Top Banner
PENGLIHATAN TERGANGGU Tn. A, 56 tahun mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang- kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe- 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutann dan nyeri bila berjalan. Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pemeriksaan sensorik dengan Monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat Mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3. Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat 1
86

SK 1 ENDOKRIN

Jul 19, 2016

Download

Documents

Eva Rosalina

Diabetes Melitus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SK 1 ENDOKRIN

PENGLIHATAN TERGANGGU

Tn. A, 56 tahun mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang- kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe-2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutann dan nyeri bila berjalan.

Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pemeriksaan sensorik dengan Monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat Mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3.

Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat

1

Page 2: SK 1 ENDOKRIN

Kata-Kata Sulit

Monofilamen Semmes Weinstein : Penilaian rasa nyeri pada pasien DM di daerah metakranial dan metacarpal.

Mikroaneurisme : Pembengkakan yang menyerupai balon kecil karena pembesaran pada pembuluh darah, kapiler yang memasok darah ke retina belakang.

Mikroangiopati : Adanya lipid dan gumpalan darah di sepanjang dinding pembuluh darah kecil.

Makroangiopati : Adanya lipit dan gumpalan darah di sepanjang dinding pembuluh darah besar.

Pemeriksaan Ancle Brachial Index : Membandingkan tekanan systole pada betis dan systole pada lengan (N= 0,9-1,3)

Funduskopi : Pemeriksaan mata bagian dalam.

Neuropati : gangguan syaraf yang menimbulkan rasa nyeri, mati rasa, kesemutan, dan melemahnya otot.

HbA1c : zat yang terbentuk dari ikatan glukosa dan hb.

2

Page 3: SK 1 ENDOKRIN

Pertanyaan

1. Kenapa telapak kaki kesemutan dan nyeri?2. Mengapa penglihatan pasien terganggu?3. Apa yang menyebabkan terlihat bintik gelap dan lingkaran cahaya?4. Mengapa harus diet kalori?5. Mengapa ditemukan mikroaneurisma dan perdarahan pada retina?6. Mengapa ditemukan proteinuria?7. Berapa kadar normal Glukosa darah sewaktu, puasa, HBA1c ?8. Apa hubungan DM dengan BB dan umur ?9. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan ABI?10. Mengapa kulit pasien kering?11. Bagaiman perencaan makan yang halal dan baik?12. Mengapa DM tipe 2 diberikan insulin?13. Efek samping insulin?14. Apa saja obat obat selain Insulin (OHO) ?

JAWAB

1. Penimbunan sorbitol di syaraf, sehingga akson menghilang2. Karena Gangguan kapiler pada mata3. Karena Gangguan kapiler pada mata sehingga retina tidak berfungsi dengan baik4. Karena untuk mempertahankan berat badan dan mempertahankan kadar glukosa darah5. Kapiler melemah => pembuluh darah dilatasi => mikroaneurisma => penyumbatan

=> pembuluh darah baru (neovaskularisasi) => rapuh => perdarahan6. Insulin untuk anabolisme menurun sehingga kadar glukosan protein asam amino dan

asam lemak meningkat. Asam amino yang meningkat tidak bisa dikompensasi oleh ginjal yang terkena dampak komplikasi dari DM sehingga terjadi adanya proteinuria

7. Glukosa darah sewaktu : Normal < 100. Glukosa darah puasa normal <100. HbA1c normalnya <6,5 %

8. Obesitas dapat meningkatkan resistensi insulin, dan dapat menurunkan sensitivitas insulin. Dan penambahan umur juga dapat menurunkan sensitivitas insulin

9. Untuk memprediksi keparahan penyempitan10. Karena terjadi sering polyuria sehingga pasien dehidrasi11. Makan dilakukan saat lapar dan berhenti seebelum kenyang12. Karena DM tipe2 adalah resistensi insulin untuk menyerap bahan bahan seperti

glukosa, asam lemka darah dan asam amino. Sehingga dokter memberikan insulin untuk mengkomopensasi kelainan dari insulin.

13. Hipoglikemia14. Sulfonylurea, Metmorfin, TZD

3

Page 4: SK 1 ENDOKRIN

HIPOTESIS

Pasien dengan riwayat DM tipe 2 merasakan kesemutan dan nyeri (penimbunan sorbitol

disyaraf, sehingga akson hilang), penglihatan terganggu (gangguan kapiler pada mata),

dan kulit kering. Setelah dilakukan pemeriksaan Ancle Brachial Index dan pemeriksaan

laboratorium didapatkan HbA1c (N: <6,5 %), glukosa darah puasa (N: <100 mg/dl),

glukosa darah 2 jam setelah makan (N: <200 mg/dl) & pemeriksaan urin didapatkan

proteinuria (terjadi akibat peningkatan asam amino). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan

lanjutan berupa glukosa plasma sewaktu dan funduskopi. Dari pemeriksaan tersebut

didapatkan retinopati diabetikum. Pasien pun diberikan terapi farmako (OHO & insulin)

dan nonfarmako (diet, edukasi, dan makanan halal&baik).

4

Page 5: SK 1 ENDOKRIN

SASARAN BELAJAR 

LI. 1 Mempelajari Anatomi Pankreas

LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis pancreas

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis pancreas

LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan Vaskularisasi dan Persyarafan

LI. 2 Mempelajari Faal dan Biokimia Insulin

LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan sintesis insulin

LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan metabolisme insulin

LI. 3 Mempelajari Diabetes Melitus tipe 2

LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi diabetes melitus tipe 2

LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Diabetes Mellitus tipe 2

LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Diabetes Mellitus tipe 2

LO 3.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Diabetes Mellitus tipe 2

LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 2

LO 3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Diabetes Mellitus tipe 2

LO 3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis banding mellitus tipe 2

LO 3.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Diabetes Mellitus tipe 2

LO 3.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Diabetes Mellitus tipe 2

LO 3.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Diabetes Mellitus tipe 2

LO 3.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2

LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetikum

LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Retinopati Diabetikum

LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Retinopati Diabetikum

LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Retinopati Diabetikum

LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Retinopati Diabetikum

LO 4.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Retinopati Diabetikum

LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Retinopati Diabetikum

LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Retinopati Diabetikum

LO 4.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Retinopati Diabetikum

LO 4.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Retinopati Diabetikum

LO 4.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Retinopati Diabetikum

LI. 5 Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baik menurut Islam

5

Page 6: SK 1 ENDOKRIN

LI 1. Mempelajari Anatomi Pankreas

LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan anatomi makroskopis pancreas

Sebagai salah satu kelenjar endokrin, pankreas memiliki peranan yang cukup besar terhadap pengaturan sistem hormonal tubuh. Selain sebagai endokrin, pankreas juga berfungsi sebagai kelenjar eksokrin.

Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm dan tebal 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum, terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus.

Pankreas dapat dibagi ke dalam :a. Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung

duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus.

b. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta.

c. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.

d. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan hubungan dengan hilum lienale.

Ductus Pancreaticusa. Ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi)

Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.

6

Page 7: SK 1 ENDOKRIN

b. Ductus Pancreaticus Minor (Santorini)Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.

c. Ductus Choleochus et Ductus PancreaticusDuctus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara ke dalam suatu rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampulla ini terdapat di dalam suatu tonjolan tunica mukosa duodenum, yaitu papilla duodeni major. Pada ujung papilla itu terdapat muara ampulla.

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan anatomi mikroskopis pancreas

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin.1. Bagian Endokrin Pankreas

Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel α, β, δ dan c/PP.

Sel α– 20% populasi sel – Mensekresi glukagon– Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer

Sel β– 75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah – Mensekresi insulin– Granula lebih kecil (200 μm)

Sel δ– Sel paling besar, 5% dari populasi– Granula mirip sel α, tapi kurang padat– Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan

hormon pulau Langerhans yang lain (parakrin)Sel C/sel PP

– Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama dengan sel β, dengan sedikit atau tanpa granula.

– Mensekresi polipeptida pankreas– Fungsi fisiologis tak diketahui

2. Bagian Eksokrin Pankreas Mirip sekali dengan kelenjar parotis, kelenjar tubulo acinar komplex. Acini terdiri dari 6-8 sel kolumnar rendah atau sel serosa piramida, meliputi lumen kecil. Septa halus membagi kelenjar mejadi lobulus Perbedaan dengan kelenjar parotis: Adanya sel sentro acinar, sel kecil jernih ditengah acinus membatasi bagian pertama

saluran keluar Tidak mempunyai duktus intra lobularis “striata” Adanya kapsul dari jaringan ikat halus tipis Tidak terdapat sel lemak diantara acini kecuali pada manula

7

Page 8: SK 1 ENDOKRIN

LO 1.3. Mempelajari dan Memahami Vaskularisasi dan Inervasi

Vaskularisasia. Arteriae

i. A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis )ii. A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)

iii. A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang A.lienalisb. Vena

Vena yang sesuai dengan arterianya mengalirkan darah ke sistem porta.

Aliran LimfatikKelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen

akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci dan mesenterica superiores.

InervasiBerasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis

(vagus).

LI. 2 Mempelajari Faal dan Biokimia Insulin

LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan sintesis insulin

Efek insulin pada berbagai jaringan:Jaringan Adiposaa. Meningkatkan masuknya glukosab. Meningkatkan sintesis asam lemakc. Meningkatkan sintesis gliserol fospatd. Menungkatkan pengendapan trigliseridae. Mengaktifkan lipoprotein lipasef. Menghambat lipase peka hormoneg. Meningkatkan ambilan K+Otota. Meningkatkan masuknya glukosa

8

Sel α dan sel β bagian endokrin

Pulau langerhans dan sel pankreas

Page 9: SK 1 ENDOKRIN

b. Meningkatkan sintesis glikogenc. Meningkatkan ambilan asam aminod. Meningkatkan sintesis protein di ribosome. Menurunkan katabolisme proteinf. Menurunkan pelepasanasam-asam amino glukoneogenikg. Meningkatkan ambilan ketonh. Meningkatkan ambilan K+Hatia. Menurunkan ketogenesisb. Meningkatkan sintesis proteinc. Meningkatkan sintesis lemakd. Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan glukoneogenesis dan peningkatan

sintesis glukosa

Efek Insulin pada metabolisme Karbohidrat

1. Insulin Meningkatkan Metabolisme dan Ambilan Glukosa OtotSelama hampir sepanjang hari, jaringan otot tak tergantung atas glukosa untuk

energinya tetapi pada asam-asam lemak. Alasan utama hal ini adalah bahwa membrane otot normal yang dalam keadaan istirahat hampir tak permeable terhadap glukosa kecuali bila serat otot dirangsang oleh insulin. Dan diantara waktu makan, jumlah insulin yang disekresikan terlalu kecil untuk meningkatkan masuknya insulin dalam jumlah bermakna kedalam sel-sel otot. Tetapi, pada dua keadaan (selama kerja fisik sedang dan berat, dan selama beberapa jam setelah makan), otot menggunakan sejumlah besar glukosa untuk energinya.2. Penyimpanan Glikogen di dalam Otot

