Top Banner

of 30

Sinusitis Maksilaris Baru

Jul 22, 2015

Download

Documents

Dex Septiawan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I PENDAHULUAN Hidung dan sinus paranasalis merupakan struktur berongga dalam cranium yang berhubungan satu sama lain. Kedudukan dan hubungan cavum nasi dengan sinus paranasalis serta terhadap organ di sekitarnya (orbita, gigi, fossa cranii media dll) sangat penting dalam menjelaskan patofisiologi penyakit di bidang THT.1 Sinus paranasalis sendiri terbentuk melalui suatu proses pneumatisasi tulangtulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Secara embriologis, sinus paranasalis berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung sehingga memiliki lapisan mukosa yang sama dengan rongga hidung yaitu epitel torak bertingkat semu bersilia yang mengandung sel- sel goblet. Mukosa ini berperanan dalam mekanisme pertahanan terhadap infeksi melalui produksi palut lendir dan daya pembersihan mukosa. Ada empat pasang sinus paranasalis mulai dari yang terbesar, yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. Sinus maksilaris dan sinus ethmoidalis sudah terbentuk sejak lahir, sehingga kedua sinus ini sering terlibat dalam sinusitis di masa kanak-kanak 1 Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis maksila paling sering ditemukan, kemudian diikuti oleh sinusitis ethmoidalis, sinusitis frontalis dan sinusitis sphenoidalis. Hal ini disebabkan sinus maksila merupakan sinus paranasalis terbesar yang apabila mengalami infeksi akan lebih jelas menimbulkan gangguan. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), infeksi pada gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Letak ostium sinus letaknya lebih tinggi dari dasar menyebabkan drainase sinus hanya tergantung pada gerakan silia, disamping itu letak ostium yang berada di meatus nasi media, sekitar hiatus semilunaris yang sempit juga menyebabkan ostium sering tersumbat. Secara klinis, sinusitis dibagi menjadi dua yaitu sinusitis akut dan sinusitis kronik.1 Faktor predisposisi terjadinya sinusitis baik akut maupun kronik diantaranya obstruksi mekanik pada hidung, infeksi saluran nafas atas, rhinitis kronik dan alergi.

1

Disamping itu faktor lingkungan juga dapat berpengaruh antara lain: lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia. Kuman penyebab tersering adalah streptokokus atau stafilokokus, infeksi akibat penjalaran gigi maka kuman penyebabnya adalah bakteri anaerob. 1 Diagnosa sinusitis maksilaris ditegakkan melalui anamnesis yang tepat pemeriksaan status lokalis (THT), serta pemeriksaan penunjang lainnya untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain dengan gejala sama ataubahkan untuk mencari penyebab terjadinya sinusitis tersebut. 1 Penanganan yang diberikan antara lain antibiotika golongan penicillin, dekongestan local berupa tetes hidung, mukolitik dan analgetik.1

BAB II

2

SINUSITIS MAKSILARIS 2.1. Anatomi Sinus Maksila Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml saat dewasa.1 Sinus maksilaris berbentuk pyramid dengan basis di medial yaitu dinding lateral cavum nasi dan apeknya pada prosesus zygomaticus ossis maxillaris. Atap sinus dibentuk oleh dasar orbita sedangkan dasar sinus merupakan prosesus alveolaris ossis maxillaries. Dinding anteriornya memisahkan sinus dengan fasies, sedangkan dinding posteriornya memisahkan dengan fossa pterigopalatina.1,2 Sinus maksilaris disebut juga antrum High-more, merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena 1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, 2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksilaris hanya tergantung dari gerakan silia, 3) dasar sinus maksilaris adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), hanya dipisahkan dengan lamina tulang yang sangat tipis dan bahkan sama sekali tidak dipisahkan oleh tulang, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik keatas menyebabkan sinusitis, 4) ostium sinus maksilaris terletak dimeatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat oleh karena drainase kurang baik. 5) Sinusitis maksilaris dapat menimbulkan komplikasi orbita melalui duktus nasolakrimalis.1,2

3

Gambar 1. Sinus Paranasalis. Sumber: Clinical Anesthesiology 6th edition(2006).3 Sinus maksilaris bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui hiatus semilunaris yang sempit. Simon berpendapat bahwa ostium sinus maksilaris berupa satu saluran karena dia menemukan ukuran dari ujung medial sampai lateral lebih panjang 3 mm dari panjang rata-rata 5,55 mm. Hal ini penting karena berhubungan dengan patofisiologi terjadinya sinusitis maksilaris, dimana drainasenya mengandalkan pergerakan silia pada dinding sinus.2 Vaskularisasi sinus maksilaris sebagian besar berasal dari a. maksilaris dan cabang-cabangnya yang menembus tulang sinus. Drainase vena pada sinus mulai v.maksilaris dan v.facialis anterior menuju v.jugularis interna. Selain itu v.maksilaris juga menuju pleksus pterygoid. Sedangkan drainase cairan limfe ke limfonodi submandibular.2 Sinus maksilaris mendapat inervasi dari n. infraorbital, n. maxillaries (n.V2). Inervasi sekretomotorik mukosa sinus berasal dari nucleus intermediate n.fascialis. Membran mukosa sinus menerima inervasi dari postganglionik parasimpatetik untuk sekresi mukus.2 2.2. Fisiologi Sinus Maksila. Beberapa teori menyebutkan sinus paranasalis mempunyai fungsi sebagai berikut : mengurangi berat cranium, resonansi udara dan mempengaruhi kualitas suara,

