Apr 13, 2016
PENERBIT PT KANISIUS
Status KesehatanKabupaten Tojo Una-una
Antara Harapan dan Kenyataan tentang Kesehatan
Mochamad Setyo PramonoFx. Sri Sadewo
Apriliana Lailatul MaghfirohDiana Novianti
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una,Antara Harapan dan Kenyataan tentang Kesehatan1015003055 © 2015 - PT Kanisius
Penerbit PT Kanisius (Anggota IKAPI)Jl. Cempaka 9, Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281, INDONESIAKotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011, INDONESIATelepon (0274) 588783, 565996; Fax (0274) 563349E-mail : [email protected] : www.kanisiusmedia.com
Cetakan ke- 3 2 1Tahun 17 16 15
Editor : Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH Dr. Trihono, M.Sc Dr. Semiarto Aji Purwanto
Atmarita, MPH., Dr.PHDesainer isi : Oktavianus Desainer sampul : Agung Dwi Laksono
ISBN 978-979-21-4415-4
Hak cipta dilindungi undang-undangDilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Dicetak oleh PT Kanisius Yogyakarta
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una iii
DEWAN EDITORProf. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH guru besar pada Universitas Diponegoro Semarang, sekaligus Profesor Riset dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Dr. Trihono, M.Sc Ketua Komite Pendayagunaan Konsultan Kesehatan (KPKK), yang juga Ketua Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), sekaligus konsultan Health Policy Unit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Dr. Semiarto Aji Purwanto antropolog, Ketua Dewan Redaksi Jurnal Antropologi Universitas Indonesia, sekaligus pengajar pada Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia di Jakarta.
Atmarita, MPH., Dr.PH doktor yang expert di bidang gizi.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-unaiv
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada International
Development Research Centre, Ottawa, Canada, atas dukungan
finansial yang diberikan untuk kegiatan pengembangan Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat tahun 2013 dan studi kasus
kualitatif gambaran peningkatan dan penurunan IPKM di Sembilan
Kabupaten/Kota di Indonesia.
“This work was carried out with the aid of a grant from the
International Development Research Centre, Ottawa, Canada.”
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Allah SWT selalu kami panjatkan, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya buku ini telah dapat diselesaikan
dengan baik. Buku ini merupakan bagian dari sembilan buku seri
hasil studi kualitatif di sembilan Kabupaten/Kota (Nagan Raya,
Padang Sidempuan, Tojo Una-Una, Gunungkidul, Wakatobi,
Murung Raya, Seram Bagian Barat, Lombok Barat, dan Tolikara)
di Indonesia, sebagai tindak lanjut dari hasil Indeks Pembagunan
Kesehatan Masyarakat.
Hasil Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
menunjukkan hasil yang bervariasi di antara 497 Kabupaten/Kota
di Indonesia. Beberapa Kabupaten/Kota mengalami peningkatan
ataupun penuruna nilai IPKM pada tahun 2013 ini dibandingkan
dengan IPKM 2007. Sembilan buku seri ini akan menggambarkan
secara lebih mendalam faktor-faktor yang berkaitan dengan
penurunan ataupun peningkatan nilai IPKM yang berkaitan
dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun geografis
wilayah Kabupaten/Kota. Buku ini diharapkan dapat memberikan
semangat ataupun pemikiran yang inovatif bagi Kabupaten/Kota
lokasi studi kualitatif dilakukan, dalam membangun kesehatan
secara lebih terarah dan terpadu. Disamping itu, buku ini dapat
memberikan suatu pembelajaran bagi Kabupaten/Kota lainnya
dalam meningkatkan status kesehatan masyarakatnya.
Penghargaan yang tinggi serta terima kasih yang tulus kami
sampaikan atas semua dukungan dan keterlibatan yang optimal
kepada tim penulis buku, International Development Research
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-unavi
Center (IDRC) Ottawa, Canada, peneliti Badan Litbangkes,
para pakar di bidang kesehatan, serta semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam studi kualitatif dan penulisan buku ini. Kami
sampaikan juga penghargaan yang tinggi kepada semua pihak di
daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sampai dengan tingkat Desa
baik di sektor kesehatan maupun non-kesehatan serta anggota
masyarakat, yang telah berpartisipasi aktif dalam studi kualitatif
di sembilan Kabupaten/Kota.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan
dari penyusunan buku ini, untuk itu akan menerima secara terbuka
masukan dan saran yang dapat menjadikan buku ini lebih baik.
Kami berharap buku ini selanjutnya dapat bermanfaat bagi upaya
peningkatan pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia.
Billahittaufiqwalhidayah, Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, Juli 2015
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
SpP (K)., MARS., DTM&H., DTCE.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una vii
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................. v
DAFTAR ISI ......................................................................... vii
DAFTAR TABEL ....................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................. xii
Bab I Pendahuluan ............................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................. 1
1.2 Daerah Bermasalah Kesehatan ........................ 4
1.3 Metode Penelitian ............................................ 11
Bab 2 Selayang Pandang Tojo Una-Una .............................. 15
2.1 Dari Pantai yang Indah ke Bukit
yang Menjulang ................................................ 15
2.2 Potensi Daerah: Perkebunan dan Laut ............. 21
2.3 Kemiskinan, Kekayaan Alam Hanya Modal,
Selebih nya... ..................................................... 29
2.4 Membangun Pendidikan, Pintu
Mensejahterakan Masyarakat .......................... 31
Bab 3 Gizi Buruk, Sebuah Malapetaka untuk
Keberhasilan Pembangunan ..................................... 41
3.1 Gizi Buruk: Akar dari Masalah Kesehatan Anak 41
3.2 Berjuang Memenuhi Target Satu Desa Satu
Bidan Desa ....................................................... 44
3.3 Posyandu, Membentuk Kader yang Partisipatif 56
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-unaviii
3.4 Sweeping di Tengah Keputusasaan .................. 63
3.5 Mencari Ahli Gizi Untuk Semua Wilayah .......... 70
3.6 Bergantung pada Rezeki Setiap Hari ................ 73
3.7 Membiarkan Pernikahan di Bawah Umur
daripada “Sambal Parang” ............................... 78
3.8 Pendamping PKH yang “Setengah Hati” ........... 85
3.9 Membiarkan Snack Mengganti Asupan Gizi ..... 89
Bab 4 Gangguan Mental, Muara dari
Problematika Kehidupan ........................................... 101
4.1 Lonjakan Kasus yang Tajam .............................. 101
4.2 Upaya menjadi Program Prioritas .................... 103
4.3 Menyiapkan Tenaga Kesehatan Jiwa ................ 106
4.4 Menjaring Pasien Menebar Harapan ............... 108
4.5 Mencari Obat Mencari Kesembuhan ............... 112
4.6 Mulai dari Problem Ekonomi, .......................... 115
hingga Rumah Tangga ...................................... 115
4.7 Nenek H: Sakit Kepala yang tak Kunjung Hilang 119
4.8 Mama A: Sudah Jatuh tertimpa Jejaka
Tua yang Miskin ................................................ 122
4.9 Tante JB: Kecemasan karena Miskin ................. 126
4.10 TPKJM yang Jalan di Tempat ............................ 129
Bab 5 Pneumonia, Pembunuh Anak yang Terlupakan ........ 133
5.1 Meningkat Tak Terduga .................................... 136
5.2 Rokok, Bahaya yang Tak Disadari ..................... 138
5.3 “Tradisi” Merokok: Dari Camat hingga
Tenaga Kesehatan ............................................ 139
5.4 Berjuang Mematikan Api Rokok ....................... 141
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una ix
5.5 Melatih Tenaga Kesehatan Peka Pneumonia.... 144
5.6 Masyarakat: Pneumonia Sekedar Batuk
dan Sesak Nafas ............................................... 146
Bab 6 Penutup .................................................................... 153
6.1 Kemiskinan yang Membelenggu ...................... 153
6.2 Jalan Panjang Petani Mandiri Ekonomi ............ 156
6.3 Peran Perangkat Desa ...................................... 162
6.4 Memanfaatkan Pihak Luar ............................... 163
6.5 Upaya Manajemen Dinas Kesehatan ................ 167
6.6 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi ............ 171
DAFTAR PUSTKA .................................................................... 179
Index ......................................................................... 181
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-unax
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Rerata IPKM 2007 dan Penduduk Miskin 2007 5
Tabel 1.2. IPKM Kabupaten di Sulawesi Tengah
2007 dan 2013 ................................................. 6
Tabel 1.3. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten
Tojo Una-Una Tahun2009-2013 ........................ 8
Tabel 1.4. Jumlah Penderita Penyakit menurut Jenis
Penyakit di Kabupaten Tojo Una-Una dalam
5 (lima) Tahun Terakhir (2009-2013) ............... 10
Tabel 2.1. Kondisi Pendidikan di Kabupaten
Tojo Una-Una 2013 ........................................... 33
Tabel 2.2. Jumlah Peserta dan Lulusan menurut Jenjang
Pendidikan di Kabupaten Tojo Una-Una 2012
dan 2013 .......................................................... 34
Tabel 3.1. Perbandingan Indikator Gizi Balita Hasil
Riskesdas 2007 dan 2013 Kabupaten
Tojo Una-una .................................................... 42
Tabel 3.2. Jumlah Dokter, Bidan dan Perawat
berdasarkan Puskesmas di Kabupaten
Tojo Una-Una tahun 2013 ................................ 46
Tabel 3.3. Matriks Kategori Bidan di Kabupaten
Tojo Una-una Tahun 2015 ................................ 55
Tabel 3.4. Jumlah Posyandu menurut Strata, Kecamatan
dan Puskesmas Kabupaten Tojo Una-una
Tahun 2013 ....................................................... 61
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una xi
Tabel 3.5. Jumlah Anak 0-23 bulan Menurut Jenis
Kelamin, Kecamatan dan Puskesmas
Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013 .............. 64
Tabel 3.6. Jumlah Bayi dan Imunisasi Lengkap Menurut
Jenis Kelamin, Kecamatan dan Puskesmas
Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013 .............. 69
Tabel 3.7. Jumlah Tenaga Gizi se-Kabupaten
Tojo Una-Una Tahun 2013 ................................ 71
Tabel 3.8 Angka Perkawinan dan Perceraian menurut
Kecamatan di Kabupaten Tojo Una-una
Tahun 2009 s/d 2013 ........................................ 80
Tabel 3.9 Jumlah Penerima PKH Kabupaten
Tojo Una-una Tahun 2014 ................................ 86
Tabel 3.10 Jumlah Balita di bawah Garis Merah
Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013 .............. 90
Tabel 3.11 Jumlah Balita Gizi Buruk yang Tertangani
Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2014 .............. 93
Tabel 3.11. Matriks Kategori Anak Balita BGM
di Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2015 .......... 99
Tabel 6.1 Matriks Permasalahan Gizi Buruk Balita dalam
Pembangunan Kesehatan Kabupaten
Tojo Una-Una.................................................... 171
Tabel 6.2 Matriks Permasalahan Gangguan Mental
dalam Pembangunan KesehatanKabupaten
Tojo Una-Una ................................................... 173
Tabel 6.3 Matriks Permasalahan Pneumonia dalam
Pembangunan Kesehatan Kabupaten
Tojo Una-Una.................................................... 176
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-unaxii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Kabupaten Tojo Una-Una ....................... 16
Gambar 2.2. Moda Transportasi Darat untuk
menuju/dari Kota Palu, Kabupaten Poso
dan Banggai. (Dokumentasi Peneliti) ............ 18
Gambar 2.3. Moda Transportasi Laut untuk menuju/dari
Kepulauan Togean (Dokumentasi Peneliti) ... 20
Gambar 2.4 Kantor Bupati di Kabupaten Tojo Una-Una .... 21
Gambar 2.5 Jagung produk andalan Tojo Una-Una ........... 22
Gambar 2.6 Cengkeh dan Durian, Contoh Hasil
Perkebunan Rakyat ........................................ 23
Gambar 2.7 Kopra dalam karung sudah siap angkut di
Pelabuhan Desa Tongkabo ............................ 24
Gambar 2.8 Potensi wisata bahari Tojo Una-Una .............. 27
Gambar 2.9 Keindahan Terumbu Karang sebagai Potensi
Wisata Bahari ................................................ 28
Gambar 2.10 Persentase Penduduk Miskin
Provinsi Sulteng Tahun 2007 dan 2011 ......... 30
Gambar 3.1. Rehab Puskesmas Pembantu Molowagu,
Kecamatan Batudaka, Kepulauan Togean ..... 47
Gambar 3.2. Pembangunan Puskesmas Dataran Bulan ...... 48
Gambar 3.3. Perkampungan Nelayan di Desa Tangkabo,
Kepulauan Togean ......................................... 58
Gambar 3.4. Perkampungan Nelayan di Desa Labuhan,
Kecamatan Ampana Kota .............................. 58
Gambar 3.5. Diagram Kunjungan KN1 dan KN3 ................. 65
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una xiii
Gambar 3.6. Puskesmas Keliling di Wilayah Kepulauan:
Tetap bersahaja, meski harus berhari-hari
dari speedboat ke sampan ............................ 66
Gambar 3.7. Imunisasi dalam Puskesmas Keliling
di Desa Milok, bulan Februari 2013 .............. 67
Gambar 3.8. Keadaan Rumah Anak Balita I ....................... 74
Gambar 3.9. Rumah Keluarga Bp. AL di Desa Popolii ......... 75
Gambar 3.10. KK dengan tahun, tanggal lahir dari perkiraan 82
Gambar 3.11. Anak-anak Balita BGM di Kabupaten
Tojo Una-una .............................................. 96
Gambar 4.1 Prevalensi Gangguan Mental Tahun 2013 ..... 101
Gambar 4.2 Prevalensi Gangguan Mental Tahun
2007 dan 2013 ............................................... 103
Gambar 4.3 Poster tentang Gangguan Jiwa
di Program Kesehatan Jiwa Puskesmas
Ampana Barat ................................................ 110
Gambar4.4 Dokter Soraya, M.Kes.Sp.KJ
di Ruang Kerjanya .......................................... 113
Gambar 4.5 Jumlah Kasus Gangguan Mental
di Puskesmas Ampana Barat ......................... 118
Gambar 5.6 Rumah Nenek H tampak depan .................... 120
Gambar 5.7 Tempat Tinggal Nenek H ............................... 120
Gambar 4.9 Rumah Mama A ............................................ 124
Gambar 4.10 Mama A dan anaknya ................................... 125
Gambar 4.11 Rumah Tante JB ............................................. 127
Gambar 4.12 Tante JB dan kebunnya ................................. 127
Gambar 5.5 Plang TPKJM bersebelahan dengan
Plang Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una ......... 129
Gambar 5.1. Anak VA (alm.) penderita pneumonia. .......... 135
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-unaxiv
Gambar 5.2 Prevalensi Pneumonia Provinsi Sulawesi
Tengah Tahun 2007 dan 2013 ....................... 137
Gambar 5.3 Prevalensi ISPA Balita Provinsi
Sulawesi Tengah 2013 ................................... 138
Gambar 5.4 Prevalensi Perokok Tahun 2013 ..................... 140
Gambar 5.5 RM Penderita Pneumonia ............................. 148
Gambar 5.6 Kondisi kamar dan dapur di Rumah RM ........ 149
Gambar 6.1 Jagung Produk Andalan Tojo Una-Una ........... 165
Gambar6.2 SudutSalah Satu Pantai di Tojo Una-Una ....... 166
1
Bab IPendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kualitas kesehatan yang tinggi merupakan tujuan dari pem-
bangunan nasional. Kualitas kesehatan merupakan dasar mem-
bangun kualitas sumber daya manusia. Hal itu tidak saja menjadi
tujuan pemerintah saat ini, tetapi juga telah dilakukan pada
pemerintah sebelumnya. Pada masa pemerintahan Soekarno
(1945-1967) dapat dibaca dalam program kerja masing-masing
kabinet, sedangkan pada pemerintahan Soeharto (1967-1998),
rancangan pembangunan dapat dicermati dalam GBHN (Garis-
garis Besar Haluan Negara).1
Kualitas kesehatan ini menjadi salah satu tolok ukur pem-
bangunan manusia oleh UNDP (United Nation Development
Programme), salah satu organisasi di bawah naungan Persatuan
Bangsa Bangsa (PBB). UNDP mengeluarkan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM).2 IPM merupakan salah satu ukuran yang sering
digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan sumber
1 Pada era pemerintahan Soekarno, tahun 1951dicetuskan pertama kali dalam Bandung Plan, yaitu pemikiran untuk mengintegrasikan berbagai institusi dan upaya kesehatan seperti Balai Pengobatan, Balai Kesehatan Ibu dan Anak, dan lain-lain, di bawah satu pimpinan agar lebih efektif dan efisien (Firdaus, 2012). Program ini diimplementasikan pada masa pemerintahan Soeharto dengan membangun Puskesmas yang diikuti dengan penyediaan tenaga medik, mulai dari bidan, perawat hingga dokter. 2 Dalam bahasa Inggris diistilahkan Human Development Index (HDI). Dapat dicermati dalam http://hdr.undp.org/en/data. Indeks ini di-launching pada tahun 1990 dengan menggunakan konsep Mahbub Ul Hag.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una2
daya manusia. Terdapat tiga indikator dalam IPM yaitu pendidikan,
ekonomi, dan kesehatan. Indikator kesehatan pada IPM diukur
dari angka harapan hidup waktu lahir.3 Ukuran angka harapan
hidup tidak sepenuhnya bisa diterima sebagai ukuran dimensi
kesehatan dalam pembangunan, karena angka harapan hidup
hanya merupakan salah satu output dari pembangunan kesehatan.
Terdapat aspek-aspek lain yang belum diukur. Menyadari tentang
hal tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam hal ini
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
mengembangkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat
(IPKM). Sejarah IPKM diawali dari adanya Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 yang dilakukan Balitbangkes. Oleh karena
itu, data Riskesdas menjadi sumber utama dalam penyusunan
IPKM, ditunjang dengan data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) dan Potensi Desa (Podes).4
Riskesdas telah dilakukan tiga kali, yaitu pada tahun 2007,
2010, dan 2013. Riskesdas 2007 dan 2013 dilakukan untuk
menghasilkan estimasi prevalensi dan proporsi hingga level
kabupaten/kota, sedangkan Riskesdas tahun 2010 dilakukan
untuk menghasilkan ukuran pada level provinsi, dan dibatasi pada
indikator MDGs. Oleh karena itu, IPKM yang merupakan gambaran
pembangunan kesehatan kabupaten/kota baru dihitung juga dua
kali, yaitu tahun 2007 dan 2013.
3 Ada perubahan pengukuran angka harapan hidup antara tahun 1990 dan paska 2010. Ukuran paska 2010 berdasarkan pendapat Amartya Sen. Lihat http://en.wikipedia.org/wiki/Human_Development_Index.4 Riskesdas ini merupakan penelitian kesehatan dasar yang dilakukan oleh Balitbang Kesehatan dengan mengambil sampel ratusan ribu RT dan dilakukan secara berkala setiap kurang lebih 5 tahun sekali, mulai dari 2007 dengan 258.284 RT dan terakhir 2013 dengan jumlah 294.959 RT (Balitbangkes, 2008, 2013). Tahun 2010, riset ini dilakukan untuk mencermati ketercapaian program MDGs di Indonesia (Balitbangkes, 2010).
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 3
IPKM ini dirumuskan berdasarkan indikator komposit dari
berbagai indikator berbasis komunitas. IPKM 2013 merupakan
pengembangkan dari IPKM 2007. IPKM 2007 ditentukan ber-
dasarkan 24 indikator, sedangkan pada IPKM 2013 menjadi 30
indikator. Berdasarkan kajian khusus, dilakukan penyempurnaan
IPKM dengan melakukan pengurangan indikator, dan indikator
yang mengalami penyempurnaan dalam definisi operasional.
Pada IPKM 2013, 30 indikator dikelompokkan menjadi 7 sub-
indeks, yaitu: (1) kesehatan balita, (2) kesehatan reproduksi, (3)
pelayanan kesehatan, (4) perilaku, (5) penyakit tidak menular, (6)
penyakit menular, dan (7) kesehatan lingkungan. Masing-masing
kelompok ini dapat dilihat skor sub indeksnya (Balitbangkes, 2014,
p. 35).
Berdasarkan skor IPKM, pemerintah dalam hal ini Kemen-
terian Kesehatan dapat menentukan peringkat kabupaten/
kota terkait dengan pembangunan kesehatan. Hasilnya juga
ber manfaat untuk advokasi dalam memacu peningkatan pem-
bangunan kesehatan. Caranya, para pengambil kebijakan men-
cermati nilai dari masing-masing indikator. Dari nilai tersebut,
mereka dapat membuat skala prioritas pembangunan kesehatan.
Konsekuensinya, penentuan skala prioritas itu berpengaruh pada
alokasi dan dana bantuan kesehatan dari pusat ke daerah (provinsi
maupun kabupaten/kota) dan dari provinsi ke kabupaten/kota
(Balitbangkes, 2010, p. 15).
Hasil pengembangan IPKM ini menjadi semakin menarik
tatkala mampu mengkategorikan keberhasilan pembangunan
kesehatan, berikut aspek-aspek yang menjadi daya ungkit dan atau
sebaliknya memerlukan prioritas perbaikan. IPKM 2007 meng-
hasilkan perangkingan yang menarik untuk dicermati. Pertama,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una4
kabupaten/kota di rangking 1-20 lebih banyak berasal dari Pulau
Jawa dengan rangking tertinggi berada di tangan Kota Magelang.
Selebihnya, kabupaten/kota berasal dari Pulau Bali dan Sumatera.
Kedua, tujuh kabupaten Provinsi Papua termasuk di dalam 20
rangking terbawah, Kabupaten Pegunungan Bintang menduduki
rangking terendah (440). Sisanya berasal dari berbagai provinsi,
antara lain: Mandailing Natal, Nias dan Nias Selatan (Provinsi
Sumatera Utara), Sumba Timur, Manggarai Barat dan Manggarai
(Provinsi Nusa Tenggara Timur), Mamasa (Provinsi Sulawesi Barat),
Janeponto (Provinsi Sulawesi Selatan), Murung Raya (Provinsi
Kalimantan Tengah). Gayo Lues (Provinsi Aceh), dan Sampang
(Provinsi Jawa Timur). Ketiga, ada dugaan indeks tersebut terkait
kemiskinan. Artinya, tingkat kemiskinan turut berpengaruh pada
IPKM (Balitbangkes, 2010).
1.2 Daerah Bermasalah Kesehatan
Mendasari hasil IPKM tahun 2007, Balitbangkes meng ka-
tegorikan kabupaten/kota menjadi daerah bermasalah kesehatan
dan tidak bermasalah kesehatan (Balitbangkes, 2010). Daerah
bermasalah kesehatan (DBK) ditentukan oleh hasil IPKM-nya yang
kurang dari rerata. Status DBK ini juga mempertimbangkan besar
proporsi penduduk miskin di daerah tersebut, berdasarkan data
Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Daerah dikatakan miskin jika jumlah penduduk miskin di atas rata-
rata nasional. Berdasarkan data tersebut, Kementerian Kesehatan
pada tahun 2010 mengembangkan program penanggulangan
daerah bermasalah kesehatan (PDBK). Daerah yang menjadi fokus
penanganan PDBK adalah provinsi yang memiliki 50 persen lebih
kabupaten/kota-nya merupakan derah bermasalah kesehatan
(Kemenkes, 2010, p. 4).
