LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT DALAM SIROSIS HATI DAN ENSEFALOPATI HEPATIK Disusun oleh: Sarrah Kusuma Dewi NIM 072011101028 Dokter Pembimbing: dr. Yuli Hermansyah, Sp.PD Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya Lab/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNEJ - RSD dr.Soebandi Jember
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KASUS
ILMU PENYAKIT DALAM
SIROSIS HATI DAN ENSEFALOPATI HEPATIK
Disusun oleh:
Sarrah Kusuma Dewi
NIM 072011101028
Dokter Pembimbing:
dr. Yuli Hermansyah, Sp.PD
Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik MadyaLab/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNEJ - RSD dr.Soebandi Jember
SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSD dr. SOEBANDIFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER2011
1
BAB 1. PENDAHULUAN
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir akibat fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Lebih dari
40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insiden sirosis
di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk dan merupakan penyebab
kematian kesembilan di Amerika yaitu sebesar 1,2% dari seluruh kematian
(Sihombing, 2010). Penyebab sebagian besar sirosis adalah akibat infeksi virus
kronik dan penyakit hati alkoholik. Belum ada data resmi nasional tentang sirosis
hati di Indonesia, namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di
Indonesia secara keseluruhan prevalensi sirosis adalah 3,5% seluruh pasien yang
dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien
penyakit hati yang dirawat. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien
sirosis hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di bagian penyakit dalam dan
4% di RS dr. Sardjito Yogyakarta (Nurdjanah, 2006:443). Kejadian di Indonesia
menunjukkan bahwa pria lebih banyak dari wanita (2,4-5:1), dimana kelompok
terbanyak didapati pada dekade kelima (Sihombing, 2010).
Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk
mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna
bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous
bacterial peritonitis serta hepatoselular karsinoma. Gejala klinis dari sirosis hati
sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas.
Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus sirosis hati yang datang
berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini, dan
lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk
penyakit lain, sisanya ditemukan saat otopsi (Sutadi, 2003).
Salah satu komplikasi dari sirosis hati adalah munculnya ensefalopati
hepatik. Ensefalopati hepatik atau koma hepatik merupakan keadaan klinis
gangguan sistem saraf otak (gangguan neuropsikiatrik) pada penyakit hati akibat
zat-zat yang bersifat toksik. Perjalanan klinis koma hepatik dapat subklinis,
2
apabila tidak begitu nyata gambaran klinisnya dan hanya dapat diketahui dengan
cara-cara tertentu. Prevalensi ensefalopati hepatik subklinis berkisar antara 30%
sampai 88% pada pasien sirosis hati (Zubir, 2006).
3
BAB II. STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Umur : 73 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Jl. Manggar VIII RT 1/1 Jember
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Sudah Menikah
Pendidikan : III SD
Pekerjaan : Petani, Jasa Mencuci
Tanggal masuk RS : 2 Januari 2011
Tanggal pemeriksaan : 14 Januari 2011
Tanggal keluar RS : 15 Januari 2011
No. RM : 31 90 80
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Muntah
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan muntah sejak kurang lebih 2 hari
yang lalu (H1 MRS). Muntah 1x / hari. Volume kurang lebih 1 gelas air
mineral. Kurang lebih 1 hari yang lalu pasien muntah dengan volume dan
frekuensi yang sama. Muntahnya tidak ada darahnya. Pasien juga merasa
mual. Sebelumnya, kurang lebih 15 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri
perut. Nyeri perut berupa nyeri tumpul atau sebah. Selain itu, perut pasien
mulai membesar, membesar perlahan-lahan Pasien juga mengeluhkan
nyeri kepala, linu pada kaki, dan badan menjadi kuning. Pasien sempat
dirawat di puskesmas. BAB sehari 1-2 kali, berwarna hitam seperti petis,
konsistensi lembek, tidak ada lendir. BAK berwarna coklat seperti teh.