4

penahan suhu (termal insulator), pengatur kondisi udara (air conditioning), mempengaruhi gaya berat pada saat mengunyah ke arah lateral sehingga tekanan tidak langsung mengenai orbita, sebagai peredam perubahan tekanan udara seperti pada saat bersin atau membuang ingus, membantu produksi mukus untuk membersihkan partikel yang masuk bersama udara inspirasi ke dalam sinus.1 2.3 Definisi sinusitis Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinusitis maksilaris adalah peradangan atau inflamasi pada mukosa sinus maksilaris.2 2.4. Klasifikasi Berdasarkan konsensus pada Internasional Conference of Sinus Disease, sinusiti maksilaris dibagi menjadi 2 yaitu ; 2, 3 1. Sinusitis maksilaris akut Sinusitis maksilaris akut adalah infeksi sinus maksilaris yang berlangsung selama 7 hari sampai 8 minggu, dengan episode serangan kurang dari 4 kali dalam setahun dan setelah diberikan terapi optimal , mukosa sinus akan kembali normal. 2. Sinusitis maksilaris kronis Sinusitis maksilaris kronis adalah infeksi sinus yang berlangsung lebih dari 8 minggu sampai jangka waktu yang tidak terbatas, dengan episode serangan lebih dari 4 kali dalam setahun dan walaupun diberikan terapi yang optimal, mukosa tetap abnormal sehingga harus dibuang lewat pembedahan.

5

2.5. Etiologi dan Faktor Predisposisi Dalam keadaan fisiologis, sinus dalam keadaan steril. Etiologi dari sinusitis maksilaris yakni Virus, bakteri atau infeksi jamur dari saluran pernafasan: 2, 4 a. Virus Virus merupakan penyebab tersering sinusitus maksilaris akut.8 Virus yang didapat dari hasil kultur kavum sinus diantaranya : rhinovirus, virus influenza A dan B, coronavirus, respiratory syncytial virus, adenovirus, enterovirus, and virus parainfluenza. Umumnya sinusitis maksilaris akibat virus gejalanya ringan dan jarang datang untuk berobat. b. Bakteri Infeksi bakteri sering menjadi komplikasi dari infeksi virus, superinfeksi ini dapat terjadi sepanjang perjalanan infeksi virus pada saluran nafas atas. Bakteri yang sering ditemukan pada sinusitis akut diantaranya : Pneumococcus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis dan Staphylococcus aureu,streptokokus lain, dan anaerobes juga dapat dtemukan. Sedangkan pada sinusitis kronis biasanya ditemukan infeksi campuran oleh berbagai macam mikroba seperti kuman aerob S.aureus, S.viridans, H.influenza dan kuman anaerob Peptostreptokokus dan Flusobakterium. Resistansi bakteri sangat penting dalam mempengaruhi terapi antimikroba yang dapat diberikan.8 Streptokokus yang resisten terhadap penicillin diperkirakan 25% sampai dengan lebih dari 50% dan resistensi pneumokokus terhadap makrolide dapat mencapai 31%. c. Jamur Jamur dapat berkoloni pada sinus paranasal menyebabkan sinusitis akut maupun kronis, namun jarang pada pasien yang imunokompeten.8,9 Pada pasien dengan gangguan imunitas dan diabetes, sering didapatkan Aspergillus dan zygomicoses serta jamur lain seperti : phaeohyphomycosis, Pseudallescheria, dan hyalohyphomycosis.

6

Faktor predisposisi sinusitis maksilaris yakni: 2,4 a. Penularan dari infeksi sinus di dekatnya, seperti faringitis, tonsilitis atau radang pada gigi geraham atas (odontogen). b. Rhinitis alergi dan rhinitis kronik. Pada keadaan ini terjadi hipersekresi cairan mukus yang dapat menyumbat osteum sinus dan menjadi media bagi pertumbuhan kuman c. Obstruksi mekanik seperti kelainan septum (spina septum, deviasi septum, dislokasi septum), hipertropi konka media, benda asing dalam hidung, polip dan tumor di rongga hidung akan menyebabkan salah satu atau kedua rongga hidung menjadi lebih sempit d. Trauma kapitis yang melibatkan sinus maksilaris. e. Polusi udara. Kasus odontogen bisa disebabkan oleh: 2.4 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Granuloma pada akar gigi sebagai fokal infeksi yang menuju sinus maksilaris. Ekstrasi gigi yang menyebabkan akar gigi masuk ke dalam sinus. Tindakan yang menyebabkan akar gigi masuk ke dalam sinus. Adanya alat yang merusak lapisan epitel sinus. Tindakan pada gigi impaksi M3, bicuspid atau yang masuk kedalam sinus. Fraktur prosesus maksilaris yang melibatkan beberapa gigi sehingga sinus terbuka. Adanya radicular cyst yang menyangkut kedalam sinus. Adanya dry socket akibat pencabutan gigi, dimana socketnya tidak terisi bekuan darah, sehingga mudah kemasukan sisa makanan yang menyebabkan infeksi dan menjalar ke dalam sinus. 9. Abses akar gigi yang mengalami gangren.

7

2.6. Patofisiologi Sinus paranasalis mempunyai sistem pertahanan terhadap infeksi. Mekanisme pertahanan tersebut didapat dengan adanya daya untuk menghancurkan kuman oleh lisozim. Lisozim yang terdapat pada lapisan mukus bersifat destruktif terhadap sebagian bakteri. Mekanisme pertahanan yang lain diperoleh dari daya gerak silia. Sistem pertahanan sinus paranasalis dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu:2 1. Transport mukosilia Seperti mada mukosa hidung, didalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir (mucous blanket) diatasnya. Didalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Kuman atau benda asing yang masuk ke dalam sinus akan diselubungi oleh mucous blanket, kemudian gerakan silia akan mengalirkan ke arah ostium dan akhirnya keluar. Apabila gerakan silia mengalami gangguan maka drainase sinus akan terganggu sehingga terjadi penimbunan mukus. Lendir yang berasal dari sinus maksilaris yang bergabung di infundulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara Tuba Eustachius. Inilah sebabnya pada sinusitis didapatkan sekret pasca nasal ( post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret dirongga hidung. 2. Ostium sinus. Ostium merupakan titik paling lemah dari mekanisme pertahanan sinus. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus sehingga drainase dan ventilasi kurang baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit, infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksilaris dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

8

3.

