Page 1
fafaSINDROMA GUILLAIN – BARRE
ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab pasti Sindrom Guillain Barre masih menjadi bahan
perdebatan. Dengan melihat keadaan klinis yang mendahului penyakit ini
banyak teori yang dikaitkan dengan penyakit ini seperti:
1. Infeksi:
50% dari penderita mengalami infeksi dalam waktu 10-14 hari sebelum
timbulnya gejala, biasanya pasien mengalami infeksi traktus
respiratorius bagian atas atau gangguan gastrointestinal yang
umumnya disebabkan oleh virus. Bisa juga terjadi pada pasien –
pasien yang terinfeksi measles, mumps, rubella, varicella, Cytomegalo
virus , Coxsackie virus, Echo virus, Ebstein barr virus, herpes
simpleks, adeno virus, virus Influenza, hepatitis B, Mycoplasma,
Salmonella, Campylobacter.1,2,3,4,5,6)
2. Tindakan bedah:
5-10% kasus terjadi setelah tindakan pembedahan, juga setelah
anestesi spinal atau epidural.2,3,5,6)
Gangguan otonom, terlihat pada 25% kasus, biasanya terjadi retensio urin
dengan distensi vesica urinaria, takikardi, tekanan darah yang tidak
beraturan.1,5)
Gejala sensoris biasanya tidak begitu berat bila dibanding dengan gejala
motorik, dan biasanya terdiri dari paresthesia pada kedua tungkai yang
kemudian menyebar ke ekstremitas atas. Juga dijumpai adanya rasa nyeri
tekan otot dan sensitivitas saraf terhadap tekanan.1,5)
1
Page 2
Pada keadaan yang berat, bisa terjadi kegagalan respirasi sebagai
komplikasi yang utama, yang memerlukan tracheostomi dan bantuan
pernafasan.1,3,4,5)
Pada perjalanan penyakitnya terdapat 3 periode yaitu:
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosa GBS yang ditetapkan oleh ad hoc committee of the National
Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS)
pada tahun 1978 yaitu:
1. Kelemahan progresif motorik ekstremitas atas dan atau bawah.
Kelemahan mungkin didahului oleh timbulnya kelemahan refleks
tendon dalam.
2. Tidak ada atau berkurangnya refleks tendon dalam.6)
Keadaan yang meragukan diagnosa yaitu:
1. Kelemahan yang tidak simetris dan menetap.
2. Disfungsi vesica urinaria dan usus yang menetap.
3. Didahului oleh timbulnya disfungsi vesica urinaria dan usus.
4. Pada LCS ditemukan leukosit mononuclear lebih dari 50 per mm3.
5. Adanya leukosit PMN pada LCS.
6. Adanya gejala neurologi yang nyata.6)
1. Antibiotic induced paralysis
Terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah minum obat.
Ganguan pernafasan terjadi sebelum timbulnya kelemahan otot. Juga
sering terjadi ptosis dan internal ophthalmoplegia. Protein LCS
biasanya normal.8)
2. Polymyositis
2
Page 3
Sering terjadi kelemahan pada leher dan tubuh,namun tidak dijumpai
adanya gangguan sensorik. Refleks biasanya normal tapi bisa sedikit
menurun. Tidak ditemukannya disfungsi otonom juga jarang
melibatkan saraf cranial. Sering dijumpai fenomena Raynauds dan
terjadi rash. Tidak ada kenaikan protein LCS. Pada EMG ditemukan
fibrilasi.8)
3. Vasculitis Neuropathy
Terjadi demam, gejala sensoris yang terjadi asimetris begitu juga
kelemahan yang terjadi asimetris. Jarang mengenai saraf cranial, tapi
bila mengenai saraf tersebut biasanya asimetris. Tidak ada kenaikan
protein dalam LCS.8)
4. Poliomyelitis
Kelemahan otot tidak simetris dan sering terdapat atrofi otot. Dijumpai
adanya demam tapi jarang terjadi gangguan sensorik. Pada LCS
ditemukan pleositosis.8)
5. Rabies
Ada demam dan gangguan sensoris biasanya unilateral. Otot kaki
lemas tetapi asimetris. Refleks pada tangan normal. Paresis bulbar
tipe spasme, asimetris dan terjadi hydrophobia. Sering terjadi
gangguan pernafasan dengan tipe pernafasan periodic, irregular. Pada
LCS ditemukan pleositosis.8)
TATALAKSANA PERAWATAN DAN PENGOBATAN
A. Perawatan
Perawatan yang baik dan intensif adalah hal yang paling penting dan
perlu mendapat perhatian khusus, sebab dengan perawatan yang
intensif dan fisioterapi yang baik, maka komplikasi dapat dikurangi
3
Page 4
serta cacat dapat dibatasi dan kesembuhan diusahakan cepat
terjadi.1,2,3)
Perawatan khusus:
1. Pernafasan:
Walaupun pasien masih bernafas spontan, monitoring fungsi
respirasi dengan mengukur kapasitas vital secara regular sangat
penting untuk mengetahui progresivitas penyakit, kapasitas vital
lebih akurat memprediksi gagal nafas daripada analisa gas darah.