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 5
Tabel 1.1. Rerata IPKM 2007 dan Penduduk Miskin 2007
Sebaran
Rerata IPKM
Kabupaten KotaKabupaten
+ Kota
Rerata IPKM 0,482541 0,608678 0,508629
Simpang baku 0,083391 0,047058 0,092642
Nilai IPKM terendah 0,247059 0,467303 0,247059
Nilai IPKM tertinggi 0,706451 0,708959 0,708959
Rerata Persentase Penduduk Miskin Kabupaten
Rerata Persentase Penduduk Miskin Kota
Rerata Persentase Penduduk Miskin Nasional
21,01
8,66
16,58
Sumber: Kemenkes, 2010, p. 8; BPS, 2007.
Dalam buku pedomannya disebutkan PDBK bertujuan mem-
percepat peningkatan skor IPKM di kabupaten/kota DBK, dengan
kata lain diharapkan terjadi peningkatan derajat kesehatan dan
mengurangi kesenjangan antardaerah. Program PDBK juga akan
meningkatkan kinerja sistem kesehatan DBK, sekaligus mem-
peroleh model pendampingan dan model pemecahan masalah
yang spesifik untuk peningkatan IPKM di DBK. Dalam program
tersebut, setiap kabupaten yang dipilih didampingi oleh tim yang
terdiri dari unsur pusat (Kemenkes), provinsi (Dinas Kesehatan
Provinsi) maupun kabupaten/kota (Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota) dalam rangka menguatkan struktur dan tugas-fungsi dari
sistem kesehatan(Kemenkes, 2010, p. 5).
Salah satu provinsi yang memperoleh program PDBK dari
Kementerian Kesehatan adalah Sulawesi Tengah (Sulteng). Hal
ini dikarenakan delapan (8) dari 10 kabupaten/kota di Provinsi
Sulteng tahun 2007, nilai IPKM di bawah rata-rata nasional. Hanya
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una6
dua kabupaten yang nilai IPKM di atas rata-rata yaitu Kabupaten
Morowali dan Poso (bandingkan tabel 1.1. dan 1.2). Keadaan
itu sudah barang tentu menunjukkan kualitas pembangunan
kesehatan yang belum maksimal.
Tabel 1.2. IPKM Kabupaten di Sulawesi Tengah 2007 dan 2013
No. Kabupaten/KotaRank-IPKM 2007
IPKM 2007
Rank-IPKM 2013
IPKM 2013
1. Kab Banggai Kepulauan 330 0.4433 447 0.4408
2. Kab Banggai 265 0.4775 318 0.5066
3. Kab Morowali 239 0.4950 277 0.5216
4. Kab Poso 142 0.5554 246 0.5317
5. Kab Donggala 337 0.4410 415 0.4644
6. Kab Toli-toli 387 0.4015 461 0.4255
7. Kab Buol 392 0.3924 242 0.5336
8. Kab Parigi Moutong 320 0.4470 453 0.4359
9. Kab Tojo Una-Una 295 0.4632 480 0.3862
10. Kab Sigi - - 348 0.4936
11. Kota Palu 193 0.5241 56 0.6091
Rerata Provinsi 0.4640 0.4863
Sumber:(Balitbangkes, 2014)
Dengan kondisi bermasalah kesehatan dan miskin, maka
kabupaten dengan IPKM di bawah rata-rata, memperoleh pen-
dampingan dalam program PDBK dari Kemenkes RI. Setelah
melalui proses pendampingan yang panjang bersama dengan
kabupaten/kota yang bermasalah lain di Indonesia, Kementerian
Kesehatan perlu juga mencermati hasil yang diperoleh. Ukuran
keberhasilan tersebut dapat dilihat dari hasil Riskesdas tahun 2013.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 7
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 dan Podes 2011, Balitbangkes
kembali menyusun IPKM untuk tahun 2013.
Rerata nilai IPKM 2013 untuk Provinsi Sulteng adalah
0,4863. Nilai rerata ini sedikit ada peningkatan dibandingkan
tahun 2007 yang sebesar 0,4640 (Tabel 1.2). Dengan kata lain
nilai IPKM di banyak kabupaten/kota di Provinsi Sulteng meng-
alami peningkatan, namun demikian secara peringkat terjadi
penurunan. Kondisi ini menggambarkan bahwa kabupaten/kota
lain di Indonesia juga mengalami peningkatan nilai IPKM. Sehingga
peningkatan nilai IPKM di kabupaten/kota di Provinsi Sulteng tidak
secara otomatis berdampak pada naiknya peringkat karena yang
terjadi justru penurunan, sebagai akibat perubahan nilai IPKMdI
kabupaten/kota lain di Indonesia. Selain itu, terjadi pemekaran
kabupaten/kota di Indonesia dari 440 (tahun 2007) menjadi 497
(tahun 2013). Kondisi ini turut mempengaruhi perubahan nilai
IPKM pada tahun 2007 dan 2013. Misalnya Kabupaten Sigi, pada
tahun 2007 belum menjadi kabupaten (belum ada) sehingga nilai
IPKM tidak muncul. Pada tahun 2013, Kabupaten Sigi berada pada
peringkat 348.
Dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Sulteng (sebelumnya 10
karena Sigi adalah kabupaten baru), terdapat empat kabupaten
yang nilai IPKM-nya menurun, yaitu Banggai Kepulauan, Poso,
Parigi Moutong, dan Tojo Una-Una. Dari empat kabupaten
tersebut, Tojo Una-Una mengalami penurunan IPKM yang
paling banyak yaitu sebesar 0,0770 (padahal telah mengikuti
program PDBK dari Kemenkes). Terdapat enam kabupaten/kota
yang mengalami peningkatan nilai IPKM walaupun peringkatnya
tidak otomatis ikut naik. Dari enam kabupaten/kota tersebut,
Kabupaten Buol dan Kota Palu merupakan satu-satunya daerah
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una8
di Provinsi Sulteng yang disamping terjadi peningkatan nilai, juga
mengalami peningkatan peringkat IPKM.
Kondisi semacam ini tidak berarti pemerintah daerah tidak
berusaha memperbaiki status kesehatan masyarakatnya. Peme-
rintah Kabupaten Tojo Una-Una yang menjadi lokasi penelitian
ini misalnya telah berjuang dengan diawali dengan memperbaiki
fasilitas dan pemenuhan tenaga kesehatan. Fasilitas kesehatan,
khususnya pembangunan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu,
memang berkembang dengan percepatan yang tidak signifikan,
karena setiap tahun Puskesmas pembantu bertambah satu. Hal
itu berbeda dengan tenaga kesehatan yang berkembang pesat.
Dokter umum bertambah 50% dalam lima tahun, sedangkan
bidan perawat hampir dua kali lipat dalam lima tahun (lihat tabel
1.3).
Tabel 1.3. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten Tojo Una-Una Tahun2009-2013
Kriteria 2009 2010 2011 2012 2013
Kecamatan 9 9 9 9 9
RSUD 1 1 1 1 1
Puskesmas1) 12 13 13 13 13
Puskesmas Pembantu 42 46 46 45 46
Dokter Spesialis 3 2 3 2 4
Dokter Umum2) 19 22 19 22 28
Dokter Gigi 1 3 3 2 4
Bidan 104 102 99 102 191
Perawat 154 235 247 162 291
Tenaga Gizi 3) 5 15 15 11 15
Tenaga Farmasi 10 25 26 33 40
Sumber:Bappeda Kabupaten Tojo Una-Una, 2009; 2011, 2014a dan 2014b.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 9
Keterangan:Terdapat 4 kecamatan yang memiliki 2 Puskesmas1. Induk, yaitu: Tojo Barat, Ampana Tete, Ampana Barat, dan Walea KepulauanHampir semua menetap pada sejumlah kecamatan daratan. 2. Tidak merata, hanya ada di 3 kecamatan.3.
Membangun fasilitas kesehatan dan menyiapkan SDM di
Kabupaten Tojo Una-Una harus diakui bukan hal yang mudah.
Sebagai kabupaten yang baru berdiri 12 tahun yang lalu dengan
jumlah penduduk 137.880 (BPS 2014) tentu berpengaruh pada
sumber daya manusia dalam birokrasi dan pendapatan asli
daerah. Kondisi semacam itu berdampak pada terbatasnya
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan jumlah tenaga dan
fasilitas kesehatan.
Bila mencermati Tabel 1.4, pembangunan kesehatan Kabu-
paten Tojo Una-Una telah berhasil menekan sejumlah penyakit
yang memiliki prevalensi tinggi pada lima tahun sebelumnya.
Penyakit pernapasan dan sejenisnya mengalami penurunan, begitu
pula penyakit malaria yang memiliki risiko kematian. Meskipun
demikian, penyakit-penyakit ini tidak memiliki kontribusi yang kuat
bagi peningkatan angka IPKM. Sebaliknya, penyakit hipertensi dan
gangguan jiwa yang justru naik itu menjadi indikator dari IPKM.
Penderitanya dari semula berjumlah 42 orang pada tahun 2009
menjadi 2.300 pada tahun 2013.
Mencermati hal-hal semacam ini, Balitbangkes memutuskan
untuk menggali lebih dalam permasalahan di balik fluktuasi hasil
IPKM 2013 bila dibandingkan IPKM 2007. Kabupaten Tojo Una-
Una yang menjadi lokasi penelitian termasuk DBK dan miskin
(berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) BPS tahun
2007) yang memperoleh program pendampingan dari pusat
(PDBK), namun pada tahun 2013 mengalami penurunan nilai
IPKM.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una10
Tabel 1.4. Jumlah Penderita Penyakit menurut Jenis Penyakit di Kabupaten Tojo Una-Una dalam 5 (lima) Tahun Terakhir (2009-2013)
Penyakit 2009 2010 2011 2012 2013TBC1. 103 253 159 507 162Disentri2. 416 382 396 862 650Thypus3. 243 623 199 354 39Cholera/Diare4. 3.789 4.496 4.581 5.802 4.147Pencernaan5. - 8.366 229 287 11.658Syphilis6. - - 1 1 11Kelamin7. 13 20 102 582 1.251Kulit8. 6.508 6.353 8.143 11.434 16.256Kurang Vitamin9. 73 74 699 123 -Batuk Rejan10. 264 164 192 178 71Lepra11. 48 6 101 45 4Cacar Air12. 269 516 647 1.031 887Campak13. 19 12 75 74 62Gondok14. 8 12 67 27 62Malaria15. 8.148 10.266 1.468 898 298Cacingan16. 402 557 415 805 894Jantung17. 75 208 315 199 217Hipertensi18. 3.979 5.868 4.968 9.024 10.731Mata19. 651 1.640 893 2.571 2.000Kerancunan 20.
Makanan
62 - 23 35 139
Telinga21. 579 1.055 860 1.868 2.193Bronchitis22. 1.048 1.717 1.000 1.469 1.937Pernapasan23. 13.914 12.658 25.315 36.583 1.983Lambung 24.
(Gastritis)
4.717 6.739 7.419 10.471 11.411
Pneumonia25. 225 191 169 154 185Penyakit Syaraf/26.
Gangguan Jiwa
42 378 132 123 2.300
Gizi Buruk27. - - - 58 48
Sumber : Bappeda Kabupaten Tojo Una-Una, 2010;2011,2012,2013, dan 2014a.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 11
1.3 Metode Penelitian
Buku ini merupakan hasil penelitian dari pendalaman IPKM
2013 dengan studi kasus di Kabupaten Tojo Una-Una Sulawesi
Tengah. IPKM 2013 bersumber dari Riskesdas 2013 dan Podes
2011, keduanya merupakan penelitian kuantitatif yang mencoba
menang kap fenomena kesehatan dasar masyarakat dan potensi
desa. Riskesdas 2013 menggunakan dasar pemikiran HL Blum5
tentang kesehatan masyarakat, yang bila hasilnya dihubungkan
satu per satu dengan kondisi objektif individu dan keluarga, maka
akan tampak peran kondisi objektif tersebut. Sementara itu,
penelitian Podes 2011 merekam dengan baik fasilitas dan potensi
yang dimiliki oleh masyarakat.
Penelitian ini bersifat evaluatif lanjutan terhadap peren-
canaan pembangunan kesehatan dan implementasinya. Berangkat
dari latar belakang tersebut, maka penelitian ini menggunakan
metode gabungan antara kuantitatif dan kualitatif. Hal itu sesuai
dengan pemikiran Creswell (2009). Penggunaan metode kualitatif
sebagai lanjutan dari metode kuantitatif dapat menghasilkan
pandangan advokatif pada penggunanya (Creswell, 2009). Hal
semacam ini diharapkan dari penelitian lanjutan IPKM ini. Pen-
jelasan informan yang diperoleh secara jelas akan dianalisis,
sehingga memberikan rekomendasi yang advokatif kepada peme-
rintah lokal.
Untuk memperoleh rekomendasi yang advokatif sebagai
produk akhir dari penelitian, informan dipilih secara bertujuan
5 Dr. Henrik L. Blum atau yang lebih di kenal dengan nama HL Blum adalah seorang profesor emeritus administrasi kesehatan dan perencanaan di University of California, Berkeley, dan pelopor dalam reformasi perawatan kesehatan. Menurut Blum terdapat 4 faktor yang berperan dalam menentukan tingkat atau derajat kesehatan suatu masyarakat, yaitu: (1) Perilaku, (2) Kesehatan Lingkungan, (3) Pelayanan Kesehatan dan (4) Genetika.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una12
(purposive) dan mengalir hingga mengalami kesejenuhan
pengetahuan (snowball). Informan yang bertujuan itu adalah
mereka yang terlibat dalam pengambil kebijakan dan pelaku
pembangunan kesehatan, seperti: Kepala Dinas Kesehatan
(KaDinkes) berikut stafnya yang terkait, Kepala Puskesmas (Ka
Pus) berikut stafnya dan pimpinan SKPD (Satuan Kerja Perangkat
Daerah) Kabupaten yang terkait. SKPD yang dimaksud adalah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten,
Badan Ketahanan Pangan dan/atau Dinas Pertanian, Dinas Sosial,
dan Dinas Pendidikan.
Bappeda terlibat dalam perencanaan dan penentuan skala
prioritas pembangunan kabupaten. Sedangkan dengan Kepala
Dinas Sosial atau stafnya akan berhubungan dengan masalah-
masalah kemiskinan.
Mengingat kondisi geografis Kabupaten Tojo Una-Una yang
terdiri dari wilayah daratan dan kepulauan, maka informasi tentang
pembangunan kesehatan harus mewakili kedua wilayah tersebut.
Untuk itu, pemilihan lokasi untuk pendalaman masalah pada
Puskesmas di Kecamatan Ampana mewakili wilayah daratan, dan
Puskesmas di Kepulauan Walea untuk kepulauan. Pembagian ini
menjadi penting karena karakteristik geografis berpengaruh pada
akses kesehatan, baik yang terkait dengan penyediaan tenaga
kesehatan maupun masyarakat yang akan menggunakannya.
Informasi diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara
mendalam. Pedoman wawancara mendalam didispkan sebagai
awal untuk masuk ke dalam topik-topik yang inti. Pedoman ini
telah diturunkan dari fokus penelitian (rumusan dan tujuan
penelitian). Selain teknik wawancara mendalam, pengamatan
juga menjadi kunci untuk memperoleh gambaran pelaksanaan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 13
pembangunan kesehatan. Dalam pengamatan, tim menggunakan
alat bantu kamera, baik dari handphone maupun kamera digital.
Dalam rangka memperoleh pengayaan dan sekaligus tri-
angu lasi, peneliti mengembangkan diskusi kelompok terfokus.
Ada beberapa syarat diskusi kelompok terfokus, antara lain:
kesetaraan posisi antaranggota diskusi dan jumlah anggota yang
tidak lebih dari 10 orang, termasuk fasilitator. Hal-hal itu telah
menjadi metode baku pada penelitian ini.
Informasi yang diperoleh secara lengkap diolah dan dikla-
sifikasikan dengan mengikuti model Miles dan Huberman,
dimulai dari penyajian data (data display), reduksi dan penarikan
kesimpulan (Matthew B. Miles, A. Michael Huberman, 1994).
Dalam penyajian data, peneliti memaparkan fenomena pada
masing-masing kasus. Hal itu kemudian dilanjutkan dengan
mengembangkan matriks dan menarik kesimpulan dari matriks
tersebut.
15
Bab 2Selayang Pandang Tojo Una-Una
2.1 Dari Pantai yang Indah ke Bukit yang Menjulang
Dari data BPS (2014), wilayah Kabupaten Tojo Una-Una
terdiri atas wilayah daratan dan kepulauan dengan luas wilayah
daratan 5.721,51 km2 (8,41 %) dan luas laut 3.566,21 km2, dengan
panjang pantai + 951,115 km. Secara administrasi Kabupaten
Tojo Una-Una terbagi atas sembilan kecamatan dengan lima
kecamatan di daratan, yaitu Kecamatan Tojo Barat, Kecamatan
Tojo, Kecamatan Ulubongka, Kecamatan Ampana Tete, Kecamatan
Ampana Kota. Empat kecamatan lain merupakan kepulauan yang
terdiri dari Kecamatan Una-Una, Kecamatan Togean, Kecamatan
Walea Kepulauan, dan Kecamatan Walea Besar (BPS, 2014).
Pada awal tahun 2015, sejumlah kecamatan dimekarkan. Kini,
jumlahnya menjadi 11 kecamatan. Dua kecamatan berada di
kepulauan Togean, yaitu Kecamatan Batudaka dan Kecamatan
Talatako. Kecamatan Batudaka merupakan hasil pemekaran dari
Kecamatan Una-una, sedangkan Kecamatan Talatako berasal dari
Kecamatan Walea Kepulauan. Di wilayah daratan, Kecamatan Ratu
Lindo berdiri sebagai hasil pemekaran Kecamatan Ampana Kota.
Kabupaten Tojo Una–Una sebenarnya juga merupakan hasil
pemekaran dari Kabupaten Poso. Kabupaten ini berdiri setelah
konflik Poso tahun 2000-an. Kabupaten ini terletak di sebelah
Timur dari Kabupaten Poso. Kabupaten ini berbatasan dengan
Kabupaten Banggai di sebelah Timur. Di Utara, kabupaten ini
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una16
berbatasan dengan Teluk Tomini (Provinsi Gorontalo). Di sebelah
selatan, kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Morowali
dan Poso. Kabupaten Morowali juga merupakan pemekaran dari
Kabupaten Poso. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada
kordinat 0º 06’ 56” Lintang Selatan sampai 02º 01’41” Lintang
Selatan dan 121º 05’ 25” Bujur Timur sampai 123º 06’ 17” Bujur
Timur (BPS, 2014).
Sebagai kabupaten yang baru berdiri tidak lebih dari satu
dekade ini, jumlah penduduknya tidak terbilang besar, hanya
137.880 jiwa (70.762 jiwa laki-laki dan 67.118 jiwa perempuan).
Walaupun begitu, kabupaten ini telah menjadi daya tarik bagi
pendatang karena tingkat pertumbuhan penduduknya melebihi
rata-rata nasional, yaitu 5,35 persen. Tingkat kepadatannya adalah
33 jiwa/km2(BPS, 2014).
Gambar 2.1 Peta Kabupaten Tojo Una-Una
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 17
Penduduk Tojo Una-Una berasal dari berbagai etnis. Pen-
duduk aslinya adalah suku Baree yang berada di wilayah pesisir
dan kepulauan. Sementara itu, di pegunungan ada suku Taa
Wana atau disingkat suku Taa. Di dalam sejarahnya suku Baree ini
mengembangkan dua kerajaan, yaitu Tojo yang berada di wilayah
perbatasan Kabupaten Poso dan Togean (Una-una) yang berada di
kepulauan. Kedua keluarga kerajaan ini memiliki ikatan pertalian
darah yang cukup kuat. Kerajaan ini memiliki relasi yang kuat
dengan kerajaan-kerajaan di sekitarnya, seperti dengan orang-
orang Kaili dan orang-orang Luwuk (Kabupaten Banggai).
Pola semacam ini bisa dipahami karena Kabupaten Tojo
Una-Una secara topografi juga memiliki perbukitan hingga di atas
500 meter berbatasan dengan wilayah Kabupaten Morowali. Di
wilayah pantai yang datar, tepatnya wilayah Kecamatan Ampana
Tete dan Kota merupakan wilayah permukiman. Sementara
itu, semakin ke Selatan semakin berbukit-bukit dengan tingkat
kemiringan hingga 400, bahkan terus naik hingga ke perbatasan
Kabupaten Morowali yang mulai mendatar hingga wilayah
pantai selatan. Selain suku Baree, sejumlah etnis pendatang juga
bermukim di wilayah daratan yang berada di pesisir pantai. Orang-
orang Bugis datang melalui Kabupaten Poso dan Morowali, begitu
pula dengan orang-orang Kaili dari Kabupaten Parigi Mountong
(Parimo) dan Kota Palu. Sementara itu, selain Suku Taa Wana,
orang-orang Jawa dan Bali membuka sawah dan perkebunan di
lereng gunung.
Kondisi yang kurang lebih serupa juga terjadi di wilayah
kepulauan. Hanya sedikit pulau yang tidak berbukit, sebagian besar
memiliki bukit, bahkan di Pulau Una-una terdapat gunung berapi
yang pernah meletus pada tahun 1980-an. Di wilayah kepulauan,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una18
karena merupakan lintas jalan laut antara Sulawesi Tengah dan
Gorontalo, maka terdapat sejumlah etnis dari Gorontalo dan
Kabupaten Banggai (Luwuk). Mereka menetap sebagai nelayan
dan petani. Selain itu, ada orang-orang Bajo yang membangun
pemukiman.
Gambar 2.2. Moda Transportasi Darat untuk menuju/dari Kota Palu, Kabupaten Poso dan Banggai. (Dokumentasi Peneliti)
Menurut cerita Bapak Bupati H. Damsyik Djalajani, saat ini
Kabupaten Tojo Una-Una relatif lebih mudah dicapai dari Palu
atau Poso bila dibandingkan sebelum tahun 1980-an. Dulu, orang
harus menempuh perjalanan laut ke Parigi Moutong selama satu
hari satu malam, dan esok harinya dilanjutkan dengan moda
tranport darat ke Palu selama 6 sampai 8 jam. Saat ini, dari
catatan Dishub Sulteng (2013) jarak antara Palu dan Ampana
(pusat Kabupaten Tojo Una-Una) adalah 377 km. Perjalanan darat
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 19
dengan moda transport darat6 menempuh waktu 10 jam. Empat
jam pertama melalui jalan berliku-liku melintasi kebun teh (Palu-
Parigi Moutong). Bila tidak tahan, penumpang disarankan minum
obat anti mabuk.
Bila menggunakan pesawat terbang, dari luar provinsi
Sulteng ke Kabupaten Tojo Una-Una tidak saja melalui Palu,
teta pi melalui Poso dan Luwuk (Kabupaten Banggai). Dari Poso,
orang harus menempuh perjalanan selama 4-5 jam dengan sewa
kendaraan. Pesawat terbang biasa mendarat sekitar jam 9 wak-
tu setempat. Bila ingin menggunakan jasa travel dari Palu, maka
harus menunggu 5-6 jam. Kendaraan travel baru sampai di Poso
pukul 14.00 s/d 15.00 WITA. Bila tidak harus singgah di Kota Palu,
sebaiknya menggunakan pesawat terbang via Luwuk. Dari Kota
Luwuk menuju Kabupaten Tojo Una-una, perjalanan ditempuh
kurang lebih 4 jam lamanya. Saat ini, Pemda Kabupaten Tojo Una-
Una sudah membangun lapangan terbang dengan landasan pacu
yang terpajang se-Sulawesi Tengah. Landasan yang panjang ini
direncanakan untuk pendaratan pesawat besar, salah satunya milik
Maskapai Garuda. Lapangan terbang ini terletak di Kecamatan
Ampana Tete. Menurut informasi, secara resmi akan beroperasi
pada pertengahan tahun 2015.