Pertukaran O2. Pertukaran O2 sering terganggu pada pembentukan ostium. Kadar O2 dalam sinus mempunyai hubungan dengan ukuran dan terbukanya ostium. Bila ostiumnya tersumbat, kadar O2 akan berkurang sehingga aktivitas mukosilia juga berkurang.

4.

Peredaran darah dalam mukosa sinus. Absorbsi oksigen terjadi secara perfusi dan jumlahnya tergantung dari jumlah darah pada daerah tersebut. Adanya gangguan peredaran darah dalam sinus akan menyebabkan gangguan absorbsi oksigen. Komplek osteomeatal terdiri dari infundibulum ethmoid yang terdapat di belakang prosesus uncinatus, resesus frontalis, bula ethmoid dan sel-sel ethmoid anterior dengan ostiumnya dan osteum sinus maksila merupakan faktor yang sangat menentukan dalam patofisiologi sinusitis paranasalis. Struktur ini mempunyai lebar hanya beberapa millimeter, sehingga merupakan celah yang amat sempit dan ditutup oleh permukaan mukosa yang saling berhadapan dan bahkan kadang-kadang saling menempel, seperti leher botol. Bila terjadi edema, mukosa yg berhadapan akan saling bertemu, shg silia tak dapat bergerak dan lendir tak dapat dialirkan. Terjadi gangguan drainase dan ventilasi dari sinus maksila dan frontal sehingga aktifitas silia terganggu dan terjadi genangan lendir. Lendir menjadi lebih kental, media yang baik bagi bakteri patogen. Bila edema lama akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, bakteri anaerob akan berkembang biak dan terjadi kerusakan silia.Bila proses berlanjut dapat terjadi perubahan jaringan mis. jaringan polipoid, hipertrofi, polip, kista. 2.7. Gejala dan Tanda 2.7.1 Sinusitis maksilaris akut Gejala objektif sinusitis maksilaris akut meliputi gejala sistemik dan lokal. Gejala sistemik berupa demam sampai menggigil, malaise, lesu serta nyeri kepala terutma pada sisi yang sakit. Gejala lokal dapat berupa rasa nyeri tumpul dan menusuk di daerah pipi atau di bawah kelopak mata yang bisa menyebar ke alveolus sehingga

9

sering dikelirukan sebagai sakit gigi. Nyeri alih lain bias juga dirasakan di dahi dan di depan telinga. Nyeri semakin berat jika kepala digerakkan secara mendadak, misalnya sewaktu naik turun tangga. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk bahkan bercampur darah. Batuk serta kurangnya sensitifitas dalam merasakan rasa dan bau. 2 Gejala subjektif didapatkan melalui pemeriksaan fisik, pada inspeksi di dapatkan pembengkakan di daerah muka yaitu pipi dan kelopak mata bawah. Pada palpasi dan perkusi di daerah tersebut akan terasa nyeri. Dengan rhinoskopi anterior akan tampak mukosa konka hiperemis dan edema serta tampak adanya sekret mukopurulen di meatus nasi media. Pada rhinoskopi posterior tampak sekret mukopurulen di nasofaring( post nasal drip). Dengan pemeriksaan transiluminasi akan tampak gambaran bulan sabit di bawah rongga mata yang menjadi lebih suram/gelap dibandingkan dengan normal.1, 3, 5 2.7.2 Sinusitis Maksilaris Kronis Gejala sinusitis maksilaris kronis umumnya sangat bervariasi. Gejala dapat dirasakan berat sehingga menghalangi penderita untuk bekerja atau dapat ringan tetapi berlangsung lama. Selama eksaserbasi akut, gejala-gejala mirip dengan gejala sinusitis akut, sedangkan di luar masa tersebut akan didapatkan gejala-gejala sesuai dengan faktor predisposisinya, disertai gejala-gejala subjektif yang meliputi ;1,5 a. b. c. d. e. Gejala pada hidung dan nasofaring antara lain sekret hidung berupa pus atau mukopus yang disertai bau busuk, post nasal drip dan epistaksis. Gejala pada faring yaitu rasa tidak nyaman di tenggorokan. Gejala pada telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya tuba eusthachius Rasa nyeri dan sakit kepala. Gejala pada mata yaitu epifora dan konjungtivitis oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

10

f.

Gejala saluran pernafasan berupa batuk dan terdapat komplikasi di paru berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkiale, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis.

g.

Gejala pada saluran pencernaan oleh karena mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.

