SISTEM PENYALIRAN TAMBANG 1. Sistem Penyaliran Tambang Penirisan tambang adalah suatu usaha yang diterapkan pada suatu daerah penambangan yang dilakukan untuk mencegah masuknya air atau untuk mengeluarkan air yang telah masuk dan menggenangi daerah penambangan tersebut, sehingga dapat mempengaruhi atau mengganggu aktivitas penambangan, mempercepat kerusakan peralatan, dan akan menambah kandungan air pada mineral atau batuan yang akan ditambang. Secara umum air yang terdapat pada lokasi penambangan berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan dan air bawah tanah. Air yang mengalir pada permukaan tanah berupa air limpasan permukaan, air yang berasal dari sungai, danau atau rawa yang terdapat disekitar daerah penambangan, air buangan atau limbah, dan air yang berasal dari mata air. Sedangkan air di bawah permukaan tanah berupa air tanah dan air rembesan. Air yang masuk ke dalam lokasi tambang terbuka sebagian besar berupa air permukaan tanah yang berasal dari hujan. Hal ini tidak lepas kaitannya dengan sirkulasi air atau daur hidrologi. Daur hidrologi merupakan suatu daur atau siklus yang dialami oleh air, yang dalam prosesnya air akan mengalami perubahan bentuk dan tempat. Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : SAID ADI FIRDAUS 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SISTEM PENYALIRAN TAMBANG
1. Sistem Penyaliran Tambang
Penirisan tambang adalah suatu usaha yang diterapkan pada suatu daerah
penambangan yang dilakukan untuk mencegah masuknya air atau untuk
mengeluarkan air yang telah masuk dan menggenangi daerah penambangan
tersebut, sehingga dapat mempengaruhi atau mengganggu aktivitas penambangan,
mempercepat kerusakan peralatan, dan akan menambah kandungan air pada
mineral atau batuan yang akan ditambang.
Secara umum air yang terdapat pada lokasi penambangan berasal dari dua
sumber, yaitu air permukaan dan air bawah tanah. Air yang mengalir pada
permukaan tanah berupa air limpasan permukaan, air yang berasal dari sungai,
danau atau rawa yang terdapat disekitar daerah penambangan, air buangan atau
limbah, dan air yang berasal dari mata air. Sedangkan air di bawah permukaan
tanah berupa air tanah dan air rembesan. Air yang masuk ke dalam lokasi tambang
terbuka sebagian besar berupa air permukaan tanah yang berasal dari hujan. Hal ini
tidak lepas kaitannya dengan sirkulasi air atau daur hidrologi. Daur hidrologi
merupakan suatu daur atau siklus yang dialami oleh air, yang dalam prosesnya air
akan mengalami perubahan bentuk dan tempat.
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1. Mine Drainage, yang merupakan upaya untuk mencegah aliran air masuk ke
lokasi penggalian. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan
air yang berasal dari sumber air permukaan. Ada beberapa cara untuk
mencegah agar air tanah tidak masuk ke dalam lokasi penggalian, yaitu metode
Siemens, metode elektro osmosis, metode pemotongan air tanah, dan metode
kombinasi dengan lubang bukaan bawah tanah.
2. Mine Dewatering, yang merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah
masuk ke lokasi penggalian, terutama untuk penanganan air hujan Ada
beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengeluarkan air yang telah masuk
ke dalam tempat penggalian, yaitu sistem kolam terbuka (open sump) dan
sistem Adit.
sAID ADI FIRDAUS 1
2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang sistem
penyaliran pada tambang terbuka adalah :
2.1. Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh pada satu satuan luas,
dinyatakan dalam milimeter.
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di
seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu.