9

Page 10: SK 1 ENDOKRIN

Bila setelah makan otot tidak bekerja, dan walaupun glukosa yang ditranspor ke dalam otot jumlahnya banyak, sebagian besar glukosa sampai batas 2 hingga 3 persen kemudian akan disimpan dalam bentuk glikogen otot daripada digunakan untuk energi. Kemudian glikogen dapat digunakan untuk energi oleh otot. Glikogen otot berbeda dari glikogen hati karena ia tidak dapat dikonversi kembali menjadi glukosa dan dilepaskan ke dalam cairan tubuh. Alasan untuk ini adalah bahwa tidak terdapat glukosa fosfatase di dalam sel-sel otot.3. Mekanisme insulin meningkatkan transport glukosa melalui membrane sel otot

Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel otot dalam cara yang sungguh berbeda dari cara meningkatkan transport ke dalam sel-sel hati. Transpor ke dalam hati terutama akibat mekanisme penangkapan yang disebabkan oleh fosforilasi glukosa atas pengaruh glukokinase. Tetapi ini hanya merupakan factor kecil dalam efek insulin untuk memindahkan glukosa ke dalam sel-sel otot. Yang lebih penting, insulin langsung mempengaruhi membrane sel otot untuk mempermudah transport glukosa. Transpor glukosa melalui membrane sel tidak terjadi melawan perbedaan konsentrasi. Yaitu sekali konsentrasi glukosa di dalam sel meningkat setinggi konsentrasi glukosa di luar, tak ada glukosa tambahan yang akan ditranspor ke dalam sel. Sehingga, proses transpor bukan salah satu difusi yang dipermudah, yang secara sederhana berarti bahwa pengangkut mempermudah difusi glukosa melalui membrane tetapi tidak dapat memberikan energi bagi proses transport untuk menyebabkan pemindahan glukosa melawan perbedaan energi.4. Kurangnya Efek insulin atas ambilan dan penggunaan glukosa oleh otak

Otak memang berbeda dari kebanyakan jaringan tubuh lainnya, pada mana insulin mempunyai sedikit atau tak berefek atas ambilan atau penggunaan glukosa. Namun, sel-sel otak permeable bagi glukosa tanpa diintermediasi oleh insulin.

5. Efek insulin dalam meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hati

Salah satu efek insulin yang terpenting adalah menyimpan sebagian besar glukosa yang telah diabsorpsi sesudah makan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Kemudian diantara waktu makan, bila insulin tak tersedia dan konsentrasi glukosa darah mulai turun, maka glikogen hati dipecah kembali menjadi glukosa, yang dilepaskan kembali ke darah untuk menjaga konsentrasi glukosa darah agar tidak turun terlalu rendah.

Mekanisme insulin menyebabkan ambilan dan penyimpanan glukosa di dalam hati meliputi beberapa langkah yang hampir serentak:

a. Insulin menghambat fosforilase, enzim yang menyebabkan glikogen hati dipecah menjadi glukosa

b. Insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, yaitu enzim yang menyebabkan fosforilasi awal glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Sekali terfosforilasi, glukosa tertangkap di dalam sel-sel hati karena glukosa yang telah terfosforilasi tidak dapat berdifusi kembali melalui membrane sel.

c. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogenEfek dari kerja diatas adalah meningkatkan jumlah glikogen di dalam hati. Glikogen dapat meningkat sekitar 5-6% dari massa hati, yang hampir sama dengan penyimpanan 100g glikogen.

6. Pelepasan glikogen dari hati diantara waktu makan

10

Page 11: SK 1 ENDOKRIN

Setelah makan berlalu dan kadar glukosa mulai turun sampai kadar rendah, sekarang terjadi beberapa kejadian yang menyebabkan hati melepaskan glukosa kembali ke dalam darah yang bersirkulasi.

a. Penurunan glukosa darah menyebabkan pancreas menurun sekresi insulinnyab. kemudian kurangnya insulin membalikan semua efek yang telah dijelaskan

sebelumnnya untuk penyimpanan glikogenc. kurangnya insulin juga mengaktivasi enzim fosforilase, yang menyebabkan

pemecahan glikogen menjadi glukosa fosfatd. Enzim glukosa fosfatase menyebabkan gugusan fosfat pecah dari glukosa dan ini

memungkinkan glukosa bebas berdifusi kembali ke darah. Hati mengambil glukosa dari darah bila glukosa berlebihan setelah makan dan mengembalikannya ke dalam darah bila glukosa diperlukan diantara waktu makan.

7. Efek insulin lainnya atas metabolisme karbohidrat di dalam hatiInsulin juga meningkatkan konversi glukosa hati menjadi asam lemak dan asam

lemak ini diangkut lagi ke dalam jaringan adipose serta disimpan sebagai lemak. Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Ini terutama terjadi dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim hati yang diperlukan untuk glukoneogenesis.

Efek Insulin pada Metabolisme Lemak1. Efek Insulin dalam sintesis dan penyimpanan lemakBeberapa factor yang menyebabkan peningkatan sintesis asam lemak di dalam hati meliputi:

a. Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel hati. Kemudian glukosa dipecah menjadi piruvat di dalam jalur glikolisis dan kemudian piruvat dikonversi menjadi Asetil CoA (substrat untuk sintesis asam lemak)

b. Kelebihan ion sitrat dan isositrat terbentuk oleh siklus asam sitrat bila glukosa dalam jumlah berlebihan digunakan untuk energi. Kemudian ion ini mempunyai efek langsung dalam mengaktivasi asetil CoA karboksilase, enzim yang diperlukan untuk memulai stadium pertama sintesis asam lemak.

c. Kemudian asam lemak ditransport dari hepar ke sel-sel adipose, untuk disimpan.2. Efek insulin atas penyimpanan lemak di dalam sel-sel adipose

a. Insulin menghambat kerja lipase yang sensitive hormone. Karena lipase merupakan enzim yang menyebabkan hidrolisis trigliserida di dalam sel-sel lemak, sehingga pelepasan asam lemak ke dalam darah yang bersirkulasi dihambat.

b. Insulin meningkatkan transport ke dalam sel-sel lemak dalam jalan yang sama seperti meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel-sel otot. Glukosa juga membentuk zat lain yang penting untuk penyimpanan lemak. Selama proses glikosis glukosa, sejumlah besar zat α-gliserofosfat terbentuk. Zat ini memberikan gliserol yang terikat dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida, bentuk lemak yang disimpan di dalam sel-sel adipose.

3. Peningkatan katabolisme lemak karena defisiensi insulina. Lipolisis lemak yang disimpan dan pelepasan asam lemak bebas selama defisiensi

insulin. Efek yang terpenting adalah bahwa enzim lipase yang sensitive hormone di dalam sel-sel lemakmenjadi sangat teraktivasi. Ini menyebabkan hidrolisis trigliserida yang disimpan, melepaskan sejumlah besar asam lemak dan gliserol ke dalam darah.

11

Page 12: SK 1 ENDOKRIN

Akibatnya, konsentrasi asam lemak bebas plasma meningkat dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Kemudian asam lemak bebas ini menjadi substrat energi utama yang digunakan oleh semua jaringan tubuh di samping otak.

b. Defisiensi insulin meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma. Kelebihan asam lemak di plasma akibat defisiensi insulin juga memacu pengubahan sejumlah asam lemak menjadi fosfolipid dan kolesterol di hati, yang merupakan dua zat utama yang dihasilkan dari metabolisme lemak. Kedua zat ini bersama dengan beberapa trigliserida yang terbentuk di dalam hati, kemudian dikeluarkan ke dalam darah di dalam lipoprotein. Konsentrasi lipid yang tinggi, terutama konsentrasi kolesterol yang tinggi, menyebabkan cepatnya timbul aterosklerosis pada pasien dengan diabetes yang serius.

4. Pemakaian lemak yang berlebihan selama tidak ada insulin menyebabkan ketosis dan asidosis

Defisiensi insulin juga menyebabkan kelebihan pembentukan asam asetoasetat di dalam sel hati. Ini akibat cepatnya pemecahan asam lemak di dalam hati untuk membentuk asetil CoA dalam jumlah yang sangat banyak. Sebagian asetil CoA ini dapat digunakan untuk energi tetapi kelebihannya dikondensasi menjadi asam asetoasetat, yang sebaliknya akan dilepaskan ke dalam darah. Sejumlah asam asetoasetat juga dikonversi menjadi asam β-hidroksibutirat dan aseton. Kedua zat ini bersama dengan asma asetoasetat dinamai badan keton dan adanya dalam jumlah besar pada cairan tubuh dinamai ketosis.

Efek Insulin pada Metabolisme Protein dan Pertumbuhan

1. Insulin meningkatkan sintesis dan penyimpanan proteina. Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar asam amino ke dalam sel.

Diantara asam amino yang banyak diangkut adalah valin, leusin, isoleusin, tirosin, dan fenilalanin. Insulin bersama-sama dengan hormone pertumbuhan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ambilan asam amino ke dalam sel.

b. Insulin meningkatkan translasi RNA messengerDengan cara yang belum dpat dijelaskan, insulin dapat menyalakan mesin ribosom.

Tanpa insulin, ribosom benar-benar berhenti bekerja.c. Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetic DNA yang terpilih

Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis protein, terutama mengaktifkan sejumlah besar enzim untuk penyimpanan karbohidrat, lemak, dan protein.

d. Insulin menghambat proses katabolisme proteinHal ini akan mengurangi kecepatan pelepasan asam amino dari sel, khususnya dari

sel-sel otote. Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesis

Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi aktivitas enzim yang memacu glukoneogenesis. Karena zat terbanyak yang digunakan untuk sintesis glukosa dengan proses glukoneogenesis adalah asam amino plasma, maka supresi glukoneogenesis ini menghemat asam amino dari cadangan protein tubuh.

12

Page 13: SK 1 ENDOKRIN

2. Tidak adanya insulin menyebabkan berkurangnya protein dan peningkatan asam amino plasmaBila tidak ada insulin, hampir seluruh proses penyimpanan protein menjadi terhenti sama sekali. Proses katabolisme protein akan meningkat, sintesis protein berhenti, dan sejumlah besar asam amino dibuang ke dalam plasma. Konsentrasi asam amino dalam plasma sangat meningkat, dan sebagian besar kelebihan asam amino akan langsung dipergunakan sebagai sumber enrgi atau menjadi substrat dalam proses glukoneogenesis. Pemecahan asam amino ini juga meningkatkan ekskresi ureum dalam urin.

3. Insulin dan hormone pertumbuhan berinteraksi secara sinergis untuk memacu pertumbuhan

Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi pelepasan insulinFAKTOR YANG MENINGKATKAN SEKRESI INSULIN

FAKTOR YANG MENURUNKAN SEKRESI INSULIN

Peningkatan glukosa darah Penurunan kadar glukosa darah Peningkatan asam lemak bebas Keadaan puasaPeningkatan asam amino Somatostatin

Hormon gastrointestinal (gastrin, kolesistokinin, sekretin, gastric inhibitory product (GIP)

Aktivitas alfa adrenergik

Hormon glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol Leptin

Stimulasi parasimpatis (asetilkolin) dan beta adrenergik Keadaan resistensi insulin: obesitas

Obat-obatan: sulfonilurea

13

Page 14: SK 1 ENDOKRIN

Mekanisme sintesis InsulinInsulin dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin kemudian dipindahkan ke

aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam granula-granula berlapis membran. Granula-granula ini bergerak ke dinding sel melalui suatu proses yang melibatkan mikrotubulus dan membran granula berfusi dengan membran sel, mengeluarkan insulin ke eksterior melalui eksositosis. Insulin kemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler dan endotel kapiler yang berpori mencapai aliran darah.