Kadang-kadang gejala sangat ringan yang mengganggu pasien. Sekret pasca nasal yang terus menerus akan menyebabkan batuk kronik. Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adanya stasis vena. 1,2 Gejala objektif pada sinusitis kronis pada pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut. Pada inspeksi tidak didapatkan pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior didapatkan akibat hipertropi mukosa hidung dan konka mengakibatkan obstruksi hidung. Ditemukan sekret kental purulent dari meatus medius atau meatus superior. Pada rhinoskopi posterior tampak sekret kental purulent di nasofaring atau turun ke tenggorokan (Post Nasal Drip). 1,2 2.8. Diagnosis 2.8.1 Anamnesis. Dicurigai sinusitis akut apabila terjadi infeksi saluran nafas yang menetap dalam 7-10 hari, terutama jika infeksinya berat dan disertai demam tinggi, sekret purulen dari hidung, atau edema periorbital. Batuk pada malam hari adalah gejala nomor 2 tersering atau tanda dari sinusitis yang diikuti oleh rhinitis purulen. Sakit kepala, nyeri wajah atau edema tidak sering ditemukan.2 Gejala dari sinusitis kronik adalah tidak spesifik dan bervariasi. Bila ada demam , suhu badan tidak begitu tinggi. Malaise, cepat lelah dan anoreksia mungkin ada. Sekret dari hidung bervariasi dari tipis sampai tebal, dari serus sampai purulen. Bau mulut dilaporkan lebih sering pada orangtua daripada anak. Obstruksi hidung ditandai dengan bernafas melalui mulut dan adanya nyeri tenggorok.2

11

Beberapa anak kecil dengan sinusitis maksilaris kronik, orang tuanya mungkin menemukan secara kebetulan pada pagi hari, mata yang bengkak dan tanpa rasa nyeri. Anak yang lebih besar mungkin mengeluh hilangnya kemampuan perasa oleh karena hubungannya dengan obstruksi nasal dan anosmia. Gejala pada malam hari mungkin juga termasuk mengorok dan batuk oleh karena hubungannya dengan post nasal drip.2 2.8.2 Pemeriksaan fisik Untuk melihat tanda-tanda klinis dapat dilakukan pemeriksaan antara lain ; 2,7,8 a. b. c. Rhinoskopi anterior, tampak mukosa hidung hiperemis dan edema, terlihat pus pada meatus nasi media. Rhinoskopi posterior, tampak sekret kental di nasofaring (post nasal drip) Transiluminasi. Pada sinus normal tampak gambaran bulan sabit yang terang di bawah mata, dan bila ada sinusitis, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna apabila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan sisi yang normal.

Tabel 1.

Kriteria diagnosis sinusitis

12

Mayor Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Sekret nasal dan post nasal purulen Demam (fase akut) Kongesti nasal Obstruksi nasal Hiposmia atau anosmia

Minor Sakit kepala Batuk Rasa lelah Halitosis Nyeri gigi Nyeri atau rasa tertekan /penuh pada telinga

Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari. Sumber: Boies ET. (2001) 9 2.8.3 Pemeriksaan mikrobiologik dan laboratorium.

Untuk pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius atau meatus superior. Pada sinusitis akut, kemungkinan akan ditemukan bermacammacam bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti Pneumococcus, Sterptococcus, Sthaphylococcus dan H.influenza atau bahkan virus/jamur. Sedangkan pada sinusitis kronis biasanya ditemukan infeksi campuran oleh berbagai macam mikroba seperti kuman aerob S.aureus, S.viridans, H.influenza dan kuman anaerob Peptostreptokokus dan Flusobakterium. 8 Adanya kultur sinus adalah satu-satunya cara definitif untuk mengkonfirmasi diagnosa dari sinusitis yang infeksius. Kultur bisa diperoleh dari meatus nasi media dibawah tuntunan endoskopi atau melalui tehnik punksi. Organisme spesifik dipertimbangkan patogen saat lebih dari 104 koloni terbentuk, spesies-spesies ini timbul pada kultur atau saat hitung jenis PMN lebih dari 5000 ml. 8 Pemeriksaan endoskopi pada sinus maksilaris disebut sinuskopi atau antroskopi. Caranya adalah kanul dan trokar dimasukkan ke dalam antrum melalui dinding lateral meatus nasi inferior dengan memakai anestesi lokal. Kemudian trokar dicabut dan

13

antroskop dimasukkan ke dalam sinus melalui kanul. Apabila dalam sinus masih banyak terdapat cairan maka terlebih dahulu dilakukan irigasi. 8 Pemeriksaan sinoskopi ini untuk mengetahui mukosa masih reversible atau tidak. Pada sinusitis maksilaris kronis dijumpai gambaran mukosa yang menebal, edema atau polipoid dan pada bagian tertentu kemungkinan terjadi fibrosis serta dilapisi oleh sekret berupa pus atau mukopus. 8 Tujuan dilakukan punksi sinus maksilaris selain untuk membantu menegakkan diagnosis juga bertujuan untuk memberikan terapi dengan melakukan irigasi memakai cairan fisiologis. 8 2.8.4 Pemeriksaan radiologi Evaluasi radiologi berguna bila diagnosis sinusitis akut yang meragukan setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan radiologi sinus (posisi waters, Caldwell,lateral dan oblique) mempunyai nilai prediksi 72-96% dalam mendiagnosa sinusitis akut. Posisi waters sendiri mempunyai nilai prediksi yang sama untuk mendiagnosa sinusitis maksilaris. Pada sinusitis maksilaris akut ditemukan penebalan mukosa, air fluid level dan perselubungan sinus. Kelemahan dari pemeriksaan radiologi adalah adanya variasi hasil pemeriksaan, ketidakmampuan untuk membedakan polip atau tumor dan visualisasi yang buruk dari sinus etmoid dan sinus sphenoid. 7,8,9 Pemeriksaan radiologi pada individu dengan sinusitis kronik menunjukkan respon osteoblastik yang mempengaruhi dinding sinus, penebalan mukoperiosteum, perselubungan rongga sinus dan kadang menyempitnya rongga sinus.. Akhir-akhir ini, CT scan banyak digunakan untuk evaluasi preoperative dan MRI untuk membedakan penyebaran orbita dan intrakranial. 7,8,9 2.8.5 Pemeriksaan gigi Infeksi gigi berperanan pada 10% kasus sinusitis maksilaris, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan gigi rahang atas. Penyebab tersering adalah gigi premolar dan molar 1 yang mengalami gangren pulpa, abses pada apeks gigi akibat cabut gigi dan periodontis kronis. 7,8,9