6 Ada dua moda transport darat, yaitu bis dan travel. Selama perjalanan hanya terlihat satu kali saja. Hanya sampai di Poso. Kelebihannya, selain biaya murah, penumpang membawa sepeda motor. Sepeda motor diikat di atas atau di belakang bis. Dengan cara ini, penumpang bisa menggunakan di Palu dan menuju ke kampung asalnya dari tempat pemberhentian bis terakhir. Moda travel digunakan dengan tinggal memesan via telepon di hotel. Tarifnya jauh lebih mahal.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una20
Gambar 2.3. Moda Transportasi Laut untuk menuju/dari Kepulauan Togean (Dokumentasi Peneliti)
Moda transportasi lain yang menjadi andalan masyarakat
adalah kapal. Kapal digunakan oleh penduduk bila ingin menuju
wilayah Kepulauan Togean. Dari Kepulauan Togean, di Wakai
(Kecamatan Una-Una) dan di Pasokan (Kecamatan Walea Besar)
orang bisa menuju ke Gorontalo. Setelah dari Gorontalo, para turis
biasanya naik pesawat terbang ke Manado untuk mengunjungi
Bunaken. Kepulauan Togean telah menjadi salah satu daerah
tujuan dalam wisata bahari.
Dalam lima tahun terakhir ini, Pemkab mengadakan pem-
bangunan fisik dalam skala besar. Selain membangun bandara,
Pemkab juga membangun kompleks perkantoran yang terletak
di sebelah Selatan dari pusat keramaian Ampana Kota. Jaraknya
kurang lebih 7 km. Pusat perkantoran itu terdiri dari kantor
Bupati, kantor DPR, sejumlah kantor dinas hingga kantor Polresta.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 21
Bangunan kantor Bupati sangat besar dan indah seperti layaknya
kantor gubernur di Pulau Jawa (lihat gambar 2.4).
Gambar 2.4 Kantor Bupati di Kabupaten Tojo Una-Una
(Dokumentasi Peneliti)
2.2 Potensi Daerah: Perkebunan dan Laut
Visi Kabupaten Tojo Una-Una terpampang jelas di gedung
pemerintahan, disebutkan adalah “Terciptanya pembangunan
Tojo Una-Una yang Merata dan Berkelanjutan Berbasis Agrobisnis
dan Wisata Unggulan Menuju Masyarakat Madani”. Visi ini
menggambarkan potensi daerah, di mana Tojo Una-una adalah
daerah agraris, sektor petanian merupakan sektor yang memegang
peranan penting dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una22
Sektor pertanian penyumbang terbesar terhadap pembentukan
PDRB yaitu 43,75%.
Gambar 2.5 Jagung produk andalan Tojo Una-Una
(Dokumentasi Wahana Visi Indonesia)
Produksi jagung merupakan komoditas penyumbang ter-
besar terhadap total produksi jagung di Sulawesi Tengah. Produksi
jagung tahun 2013 sebanyak 47.807 ton, disusul kedelai sebesar
7.207 ton, sementara beras sebesar 7.001 ton. Baik jagung,
kedelai, maupun beras produksi terbesar terdapat di Kecamatan
Ampana Tete, terutama untuk kedelai (BPS, 2014).
Kabupaten Tojo Una-Una memiliki kekayaan hayati yang
beragam, mulai dari sayur-sayuran, buah-buahan hingga hasil
perkebunan. Lombok merupakan komoditas sayuran dengan total
produksi terbesar 7.925 kw. Sedangkan buah-buahan, pisang,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 23
merupakan produk andalan yang mencapai 19.109 ton, disusul
pepaya, mangga, dan dukuh yang berkisar 6000 ton. Durian, jika
musimnya tiba, berpotensi menjadi komoditas andalan, produk-
sinya mencapai 2.269 ton (BPS, 2014).
Gambar 2.6 Cengkeh dan Durian, Contoh Hasil Perkebunan Rakyat
(Dokumentasi Peneliti)
Hutan rakyat atau lebih tepat tanah perkebunan dimiliki
dengan luas bervariatif. Jenis tanaman perkebunan rakyat tersebut
berupa kelapa, cengkeh, kopi, coklat, kemiri, jambu mente, dan
sagu. Produksi kelapa, dengan luas lahan 26.520 ha merupakan
yang terbesar mencapai 29.946 ton (BPS, 2014). Tanaman kelapa
ini dikelola untuk memproduksi kopra. Kopra merupakan bahan
baku dari minyak untuk memasak. Kopra merupakan komoditas
unggulan dan menjadi primadona sektor perkebunan.
Kopra tidak saja sebagai salah satu komoditas utama masya-
rakat Kabupaten Tojo Uja-Una, tetapi di hampir seluruh kabupaten
di Provinsi Sulawesi Tengah. Deretan pohon kelapa yang menjulang
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una24
sekitar 10-20 meter dari permukaan tanah berada di sepanjang
pantai hingga sekitar 20 km ke arah pegunungan. Tidak saja di
wilayah daratan, Kepulauan Togean juga menyumbang komoditas
kelapa dalam jumlah yang besar setiap tiga bulan.
Gambar 2.7 Kopra dalam karung sudah siap angkut di Pelabuhan Desa Tongkabo
(Dokumentasi Peneliti)
Setiap tiga kali dalam seminggu Kapal Motor Puspita Sari
mengangkut berpuluh-puluh karung dari Kepulauan Togean
ketika menuju Ampana, begitu pula dengan kapal Ferry yang
mengangkut kopra di Pasokan (Kecamatan Walea Besar) atau
Wakai (Kecamatan Una-Una) ke Gorontalo pada waktu berangkat
dari Ampana atau ke Ampana pada waktu pulang. Karung-karung
itu berisi kopra yang sudah kering. Kopra ada daging kelapa yang
dicukil dan dikeringkan di bawah sinar matahari hingga agak
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 25
menghitam. Daging kelapa ini kemudian dipotong berbentuk segi
empat dengan panjang 3-4 cm setiap sisinya. Per kilogramnya
kopra dijual 60-80 rupiah. Sementara itu, batok kelapa dibuat
arang dan dihargai Rp 4.000,00/kg. “… Baru sekarang saja (batok
kelapa) ada harganya. Dulu tidak ada. Orang Ampana yang butuh
....” Kopra ini dibawa ke Ampana. Di Ampana sudah ada pengepul
besar kopra. Oleh pengepul besar ini, kopra dibawa ke Surabaya
dengan kapal. Kopra dijadikan minyak. Selain menjual kopra
untuk memperoleh uang tunai, masyarakat juga membuat minyak
secara tradisional. Minyaknya berbau harum.
Komoditas kedua adalah cengkeh. Cengkeh merupakan
salah satu bahan baku rokok yang berfungsi sebagai saus, sehingga
rokok beraroma harum cengkeh dan tidak terlalu menyesakkan bila
dihirup. Tidak ada data yang jelas kapan komoditas ini ditanam.
Dalam sepuluh tahun terakhir komoditas ini sangat diminati
oleh masyarakat. Satu kilogram cengkih kering dihargai hingga
Rp 160.000,00. Satu pohon bisa menghasilkan puluhan kilogram
bunga cengkih kering, bahkan ada yang sampai di atas seratus
kilogram. Hal itu bergantung pada perawatan pohon cengkeh.
Salah satu desa yang diamati dalam penelitian ini adalah
Desa Buntongi. Selain kelapa dan coklat, cengkeh merupakan
salah satu komoditasnya. Desa Buntongi merupakan bagian
dari wilayah Kecamatan Ampana Kota, dan merupakan bagian
dari wilayah tugas Puskesmas Ampana Barat. Desa Buntongi
merupakan desa baru hasil pecahan dari Desa Sansarino, yang
resmi menjadi desa definitif sejak tahun 2012. Memasuki wilayah
desa ini, hamparan kebun cengkeh, coklat, dan kelapa berada di
setiap sisi jalannya. Suhu udara yang cukup panas di siang hari
terasa pula di Buntongi, karena wilayah ini memang tidak terlalu
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una26
jauh dari pantai. Jumlah air bersih yang cukup juga menjadi faktor
pendukung bagi produktivitas pertanian di desa ini. Setiap rumah
tangga juga telah dilengkapi dengan sarana air bersih untuk
kebutuhan hariannya.
Demikian pula di Desa Popolii, salah satu desa di wilayah
kepulauan Togean. Di dalam perjumpaan yang tidak sengaja,
seorang pedagang yang juga pemilik pohon dari Popolii, Bapak
Husni (60 tahun) mengaku baru saja mengirim 1 kwintal cengkeh
dan sekitar hampir 1 ton kopra ke Ampana. “… Bersih, sudah
dipotong biaya angkut, bayar kuli dan tukang panjat, hampir 15
juta lebih saya pegang ....” Ia memiliki lebih dari 100 pohon kelapa
dan sekitar 50 lebih pohon cengkeh.
Laut dari Teluk Tomini juga memiliki potensi ekonomi bagi
masyarakat Kabupaten Tojo Una-una. Produk perikanan cukup
besar. Usaha hasil tangkapan berupa ikan tuna, cakalang, layang,
kerapu, kakap, napoleon, cumi-cumi, udang windu dan juga
ikan hias. Potensi perikanan di Teluk Tomini sebesar 77.285 ton
pertahun, dengan jumlah stok ikan perairan diperkirakan 196.753
ton pertahun yang terdiri dari jenis palagis besar seperti tuna,
cakalang, cucut, tengiri dan jenis palagis kecil seperti layang,
kembung, selar, teri serta ikan demersal seperti kakap merah,
lencam, ekor kuning dan kerapu. Potensi non ikan seperti cumi-
cumi, teripang, mutiara dan rumput laut. Tahun 2013 jumlah
produksi perikanan tangkap sebesar 12.058,74 ton dengan nilai
produksi sebesar 157 miliar rupiah. Angka tersebut meningkat
6 kali lipat dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 25 milyar.
Kondisi ini menunjukkan potensi hasil laut di Tojo Una-Una yang
jika digarap serius meningkatkan pendapatan sangat signifikan.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 27
Sedangkan jumlah produksi perikanan budidaya sebesar 28 ton
dengan nilai produksi tidak sampai satu miliar rupiah.
Gambar 2.8 Potensi wisata bahari Tojo Una-Una
(Dokumentasi Peneliti)
Kepulauan Togen dikenal kaya akan terumbu karang
dan berbagai biota laut yang langka dan dilindungi. Beberapa
aksi wisata yang dapat dilakukan di kepulauan ini antara lain:
menyelam dan snorkelling di Pulau Kadidiri, memancing, men-
jelajah alam hutan yang ada di dalam hutan yang ada di Pulau
Malenge. Wisatawan juga bisa mengunjungi pemukiman orang
Bajo di Kabalutan. Batu karang dan pantai menyediakan tempat
bagi beberapa binatang laut untuk tinggal dan berkembang
biak. Hasil survei Marine Rapid Assessment Program (MRAP)
oleh Conservation International Indonesia (CII) tahun 1998 di
Kepulauan Togean dan Banggai menunjukkan bahwa Kepulauan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una28
Togean merupakan salah satu bagian ekosistem terumbu karang
penting dari ‘coral triangle’ yang meliputi wilayah Indonesia,
Filipina, Malaysia, Papua Nugini, Jepang, dan Australia.7
Gambar 2.9 Keindahan Terumbu Karang sebagai Potensi Wisata Bahari
(Dokumentasi Peneliti)
Mengingat kualitas terumbu karang dan kekayaan biota
lautnya, pemerintah pusat memasukkan wilayah kepulauan
Togean sebagai wilayah konservasi. Satu badan didirikan untuk
menangani konservasi, yaitu: Badan Taman Nasional Kepulauan
Togean (BTNKT). BTNKT ini berkantor di Ampana dan di Desa
Popolii, Kecamatan Walea Kepulauan. Pemerintah kabupaten,
terutama Bapak Bupati Damsyik Djalajani, sangat responsif bila
7 http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Nasional_Kepulauan_Togean.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 29
terjadi usaha-usaha pengrusakan terumbu karang sebagaimana
dikatakan oleh Bapak Camat Popolii. “.. .Bupati juga gemar
memancing. Kalau ada bom ikan, dia marah. Untuk menjaga, kami
diberi biaya operasional untuk perahu motor....”
2.3 Kemiskinan, Kekayaan Alam Hanya Modal, Selebih nya...
Dari paparan potensi daerah, masyarakat kabupaten ini
sebenarnya tampak berlimpah sumber daya alamnya. Kesuburan
tanah dan potensi laut seharusnya memberikan kelimpahan dan
kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, memang masyarakat dan
pemerintah belum mengeksploitasi bahan-bahan tambang yang
dimiliki. Dari data BPS (2013), penambangan masih memberikan
kontribusi kurang dari 2 persen dari PDRB keseluruhannya.
Kelebihan potensi alam ternyata belum sepenuhnya menghasilkan
masyarakat yang sejahtera. Secara keseluruhan jumlah penduduk
miskin di Sulawesi Tengah hingga September 2012 sebesar 14,49%
atau 409 ribu dari jumlah penduduk 2,6 juta jiwa.
Data Hasil survei PSE tahun 2007 oleh BPS menyebutkan
bahwa semua kabupaten di Provinsi Sulteng memiliki proporsi
jumlah penduduk miskin di atas rata-rata nasional. Kabupaten Tojo
Una-Una memiliki proporsi penduduk miskin paling besar yaitu
30,22%. Hasil survei PSE tahun 2011, menunjukkan penurunan
persentase penduduk miskin Provinsi Sulteng, walaupun begitu
Kabupaten Tojo Una-Una masih menempati urutan pertama
dengan penduduk miskin terbanyak, yaitu sebesar 22,37%.
Sementara itu daerah dengan penduduk miskin paling rendah
adalah Kota Palu yakni 9,24% (Gambar 2.10).
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una30
Tingkat kemiskinan masyarakat dapat diukur dengan melihat
adanya pendidikan, infrastruktur perdesaan, dan kesehatan yang
belum cukup memadai serta minimnya kegiatan ekonomi pro-
duktif seperti permodalan dan pemanfaatan tekhnologi tepat
guna. Penanggulangan kemiskinan membutuhkan penanganan
serta langkah-langkah yang sistematik, terpadu, dan menyeluruh
di mana aspek pemberdayaan masyarakat dan penguatan kelem-
bagaan harus tetap menjadi perhatian.
Gambar 2.10 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulteng Tahun
2007 dan 2011
Jika melihat kondisi ketersediaan infrastruktur pendidikan,
kesehatan, dan perekonomian di perdesaan Kota Palu jelas lebih
baik dibanding 10 Kabupaten lainnya. Infrastruktur pendidikan,
sarana kesehatan, dan jalan yang dapat dilalui kendaraan setiap
kelurahan/desa sudah mencapai 100%. Artinya, setiap kelurahan di
Kota Palu memiliki sekolah dasar dan sederajat, punya Puskesmas
atau pustu dan jalannya bisa dilalui kendaraan roda empat.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 31
Sementara di Tojo Una-Una hanya 95% dari jumlah desa
memiliki sekolah dasar, 86% desanya memiliki sekolah dan sarana
kesehatan, dan hanya 66% jalan yang bisa dilalui kendaraan roda
empat. Dari sisi ketersediaan infrastuktur perekonomian yakni
ketersediaan bank umum di Tojo Una-una baru 1,65% dari seluruh
desa/kelurahan, 0,83% Bank Perkreditan Rakyat dan 30,5% pasar
dengan kondisi bangunan permanen. Artinya masih ada sekitar
60,5 persen dari desa yang ada di Tojo Una-Una tidak memiliki
fasilitas bangunan pasar (Kepala Badan Pusat Statistik Sulawesi
Tengah).
Upaya kebijakan percepatan penanggulangan kemiskinan
telah di atur melalui peraturan presiden Nomor 13 tahun 2009
tentang koordinasi penanggulangan kemiskinan. Keterlibatan
langsung masyarakat, baik secara perorangan maupun secara
kelembagaan dalam seluruh proses pembangunan, baik yang
dimu lai perencanaan, pelaksanaan, maupun hasil evaluasi hasil-
hasil pembangunan, sangat dipengaruhi oleh peningkatan kemam-
puan dan kemandirian.
2.4 Membangun Pendidikan, Pintu Mensejahterakan Masyarakat
Sejumlah teori kemiskinan, antara lain dari John K. Galbraith
menyebutkan bahwa pendidikan merupakan pintu masuk untuk
membebaskan masyarakat dari kemiskinan (Galbraith, 1983).
Melalui pendidikan, seseorang belajar dan menemukan ide-
ide baru. Ide-ide itu terkait dengan usaha-usaha meningkatkan
ekonominya. Paling sederhana, masyarakat memahami teknologi
baru yang ujung-ujungnya meningkatkan produktivitas pertanian.
Hal itu disadari dengan benar oleh Bapak Bupati H. Damsyik
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una32
Djalajani (baca Tabel 2.1). Oleh karena itu, di awal program
pembangunan, Pemkab membebaskan biaya pendidikan. Dengan
membebaskan biaya pendidikan, Pemkab berharap angka
partisipasi pendidikan meningkat dari tahun ke tahun. Prosesnya
bertahap, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga sekolah
menengah atas. Tidak hanya pendidikan formal, Pemkab juga
memberikan bantuan operasional untuk pendidikan keagamaan
yang non-formal.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 33
Tabe
l 2.1
. Ko
ndis
i Pen
didi
kan
di K
abup
aten
Toj
o U
na-U
na 2
013
TK/R
A S
eder
ajat
SD S
eder
ajat
SMP
Sede
raja
tSM
ASM
K
SP
GS
PG
SP
GS
PG
SP
G
1. T
ojo
Bara
t12
270
1115
1655
112
465
332
--
-1
146
19
2. T
ojo
1643
016
2017
9214
95
545
251
509
24-
--
3. U
lubo
ngka
1345
516
2124
2313
58
555
282
199
13-
--
4. A
mpa
na T
ete
2080
811
2535
1121
48
984
491
132
91
128
19
5. A
mpa
na K
ota
3013
8122
3155
3631
78
2058
118
290
845
515
9110
3
6. U
na-U
na13
348
421
2103
141
568
919
150
515
--
-
7. T
ogea
n2
683
1917
8610
53
265
28-
--
--
-
8.W
alea
Kep
ulau
an10
448
817
1854
107
756
516
127
017
--
-
9. W
alea
Bes
ar3
130
211
663
733
337
7-
--
--
-
Tahu
n 20
1311
943
3893
180
2132
313
5351
6651
305
725
2312
37
1865
141
Tahu
n 20
1211
644
6146
718
022
012
1377
466.
5851
96
2294
179
622
9417
9
Sum
ber:
BPS
, 201
4: 8
3, 8
5, 8
7 da
n 91
Kete
rang
an: S
=Sek
olah
, P=P
elaj
ar, G
=Gur
u
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una34
Bila memperhatikan tabel 2.1. dan tabel 2.2., maka tidak
seluruh siswa yang tamat melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Walaupun begitu, bila dicermati lebih dalam, maka Angka
Partisipasi Kasar (APK)8 menurun pada jenjang yang lebih tinggi.
Dari sekitar 2.841 peserta didik di SD hanya sekitar 2.200-an yang
melanjutkan ke jenjang SMP. Kondisinya menjadi mengerikan
pada lulusan SMP. Hanya sepertiga saja yang melanjutkan ke
jenjang SMA dan sederajat.
Tabel 2.2. Jumlah Peserta dan Lulusan menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Tojo Una-Una 2012 dan 2013
No. Jenjang2012 2013
Peserta Lulusan % Peserta Lulusan %SD 2.879 2.841 98,68 3.106 3.067 98.74SMP 1.958 1.871 95,56 2.147 1.963 91.43SMA 545 518 95,05 780 737 94,03SMK 535 409 76,45 671 612 91,21
Sumber: BPS, 2014: 86, 89, 92 dan 93
Peningkatan jumlah peserta didik di jenjang pendidikan
dasar, SD dan SMP, tidak terlepas dari kerja keras Pemkab dan
8 Angka Partisipasi Kasar (APK) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SLTA dan sebagainya) dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Hasil perhitungan APK ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu pada wilayah tertentu. Semakin tinggi APK berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan pada suatu wilayah. Nilai APK bisa lebih besar dari 100 % karena terdapat murid yang berusia di luar usia resmi sekolah, terletak di daerah kota, atau terletak pada daerah perbatasan. (https://wakhinuddin.wordpress.com/2009/08/07/angka-partisipasi-dalam-pendidikan/) Rumus: Jumlah murid di tingkat pendidikan tertentu APK = 100% Jumlah penduduk usia tertentu
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 35
pemerintah pusat. Sebelum di tingkat nasional, Pemkab telah
beren cana membebaskan biaya pendidikan dan memberikan
pening katan status ke sekolah satu atap untuk SD Negeri di
wilayah yang terbatas akses transportasinya.
Bapak H. Damsyik Djalajani (Bupati Tojo Una-Una): Sivia Patuju, Bersatu Kita Bebas dari Kebodohan dan
Kemiskinan
Bila bertemu pertama kali, tidak ada yang menyangka kalau Bapak H. Damsyik ini seorang bupati. Penampilannya tidak me-nge san kan sebagai orang nomer satu di Kabupaten Tojo Una-Una. Ia menemui tim peneliti dengan me-ngenakan pakaian seragam korpri,
sama seperti pegawai lainnya. Pakaian itu dikenakan tepat pada saat PNS harus memakainya yaitu tanggal 17. Ia tersenyum lebar. Ia ramah. Perhatiannya terhadap masalah-masalah pendidikan dan kesehatan sangat tinggi. Oleh karena itu, sangat responsif ketika ada penelitian tentang IPKM. Pertemuan dengan tim peneliti merupakan permintaan Bupati, karena tim peneliti tidak berencana menjadwalkan beraudiensi dengan Bupati. Ada beberapa alasan. Pertama, kesibukan Bupati di awal tahun dalam rangka musrembang. Kedua, dari pihak tim peneliti, keterbatasan waktu karena harus berhadapan dengan lokasi di kepulauan. Walaupun begitu, ketika mengetahui kehadiran tim peneliti, serta merta Bupati ingin bertemu. Hal itu disampaikan oleh ajudannya. Waktu yang disediakan pada hari terakhir menjelang tim peneliti pulang.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una36
Kesederhanaan Bupati ini tidak lepas dari sejarah hi-dup nya yang berliku-liku. Selama tiga jam pertemuan, ia men ceritakan latar belakang yang unik. Ia merupakan anak Kepulauan Togean, tepatnya di Una-Una. Pada waktu kecil, ia harus berjalan ke sekolah lima kilometer jauhnya. Orangtua dan neneknya sangat perhatian terhadap masalah pendidikan anak. Apabila ia nakal di sekolah, maka dihukum mengupas lima butir kelapa. Karena miskin, ia sering menunggak. Suatu ketika ia dipanggil kepala sekolah dan diberitahu kalau tidak boleh ujian sebelum lunas uang sekolahnya. Ia marah dan membanting buku. Ia pun lari pulang ke rumah. Hari-hari berikutnya ia tidak masuk sekolah. “… Sekolah libur …” ,jawabnya ketika ditanya oleh ayahnya. Ayahnya tahu kalau ia berbohong. Akhirnya ia dipaksa sekolah dan tidak naik kelas. Meskipun demikian, ia hanya tinggal kelas beberapa minggu saja. Karena melihat kepandaiannya, ia kembali naik kelas. Setelah di sekolah rakyat, ia meneruskan ke SGB (Sekolah Guru Bawah) di Ampana. Lulus SGB ia tidak menjadi guru. Ia memilih kembali ke SMP. Pilihan itu dilakukan ketika pulang kampung. Ia melihat anak-anak SMP jauh lebih pintar karena bisa berbahasa Inggris. Ia mendaftar ke SMP. Waktu itu, ia diberi pilihan duduk di kelas tiga. Ia memilih di kelas dua. Setelah lama bersekolah di SMP, ia baru tahu kalau anak-anak itu bukan berbahasa Inggris tetapi ternyata berbahasa Gorontalo yang bercampur bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, bisa dipahami mengapa ia mengedepankan sektor pendidikan dalam pembangunan Kabupaten Tojo Una-Una selama satu dasawarsa. Dari jenjang PAUD hingga SMA sederajat, pemerintah menggratiskan biaya pendidikan. Tidak hanya untuk sekolah negeri tetapi juga sekolah-sekolah swasta dan madrasah diniyah juga. “… Sebelum Oneng bicara sekolah
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 37
gratis, kami sudah lakukan itu ....” (Oneng yang dimaksud adalah Rieke Dyah Pitaloka, anggota DPR RI dari fraksi PDI-P). “… Bila dibandingkan kabupaten lain, PAD dan DAU Tojo Una-Una kecil, tapi kita bisa (sekolah gratis) ....”