Waktu paruh insulin dalam sirkulasi pada manusia adalah sekitar 5 menit. Insulin berikatan dengan reseptor insulin lalu mengalami internalisasi. Insulin dirusak dalam endosom yang terbentuk melalui proses endositosis. Enzim utama yang berperan adalah insulin protease, suatu enzim di membran sel yang mengalami internalisasi bersama insulin.

Mekanisme Sekresi InsulinSel-sel beta pancreas mempunyai sejumlah besar pengangkut glukosa (GLUT-2) yang

memungkinkan terjadinya ambilan glukosa dengan kecepatan yang sebanding dengan nilai kisaran fisiologis konsentrasi glukosa dalam darah. Begitu berada di dalam sel, glukosa akan terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase. Langkah ini menjadi penentu kecepatan metabolisme glukosa di sel beta dan dianggap sebagai mekanisme utama untuk mendeteksi glukosa dna menyesuaikan jumlah insulin yang disekresikan dengan kadar glukosa darah. Glukosa-6fosfatase selanjutnya dioksidasi untuk membentuk adenosine trifosfat (ATP) yang menghambat kanal kalium yang peka-ATP di sel.

Penutupan kanal kalium akan mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan membuka kanal natrium bergerbang voltase, yang sensitive terhadap perubahan voltase membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran masuk kalsium yang merangsang penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan membrane sel dan sekresi insulin ke dalam cairan ekstrasel melalui eksositosis.

14

Page 15: SK 1 ENDOKRIN

LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan metabolisme insulin

Insulin molekul tunggal/preproinsulin (110 asam amino) retikulum endoplasma reaksi enzim peptidase satu rantai (24 asam amino) dihilangkan proinsulin aktivitas enzim prohormon convertase 1 dan 2bagian tengah yaitu rantai C (33 asam amino) dihilangkan konversi proinsulin menjadi insulin struktur akhir dengan 2 rantai (Adan B) dan C-peptide dengan proteolytic cleavage pada dua sisi sepanjang rantai peptide

Struktur Primer rantai insulin :1. Rantai A  (21 residu asam amino):2. Rantai B  (30 residu asam amino):

Struktur Sekunder rantai insulin :1. Rantai A – tersusun cukup rapat, mengandung 2 bag α- helix (A2 Ile - A8 Thr

dan A13 Leu - A19 Tyr)2. Rantai B – mengandung bag α- helix yg lebih besar (B9 Ser- B19 Cys) dan

residu Glisin yg lebih kecil pada 20 dan 23 menyebabkannya melipat dan membentuk huruf V

Struktur tersierStruktur Tersier dari insulin distabilkan oleh ikatan disulfida. Pada struktur

insulin terdapat 6 sistein sehingga terbentuk 3 ikatan disulfida : 2 antara rantai A dan B (antara A7&B7 dan A20&B19) dan satu dalam rantai A (A6&A11).

Gambar 6. Skema sintesis protein

15

Page 16: SK 1 ENDOKRIN

Mekanisme Sintesis Insulin

Gambar 7. Mekanisme dasar stimulasi glukosa dari sekresi insulin oleh sel beta pankreas, GLUT, transporter glukosa

LI. 3 Memahami dan Mempelajari Diabetes Melitus tipe 2

LO 3.1. Definisi Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Diabetes Mellitus tipe 2

Secara global pada tahun 2010 diperkirakan terdapat 285 juta penderita diabetes tipe 2 yang mencakup 90% dari kasus diabetes. Hal ini ekuivalen dengan sekitar 6% dari populasi dewasa dunia. Diabetes umum dijumpai di maju dan di negara berkembang. Namun diabetes jarang dijumpai di negara yang belum berkembang.

Tampaknya perempuan serta kelompok etnis tertentu mempunyai risiko yang lebih besar, seperti Asia Selatan, Penduduk kepulauan Pasifik, Amerika Latin, dan Penduduk Asli Amerika. Hal ini dapat disebabkan oleh meningkatnya sensitivitas terhadapgaya hidup Barat pada kelompok etnik tertentu. Diabetes tipe 2 yang dulu dianggap sebagai penyakit orang dewasa, kini mulai banyak didiagnosis pada anak-anak sejalan dengan meningkatnya kegemukan. Diabetes tipe 2 kini didiagnosis sama seringnya dengan diabetes tipe 1 pada remaja di Amerika.

Angka diabetes pada tahun 1985 diperkirakan sejumlah 30 juta, meningkat menjadi 135 juta pada tahun 1995 dan 217 juta pada 2005. Peningkatan ini dipercaya disebabkan terutama oleh bertambah tuanya populasi secara global, berkurangnya olahraga, dan meningkatnya angka kegemukan. Lima negara dengan jumlah pasien diabetes terbesar pada tahun 2000 adalah

16

Page 17: SK 1 ENDOKRIN

India dengan 31,7 juta, Cina 20,8 juta, Amerika 17,7 juta, Indonesia 8,4 juta, dan Jepang 6,8 juta. Hal ini dikenal sebagai epidemik global oleh Organisasi Kesehatan Dunia.

LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan faktor resiko Diabetes Mellitus tipe 2

Diabetes Tipe 1Akibat destruksi autonom sel beta, bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan

insulin biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja.tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orang dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan insulin.Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1:

1. Kerentanan genetikBerkaitan denagan alel spesifik kompleks histokompatibilitas mayor(MHC) kelas

II DR dan DQ haplotip serta lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang rentan terhadap timbulnya autoimunitas terhadap sel beta islet.reaksi imun timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu kejadian lingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi imunogenik.

2. Lingkungan a. infeksi: congenital rubella,enterovirus,mumps dan coxsacievirus B4b. vaksinasi: hanya sebuah klaim bahwa sering melakukan vaksinasi akan menyebabkan timbulnya DM tetapi study tidak membuktikan demikianc. makanan: terlalu cepat memberikan susu sapi kepada bayi (sebelum 3 bulan) sehingga asupan ASI kurang

Diabetes Tipe 2Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih sedikit diketahui meskipun tipe ini

sering di temukan, tidak ada bukti bahwamekanisme  autoimun berperan. Beberapa faktor resiko pemicu DM 2:

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah: Ras dan Etnik

Resiko Diabetes melitus tipe 2 lebih besar pada hispani, kulit hitam, penduduk asli amerika dan Asia.

Riwayat keluarga dengan diabetesSeseorang dapat mewarisi gen penyebab diabetes melitus dari orang tua. Biasnaya , seseorang yang mengalami diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang juga terkena diabaetes melitus.

Usia > 45 tahunResistensi insulin biasanya meningkat pada usia diatas 65 tahun.

Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg Riwayat pernah menderita DM Gestasional Riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg

2. Faktor risiko yang dapat diperbaiki Berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2)

17

Page 18: SK 1 ENDOKRIN

HDL dibawah 35 mg/dL dan atau tingkat TGA >250 mg/dL dapat meningkatkan resiko diabetes melitus tipe 2

Kurang aktivitas fisik Hipertensi(>140/90 mmHg) Dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl Diet tinggi gula rendah serat Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang diperlukan oleh utbuh dapat memicu diabetes melitgus tipe 2 karena pankreas memiliki kadar pankreas yang disekresikan dalam julam tertentu.

Gaya hidupMakanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan gaya hidup yang dapat memicu terjadi diabetes melitus tipe 2

LO 3.4. Klasifikasi Diabetes Melitus tipe 2

Menurut American Diabetes Association ( ADA ) tahun 2010 diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya ( PERKENI 2011 ).

Klasifikasi diabetes Mellitus Menurut PERKENI 2011 dapat dibedakan menjadi 4 seperti pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut.

AutoimunIdiopatik

Tipe 2 Bervariasi mulai dari yang dominan disertai defiseinsi insulin relatif sampai yang dominan sekresi insulin desertai resistensi insulin

Tipe lain Defek genetik fungsi sel betaDefek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pancreasEndokrinopatiKarena obat dan zat kimiaInfeksiSebab imuno yang jarangSindrom genetik yang lain berkaitan dengan DM

Diabetes mellitus gestational

Diabetes yang mulai timbul atau mulai diketahui selama kehamilan

Secara klinis terdapat 2 macam diabetes, tetapi ada yang berpendapat bahwa diabetes hanya merupakan suatu spektrum defisiensi insulin :

18

Page 19: SK 1 ENDOKRIN

1. Juvenile Onset/Insulin Dependent/Ketosis Prone (IDDM/ Diabetes tipe 1)

Suatu individu mengalami kekurang insulin secara total atau hampir total. Tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis.

Pada diabetes tipe ini , terdapat hubungan HLA tertentu pada kromosom 6 dan beberapa auto-imunitas serologik dan cell mediated.

2. Stable/Maturity Onset/Non-Insulin Dependent (NIDDM / Diabetes tipe 2)

Individu dengan tipe ini meninjukkan defisiensi Insulin yang relatif , banyak yang memerlukan suplementasi insulin, namun tidak akan menimbulkan kematian akibat ketoasidosis bila pemakaian insulin dihentikan. Kenaikan jumlah insulin secara absolut dapat terjadi dibandingkan dengan orang normal (berhubungan dengan obesitas/inaktivitas fisik). Diabetes tipe ini tidak memiliki hubungan dengan HLA , virus atau auto-imunitas dan biasanya sel Beta masih berfungsi.

Klasifikasi diabetes melitus menurut America Diabetes Association 2009 : 1. Diabetes melitus tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. Ciri khas DM tipe 1 adalah:

Berhubungan dengan kelainan genetik pada lokus gen HLA DR3 dan DR4 Ditemukannya Islet Cell Antibody (ICA) Biasanya terjadi pada anak dan remaja Badan kurus

2. Diabetes melitus tipe 2

Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Ciri khas DM tipe 2 adalah:

Tidak ditemukan ICA Adanya resistensi insulin Umumnya terjadi pada usia >45 tahun Obesitas atau kegemukan

3. Diabetes melitus tipe lain

Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obata atau zat kimia Infeksi Reaksi imunologi Sindroma genetik lain: sindom Down, sindrom Turne

19

Page 20: SK 1 ENDOKRIN

4. Diabetes melitus kehamilan

Diabetes melitus kehamilan atau diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagi suatu intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat hamil. Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-hormon kehamilan, puncaknya trimester ketiga kehamilan. Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh untuk menjaga asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi sebelum kehamilan pada ibu-ibu obesitas. Kebanyakan wanita dengan DMG memiliki kedua rsistensi jenis insulin ini.

LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi dan Patogenesis Diabetes Mellitus tipe 2

20

Page 21: SK 1 ENDOKRIN

Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer, gangguan hepatic glucosa production (HGP) dan penurunan fungsi sel β, yang akhirnya akan menuju kerusakan total sel β. Mula-mula timbul resistensi insulin kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin, untuk mengkompensasi (mengatasi kekurangan) resistensi insulin agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama-kelamaan sel beta tidak sanggup lagi mengkompesasikan resistensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun saat itulah diagnosa diabetes ditegakkan ternyata penurunan fungsi sel beta berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengekresi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai ketidakmampuan jaringan target seperti otot dan jaringan adipose untuk merespon sekresi insulin endogen dalam tubuh. Lipotoxicity dapat berkontribusi terhadap resistensi insulin.

