REFERATSINDROM NEFROTIK
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan dokter Stase Ilmu
Radiologi
OLEH :1. Agus Tina Diana SariJ 5000900862. Elfera Puri Nur IlmaJ
5000900513. Revina AndayaniJ 500090013
PEMBIMBING:dr. Hardiyanto, Sp.Rad
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2014
LEMBAR PENGESAHANREFERATSINDROM NEFROTIKOLEH :1. Agus Tina Diana
SariJ 5000900862. Elfera Puri Nur IlmaJ 5000900513. Revina
AndayaniJ 500090013
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan
Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah SurakartaPada
hari tanggal September 2014Pembimbing :dr. Hardiyanto, Sp.Rad
(.........................................)
Dipresentasikan dihadapan :dr. Hardiyanto, Sp.Rad
(.........................................)
Disahkan Ka. Program Profesi:dr. Dona Dewi
Nirlawati(.........................................)
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangSindrom nefrotik adalah salah satu manifestasi
klinik glomerulonefritis yang ditandai dengan proteinuria masif ( 3
3,5 g/hari atau rasio protein kreatinin pada urin sewaktu >
300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia ( 10 mmol/L), dan manifestasi
klinis edema periferal. Pada proses awal atau SN ringan untuk
menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan.
1SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan
wanita 2:1 pada orang dewasa tetapi paling sering dijumpai pada
anak-anak. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui
kausanya dan SN sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi,
penyakit sistemik, metabolik, obat-obatan, dan lain-lain.2Menurut
Robson dari 1400 kasus, beberapa glomerulonefritis primer merupakan
penyebab dari 78 % sindroma Nefrotik pada orang dewasa dan 93 %
pada anak-anak. Dari 22 % data RI orang dewasa keadaan ini
disebabkan oleh gangguan sistemik (terutama diabetes, amiloidosis
dan thrombosis vena renalis, gangguan-gangguan sistemik tersebut
secara sekunder juga mempengaruhi ginjal atau mungkin juga akibat
respon abnormal terhadap obat-obatan atau alergen-alergen lainnya).
Beberapa keadaan histologi yang ditemukan pada sindroma nefrotik
yang termasuk kategori umum glomerulonefritis, yaitu perubahan
minimal, perubahan membranosa, perubahan proliferasi dan campuran
perubahan membranosa dan proliferasi glumerulonefritis.
Glumerulonefritis fokal lebih jarang menyebabkan sindroma
nefrotik.2Glomerulonefritis (GN) perubahan minimal pada lesi yang
khas dari nefrotik syndrome pada anak (69%) dan merupakan penyebab
dari 18 % kasus yang dialami orang dewasa. Glumerulonefritis
perubahan minimal ini merupakan bentuk utama dari dari
glumerulonefritis dimana mekanisme patogenetik imun tampaknya tidak
ikut berperan. Kedaan ini biasanya berhasil di obati dengan
kortikosteroid. Pada sebagian kecil pasien yang tidak memberikan
respon terhadap terapi steroid, maka kadang-kadang penyakit dapat
ditekan dengan menggunakan obat imunosupresif, seperti
siklofosfamida (cytoksin) atau azatioprin (Imuran). Sebagian kecil
pasien yang tidak dapat sembuh biasanya mengalami relaps yang lama,
membaik lalu memburuk lagi yang berakhir dengan
uremia.2Glomerulonefritis (GN) perubahan membranosa merupakan
penyebab dari 25 % kasus nefrotik sindroma pada orang dewasa dan
hanya 2 % pada anak-anak. Sekitar 95 % pasien ini menderita
azotemia dan meninggal akibat uremia dalam waktu 10 sampai 20
tahun. Perubahan histologis yang terutama adalah penebalan membran
dasar yang dapat terlihat baik oleh mikroskop electron maupun
mikroskop cahaya.2Glomerulonefritis perubahan proliferatif dan
membranoproliferatif merupakan penyebab dari 35 % sisa kasus pada
orang dewasa yang menderita sindroma nefrotik dan 22 % pada
anak-anak. GN perubahan proliferatif ditrandai oleh
hiperselularitas dan sekaligus penebalan membran dasar. Respon
terhadap terapi pada berbagai jenis glomerulonefritis ini umumnya