14

2.9 Diagnosis Banding. Diagnosis banding dari sinusitis maksilaris akut adalah : 1. Rhinitis alergi 2. Infeksi gigi geraham atas 3. Benda asing dalam rongga hidung Dignosis banding dari sinusitis maksilaris kronik adalah : 1. 2. 3. Karsinoma sinus maksila Ozaena Benda asing dalam rongga hidung. 2.10 Penatalaksanaan.7 Terapi sinusitis maksilaris umumnya terdiri dari :1,2 1. 2. Istirahat Antibiotika Antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spectrum luas yang relative murah dan aman. Lama pemberian antibiotika yang disarankan oleh beberapa kepustakaan juga bervariasi tergantung kondisi penderita. Pada kasus akut, antibiotika diberikan selama 5-7 hari sedangkan pada kasus kronik diberikan selama 2 minggu hingga bbas gejala selama 7 hari. Antibiotika yang dapat diberikan antara lain: a. b. c. d. e. Amoksisilin 3 kali 500 mg Ampicillin 4 kali 500 mg Eritromisin 4 kali 500 mg Sulfametoksasol TMP Doksisiklin 3.Dekongestan lokal (tetes hidung) atau sistemik (oral) merupakan Alpha adrenergik agonis menyebabkan vasokontriksi, sehingga memperlancar drainase sinus

15

a. b. c. d. 4. 5. Antihistamin

Sol efedrin 1-2 % sebagai tetes hidung Sol.Oksimetasolin HCL 0,05%(semprot hidung untuk Oksimetasolin HCL 0,025%(semprot hidung untuk Tablet pseudoefedrin 3 kali 60mg (dewasa)

dewasa. anak-anak) Analgetika dan antipiretik: parasetamol atau metampiron Antagonis histamine H1 yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H1 sel target. Bekerja dengan menghambat hipersekresi kelenjar mukosa dan sel goblet dan menghambat peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mencegah rinore dan sebagai vasokontriksi sinusoid untuk mencegah hidung tersumbat. Antihistamin berguna untuk mengurangi obstruksi KOM pada pasien alergi yang menderita sinusitis akut. Terapi antihistamin ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada pasien dengan sinusitis akut, karena dapat menimbulkan komplikasi melalui efeknya yang mengentalkan dan mengumpulkan sekresi sinonasal. 6. Mukolitik Secara teori, mukolitik seperti bromehexin atau ambroxol hidroklorida memiliki kelebihan dalam mengurangi sekresi dan memperbaiki drainase. Namun tidak biasa digunakan dalam praktek klinis untuk mengobati sinusitis akut. 7. Tindakan operatif a. Pungsi dan Irigasi sinus maksilaris (antrum wash out) Tujuan dilakukan Irigasi antrum adalah 1) sebagai tindakan diagnostik untuk memastikan ada tidaknya sekret pada sinus maksilaris, 2) untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul didalam rongga sinus maksilaris, 3) memperbaiki aliran mukosiliar, 4) jika dalam waktu 10 hari,

16

penderita tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan dengan terapi konservatif, atau telah didapatkan adanya air fluid level dalam antrum, 5). untuk memperoleh material yang dapat digunakan untuk kultur dan tes sensitifitas. Tindakan ini dapat dilakukan dengan : Mukosa hidung disemprot dengan larutan 10% kokain dan adrenalin 1/1000. kemudian dengan sepotong kapas yang dibasahi dengan larutan yang sama ditempatkan pada meatus inferior. Ditunggu selama 15 menit. Dengan menggunakan trokar (misal Trokar dari Lichwits) dibuat drainase melalui meatus inferior atau celah bukalis gusi menembus fosa insisiva dengan menempatkan ujung trokar pada bagian atas dari meatus nasi inferior, kearah kanthus lateralis 1-1/2 inch dari lobang hidung atau tepi atas daun telinga. Trokar didorong masuk dengan arah sedikit memutar sampai terasa menembus tulang. Trokar dicabut dengan meninggalkan kanul. Dilakukan irigasi antrum dengan larutan salin steril hangat ke dalam antrum maksilaris. Selanjutnya mengalirkan larutan saline hangat, akan mendorong pus ke luar melalui ostium alami ke rongga hidung atau mulut. cairan irigasi ditampung dan dikirim untuk pemeriksaan bakteriologi dan uji kepekaan kuman. Antrum wash out dilakukan lima-enam kali dengan selang waktu 45 hari (2 kali dalam seminggu). Bila tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen, berarti mukosa sinus tidak dapat kembali normal (perubahan irreversible), maka perlu dilakukan operasi radikal. Antibiotika diberikan sesuai dengan pemeriksaan bakteriologi dan tes uji kepekaan.

17

f.

Pembedahan radikal Indikasi pembedahan radikal ini adalah 1) kegagalan respon terapi konservatif yakni sinusitis kronik refrakter terhadap terapi medis yang maksimal terhadap terapi antibiotik, 2) tindakan irigasi terutama pada sinusitis kronik dan persisten dengan mukosa sinus yang irreversible. Sinusitis akut jarang membutuhkan pembedahan, kecuali jika terjadi komplikasi seperti bentukan mukopiokele dengan kecurigaan penyebaran ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan. Terapi radikal dilakukan dengan pembedahan Caldwel-luc, yaitu dengan mengangkat mukosa yang patologis dan membuat drainase sinus.

g.