Lipotoxicity mengacu kepada tingginya konsentrasi asam lemak bebas yang terjadi sebagai akibat tekanan hambatan hormone sensitive lipase (HSL). Normalnya insulin menghambat lipolisis dengan menghambat HSL, namun pada resistensi insulin tidak terjadi secara efisien. Hasil dari peningkatan lipolisis adalah peningkatan asam lemak bebas, dan inilahyang menyebabkan obesitas dan peningkatan adiposa. Asam lemak bebas menyebabkan resistensi insulin dengan mempromosikan fosforilasi serin pada reseptor insulin yang dapat mengurangi aktivitas insulin signalling pathway. Fosforilasi reseptor insulin pada asam amino tirosin penting untuk mengaktifkan insulin signalling pathway, jika tidak, maka GLUT-4 akan gagal untuk translocate, dan penyerapan glukosa ke jaringan akan berkurang, menyebabkan hiperglikemia (Moreira, 2010). Pada individu non-diabetik sel beta mampu menangkal resistensi insulin dengan meningkatkan produksi dan sekresi insulin. Pada penderita DM apabila keadaan resistensi insulin bertambah berat disertai tingginya glukosa yang terus terjadi, sel beta pankreas dalam jangka waktu yang tidak lama tidak mampu mensekresikan insulin dalam jumlah cukup untuk menurunkan kadar gula darah, disertai dengan peningkatan glukosahepatik dan penurunan penggunaan glukosa oleh otot dan lemak akan mempengaruhi kadar gula dara puasa dan postpandrial. Akhirnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas akan menurun dan terjadi hiperglikemia berat.  

21

Page 22: SK 1 ENDOKRIN

Hiperglikemia dan hiperinsulinemia yang terjadi pada DM-2 menyebabkan resistensi adiponektin melalui penurunan regulasiekspresi reseptor Adipo R1. Hal ini menyebabkan C-terminal globulardomain (gAd), produk gen adiponektin yang memilik efek metabolik yang poten terutama pada otot skeletal, mengalami resistensi sehingga kemampuan gAd untuk meningkatkan translokasi GLUT-4, penyerapan glukosa, penyerapan asam lemak dan oksidasi, serta fosforilasi AMP-activated protein kinase (AMPK) danasetil-CoA karboksilase (ACC) mengalami penurunan. Menariknya, hiperinsulinemia menyebabkan peningkatan sensitivitas full-length adiponectin (fAd) melalui peningkatan eskpresi reseptor AdipoR2. Hiperinsulinemia menginduksi kemampuan fAd untuk meningkatkan penyerapan asam lemak dan meningkatkan oksidasi.

LO 3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus tipe 2

Gejala Akut

Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (tripoli) yaitu: banyak makan (poliphagia), banyak minum (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala nafsu makan mulai berkurang, berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10 kg dalam waktu 2 – 4 minggu), dan mudah lelah. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetic.

Gejala Kronik

Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, capai, mudah mengantuk, mata kabur, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan impotensi.

22

Page 23: SK 1 ENDOKRIN

LO 3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Mellitus tipe 2

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL, sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga, dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.

TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).

GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).

Tabel kriteria Diagnosis DM

Cara pelaksanaan TTGO (WHO) : 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air

putih tanpa gula tetap diperbolehkan diperiksa kadar glukosa darah puasa diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Pemeriksaan Fisik pengukuran tinggi dan berat badan

23

Page 24: SK 1 ENDOKRIN

pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik

pemeriksaan funduskopi pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid pemeriksaan jantung evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan

pemeriksaan neurologis tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

Evaluasi Laboratoris/penunjang lain glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial A1C profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida) kreatinin serum Albuminuria keton, sedimen dan protein dalam urin Elektrokardiogram foto sinar-x dada

Tindakan Rujukan ke bagian mata bila diperlukan pemeriksaan mata lebih lanjut konsultasi keluarga berencana untuk wanita usia produktif konsultasi terapi gizi medis sesuai indikasi konsultasi dengan edukator diabetes konsultasi dengan spesialis kaki (podiatrist), spesialisperilaku (psikolog) atau

spesialis lain sesuai indikasi

Evaluasi medis secara berkala Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan sesuai

dengan kebutuhan Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan Setiap 1 (satu) tahun dilakukan pemeriksaan:

- Jasmani lengkap- Mikroalbuminuria- Kreatinin- Albumin / globulin dan ALT- Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan- trigliserida- EKG- Foto sinar-X dada- Funduskopi

24

Page 25: SK 1 ENDOKRIN

Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor risiko DM seperti dilihat pada halaman 33. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa dipakai sebagai patokan penyaring.

Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Catatan :Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Diabetus Melitus

DM 1 vs DM 2o Tingkat C-peptida puasa lebih dari 1 ng / dL pada pasien yang telah menderita

diabetes selama lebih dari 1-2 tahun adalah sugestif dari diabetes tipe 2 (yaitu, residu beta-fungsi sel). Merangsang C-peptida konsentrasi (setelah tantangan makan standar seperti Sustacal atau setelah glukagon) agak dipertahankan sampai akhir dalam perjalanan dari diabetes mellitus tipe 2. Tidak adanya respon C-peptida untuk konsumsi karbohidrat dapat mengindikasikan kekeurangan jumlah sel-beta

25

Page 26: SK 1 ENDOKRIN

o Autoantibodi dapat berguna dalam membedakan antara tipe 1 dan tipe 2 diabetes. Islet-cell (IA2), anti-GAD65, dan anti-insulin autoantibodi dapat hadir pada awal diabetes tipe 1, namun tidak dalam tipe 2 penyakit.

Insulin ResistanceEsistensi Insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin  tidak memadai  untuk menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak,  sel otot dan sel hati. resistensi insulin umumnya  bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah terletak pada respon sel terhadap insulin alih-alih produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa akibat  resistensi insulin diyakini sebagai asal usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk komplikasinya. 

Hiperglikemi reaktifHiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi peningkatan glukosa darah dari pada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa darahpuasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini adalah fenomena yangtidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multipleyang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).

Glucose intoleranceDiagnosis intoleransi glukosa ditegakkan denganpemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosisintoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah satu dari tersebut dibawah ini :

Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat diabetes melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar.Disebut TGT jika gula darah setelah makan tidak normal, atau berkisar antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal.

Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetesDisebut GPT jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal, atau berkisar 100-125 mg/dL. Sedangkan gula darah 2 jam setelah makan normal.

LO 3.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana  Diabetes Mellitus tipe 2

Berdasarkan Farmakologi:

1. GOLONGAN SULFONILUREA

MEKANISME KERJA.

Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretstogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β Langerhans pancreas. Rangsangannya melalui interaksinya

26

Page 27: SK 1 ENDOKRIN

dengan ATP-sensitive K channel pada membrane sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel-sel β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida C. kecuali itu sulfonylurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia.

FARMAKOKINETIK.

Berbagai sulfonylurea mempunyai sifat kinetic berbeda, tetapi absorpsi melalui saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorpsi. Untuk mencapai kadar optimal di plasma, sulfonylurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar 90%-99% terikat protein plasma terutama albumin; ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk gliburid.

Masa paruh dan metabolisme sulfonylurea generasi I sangat bervariasi. Masa paruh asetoheksamin pendek tetapi metabolit aktifnya, 1-hidroksiheksamid masa paruhnya lebih panjang, sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid dan tolazamid. Sebaiknya sediaaan ini diberikan dengan dosis terbagi. Sekitar 10% dari metabolitnya diekskresi melalui empedu dan keluar bersama tinja.

1. Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24-48 jam, efeknya masih terlihat beberapa hari setelah obet dihentikan. Metabolismenya di hepar tidak lengkap, 20% diekskresi utuh di urin.

2. Mula kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam darah sekitar 91-96% tolbutamid terikat protein plasma, dan di hepar di ubah menjadi karboksitolbutamid. Ekskresinya melalui ginjal.

3. Tolazamid, absorpsinya lebih lambat dari yang lain; efeknya pada glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh sekitar 7 jam, di hepar di ubah menjadi p-karboksitolazamid, 4-hidroksimetitolazamid dan senyawa lain, yang diantaranya memiliki sifat hipoglikemik cukup kuat.

4. Sulfonilurea generasi II, umumnya potensi hipoglikemiknya hampir 100 kali lebih besar dari generasi I. Meski masa paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1 kali sehari. Alasan mengapa masa paruh yang pendek ini, memberikan efek hipoglikemik panjang, belum diketahui.

5. Glibizid, absorpsinya lengkap, masa paruhnya 3-4 jam. Dalam darah 98% terikat protein plasma, potensinya 100 kali lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek hipoglikemik maksimalnya mirip dengan sulfonilurea lain, metabolismenya di hepar, menjadi metabolit yang tidak aktif, sekitar 10% diekskresi melalui ginjal dalam keadaan utuh.

6. Gliburid (glibenklamid) potensinya 200 x lebih kuat dari tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam. Metabolismrnya di ahepar, pada pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolitnya diekskresi melalui urun, sisanya melalui empedu. Pada penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1,5 tahun.

27

Page 28: SK 1 ENDOKRIN

Karena semua sulfonilurea di metabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.

EFEK SAMPING.

Insidens efek samping generasi I sekitar 4%, insidensnya lebih rendah lagi untuk generasi II. Hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul.reaksi ini lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal, terutama yang menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang.

Efek samping lain, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare, gejala hematologi, susunan saraf pusat, mata dan sebagainya.

Gangguan saluran cerna ini dapat berkurang dengan mengurangi dosis, menelan obat bersama makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala sususnan saraf pusat berupa vertigo, bingung, atraksia dan sebagainya. Gejala hematologik al. Leukopenia dan agranulositosis. Efek samping lain gejala hipotiroidisme, ikterus obstruktuf, yang bersifat sementara dan lebih sering timbul akibat klorpropamid (0,4%). Berkuarngnya toleransi terhadap alkohol juga telah dilaporkan pada pemakaian tolbutamid dan klorpropamid.

Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak makan cukup atau dengan gangguan fungsi hepar dan/atau ginjal. Kecenderungan hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma. Penurunan kecepatan ekskresi klo, propamid dapat meningkatkan hipoglikemia.

INDIKASI.

Memilih sulfonilurea yang tepat untuk pasien tertentu sangat penting untuk suksesnya terapi. Yang menentukan bukanlah umur pasien waktu terapi dimulai, tetapi usia pasien waktu penyakit DM mulai timbul. Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai timbul pada usia diatas 40 tahun. Sebelum menentukan keharusan penggunaan sulfonilurea, selalu harus dipertimbangkan kemungkinan mengatasi hiperglikemia dengan hanya mengatur diet serta mengurangi berat badan pasien.

Kegagalan pasien dengan salah satu derivat sulfonilurea, mungkin juga disebabkan oleh perubahan farmakokinetik obat, misal penghancuran yang terlalu cepat. Obat hasil terapi yang baik tidak dapat dipertahankan dengan dosis 0.5 g klorpropamid, 0.75 g tolazamid, sebaiknya dosis jangan ditambah lagi.

Selama terapi, pemeriksaan fisik dan laboratorium harus tetap dilakukan secara teratur. Pada keadaan yang gawat seperti stres, komplikasi, infeksi dan pembedahan, insulin tetap merupakan terapi standar.

2. MEGLITINID

Repaglinid dan nateglinid

Merupakan golongan meglitinid, mekanisme kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel β pankreas.