Setamat SMP ia melanjutkan ke SMA. Dari SMA, ia sempat mendaftar dan kuliah di pendidikan guru, tetapi kemudian diminta pamannya bekerja di Pemkab Poso. Ia menjadi ajudan sekda Kabupaten Poso. Karena masih belum PNS, ia ikut apa kata Sekda. Ia tidak dibayar. “… Kamu ikut aku. Makan dan tidur juga ikut aku ...”, jelas Sekda. Untuk mencari uang tambahan, ia bekerja membantu pedagang antar pulau berjualan. Ia sudah berencana mengundurkan diri dari pegawai honorer. Ia memikirkan rencana itu ketika Sekda pergi ke luar kota. Ketika hendak menyampaikan niatnya, ia dipanggil untuk mendampingi Bupati Poso yang baru. Takdir membawanya menjadi ajudan tetap Bupati Poso. Bupati dari Jawa ini sangat perhatian padanya, apalagi hubungannya sangat dekat dengan anak-anaknya. Ia tidak saja mendapat uang saku, tetapi juga mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah ke APDN di Makasar. Sambil kuliah, ia juga bertugas menjaga anak-anak Bupati.
Di Makasar ia bertemu dengan istrinya. Setelah selesai jenjang S1, ia kembali ke Poso. Oleh Bupatinya, ia ditempatkan sebagai Camat Tentena yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. “… Damsyik, kamu tidak usah kuatir. Prinsip orang kerja itu ada tiga. Jujur, tabah, dan ikhlas ...”, pesan Bupatinya. Walau seorang muslim, pada waktu hari Natal ia masuk dari gereja ke gereja. Ia berjumpa dengan masyarakatnya. Di tempat itu, ia ditempa untuk menguasai lapangan dan menarik hati rakyat. Betapa tidak, ia yang berasal dari kepulauan dengan budaya santri Islam harus mengenal, hidup bersama dan memotivasi
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una38
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Ia berhasil. Masyarakat Tentena mengenangnya sebagai camat idola.
Ketika Kabupaten Tojo Una-Una berdiri dan memisahkan dari Kabupaten Poso, ia diminta menjadi karteker. Oleh Bupati Poso, ia diminta untuk maju menjadi Bupati. “… Damsyik, kamu maju jadi Bupati ....” Ia bertanya tidak tahu caranya dan dari partai mana. “… Itu gampang ....” Akhirnya ia pun maju dari Partai Golkar dan menang. Program unggulannya adalah agribisnis dan pariwisata. Hal itu tidak lepas dari kemampuan penguasaan lapangannya. Kabupaten Tojo Una-Una sebenarnya kaya akan produk perkebunan, mulai dari coklat, kopra, dan cengkeh, tetapi tidak pernah diolah dengan sungguh-sungguh. Sementara itu, aneka biota yang kaya di laut Kepulauan Togean merupakan potensi wisata yang tidak kalah dari Wakatobi dan Raja Ampat.
Semua sektor dikembangkan untuk mencapai dan me-ning katkan sektor unggulan. Masalah kesehatan menjadi satu sektor kunci. Karena malu pada wisatawan yang selalu membawa obat malaria, maka ia mengembangkan program Gebrak Malaria 2015 sejak tahun 2008. Sebelum tahun 2015, tepatnya tahun 2013 Kabupaten Tojo Una-Una sudah bebas malaria.
Sementara itu, terkait dengan gangguan jiwa. Ia mengaku banyak yang mempertanyakan ketika memutuskan untuk me-rekrut tenaga dokter jiwa pada tahun pertama jabatannya. “… Untuk apa dokter jiwa, mestinya dokter yang lain ....” Kritik itu disampaikan oleh berbagai kalangan. Ia melihat kebutuhan itu karena masyarakat Tojo Una-Una menghadapi tingkat stress yang tinggi. “… Bisa tanam, tapi tidak bisa jual. Hasil panen
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 39
tidak bisa dibawa ke kota, jalan rusak. Biaya mahal dan makan waktu lama. Sampai di kota sudah busuk ....” Menurutnya, di beberapa kasus, stress juga terjadi karena pemilihan legislatif. “… Gagal caleg, keluar uang sudah banyak ....” Hal itu sekarang terbukti (ada banyak gangguan mental di Tojo Una-Una).
41
Bab 3Gizi Buruk, Sebuah Malapetaka untuk
Keberhasilan Pembangunan
3.1 Gizi Buruk: Akar dari Masalah Kesehatan Anak
Gizi buruk, khususnya pada anak balita sering dinilai sebagai
bentuk ketidakberhasilan dari pembangunan. Bila dikaitkan dengan
MDGs (Millineum Development Goals), gizi buruk merupakan
indikator dari tujuan pertama, yaitu menanggulangi kemiskinan
dan kelaparan. Pada tujuan pertamanya, target keduanya berbunyi
“menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan
menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015” (Stalker,
2008, p. 9). Oleh karena itu, pemerintah kabupaten menaruh
perhatian yang sangat besar pada kasus gizi buruk pada balita.
Demikian yang dilakukan oleh Pemkab Tojo Una-una, khususnya
Dinas Kesehatannya. Dinkes Kabupaten Tojo Una-una meletakkan
persoalan gizi buruk pada point ke-4 dalam isu-isu strategisnya.
Mendasarkan pada data Riskesdas 2007 dan 2013, masalah
gizi buruk pada balita di Kabupaten Tojo Una-Una memang patut
menjadi perhatian. Dalam Riskesdas 2007, pada saat Kabupaten
Tojo Una-Una yang terbilang sebagai kabupaten baru (pemekaran
dari Kabupaten Poso), sebenarnya jauh lebih baik dibandingkan
tahun 2013. Prevalensi anak balita gizi buruk dan kurang pada
tahun 2007 sebesar 27,83% lebih baik dibandingkan ketiga
kabupaten lain, seperti Donggala, Toli-Toli, dan Buol. Hasil Riskesdas
2013 menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk dan kurang tidak
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una42
semakin menurun, tetapi justru bertambah menjadi 31,26%.
Bila tahun 2007 Kabupaten Tojo Una-Una menduduki urutan
keempat terbawah, kini merosot satu tingkat di atas Kabupaten
Buol dan Kabupaten Donggala. Sementara itu, indikator lain yang
terkait dengan gizi anak justru menjadi lebih baik, seperti angka
prevalensi balita kurang dan balita gemuk yang menurun.
Tabel 3.1. Perbandingan Indikator Gizi Balita Hasil Riskesdas 2007 dan 2013 Kabupaten Tojo Una-una
IndikatorTojo Una-Una
Sulawesi
TengahIndonesia
2007 2013 2007 2013 2007 2013
Prevalensi Balita 1.
Gizi Buruk dan
Kurang
27,83 31,26 26,80 24,04 20,36 19,63
Prevalensi Balita 2.
Kurus24,66 11,97 16,13 9,37 14,84 12,12
Prevalensi Balita 3.
sangat pendek
dan pendek
30,66 41,83 39,20 41,06 38,24 37,21
Prevalensi Balita 4.
Gemuk7,64 4,90 7,48 8,49 12,63 11,27
Sumber: Riskesdas 2007 dan 2013.
Kondisi status gizi anak balita di Kabupaten Tojo Una-Una
tidak terlalu menggembirakan bila dibandingkan dengan hasil
rerata Provinsi Sulteng. Ketika rerata prevalensi balita gizi buruk
dan kurang di Sulteng beranjak menurun dari semula 26,80%
menjadi 24,04%, kondisinya berbalik di Kabupaten Tojo Una-Una
di mana prevalensinya justru meningkat dari 27,83% pada tahun
2007 menjadi 31,26% ditahun 2013.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 43
Untuk indikator lain, yaitu prevalensi balita kurus dan
gemuk, hasilnya sebenarnya cenderung membaik. Prevalensi anak
balita kurus dan sangat kurus misalnya, mengalami penurunan
cukup drastis dari 24,66% pada tahun 2007 menjadi 11,97% pada
tahun 2013. Jumlah anak balita gemuk menurun dari 7,64% pada
tahun 2007 menjadi 4,90% pada tahun 2013. Hasil itu berbanding
terbalik dengan rerata prevalensi anak balita gemuk Provinsi
Sulawesi Tengah yang justru naik dari 7,48% pada tahun 2007
menjadi 8,49 pada tahun 2013. Artinya, dari sisi fisik anak balita
Kabupaten Tojo Una-Una mendekati tubuh ideal dibandingkan
kondisi se-provinsi Sulawesi Tengah.
Bila membandingkan hasil se-Indonesia, status gizi Kabu-
paten Tojo Una-Una memang belum mencapai hasil di bawah
rerata. Pada tahun 2007, angka prevalensi gizi anak balita
buruk dan kurang jauh lebih besar dibandingkan rerata tingkat
nasional yang hanya 20,36% atau selisih 7,47%. Pada tahun 2013,
rerata prevalensi gizi anak balita buruk dan kurang di Indonesia
menurun 0,73%, sedangkan prevalensi Kabupaten Tojo Una-Una
justru bertambah hingga selisihnya 11,63%. Angka ini sungguh
memprihatinkan (lihat tabel 3.1).
Sementara itu, indikator lain yang juga tidak menggembirakan
terkait status gizi balita, yaitu prevalensi balita sangat pendek
dan pendek. Sebetulnya, balita pendek menjadi persoalan tidak
hanya di Kabupaten Tojo Una-Una namun juga pada level Provinsi
Sulteng yang angkanya mencapai 41,06%, bahkan Kabupaten
Banggai Kepulauan menempati urutan tertinggi yaitu 51,54%,
yang artinya separuh balita di Baggai Kepulauan adalah pendek.
Angka Kabupaten Tojo Una-Una hampir sama dengan Provinsi
Sulteng, yakni 41,83%. Hal ini menjelaskan bahwa dari 10 balita
yang ada di Tojo Una-Una terdapat empat anak yang pendek. Jika
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una44
dibandingkan dengan tahun 2007, maka pada tahun 2013 terjadi
peningkatan prevalensi sebesar 10%. Sehingga cukup jelas bahwa
gizi balita merupakan masalah besar yang terjadi di kabupaten
ini.
3.2 Berjuang Memenuhi Target Satu Desa Satu Bidan Desa
Mencermati kondisi semacam ini, Dinkes Kabupaten Tojo
Una-Una tidak berdiam diri. Dalam rencana strategis (renstra)
disebutkan terdapat dua program sasaran yang dikembangkan
untuk mengurangi prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak
balita. Pertama, secara khusus dinkes mengembangkan program
perbaikan gizi masyarakat. Dalam program itu, Dinkes menaruh
harapan agar bisa meningkatkan kemandirian keluarga dalam
perbaikan gizi dan meningkatkan keanekaragaman konsumsi
pangan. Hal itu dimulai sejak ibu hamil hingga anak berusia
lima tahun. Dalam renstra tersebut, kegiatannya dimulai dari (1)
survaliens gizi, (2) pemantauan gizi balita, (3) penanggulangan
kekurangan vitamin A, (4) penanggulangan masalah GAKI, (5)
penanggulangan dan pencegahan masalah gizi buruk dan kurang,
dan terakhir (6) penanggulangan dan pencegahan ibu hamil
kekurangan energi kronik (Dinkes, 2013: 50).
Selain itu, Dinkes mengembangkan program khusus, yaitu
program peningkatan kesehatan ibu dan anak. Tujuannya adalah
meningkatkan keselamatan ibu dan anak dalam persalinan.
Sama seperti indikator kesehatan nasional, Dinkes mengukur
keberhasilan dari capaian presentasi ibu yang mendapat
pelayanan ANC, persentase ibu yang ditolong oleh nakes pada
saat persalinan, dan kunjungan neonatal (KN1). Caranya dimulai
dari meningkatkan manajemen PWS-KIA dan KB, kemitraan dukun
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 45
bayi dan bidan hingga penanganan balita sakit dan UKS (Upaya
Kesehatan Sekolah) (Dinkes, 2013: 52).
Untuk mencapai hal tersebut, langkah-langkah awal Pemkab
Touna menyiapkan tenaga kesehatan, khususnya bidan dan
perawat. Sejak tahun 2008, Dinkes menyiapkan bidan dan perawat
hingga di tingkat desa (Dinkes, 2008). Ada dua cara yang digunakan.
Pertama, tenaga kesehatan tersebut diperoleh melalui program
pegawai tidak tetap (PTT). Program PTT ini diselenggarakan oleh
pemerintah pusat dan kabupaten. Rekruitmen bidan dan perawat
PTT Pusat didanai oleh APBN, sedangkan PTT Kabupaten didanai
APBD. Tenaga kesehatan yang diterima diikat melalui sistem
kontrak selama 3 tahun. Gajinya berbeda antara PTT Pusat dan
PTT Daerah. Kisaran pendapatan bidan dan perawat PTT Pusat
sebesar 3 juta rupiah, sedangkan PTT Kabupaten sebesar 1,5 juta
rupiah. “… Mereka tidak langsung ditempatkan, tetapi melalui
magang lebih dahulu 2 minggu sampai 1 bulan di RSUD ...”, jelas
Bapak Anshari, staf Dinkes Tojo Una-una bagian Sarana dan
Prasarana.
Cara kedua adalah membuka penerimaan PNS bidang
Kesehatan. Formasi kesehatan ini diajukan ke BKD oleh Dinkes ke
pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan). Melalui sistem online,
peminat mendaftar dan mengikuti test. Setelah pengumuman,
mereka diterima dan ditempatkan. Selama lima tahun terakhir,
cara yang kedua ini ternyata membawa konsekuensi. Pertama,
tenaga kesehatan lokal kalah bersaing dengan pendaftar lain,
seperti dari Makassar dan daerah lain yang lebih maju dari sisi
pendidikan. Kedua, ada kecenderungan untuk pindah setelah
diterima. “… Tidak jarang mereka menjadikan Touna ini sebagai
batu loncatan. Setelah diterima, mereka mengajukan pindah ke
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una46
daerah asalnya ...”, ujar Ibu Nurmila Ekasari, Bagian Keuangan
Dinkes Tojo Una-Una.9
Hal itu terjadi tidak saja di dinas kesehatan, tetapi di seluruh
SKPD se-Tojo Una-Una. Menyikapi kondisi tersebut, Bupati H.
Damsyik Ladjalani membuat aturan bahwa PNS baru bisa meng-
ajukan mutasi setelah 10 tahun berdinas. Nota kesepakatan itu
harus ditandatangani oleh PNS bersangkutan ketika awal bertugas
di Kabupaten Tojo Una-Una. Dengan kebijakan itu, mutasi pegawai
dapat dicegah, meskipun sayangnya baru diberlakukan mulai
tahun 2014.
Tabel 3.2. Jumlah Dokter, Bidan dan Perawat berdasarkan Puskesmas di Kabupaten Tojo Una-Una tahun 2013
Kecamatan Puskesmas D & KDokter
UmumBidan Perawat
Una-una1. Wakai 19 2 17 21 Togean 2. Lebiti 15 1 15 16 Walea 3.
Kepulauan
Dolong 15
1 5 12
Popolii 1 12 12 Ampana Tete4. Tete
201 17 13
Dat. Bulan 1 10 13 Ampana Kota 5. Ampana Timur
202 21 8
Ampana Barat 1 15 9 Ulubongka 6. Marowo 18 2 20 30 Tojo 7. Uekuli 15 2 14 21 Tojo Barat8. Matako
131 12 15
Tombiano 1 10 14 Walea Besar 9. Pasokan 8 1 9 9
Kabupaten 143 17 177 193
Sumber: Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una, 2013
9 Pernyataan ini diperkuat oleh Ibu Siti Nurfahmih dari Balitbang, Bappeda Kabupaten Tojo Una-una.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 47
Bila memperhatikan tabel 3.2, usaha Dinkes telah mem-
buahkan hasil. Dengan membandingkan jumlah kesatuan adminis-
tratif lokal, yaitu jumlah desa dan kelurahan (D&K), maka setiap
desa memiliki seorang bidan. Bila tidak ada bidan, maka ada
perawat (mantri). Ada pula desa yang memiliki seorang bidan dan
perawat. Desa tersebut biasanya memiliki Puskesmas pembantu
(pustu).
“Mereka tinggal di masing-masing desa. Mereka tinggal di pustu, poskesdes atau rumah penduduk. Rumah penduduk yang dipakai biasanya adalah rumah Pak Kades. Yang tinggal di rumah penduduk itu berarti pustu, poskesdes atau polindes tidak ada atau masih rehab. Maklum, ada beberapa yang merupakan tinggalan Poso. Tahun ini, rencananya setiap desa lengkap faskesnya ...”, jelas Bapak Ashari, Bagian Sarana dan Prasana Kabupaten Tojo Una-Una.
Gambar 3.1. Rehab Puskesmas Pembantu Molowagu, Kecamatan Batudaka, Kepulauan Togean (Dokumentasi Bappeda Kabupaten Tojo Una-una)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una48
Gambar 3.2. Pembangunan Puskesmas Dataran Bulan
(Dokumentasi Bappeda Kabupaten Tojo Una-una)
Data ini jauh lebih baik bila dibandingkan tahun 2007. Pada
tahun 2007, tenaga medis di Puskesmas hanya 7 orang dokter dan
18 perawat dan bidan. Tenaga bidan dan perawat lebih menumpuk
di RSUD sebanyak 99 orang (Dinkes, 2007). Tahun 2013, tenaga
perawat dan bidan disebarkan ke seluruh wilayah kecamatan.
Dari kecamatan, tenaga perawat dan bidan ditugaskan di desa.
Untuk RSUD, hanya tersedia 16 dokter (4 dokter spesialis dan 12
dokter umum), 16 bidan dan 98 perawat (Dinkes, 2013).
Sebagai tambahan, pada tahun 2013, bidan di Kepulauan
hanya 32,77% dari keseluruhan yang bertugas di Puskesmas,
perawat lebih tinggi, yaitu 36,37%. Kondisi ini mendekati proposi
desa di kepulauan yang hanya 39,86% dari keseluruhan desa
dan kelurahan di Kabupaten Tojo Una-Una. Oleh karena itu,
strategi pada Puskesmas di wilayah kepulauan, kecuali di pustu,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 49
tidak seluruh desa memperoleh satu bidan desa, tetapi juga
ada desa yang memiliki lebih dari satu bidan desa atau hanya
seorang perawat (mantri). Hal itu mengingat jumlah penduduk
yang bervariasi, berikut proporsi jumlah ibu dan anak. Di Desa
Kabalutan, ada dua bidan desa. Desa tersebut dihuni oleh
komunitas Suku Bajo lebih dari 2.000 KK. Sebagian besar berisi
ibu dan anak, sedangkan kaum laki-laki melaut hingga melampaui
wilayah Kabupaten Tojo Una-Una dalam waktu berminggu-minggu
lamanya. Untuk pergi ke Puskesmas, mereka harus menempuh
dua jam perjalanan menggunakan perahu katinting dengan
menghabiskan sekitar 6 liter bensin. Satu liter bensin dapat dibeli
dengan harga 10.000 s/d 12.000 rupiah, tergantung ketersediaan.
Semakin langka, semakin mahal harganya.
Hal yang serupa sebenarnya juga terjadi di wilayah daratan.
Salah satu contoh desa terpencil adalah Desa Dataran Bulan.
Desa ini termasuk kecamatan Ampana Tete. Di wilayah daratan
ada jalan trans Sulawesi memanjang dari Kota Palu hingga ke
Kabupaten Banggai Kepulauan. Jalan itu menyusuri sepanjang
pantai di sisi kiri, dan di sebelah kanannya tebing pegunungan
dengan kebun dan hutan. Desa Dataran Bulan jauh naik ke atas
dari jalan trans Sulawesi. Untuk mencapai desa tersebut, orang
harus melalui jalan yang berlumpur. Tidak ada satupun kendaraan
bermotor yang bisa mencapai daerah itu pada musim hujan. Oleh
karena itu, Pemkab membangun Puskesmas di desa tersebut
(lihat gambar 3.2).
Walaupun begitu, dalam lima tahun terakhir Dinkes tetap
mengusahakan satu desa satu bidan desa. Upaya tersebut
dilakukan dengan cara, pertama, mengirim tenaga kebidanan yang
ada untuk mengikuti alih jenjang dari D1 ke D3 Kebidanan. Pada
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una50
tahun 1990-an, ketika masih berada di bawah Kabupaten Poso,
sebagian peserta didik perempuan di SPK tidak diterima sebagai
PNS bila menempuh pendidikan satu tahun kebidanan di Poltekes
Palu. Setelah lulus, mereka diterima sebagai tenaga bidan desa.
Empat tahun yang lalu Dinkes mengembangkan program alih
jenjang ke D3 Kebidanan Poltekes. Sekitar 50 bidan desa dididik
ulang di RSUD Kabupaten Tojo Una-una selama 1 tahun, dan
satu tahun berikutnya di RSUD Undatta, Kota Palu. Dalam proses
tersebut, hanya separuh saja yang bisa menamatkan.
Cara kedua adalah menyekolah lulusan siswa SMA setempat
untuk menempuh pendidikan keperawatan dan kebidanan di Palu.
Mereka dibiayai oleh APBD Kabupaten dengan syarat setelah lulus
bersedia kembali ke daerah asalnya. Mereka lulus dan bertugas
sebagai bidan dan perawat PTT yang dikontrak selama tiga tahun.