Pembedahan tidak radikal Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) merupakan tehnik penanganan terkini dari sinusitis oleh karena pembedahan dengan metode Caldwel-luc sudah jarang dipakai. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah KOM yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi sinus dan drainase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami dan mengembalikan fungsi mukosilier. Pendekatan terdahulu untuk membuat saluran nasoantral dalam sinus maksilaris (untuk memfasilitasi gravitasi drainase) adalah tidak efektif, karena pembersihan normal mukosilier adalah satu arah dan melawan gravitasi. Oleh karena itu, pembersihan normal mukosilier tidak akan berubah walaupun telah dibuatkan saluran nasoantral.

2.11 Pencegahan. Pasien dengan rhinitis alergi yang sudah menunjukkan gejala dan tanda dari edema mukosa harus segera diobati karena edema mukos dapat menyebabkan obstruksi

18

sinus yang berperanan untuk terjadinya sinusitis sekunder. Bila adenoid mengalami infeksi, meghilangkan itu berarti eliminasi sarang infeksi dan dapat mengurangi infeksi sinus. Menjaga kebersihan gigi dan mulut adalah salah satu upaya untuk mengurangi resiko terjadinya sinusitis maksilaris odontogen10. 2.12 Komplikasi Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyat setelah ditemukannya antibiotic. Menurut David E. Schuller(1994),komplikasi sinusitis maksilaris jarang terjadi. Dianggap tidak berbahaya kecuali osteomielitis dari maksila superior. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut. Apabila antibiotika diindikasikan, harus diteruskan sampai infeksi reda, tidak kurang dari 10 hari. Komplikasi yang terjadi antara lain : 10 1. Lokal. a. Ostomielitis tulang maksila, dapat menyebabkan timbulnya fistula oroantral. b. Mukokel, yaitu berupa kista yang mengandung mukus terletak di dalam sinus. c. Piokel yaitu mukokel yang terinfeksi. 2. Orbita Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkantinuitatum. Infeksi intra orbita seperti edema palpebra, selulitis orbital, abses subperiosteal, abses orbita dan cavernous sinus trombosis. 3. Intrakranial a. Meningitis akut. b. Epidural c. Subdural abses. d. Abses otak 4. Sistemik

19

a. Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis, nosokomial empyema. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru disebut sinobronkitis. b. Sepsis. c. Empyema. 2.13 Prognosis. Pasien dengan sinusitis maksilaris akut, apabila diobati dengan antibiotika yang tepat biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat, apabila tidak ada respon dalam 48 jam atau gejala makin memburuk, pasien dievaluasi kembali. Prognosis tergantung dari ketepatan serta cepatnya penanganan yang diberikan. Semakin cepat maka prognosis semakin baik. Pemberian antibiotik serta obat-obat simptomatis bersama dengan penanganan faktor penyebab dapat memberikan prognosis yang baik. 9,10 Bedah Sinus Endoskopi Fungsional akan mengembalikan fungsi sinus dan gejala akan sembuh secara komplit atau moderat sekitar 80-90% pada pasien dengan sinusitis kronis rekuren atau sinusitis kronis yang tidak responsif terhadap terapi medikamentosa. 9,10

20

BAB III LAPORAN KASUS 3.1. Identitas. Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Agama Pekerjaan : Wayan Mudiasih : 29 tahun. : Perempuan : Jl. Tukad Banyu Poh Gg.9 No. 3 : Hindu : Wiraswasta

Tanggal Pemeriksaan : 19 April 2010 3.2. Anamnesis. Keluhan Utama: Batuk dan pilek Perjalanan Penyakit: Riwayat penyakit sekarang Penderita datang ke poliklinik THT, karena mengeluh batuk dan pilek. Keluhan ini dirasakan oleh penderita kira-kira sejak dua minggu yang lalu secara bersamaan. kuning dari kedua hidung, dan dirasakan semakin memberat. Menurut penderita sebelum merasakan pusing, hidungnya tersumbat dan dahak yang tidak dapat dikeluarkan. Pada saat pilek, hidung penderita mengaku keluar ingus agak kental berwarna putih kekuningan dan pusing-pusingnya timbul sebagai rasa nyeri kepala berdenyutdenyut terutama di daerah pelipis. Pada saat ini keluhan panas badan disangkal, namun pasien mempunyai riwayat demam sekitar seminggu yang lalu. Penderita mengatakan bahwa penciumannya terganggu terutama saat pilek-pilek tetapi selebihnya tidak. Penderita juga mengaku tidak ada masalah dengan pendengaran maupun penglihatanya. Pasien tidak mengeluh nafasnya berbau.

21

Riwayat penyakit sebelumnya: Penderita mengaku sering menderita keluhan seperti ini kira-kira sejak setahun yang lalu, sekitar 3-4x dalam setahun. Dimana kadang-kadang keluhan ini akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari tanpa pengobatan, tetapi tidak jarang pula penderita harus pergi ke dokter praktek umum untuk mengobati penyakitnya. Riwayat sakit gigi sebelumnya disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, asma dan penyakit jantung disangkal Riwayat pengobatan: Penderita mendapatkan pengobatan saat keluhan seperti batuk pilek muncul dari dokter. Penderita mengaku menerima obat antibiotik dan beberapa obat lain namun pasien lupa nama obatnya. Namun sewaktu-waktu keluhan tersebut dapat hilang sendiri tanpa pengobatan. Riwayat penyakit keluarga: Di dalam keluarga penderita hanya penderitalah yang memiliki penyakit seperti itu. Ringkasan Keluhan Telinga Sekret Tuli Tumor Tinitus Sakit Korpus alienum Vertigo Kanan Kiri Hidung Sekret Tersumbat Tumor Pilek Sakit Korpus alienum Bersin Kanan + + + + Kiri + + + Tenggorok Riak Gangguan Suara Tumor Batuk Korpus Alienum Sesak Napas Keterangan + + sengau + -

22

3.3. Pemerikasaan Fisik: Status Present: KU Tekanan Darah Nadi Respirasi Suhu : Baik : 120/70 mmHg : 76 X/ menit : 18 X/ menit. : afebris.