28

Page 29: SK 1 ENDOKRIN

Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karena harus diberikan beberapa kali sehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus diberikan secara berhati-hati. Efek samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Reaksi alergi juga pernah dilaporkan.

3. BIGUANID

Sebenarnya dikenal 3 golongan ADO dari golongan biguanid : fenformin, buformin, dan metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari peredaran karena sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin.

MEKANISME KERJA.

Biguanid tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa dihepar dan menungkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein kinase). Meski masih kontroversial, adanya penurunan produksi glukosa hepar, banyak data yang menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. Preparat ini tidak mempunyai efek yang berarti pada sekresi glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin.

Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula; pada orang nondiabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah.

Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam.

Dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan (maintenance dose) 3 x 500 mg, dosis maksimal 2,5 g. Obat diminum pada waktu makan. Pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonilurea dapat diatasi dengan metformin, atau dapat pula diberikan sebagai terapi kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.

EFEK SAMPING.

Hampir 20% pasien dengan metformin mengalami : mual; muntah, diare serta kecap logam (metalic taste); tetapi dengan menurunkan dosis keluhan-keluhan tersebut segera hilang. Pada beberapa pasien yang mutlak bergantung insulin eksogen, kadang-kadang biguanid menimbulkan ketosis yang tidak disertai dengan hiperglikemia (starvation ketosis). Hal ini harus dibedakan dengan ketosis karena defisiensi insulin.

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskular, pemberian biguanid dapat menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.

INDIKASI.

Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan pada terapi diabetes dewasa.

29

Page 30: SK 1 ENDOKRIN

Dari berbagai derivat biguanid, data fenformin yang paling banyak terkumpul tetapi sediaan ini kini dilarang dipasarkan di Indonesia karena bahaya asidosis laktat yang mungkin ditimbulkannya. Di Eropa fenformin digantikan dengan metformin yang kerjanya serupa fenformin tetapi diduga lebih sedikit menyebabkan asidosis laktat. Dosis metformin ialah 1-3 gram sehari dibagi dalam 2 atau 3 kali pemberian.

KONTRA INDIKASI.

Biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik. Pada pasien yang akan diberi zat kontras intravena atau yang akan di operasi, pemberian obat ini sebaiknya dihentikan dahulu. Setelah lebih dari 48 jam, biguanid baru boleh diberikan dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal. Hal ini untuk mencegah terbentuknya laktat yang berlebihan dan dapat berakhir fatal akibat asidosis laktat. Insidens asidosis akibat metformin kurang dari 0.1 kasus per 1000 patient-years, dan mortalitasnyalebih rendah lagi.

4. GOLONGAN TIAZOLIDINEDION

MEKANISME KERJA.

Tiazolidinedion merupakan agonist potent dan selektif PPARγ, mengaktifkan PPARγ membentuk kompleks PPARγ-RXR dan terbentuklah GLUT baru. Di jaringan adiposa PPARγ mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat mengurangi resistensi insulin. Pendapat lain, aktivasi hormon adiposit dan adipokin, yang nampaknya adalah adiponektin. Senyawa ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin melalui peningkatan AMP kinase yang merangsang transport glukosa ke sel dan meningkatkan oksidasi asam lemak. Jadi agar obat dapat bekerja harus tersedia insulin.

Selain itu glitazon juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adipose.

Pioglitazon dan rosiglitazon dapat menurunkan HBA1c (1,0-1,5%) dan berkecenderungan meningkatkan HDL, sedang efeknya pada trigliserid dan LDL bervariasi.

Pada pemberian oral absorpsi tidak dipengaruhi makanan, berlangsung ± 2 jam.metabolismenya di hepar, oleh sitokrom P-450 rosiglitazon dimetabolisme oleh isozim 2C8, sedangkan pioglitazon oleh 2C8 & 3A4. meski demikian, penggunaan rosiglitazon 4 mg 2 x sehari bersama nifedipin atau kontrasepsi oral (etinil estradiol + noretindron) yang juga dimetabolisme isozim 3A4 tidak menujukkan efek klinik negatif yang berarti.

Ekskresinya melalui ginjal, keduanyadapat diberikan pada insufisiensi renal, tetapi dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hepar (ALT>2,5 x nilai normal). Meski laporan hepatotoksik baru ada pada troglitazon, FDA menganjurkan agar pada awal dan setiap 2 bulan sekali selama 12 bulan pertama penggunaan kedua preparat diatas dianjurkan pemeriksaan tes fungsi hepar. Penelitian population pharmacokinetic, menunjukkan bahwa usia tidak mempengaruhi kinetiknya.

Glitazon digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak memberi respons dengan diet & latihan fisik, sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang tidak memberi respons pada obat hipoglikemik lain (sulfonilurea, metformin) atau insulin.

30

Page 31: SK 1 ENDOKRIN

Dosis awal rosiglitazon 4 mg, bila dalam 3-4 minggu kontrol glisemia belum adekuat, dosis ditingkatkan 8mg/hari, sedangkan pioglitazon dosis awal 15-30mg bila kontrol glisemia belum adekuat, dosis dapat ditingkatkan sampai 45 mg. Efek klinis maksimalnya tercapai setelah penggunaan 6-12 minggu.

EFEK SAMPING.

Efek samping antara lain, peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada penggunaannya bersama insulin. Kecuali penyakit hepar, tidak dianjurkan pada gagal jantung kelas 3 dan 4 menurut klasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang terjadi.

5. PENGHAMBAT ENZIM α-GLIKOSIDASE

MEKANISME KERJA.

Obat golongan ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim α-glikosidase di brush border intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.

Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Di klinik sering digunakan bersama antidiabetik oral lain dan/atau insulin.Obat ini diberikan pada waktu mulai makan; dan absorpsi buruk.

Akarbose merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba, dan miglitol suatu derivat deseksi nojirimisin, secara kompetitif juga menghambat glukoamilase dan sukrase, tetapi efeknya pada α-amilase pankreas lemah. Kedua preparat dapat menurunkan glukosa plasma postprandial pada DM tipe 1 & 2, dan pada DM tipe 2 dengan hiperglisemia yang hebat dapat menurunkan HbA1c secara bermakna. Pada pasien DM dengan hiperglisemia ringan sampai sedang, hanya dapat mengatasi hiperglisemia sekitar 30%-50% dibandingkan antidiabetik oral lainnya (dinilai dengan pemeriksaan HbA1c).

EFEK SAMPING.

Efek samping yang bersifat dose-dependent antara lain: malabsorpsi, flatulen, diare, dan abdominal bloating. Untuk mengurangi efek samping ini sebaiknya dosis dititrasi, mulai dosis awal 25 mg pada saat mulai makan untuk selama 4-8 minggu sampai dosis maksimal 75mg setiap tepat sebelum makan. Dosis yang lebih kecil dapat diberikan dengan makanan kecil (snack).

Akarbose paling efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat, mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. Bila akarbose diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada pemberian sukrose, polisakarida atau maltosa.

31

Page 32: SK 1 ENDOKRIN

OBAT HIPERGLIKEMIK

1. GLUKAGON

MEKANISME KERJA.

Glukagon menyebabkan glikogenolisis di hepar dengan jalan merangsang enzim adenilsiklase dalam pembentukan siklik AMP, kemudian siklik AMP ini mengaktifkan fosforilase, suatu enzim penting untuk glikogenolisis. Efek glukagon ini hanya terbatas pada hepar saja dan tidak dapat dihambat dengan pemberian adrenoreseptor β.

Glukagon juga meningkatkan glukoneogenesis. Efek ini mungkin sekali disebabkan oleh menyusutnya simpanan glikogen dalam hepar, karena dengan berkurangnya glikogen dalam hepar proses deaminasi dan transaminasi menjadi lebih aktif. Dengan meningkatnya proses tersebut maka pembentukan kalori juga makin besar. Ternyata efek kalorigenik glukagon hanya dapat timbul bila ada tiroksin dan adrenokortikosteroid.

Sekresi glukagon pankreas meninggi dalam keadaan hipoglikemia dan menurun dalam keadaan hiperglikemia. Sebagian besar glukagon endigen mengalami metabolisme di hati.

INDIKASI.

Glukagon terutama digunakan pada pengobatan hipoglikemia yang ditimbulkan oleh insulin. Hormon tersebut dapat diberikan secara IV, IM atau SK dengan dosis 1 mg. Bila dalam 20 menit setelah pemberian glukagon SK pasien koma hipoglikemik tetapi tidak sadar, maka glukosa IV harus segera diberikan karena mungkin sekali glikogen dalam hepar telah habis atau telah terjadi kerusakan otak yang menetap. Glukagon HCl tersedia dalam ampul berisi bubuk 1 dan 10mg.

2. DIAZOKSID

Obat ini memperlihatkan efek hiperglikemia bila diberikan oral dan efek antihipertensi bila diberikan IV. Sediaan ini meningkatkan kadar glukosa sesuai besarnya dosis dengan menghambat langsung sekresi insulin; mungkin juga dengan menghambat penggunaan glukosa dan perifer dan merangsang langsung sekresi insulin; mungkin juga dengan menghambat penggunaan glukosa di perifer dan merangsang pembentukan glukosa dalam hepar. Diazoksid digunakan pada hiperinsulinisme misalnya pada insulinoma atau hipoglikemia yang sensitif terhadap leusin. Diazoksid 90% terikat plasma protein dalam darah. Masa paruh bentuk oral 24-36 jam, tetapi mungkin memanjang pada takar lajak atau pada apsien dengan kerusakan dengan kerusakan fungsi ginjal. Karena masa paruh yang panjang, diperlukan pengamatan jangka panjang. Takar lajak dapat menyebabkan hiperglikemia berat, kadang-kadang disertai ketoasidosis atau koma hiperosmolar tanpa ketosis.

Meskipun diazoksid termasuk golongan tiazid, obat ini meretensi air dan natrium. Diuretik tiazid meninggikan efek hiperglikemi dan hiperurisemi obat ini. Diazoksid oral menimbulkan potensiasi efek obat antihipertensi lain, meskipun bila obat ini digunakan sendiri efeknya tidak kuat. Efek hiperglikemi diazoksid dilawan oleh obat penghambat adrenoreseptor β. Diazoksid dapat menimbulkan iritasi saluran cerna, trombositopeni dan netropeni. Diazoksid bersifat teratogenik pada hewan (kelainan kardiovaskular dan tulang), juga menyebabkan degenerasi sel β pankreas fetus sehingga obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil.

32

Page 33: SK 1 ENDOKRIN

Dosis pada orang dewasa adalah 3-8 mg/kgBB/hari, sedangkan pada anak kecil 8-15 mg/kgBB/hari. Obat ini diberikan dalam dosis terbagi 2-3 x sehari.

TERAPI INSULIN

KLASIFIKASI INSULIN

Jenis sediaan Bufer Mula kerja Puncak (jam)

Masa kerja (jam)

Kombinasi dengan (jam)

Kerja cepat Regular solube (kristal) Lispro

-Fosfat

0,1-0,70,25

1,5-40,5-1,5

5-82-5

Semua jenis

lenteKerja sedang NPH (isophan) Lente

FosfatAsetat

1-21-2

6-126-12

18-2418-24

RegularSenilente

Kerja panjang Protamin zinc Ultralente Glargin

Fosfat asetat-

4-64-62-5

14-2016-185-24

24-3620-3618-24

Regular

INDIKASI dan TUJUAN.