tidak baik dan secara progresif terjadi gagal ginjal.2Kejadian awal
dari kebanyakan kasus ini merupakan suatu reaksi antigen-antibodi
pada glomerulus yang meningkatkan permeabilitas membran dasar
glomerulus, proteinuria massif, dan hipoalbumia. Pasien-pasien yang
menderita sindroma nefrotik biasanya mengeluarkan 5-15 gr protein
per 24 jam. Hipoalbuminemia, dengan menurunkan tekanan osmotik
koloid (COP), cenderung menimbulkan transudasi keluarnya cairan
dari ruang vaskular ke ruang interstisium. Ini merupakan mekanisme
langsung penyebab terjadinya udema, hipovolemia akibat penurunan
aliran plasma ginjal (RPF) dan kecepatan filtrasi glomerular (GFR)
mengaktifkan reseptor volume antrium kiri. Akibatnya terjadi
peningkatan produksi ADH. Garam dan air diretensi oleh ginjal,
sehingga memperberat udema. Berulangnya rangkaian kejadian tersebut
mengakibatkan terjadinya udema massif, tetapi jumlah protein yang
dikeluarkan tidak berbanding langsung dengan beratnya udema, karena
setiap orang berbeda kecepatan sintetis proteinnya untuk pengganti
yang telah hilang. Penyebab hiperlipidemia yang sering menyertai
sindroma nefrotik tidak jelas. Kolesterol serum, fosfolipid dan
trigliserida biasanya mengalami peningkatan, perhatikan bahwa
mekanisme udema nefrotik berbeda dengan mekanisme Glomerulonefritis
poststreptokokus Akut (APSGN).4
B. TujuanTujuan dari penulisan referat ini adalah untuk
mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis berdasarkan pemeriksaan radiologi,
diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari sindroma
nefrotik.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISISindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu
menifestasi klinik glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema
anasarka, proteinuria masif 3,5 g/hari, hipoalbuminemia < 3,5
mg/dl, hiperkolesterolemia, dan lipiduria.1,2Pada proses awal atau
SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut
harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi
pada SN berat yang disertai kadar albumin serum yang rendah
ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga
berkonstribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan
keseimbangan nitrogen, hiperkoagulobilitas, gangguan metabolisme
kalsium dan tulang, serta hormone tiroid sering dijumpai pada SN.
Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus yang
berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Pada
beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respons
yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lain dapat
berkembang menjadi kronik.1
B. EPIDEMIOLOGIAwitan sindrom nefrotik biasanya mendadak pada
anak berusia 2 hingga 6 tahun, dengan rasio laki-laki dan perempuan
yaitu 2:1, lesi ini jarang terjadi pada orang dewasa dan tercatat
hanya 15% atau 20% dari kasus sindrom nefrotik.2
C. ETIOLOGISindrom nefrotik dapat disebabkan oleh
glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan,
penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau
toksin, dan akibat penyakit sitemik. 1Klasifikasi dan penyebab
sindrom nefrotik :1. Sindrom nefrotik primer 1,3,4 GN lesi minimal
(GNLM) Glomerulosklerosis fokal (GSF) GN membranosa (GNMN) GN
membranoproliferatif (GNMP) GN proliferative lainFaktor etiologinya
tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena
sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Kebanyakan (90%)
anak yang menderita nefrosis mempunyai beberapa bentuk sindrom
nefrotik primer. 2. Sindrom nefrotik sekunder 1,4a). Infeksi : HIV,
hepatitis virus B dan C, sifilis, malaria, skistosoma,
tuberculosis, lepra.b). Keganasan : karsinoma ginjal, limfoma
Hodgkinc). efek obat dan toksin: obat anti inflamasi non-steroid,
penisilinamin, probenesid, kaptopril, heroin, air raksa.d).
lain-lain: diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklamsia.