Pasien dengan kapasitas vital ,15ml/kg BB disertai peningkatan
PCO2 > 60%, penurunan PO2 < 70% mutlak perlu alat Bantu
nafas. Pasien ini harus dirawat di ICU.1,2,6)
2. Kardiovaskuler:
Monitoring yang ketat terhadap tekanan darah dan EKG sangat
penting karena gangguan fungsi otonom dapat mengakibatkan
timbulnya hipotensi atau hipertensi yang mendadak serta
gangguan irama jantung. Hipotensi dan hipertensi yang
berlangsung sementara tidak perlu diobati, tetapi hipotensi yang
menetap dan mengganggu perfusi ginjal dan otak harus diatasi
dengan pemberian cairan. Hipertensi yang diakibatkan oleh
peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat diberikan propanolol.
Gangguan irama jantung bisa berupa sinus takikardi, sinus
bradikardi, atrial flutter, atrial fibrilasi, bahkan sinus arrest.2,6)
3. Cairan, elektrolit, nutrisi:
Ileus paralitik tekadang ditemukan terutama pada fase akut
sehingga parenteral nutrisi perlu diberikan pada keadaan ini. Pada
sindrom ini juga sering terjadi gangguan sekresi ADH sehingga
perlu diperhatikan pemberian cairan dan elektrolit.2,
4
Page 5
B. PENGOBATAN
Pengobatan meliputi:
imunologik seluler.2)
1. Plasma peresis
Digunakan pada fase akut. Prinsipnya yaitu pertukaran plasma
dan pemisahan komponen plasma yang mengandung antibodi –
antigen, kompleks immune secara kontinu dengan teknik
limfositoferesis. Hasil plasma peresis berhasil memperbaiki
gejala klinis secara cepat. Sebelum dilakukan plasma peresis
perlu dipertimbangkan derajat penyakit, umur, kondisi umum
pasien. Keberhasilan plasma peresis terutama pada usia muda
dan dilakukan pada fase progresif awal sebelum terjadi
kerusakan saraf tepi, yaitu pada awal 2 minggu timbulnya onset
dilakukan tiap hari selama 5 hari berturut-turut.2,9) Pergantian
plasma ini juga aman untuk anak – anak dan tanpa komplikasi
pada kehamilan. Kontra indikasi relatif tindakan ini adalah pada
penderita gagal hati, kelainan elektrolit yang berat, dan
perdarahan yang aktif.
5
Page 6
BAB IPENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya
berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber
air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang
masih rendah. . Gambaran klinis demam tifoid seringkali tidak spesifik sehingga
dalam penegakan diagnosis diperlukan konfirmasi pemeriksaan laboratorium.
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat
luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat
sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus
kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai
penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang
sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di
Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000
penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita
yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
6
Page 7
BAB IIDEMAM TIFOID
A. Definisi Demam Tifoid
Demam tifoid ( enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat
pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, khususnya sore
hingga malam hari yang disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi.1
B. Epidemiologi Demam Tifoid
Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk penyakit menular. Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita
kelompok umur 5 – 30 tahun, laki – laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi.