Analisa curah hujan dilakukan dengan menggunakan metode Gumbel,
dimana terlebih dahulu kita ambil data curah hujan bulanan yang ada, kemudian
ambil curah hujan maksimum setiap bulannya dari data tersebut. Tahapan
perhitungan curah hujan rencana yaitu :
1. Tentukan curah hujan maksimum rata-rata (X), dengan rumus :
Keterangan :
= Curah hujan maksimum rata-rata
ΣCH = Jumlah curah hujan maksimum
n = Banyaknya data
2. Tentukan reduced mean, dengan rumus :
Keterangan :
Yn = Reduced mean
n = Banyaknya data
m = Urutan sample (1,2,3,…)
3. Tentukan standar deviation, dengan rumus :
Sx = √∑ (xi− x__ )2
n−1
sAID ADI FIRDAUS 2
…...…………………………….…..…...(3)
…...…………………………………(2)
………………………………………….……(1)
X
Keterangan :
Sx = Standar deviation
Xi = Curah hujan periode ulang T tahun (mm)
= Curah hujan maksimum rata-rata
n = Banyaknya data
4. Tentukan reduced standard deviation, dengan rumus :
Sn =√∑ (Yn−Yn___ )2n−1
Keterangan :
Sn = Reduced standard deviation
Yn = Reduced mean
= Reduced mean rata-rata (hubungan dengan banyaknya data)
n = Banyaknya data
5. Tentukan reduce variate, dengan rumus :
Keterangan :
Yt = Reduce variate
T = Periode ulang hujan
6. Perhitungan resiko hidrologi (PR)
Keterangan :
PR = Resiko hidrologi
TR = Periode ulang
TL = Umur tambang
7. Perhitungan Reduced Variate Factor (k)
k=(Yt−Yn)Sn
Keterangan:
k = Reduced variate factor
Yn = Reduced mean
sAID ADI FIRDAUS 3
…...……………………………………...…..…...(7)
…...……………………………...……..…...(6)
…...………………………………..…...(5)
…...…………………………….…..…...(4)
X
Yn
Yt=−In[−In [T−1T ]]
PR=1−(1− 1TR )
TL
Yt = Reduced variate
Sn = Reduced standar deviation
8. Tentukan curah hujan rencana, dengan rumus :
Xt=X + (k x Sx)
Keterangan :
Xt = Curah hujan rencana
X = Curah hujan rata-rata
k = Reduced variate factor
Sx = Standar deviation
Dari hasil akhir perhitungan diperoleh suatu curah hujan rencana dalam
satuan mm/hari, yang kemudian digunakan dalam perencanaan system penyaliran
tambang.
2.2. Periode Ulang Hujan
Periode ulang hujan adalah jangka waktu suatu hujan dengan tinggi
intensitas yang sama atau lebih besar kemungkinan dapat terjadi lagi. Penentuan
periode ulang hujan untuk perencanaan sarana penirisan tambang dapat dilakukan
dengan berdasarkan pada acuan periode ulang. Untuk sumuran utama dalam
sistem penirisan tambang, harga acuan periode ulang hujan adalah 10-25 tahun.
Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai
atau dilampaui. Analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos
penakar hujan, baik yang manual maupun yang otomatis. Analisis frekuensi ini
didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh
probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang dengan anggapan bahwa
sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan statistik kejadian
hujan masa lalu.
2.3. Intensitas Curah hujan
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan waktu tertentu
dan dinyatakan dengan satuan mm/jam. Dengan kata lain bahwa intensitas curah
hujan menyatakan besarnya curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan
gambaran derasnya hujan perjam. Untuk mengelola data curah hujan menjadi
sAID ADI FIRDAUS 4
…...…………………...…………...…..…...(8)
intensitas hujan di gunakan cara statistik dari data pengamatan curah hujan yang
terjadi.
Besarnya intensitas hujan yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu
tertentu dihitung berdasarkan persamaan Mononobe, yaitu :
I=
R24
24 (24t )
2/3
Keterangan :
R24 = Curah hujan maksimum harian (mm/hari)
t = Lamanya hujan (jam)
I = Intensitas hujan (mm/jam)
Tabel 1Hubungan Antara Derajat Curah Hujan dan Intensitas Hujan
Derajat HujanIntensitas Hujan
(mm/menit)Kondisi
Hujan lemah 0,02 – 0,05 Tanah basah semuaHujan normal 0,05 – 0,25 Bunyi hujan terdengar
Hujan deras 0,25 – 1,00Air tergenang diseluruh permukaan dan terdengar bunyi dari genangan
Hujan sangat deras > 1,00Hujan seperti ditumpahkan,saluran pengairan meluap
2.4. Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Catchment area adalah merupakan suatu areal atau daerah tangkapan hujan
dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi
sehingga akhirnya merupakan suatu polygon tertutup yang polanya disesuaikan
dengan kondisi topografi, dengan mengikuti kecenderungan arah gerak air.
Dengan pembatasan catchment area maka diperkirakan setiap debit hujan
yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi terendah pada catchment area
tersebut. Pembatasan catchment area biasanya dilakukan pada peta topografi, dan
untuk perencanaan sistem penyaliran dianjurkan dengan menggunakan peta
rencana penambangan dan peta situasi tambang.