Status Generalis: Kepala Mata Thorax : Normocephali. : Anemis (-/-), ikterus (-/-), Reflek pupil (+/+) : Cor: S1S2 tunggal reguler, murmur (-) Pulmo: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/Abdomen : dalam batas normal Extremitas : dalam batas normal Status THT: TelingaAurikula Liang telinga Discharge Membran tympani Mastoid Tes Pendengaran: Berbisik Weber Rinne Schwabach

KananNormal Lapang Negatif Intak Normal

KiriNormal lapang Negatif intak Normal

HidungHidung luar Cavum nasi Septum Discharge Mukosa Tumor Conca Sinus Choana

Kanan

Kiri

Normal Normal lapang Lapang Tidak ada deviasi Positif Positif (mokopurulen) hiperemis Negatif Kongesti Nyeri tekan positif Sekret positif (Mukopurulen) hiperemis Negatif Kongesti Nyeri tekan positif Sekret positif

Tidak dievaluasi Tidak ada lateralisasi Positif Positif Tidak dievaluasi

TenggorokDispneu Cyanosis Mukosa Negatif Negatif hiperemis Stridor Suara Tonsil Negatif Normal T1/T1 Tenang

23

Dinding belakang Post nasal drip

hiperemis Positif

3.4. Usulan Pemeriksaan Penunjang: - Foto Roentgen posisi waters AP lateral - Kultur sinus

3.5. Resume: Penderita perempuan, 29 tahun, wiraswasta, suku Bali, dating dengan keluhan batuk dan pilek sejak 2 minggu sebelumnya. Keluhan dirasakan semakin memberat disertai pusing, hidung tersumbat disertai keluar ingus berwarna putih kekuningan, suara sengau dan batuk berdahak. Penderita mempunyai riwayat demam sekitar seminggu yang lalu. Penderita mengatakan bahwa penciumannya terganggu terutama saat pilek-pilek tetapi selebihnya tidak. Penderita mengaku sering menderita keluhan seperti ini kira-kira sejak setahun yang lalu, sekitar 3-4x dalam setahun. Dimana kadang-kadang keluhan ini akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari tanpa pengobatan, tetapi tidak jarang pula penderita harus pergi ke dokter praktek umum untuk mengobati penyakitnya Pemeriksaan fisik didapatkan, status present dan status general dalam batas normal. Status THT didapatkan telinga tenang, hidung didapatkan discharge mukopurulen pada bagian kanan dan kiri, mukosa hiperemis pada kanan dan kiri, choana sekret (+/+), konka kongesti serta ada nyeri tekan pada sinus maksilaris kanan dan kiri, pada tenggorok didapatkan hiperemis pada mukosa dan dinding posterior faring serta ditemukan Post Nasal Drip.

3.6. Diagnostik banding - Rhinitis Alergi - Rhinitis vasomotor

24

3.7. Diagnosis kerja Sinus maksilaris akut (D dan S). ec. Sup. rinogen.

3.7. Terapi: Medikamentosa: Amoksisilin 3 X 500 mg. Pseudoeffedrin 3 X 60 mg. Ambroxol 3 X 30 mg. Paracetamol 3 X 500 mg. 3.8 Prognosis Pasien dengan sinusitis maksilaris akut, apabila diobati dengan antibiotika yang tepat biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat, apabila tidak ada respon dalam 48 jam atau gejala makin memburuk, pasien dievaluasi kembali. Prognosis tergantung dari ketepatan serta cepatnya penanganan yang diberikan. Semakin cepat maka prognosis semakin baik. Pemberian antibiotik serta obat-obat simptomatis bersama dengan penanganan faktor penyebab dapat memberikan prognosis yang baik.

BAB IV PEMBAHASAN

25

Sinus maksilaris merupakan sinus yang paling besar dan paling sering mengalami infeksi atau peradangan dibanding sinus lainya. Hal ini disebabkan oleh karena berbagai faktor yaitu: 1) Sinus maksilaris merupakan sinus paranasalis terbesar. 2) Letak ostium sinus lebih tinggi daripada dasarnya sehingga drainase sekret dari sinus maksilaris hanya tergantung dari gerakan silia saja. 3) Dasar dari sinus maksilaris adalah juga merupakan dasar dari akar gigi (prosesus alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. 4) Ostium sinus terletak pada meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat. Pada laporan kasus ini, seorang perempuan berumur 29 tahun, suku Bali, wiraswasta, datang dengan keluhan batuk dan pilek sejak 2 minggu sebelumnya. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik ditegakkan diagnosis Sinus maksilaris akut (D dan S). ec. Sup. rinogen. Dengan diagnosa banding rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, dan infeksi saluran pernafasan atas. Dari anamnesis didapatkan keluhan batuk dan pilek dirasakan semakin memberat disertai pusing, hidung tersumbat disertai keluar ingus berwarna putih kekuningan, suara sengau dan batuk berdahak. Penderita mempunyai riwayat demam sekitar seminggu yang lalu. Penderita mengatakan bahwa penciumannya terganggu terutama saat pilek-pilek tetapi selebihnya tidak. Penderita mengaku sering menderita keluhan seperti ini kira-kira sejak setahun yang lalu, sekitar 3-4x dalam setahun. Dimana kadang-kadang keluhan ini akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari tanpa pengobatan, tetapi tidak jarang pula penderita harus pergi ke dokter praktek umum untuk mengobati penyakitnya Pemeriksaan fisik didapatkan, status present dan status general dalam batas normal. Status THT didapatkan telinga tenang, hidung didapatkan discharge mukopurulen pada bagian kanan dan kiri, mukosa hiperemis pada kanan dan kiri, choana sekret (+/+), konka kongesti serta ada nyeri tekan pada sinus maksilaris kanan dan kiri, pada tenggorok didapatkan hiperemis pada mukosa dan dinding posterior faring serta ditemukan Post Nasal Drip. Penderita menyangkal penyakit lainya seperti alergi, asma, diabetes dan penyakit jantung.