Jarang pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Kelompok penyakit
menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat
menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. 2,3
Di Indones i a demam t i f o id j a r ang d i j umpa i s e ca r a ep idemik ,
t e t ap i l eb ih s e r i ng bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah,
dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah.
Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan. 2,3
Ada dua sumber penularan S. Typhi yaitu pasien dengan demam tifoid
dan yang lebih sering adalah pasien karier (pasien karier adalah orang yang
sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S. typhi d a l a m t i n j a
d a n a i r k e m i h s e l a m a l e b i h d a r i s a t u t a h u n ) . Di daerah endemik
transmisi terjadi melalui air yang tercemar. D i d e r a h n o n e n d e m i k
p e n y e b a r a n t e r j a d i m e l a l u i t i n j a . 2 , 3
C. Etiologi Demam Tifoid
Demam tifoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella
7
Page 8
paratyphi. Salmonella adalah kuman gram negatif yang berflagela, tidak membentuk
spora, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif yang memfermentasikan glukosa dan
mereduksi nitrat menjadi nitrit. S.typhi memiliki antigen H yang terletak pada flagela,
O yang terletak pada badan, dan K yang terletak pada envelope, serta komponen
endotoksin yang membentuk bagian luar dari dinding sel.2
Gambar 1. Bakteri Salmonella Typhi
8
Page 9
Gambar 2. Daur hidup Salmonella Typhi dalam menginfeksi tubuh manusia4
D. Patogenesis Demam Tifoid
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella parathypi
(S.Parathypi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos
masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas
humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel
(terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman
dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak
Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.3
9
Page 10
Gambar 2. Patogenesis Demam Tifoid
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat pada makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikulo endothelial tubuh terutama di
hati dan limfa. Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan disertai
tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.3
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian
kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah
teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi.3
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel
mononuklear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang
hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin
dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi
seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ
lainnya.3
E. Diagnosis Demam Tifoid
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bias diberikan terapi
yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini
10
Page 11
sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus
tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis. 4,5
Diagnosis tifoid karier dapat ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman
S.typhi pada biakan feses ataupun urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau
pada seseorang yang telah satu tahun paska demam tifoid. Saat ini, kultur
darah langsung yang diikuti dengan identifikasi mikrobiologi adalah standar emas
untuk mendiagnosa demam tifoid. 4,5
F. Manifestasi klinis Demam Tifoid
11
Page 12
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga
gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi hingga kematian. 3,5
Secara umum gejala klinis penyakit ini pada minggu pertama ditemukan keluhan
dan ge j a l a s e rupa dengan penyak i t i n f eks i aku t pada umumnya ,
ya i t u demam, nye r i kepa l a , pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari hingga malam hari. Dalam
minggu kedua ge j a l a -ge j a l a men j ad i l eb ih j e l a s be rupa demam,
b r ad ika rd i a r e l a t i f ( b r ad ika rd i r e a l t i f ada l ah pen ingka t an suhu
1 ◦C t i dak d i i ku t i pen ingka t an denyu t nad i 8 ka l i pe rmen i t ) ,
l i dah yang berselaput ( kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor ) ,
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen,
stupor, koma, delirium, atau psikosis. 3,5,6
Sekitar 10-15% pasien menjadi demam tifoid berat. Faktor yang mempengaruhi
keparahan meliputi durasi penyakit sebelum terapi, pilihan terapi antimikroba, tingkat
virulensi, ukuran inokulum, paparan sebelumnya atau vaksinasi, dan factor host
lain seperti jenis HLA, AIDS atau penekanan kekebalan lain, atau konsumsi antasida.7
Pada pengidap tifoid (karier) tidak menimbulkan gejala klinis dan 25% kasus
menyangkal bahwa pernah ada riwayat sakit demam tifoid. Pada beberapa penelitian
menyebutkan bahwa tifoid karier disertai dengan infeksi kronik traktus urinarius serta
terdapat peningkatan terjadinya karsinoma kandung empedu, karsinoma kolorektal
dan lain-lain. Sedangkan patofisiologi tifoid karier belum sepenuhnya diketahui. 3
G. Pemeriksaan Labortorium
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah perifer; (2) pemeriksaan
12
Page 13
bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan
kuman secara molekuler.