Cara ini dilakukan bukan berarti tidak ada animo masyarakat untuk
menempuh pendidikan keperawatan dan kebidanan. “… Banyak
anak-anak lulusan SMA masuk ke kebidanan dan keperawatan di
Palu atau Poso. Mereka biaya sendiri. Tapi, setelah lulus, suka pilih
kerja di Ampana ...”, terang Bidan Khairah Ummah, Puskesmas
Popolii, Kecamatan Walea Kepulauan. Akibatnya, sebagian besar
tenaga kesehatan, khususnya bidan berasal dari luar kabupaten,
bahkan luar propinsi, terutama dari Sulawesi Selatan.10
10 Meskipun di Palu terdapat Poltekes, kebutuhan bidan dan perawat pada tahun 2010-2014 dipenuhi sebagian besar dari Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan telah mengalami surplus bidan dan perawat karena jumlah stikes yang besar. Stikes-stikes Sulsel ini memenuhi kebutuhan hampir seluruh provinsi di Sulawesi. Di Kabupaten Palopo misalnya terdapat lebih dari 6 stikes. Setiap tahunnya meluluskan lebih dari 1000 bidan/perawat. Sejak tahun 2012, lulusan berkurang karena harus mengikuti ujian kompetensi dari pusat yang sebelumnya cukup dari stikes sendiri. Sertifikat uji itu sebagai prasyarat menjadi bidan atau perawat PTT (Informasi dari Bidan Khairah Ummah, Puskesmas Popolii).
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 51
Bidan dan perawat PTT dapat memperpanjang kontrak.
Kontrak dapat diperpanjang dua kali berturut-turut, atau 9
(sembilan) tahun. Setelah itu, bila ingin meneruskan PTT, mereka
harus mengikuti ujian ulang. Biasanya, selama waktu kontrak
mereka mengikuti ujian PNS. Beberapa di antaranya diterima,
beberapa di antaranya mengikuti pada tahun-tahun berikutnya.
Sejumlah bidan di wilayah kepulauan berhasil juga menjadi PNS
setelah menjalani PTT, begitu pula di daratan.
Meski memiliki motivasi yang tinggi, perbedaan budaya
antara bidan dan masyarakat lokal turut berpengaruh dalam
kinerjanya. Menurut Bidan Khairah Ummah, bidan PTT yang muda,
masih gadis, dan bertubuh kecil ini dipandang sebelah mata oleh
para ibu hamil. Mereka lebih menaruh kepercayaan pada dukun
bayi terlatih. Walaupun begitu, lambat laun mereka memperoleh
kepercayaan tatkala bisa menangani persalinan.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una52
Sis Siti: Kami ini Bidan di Desa bukan Bidan Desa
Perkataan itu yang selalu diucapkan bila berdiskusi tentang Bidan Desa. Menurutnya, sebutan bidan desa selalu dilawankatakan dengan bidan kota. Maknanya men jadi berbeda. Bidan desa lebih terbelakang atau tradisional dari-pada bidan kota, padahal tidak. Semua caranya sama, bahkan bidan di desa tidak jarang lebih
pintar daripada bidan di kota. Di kota, bila ada masalah kehamilan langsung merujuk. Di sana alat, obat, dan sarana kesehatan lebih lengkap.
“… Bisa dibayangkan, Mas. Kita di sini tidak saja menangani persalinan. Tetapi, seluruh urusan kesehatan kita tangani. Apalagi kalau di Puskesmas, kerjaannya numpuk. Merang kap pekerjaan. Iya Bidan. Iya penanggungjawab A, B dan C. Bayarannya sama. Gaji dan pembagian JKN. Pembagian JKN tidak seberapa karena pasien sedikit ....”
Bidan Siti ini bisa dibilang orang pertama asli kepulauan yang menjadi bidan. Ia lahir dari keluarga petani di bulan Maret 1976. Umur empat tahun minta sekolah hingga lulus SMP di kampungnya, Popolii, Pulau Walea Kodi tahun 1989. Ia melanjutkan SPK. Alasannya sederhana sekali, sekolah pasti bisa jadi PNS karena waktu itu langsung “dapat” NIP setelah lulus. Selain itu, alasan utamanya adalah membantu orang-orang kampung yang susah mencari pelayanan kesehatan. Waktu itu, tidak ada mantri atau bidan di setiap pulau.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 53
Kenyataannya, ia tidak bisa langsung lulus tiga tahun di SPK Poso, tetapi harus menempuh D1 tahun 1995 dan bekerja di Poso. Oleh pemerintah, ia disekolahkan lagi khusus kebidanan jenjang D1 di Akbid RSU Gatot Subroto, Jakarta. Pulang tahun 1996, ia langsung ditugaskan di Wakai dengan gaji tidak seberapa. “… Kita melakukan pelayanan tanpa dibayar, meski di luar jam kerja. Kondisi ekonomi mereka waktu itu sangat miskin ....” Untuk menambah pendapatan, ia berkebun cengkeh dan kelapa.
Setelah itu, mengingat ibunya telah tua, ia memilih kembali ke tempat asalnya di Puskesmas Popolii. Ia menjadi bidan koordinator yang membawahi sembilan desa. Tiga bulan sekali ia melakukan Puskesmas keliling (pusling). “… Nampaknya orang Wakai banyak cerita tentang saya. Ketika saya tugas tidak ada masalah. Bahkan, mereka banyak yang mencari saya ....”
Menurut pengakuannya, bidan yang bertugas di wilayah terpencil ini harus serba bisa. Ia terkenal karena tidak saja menangani ibu hamil atau anak balita, tetapi semua orang pergi berobat kepadanya. Terkadang, ia harus menjaga pera-saan dengan dokter PTT yang bertugas. Masyarakat lebih suka memilih bidan daripada dokter. “Katanya, obat saya lebih manjur. Padahal sebenarnya tidak. Obat saya sederhana saja. Saya perhatikan orang-orang itu lebih cocok dengan obat apa. Terus, saya lihat komposisi dalam obatnya. Saya juga berani meracik obat bila perlu….”
Ia juga melakukan sunat (circumsition) pada anak laki-laki. “Mau bagaimana lagi, orangtuanya yang minta…,” meskipun ketika sudah besar, anak tersebut malu. “… Saya agak beda kalau menyunat. Saya perhatikan betul. Saya potong tidak terlalu banyak agar tidak ketarik kalau ereksi, sehingga
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una54
bengkok .…” Ia juga melakukan operasi bila ada kecelakaan. “Iyek, terpaksa. Dulu pernah operasi leher anak yang tertusuk kail pancing dekat urat nadi .… Dokter tidak berani operasi, bahkan hampir pingsan lihat darah yang begitu banyak. Orang tua tidak mau dirujuk ke rumah sakit. Walahualam....’’
Sejak kuliah alih jenjang ke D3 empat tahun lalu, ia sebenarnya sudah tidak berani melakukan operasi. “… Saya takut dibilang malpraktik. Tapi, bagaimana lagi .... Dokter PTT yang dari luar terkadang sulit membangun relasi. Sudah diterima masyarakat, eee… sudah selesai waktu kontraknya. Sehingga harus kembali ....”
Bila membandingkan bidan senior seperti Siti dengan
bidan yang baru, dapat dikembangkan matriks seperti tabel 3.3.
Bidan baru lebih berorientasi pada wilayah yang memiliki, kemu-
dahan akses transportasi, dan telekomunikasi. “… Kalau bisa di
daratan, dan di rumah sakit ....” Hal itu bisa dipahami karena
biaya pendidikan tidak murah. “… Terutama pada semester akhir
untuk praktek, kami harus keluar uang 10 juta lebih. Mereka
praktek kerja di Jawa ...”, ujar Bapak A, warga Desa Popolii yang
menyekolahkan anaknya di Kabupaten Poso.
Bidan baru, yang lulus kurang lebih 5 tahun terakhir, telah
melalui uji kompetensi sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan. Dengan uji tersebut, kualitas bidan sebenarnya
terstandarisasi. Di pihak lain, disamping memiliki pengetahuan
yang baik tentang profesi bidan, bidan yang baru sangat berhati-
hati. Di pihak lain, di dalam lingkungan yang terpencil, mereka
memiliki fungsi tidak saja berkaitan dengan kesehatan ibu dan
anak. Kadang-kadang mereka terpaksa melakukan fungsi dokter.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 55
Hal itu dihindari oleh bidan. Mereka tidak lagi mengambil rsiko
untuk melakukan fungsi di luar kebidanan (lihat Keputusan
Menkes No. 369/ Menkes/ SK/ III/ 2007 tentang Standar Profesi
Bidan).
Tabel 3.3. Matriks Kategori Bidan di Kabupaten Tojo Una-una Tahun 2015
Kriteria Bidan Lama Bidan Masih Baru
Lama Kerja1. Sekitar 10 tahun Kurang dari 5 tahun
Asal Pendidikan2. SPK-D1 Kebidanan D3 Kebidanan
Asal Biaya3. SPK-D1 Mandiri Mandiri
D1 ke D3 Beasiswa Mandiri
Status 4.
Kepegawaian
PNS PTT, PNS
Keterampilan5. Luas, Tidak
terbatas KIA
Terbatas pada KIA
Keberanian 6.
berisiko
Tinggi Sedang
Pemilihan 7.
Lokasi Kerja
Bersedia
ditempatkan di
mana saja
Cenderung wilayah dengan
akses mudah
Bila dari luar, cenderung
kembali ke daerah
asal, terutama bila
ada perubahan status
kepegawaian
Relasi Sosial8. Tinggi Sedang
Kebeterimaan 9. Tinggi Sedang
Sumber: Data Primer
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una56
Relasi sosial dan keberterimaan masyarakat tidak terlepas
dari pola interaksi antara bidan dan masyarakat. Pada bidan
yang baru, relasi dengan masyarakat umumnya kurang. Hal itu
tidak terlepas dari pandangan masyarakat yang melihat bidang
yang baru masih belum cakap dan usia yang muda. Hal itu tidak
berbeda jauh dengan hasil penelitian Pramono dan Sadewo
tentang keberadaan bidan di desa di beberapa lokasi di Jawa
Timur (M. Setyo Pramono, F.X. Sri Sadewo, 2012).
3.3 Posyandu, Membentuk Kader yang Partisipatif
Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan instrumen
untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak. Posyandu
merupakan hasil implementasi dari pembangunan kesehatan
masyarakat desa (PKMD) yang dicanangkan tahun 1975. Posyandu
didirikan tahun 1984 berdasarkan instruksi bersama antara
Menkes, Kepala BKKBN, dan Mendagri, digunakan untuk meng-
integrasikan berbagai PKMD, antara lain: Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi dan pencegahan
dan penanggulangan diare (Kemenkes, 2012).
Pada waktu krisis moneter tahun 1997-1998 yang diikuti
oleh krisis politik, terjadi penurunan kualitas kesehatan ibu
dan anak. Hal itu ditandai dengan peningkatan angka kematian
ibu (AKI) dan bayi (AKB). Setelah ditelaah, hal itu terjadi karena
Posyandu mengalami mati suri. Pemerintah, melalui Surat Edaran
Mendagri No. 411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001, melakukan
revitalisasi Posyandu. Surat Edaran ini kemudian dikembangkan
menjadi sejumlah permendagri terkait dengan pengembangan
Posyandu hingga menjadi salah satu indikator Desa/Kelurahan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 57
Siaga Aktif berdasarkan Keputusan Menkes RI No. 1529/Menkes/
SK/X/2010.
Sementara itu, di tengah revitalisasi Posyandu, sejak tahun
2012 desa/kelurahan diberi alokasi dana desa (ADD). Besar an
alokasi ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk dan luas
wilayahnya. Dalam alokasi itu, desa diberi kewenangan untuk
mengembangkan program pembangunannya, berikut pem bia-
yaan nya. Alokasi dana desa ini menjadi semakin berkedudukan
tatkala disahkan UU No. 6 tahun 2014 dan diikuti PP No. 43 tahun
2014 tentang pelaksanaan UU Desa. Dengan kewenangannya,
pemerintah desa dapat menganggarkan berbagai aktivitas untuk
pembangunan masyarakat, termasuk memberi insentif kader
Posyandu. Di Kabupaten Tojo Una-una, seluruh pemerintah desa
telah menganggarkan insentif kader Posyandu. Hal itu tertuang
dalam APB Desa, bahkan “… Bisa memasukkan anggaran makanan
tambahan untuk balita dalam kegiatan Posyandu ...”, kata Ismid
Lamahuseng, Kades Popolii, Kecamatan Walea Kepulauan. Hal
yang sama juga dilakukan oleh pemerintah desa kecamatan-
kecamatan di daratan, seperti di Kecamatan Ampanan Kota.
Sebagaimana ketentuan pengelolaan Posyandu, di setiap
desa terdapat satu atau lebih Posyandu. Jumlah Posyandu ter-
gantung dari jumlah penduduk dan luas wilayah. Desa Kabalutan,
Kecamatan Popolii misalnya memiliki dua Posyandu dan dua bidan
yang berdinas. Betapa tidak, Desa itu tidak terlalu luas, yaitu: 15,13
km,2 penduduknya berjumlah 2.167 jiwa (415 KK). Sebagian warga
tinggal dalam satu rumah panggung yang panjang. Satu rumah
bisa ditempati 3 s/d 5 KK, rerata satu KK terdiri 5 jiwa. Sebagian
lain tinggal terpisah dalam rumah panggung dengan satu atau dua
kamar tidur. Rumah-rumah itu didirikan di pinggir laut, di atas air
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una58
sepanjang pantai. Perkampungannya padat. Mereka adalah orang-
orang Bajo. Para suami biasa melaut sampai beberapa bulan,
sehingga perkampungan dihuni kaum perempuan dan anak-
anak. Hal serupa didapat di Desa Tangkabo, Kecamatan Togean
(gambar 3.3). Pola perkampungan yang padat juga didapati pada
perkampungan nelayan lain di daratan, seperti di Desa Labuhan,
Ampana (Gambar 3.4.).
Gambar 3.3. Perkampungan Nelayan di Desa Tangkabo, Kepulauan Togean (Dokumentasi Peneliti)
Gambar 3.4. Perkampungan Nelayan di Desa Labuhan, Kecamatan Ampana Kota (Dokumentasi Peneliti)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 59
Untuk membentuk Posyandu, awalnya bidan desa berkoor-
dinasi dengan kepala desa (kades) untuk meminta warganya
men jadi kader Posyandu. Kades biasanya mengajak bicara ibu-ibu
PKK, salah satu di antaranya adalah isterinya untuk memilih salah
satu ibu yang aktif dan bisa dipercaya. Ibu inilah yang kemudian
menunjuk 4 (empat) orang lainnya. Atau, seperti Ibu AA (30
tahun) yang diajak oleh salah satu ibu yang menjadi anggota
kader Posyandu. Ibu tersebut kemudian meminta persetujuan
pada ketua kader dan selanjutnya didaftarkan ke kades.
“… Saya tidak tahu kenapa ditunjuk. Waktu itu anggotanya hanya empat. Satu ibu tidak aktif. Ibu Ainur minta saya. Saya bantu Bu Ainur karena ada anggotanya, Bu Eny tidak aktif lagi. Bu Eny sakit karena hamil muda. Hamil anak ketiga ...”, papar Ibu AA.
Ibu AA, seorang kader Posyandu, ternyata juga memiliki
anak balita umur lima bulan. Setiap hari ia berjualan nasi kuning di
kantin SMP Negeri 1 Popolii. Ia memasak 3 kg beras. Nasi itu diberi
lauk mihun goreng ditambah dengan ikan tongkol yang disuwir-
suwir (potong kecil-kecil). Suaminya bekerja di kebun. Tidak luas,
ditanami kurang dari 100 pohon kelapa. Ia mengaku mendapat
tambahan 250 ribu rupiah per tiga bulan dari desa untuk kegiatan
Posyandu. “… Uang itu diterima nunggu dana ADD cair. Tapi, juga
untuk menutupi kekurangan biaya makanan tambahan ....” Pada
waktu Posyandu, kader membuat kolak kacang hijau. Biayanya
dari tarikan ibu-ibu balita dan ibu-ibu hamil. “… Seribu rupiah per
orang. Tidak cukup. Kita urunan 20 ribu per orang .…”
Kegiatan Posyandu dilakukan sebulan sekali. Hal itu
tergantung dari jadwal yang diberikan oleh Puskesmas ke Kades
lalu ke Ketua Posyandu. Kades juga membantu menyiarkan
kegiatan itu ke masyarakat. Caranya, ia menyampaikan ke imam
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una60
masjid. Imam mengumumkan lewat pengeras suara masjid malam
dan esok paginya. Di kecamatan wilayah daratan, pengumuman
itu melalui ketua lingkungan. Ketua lingkungan menyampaikan
ke dasa wisma. Berdasarkan pengamatan, perbedaan ini terjadi
karena ketua RT/RW, PKK, dan Dasawisma kurang berfungsi di
wilayah kepulauan.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 61
Tabe
l 3.4
. Ju
mla
h Po
syan
du m
enur
ut S
trat
a, K
ecam
atan
dan
Pus
kesm
as K
abup
aten
Toj
o U
na-u
na T
ahun
201
3
No.
Keca
mat
anPu
skes
mas
Des
a/
Kelu
raha
n
Stra
taPo
syan
du
Akti
fPr
atam
aM
adya
Purn
ama
Man
diri
Jum
lah
f%
f%
f%
f%
f%
1U
na-u
naW
akai
1915
78,9
51
5,26
315
,80
019
315
,79
2Ke
p. T
ogea
nLe
biti
1513
86,6
70
01
6,67
16,
6715
213
,33
3W
alea
kepu
laua
n
Dol
ong
158
100
00
00
00
80
0
Popo
lii12
100
00
00
00
120
04
Am
pana
Tete
Tete
200
01
6,25
1168
,84
2516
1593
,75
Dat
. Bul
an0
07
77,8
222
,20
09
222
,22
5A
mpa
na
Kota
Am
p. T
imur
200
014
66,7
523
,82
9,52
217
33,3
3
Am
p. B
arat
315
,79
1579
15,
260
019
15,
266
Ulu
bong
kaM
arow
o18
28
1352
728
312
2510
407
Tojo
Uek
ali
150
06
2412
480
018
1266
,67
8To
jo B
arat
M
atak
o13
00
728
28
00
92
22,2
2To
mbi
ano
00
416
416
28
106
609
Wal
ea B
esar
Paso
kan
813
100
00
00
00
130
0Ka
bupa
ten
143
6634
,02
6835
,148
24,7
126,
1919
460
30,9
3
Sum
ber:
Din
kes
Kabu
pate
n To
jo U
na-u
na T
ahun
201
3
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una62
Meskipun memperoleh insentif dari desa dengan jumlah
yang memang tidak terlalu besar, namun data menunjukkan
bahwa tidak semua Posyandu berfungsi dengan baik. Kader-kader
Posyandu tidak memiliki inisiatif sendiri sebagaimana dibayangkan
dalam pedoman pengembangan Posyandu dan pembentukan
desa siaga. Ketergantungan kader tetap pada bidan. Mereka hanya
bekerja sebagai penimbang bayi/balita dan pengajak ibu-ibu
yang hamil atau memiliki balita ke Posyandu. Mereka yang diajak
biasanya hanya tetangga sebelah rumah saja. “… Semua masih
lebih tergantung pada Bidan ....” Keterbatasan itu tidak terlepas
dari latar belakang pendidikan dari ibu-ibu kader Posyandu. Oleh
karena itu, penyuluhan tetap diserahkan pada bidan.
Tabel 3.4. menunjukkan bahwa di luar Kecamatan Ampana
Kota dan Ampana Tete, sebagian besar Posyandu memiliki strata
pratama. Kegiatannya memang lebih dari 8 (delapan) kali dalam
setahun. Jumlah kader bisa jadi 5 (lima) orang, tetapi hanya
sebagian yang aktif. Kegiatannya merupakan inisiatif dari Bidan,
bukan dari masyarakat. Kehadiran masyarakat pun merupakan
hasil mobilisasi. Oleh karena itu, bisa dipahami bila Profil
Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una tahun 2013 menunjukkan
hanya 30,93% saja Posyandu yang aktif.
Data ini jauh lebih baik daripada tahun 2007. Dalam Profil
Kesehatan Tahun 2007, Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una tidak bisa
merekam karena aktivitas Posyandu yang minim dan ditambah
tenaga bidan desa minim pula. Jumlah bidan dan perawat tahun
2007 sebanyak 119 orang, 18 orang bertugas di Puskesmas dan
99 orang di RSUD Ampana. Dalam data profil tersebut bidan
dan perawat dijadikan satu. Dapat diduga, sebagian besar yang
bertugas di RSUD adalah perawat.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 63
3.4 Sweeping di Tengah Keputusasaan
Setelah tahun 2007, selain menambah bidan, Dinkes, khu-
sus nya program KIA meningkatkan kinerja melalui Puskesmas.
Puskesmas melakukan koordinasi dengan bidan-bidan desanya.
Para bidan desa ini mengoptimalkan fungsi Posyandu. Hasilnya bisa
dibilang memuaskan. Tabel 3.5. menunjukkan bahwa ada hal yang
menarik. Dua Puskesmas di kepulauan, yaitu Puskesmas Wakai
dan Pasokan memiliki angka D/S di atas 90% pada anak di bawah
2 tahun. Angka yang tinggi ini tidak diikuti oleh lima Puskesmas
lain yang angkanya di bawah 80%. Kelima Puskesmas itu berada
di wilayah geografis yang sulit, dua Puskesmas berada di wilayah
kepulauan yang jarak antar satu desa dengan desa lainnya sangat
jauh. Meskipun berada dalam satu pulau pun, sarana transportasi
yang digunakan tetap melalui laut karena tidak ada jalan lingkar
dalam pulau. “… Pemkab baru menganggarkan tahun ini. Kalau
ada jalan, kita mudah ke Puskesmas. Timbang dan periksa. Tidak
tergantung Posyandu ....”
Tiga Puskesmas yang angka D/S di bawah 80% berada di
daratan. Ketiga Puskesmas itu adalah Puskesmas Dataran Bulan
(Kecamatan Ampana Tete), Ampana Barat (Kecamatan Ampana
Kota), dan Tombiano (Kecamatan Tojo Barat). Ketiga Puskesmas
itu memiliki sejumlah desa yang terpencil. Desa-desa tersebut
berada di pegunungan. Jarak antardusun dalam desa jauh, begitu
pula dengan jarak antardesa. Jalan transportasi tidak seberapa
baik dan tidak bisa dilalui pada waktu hujan. Hal itu menyulitkan
bidan dan kader Posyandu untuk menghimpun dan melakukan
penimbangan. Akibatnya, tidak jarang penimbangan terhambat,
bahkan diadakan dalam bulan tertentu saja.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una64
Tabe
l 3.5
. Ju
mla
h A
nak
0-23
bul
an M
enur
ut Je
nis
Kela
min
, Kec
amat
an d
an P
uske
smas
Kabu
pate
n To
jo U
na-
Una
Tah
un 2
013
No.
Keca
mat
anPu
skes
mas
JUM
LAH
BA
DU
TA
DIL
APO
RKA
N (S
)
DIT
IMBA
NG
JUM
LAH
(D)
% (D
/S)
LP
L+P
LP
L+P
LP
L+P
1.U
na-u
naW
akai
187
191
378
184
186
370
98,2
97
,5
97,8
2.
Kep.
Tog
ean
Lebi
ti22
1 24
1 46
1 14
2 15
9 30
1 64
,1
66
65,2
3.
Wal
ea K
ep.
Dol
ong
142
140
282
96
100
195
67,4
71
69
,3
Popo
lii13
1 14
7 27
8 11
1 12
5 23
6 84
,6
85
85,0
4.