Insulin subkutan terutama diberikan pada DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan atau antidiabetik oral, pasien DM pascapankreaktomi atau DM dengan kehamilan, DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis, atau komplikasi lain, sebelum tindakan operasi (DM tipe 1 dan 2). Tujuan pemberian insulin pada semua keadaan tersebut bukan saja untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek metabolisme, dan yang terakhir inilah umumnya yang suka dicapai.

Keadaan mendekati normoglisemia dicapai pada DM dengan multipel dosis harian insulin atau dengan infusion pump therapy, yang tujuannya mencapai glukosa darah puasa antara 90-120 mg/dL (5-6,7 mM), glukosa 2 jam postprandial kurang dari 150 mg/dL (8,3 mM). Pada pasien yang kurang disiplin atau kurang patuh terhadap terapi, mungkin perlu dicapai nilai glukosa darah puasa yang lebih tinggi (140 mg/dL atau 7,8 mM) dan postprandial 200 sampai 250 mg/dL atau11,1-13,9 mM.

EFEK SAMPING.

Hipoglikemia, merupakan efek samping paling sering terjadi dan trjadi akibat dosis insulin yang terlalu besar, tidak tepatnya waktu makan dengan waktu tercapainya kadar puncak insulin, atau karena adanya faktor yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, misal insufisiensi adrenal atau pituitary, ataupun akibat kerja fisik yang berlebihan.

Reaksi alergi dan resistensi, kadang-kadang reaksi ini terjadi akibat adanya bekuan atau terjadinya denaturasi preparat insulin, atau kontaminan, atau akibat pasien sensitif terhadap senyawa yang ditambahkan pada proses formulasi preparat insulin (misal: Zn2+, protamin, fenol,dll). Reaksi alergi lokal sering terjadi akibat IgE atau resistensi akibat timbulnya antibodi IgG.

33

Page 34: SK 1 ENDOKRIN

Lipoartrofi dan lipohipertrofi. Lipoartrofi jaringan lemak subkutan ditempat suntikan dapat timbul akibat variant respon imun terhadap insulin; sedangkan lipohipertrofi dimana terjadi penumpukan lemak subkutan terjadi akibat efek lipogenik insulin yang kadarnya tinggi pada daerah tempat suntikan. Hal ini diduga akibat adanya kontaminan dalam preparat insulin, dan reaksi lebih jarang terjadi pada penggunaan insulin, dan reaksi lebih jarang terjadi pada penggunaan insulin yang lebih murni. Pada kenyataannya lipohipertrofi lebih sering terjadi dengan human insulin apabila pasien yang menyuntikan sendiri pada tempat yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya absorpsi insulin yang kurang baik atau tidak teratur.

Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe-2). Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja 6-menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oraldihentikan dan diberikan insulin saja (PERKENI, 2006).

34

Page 35: SK 1 ENDOKRIN

Terapi Non-Farmakologi

1. EdukasiPrinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah: (PERKENI,

2006) Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien. Berikan

penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium

Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien dan keluarganya Gunakan alat bantu audio visual

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang: (PERKENI, 2006)

Materi edukasi pada tingkat awal adalah: Perjalanan penyakit DM Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM Penyulit DM dan risikonya Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau

insulin serta obat-obatan lain Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin

mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia) Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia Pentingnya latihan jasmani yang teratur Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan) Pentingnya perawatan kaki Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah: Mengenal dan mencegah penyulit akut DM Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain

35

Page 36: SK 1 ENDOKRIN

Makan di luar rumah Rencana untuk kegiatan khusus Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM Pemeliharaan/Perawatan kaki, elemen perawatan kaki dapat dilihat pada tabel

berikut:Elemen Kunci Perawatan KakiEdukasi perawatan kaki harus diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus maupun neuropati perifer :

1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk pasir atau air2. Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada dokter apabila ada kulit

terkelupas atau daerah kemerahan atau luka3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoleskan

krimpelembab ke kulit yang keringEdukasi perawtan kaki harus dilakukan secara teratur

2. Terapi gizi medisPrinsip pengaturan diet pada pasien DM hampir sama dengan orang normal, yaitu

sangat penting menjaga asupan makanan dengan gizi seimbang dan sesuai kebutuhan kalori. Hal yang perlu diperhatikan pada penderita DM adalah jadwal makan yang harus teratur, jenis dan jumlah makanan. Kebutuhan Kalori :

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll .

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya (PERKENI, 2006).

36

Page 37: SK 1 ENDOKRIN

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah, Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem koagulsi darah.

Tujuan Terapi Gizi Medis

Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:

o Kadar glukosa darah mendekati normalo Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.o Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.o Kadar A1c <7%.o Tekanan darah <130/80 mmHg.o Profil Lipido Kolesterol LDL<100 mg/dlo Kolesterol HDL >40 mg/dl.o Trigliserida < 150 mg/dl.o Beran badan senormal mungkin.

Jenis Bahan Makanan

KARBOHIDRAT

Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.

Rekomendasi karbohidrat :

o Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.

o Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.o Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total

kebutuhan kalori perhari.o Julah serat 25-50 gram per hari.o Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih

dari total kebutuhan kalori perhari.o Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,

acesulfame, dan sukralosa.o Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.o Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.

37

Page 38: SK 1 ENDOKRIN

o Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN

Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.

Rekomendasi pemberian protein:

o Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.o Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi

konsentrasi glukosa darah.o Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.o Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan

tidak kurang dari 40gram.o Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan

dibanding protein hewani.

LEMAK

Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.

Rekomendasi Pemberian Lemak:

o Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari.

o Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.

o Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.

o Batasi asam lemak bentuk trans.

38

Page 39: SK 1 ENDOKRIN

o Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang.

o Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.

Penghitungan Jumlah Kalori

Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT

IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.

o Berat badan kurang <18,5 o Berat badan normal 18,5-22,9o Berat badan lebih ≥ 23,0o Dengan resiko 23-24.9o Obes I 25-29,9o Obes II ≥ 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca

Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:

berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%

o Berat badan kurang BB <90% BBIo Berat badan normal BB 90-110% BBIo Berat badan lebih BB 110-120% BBIo Gemuk BB>120% BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca.

Penentuan kebutuhan kalori perhari:

1. Kebutuhan basal:

o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kaloro Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:

o Umur diatas 40 tahun : -5%o Aktivitas ringan : +10%

39

Page 40: SK 1 ENDOKRIN

o Aktifitas sedang : +20%o Aktifitas berat : +30%o Berat badan gemuk : -20%o Berat badan lebih : -10%o Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%

4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori

5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.

3. Latihan jasmaniKegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. (PERKENI, 2006)

Prinsip latihan jasmani bagi diabetes, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara

umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : frekuensi, intensitas, durasi, dan jenis. (IPD, 2009)

Frekuensi: Jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu

Intensitas: ringan dan sedang ( 60-70 % Maximum Heart Rate )Untuk menentukan Maximum Heart Rate (MHR) yaitu : 220-umur. Setelah MHR didapatkan, dapat ditentukan THR (target Heart Rate). Sebagai contoh : suatu latihan bagi diabetisi berumur 50 tahun didasarkan sebesar 75%, maka THR = 75% x ( 220-60) = 120. Dengan demikian, diabetisi tersebut dalam menjalankan latihan jasmani, sasaran denyut nadinya adalah sekitar 120x/menit.

40

Page 41: SK 1 ENDOKRIN

Durasi : 30 – 60 menit Jenis : latihan jasmani endurans (aerobic) untuk meningkatkan kemampuan

kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda

4. Intervensi farmakologisIntervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan

pengaturan makan dan latihan jasmani (PERKENI, 2006).LO.3.9. Komplikasi

A. Komplikasi akut dapat berupa :1. Hipoglikemia yaitu menurunnya kadar gula darah < 60 mg/dl2. Keto Asidosis Diabetika (KAD) yaitu DM dengan asidosis metabolic dan

hiperketogenesis3. Koma Lakto Asidosis yaitu penurunan kesadaran hipoksia yang ditimbulkan oleh

hiperlaktatemia.4. Koma Hiperosmolar Non Ketotik, gejala sama dengan no 2 dan 3 hanya saja tidak

ada hiperketogenesis dan hiperlaktatemia.

B. Komplikasi kronis :Biasanya terjadi pada penderita DM yang tidak terkontrol dalam jangka waktu kurang

lebih 5 tahun. Dapat dibagi berdasarkan pembuluh darah serta persarafan yang kena atau berdasakan organ. Pembagian secara sederhana sebagai berikut :

1. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat dilihat secara mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung / Penyakit Jantung Koroner, pembuluh darah otak /stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral Artery Disease.

2. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah mikroskopis antara lain retinopati diabetika (mengenai retina mata) dan nefropati diabetika (mengenai ginjal).

3. Neuropati, mengenai saraf tepi. Penderita bisa mengeluh rasa pada kaki/tangan berkurang atau tebal pada kaki atau kaki terasa terbakar/bergetar sendiri.

Selain di atas, komplikasi kronis DM dapat dibagi berdasarkan organ yang terkena yaitu:

1. Kulit : Furunkel, karbunkel, gatal, shinspot (dermopati diabetik: bercak hitam di kulit daerah tulang kering), necrobiosis lipoidica diabeticorum (luka oval, kronik, tepi keputihan), selulitis ganggren,

2. Kepala/otak : stroke, dengan segala deficit neurologinya3. Mata :Lensa cembung sewaktu hiperglikemia (myopia-reversibel,katarax

irreversible), Glaukoma, perdarahan corpus vitreus, Retinopati DM (non proliperative, makulopati, proliferatif), N 2,3,6 (neuritis optika) & nerve centralis lain

4. Hidung : penciuman menurun

41

Page 42: SK 1 ENDOKRIN

5. Mulut :mulut kering, ludah kental = verostamia diabetic, Lidah (tebal, rugae, gangguan rasa), ginggiva (edematus, merah tua, gingivitis, atropi), periodontium (makroangiopati periodontitis), gigi (caries dentis)

6. Jantung : Penyakit Jantung Koroner, Silent infarction 40% kr neuropati otonomik, kardiomiopati diabetika (Penyakit Jantung Diabetika)

7. Paru : mudah terjangkit Tuberculosis (TB) paru dengan berbagai komplikasinya.8. Saluran Cerna : gastrointestinal (neuropati esofagus, gastroparese diabetikum

(gastroparese diabeticum), gastroatropi, diare diabetic)9. Ginjal dan saluran kencing : neuropati diabetik, sindroma kiemmelstiel Wilson,

pielonefritis, necrotizing pappilitis, Diabetic Neurogenic Vesical Disfunction, infeksi saluran kencing, disfungsi ereksi/ impotensi, vulvitis.

10. Saraf perifer : parestesia, anestesia, gloves neuropati, stocking, neuropati, kramp11. Sendi : poliarthritis12. Kaki diabetika (diabetic foot), merupakan kombinasi makroangiopati,

mikroangopati, neuropati dan infeksi pada kaki.

