerebral palsy, dan anak dengan kebiasaan mengisap ibu jari yang menyebabkan gigi anterior protrusive (Roberts, 1980; Birch, et al., 1973; Finn, 2003).

Kehilangan gigi tersebut signifikan dan dapat menimbulkan dampak negatif. Selain mengalami gangguan fungsi dan estetis, psikologis juga dapat terganggu karena akan merasa tidak percaya diri akibat hilangnya gigi (Mathewson dan Primosch, 1995).

Perawatan pada anak untuk kasus traumatik injuri antar lain yaitu replantasi, kaping pulpa, pulpotomi dan pulpektomi. Pulpektomi akan dibahas lebih lanjut untuk mengetahui indikasi, kontraindikasi, prosedur perawatan dan mekanisme perawatannya.

PEMBAHASANDefinisi trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal karena sebab

mekanis (Schuurs, 1992). Traumatik injuri pada rongga mulut dan sekitarnya merupakan kasus yang banyak terjadi di

kalangan anak dan remaja, sehingga mernbutuhkan perhatian baik dan teliti mengenai perawatan dari dokter gigi. Cedera

traumatik pada anak dikatakan hampir 30 persen anak pernah mengalami trauma pada gigi dan wajah pada saat bermain,

berolah raga atau aktivitas lainnya. Trauma yang melibatkan gigi depan tetap atas sering terjadi pada usia 8 sampai 12 tahun.

Penyebab trauma pada gigi permanen antara lain jatuh dari sepeda, berkelahi, kecelakaan lalu lintas dan olahraga.

Perawatan yang dapat dilakukan, pada hal ini perawatan endodontic, pada trauma gigi salah satunya adalah pulpektomi.

 PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa)Pulpektomi adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Pulpektomi merupakan

perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas (Bence, 1990). Atau pulpektomi meliputi pembuangan jaringan nekotik dari bagian korona dan saluran akar gigi sulung yang pulpanya telah nonvital atau mengalami radang kronis (Mathewson dan Primosch, 1995). Meskipun perawatan ini memakan waktu yang lama dan lebih sukar daripada pulp capping atau pulpotomi namun lebih disukai karena hasil perawatannya dapat diprediksi dengan baik. Jika seluruh jaringan  pulpa dan kotoran diangkat serta saluran akar diisi dengan baik akan diperoleh hasil perawatan yang baik pula (Bence, 1990).

Indikasi perawatan pulpektomi pada anak adalah gigi yang dapat direstorasi, anak dengan keadaan trauma pada gigi insisif sulung dengan kondisi patologis pada anak usia 4-4,5 tahun, tidak ada gambaran patologis dengan resorpsi akar tidak lebih dari dua pertiga atau tiga perempat (Kennedy, 1992). Indikasi lain perawatan pulpektomi adalah gigi dengan pulpa radikular mengalami radang kronis atau nekrosis, terdapat rasa sakit spontan atau menetap, tidak ada resorpsi internal, resorpsi eksternal masih terbatas, kegoyangan atau kehilangan tulang interradikular minimal, terdapat abses atau fistula, perdarahan setelah amputasi pulpa merah tua dan sulit dikontrol, tidak ada gigi permanen pengganti (Bence, 1990).

Perawatan pulpektomi merupakan kontraindikasi pada keadaan berikut: gigi tidak dapat direstorasi, panjang akar kurang dari dua pertiga disertai resorpsi internal atau eksternal, resorpsi internal dalam ruang pulpa dan saluran akar (Mathewson dan Primosch, 1992), pasien dengan penyakit kronis misalnya leukemia, penyakit jantung rematik dan congenital dan penyakit ginjal kronis (Mathewson dan Primosch, 1995).

Page 36: Sk 5

Jika pulpektomi merupakan kontraindikasi, gigi harus dicabut dan pebuatan alat penahan ruang perlu dipertimbangkan. Bila gigi dibiarkan tidak dirawat mungkin akan timbul akibat patologis seperti abses, granuloma atau kista, osteomielitis, gangguan pada perkembangan normal dan erupsi gigi pengganti dan efek sistemik sebagai hasil infeksi kronis (Kennedy, 1992).