Am
pana
Tet
eTe
te36
9 35
3 72
2 29
6 28
3 57
9 80
,3
80
80,1
D
at. B
ulan
104
93
198
86
72
158
82,4
77
79
,9
5.A
mpa
na K
ota
Am
p. T
imur
555
596
1.15
1 46
1 50
5 96
6 83
,1
85
83,9
A
mp.
Bar
at28
0 30
1 58
1 19
2 20
1 39
3 68
,6
67
67,7
6.
Ulu
bong
kaM
arow
o32
8 31
0 63
8 27
3 26
0 53
3 83
,1
84
83,5
7.
Tojo
Uek
ali
276
293
568
246
248
494
89,1
85
86
,9
8.To
jo B
arat
M
atak
o10
9 11
5 22
4 90
95
18
5 82
,5
83
82,7
To
mbi
ano
164
138
302
129
103
232
78,5
75
76
,7
9.W
alea
Bes
arPa
soka
n66
68
13
3 65
65
13
0 98
,7
96
97,6
Ka
bupa
ten
2.93
1 2.
985
5.91
5 2.
369
2.40
2 4.
771
80,8
80
80
,7
Sum
ber:
Din
kes
Kabu
pate
n To
jo U
na-U
na T
ahun
201
3
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 65
Antara tahun 2013 dan 2014, Dinkes berjuang meningkatkan
kinerja Puskesmas berikut staf di dalamnya, termasuk bidan dan
perawat di desa.11 Keberadaan bidan desa meningkatkan angka
persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan dari 63,84%
(2007) menjadi 83,7% (2013). Hal itu ditunjang program kemitraan
antara dukun bayi terlatih dan bidan. Di dalam program itu, ada
pemberian insentif bagi dukun bayi yang memberi tahu persalinan.
“… Dalam kasus keluarga masih percaya sama dukun, kita hanya
dampingi kerja dukun ...”, jelas Bidan Khairah Ummah dan Bidan
Evi, Puskesmas Popolii.
Gambar 3.5. Diagram Kunjungan KN1 dan KN3
(Sumber: Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013)
11 Hal itu sebenarnya terkait dengan kebijakan khusus Bupati untuk meminimalisir angka kesakitan dan kematian malaria. Sejak tahun 2008, Dinkes, melalui P2PL mencanangkan “Kabupaten Tojo Una-Una Bebas Malaria tahun 2015”.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una66
Gambar 3.6. Puskesmas Keliling di Wilayah Kepulauan: Tetap bersahaja, meski harus berhari-hari dari speedboat ke sampan (Dokumentasi Puskesmas Popolii)
Selain angka persalinan, kunjungan neonatal juga meningkat
hingga 91,2% untuk KN1 dan 86,6% untuk KN3. Bila diperhatikan
pada gambar 3.5., di wilayah daratan, Puskesmas Dataran Bulan
sudah bisa ditebak angka capaiannya di bawah 80% karena
wilayahnya sulit. Sementara itu, Puskesmas Ampana Barat
menjadi catatan yang menarik untuk dicermati. Sejumlah desanya
memang berada di wilayah pegunungan, tetapi karakteristik
perkotaan menunjukkan ciri tersendiri. Mereka menggunakan
fasilitas rumah sakit dan bidan swasta yang terkadang tidak
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 67
terdata dengan baik. Untuk wilayah kepulauan, hanya kunjungan
KN1 dan KN3 Puskesmas Popolii di atas 80%. Hampir di semua
desa wilayah kerjanya tersedia bidan desa atau setidak-tidaknya
perawat (mantri).
Gambar 3.7. Imunisasi dalam Puskesmas Keliling di Desa Milok, bulan Februari 2013 (Dokumentasi Puskesmas Popolii)
Dalam kegiatan Posyandu, mereka berjuang tidak saja untuk
meningkatkan angka D/S, tetapi juga sekaligus angka imunisasi
lengkap. Petugas imunisasi secara rutin melakukan kunjungan
ke setiap desa pada saat Posyandu. Oleh karena itu, jadwal
penyelenggaraan Posyandu dibuat oleh Puskesmas. Menurut staf
Dinkes Bagian KIA, kendalanya teletak pada sarana penyimpanan
vaksin dan transportasi. Untuk mengatasi itu, Dinkes melakukan
program Puskesmas keliling (pusling). Kegiatan pusling ini dilakukan
3 s/d 4 kali dalam setahun. Seluruh staf Puskesmas, yaitu: kepala
Puskesmas, dokter, petugas imunisasi (perawat), dan bidan turun
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una68
bersama keliling ke seluruh desa binaanya. Dalam program itu,
setelah melakukan pelayanan kesehatan mereka melakukan
sweeping dari rumah ke rumah untuk imunisasi dan pemberian
vitamin A. “… Pokoknya bawaan cuma suntik. Ada anak balita
lewat. Tanya ibunya. Langsung suntik ...”, ujar dr. Muhalla, dokter
PTT asal Lampung.
Ada kisah yang menarik dari kegiatan pusling. Pertama,
mereka melakukan kegiatan itu berkisar satu minggu lamanya, baik
di daratan maupun di kepulauan. Mereka yang di wilayah daratan
harus berjuang menaklukan pegunungan dengan jalan yang
berlumpur. Mereka yang di wilayah kepulauan harus menghadapi
ombak. “Perahu kami pernah hampir karam.” Kedua, dengan
medan yang berat, sarana yang terbatas, mereka harus menjaga
suhu agar vaksin tidak rusak. Petugas mensiasati dengan memberi
es ganefo. “Pernah, saya isi es ganefo. Pak dokter tanya kenapa.
Tenang saja … nanti tahu ..., ujar Bidan Siti, Puskesmas Popolii.
Ketika mendaki bukit menuju salah satu desa, es ganefo pun ikut
dimakan untuk mengobati rasa lelah. Ketiga, tidak semua ibu
mengizinkan anaknya diimunisasi. Selain faktor pendidikan, faktor
keyakinan juga menjadi salah satu penghambat. Kalau dibujuk
tidak bisa, akhirnya mereka meminta ibu untuk menandatangani
surat penolakan atas imunisasi. Mereka menyiapkan form untuk
kepentingan tersebut.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 69
Tabe
l 3.6
. Ju
mla
h Ba
yi d
an Im
unis
asi L
engk
ap M
enur
ut Je
nis
Kela
min
, Kec
amat
an d
an P
uske
smas
Kab
upat
en
Tojo
Una
-Una
Tah
un 2
013
No.
Keca
mat
anPu
skes
mas
Bayi
Imun
isas
i Das
ar L
engk
ap
LP
L+P
LP
L+P
F%
f%
f%
1.U
na-u
naW
akai
138
140
278
115
83,7
513
2 94
,50
248
89,1
7
2.Ke
p. T
ogea
nLe
biti
94
80
174
65
69,0
581
10
0,79
146
83,7
1
3.W
alea
Kep
. D
olon
g40
46
86
36
89
,30
47
101,
2583
95
,73
Popo
lii78
99
17
7 78
10
0,00
100
101,
2317
8 10
0,80
4.A
mpa
na T
ete
Tete
203
162
365
205
100,
7916
2 10
0,27
367
100,
56
Dat
. Bul
an60
46
10
5 46
77
,52
46
100,
7792
87
,61
5.A
mpa
na K
ota
Am
p. T
imur
232
244
476
233
100,
6324
5 10
0,31
478
100,
47
Am
p. B
arat
165
167
332
166
100,
3316
7 10
0,14
333
100,
23
6.U
lubo
ngka
Mar
owo
142
137
278
106
74,8
413
7 10
0,29
243
87,3
26
7.To
joU
ekal
i11
0 11
6 22
5 11
0 10
0,38
116
100,
1922
6 10
0,28
8.To
jo B
arat
M
atak
o57
49
10
6 53
94
,07
50
101,
0410
3 97
,33
Tom
bian
o45
40
85
46
10
1,67
40
100,
4586
10
1,10
9.W
alea
Bes
arPa
soka
n46
52
98
34
73
,75
51
98,3
085
86
,87
Kabu
pate
n1.
408
1.37
8 2.
786
1.29
3 91
,83
1.37
5 99
,78
2.66
8 95
,76
Sum
ber:
Din
kes
Kabu
pate
n To
jo U
na-U
na T
ahun
201
3
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una70
Aktivitas pusling ini dilakukan di pusat-pusat keramaian,
seperti rumah kepala desa atau pasar. Keuntungannya, para ibu
hamil dan anak balita mudah terkumpul. Meskipun demikian,
kader-kader Posyandu tetap juga menghubungi para tetangga
untuk berkumpul, untuk menimbang, dan imunisasi. Ada ibu yang
sengaja menolak untuk hadir bila ada imunisasi. Alasannya ber-
bagai macam, mulai dari sibuk menyelesaikan pekerjaan rumah
tangga, hingga anak sedang sakit. Ada anggapan bahwa ketika
sakit, anak tidak boleh diimunisasi.
3.5 Mencari Ahli Gizi Untuk Semua Wilayah
Wawancara dengan Bupati Kabupaten Tojo Una-Una, Bapak
H. Damsyik Ladjalani, menyiratkan keinginan yang kuat pada
pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.
Ada dua sasaran utama dalam peningkatan kualitas hidup, yaitu
pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itulah, Misi pertama
Kabupaten Tojo Una-Una adalah “Terpenuhinya Akses Masyarakat
Terhadap Pelayanan Dasar secara Merata dengan Melanjutkan
Pendidikan dan Kesehatan Gratis”. Program pelayanan kesehatan
gratis ini untuk meningkatkan angka harapan hidup. Hal itu
mengacu pada indikator Indeks Pembangunan Manusia.
Walaupun begitu, Pemkab sebenarnya tidak saja terbatas
pada pelayanan kesehatan gratis yang sifatnya kuratif, tetapi Dinkes
kabupaten juga memasukkan program promotif dan preventif.
Salah satu kegiatannya adalah memperbaiki gizi masyarakat. Di
dalam perbaikan gizi, masyarakat dilatih untuk mengembangkan
keanekaragaman makanan. Potensi dan pengolahan makanan
diperkenalkan oleh Puskesmas melalui acara Posyandu. Untuk
keperluan itu, ada bagian khusus dalam Puskesmas yang
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 71
nenangani persoalan gizi, yaitu tenaga gizi. Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas
pada pasal 16 ayat 3, tenaga gizi merupakan salah satu tenaga
kesehatan yang harus dimiliki oleh setiap Puskesmas.
Tabel 3.7. Jumlah Tenaga Gizi se-Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013
Tempat Bertugas2007 2013
Jumlah Ahli Gizi Jumlah Ahli Gizi
Puskesmas1. 11 1 13 5
RSUD2. 1 2 1 6
Dinkes3. 1 1 1 1
Kabupaten 4 12
Sumber: Dinkes, 2007, 2013
Pada kenyataannya, bila memperhatikan tabel 3.7, walaupun
sudah terjadi peningkatan jumlah ahli gizi, namun tidak setiap
Puskesmas di Kabupaten Tojo Una-Una memiliki tenaga gizi. Hanya
ada 5 (lima) Puskesmas saja, selebihnya berdinas di RSUD Ampana
dan Dinkes Kesehatan. Meskipun hanya seorang, tenaga gizi di
Dinkes diperlukan untuk merancang program peningkatan gizi
masyarakat. Sementara itu, di RSUD tenaga gizi diperlukan untuk
merancang dan memantau asupan pasien. Dengan jumlah pasien
yang besar berikut varian penyakitnya, maka RSUD memerlukan
tenaga gizi sebanyak 6 orang.
Sebaran lima Puskesmas yang memiliki ahli gizi yaitu di
Puskesmas Ampana Tete, Dataran Bulan, Ampana Timur, Ampana
Barat, serta Uekuli yang semuanya di wilayah daratan. Artinya,
tidak satupun ahli gizi bertugas di wilayah kepulauan. Hal ini
diduga karena dulu pendidikan gizi yang mereka tempuh adalah
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una72
dengan biaya sendiri, bukan beasiswa, sehingga ketika lulus tidak
ada kewajiban harus di tempatkan di mana. Oleh karena itu,
mereka lebih suka memilih di wilayah perkotaan, atau wilayah
yang memiliki kemudahan akses transportasi dan komunikasi.
Menurut Kasie Gizi dan KIA Dinkes Kabupaten Tojo Una-
Una, pada tahun 2014 Pemkab telah merekrut tenaga ahli gizi
PTT. Mereka ditempatkan di wilayah terpencil Puskesmas Marowo
dan Tombiano dengan diberi insentif di luar gaji pokoknya. Tiga
bulan sekali tenaga ahli gizi ini diikutsertakan evaluasi di Dinkes
Provinsi Sulteng. Sementara itu, kepala Puskesmas yang belum
memiliki tenaga ahli gizi menyiasati dengan mengisi jabatan itu
tanpa mempertimbangkan latar belakang pendidikannya. Hal itu
juga dikritisi oleh Bidan Khaira Ummah ketika posisi itu diberikan
kepada petugas farmasi.
“Saya mo bagaimana lagi. So sesuai aturan, ahli gizi harus ada di Puskesmas. Sudah minta berkali-kali. Tidak diberi. Iya, Ayah (ka Puskesmas) pasang itu petugas farmasi merangkap ahli gizi. Saya tak setuju. Tahu apa dorang soal gizi. Mestinya bidan atau mantrilah.” (Bidan Khaira Ummah)
Kelemahannya, tenaga ahli gizi yang diangkat di luar kewe-
nangan akademiknya kurang memberikan kontribusi dalam
pro mosi gizi pada saat Posyandu. Di Posyandu, makanan tam-
bahan yang paling sering diberikan adalah kacang hijau. Hal ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan petugas tentang makanan
tambahan untuk balita. Petugas tersebut, yang bukan ahli gizi ini,
kurang memiliki inovasi untuk pembuatan makanan tambahan lain
yang bergizi, sederhana, dan mudah diperoleh oleh masyarakat.
Kegiatan pemberian makanan tambahan di Posyandu masih
belum optimal, sementara angka balita pendek (stunting) masih
tinggi di kabupaten ini.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 73
Ketika penimbangan berlangsung, ahli gizi biasanya mem-
berikan masukan kepada ibu-ibu peserta tentang asupan gizi
untuk ibu hamil dan anak balita. Bersama dengan kader Posyandu,
ahli gizi juga membuat contoh varian makanan untuk anak balita.
“… Jangan kaget. Kalau dari Posyandu ke Posyandu iya itu-itu aja
makanan tambahannya. Bubur kacang hijau ....”
Bubur kacang hijau ini dibuat dari kacang hijau dan gula
merah. Kacang hijau direbus dengan air yang mendidih dalam
waktu cukup lama. Rebusan itu kemudian diberi sedikit tepung
terigu agar kental. Sebagai pemanisnya, rebusan tersebut diberi
gula kelapa. Gula kelapa di Kabupaten Tojo Una-Una berwarna
merah gelap dan rasanya manis sekali. Bubur kacang hijau ini
adalah makanan tambahan yang paling mudah dan sering ditemui
di pinggir-pinggir jalan dari Kota Palu hingga Luwuk. Pada waktu
kerja bakti di Kecamatan Popolii misalnya, hidangannya bubur
kacang hijau.
3.6 Bergantung pada Rezeki Setiap Hari
Kenyataan tersebut menjadi lebih parah pada keluarga
miskin yang memiliki anak berstatus gizi kurang atau buruk. Dari
peng a matan di wilayah daratan, seperti di Kecamatan Ampana
Kota dan Kecamatan Popolii di wilayah kepulauan, anak balita
yang berstatus di bawah garis merah (BGM) lebih banyak berasal
dari keluarga pra-sejahtera. Di Desa Buntongi, ada anak balita gizi
buruk bernama I (3 tahun). Ayahnya, Bapak A, bekerja sebagai
buruh tani. Upahnya sehari Rp 50.000,-. Dia tidak bisa bekerja
setiap hari karena harus bergantung dengan panen. Sementara
jumlah buruh di tempat tinggalnya tidak sedikit, sehingga ia hanya
memperoleh Rp 500.000,- per bulan. Untuk belanja sehari-hari,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una74
ia membeli beras, sayur, dan gula sebanyak Rp 30.000,00. Setiap
tiga hari sekali ia harus membeli susu formula SGM 150 gram Rp
25.000,00. Kebutuhan meningkat bila harus membeli rokok.
Bila memperhatikan rumahnya, tampak depan rumah itu
sama seperti rumah lain di satu lingkungannya. Bagian depan
berdinding bata dengan jendela berkaca nako. Ada satu dua kaca
nako yang hilang. Lantainya hanya semen. Di depan ada satu
ruang yang belum selesai dibangun, hanya dinding dan atap dari
seng. Menurut A, ruang itu rencana digunakan untuk membuka
warung. “Tidak ada modal….” Sudah terlantar beberapa tahun
lamanya.
Di bagian belakang, kondisinya lebih memprihatinkan. Ba-
gian belakang rumah tidak beratap karena tersapu oleh angin
puting beliung. Sebagian besar dindingnya terbuat dari bambu.
Keadaan nya kotor dan tidak terawat. Sementara itu, kamar mandi
juga tidak beratap. Selain tidak beratap, tidak ada juga jamban
di dalamnya. Menurutnya, untuk membuang BAB, mereka harus
berjalan ke sungai. Mereka ber-BAB di pinggir sungai.
Tampak Depan Bagian Kamar MandiGambar 3.8. Keadaan Rumah Anak Balita I (Dokumentasi Peneliti)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 75
Kondisi ini sebetulnya masih agak lebih baik dibandingkan
di wilayah kepulauan. Karena harus diangkut kapal motor, bahan
bangunan menjadi mahal, termasuk semen. Untuk menghematnya,
mereka membuat batako dari semen dan pasir laut. Batako itu
tidak dibakar, tetapi cukup dipanaskan di bawah terik matahari.
Karena harga semen mahal, harga batako pun mahal. Rumah
berbatako, apalagi ditutup dengan keramik merupakan ciri orang
kaya di kepulauan. Sebagian orang yang dipandang mampu
membuat rumah dari kayu jenis tertentu, di bagian bawah dan
lantai dilapisi oleh keramik.
Keluarga AL (45 tahun) misalnya tinggal di pinggir pantai.
Rumahnya panggung dengan tiang-tiang penyangga yang menan-
cap di pantai dengan kedalaman beberapa meter. Rumah berdiri
kira-kira hampir 1,5 s/d 2 meter dari permukaan tanah. Ketika
laut pasang, maka permukaan rumah tepat berada 0,5 m dari
permukaan laut. Utuk menuju rumah itu dari jalan utama desa,
ada jalan setapak dan dilanjutkan dengan meniti dua bilah kayu
hingga menuju rumahnya.
Gambar 3.9. Rumah Keluarga Bp. AL di Desa Popolii
(Dokumentasi Peneliti)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una76
Rumah ini relatif lebih bagus dibandingkan rumah-rumah
di sekitarnya. Bapak AL telah mengganti atap rumbia dengan
seng bekas. Di bagian atas, seng hanya menutup sebagian,
sehing ga sebagian lain terbuka dan angin mengalir di dalamnya.
Ada keuntungan lain yang diperoleh, meski beratap seng, siang
hari dengan terik matahari yang begitu kuat, orang tidak akan
merasa panas di dalam rumah. Di bagian samping terdapat kamar
mandi yang terbuka tanpa kloset. Ada beberapa ember untuk
menampung air yang diambil dari sumur dan/atau air hujan. Bila
ingin buang air besar, mereka pergi ke WC Umum yang terdekat.
Ada dua jendela tanpa daunnya, hanya kayu-kayu yang ditata
sejajar dan ditutup dengan kain. Pintunya pun sederhana berupa
papan kayu yang dibingkai. Dindingnya terbuat dari papan kayu.
Untuk membiayai ketujuh anaknya, lima orang terdaftar
dalam kartu keluarga, Bapak AL bekerja serabutan. Ia bekerja
sebagai buruh pemetik kelapa dan bercocok tanam dengan
sistem bagi hasil. Istrinya hanya ibu rumah tangga biasa. Sejak
tahun 2014, keluarga ini cukup beruntung memperoleh dana
Program Keluarga Harapan (PKH), meskipun terancam dicabut.
Suami isteri yang hanya tamatan SD ini tidak rajin ke Posyandu
untuk anak bungsunya. Sementara itu, dua anak perempuan yang
lain dan seorang anak laki-lakinya masih sekolah dasar, tetapi juga
beberapa kali tidak masuk sekolah. Ketiga anak yang bersekolah
di SD itu bertubuh kecil dan pendek.
Karena di rumahnya hanya terdapat 2 (dua) kamar tidur,
maka pada malam hari anak-anak yang masih kecil tidur bersama
ibunya di salah satu kamar. Kamar yang lain digunakan untuk Ma
(20 tahun), seorang janda dengan anaknya. Usia anaknya sama
dengan adik bungsunya, yaitu 4 tahun. Selain Ma, Am (15 tahun)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 77
yang hamil 7 bulan juga tidur di kamar tersebut. Dalam kondisi
hamil tua, Am ini sedang menghadapi proses perceraian dengan
suaminya.
Kondisi ini juga tidak berbeda jauh dengan keluarga BR (26
tahun) dan istrinya bernama RB (20 tahun). Mereka tidak tinggal
di rumah panggung. Rumahnya berada di kampung Sangkolong,
dekat SD. Rumahnya beratap rumbia dan berdinding papan,
jendela dibuat tinggi seperti toko dengan ditutup bilah-bilah
papan. Lantainya dari semen yang dihaluskan hingga licin. Orang-
orang merasa dingin bila duduk di lantai tersebut. Kamarnya satu.
Di bagian belakang ada dapur dan kamar mandi yang terbuka.
Sama seperti keluarga AL, kalau ber-BAB cukup ke WC Umum,
atau di rumah orangtuanya. Di dalam rumah itu terasa longgar,
tidak ada meja dan kursi, hanya tempat tidur saja, demikian pula
di kamar tidur. Agak lebih beruntung memiliki kompor minyak,
tetapi mereka lebih suka menggunakan kayu untuk memasak.
Pekerjaan BR tidak berbeda jauh dengan AL. Karena tidak
memiliki lahan sendiri, BR menjadi buruh tani. Pohon kelapa
dan pohon cengkehnya belum berbuah dan berbunga, sehingga
ia hanya mengandalkan upah petik kelapa dan bunga cengkeh.
Pekerjaan lainnya adalah menjadi buruh angkut ketika kapal
motor datang. Ia diminta oleh pemilik kopra untuk mengangkut
kopra ke dalam kapal. Pilihan lain adalah pergi memancing ikan.
Untuk memancing ikan, ia menggunakan perahu motor milik
ibunya. Untuk keperluan itu ia harus menyisakan atau meminjam
pada saudaranya uang untuk membeli bensin untuk mesin
motornya. Jumlahnya tidak begitu banyak sekitar 3 s/d 5 liter.
Harga per liternya bisa mencapai Rp 10.000,- bahkan bila musim
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una78
angin harganya melonjak hingga Rp 15.000,- karena pada waktu
itu tidak ada kapal motor berlabuh.