LO 3.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Diabetes Mellitus tipe 2

Komplikasi-komplikasi penderita diabetes melitus:

a. Sistem kardiovaskuler (peredaran darah jantung) seperti hipertensi, infarck miokard ( gangguan pada otot jantung).

b. Mata: retinopathy diabetika, katarak c. Saraf: neropathy diabetika d. Paru-paru: TBC (tuberculosis) e. Ginjal: pielonefritis (infeksi pada piala ginjal), Glumerulosklerosis (Pengerasan pada

glomerolus). f. Hati: Sirosis Hepatis (Pengerasan pada hati)

LO 3.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Diabetes Mellitus tipe 2

Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal., sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.

LO 3.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2

Pencegahan Primer

Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.

Pencegahan Sekunder

Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah

42

Page 43: SK 1 ENDOKRIN

ada komplikasi masih reversibel. Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapat reversibel. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.

Pencegahan Tersier

Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah.

Upaya ini meliputi:

a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan

organ c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau

jaringan

LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetikum

LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Retinopati Diabetikum

Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan atau perubahan penglihatan secara perlahan.

LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Retinopati Diabetikum

Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 TheDiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.

LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Retinopati Diabetikum

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah : Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri Adanya komposisi darah abnormal Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya

mikrothrombin Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,

selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler

Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi

43

Page 44: SK 1 ENDOKRIN

Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.

Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Retinopati Diabetikum

Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik1,8,9

Tahap Deskripsi

Tidak ada

retinopati

Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.

Penglihatan normal.

Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema

retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin berkurang;

mengancam penglihatan.

Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan mungkin

terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.

Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi vasoproliferatif

dari retina yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru di

lempeng optik (NVD) atau di tempat lain pada retina (NVE).

Penglihatan normal, mengancam penglihatan.

Tahap Deskripsi

Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam vitreus

atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel

pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan dengan

pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan berkurang, sering akut

dengan perdarahan vitreus; mengancam penglihatan.

Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi

retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke

dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan

mikrovaskular dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik

proliferatif.1

Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,8,9

Retinopati Diabetik Non-Proliferatif

44

Page 45: SK 1 ENDOKRIN

1

.

Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1  tanda berupa dilatasi vena,

mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.

2

.

Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥  1 tanda berupa dilatasi

vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau IRMA.

3

.

Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan

mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA

pada 1 kuadran.

4

.

Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati non

proliferative berat.

Retinopati Diabetik Proliferatif

1

.

Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal adanya

neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah diskus tanpa

disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular dimana saja di retina

(NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.

2

.

Retinopati proliferatif risiko tinggi :  apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko

sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina, b)

ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c) pembuluh darah

baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼ daerah diskus, d)

perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus

atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahn, merupakan dua

gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko

tinggi.

Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS13 :

1. Derajat 1 : tidak terdapat retinopati 2. DM-Derajat 2 : hanya terdapat mikroaneurisma3. Derajat 3 : Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai oleh

mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda : Venous loops, Perdarahan, Hard exudates, Soft exudates, Intraretinal Microvascular Abnormalities(IRMA)

4. Derajat 4 : Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh: Perdarahan derajat sedang-berat, Mikroaneurisma, IRMA

5. Derajat 5 : Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan viterous

45

Page 46: SK 1 ENDOKRIN

LO 4.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi dan Patogenesis Retinopati Diabetikum

Retinopati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular paling sering pada DM. Lama menderita DM merupakan faktor risiko utama yang berkaitan dengan perkembangan retinopati diabetik. Setelah lima tahun menderita DM tipe 1, sekitar 25% pasien mengalami retinopati. Setelah 10 tahun hampir 60% menderita retinopati dan setelah 15 tahun 80% akan menderita retinopati. Proliferatif retinopati diabetik (PRD) merupakan bentuk retinopati yang sangat mengancam penglihatan dan biasanya terdapat pada 25% pasien DM tipe 1 dengan durasi penyakit 15 tahun, timbul pada 2% pasien dengan durasi DM kurang dari 5 tahun.

Mekanisme kelainan mikrovaskular pada retinopati diabetik sampai saat ini belum jelas. Namun demikian diduga paparan hiperglikemia dalam waktu yang lama mengakibatkan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang dapat menyebabkan perubahan pada endotel vaskular. Perubahan vaskular pada retina meliputi kehilangan perisit dan penebalan membrana basalis. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membran sel yang terletak di antara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier, transportasi kapiler, dan mengendalikan proliferasi endotel. Membrana basalis berfungsi sebagai barir dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu dengan yang lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membrana basalis membentuk barir yang bersifat selektif terhadap berbagai jenis protein dan molekul kecil.Perubahan histopatologis kapiler retina pada RD dimulai dari penebalan membrana basalis, hilangnya perisit, dan proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.

Patofisiologi RD yang terjadi di kapiler yaitu, pembentukan mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan plasma seperti lipoprotein dan makromolekul dari mikrosirkulasi ke dalam ruang ekstraselular yang kemudian menyebabkan pertambahan ketebalan makula retina. Pada keadaan ini garam dan air dipompa ke luar dari retina ke koroid tetapi tidak disesrtai serum lipoprotein sehingga hard exudat yang berasal dari lipoprotein menumpuk di dalam retina.Peningkatan permeabilitas kapiler retina ini bisa sampai 12 kali, tetapi aktivitas pompa epitel pigmen hanya meningkat 2 kali, ketidakseimbangan ini menimbulkan akumulasi cairan ekstraselular sehingga terjadi edema makula diabetika.

Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:1. Akumulasi Sorbitol

Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat,

46

Page 47: SK 1 ENDOKRIN

akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf. Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase(sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.

2. Pembentukan protein kinase C (PKC)Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.

3. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.

4. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2

-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak.

47

Page 48: SK 1 ENDOKRIN

Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada penglihatan.

LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Retinopati Diabetikum

Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa:• Kesulitan membaca• Penglihatan kaburr• Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata• Melihat lingkaran-lingkaran cahaya

48

Page 49: SK 1 ENDOKRIN

• Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelipGejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:• Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior.• Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.• Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya irreguler dan berkelok-kelok• Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu irreguler, kekuning-kunigan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.• Soft exudate yang sering dsebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.• Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan irreguler. Mula-mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, prdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.• Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.

Perbedaan antara NPDR dan PDR1,5,7,10

NPDR PDR

Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)

Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)

Hard eksudat (+)              Hard eksudat (+)

Oedem retina(+) Oedem retina (+)

Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)

IRMA (+) IRMA(+)

Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)

Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)

Pelepasan retina secara

traksi (-)

Pelepasan retina secara traksi (+)

LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Retinopati Diabetikum

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina.9 Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan ter-tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukanoleh dokter umum

49

Page 50: SK 1 ENDOKRIN

terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS).Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lampbiomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopicfundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan opticalcoherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu. OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM

Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontraindikasi pemberian midriatikum.

Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan. Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning,sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma,eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM. Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah

hipertensive retinopathy

Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan

vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi.Kelainan ini pertama kali

dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan

penyakit ginjal.Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar

secara general dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina

50

Page 51: SK 1 ENDOKRIN

dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun

1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk

memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi.

Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan vaskuler

retina dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya dalam bentuk bercak

dan titik serta edema sirsinata, adanya edema retina dan gangguan fungsi makula serta

vaskularisasi retina dan badan kaca.. Sehingga dengan pemeriksaan laboratorium lengkap,

funduskopi dan Angiografi fluorescein akan ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati

diabetik yang berbeda dengan retinopati hipertensif diantaranya pada retinopati hipertensif

tidak ada mikroaneurisma.Kelainan makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-

shaped, sedangkan pada retinopati diabetik mengalami edema.Kapiler pada retinopati

hipertensif menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).

LO 4.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Retinopati Diabetikum

Prinsip utama  penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.

1.      Pemeriksaan rutin pada ahli  mataPenderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah

diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya. 9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau KehamilanUmur onset DM/kehamilan

Rekomendasi pemeriksaan pertama kali

Follow up rutin minimal

0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis Setiap tahun>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahunHamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau sesuai

kebijakan dokter mataBerdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli  mata mungkin

lebih memilih  untuk megikuti perkembangan  pasien-pasien tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada RetinaAbnormalitas retina Follow-up yang disarankanNormal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun

51

Page 52: SK 1 ENDOKRIN

Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulanRetinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulanRetinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulanEdema makula Setiap 2-4 bulanRetinopati Diabetik  proliferatif Setiap 2-3 bulan

2.      Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi

Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan.1,3,9

3.         Fotokoagulasi1,2,10,11

Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of  Health  di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :1,2,9,10,

1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah  neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular. 

52

Page 53: SK 1 ENDOKRIN

: Tahap-tahap PRP(Dikutip dari kepustakaan 10)

 2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.

3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

Panretinal fotokoagulasi pada PDR(Dikutip dari kepustakaan 10)

53

Page 54: SK 1 ENDOKRIN

Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema (Dikutip dari kepustakaan 2)

4.         Injeksi Anti VEGF            Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang  khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.1,2,8,10

5.         Vitrektomi            Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8

54

Page 55: SK 1 ENDOKRIN

Vitrektomi(DIkutip dari kepustakaan 10)

        Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.

LO 4.9. Memahami dan Mempelajari Komplikasi Retinopaty diabetika

Retinopati diabetika Proliferatif dapat menyebabkan hilangnya penglihatan dengan berbagai cara seperti berikut :

1. Vitreous Hemorrhage Pembuluh darah baru yang rapuh dapat mengalami kebocoran sehingga darah masuk

ke dalam vitreous, zat seperti gel bening yang mengisi pusat mata, jika vitreous hemmorhage yang terjadi tidak besar maka seseorang dapat melihat beberapa floater hitam pada pandangannya. Jika Vitreous Hemmorhage besar maka dapat menutupi seluruh penglihatan.Hal tersebut membutuhkan waktu harian, bulanan atau bahkan tahunan untuk dapat menyerap kembali darah yang berada pada vitreous, tergantung dari banyaknya darah yang ada. Jika mata tidak dapat membersihkan darah tersebut pada waktunya, maka operasi vitrectomy harus dilakukan.Vitreous Hemmorhage sendiri tidak dapat menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen. Ketika sudah tidak ada darah yang menutupi maka penglihatan akan kembali seperti sebelumnya kecuali bila macula telah rusak.

2. Traction Retinal Detachment Ketika PDR muncul, jaringan bekas luka yang berhubungan dengan

neovascularization dapat mengecil, mengkerut dan menarik retina dari posisi normal.

55

Page 56: SK 1 ENDOKRIN

Pengerutan macula dapat menyebabkan distorsi visual. Kehilangan penglihatan yang parah dapat terjadi bila macula atau bagian besar retina terlepas.

3. Glaukoma Neovaskular Terkadang, penutupan yang berlebihan pada pembuluh darah retina dapat menyebabkan munculnya pembuluh darah abnormal baru pada iris (bagian berwarna pada mata) dan menghalangi keluarnya cairan dari mata.Tekanan pada mata akan meningkat, menyebabkan glaucoma, penyakit mata yang berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan pada optik mata.

LO 4.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Retinopati Diabetikum

Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.

LO 4.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Retinopati Diabetikum

Pencegahan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat perburukan retinopati. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi :

a. Kontrol glukosa darah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati diabetik dan juga progresifitasnya.

b. Kontrol tekanan darah c. Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan)d. Laser koagulasi

Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan retinopati diabetik. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR (Non-proliferatife Diabetic Retinopathy) dan PDR ( Proliferative Diabetic Retinopathy ) dan juga untuk beberapa tipe makulopati. Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan bahwa foto koagulasi lokasi sistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum diidentifikasi, faktor vasoformatif  pada penyakit proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pada stadium  awal. Fotokoagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang signifikan secara klinis disebut fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas untuk PDR disebut foto koagulas panp-retinal.