26

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara keseluruhan yang didapat pada pasien, dengan kriteria diagnosis sinusitis Boies ET. (2001), ditemukan 5 kriteria mayor yakni nyeri tekan daerah muka, sekret nasal purulen, nasal kongesti, obstruksi nasal, hiposmia dan 2 kriteria minor yakni sakit kepala dan batuk. Disimpulkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan fase akut yakni pilek dan batuk sejak 2 minggu, keluar ingus berwarna putih kekuningan, nyeri tekan pada sinus maksilaris kanan dan kiri. Penderita sering menderita keluhan seperti ini kira-kira sejak setahun yang lalu, sekitar 3-4x dalam setahun. Dimana kadang-kadang keluhan ini akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari tanpa pengobatan ataupun dengan pengobatan. Status THT didapatkan telinga tenang, hidung didapatkan discharge mukopurulen pada bagian kanan dan kiri, mukosa hiperemis pada kanan dan kiri, choana sekret (+/+), konka kongesti serta ada nyeri tekan pada sinus maksilaris kanan dan kiri, pada tenggorok didapatkan hiperemis pada mukosa dan dinding posterior faring serta ditemukan Post Nasal Drip. Salah satu penyebab sinusitis maksilaris adalah rinogen. Etiologi sinusitis maksilaris pada kasus ini kemungkinan besar akibat rhinitis yang berulang. Rhinitis dapat menyebabkan terjadi hipersekresi cairan mukus yang dapat menyumbat osteum sinus. Lendir menjadi lebih kental, media yang baik bagi bakteri pathogen. Genangan lendir ini akan menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi dari sinus maksila Terjadi edema mukosa, Bila edema lama akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, bakteri anaerob akan berkembang biak dan terjadi kerusakan silia. Pada pasien ini, diusulkan dilakukan pemeriksaan penunjang berupa Foto Roentgen posisi waters AP lateral. Pada sinusitis maksilaris akut ditemukan penebalan mukosa, air fluid level dan perselubungan sinus. Diagnosis banding rhinitis alergi disingkirkan karena melalui anamnesis tidak didapatkan bersin berulang saat kontak dengan alergen dan pagi hari. Saat serangan tidak ada keluhan gatal pada hidung dan mata, lakrimasi, serta sekret yang encer. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior pada mukosa dan konka hidung tidak tampak pucat

27

(lucid). Rhinitis vasomotor disingkirkan oleh karena pilek tidak disertai bersin dan tidak memburuk pada pagi hari saat bangun tidur karena adanya perubahan suhu yang ekstrem, udara yang lembab, dan karena adanya asap rokok.1 Penanganan yang dilakukan dengan medikamentosa Amoksisilin 3 X 500 mg sebagai antibiotik. Pseudoeffedrin 3 X 60 mg sebagai dekongestan sistemik yang merupakan Alpha adrenergik agonis menyebabkan vasokontriksi, sehingga memperlancar drainase sinus Ambroxol 3 X 30 mg sebagai mukolitik memiliki kelebihan dalam mengurangi sekresi dan memperbaiki drainase. Paracetamol 3 X 500 mg sebagai analgetik untuk mengurangi nyeri tekan pada wajah Pasien dengan sinusitis maksilaris akut, apabila diobati dengan antibiotika yang tepat biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat, apabila tidak ada respon dalam 48 jam atau gejala makin memburuk, pasien dievaluasi kembali. Prognosis tergantung dari ketepatan serta cepatnya penanganan yang diberikan. Semakin cepat maka prognosis semakin baik. Pemberian antibiotik serta obat-obat simptomatis bersama dengan penanganan faktor penyebab dapat memberikan prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

28

1. Mangunkusumo E, Damayanti S. Sinus Paranasal. Dalam: Supardi EA, Iskandar N, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Ed 5. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2001. p.115 119 2. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam: Supardi EA, Iskandar N, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Ed 5. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2001. p.120-124 3. Anonymous. Anesthesia for Otorhinolaryngological Surgery. In: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology. 6th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2006. p. 837-47 4. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Infections of the Upper Respiratory Tract. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrisons Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 185-93 5. Higler PA. Nose: Applied Anatomy dan Physiology. In: Adams GL, Boies LR, Higler PA, editors. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6th ed. Philadelphia, PA: WB Saunders Company; 1989. p.173-90 6. Sobol SE, Schloss MD, Tewfik TL. Acute Sinusitis Medical Treatment. August 8, 2005. Available from: http://www.emedicine.com. Accessed August 15, 2006 7. American Academy Of Pediatrics Subcommittee on Management of Sinusitis and Committee on Quality Improvement. Clinical Practice Guideline: Management of Sinusitis. Pediatrics 2001 Sep; 108(3):798-808 8. Boies ET. Sinusitis. In: Harwood-Nuss A, Wolfson AB, Linden CA, Shepherd SM, Stenklyft PH. The Clinical Practice of Emergency Medicine. 3rd ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 2001 9. H, Hinthorn D. Sinusitis. January 16,2003. Available from: http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006 10. Suardana W, et al. Rhinologi. Dalam: Suardana W, Bakta M, editor. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Denpasar: Komite Medik RSUP Sanglah; 2000.

29

30