Keadaan ekonomi semacam ini dialami juga oleh keluarga
F (4 tahun). Untuk tempat tinggal, ia cukup beruntung karena
bapaknya dipercaya untuk menjaga kantor TNKT (Taman Nasional
Kepulauan Togean). Tidak saja menjaga dan membersihkan
kantor, ia sekeluarga diminta untuk menempati. Sebulan ia
diberi imbalan sebesar Rp 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu
rupiah). Ia harus mengambil sendiri imbalan itu di kantor TNKT
yang terletak di Kecamatan Ampana. Bisa dibayangkan, berapa
biaya yang harus dikeluarkan, mulai dari naik kapal motor pulang
pergi, transport lokal dan penginapan serta biaya hidup selama di
Ampana. “… Sekarang belum terima. Tidak tahu. Anggaran dari
pusat. Bersih cuma terima lima ratus ribu. Mana cukup tinggal
di sini ...”, keluhnya. Untuk memperoleh tambahan, ia bekerja
serabutan. Salah satunya menjadi buruh bangunan di SMP Negeri
1 Desa Popolii.
Memang, sebagai catatan tidak semua penderita gizi kurang
atau buruk berasal dari keluarga miskin. Ada pula penderita
gizi kurang atau buruk berasal dari keluarga menengah ke atas,
termasuk di antaranya anak balita dari salah satu tenaga kesehatan
di Puskesmas tersebut.
3.7 Membiarkan Pernikahan di Bawah Umur daripada “Sambal Parang”
Masyarakat Kabupaten Tojo Una-Una dihuni oleh berbagai
etnis dan budaya. Penduduk asli wilayah pantai adalah Baree se-
dangkan wilayah kepulauan adalah orang-orang Togean yang masih
serumpun dengan Baree. Di wilayah pegunungan penduduk aslinya
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 79
adalah Taawana atau disebut orang Taa atau Wana. Beberapa
kelompok orang Wana ini masih hidup nomaden, mengikuti
ladangnya. Walaupun begitu, ada pula etnis-etnis pendatang,
mulai dari orang Bajo di pesisir dan kepulauan, orang Saluan yang
berasal dari Luwuk, Gorontalo, dan Makasar. Di antara berbagai
varian kebudayaan yang ada, hal menarik yang perlu diperhatikan
adalah perkawinan di usia muda yang terjadi hampir pada semua
etnis. Dari pengamatan ada pula yang menikah di bawah umur
bila mengikuti UU Perkawinan.
UU No. 1 tahun 1974 pasal 7 menyebutkan batas usia kawin
perempuan adalah 16 tahun, sedangkan laki-laki 19 tahun12.
Namun ada dugaan beberapa di antara ibu yang memiliki balita
telah menikah selepas tamat SD, bahkan ada yang putus sekolah
dasar. Lebih tragis lagi, di usia muda, kurang dari 20 tahun, mereka
kemudian dicerai oleh suaminya karena beberapa alasan yang
tidak jelas. Hal itu juga diakui oleh Bupati H. Damsik Djalajani
ketika melakukan kunjungan di Pulau Kabalutan.
“Ketika berfoto bersama, iya saya santai saja. Saya pikir seperti anak-anak saya sendiri. Saya rangkul. Tetapi, saya diingatkan oleh ajudan kalau mereka itu sudah kawin. Bahkan, sudah janda beberapa kali... Kasihan ya… masih muda sudah jadi janda….”(H. Damsik Djalajani)
12 Usia kawin untuk perempuan sedang diperdebatkan di Mahkamah Konstitusi (lihat www.mahkamahkonstitusi.go.id dengan nomor perkara 30/PUU-XII/2014 dan 74/PUU-XII/2014). Sejumlah elemen masyarakat menuntut untuk menunda usia kawin menjadi minimal 18 tahun karena hal itu bertentangan dengan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Lebih dari itu, penundaan usia kawin akan meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una80
Tabel 3.8 Angka Perkawinan dan Perceraian menurut Kecamatan di Kabupaten Tojo Una-una Tahun 2009 s/d 2013
Kecamatan
2009 2010 2011 2012 2013Kaw-
in
Cerai Kaw-
in
Cerai Kaw-
in
Cerai Kaw-
in
Cerai Kaw-
in
Cerai
Tojo Barat1. 83 - 84 6 99 2 82 - 99 -
Tojo2. 116 - 114 11 107 1 141 - 126 9
Ulubongka3. 98 - 92 2 124 2 111 - 124 6
Ampana 4.
Tete
200 3 220 2 234 1 219 - 218 7
Ampana 5.
Kota
309 - 417 29 429 46 388 - 360 -
Una-una6. 105 6 100 1 93 1 126 - 47 -
Togean7. 63 3 84 0 70 4 90 - 55 2
Walea Kep.8. 61 - 130 1 - - 145 - 81 -
Walea 9.
Besar
11 - - 0 14 - - - 23 -
Kabupaten 1.046 12 1.241 52 1.170 57 1.302 - 1133 24
Sumber: BPS Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2010-2014.
Pada kasus AM (16 tahun), kehamilan saat ini adalah kedua
kalinya. Kehamilan pertama terjadi kurang lebih setahun yang
lalu. Pada waktu itu, tidak sempat dilakukan perkawinan karena
kekasihnya dari luar kampung melarikan diri. Pada waktu itu,
ia baru selesai tamat SD di Kecamatan Ampana. Dia waktu itu
ikut tante-nya dan disekolahkan hingga tamat. Setelah tamat, ia
kembali ke rumah ibunya di Popolii. Menurut pengakuannya, pada
saat itu, ia bertemu dengan kekasihnya yang bekerja sebagai buruh
di sebuah proyek. Singkat cerita, ia akhirnya hamil. Kekasihnya
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 81
sebenarnya mau bertanggung jawab, tetapi karena proses adat
yang menyita waktu akhirnya ia pergi meninggalkannya. Cerita
sedih terus mengikutinya. Bidan sudah menyarankan untuk
merujuk, tetapi dengan alasan tidak memiliki KTP akhirnya ia
melahirkan di rumah dalam keadaan bayi meninggal. Cerita
yang lebih beruntung dialami oleh RB (18 tahun) yang waktu
itu berpacaran dan menikah pada usia kurang dari 16 tahun.
Karena tidak mempunyai pengalaman, ia percaya pada ibunya,
sehingga ketika persalinan dibantu oleh dukun bayi yang tidak
bermitra dengan bidan. Dukun bayi itu orang kepercayaan ibunya
di kampung. Akibatnya, bayinya meninggal. Sekarang ia telah
mempunyai anak bernama M. As (16 bulan). Kelahiran anak
keduanya ditangani oleh Bidan Seslana.
Kisah yang sama Mama A (18 tahun) dengan anaknya FM
(4 tahun). Cerita sedihnya dimulai ketika dia tidak menamatkan
sekolah dasar dan memilih bekerja membantu ibunya untuk
mencuci dan memasak di rumah tetangganya. Tidak jelas siapa
yang menghamilinya, tapi ia bersyukur persalinannya dibantu oleh
Bidan Siti, sehingga putrinya, F lahir dengan selamat. Sesudah itu,
ia dikawinkan dengan Dl (50 tahun), teman ayahnya.
Tabel 3.8 menunjukkan perkawinan yang terdata di KUA
atau Kantor Catatan Sipil. Lebih dari itu, pendataan ini sebe-
narnya hanya menganut asas formalitas, karena ada sejumlah
perkawinan yang terjadi di bawah tangan atau perkawinan adat.
Pada masyarakat Wana (Taawana) yang masih hidup berpindah-
pindah, perkawinannya tidak bisa terdata, begitu pula mereka
yang melakukan perkawinan di bawah tangan (kawin sirri). Dalam
kasus masyarakat Wana, pemerintah kabupaten membangun
pemukiman bagi masyarakat terpencil. Mereka diminta tidak lagi
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una82
berpindah-pindah, tetapi tinggal diam di sebuah perkampungan
yang telah siap huni. Program ini dilakukan pada tahun 2013 dan
2014 dikuti oleh pembangunan sarana MCK. Dengan demikian,
segala macam aktivitas kependudukannya dapat terekam,
termasuk di antaranya perkawinan dan perceraian.
Pada waktu melakukan FGD, terungkap dari kepala
desa, bahwa ia memang mencurigai ada beberapa warga yang
menikah di bawah umur, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Me-
reka tidak memiliki akta kelahiran. Kartu KK dibuat atas dasar
pengakuan orangtua atau perkiraan petugas, sehingga akurasinya
dipertanyakan. Gambar 3.10 adalah bukti KK dengan semua
anggota rumah tangga memiliki tanggal lahir yang sama. Usianya
sesungguhnya baru diketahui bila ada orang seumurannya
memiliki bukti kelahiran.
Gambar 3.10. KK dengan tahun, tanggal lahir dari perkiraan
(Dokumentasi Peneliti)
Walaupun begitu, melalui FGD, terungkap bahwa dorongan
untuk menikah perempuan di bawah umur disebabkan dua hal.
Pertama, ada pandangan bahwa hal yang tidak menyenangkan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 83
bila sudah akil balig, tetapi belum memperoleh pasangan hidup.
Kedua, aib keluarga bila terjadi kehamilan di luar nikah. Aib ini
menjadi do’so bagi warga desa. Do’so adalah malapetaka yang
terjadi sebagai hukuman dari Tuhan. Malapetaka ini berbagai
macam bentuknya, yang paling sederhana mengenai keluarga
yang bersangkutan, seperti: terjadi angin puting beliung yang
hanya menimpa rumahnya. Do’so yang paling dihindari adalah
malapetaka yang berakibat pada seluruh kampung, mulai dari
gagal panen, paceklik tangkapan ikan, hingga sumur yang kering.
Kalau hal itu terjadi, maka orang yang dianggap sebagai penyebab
diusir dari kampung tersebut. Desa melakukan upacara untuk
mengusir do’so. Menghindari kondisi semacam ini ini, imam desa
yang biasa mengawinkan, mengaku:
“... Kalau sudah alasannya seperti ini, tidak ada pilihan lain iya saya kawinkan. Bukan saya tidak tahu hukum. Sudah dilatih oleh Kementrian Agama di Ampana. Saya dibayar pemerintah tidak saja untuk menjadi imam dan takmir masjid, tetapi juga urusan nikah dan upacara adat lain. Tapi, tugas mengawinkan ini dekat dengan sambal parang....”
Kata sambal parang merujuk pada tindakan ancaman oleh pihak
keluarga pengantin perempuan bila imam tidak mau menikahkan.
Hal yang sama juga dialami oleh kepala desa bila tidak mau
menulis data agar perkawinan dapat sah di KUA.
Dari pengamatan dan wawancara dengan sejumlah warga,
usia perkawinan di bawah umur dan perkawinan karena didahului
oleh kehamilan tidak bertahan lama. Salah satu alasannya adalah
pengaruh keluarga besar yang begitu kuat pada pasangan muda.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una84
“… Suaminya sering dipengaruhi oleh saudara-saudaranya. Apa benar itu anakmu? Masak, hanya hubungan sekali saja sudah hamil? Lihat saja, jangan-jangan ada laki-laki lain sebelum kamu...? Kalau sudah begini, suami biasanya goyah dan mengembalikan isteri ke rumah orangtuanya ....” (Bidan Evi Tri Oktavia, Puskesmas Popolii)
Hal itu terjadi pada Am (16 tahun). Setelah kematian bayinya
pada waktu melahirkan, ia dipersunting oleh seorang duda
yang berusia 40 tahun lebih. Kini, ia hamil 7 (tujuh) bulan. Oleh
suaminya, ia dipulangkan dengan alasan bahwa kehamilannya
diduga bukan dari benihnya. Keluarga Am menerima dengan
pasrah. Celakanya adalah ketika menikah ia dicoret dari daftar
KK. Sementara itu, suaminya tidak membuat KK baru yang berisi
namanya, sehingga dia seolah-olah tanpa identitas. KK ini menjadi
dasar pembuatan KTP atau surat keterangan ketika merujuk di
RSUD, sehingga tidak dikenakan biaya sepeser pun. Bidan Khairah
Ummah dan bidan lainnya telah berkali-kali meminta Am untuk
merujuk di RSUD Ampana. Saran itu diberikan karena kejadian
kehamilan pertama.
Hal yang serupa dialami oleh RM (26 tahun). Perkawinannya
diawali dengan kejadian kehamilan di luar nikah. Ia menikah dengan
kekasihnya di KUA dua atau tiga minggu sebelum melahirkan.
Suaminya ini masih terhitung kemenakan dari ayahnya. Selama
hamil, ia bisa menyembunyikan di balik pakaiannya yang terihat
longgar. Ibunya tidak tahu, apalagi ayahnya. Setelah perutnya terus
membesar dan tidak bisa disembunyikan, ia mengaku kepada
ibunya. Ayah pun langsung memanggil kekasihnya, dan mengurus
ke KUA dan mengawinkan mereka. Setelah menikah, RM pun
memeriksa kehamilan ke bidan. Sebelumnya, ia tidak pernah
memeriksakan kehamilan sama sekali. Akhirnya, ia melahirkan
dibantu oleh Bidan. Kini, bayinya yang bernama N berusia 6 bulan,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 85
bapaknya menuntut perceraian dengan alasan RM berselingkuh.
RM pun dikembalikan ke rumah orangtuanya. Ayahnya menerima
dan tidak memperpanjang masalah.
“… Kira-kira begitu dengar kata orang. Perempuan selingkuh. Bapaknya ini tidak mau cerai. Tapi, kata saudaranya itu istri tidak bisa dipelihara … Jodoh hanya sampai di situ. Sabar saja. Diterima saja ....”(Bapak M, ayah RM, Desa Popolii).
3.8 Pendamping PKH yang “Setengah Hati”
Secara teoritis, kemiskinan akan berpengaruh pada kualitas
kesehatan. Faktor kemiskinan mengurangi kemampuan akses
sarana kesehatan. Menyadari tentang hal tersebut, pemerintah
mengembangkan berbagai program bantuan tunai langsung
bersyarat, salah satunya PKH (Program Keluarga Harapan)13.
Dalam pemberian bantuan itu, kelompok sasarannya adalah
rumah tangga sangat miskin (RTSM) dengan ketentuan bahwa
di keluarga itu terdapat salah satu atau beberapa di antaranya,
yaitu: ibu hamil, anak balita, anak SD, dan SMP.
Skema bantuannya, bila dalam rumah tangga itu terdapat
anak di bawah 6 tahun, ibu hamil atau menyusui, maka setahun
akan memperoleh Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Bila ada
13 PKH adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai kepada RTSM dan bagi anggota keluarga RTS diwajibkan melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan.Program ini, dalam jangka pendek bertujuan mengurangi beban RTSM dan dalam jangka panjang diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan antargenerasi, sehingga generasi berikutnya dapat keluar dari perangkap kemiskinan. Pelaksanaan PKH juga mendukung upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium. Lima Komponen Tujuan MDGs yang akan terbantu oleh PKH yaitu: Pengurangan penduduk miskin dan kelaparan; Pendidikan Dasar; Kesetaraan Gender; Pengurangan angka kematian bayi dan balita; Pengurangan kematian ibu melahirkan.http://www.tnp2k.go.id/id/tanya-jawab/klaster-i/program-keluarga-harapan-pkh/
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una86
anak peserta bersekolah di SD atau sederajat, maka keluarga
memperoleh Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Untuk anak
SMP, keluarga memperoleh Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Batas minimum per RTSM adalah Rp 800.000,- (delapan ratus ribu
rupiah), dan maksimum Rp 2.800.000,- (dua juta delapan ratus
ribu rupiah) (www.pkh.kemsos.go.id).
Tabel 3.9 Jumlah Penerima PKH Kabupaten Tojo Una-una Tahun 2014
Kecamatan D/KD/K
PKH
Ibu
Hamil
Anak
Balita
Anak
SD
Anak
SMP
Jumlah
ART
1. Tojo Barat 13 13 4 131 230 74 439
2. Tojo 15 15 4 79 154 58 809
3. Ulubongka 18 16 63 653 1.078 209 2.003
4. Ampana Tete 20 18 84 387 581 138 1.190
5. Ampana Kota 20 13 28 374 555 108 1.065
6. Una-una 19 13 21 232 347 129 729
7. Togean 15 11 11 79 172 71 717
8. Walea Kep. 15 13 23 371 451 97 942
9. Walea Besar 8 7 4 53 176 66 682
Kabupaten 143 119 242 2.359 3.744 950 8.576
Sumber: diolah dari Laporan Penyaluran PKH Tahap 1 s/d 4 tahun 2014.
PKH sebelumnya dikenal dengan PNPM Generasi ini dimulai
sejak tahun 2007 dengan uji coba pada 7 provinsi, meningkat
menjadi 13 provinsi (2008), 13 provinsi (2009), 20 provinsi (2010),
25 (2011) hingga 34 provinsi (2014). Jumlah kabupaten yang
tercakup mulai dari 48 (2007), 70 (2008), 70 (2009), 88 (2010)
hingga 430 (2014), sedangkan kecamatannya dari 337 (2007),
637 (2008), 781 (2009), 946 (2010) hingga 4.881 (2014). Besaran
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 87
peserta di setiap kecamatan berfluktuatif tergantung pada jumlah
RTSM dan ART yang berstatus ibu hamil, anak balita, anak SD,
atau anak SMP. Di Kabupaten Tojo Una-una, jumlah ART sebanyak
8.576 jiwa. Jumlah tersebut tidak tersebar merata pada setiap
desa/kelurahan. Ada desa/kelurahan yang tidak memiliki ART
peserta PKH (lihat tabel 3.9).
Di setiap kecamatan, pemerintah menyiapkan satu atau dua
orang pendamping. Pendamping ini adalah tenaga kontrak yang
menerima gaji sekitar 2 juta rupiah. Tugas pendamping adalah
menghimpun data RTSM dan memverifikasinya di lapangan,
kemudian melakukan sosialisasi dan pemberian motivasi peser-
ta dengan terlebih dahulu membentuk kelompok berikut
menentukan ketuanya. Pada tahap berikutnya, pendamping mela-
kukan verifikasi pelaksanaan prasyarat penerimaan PKH dengan
memantau Posyandu, SD sederajat, dan SMP sederajat. Dari
pantauan dan data ini, pendamping PKH memverifikasi kelayakan
peserta untuk menerima dana PKH.
Walaupun begitu, bisa dibayangkan betapa berat pen-
damping memantau di setiap desa. “… Berbeda dengan di Jawa,
di sini pendamping harus dari pulau ke pulau, dari gunung ke
gunung. Berapa pun uang yang diterima tidak cukup ...”, jelas
Badrun Barasawa, 54 tahun, Kepala Dinsos Kabupaten Tojo Una-
Una. Ia menyarankan kepada pendamping untuk membangun
kerja sama yang baik dengan instansi, mulai dari perangkat desa/
kelurahan, kecamatan, Puskesmas, pengelola SD dan SMP. “… Di
gunung, tidak bisa dengan kendaraan, harus jalan kaki. Kalau tidak
terbiasa bisa berhari-hari ...”, tambahnya.
Dengan kondisi geografis yang sulit, di lain pihak dibatasi
waktu pelaporan, tidak semua pendamping bisa menjangkau
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una88
setiap desa yang dipantau, baik di wilayah daratan maupun
kepulauan. Mereka bekerja sama dengan kepala desa/kelurahan
atau sekretaris untuk melakukan verifikasi data ulang RTSM dari
BPS, bersama-sama menentukan ketua kelompok penerima.
Mereka melakukan koordinasi dengan Puskesmas, terutama
petugas imunisasi dan kepala sekolah SD dan SMP. Petugas
imunisasi ini dipilih karena salah satu syarat penerima balita
adalah kelengkapan imunisasi dan pemberian vitamin A. Petugas
ini selalu keliling dari Posyandu ke Posyandu, melakukan imunisasi
dan mencatat penerimanya. Kepala sekolah SD dan SMP dilibatkan
untuk memantau kehadiran siswa penerima PKH. Koordinasi
biasanya dilakukan pada satu titik lokasi yang mudah dijangkau.
Pola semacam ini ini tidak selalu dikehendaki oleh instansi
yang terlibat. “… Saya sudah lapor ke Dinas. Saya ingin petugas
PKH itu diganti saja. Tidak pernah tinggal di sini. Buat apa...”,
ungkap Camat Popolii. Bapak Camat menghendaki setiap petugas
kalau bisa tinggal di tempat, setidak-tidaknya di kantor kecamatan.
Mereka tidak suka jika petugas hanya datang kalau membutuhkan
data. “Saya larang itu Puskesmas sama kepala sekolah kasih
data....” Lebih lanjut, untuk tinggal menetap, mereka bersedia
mencarikan tempat tinggal. Sementara itu, untuk kunjungan dari
desa ke desa, mereka mengajak bersama-sama pada saat ada
kegiatan. “Tidak perlu keluar ongkos. Gajinya bisa utuh. Kecuali
untuk makan saja....” Meski hubungan dengan kepala desa baik,
tetapi ada beberapa yang mengeluh, salah satu di antaranya Kepala
Desa Popolii. “Kalau datang tidak terjadwal, ia tidak bisa ketemu
dengan kami.... Akhirnya, verifikasi dengan sekretaris.... kadang-
kadang tidak lengkap, ada yang lebih miskin tidak diberi....”
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 89
Sementara itu, Bapak Rizal, petugas imunisasi Puskesmas
Popolii mengeluh, “… Mana saya tahu satu per satu yang dapat
PKH. Daftar dan formulirnya baru dikasih akhir tahun. Disuruh
catat. Kalau daftar dari awal enak. Kalau sekarang, tambah
pekerjaan….” Ia akhirnya hanya menunjukkan daftar nama balita
yang diimunisasi yang dilakukan setiap bulan. Ia menyesalkan
karena tidak ada koordinasi. “… Kalau tahu dari dulu, saya
bisa paksa ibu si balita itu untuk datang aktif ke Posyandu …”,
sesalnya.
Apa yang dikatakan oleh Bapak Rizal itu memang benar.
Meskipun keluarga ibu dari Am memperoleh PKH untuk ketiga
anaknya yang duduk di bangku SD, tetapi tetap membiarkan
tidak masuk sekolah tanpa alasan. Latar belakang pendidikan
kedua orangtuanya yang hanya SD tidak memberikan kesadaran
dan perhatian yang cukup tentang peranan pendidikan dalam
memutus lingkaran kemiskinan. Beberapa kali petugas PKH, SJ
tinggal bersama selama beberapa hari ketika berkunjung di Desa
Popolii. Hal yang serupa juga tidak dilakukan oleh ibu P yang
memiliki anak balita untuk menimbang ke Posyandu. Sementara
itu, MA (27 tahun) yang tamat SMA selalu rajin ke Posyandu,
apalagi karena dilakukan di dekat rumahnya, yaitu di pasar. “…
Tanpa PKH pun, saya so pasti datang timbang punya anak ...”,
tegasnya.
3.9 Membiarkan Snack Mengganti Asupan Gizi
Upaya revitalisasi Posyandu pada kenyataannya menjadi
sangat penting untuk mengetahui status gizi anak balita dan ibu
hamil. Di dalam kegiatan Posyandu, kondisi gizi anak akan terukur.
Salah satu indikatornya adalah berat badan. Data berat badan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una90
diperoleh dengan timbangan bayi bila usia kurang dari setahun
dan timbangan dacin bila usia lebih dari setahun. Data berat
itu dimasukkan ke dalam grafik. Grafik tersebut sudah memuat
bentangan garis kurva yang menunjukkan posisi ideal dari berat
badan bayi sesuai dengan usianya atau kurva pertumbuhan.
Dengan diketahuinya kurva pertumbuhan balita ini, maka dapat
dipantau tumbuh kembang balita setiap bulannya, meningkat
sesuai dengan usianya atau mengalami penurunan.