(1) Pemeriksaan darah perifer
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap dapat ditemukan
leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi s e k u n d e r . S e l a i n
i t u p u l a d a p a t d i t e m u k a n a n e m i a r i n g a n
d a n t r o m b o s i t o p e n i a . P a d a pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat
terjadi aneosinofilia maupun limfepenia. Laju endap darah pada demam tifoid
dapat meningkat. Pemeriksaan SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan
kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak
memerlukan penanganan khusus.3
(2) Pemeriksaan bakteriologis
Kultur darah
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi
dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari
rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih
mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,
sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.3
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan
tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin
disebabkan beberapa hal sebagai berikut : 3
13
Page 14
Te lah mendapa t t e r ap i an t i b io t i k . B i l a pa s i en s ebe lum
d i l akukan ku l t u r da r ah t e l ah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.
Volume darah yang kurang ( diperlukan kurang lebih 5 cc darah ),
bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang
diambil sebaiknya secara b e d s i d e l a n g s u n g d i m a s u k k a n
k e d a l a m m e d i a c a i r e m p e d u ( o x g a l l ) u n t u k pertumbuhan
kuman.
Riwaya t vaks ina s i . Vaks ina s i d imasa l ampau men imbu lkan
an t i body da l am da rah pasien. Antibodi ( agluinin ) ini dapat menekan
bakteremia hingga biakan darah dapat negatif. S a a t p e n g a m b i l a n d a r a h
s e t e l a h m i n g g u p e r t a m a , d i m a n a p a d a s a a t i t u a g g l u t i n i n
semakin meningkat.
Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media
yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat
minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu
pengambilan spesimen yang tidak tepat.7
Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas
yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7
hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak
praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam
pelayanan penderita. 7
(3) Uji serologi
UJI WIDAL
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi.
Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi
dengan antibodi yang disebut aglutinin.Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Maksud uji widal adalah menentukan adanya aglutinin dalam
14
Page 15
serum penderita tersangka demam tifoid. Akibat infeksi oleh S.typhi,
pasien membuat antibodi( aglutinin ) yaitu: 3
Aglutinin O, yaitu dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman)
Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela
kuman )
Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dar i ke t i ga agg lu t i n in t e r s ebu t hanya ag lu t i n in O dan H
yang d igunakan un tuk d i agnos i s demam tifoid. Makin tinggi titernya
makin besar kemungkinan menderita demam tifoid. P e m b e n t u k a n
a g g l u t i n i n m u l a i t e r j a d i p a d a a k h i r m i n g g u
p e r t a m a d e m a m k e m u d i a n meningkat secara cepat dan mencapai
puncak pada minggu ke empat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada
fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan
aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap
dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara
9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukanlah pemeriksaan untuk menentukan
kesembuhan penyakit.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal, yaitu:
15
Page 16
Pengobatan dini dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid
Gangguan pemben tukan an t i bod i . S a a t p e n g a m b i l a n d a r a h
Daerah endemik a t au non -endemik
R i w a y a t v a k s i n a s i
Reaks i anamnes t i k , ya i t u pen ingka t an t i t e r ag lu t i n in
pada i n f eks i bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu
atau vaksinasi.
Faktor teknik , a k i b a t a g l u t i n a s i s i l a n g , strain salmonella yang
digunakan untuk suspensi antigen
TES TUBEX ®
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana
dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna
untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan
antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella
serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya
mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu
beberapa menit.8
METODE ENZYME IMMUNOASSAY (EIA) DOT
Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM
dan IgG terhadap antigen OMP (outer membrane protein) S. typhi. Deteksi
terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan
deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan
infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid
yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat
membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-
M® yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi
dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan
pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.7,14
16
Page 17
Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid
bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji
Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang
bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa
Typhidot-M® ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan
kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.7,14
METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)
Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak
antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap
antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang
sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis
adalah double antibody sandwich ELISA.2
PEMERIKSAAN DIPSTIK
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana
dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan
menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai
pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol.
Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak
memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak
mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. Pemeriksaan ini juga sangat
dipengaruhi hasilnya oleh penggunaan antibiotik. 7,9
(4) Pemeriksaan kuman secara molekuler
Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi
DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik
hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain
reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi. 7
Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi
risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila
prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam
spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam
spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya
17
Page 18
yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari
spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat
ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian.7
Tifoid KarierPemantauan bakteri di dalam feses adalah salah satu pilihan untuk mendeteksi
adanya kuman S.Typhi. Selanjutnya, pengambilan sampel tinja secara rutin pasti akan
memakan biaya yang besar, memakan waktu yang lama, walaupun perkembangan
bakteri di dalam feses dapat menjadi salah satu cara pemantauan pemulihan demam
tifoid. Namun, salah studi mengatakan bahwa pada tifoid karie akan menghasilakan
antibody Vi yang lebih tinggi dalam waktu lama dibandingkan pasien demam tifoid
akut. 4
H. Diagnosis Banding Demam Tifoid
Paratifoid A, B, dan C, Infeksi virus dengue, malaria, influenza. 10,11
I. Komplikasi Demam tifoid
Komplikasi intestinal
perdarahan intestinal
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum
terminalis) dapat terbentuk tukak / luka berbentuk lonjong dan memanjang
terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai
pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak
menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena
faktor luka perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan
koagulasi darah (KID) a t au gabungan kedua f ak to r . Sek i t a r
25% pende r i t a demam t i f o id dapa t menga l ami pe rda rahan
mino r yang t i dak membu tuhkan t r ans fu s i da r ah . Pe rda rahan
heba t dapa t t e r j ad i h ingga pa s i en menga l ami syok . 3 , 1 0
Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3 % dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul padaminggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu
18
Page 19
pertama. Selain gejala umum demam t i fo id yang b i a sa t e r j ad i
maka pende r i t a demam t i f o id denga pe ro ra s i menge luh nye r i
pe ru t yang heba t t e ru t ama d i dae r ah kuad ran kanan bawah
yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan
tanda-tanda ileus. Bisingusus melemah pada 50 % penderita dan pekak
hati terkadang tidak ditemukan karenaadanya udara bebas di abdomen.
Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun,
dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiridapat
menyokong adanya perforasi.3
Bi l a pada gamba ran f o to po lo s abdomen 3 pos i s i
d i t emukan uda ra pada r o n g g a p e r i t o n e u m , m a k a h a l
i n i m e r u p a k a n n i l a i y a n g c u k u p u n t u k
m e n e n t u k a n terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Beberapa
factor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur, lama
pengobatan, modalitas pengobatan, bertanya penyakit, dam mobilitas
penderita.3
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman
S.typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan
anaerobik pada f l o r a u s u s . U m u m n y a d i b e r i k a n
a n t i b i o t i k s p e k t r u m l u a s d e n g a n k o m b i n a s i
kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat
diberikan gentamisin / metronidazol. Cairan harus diberikan dalam
jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric
tube. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat
perdarahan intestinal.3
ileus paralitik
pankreatitis
19
Page 20
Komplikasi ekstra-intestinal
K a r d i o v a s k u l a r : m i o k a r d i t i s
Hepatitis tifosa: dapat terjadi pada pasien dengan system imun yang kuarang
dan malnutrisi. Biasanya pada demam tifoid kenaikanenzim tranaminasse
tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membandaingkan
dengan hepatitis akibat virus)
T i f o i d t o k s i k
J. Tatalaksana Demam Tifoid Dan Tifoid Karier
Tatalakasana Demam Tifoid
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu : 3
Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercep
at penyem uhan.
D i e t d a n t e r a p i p e n u n j a n g
( s i m p t o m a t i k d a n s u p o r t i f ) d e n g a n t u j u a n
mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.
Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah
penyebaran kuman.
20