D. ANATOMI GINJALGinjal adalah sepasang organ saluran kemih yang
terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya
menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada
sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur
pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju
dan meninggalkan ginjal.5Besar dan berat ginjal sangat bervariasi,
hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya
ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa
ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6
cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170
gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.5 Gambar 1 : Anatomi
ginjal (Dikutip dari kepustakaan 6)
Gambar 2 : foto rontgen-AP ginjal dengan kontras (dikutip dari
kepustakaan 6)
1. Struktur GinjalSecara anatomis ginjal terbagi menjadi 2
bagian yaitu korteks dan medulla ginjal. Di dalam korteks terdapat
berjuta-juta nefron, sedangkan di dalam medulla banyak terdapat
duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal
yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus
distalis, dan duktus kolengentes.5
Gambar 3 : Nefron merupakan unit terkecil ginjal (dikutip dari
kepustakaan 7) Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh
difiltrasi di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa
zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat-zat
sisa hasil metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk
urin.5Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di
glomerulus dan menghasilkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk di
dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises
ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.3Sistem
pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks
major, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa system pelvikalis terdiri
atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos
yang mampu berkontraksi unuk mengalirkan urin sampai ke ureter.52.
Vaskularisasi GinjalGinjal mendapatkan aliran darah dari arteri
renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis,
sedangkan darah vena dialrkan melalui vena renalis yang bermuarake
dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries
yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang
dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan salah satu
cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah
yang dilayaninya.5 Gambar 4 : Vaskularisasi Ginjal (dikutip dari
kepustakan 8)
E. PATOFISIOLOGIPemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat
penting dan merupakan pedoman pengobatan rasional untuk sebagian
besar pasien sindrom nefrotik.9Proteinuria, merupakan kelainan
dasar sindrom nefrotik. Proteinuria sebagian besar berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuri glomerural) dan hanya sebagian
kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular) .
Perubahan integritas membran basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein protein
plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah
albumin.9 Hipoalbuminemia, disebabkan oleh hilangnya albumin
melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal,
sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai
untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin).9Edema, Peningkatan
permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan akhirnya
hipoalbuminemia. Pada gilirannya, hipoalbuminemia menurunkan
tekanan osmotik koloid plasma, menyebabkan filtrasi transkapiler
lebih besar dari air ke seluruh tubuh dan akhirnya dapat
menimbulkan edema.10Hiperlipidemia dan lipiduria, Hiperlipidemia
merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Kadar kolesterol
umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi dari normal
sampai sedikit meninggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan
oleh meningkatnya LDL. Mekanisme hiperlipidemia pada sindrom
nefrotik dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan
lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme. Semula diduga
hiperlipidemia hasil stimulasi non spesifikterhadap sintesis
protein oleh hati. Oleh karen sintesis protein tidak berkorelasi
dengan hiperlipidemia disimpulkan hiperlipdemia tidak langsung
diakibatkan oleh hipoalbuminemia. Hiperlipidemia dapat ditemukan
pada sindrom nefrotik dengan kadar albumin mendekati normal dan
sebaliknya pada pasien hipoalbuminemia kadar kolesterol dapat
normal.11Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan
sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Penigkatan sintesis hati
dan gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi LDL mennyebabkan kadar
VLDL tinggi pada SN. Menurunnya aktivitas enzim LPL (lipoprotein
lipase) di duga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL
pada SN. Peningkatan sintesis lipoprotein pada hati terjadi akibat
tekanan onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Penurunan
kadar HDL pada SN diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT
(lecithin cholesterol acyltransferase) yang berfungsi katalisasi
pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol
menuju hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas enzim tersebut
diduga terkait dengan hipoalbuminemia yang terjadi pada SN.