2.5. Koefisien limpasan (C)
Koefisien limpasan merupakan parameter yang menggambarkan hubungan
curah hujan dan limpasan, yaitu memperkirakan jumlah air hujan yang mengalir
sAID ADI FIRDAUS 5
…...……………………......….....(9)
menjadi limpasan langsung dipermukaan. Jenis material pada area penambangan
berpengaruh terhadap kondisi penyerapan air limpasan, karena untuk setiap jenis
dan kondisi material yang berbeda memiliki koefisien materialnya masing-masing.
Koefisien limpasan dipengaruhi oleh faktor-faktor tutupan tanah, kemiringan dan
lamanya hujan. Besarnya koefisien limpasan terlihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Koefisien Limpasan
Kemiringan Kondisi Daerah Pengaliran Koefisien Limpasan
< 3 %
(datar)
Sawah, Rawa 0,2
Hutan, Perkebunan 0,3
Perumahan 0,4
3 % - 15 %
(sedang)
Hutan, Perkebunan 0,4
Perumahan 0,5
Semak-semak agak jarang 0,6
Lahan terbuka 0,7
> 15 %
(curam)
Hutan 0,6
Perumahan 0,7
Semak-semak agak jarang 0,8
Lahan terbuka daerah tambang 0,9
2.6. Air Limpasan Permukaan (Run Off Water)
Air limpasan permukaan (Run Off Water) adalah air hujan yang mengalir di
atas permukaan tanah. Air limpasan ini secara garis besar dipengaruhi oleh elemen-
elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan, dan elemen-elemen daerah
pengaliran yang menyatakan sifat fisik dari daerah pengaliran.
Untuk memperkirakan debit air limpasan digunakan rumus rasional, yaitu :
Q = 0,278. C . I .A
Keterangan :
Q = Debit air limpasan maksimum (m3/detik)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)
sAID ADI FIRDAUS 6
….......………………... (10)
3. Saluran penyaliran
Beberapa lubang paritan dibuat pada area penambangan guna menampung
aliran limpasan (run off), sehingga tidak mengganggu pekerjaan penambangan.
Beberapa macam bentuk saluran penirisan dapat dibuat guna melakukan pekerjaan
penirisan, tetapi yang sederhana dan umum digunakan adalah saluran dengan
bentuk trapesium, dengan kemiringan sisinya 1:1 (45o).
Bentuk saluran trapesium sering digunakan karena murah, efisien, mudah
dalam pembuatannya, dan stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan
menurut keadaan daerah.
Gambar 1 Penampang Saluran Bentuk Trapesium
Kemiringan dinding saluran ( m ) = 1/tan α
Panjang bawah ( b ) = 2 {(1 + m2)0,5 – m}
Jari-jari hidrolis ( R ) = 0,5 . d
Panjang atas (B) = b + 2m . d
Panjang sisi luar saluran (a) = d/sin α
Luas penampang saluran ( A ) = (b + m.d).d
Untuk menentukan debit air saluran digunakan persamaan ”Manning”
sebagai berikut :
Q = 1/n x R2/3 x S1/2 x A
Keterangan:
sAID ADI FIRDAUS 7
….....……………... (17)
………... (16)
….....……………... (15)
.........………………(13)
….....……......... (14)
………... (12)
….....……………... (11)
v = Kecepatan aliran (m/detik)
Q = Debit air saluran (m3/detik)
n = Koefisien kekasaran Manning (Tabel 3)
R = Jari-jari hidrolis ( m )
S = Kemiringan memanjang saluran ( % )
A = Luas penampang saluran ( m2 )
Tabel 3 Koefisien Kekasaran Manning
4. Sumuran (Sump)
Sump (sumuran) merupakan kolam penampungan air yang dibuat untuk
menampung air limpasan, yang dibuat sementara sebelum air itu dipompakan, serta
dapat berfungsi sebagai pengendap lumpur. Pengaliran air dari sump dilakukan
dengan cara pemompaan atau dialirkan kembali melalui saluran pelimpah. Tata
letak sump akan dipengaruhi oleh sistem drainase tambang yang disesuaikan
dengan geografis dari daerah tambang dan kestabilan lereng tambang.
Gambar 2
sAID ADI FIRDAUS 8
Penampang Melintang Profil Trapesium
Untuk menghitung volume air yang dapat ditampung sump dapat
menggunakan rumus luas trapesium dikalikan lebar sump sebagai berikut :
Volume Sump = (
12
x (t + b) x d) x L
Keterangan :
t = panjang permukaan sump (m)
b = panjang dasar sump (m)
d = kedalaman sump (m)
L = lebar permukaan sump (m)
5. Sistem Pemompaan
5.1. Head Total Pompa
Dalam pemompaan dikenal istilah julang (head), yaitu energi yang diperlukan
untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar debit air yang
dipompa, maka head juga akan semakin besar.