1. Pulpektomi VitalPulpektomi vital sering dilakukan pada gigi anterior dengan karies yang sudah meluas kearah pulpa, atau gigi yang mengalami fraktur. Langkah-langkah perawatan pulpektomi vital satu kali kunjungan (Kennedy, 1992):

1. Pembuatan foto Rontgen. Untuk mengetahui panjang dan jumlah saluran akar serta keadaan jaringan sekitar2. Gigi yang akan dirawat. Pemberian anestesi lokal untuk menghilangkan rasa sakit pada saat perawatan.

3. Daerah operasi diisolasi dengan rubber dam untuk menghindari kontaminasi bakteri dan saliva.

4. Jaringan karies dibuang dengan bor fisur steril. Atap kamar pulpa dibuang dengan menggunakan bor bundar steril kemudian diperluas dengan bor fisur steril.

5. Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan menggunakan ekskavatar atau bor bundar kecepatan rendah.

6. Perdarahan yang terjadi setelah pembuangan jaringan pulpa dikendalikan dengan menekankan cotton pellet steril yang telah dibasahi larutan saline atau akuades selama 3 sampai dengan 5 menit.

7. Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa yang telah terlepas kemudian diirigasi dan dikeringkan dengan cotton pellet steril. Jaringan pulpa di saluran akar dikeluarkan dengan menggunakan jarum ekstirpasi dan headstrom file.

8. Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk menghilangkan kotoran dan darah kemudian dikeringkan dengan menggunakan paper point steril yang telah dibasahi dengan formokresol kemudian diaplikasikan ke dalam saluran akar selama 5 menit.

9. Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks hingga batas koronal dengan , menggunakan jarum lentulo.

10. Lakukan lagi foto rontgen untuk melihat ketepatan pengisian .

11. kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan semen seng oksida eugenol atau seng fosfat.

12. Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi permanen.

Page 37: Sk 5

2.  Pulpektomi Nonvital (Endo Intrakanal)Perawatan endodontik untuk gigi sulung dengan pulpa non vital adalah pulpektomi mortal (pulpektomi devital) (Andlaw dan Rock, 1993). Pulpektomi mortal adalah pengambilan semua jaringan pulpa nekrotik dari kamar pulpa dan saluran akar gigi yang non vital, kemudian mengisinya dengan bahan pengisi. Walaupun anatomi akar gigi sulung pada beberapa kasus menyulitkan untuk dilakukan prosedur pulpektomi, namun perawatan ini merupakan salah satu cara yang baik untuk mempertahankan gigi sulung dalam lengkung rahang (Mathewson dan Primosch, 1995).Langkah-langkah perawatan pulpektomi non vital (Andlaw dan Rock, 1993; Kennedy, 1992;Mathewson dan Primosch, 1995):Kunjungan pertama :1. Lakukan foto rontgen.2. Isolasi gigi dengan rubber dam.3. Buang semua jaringan karies dengan ekskavator, selesaikan preparasi dandesinfeksi kavitas.4. Buka atap kamar pulpa selebar mungkin.5. Jaringan pulpa dibuang dengan ekskavator sampai muara saluran akar terlihat.6. Irigasi kamar pulpa dengan air hangat untuk melarutkan dan membersihkan debris.7. Letakkan cotton pellet yang dibasahi trikresol formalin pada kamar pulpa.8. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.9. Instruksikan pasien untuk kembali 2 hari kemudian.

Kunjungan kedua :1. Isolasi gigi dengan rubber dam.2. Buang tambalan sementara.3. Jaringan pulpa dari saluran akar di ekstirpasi, lakukan reaming, filling, dan irigasi.4. Berikan Beechwood creosote.

Page 38: Sk 5

Celupkan cotton pellet dalam beechwood creosote, buang kelebihannya, lalu letakkan dalam kamar pulpa.5. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.6. Instruksikan pasien untuk kembali 3 sampai dengan 4 hari kemudian.

Kunjungan ketiga :1. Isolasi gigi dengan rubber dam.2. Buang tambalan sementara.