Lipiduria serinng ditemukan pada SN dan ditandai dengan akumulasi
lipid pada debris sel cast seperti badan lemak berbentuk oval dan
fatty cast. Lipiduria lebih dikaitkan dengan proteinuria
dibangdingkan dengan hiperlipidemia.11F. DIAGNOSIS Gambaran
klinisPenyakit ini terjadi tiba tiba terutama pada anak. Edema
merupakan gejala klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40%
dari berat badan dan didapatkan edema anasarka. Edema ini
bertanggung jawab untuk kenaikan berat badan yang signifikan. Pada
kasus sindrom nefrotik dengan onset akut, dapat ditemukan oligouria
dan hipertensi.12,13Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam
perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien
dalam keadaan edema massif dan keadaan ini tidak berkaitan dengan
infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema dimukosa
usus.3Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, mungkin
disebabkan sintesis albumin yang meningkat atau edema atau
keduanya.pada beberapa pasien, nyeri perut kadang-kadang berat
dapat terjadi pada keadaan SN yang kambuh. Kadang nyeri dirasakan
terbatas pada daerah kuadran atas kanan abdomen. Nafsu makan
kurang, berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga sebagai
akibatnya. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan
malnutrisi berat terutama pada pasien resisten steroid. 3Efusi
pleura (akumulasi cairan di pleura) dapat terjadi pada sindrom
nefrotik, yang mengakibatkan kesulitan bernapas. 13 Pemeriksaan
RadiologiSindrom nefrotik biasanya tidak menyebabkan adanya
kelainan pada ginjal. Gambaran ginjal pada pemeriksaan USG, CT-Scan
atau MRI sebenarnya tidak diperlukan. Karena dari pemeriksaan
tersebut kita tidak dapat menentukan penyebab dari sindrom
nefrotik. Permintaan untuk USG hanya untuk memastikan adanya
kelainan pada ginjal (seperti obstruksi traktus urinarius, atau
adanya jaringan parut pada ginjal) yang merupakan prioritas untuk
melakukan tes biopsi ginjal.14a. Foto thoraxPemeriksaan foto thorax
tidak perlu dilakukan secara rutin pada penderita sindrom nefrotik.
Pada pemeriksaan foto thorax , tidak jarang ditemukan adanya efusi
pleura dan hal tersebut berkolerasi langsung dengan derajat edema
dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum.4Pada
pemeriksaan foto thorax rutin tegak cairan pleura tampak berupa
perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya
relatif radiopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari
lateral atas ke arah medial bawah. Karena cairan mengisi ruang
hemitoraks sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral /
hilus, dan kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah
kontralateral.15 Gambar 5 : Efusi Pleura kanan (dikutip dari
kepustakaan 16)
Gambar 6 : Efusi pleura (dikutip dari kepustakaan 16)b.
UltrasonografiUltrasonografi merupakan salah satu imaging
diagnostic untuk pemeriksaan alat-alat tubuh , dimana kita dapat
mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan serta hubungan dengan
jaringan sekitarnya. Pemeriksaan in bersifat noninvasive, tidak
menimbulkan rasa sakit pada penderita, dapat dilakukan dengan
cepat, aman, dan tidak ada kontraindikasinya.15Pada penderita
sindrom nefrotik pemeriksaan USG ginjal sering terlihat normal
meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan kedua ginjal
dengan ekogenitas yang normal. Hipoalbuminemia pada sindrom
nefrotik menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga
cairan bergeser dari intravaskuler ke jaringan interstisium dan
terjadi Ascites. Dapat juga ditemukan kalsifikasi pada hati dan
limpa akibat hiperkolesterolemia yang terjadi pada sindrom
nefrotik.1, 4 Gambar 7 : Kalsifikasi di hati pada pasien dengan
sindrom nefrotik (dikutip dari kepustakaan 17)
Gambar 8 : Kalsifikasi di limpa pada pasien dengan sindrom
nefrotik. Tanda efusi pleura kiri (dikutip dari kepustakaan 17)
Gambar 11 : USG abdomen, Gambaran Ascites (dikutip dari
kepustakaan 18)
c. CT-ScanAsites terlihat jelas dengan pemeriksaan CT-Scan.