Nafsu makan menurun, sehari hanya sekitar makan 1 kali perhari sebanyak
4
2 sendok makan karena setelah makan perut menjadi tidak nyaman. Pasien
juga merasakan gatal di perut, tangan, dan mukanya. Pasien kadang sesak,
tidak batuk, badan tidak demam, tidak ada gusi berdarah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama.
4. Riwayat Pengobatan
a. Pasien sering mengkonsumsi jamu-jamuan, misalnya temulawak.
b. Jika pasien panas, pasien biasa membeli obat panas di warung, tetapi
pasien tidak ingat nama obat.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
6. Riwayat Sosial Ekonomi Dan Lingkungan
Pendidikan terakhir pasien adalah III SD, sehari-hari pasien bekerja
sebagai petani dan jasa pencucian. Pendapatan pasien berkisar 80.000
rupiah sebulan.
Rumah pasien berukuran kira-kira 8x5 meter, terdiri dari 1 kamar
tidur, ruang tamu dan dapur. Rumah pasien berlantaikan tanah. Jendela
rumah berjumlah satu. Pasien dan keluarga menggunakan sumur untuk
kebutuhan mandi dan mencuci serta sebagai sumber air untuk dikonsumsi.
Air minum sehari-hari yang berasal dari sumur selalu dimasak hingga
mendidih sebelum dikonsumsi. Pasien mempunyai kamar mandi dan WC,
namun, yang menggunakan hanya keluarganya, pasien sendiri buang air
besar di sungai.
Kesan : keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan kurang
7. Riwayat Gizi
Pasien makan 2-3 kali dalam sehari. Menu yang sering dikonsumsi
berupa nasi, lauk pauk (tahu, tempe, ikan asin) dan sayur. Selama sakit,
5
nafsu makan menurun, sehari makan 1 kali (pagi saja) dan setiap kali
makan hanya sekitar 2 sendok dengan menu berupa nasi, ikan asin,
sayuran kubis.
Kesan : asupan gizi kurang
8. Riwayat Kebiasaan
- pasien bukan peminum alkohol
- pasien sering mengkonsumsi obat panas dan jamu temulawak.
ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem Serebrospinal : nyeri kepala
b. Sistem Kardiovaskular : tidak ada keluhan
c. Sistem Pernafasan : kadang merasa sesak napas
d. Sistem Gastrointestinal : Muntah dalam 2 hari, 1x / hari dengan volume
kurang lebih 1 gelas air mineral, tidak ada darah. Sebelumnya, kurang lebih 15
hari yang lalu pasien mengeluh nyeri perut tumpul atau sebah, membesar
perlahan-lahan. BAB sehari 1-2 kali, berwarna hitam seperti petis, konsistensi
lembek, tidak ada lendir. Nafsu makan menurun.
e. Sistem Urogenital : kencing lancar, warna coklat seperti teh, tidak ada
nyeri BAK
f. Sistem Integumentum : kulit badan menjadi kuning dan gatal
g. Sistem Muskuloskeletal: nyeri pada kedua kaki
Kesan : Pada anamnesis sistem ditemukan nyeri kepala, perut tambah
besar, nyeri, sebah, kembung, mual, nafsu makan turun, BAB lembek
sehari 1-2 kali berwarna hitam seperti petis. BAK lancar warna seperti teh.