LI 5. Makanan Halal dan Baik menurut Islam

56

Page 57: SK 1 ENDOKRIN

Diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda -Nu’man menunjukkan kedua jarinya ke kedua telingannya-: ‘Sesungguhnya sesuatu yang halal itu sudah jelas, dan sesuatu yang haram itu sudah jelas, di antara keduanya terdapat sesuatu yang samar tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Siapa yang mencegah dirinya dari yang samar maka ia

telah menjaga agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam hal yang samar itu berarti ia telah jatuh dalam haram. Seperti seorang penggembala yang menggembala hewan ternaknya di sekitar daerah terlarang, dikhawatirkan lambat laun akan masuk ke dalamnya.

Ketauhilah, setiap raja memiliki area larangan, dan area larangan Allah adalah apa-apa yang telah diharamkannya. Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal daging, bila ia baik

maka akan baik seluruh tubuh. Namun bila ia rusak maka akan rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah ia adalah hati.’”  (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Hadis ini, menurut Ibnu Rajab al-Hanbali, telah disepakati kesahihannya oleh para ulama hadis. Menurut Imam an-Nawawi, hadis ini merupakan salah satu hadis tentang pokok ajaran agama. Ia menjelaskan bahwa perkara yang halal sudah jelas, begitu pula perkara haram. Perkara halal dan haram, termasuk makanan, telah diterangkan ajaran agama melalui al-Qur’an dan hadis sahih. Pengetahuan tentang halal dan haram ini sangat penting bagi umat, karena menyangkut kehormatan diri dan kemurnian agama.

Berbicara halal dan haram lebih identik dengan pembahasan masalah pangan. Memang, hadis ini menitikberatkan pada masalah pangan, karena masalah ini sangat urgen dalam aktivitas manusia sehari-hari. Tidak heran, dalam penggalan hadis ini disebutkan bahwa orang yang tidak peduli dengan hal-hal syubhat, yang tidak jelas halal haramnya, seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar area terlarang. Apabila tidak hati-hati maka lambat laun akan masuk pada area terlarang. Area terlarang itu adalah hal-hal yang diharamkan Allah.

Hadis ini ditutup dengan penjelasan Nabi SAW tentang peran sentral hati dalam aktivitas manusia. Apabila hati baik maka akan muncul perilaku dan sikap yang baik. Namun bila hati jahat maka perilaku dan sikap yang muncul menjadi buruk. Bahkan menurut Ibnu Hajar al-`Asqalani dalam Fathul Bari, dalam riwayat lain digunakan kata shihhah dan saqam (sehat dan sakit) bukan shalah dan fasad. Ini mengindikasikan bahwa hati juga merupakan salah satu penyebab kesehatan bagi seseorang.

Tampaknya Nabi hendak menjelaskan kiat menjaga kebersihan dan kesehatan hati adalah dengan sikap hati-hati mengonsumsi makanan dan minuman. Karena makan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh akan membentuk jaringan tubuh, termasuk hati. Tidak heran bila Nabi SAW mengingatkan umat dalam sebuah hadis diriwayatkan Jabir bin Abdullah ketika Nabi menasehati Ka’ab bin ‘Ajrah: ”Wahai Ka’ab bin ‘Ajrah, tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari makanan haram.” (HR. Darimi dalam Sunan dengan sanad kuat).

Kriteria makanan halal

Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menjelaskan bahwa makanan halal adalah apabila al-Qur’an maupun hadis menjelaskannya dan tidak melarangnya. Namun makanan halal yang dijelaskan teks agama tidak mencakup seluruh makanan yang ada. Karena itu para ulama berijtihad sesuai kaedah: ”al-Ashlu fi al-asyya’ al-ibahah illa ma dalla ad-dalilu ‘ala tahrimihi”(Hukum asal segala sesuatu itu adalah mubah/boleh kecuali bila ada dalil yang mengharamkannya). Secara umum al-Qur’an maupun hadis memberikan kriteria bahwa makanan halal itu adalah thayyib (halalan thayyiban). Maksud halalan thayyiban, menurut Sayyid Sabiq, terangkum dalam tiga hal: pertama, sesuai selera alamiah manusia. Kedua, bermanfaat dan tidak membahayakan tubuh manusia. Ketiga, diperoleh dengan cara yang benar dan dipergunakan untuk hal yang benar.

57

Page 58: SK 1 ENDOKRIN

Para ulama menjelaskan kriteria makanan yang halal sebagai berikut:Pertama, makanan nabati berupa tumbuh-tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan, selama tidak membahayakan tubuh.

Kedua, minuman seperti air, susu (dari hewan yang boleh dimakan dagingnya), kopi, cokelat.Ketiga, makanan hewani terdiri dari binatang darat dan air. Hukum binatang darat baik liar mapun jinak adalah halal selain yang diharamkan syariat. Begitu juga binatang air, dalam pendapat yang paling sahih, adalah halal kecuali yag membahayakan.

Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi SAW ketika ditanya tentang bersuci dengan air laut, beliau menjawab: “Laut itu suci airnya dan halal bangkai binatangnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i).

Menurut Syeikh Mutawalli Asy-Sya’rawi bahwa apa yang dihalalkan oleh Syariat lebih banyak dibandingkan dengan yang diharamkan. Makanan yang diharamkan sangat sedikit, itulah hikmah Syari’at lebih banyak menyebut yang haram ketimbang yang halal.

 

Kriteria makanan haram

Makanan dan minuman yang pelarangannya dijelaskan oleh al-Qur’an dan al-Hadis adalah haram. Al-Qur’an maupun hadis menjelaskan kriteria makanan haram itu adalah khabitsahdan rijs, seperti khamr yang dinyatakan rijs min ‘amal asy-syaithan (QS. al-Maidah: 90). Rijskata ulama berarti najis secara fisik dan ma’nawi. Dalam Shahih Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Harga anjing itu khabits, mahar pelacur itu khabits dan upah bekam itu khabits.” 

Selain itu setiap binatang yag diperintahkan untuk dibunuh adalah haram. Seperti binatangfawasiq (pengganggu); burung gagak, rajawali, kalajengking, anjing gila dan tikus. Hal ini dijelaskan dalam riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i dari Aisyah RA. Begitu juga hewan-hewan yang dilarang untuk dibunuh seperti semut, lebah, burung hud-hud dan burung surad dan katak. Namun pendapat ini ditolak Imam Syaukani, bahwa tidak mesti hewan yang diperintahkan untuk dibunuh atau dilarang berarti haram dagingnya. Karena keharaman mengonsumsinya harus ada dalil yang jelas.

Makanan yang diharamkan dalam Islam terbagi menjadi haram lidaztihi dan haramlighairihi; yaitu makanan yang pada asalnya halal namun ada faktor lain yang haram menjadikannya haram. Makanan yang diharamkan lidzatihi oleh al-Qur’an dan hadis secara jelas, antara lain darah (dam masfuh), daging babi, khamr (minuman keras), binatang buas yang bertaring, burung bercakar yang memangsa dengan cakarnya seperti elang, binatang yang dilarang dibunuh, binatang yang diperintahkan untuk dibunuh, keledai rumah (humur ahliyah), binatang yang lahir dari perkawinan silang yang salah satunya diharamkan, anjing, binatang yang menjijikan dan kotor, semua makanan yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Sedangkan makanan yang haram lighairihi, di antaranya adalah binatang yang disembelih untuk sesajian, binatang yang disembeli tanpa menyebut nama Allah (basmalah), bangkai dengan berbagai kriterianya, makanan halal yang diperoleh dengan cara haram dan diperuntukkan untuk hal yang dilarang, jallalah atau binatang yang sebagian besar makanannya kotoran atau bangkai, dan makanan halal yang tercampur dengan najis dalam bentuk cair, namun bila berbentuk padat, maka cukup membuang yang terkena najis saja.

 

Kriteria syubhat (samar)

58

Page 59: SK 1 ENDOKRIN

Syubhat yang dimaksud dalam hadis adalah perkara yang tidak dijelaskan halal dan haramnya oleh syariat. Dalam hal ini sebagian ulama mengatakan selama suatu perkara itu tidak ada penjelasan halal dan haramnya maka dikembalikan ke hukum asal, yaitu mubah (boleh) kecuali bila ada dalil yang mengharamkan. Hal ini  didasari banyak ayat al-Qur’an dan hadis, di antaranya:

Firman Allah SWT:

”Dialah (Allah) yang menciptakan semua yang ada di bumi untuk kalian.”  (QS. al-Baqarah: 29).

Riwayat Abu Darda bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Apa yang Allah halalkan dalam Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan-Nya adalah haram. Dan apa yang tidak dijelaskan adalah dimaklumi (afwun). Maka terimalah apa yang diperbolehkan Allah karena sesungguhnya Allah tidak melupakan sekecil apapun.” (HR. Al-Bazzar dengan sanand Sahih).

Riwayat Abu Tsa’labah bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Sesunguhnya Allah mewajibkan kepada kalian kewajiban-kewajiban (faraidh) maka janganlah kalian abaikan, dan telah memberi batasan kepada kalian, maka janganlah kalian langgar, dan mendiamkan masih banyak perkara sebagai rahmat bagi kalian bukan karena kealpaan. Maka janganlah kalian membahasnya berlebihan.” (HR. Daruquthni dalam Sunan)

Menurut  Imam Nawawi, ada beberapa pendapat ulama tentang sesuatu tidak ada penjelasan halal haramnya: pertama, tidak dapat dikatakan halal, haram atau mubah. Karena mengatakan sesuatu halal atau haram harus kembali kepada dalil syar’i. Kedua, hukumnya mubah, kembali ke hukum asal, bahwa segala sesuatu itu mubah selama tidak ada dalil yang melarangnya. Ketiga, hukumnya haram. Keempat, tawaqquf.

Kebanyakan ulama merujuk kepada pendapat kedua, bahwa sesuatu yang tidak dijelaskan halal haramnya, hukumnya kembali pada hukum asal, yaitu mubah. Dan perlu ditegaskan, bahwa yang halal lebih banyak dibanding yang haram. Karena itu makanlah makanan yang halal, karena hidup akan menjadi berkah, selamat di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bish shawab.

59

Page 60: SK 1 ENDOKRIN

Daftar Pustaka

Amin Z, bahar A, 2006, Buku Ajar ilmu Penyakit dalam, Jilid III, edisi IV, Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Cotran RS, Kumar V, Robbin SL (2004) Dasar Patologi, ed.

Gandasoebrata R . 2010 . Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan keenambelas . Jakarta : Dian Rakyat

Ganong W.F. 2008. Buku Ajar FIsiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Guyton, Hall. 2006. Text Book of Medical Physiology 11th edition. Philadelphia: Elsevier Soundres

Makanan Halal dan Haram dalam Islam. http://www.majalahgontor.net/index.php?option=com_content&view=article&id=438:makanan-halal-dan-haram-dalam-islam&catid=53:hadits&Itemid=110 9 September 2014 20:54

PB PERKENI, 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di Indonesia.

Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Ed 2. EGC: JakartaMansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Snell, RS, 1997, Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran,EGC, Jakarta.

http://emedicine.medscape.com/article/980685-medication#showall

60