Sedikit cairan asites terdapat pada ruang periheoatik kanan, ruang
subhepatik posterior (kantung morison), dan kantung douglas.19
Gambar 12 : Ct-scan Adomen, gambaran ascites (dikutip dari
kepustakaan 18) Pemeriksaan LaboratoriumPada urinalisis ditemukan
proteinuria masif (3+ sampai 4+), Dapat disertai hematuria. Pada
pemeriksaan darah ditemukan hipoalbuminemia ( < 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia dan laju endap darah yang meningkat, rasio
albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal
kecuali ada penurunan fungsi ginjal.4 Biopsi GinjalKebanyakan kasus
memerlukan biopsy ginjal untuk menentukan penyebab pasti dari
keadaan tersebut. Anak di bawah usia 8 tahun umunya menderita
minimal change nephritic syndrome dan dapat dipastikan dengan
investigasi ini, terutama jika penyakit ini memberi respon terhadap
terapi steroid. Pada orang dewasa dengan penyebab yang jelas
(seperti diabetes dengan komplikasi nyata) dapat dipastikan dengan
biopsy atas anjuran spesialis ginjal. 14
G. DIAGNOSA BANDING1. Glomerulonefritis akutPada penyakit ini
terjadi inflamasi akut glomerulus. Pada stadium akut, terjadi
kerusakan mendadak pada membrane glomerulus. Penyakit ini sering
dijumpai pada anak dan dewasa muda setelah mengalami infeksi kuman
Streptococcus grup A pada saluran napas bagian atas. Terjadi
pengendapan kompleks antigen-antibodi pada membrane glomerulus yang
dapat merusak integritas membrane glomerulus. 20 Gambar 9 : subakut
glomerulonefritis: Peningkatan echogenicity kortikal dengan
piramida sangat hypoechoic. (dikutip dari kepustakaan 21)2. Gagal
jantung kongestifGagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom
klinik yang kompleks yang disertai dengan keluhan gagal jantung
berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istrahat atau latihan,
edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan
istirahat.22
Gambar 10 : Gagal jantung kongestif (dikutip dari kepustakaan
23)
H. TERAPISindrom nefrotik diobati dengan obat kortikosteroid dan
imunosupresif yang langsung berhubungan dengan asal lesi, makanan
tinggi protein dan garam yang dibatasi, diuretik, beberapa infus IV
albumin, dan membatasi aktivitas selama fase akut. Jika memakai
diuretik, harus digunakan dengan hati-hati karena diuresis yang
berlebihan akan menyebabkan penurunan volume ECF dan meningkatkan
risiko trombosis dan hipoperfusi ginjal. Pemberian inhibitor ACE
menjadi pilihan lini pertama untuk mengurangi proteinuria dan
penanganan hipertensi secara agresif untuk memperlambat proses
kerusakan ginjal.2,24
I. PROGNOSISPada umunya sebagian besar (80%) sindrom nefrotik
primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan awal dengan
steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relaps berulang dan
sekitar 10% tidak memberi respon lagi dengan pengobatan
steroid.3Prognosis umunya baik, kecuali pada keadaan-keadaan
sebagai berikut :31. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di
bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun2. Disertai oleh hipertensi3.
Disertai hematuria4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder5.
Gambaran histopatologik bukan kelainan mini
BAB IIIKESIMPULAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu menifestasi klinik
glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, proteinuria
masif 3,5 g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 mg/dl,
hiperkolesterolemia, dan lipiduria. Untuk menegakkan diagnosis dari
sindrom nefrotik ini diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu
radiologi. Pemeriksaan radiologi yang bisa digunakan bisa berupa
foto thorak, USG, dab CT scan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. In : Sudoyo Aru W. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta : Departemen ilmu
penyakit dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia ; 2006.
Hal 547-5492. Price S, Wilson L. Gagal Ginjal Kronik. In :
Huriawati Hartanto. Patfisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta : EGC; 2006. Hal 929-933.3. Noer MS,
Soemarsono N. Sindrom Nefrotik. (online). 2010. (cited 2012
september 16). Available From : www.Pediatrik.com 4. Richard
E.Berhman, Robert M. Kligman, Ann M. Arvin. Keadaan-keadaan yang
terutama disertai dengan proteinuria. In : Wahab A. Samik. Ilmu
kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta : EGC; 2000. Hal.1828-18295.