3. Keringkan kamar pulpa, dengan cotton pellet yang berfungsi sebagai stoppermasukkan  pasta sambil ditekan dari saluran akar sampai apeks.4. Letakkan semen zinc fosfat.5. Restorasi gigi dengan tambalan permanen.

Akhir-akhir ini pulpektomi gigi sulung sering dilakukan dalam satu kali kunjungan. Tetapi bila gigi sudah nekrosis disertai dengan rasa sakit dan terdapat pus pada saluran akar, maka perawatan sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali kunjungan (2 atau 3 kali), untuk meningkatkan keberhasilan perawatan (McDonald dkk., 2004).

Evaluasi Setelah PerawatanSetiap perawatan pulpa pada gigi sulung perlu dievaluasi baik secara klinis maupun radiografis. Evaluasi klinis dilakukan kira-kira seminggu setelah perawatan dan dilanjutkan dengan evaluasi setiap 6 bulan, untuk melihat apakah gigi goyang, ada rasa sakit yang menetap, ada pembengkakan atau fistula di jaringan sekitar gigi. Evaluasi radiografis dilakukan antara 12 sampai 18 bulan setelah perawatan. Perawatan dianggap berhasil bila secara radiografis terlihat penyembuhan tulang dengan tidak ada tanda atau gejala. Perawatan dianggap gagal bila terapat mobilitas patologis, timbul fistula, rasa sakit (biasanya pada perkusi); secara radiografis terlihat daerah radiolusensi yang meningkat, adanya resorpsi eksternal maupun internal (Mathewson dan Primosch, 1995).KESIMPULAN

Berdasarkan pengertian yang ada, dapat disimpulkan bahwa trauma injuri pada anak harus segera ditangani. Jika perawatan dilakukan terlambat, dapat berpengaruh pada psikologis anak dan keadaan gigi permanen nantinya. Salah satu perawatan yang endodontik yang dapat dipakai dengan pulpektomi. Pulpektomi dapat dilakukan 1 kali kunjungan atau bahkan lebih, tergantung dari parahnya jaringan pulpa yang mengalami kerusakan.DAFTAR PUSTAKA

Andlaw, R. J., dan W. P. Rock. 1993. A Manual of Paedodontics. 3rd edition. Churchill Livingstone: New York.

Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik. Diterjemahkan dari Handbook of Clinical Endodontics oleh E. H. Sundoro. Penerbit UI : Jakarta.

Birch, R.H. Huggins, D.G. 1973. Practical pedodontics. Churchill Livingstone: Edinburgh.Dorland, W.A.N. 2002. Kamus kedokteran Dorland. 29th ed. Terjemahan H. Hartanto dkk. EGC:

Jakarta.Finn, S.B. 2003. Clinical pedodontics. 4th ed. W. B. Saunders Company : Philadelphia.Kennedy, D. B. 1992. Konservasi Gigi Anak. Diterjemahkan dari Paediatric Operative

Dentistry oleh N. Sumawinata dan S. H. Sumartono. EGC : Jakarta.Krasner P. 2006. With the right prosedures, EPS Can Save Avulsid Teeth.

<http://www.mytoothcaretips.com/article1.pdf>Mathewson, R. J., dan R. E. Primosch. 1995. Fundamentals of Pediatric Dentistry;. 3rdedition.

Quintessence Publishing : Chicago.McDonald, R.E., Avery, D.R. 2004. Dentistry for the child and adolescent. 7th ed. Mosby : St Louis.

Page 39: Sk 5

Ravel. Pediatric dental Health. 2003. Management of dental trauma in children.. <http:dentalresource.org/topic50trauma.html>

Roberts, M.W. 1980. Traumatic injuries to the primary and immature permanent dentition. Dalam Braham R.L., Moris, M.E. Textbook of pediatric dentistry. Williams & Wilkins : Baltimore.

Rutar JE. 1997. Paediatric dentistry avulsion: Case reports. Aust Dent J. 42 (6): 361-6Schuurs, A.H.B. dkk. 1992. Patologi gigi-geligi : Kelainan-Kelainan Jaringan Keras Gigi.

Terjemahan S. Suryo. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.Wei, S.H. 1988. Pediatric dentistry : total patient care. Lea & Febiger : Philadelphia.