Nyeri pada kedua kaki. Kulit badan kuning dan gatal. Pasien juga kadang
sesak.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum :
1. Keadaan umum : Lemah
6
2. Kesadaran : Apatis
3. Tanda – tanda vital :
- Tekanan darah : 140/100 mmHg
- Nadi : 68 x/menit
- Temperatur : 36,5 ºC
- Respiration Rate : 20 x/menit
4. Gizi : kurang
BB = 64 kg; TB = 156 cm
IMT = 26.29
5. Kulit : tidak tampak pelebaran vena kolateral (caput medusa)
pada daerah perut, tidak terdapat eritema palmaris, tidak ada spider nevi,
turgor kulit normal, tidak ada ptekie
6. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran limfe colli, aksila, dan
Inguinal
7. Otot : Tidak terdapat atrofi otot
8. Tulang : Tidak ada deformitas
Kesan : apatis, hipertensi derajat I, obesitas
b. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk : bulat, simetris
Rambut : hitam, lurus, pendek, mudah dicabut
Mata
- Konjungtiva : anemis -/-
- Sklera : ikterik -/-
- Refleks pupil : normal, pupil isokor Ө 3mm/3 mm, refleks cahaya +/+
- Sekret : (-)
Telinga : sekret (-), perdarahan (-)
Hidung : tidak terdapat sekret, tidak terdapat perdarahan, napas
400 mg/ hari dalam jangka panjang, ciprofloksasin 750 mg/1x/minggu,
cotrimoksazol 2x2 / 5 hari/minggu. Pengobatan selanjutnya dapat
berdasarkan hasil kultur dan dan tes kepekaan antibiotik cairan asites.
4. Sindroma Hepatorenal
Umum: - Diet tinggi kalori rendah protein
- Koreksi keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa
- Hindari OAINS
- Peritonitis bakterial spontan harus segera diobati adekuat
- Hindari terjadinya ensefalopati hepatik
Medikamentosa: - vasodilator, dopamin dipakai luas tapi belum ada bukti
- Vasokonstriktor
- Octreotide
- Terlipresin
Invasif: - Transplantasi hepar
- TIPS
- Ekstrakorporeal dialisis.1,4,6
8. PROGNOSIS
Sirosis hati adalah kondisi yang irreversibel, namun sangat mungkin fibrosis
hati pada masa mendatang reversibel, sehingga konsep irreversibel tidak absolut.
Pada penderita sirosis hepatis kompensata akan menjadi dekompensata dengan
angka sekitar 10% per tahun. Sedangkan pada sirosis hepatis dekompensata
mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun hanya sekitar 20%. Asites adalah
tanda awal adanya sirosis hati dekompensata. Klasifikasi Child-pugh berkaitan
dengan kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk pasien dengan Child-pugh 1, 2,
3 berturut-turut 100%, 80% dan 45 %.1
Penderita sirosis hepatis dengan peritonitis bakterial spontan mempunyai
angka ketahanan hidup satu tahun sekitar 30-45% dan yang mengalami
41
ensefalopati hepatik angka ketahanan hidup satu tahun sekitar 40%. Prognosis
menjadi tidak baik jika terdapat:
a. Ikterus menetap dengan kadar bilirubin darah > 1,5mg%
b. Ascites refrak (kadar albumin rendah)
c. Kesadaran menurun/ ensefalopati hepatik (komplikasi neurologi)
d. Hati mengecil
e. Perdarahan
f. Kadar protrombin rendah
g. Kadar Na+ rendah (<120)
ENSEFALOPATI HEPATIKUM
1. DEFINISI DAN GEJALA KLINIS
Ensefalopati hepatikum (Koma hepatikum) merupakan sindrom
neuropsikiatri yang ditandai dengan kekacauan mental, perubahan fungsi kognitif,
tremor otot, dan flapping tremor yang disebut asteriksis. Terdapat 4 stadium,
yaitu:
1. Stadium I
Tidak begitu jelas dan sulit diketahui.
Terjadi sedikit perubahan kepribadian dan tingkah laku, termasuk
penampilan tidak terawat baik, pandangan mata kosong, bicara tidak jelas,
tertawa sembarangan, pelupa, tidur lebih lama dari biasanya atau irama
tidur terbalik.
2. Stadium II
Terjadi perubahan perilaku dan pengendalian sfingter tidak dapat
dipertahankan.