Purnomo Basuki B. Anatomi Sistem Urogenitalia. Dasar-Dasar Urologi.
Edisi ke-2. Malang : CV. Sagung Seto; 2009. Hal 1-3.6. Putz R,
Pabst R. Organ Visera Pelvis dan Retroperitoneum. In : Sugiharto
Liliana. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi ke-22. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. Hal 182.7. Ivan.
Glomerulonefritis akut. (Online). 2009. (cited 2012 september 16).
Available From : http://ivanmedical.blogspot.com/2009_10_04_
archive.html.8. Marlina. Mengenal anatomi dan Fisiologi. (Online).
2011. (cited 2012 september 16). Available From :
http://marlina2.wordpress.com
/2011/08/01/mengenal-anatomi-dan-fisiologi/9. Gunawan C. Sindrom
Nefrotik Patogenesis dan penatalaksanaan. Cermin Dunia kedokteran
No. 150. (online). 2010. (cited 2012 september 16). Available From
: URL http://www.SindromaNefrotikPatogenesis.html10. Eric P Cohen
MD. Pathophysiology : Nephrotic syndrome. (online). 2012. (cited
2012 september 16). Available From : http://emedicine.medscape.
com/article/244631-overview#a010411. Pustaka Indonesia. Sekilas
tentang sindrom Nefrotik (SN). (online). 2012. (cited 2012
september 16). Available From :
http://www.othe.org/ilmu-pengetahuan/kedokteran/2036/sekilas-tentang-sindrom-nefrotik-sn/12.
Purnawan J, Atiek S, Husna A. Sindrom Nefrotik. In : Mansjoer Arif.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta : Media Aesculapius
; 2000. Hal 525-527.13. Healtoncare. Nephrotic Syndrom :
Definition, Causes, Symptomps, Diagnosis, and treatment. (online).
2012. (sited 2012 september 16). Available From :
http://www.healthoncare.com/nephrotic-syndrome-definition-causes-symptoms-diagnosis-and-treatment.html.14.
Sharon. Nephrotic syndrome : Symptom, diagnose, and treatment.
(online). 2011. (cited 2012 september 16). Available From : URL :
http://knol.google.com/k/sharon/nephrotic-syndrome/hY0t/vbl/AYxo8A15.
Rasad Syahriar. Pleura dan Mediastinum. In : Ekayuda I. Radiologi
Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit FKUI ; 2006. Hal.
116,453.16. Sutton David. Textbook of Radiology and Imaging. 7th
Edition. Churchill livingstone : Elsevier science ; 2003. p. 9017.
Bates JA. Abdominal ultrasound how, why, and when. 2nd edition.
Philadelphia: Churchill Livingstone ; 2004. p. 90, 145, 178.18.
Meddean. Ascites. (online). 2011. (cited 2012 September 25).
Available From : URL :
http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/
curriculum/Surgery/Ascites.htm19. Ifan. Ascites. (online). 2010.
(cited 2012 september 26). Available From : URL :
http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/21/ascites/20. Herawati
Sudiono, Iskandar Ign, Halim S.L, Santoso Regie, Sinsanta.
Penyakit/kelainan ginjal. In : Winarto Emilia F. Patologi klinik
Urinalisis. Edisi ke-2. Jakarta : Bagian patologi klinik fakultas
kedokteran UKRIDA ; 2008. Hal. 7421. Schmidt G. Thieme Clinical
Companions Ultrasound. Stuttgart, Germany : Georg Thieme veralg ;
2007. p. 26922. Ghanie Ali. Gagal jantung kronik. In : Sudoyo Aru
W. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta : Departemen
ilmu penyakit dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia ;
2006. Hal 151123. Philip Eng, Foong-koon cheah. Interpreting Chest
X-Rays illustrated with 100 cases. New York : Cambridge University
Press ; 2005. p. 1724. Davey Patrick. Sindrom Nefrotik dan Nefritik
. In : Safitri Amaliah. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga ;
2006. Hal.244-245
4