Head ini tidak tergantung dari berat jenis media, dengan kata lain sebuah
pompa sentrifugal dapat menimbulkan head yang sama untuk jenis cairan. Tetapi
berat jenis media akan menyebabkan tekanan pada pompa tersebut. Head total
pompa untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan dapat ditentukan
dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut, sehingga head total
pompa dapat dituliskan sebagai berikut :
H=h s +h p+h f + hv
Keterangan :
H = Head total pompa (m)
hs = Head statis pompa (m)
hp = Head belokan pompa (m)
hf = Head gesekan pompa (m)
Hv = Head kecepatan (m),
sAID ADI FIRDAUS 9
….....………...…..… (19)
….....…….…… (18)
Perhitungan berbagai julang pada pemompaan :
a) Head statis (hs)
Head statis adalah kehilangan energi yang disebabkan oleh perbedaan tinggi
antara tempat penampungan dan tempat pembuangan.
h s=h 2−h1
keterangan :
h1 = Elevasi sisi isap (m)
h2 = Elevasi sisi keluar (m)
b) Head belokan (hp)
h p=f ( V 2
2g )Keterangan :
f = Koefisien kerugian pada belokan
f=[0 ,131+1 ,847( D2R )3,5 ]x ( θ90 )
0,5
V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
θ = Sudut belokan pipa
R = Jari-jari lengkung belokan (m)
c) Head gesekan (hf)
Head gesekan adalah kehilangan akibat gesekan air yang melalui pipa dan
dinding pipa
h f=f ( LV 2
2Dg )sAID ADI FIRDAUS 10
….....………...………………….……………. (24)
….....………...………………….…………. (23)
….....………...….…………. (22)
….....………...….……………..………….………. (21)
….....………...….……………..………………………. (20)
R= D
tan12θ
keterangan :
f = Koefisien gesek (tanpa satuan)
V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
L = Panjang pipa (m)
D = Diameter pipa (m)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
Angka koefisien gesekan f dicari dengan menggunakan persamaan:
1
√ f=2 log
3,7 Dk
Keterangan :
k = Koefisien kekasaran pipa (Tabel 4)
D = Diameter dalam pipa (m)
d) Velocity Head (Hv)
H v=v2
2 gVelocity Head adalah kehilangan yang diakibatkan oleh kecepatan air
yang melalui pompa.
keterangan :
v = Kecepatan air yang melalui pompa (m/detik)
g = Gaya gravitasi bumi (m/detik2)
Tabel 4Koefisien kekasaran beberapa jenis pipa
Bahan Koefisien kekasaran pipa
(mm)Baja : baru
lapisan plastik non poros0,010,03
Besi tuang : barulapisan bitumenlapisan semen
0,1 – 1,000,03 – 0,100,03 – 0,10
Polyethylene 0,03 – 0,10Kuningan, tembaga 0,10
Aluminium baru 0,15 – 0,16Beton : baru
”centrifuge” baru ratatanah yang telah diolah
0,030,20 – 0,501,00 – 2,00
sAID ADI FIRDAUS 11
….....………...……………………...…………. (26)
….....………...…………………...……………. (25)
Semen asbes baruBahan dari batu/kaca
0,03 – 0,100,10 – 1,00
5.2. Debit Pompa
Untuk memperkirakan debit pemompaan dihitung dengan Metode Discharge.
Langkah kerja metode ini yaitu buat alat ukur berbentuk “L” seperti terlihat pada
Gambar 3.3. Sisi yang pendek berukuran 4 inchi dan sisi yang lebih panjang
merupakan panjang kekuatan air (X) dinyatakan dalam satuan mm. Ketika air
mengalir keluar dari pipa, letakan sisi L yang panjang pada bagian atas pipa yang
ditentukan pada saat sisi yang pendek menyentuh aliran air seperti yang terlihat
pada gambar. Kemudian catat panjang X. Tabel 3.5 menampilkan hubungan antara
panjang X dan diameter pipa (d) yang menentukan besar debit pompa.
Gambar 3Pengukuran Debit Pompa dengan Metode Discharge
Nilai pengukuran debit pompa menggunakan alat ukur dengan panjang sisi
yang pendek 300 mm ditampilkan pada Tabel 5.
sAID ADI FIRDAUS 12
Tabel 5 Pengukuran Debit Pompa Berdasarkan Panjang “X”