Temuan yang khas : kedutan otot generalisata dan asteriksis (bila pasien
disuruh mengangkat kedua lengannya dengan lengan atas difiksasi,
pergelangan tangan hiperekstnsi, dan jari-jari terpisah menyebabkan
gerakan fleksi dan ekstensi involuntar cepat dari pergelangan tangan dan
sendi metakarpofalang).
42
Apraksia konstitusional penderita tidak dapat menulis atau
menggambar dengan baik seperti menggambar bintang.
3. Stadium III
Dapat mengalami kebingungan yang nyata dengan perubahan perilaku.
Dapat tidur sepanjang waktu.
Elektroensefalogram mulai berubah pada stadium II dan menjadi abnormal
pada stadium III dan IV.
4. Stadium IV
Masuk ke dalam koma yang tidak dapat dibangunkan sehingga timbul
refleks hiperaktif dan tanda Babinsky.
Fetor hepatikum bau apek yang manis dapat tercium pada napas
penderita atau bahkan waktu masuk ke kamarnya. Hal ini merupakan tanda
prognosis yang buruk dan intensitasnya berhubungan dengan derajat
somnolensia dan kekacauan.
Stadium Kesadaran Kognitif Behaviour Fungsi
Motorik
Test
Psikomotorik
EEG Kadar
amonia
darah
(µg/dl)
0-1
(subklinis)
Normal Normal Normal Normal Lambat No
Abnormalitas
Frek (8-12,5
siklus/dtk)
< 150
1 Gangg
Tidur
Gangg
Atensi
Gangg
Mood
Diskoordinasi Sangat
Lambat
VEP + P300+
(7-8 siklus/
dtk)
151-
200
2 Letargi Gangg
Memori
Disinhibisi Asterixis Sangat Jelek Deceleration
(5-7 siklus/
dtk)
201-
250
3 Bingung,
Delirium
Semistupor
Disorientasi
Inkoherent
Amnesia
Aneh
“marah-
marah”
Paranoid
Kejang
Abnormal
reflex
Nistagmus
Babinski
- Phase
“waves”
(3-5 siklus/
dtk)
251-
300
4 Coma Hilang Hilang Papil Dilatasi
Dekortikasi/
- Delta activity
(3 siklus/ dtk
>300
43
Deserebrasi atau negatif)
Pasien ini didapatkan ensefalopati hepatikum derajat 2.
2. PATOGENESIS
Patogenesis koma hepatikum sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Hal ini
disebabkan karena:
1) Masih terdapatnya perbedaan mengenai dasar neurokimia/neurofisiologis
2) Heterogenitas otak baik secara fungsional ataupun biokimia yang berbeda
dalam jaringan otak
3) Ketidakpastian apakah perubahan-perubahan mental dan penemuan
biokimia saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Sebagai konsep umum dikemukakan bahwa koma hepatik terjadi akibat
akumulasi dari sejumlah zat neuro-aktif dan kemampuan komagenik dari zat-zat
tersebut dalam sirkulasi sistemik.
Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan pada patogenesis koma hepatik antara
lain:
1) Hipotesis Amonia
Amonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradasi protein
dalam lumen usus dan dari bakteri yang mengandung urease. Dalam hati
ammonia diubah menjadi urea pada sel hati periportal dan menjadi
glutamin pada sel hati perivenus, sehingga jumlah amonia yang masuk ke
sirkulasi dapat dikontrol dengan baik. Glutamin juga diproduksi oleh otot
(50%), Hati, ginjal, otak (7%). Pada penyakit hati kronis akan terjadi
gangguan metabolisme amonia sehingga terjadi peningkatan konsentrasi
amonia sebesar 5-10 kali lipat.
Amonia secara invitro mengubah loncatan (fluk) klorida melalui
membrane neural dan akan mengganggu keseimbangan potensi aksi sel
saraf. Di samping itu, amonia dalam proses detoksikasi akan menekan
eksitasi transmitter asam amino, asam aspartat, dan glutamat.
2) Hipotesis Toksisitas Sinergik
44
Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia
seperti merkaptan, asam lemak rantai pendek (oktanoid), fenol. Merkaptan
yang dihasilkan dari metionin oleh bakteri usus berperan menghambat
NaK-ATP-ase. Oktanoid menyebabkan gangguan oksidasi, fosforilasi,
penghambatan komsuksi oksigen, dan penekanan aktivitas NaK-ATP-ase.
Fenol sebagai hasil metabolism tirosin dan fenilalanin dapat menekan
aktivitas otak dan enzim hati monoamin oksidase, laktat dehidroginase,
suksinat dehidroginase yang mengakibatkan koma hepatikum.
3) Hipotesis neurotransmitter palsu
Pada keadaan gangguan fungsi hati, neurotransmitter otak
(dopamine dan noradrenalin) diganti oleh neurotransmitter palsu
(oktapamin dan feniletanolamin). Hal ini dipengaruhi oleh:
a) bakteri usus terhadap protein sehingga terjadi peningkatan produksi
oktapamin yang masuk ke sirkulasi otak;
b) pada sirosis akan terjadi penurunan asam amino rantai cabang (valin,
leusin) yang mengakibatkan peningkatan asam amino aromatic
(tirosin, fenilalanin, dan triptofan) karena penurunan hepatic-uptake.
4) Hipotesis GABA dan Benzodiazepin
Terjadi penurunan transmitter yang memiliki efek merangsang
seperti glutamate, aspartat, dopamine sebagai akibat meningkatnya amonia
dan GABA yang menghambat transmisi impuls. Efek GABA yang
meningkat akibat suatu substansi yang mirip benzodiazepin.
3. PENATALAKSANAAN
a. Ensefalopati hepatik akut
- Identifikasi faktor presipitasi
- Pertahankan keseimbangan kalori cairan dan elektrolit
- Pengosongan usus dari bahan nitrogen dengan cara hentikan obat-
obatan yang mengandung nitrogen, hentikan perdarahan dan lakukan
enema tinggi/magnesium sulfat.
- Diet rendah protein 0,5 gram/kgBB/hari
- Sterilisasi usus dengan kanamicin oral selama 1 minggu
45
- Hentikan pemberian diuretika dan evaluasi kadar elektrolit serum
- Pemberian AARC
b. Ensefalopati hepatik kronik
- Diet rendah protein (40-50 g/hari), usahakan AARC (asam amino
rantai cabang)
- Hindari obat-obatan yang mengandung nitrogen
- Laktulosa 3x 10-30 ml/ hari menurunkan pH feses bila
difermentasi menjadi asam organik oleh bakteri di kolon.
- usahakan BAB 2x/hari
46
DAFTAR PUSTAKA
Chung RT, Podolsky DK. Cirrhosis and Its Complications. In : Fauci, et all, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. New York : United States Copyright Act. 2008. Chap. 289, p. 1971-80
Crawford, James M. Hati dan Saluran Empedu. Dalam: Kumar, Cotran, dan Robbins. Buku Ajar Patologi, Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007. p671-90
Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati. Dalam: Sudoyo, Aru dkk, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan FK UI Jakarta; 2006.p 443-46
Setiawan, Kusumobroto, Oesman, Adi, Nusi, Purbayu. Sirosis Hati. Dalam: Tjokoprawiro A., Setiawan PB, Santoso D, Soegiarto G. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Pusat Penerbitan FK Airlangga; 2007.p 129-36
Sihombing H. 2010. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21179/4/Chapter%20II.pdf.
Sutadi, Sri Maryani. 2003. Sirosis Hepatitis Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara. [serial online] 16 Januari 2011. Available from : http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf .
Zubril, Nasrul. Koma Hepatikum. Dalam: Sudoyo, Aru dkk, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan FK UI Jakarta; 2006.p 449-51