Permasalahannya adalah kenyataan di lapangan tidak men -
jamin bahwa semua anak dapat terpantau tiap bulan. Jika hal
ini terjadi dampaknya adalah tidak diketahui bagaimana per-
tumbuhannya apakah sudah meningkat sesuai dengan kurva
pertumbuhan. Kasus temuan balita gizi buruk, kurus, dan lain-
lainnya justru tertangkap ketika dilakukan survey yang berbasis
komunitas seperti Riskesdas.
Tabel 3.10 Jumlah Balita di bawah Garis Merah Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2013
Kecamatan PuskesmasLaki-laki Perempuan L + P
f % F % f %
Una-una1. Wakai 17 5,6 25 8,2 42 6,9
Togean 2. Lebiti 7 2,8 13 4,8 20 3,8
Walea Kep. 3. Dolong 26 18,8 10 6,9 36 12,7
Popolii 23 10,5 17 6,8 40 8,5
Ampana 4.
Tete
Tete 52 8,5 33 5,8 85 7,2
Dat. Bulan 17 8,6 32 19,6 49 13,6
Ampana 5.
Kota
Amp. Timur 11 1,5 11 1,4 22 1,4
Amp. Barat 38 10,3 59 15,6 97 13,0
Ulubongka 6. Marowo 24 6,2 41 10,9 65 8,5
Tojo 7. Uekuli 33 8,8 49 13,7 82 11,2
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 91
Tojo Barat8. Matako 30 16,5 31 16,8 61 16,7
Tombiano 23 10,7 42 23,3 65 16,5
Walea 9.
Besar Pasokan 26 18,7 17 13,1 43 16,0
Kabupaten 327 7,9 380 9,3 707 8,6
Sumber: Profil Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una 2013.
Tabel 3.10 menunjukkan bahwa 7 dari 13 Puskesmas memiliki
anak balita BGM (Bawah Garis Merah) lebih besar dari rata-rata
kabupaten. Dari ketujuh Puskesmas, dua di wilayah kepulauan dan
lima wilayah daratan. Di wilayah daratan, patut diduga pada desa-
desa yang akses transportasinya sulit. Hal itu tidak berbeda jauh
dari wilayah kepulauan. Transportasi ini menjadi kata kunci dalam
memperoleh sumber pangan. Salah satu penyebabnya adalah
asal sumber makanan pokok dari luar ka-bupaten. Masyarakat
Tojo Una-una sudah lama mengalihkan makanan pokok non-
beras, seperti ubi dan sagu ke makanan pokok beras. Peralihan
ini bisa menimbulkan kerentanan pangan dalam masyarakat
Kabupaten Tojo Una-una. Beras didatangkan dari Kota Poso dan
dari Kabupaten Palu. Apabila ada gangguan transportasi darat,
maka masyarakat Tojo Una-una akan mengalami krisis. Harga
beras dengan kualitas RASKIN mencapai Rp 10.000,00 lebih.
Produksi lokal belum bisa memenuhi kebutuhan padi
dalam setahun. Dari data BPS (2014: 153, 156), pada tahun 2013
produksi padi hanya 12.672 ton gabah dengan luas lahan panen
3.653 ha. Bila gabah diolah, maka diperoleh 7.001 ton beras. Padi
sawah ditanam di 7 kecamatan, kecuali Kecamatan Walea Besar
dan Walea Kepulauan yang menggunakan sistem padi ladang.
Sementara itu, bila menggunakan ukuran kebutuhan beras per
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una92
tahun orang Indonesia adalah 130 kg14, penduduk yang berjumlah
143.788 jiwa membutuhkan beras sebanyak 18.692,44 ton.
Menurut Bupati H. Damsyik Ladjalani, Pemkab saat ini mencoba
memperluas lahan sawah di wilayah timur berbatasan dengan
Kabupaten Banggai.
Kalau dikaji lebih dalam baik dari data BPS maupun dari
temuan selama di lapangan, masyarakat Tojo Una-Una sebenarnya
memiliki sejumlah sumber pangan karbonhidrat yang tinggi. BPS
(2014: 163) mencatat produksi jagung sebesar 47.807 (10.831
ha), ubi kayu 2.181 ton (120 ha), dan ubi jalar 1.087 ton (106
ha). Jagung, ubi kayu, dan ubi jalar kini tidak menjadi makanan
pokok, tetapi sebagai jajanan. Jagung seringkali dipetik pada usia
muda untuk direbus atau dibakar. BPS tidak mencatat produksi
makanan asli masyarakat Tojo Una-una, yaitu sagu. Berbeda
dengan masyarakat Indonesia Timur, sagu tidak direbus, tetapi
diberi kelapa yang diparut, garam, dan gula. Setelah itu, sagu
digoreng kering tanpa minyak. Makanan yang dikenal sebagai
sinole digunakan sebagai pengganti nasi.
Bila sudah masak, sinole berbentuk menyerupai nasi
tiwul dari Jawa. Sama seperti papeda yang sudah dikenal, sinole
disaji kan dengan sayur ikan bumbu kuning dan cah kangkung.
Rasanya jauh lebih enak. Tidak perlu mengonsumsi dalam jumlah
besar, sinole akan mengenyangkan. Berbeda dengan sinole,
masyarakat Tojo Una-una mengonsumsi nasi dalam jumlah yang
besar sekali makan. Apabila tidak ditunjang dengan gerak badan
yang memadai, maka terjadi peningkatan kadar gula. Kondisi
ini menjelaskan mengapa terjadi prevalensi penyakit diabetes
14 Baca http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/09/04/151401326/ Konsumsi.Beras.RI.per.Orang.130.Kg.per.Tahun.Jepang.Hanya.30.Kg. diakses tanggal 2 Maret 2015.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 93
millitus terbilang tinggi. Dari data Riskesdas 2013, prevalensi
Kabupaten Tojo Una-una sebesar 2,35, tertinggi kedua setelah
Kota Palu (2,37) dibandingkan provinsi (1,55) dan nasional (1,5)
(Balitbangkes, 2014).
Tabel 3.11 Jumlah Balita Gizi Buruk yang Tertangani Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2014
Kecamatan Puskesmas L P L+P
Una-una1. Wakai - 1 1
Togean 2. Lebiti - - -
Walea Kepulauan3. Dolong 1 1 2
Popolii 4 4 8
Ampana Tete4. Tete 6 1 7
Dataran Bulan - - -
Ampana Kota 5. Ampana Timur 5 4 9
Ampana Barat 1 8 9
Ulubongka 6. Marowo 4 3 7
Tojo 7. Uekuli - - -
Tojo Barat8. Matako - - -
Tombiano - - -
Walea Besar 9. Pasokan 4 1 5
Kabupaten 25 23 48
Sumber: Profil Dinkes 2014
Asupan protein dan lemak diperoleh dari ternak sapi,
kambing, ayam kampong, dan ayam potong, serta produk
kelautan (ikan). Data BPS (2014: 171-179) menunjukkan populasi
ternak besar (sapi) lebih cenderung menurun seiring dengan
peningkatan ternak kecil dan unggas. Penurunan ternak sapi lebih
kecil dibandingkan peningkatan pemotongan sapi yang lebih dari
tiga kali lipat, dari 740 ekor (2012) menjadi 1.956 (2013). Hal itu
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una94
dilakukan untuk memenuhi 240 ton daging sapi. Pola yang kurang
lebih serupa terjadi pada ternak kecil (kambing) dan unggas.
Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luas
wilayah, masyarakat kepulauan lebih memilih beternak unggas
dan kambing. Unggas digunakan untuk konsumsi sendiri. Hal itu
diperkuat data bahwa tidak ada pengiriman unggas ke luar ke-
camatan. Selain itu, mereka juga beternak sapi dan kambing,
meski dalam jumlah yang kecil. Hal itu ditandai dengan jumlah
ternak yang masuk (BPS, 2014: 185-186). Produksi dan konsumsi
protein justru berasal dari laut. Kabupaten Tojo Una-una yang
memiliki garis pantai yang panjang menghasilkan 12.058,74 ton
ikan dalam setahun. Produksi nelayan yang besar di Kecamatan
Ampanan Kota, Tojo, Una-una, Kepulauan Togean, Walea Besar
dan Walea Kepulauan. Bila dibandingkan dengan jumlah nelayan,
produktivitas yang terbesar berada di Kecamatan Walea Besar. Hal
itu terkait dengan wilayah jelajahnya dan teknologi penangkapan
yang digunakan. Sebagian besar nelayan menggunakan perahu
bermesin.
Di Kecamatan Una-una, Kepulauan Togean dan Kecamatan
Walea Kepulauan, masyarakatnya sebenarnya lebih mengandalkan
perkebunan. Hasilnya digunakan untuk membeli ikan. Meskipun
demikian, sebenarnya mereka juga dengan mudah memperoleh
ikan hanya dengan menggunakan alat yang sederhana. Dokter
Mulhala (26 tahun) misalnya mengeritik masyarakat Popolii yang
malas untuk pergi memancing ikan. Mereka menunggu penjual
ikan dari Kepulauan Walea Besar. Satu plastik ikan sarden yang
beratnya kurang dari 0,5 kg dijual seharga Rp 10.000,-. Jenis
ikan tongkol dijual Rp 15.000,-. Penjual yang sekaligus nelayan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 95
ini hanya membawa kurang lebih 50 kg dan terjual habis dalam
waktu kurang lebih satu jam.
Ketersediaan protein dan lemak yang ditandai dengan
jumlah ternak ini tidak secara otomatis akan mengurangi risiko
gizi, terutama pada anak balita. Kualitas gizi, khususnya anak
balita ini merupakan indikator dari ketahanan pangan. Kualitas
gizi sebenarnya lebih pada kemampuan akses keluarga dalam
memenuhinya. Kemampuan akses pangan pada keluarga dapat
diukur dari pendapatan, selain dukungan masyarakat lokalnya
(social support) (De Marco, 2007). Problem gizi berdasarkan
konsep UNICEF menunjukkan bahwa penyebab langsungnya
adalah makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi, dan itu
terkait dengan pola asuh yang tidak memadai, ketidaktersediaan
cukup pangan dan akses palayanan kesehatan dasar yang tidak
memadai, sebagai penyebab tidak langsung (Balitbangkes, 2008).
Dari temuan di lapangan, baik di Kecamatan Popolii
maupun Kecamatan Ampana Kota, faktor kemiskinan menjadi
salah satu penyebab dari gizi buruk pada anak balita. Kemiskinan
mengakibatkan keluarga mengurangi asupan gizi pada anak
sebagai strategi bertahan hidupnya. Keluarga MA misalnya
mengaku hanya makan bubur saja. Karena BR masih menganggur,
tidak ada uang yang cukup untuk membeli nasi. Tidak jarang
mereka menumpang makan di rumah neneknya. Yang menarik,
dalam kondisi tersebut, bila ada uang sedikit, BR membeli jajan
(snack) MA dan tidak ketinggalan rokok satu bungkus. “… Saya
tidak begitu kuat merokok. Satu pak untuk dua tiga hari saja.
Apalagi kalau masih menganggur…”, ceritanya.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una96
Gambar 3.11. Anak-anak Balita BGM di Kabupaten Tojo Una-una (Dokumentasi Peneliti)
Pemberian jajan tampaknya berpengaruh pada asupan
gizi anak balita. Hal itu juga terlihat pada I (2 tahun) dari Desa
Buntongi. Menurut D, ibunya, I pada dasarnya memiliki nafsu
makan yang baik. Dia mau makan nasi, sayur, dan ikan. Hanya
saja bila sudah makan snack maka nafsu makan mulai berkurang.
Bila sedang bermain, ia tidak mau makan. Dalam sehari I tidak
selalu makan 3 kali. Hal itu tergantung apakah dia mau makan
atau tidak. Ia bisa saja tidak makan nasi melainkan bubur. D
hanya selalu menyiapkan makan bila anak meminta. I memiliki
kedekatan lebih dengan ayahnya. Ia lebih banyak menghabiskan
waktu bersama ayahnya, A. A memiliki kebiasaan merokok.
Dalam sehari A bisa menghabiskan hampir 1 bungkus rokok
berisi 12 batang. Kegiatan merokoknya biasa dilakukan di dalam
rumah, termasuk saat sedang bersama I. Selain dengan A, ia suka
bersama neneknya. Neneknya selalu menuruti apa yang diminta
I. Menurut Ibu D, meskipun kondisi fisiknya seperti itu, I jauh
lebih kuat dibanding kakaknya ataupun kawan-kawan seusianya.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 97
Perilakunya sangat aktif, dan ibunya menterjemahkan I sebagai
anak yang nakal karena susah diam.
Pengasuhan anak juga menjadi kunci dari kasus anak balita
gizi kurang. Ketika diperiksa oleh Bidan Siti, Sw (4 tahun) dari
Pulau Ttk ini berada dalam kondisi muntah-muntah. Badannya
kurus, tetapi ibu Im dan neneknya mengatakan bahwa kondisinya
memang seperti itu. Ia tidak mau makan nasi. Neneknya yang
mengasuh setiap hari hanya memberi susu kemasan Milo dan
snack. Bagi neneknya, apa yang diminta Sw akan diberi. “Yang
penting tidak rewel. Tidak nakal.” Selain karena cucu pertama
bagi neneknya, Im sibuk mengajar di SD Satu Atap Ttk, sedangkan
ayahnya sedang membuka kebun.
Bila mendapatkan anak balita yang berada di bawah garis
merah atau gizi kurang pada waktu penimbangan di Posyandu,
tenaga kesehatan (bidan desa atau perawat) memberikan pen-
jelasan kepada ibunya tentang kondisi anak tersebut. Mereka
juga mencatat sebagai anak balita calon penerima makanan
tambahan. Makanan tambahan itu bisa berupa susu bubuk atau
roti biskuit. Apabila sudah mengalami gizi buruk, maka anak
itu dirujuk ke RSUD, seperti V (14 bulan) yang telah meninggal
atau F (16 bulan). Dari RSUD, anak dirawat selama satu hingga
dua bulan. Anak-anak itu diteliti apa penyebab dari gizi buruk,
apakah faktor asupan gizi setiap hari ataukah penyakit yang
mengakibatkan kondisi tubuhnya menurun dan mengurangi nafsu
makan. V misalnya, didiagnosis karena pneumonia, sementara itu
F diduga disebabkan oleh penyakit jantung bawaan. Oleh pihak
RSUD, F disarankan dirujuk ke RSUD Undata. “… Memang, biaya
rumah sakit gratis. Tapi, untuk ke sana, kami tidak ada biaya.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una98
Terus selama hidup di sana bagaimana. Di sini saja sudah susah
…”, keluh Mu (46 tahun), ibu F. Mu awalnya penduduk Kota Palu.
F merupakan anak kedua dari pernikahan yang kedua. Suami
yang pertama tinggal di Kota Palu. Suami pertama adalah buruh
bangunan. Karena sesuatu hal, mereka bercerai. Mu kemudian
menikah dengan suaminya sekarang yang juga sebagai buruh
bangunan di Kota Palu. Ia kemudian meninggalkan anak-anaknya
dan mengikuti suaminya di tempat yang sekarang. Ia melahirkan
F dalam usia di atas 40 tahun.
Terkait dengan pemberian makanan tambahan, ada bebe-
rapa masalah. Pertama, tanpa disadari ada masalah komunikasi
antara tenaga kesehatan, khususnya bidan/perawat dan ibu-ibu
pada waktu Posyandu. Penyebabnya adalah bahasa dan latar
belakang pendidikan ibu anak balita dan ibu hamil. Dengan per-
bedaan logat bahasa Indonesia karena berbeda etnis, ibu peserta
Posyandu tidak terlalu paham dengan apa yang disampaikan oleh
bidan atau perawat, bahkan kader Posyandu juga sering tidak
memahami.
Masalah kedua disebabkan oleh faktor geografi. Karena
jarak antara Puskesmas dan Dinas Kesehatan, antara Puskesmas
dan desa yang jauh, pengiriman makanan tambahan kemasan
sering terlambat. Keterlambatan itu menjadi semakin lama
tatkala terjadi penundaan karena masalah administratif di
Dinkes, terutama pada awal tahun. Hingga bulan Februari 2015,
Dinkes belum menjadwalkan pengiriman makanan tambahan.
Kesulitannya menjadi semakin tinggi ketika harus mengirim ke
penerimanya. Ada dua cara, yaitu bidan atau perawat di desa
mengambil pada awal bulan atau petugas Puskesmas mengirim
pada saat imunisasi atau pusling.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 99
Masalah ketiga adalah terkait dengan pengasuhan anak.
Makanan tambahan yang dikirim dengan susah payah tidak selalu
dikonsumsi oleh anak yang bersakutan. “… Rotinya terlalu keras.
Anak tidak mau. Ya saya biarkan …”, kata ibu Im ketika menerima
makanan untuk Sw. Tidak ada usaha ibu-ibu untuk mengolah,
sehingga anak menyukainya.
Tabel 3.11. Matriks Kategori Anak Balita BGM di Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2015
KriteriaKondisi Ekonomi Keluarga Asal Anak Balita
Mampu Miskin
Pekerjaan 1.
Orangtua
Pemilik Kebun Luas,
PNS
Buruh petik,
Pengangguran
Pendidikan 2. Menengah ke Tinggi Di bawah/sama
dengan tamat SD
sederajat
Pengasuh anak3.
setiap hari
Nenek, Orang lain Nenek, Ayah,
Paman
Kebiasaan 4.
makan
2 atau 3 x sehari Kurang dari 2 x
sehari
Asupan gizi5. Cukup Kurang
Konsumsi Snack 6. Tinggi Tinggi
Konsumsi Rokok 7.
Keluarga
Relatif sedikit Relatif sedang ke
tinggi
Penyakit 8.
penyerta
Diare Pneumonia,
Jantung Bawaan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una100
Kebiasaan 9.
ke Fasilitas
Kesehatan
Posyandu, BPS Tidak rutin ke
Posyandu. Insentif
PKH belum efektif
terhadap tingkat
partisipasi.
Pemberian 10.
PMT oleh
Nakes
Ya. Konsumsi
tergantung anaknya
Ya. Konsumsi
tergantung anaknya
Informasi Gizi 11.
Nakes
Paham. Pelaksanaan
tergantung
pengasuh
Tidak paham
Sumber: Data Primer
101
Bab 4Gangguan Mental, Muara dari
Problematika Kehidupan
4.1 Lonjakan Kasus yang Tajam
Berdasarkan pada angka IPKM 2013, prevalensi gangguan
mental di Kabupaten Tojo Una-Una menempati peringkat satu
tertinggi jika dibandingkan dengan sepuluh kabupaten yang
lain, yakni 37,06 sedangkan pada level Provinsi Sulawesi Tengah
hanya 11,57 (gambar 4.1). Apabila dibandingkan dengan preva-
lensi nasional pun, selisih prevalensinya cukup jauh karena
prevalensi gangguan mental nasional hanya 5,98 pada tahun 2013
(Balitbangkes, 2013).
Gambar 4.1 Prevalensi Gangguan Mental Tahun 2013
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una102
Prevalensi gangguan mental Tojo Una-Una pada tahun 2013
mengalami peningkatan cukup signifikan. Jika pada tahun 2007
prevalensinya hanya 12,46 maka pada 2013 meningkat menjadi
37,06. Padahal prevalensi Sulawesi Tengah bahkan Nasional
mengalami penurunan berturut turut yakni dari 16,0 menjadi
11,57 dan 11,6 menjadi 5,98. Oleh karena itu fenomena yang
terjadi di Tojo Una-Una ini sangat kontras dan mengejutkan.
Gangguan mental yang merupakan sub indikator pada indikator
penyakit tidak menular ini termasuk dalam kategori penting
dengan bobot 4 pada penghitungan IPKM 2013. Dengan demikian
apabila prevalensi gangguan mental cukup tinggi pada suatu
kabupaten, apalagi angkanya sangat fantastis jika dibandingkan
dengan kabupaten lainnya di suatu provinsi yang sama, maka
sangat mempengaruhi nilai dan peringkat IPKM kabupaten
tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui mengapa
dan bagaimana prevalensi gangguan mental ini sangat meningkat
dan tinggi di Tojo Una-Una. Seiring pula Kabupaten Tojo Una-
Una mengalami penurunan peringkat IPKM pada tahun 2013 jika
dibandingkan dengan tahun 2007.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 103
Gambar 4.2 Prevalensi Gangguan Mental Tahun 2007 dan 2013
4.2 Upaya menjadi Program Prioritas
Program kesehatan jiwa di Dinkes Tojo Una-Una termasuk
dalam Seksie Kesehatan Khusus bersama dengan Program Gigi
dan Mulut di bawah Bidang Bina Upaya Kesehatan. Seksie yang
dipimpin oleh Ibu Hastati Siola, seorang Sarjana Kesehatan
Masyarakat lulusan Universitas Negeri Muhammadiyah Palu ini
mengakui bahwa kasus gangguan mental pada masyarakat Tojo
Una-Una mulai meningkat.
Menurut beliau, pemegang kebijakan dan pengelola pro-
gram kesehatan lain banyak yang belum menyadari bahwa gang-
guan mental merupakan masalah yang penting dan perlu segera
ditangani. Hal ini dikarenakan gangguan mental tidak termasuk
dalam pokok Millenimum Development Goals (MDGs). Selain itu
masalah gangguan mental adalah masalah kesehatan penunjang
dan dampaknya tidak terlalu terlihat seperti masalah penyakit
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una104
menular dengan prevalensi tinggi di Tojo Una-Una, seperti malaria,
diare, dan lain-lain. Oleh karena itu prioritas penyelesaian masalah
kesehatan kabupaten ini masih pada penyakit menular.
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Kasubag Peren-
canaan mengenai proses penyusunan Rencana Kerja Ang garan
(RKA) dan prioritas masalah kesehatan yang harus segera diatasi.
Proses penyusunan RKA dimulai dari usulan setiap pengelola
program di Dinas Kesehatan kepada Kasie dan disetujui oleh
Kabid. Setelah itu, RKA tersebut diserahkan oleh Kabid kepada Sub
Bagian Perencanaan. Di Sub Bagian Perencanaan akan melakukan
sortir kegiatan dengan menggunakan capaian kegiatan atau
capaian program sesuai dengan data yang ada di Bank Data. Jika
kegiatan yang diajukan sesuai dengan prioritas program yang harus
dicapai, maka akan disetujui dan ditindaklanjuti pada pertemuan
RKA dengan Kepala Dinas. Namun, jika kegiatan tersebut belum
menjadi prioritas yang telah ditentukan SPM ataupun MDG’s,
maka RKA tersebut dikembalikan pada masing-masing pengelola
program untuk direvisi.
Apabila usulan RKA telah sampai pada tahap diskusi dengan
Kepala Dinas, yang dihadiri oleh Pejabat Eselon IV dan Pejabat
Eselon III, maka RKA tersebut dinyatakan lulus sebagai kegiatan
yang harus dilaksanakan pada tahun yang akan datang. Akan
tetapi, pada saat pertemuan ini Kadinkes memiliki hak prerogratif
untuk meminta Kabid dan Kasie merevisi ulang RKA yang telah
disusun berdasarkan masalah prioritas yang ingin diselesaikan.
Jika hal semacam ini terjadi, maka Kasie dan Kabid wajib merevisi
RKA tersebut.
Prioritas masalah kesehatan yang saat ini sedang diselesaikan
oleh Dinas Kesehatan Tojo Una-Una adalah target MDGs, seperti
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 105
menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan
ibu. Begitu pula dengan pemberantasan penyakit menular seperti
malaria yang ditargetkan sudah tidak ada kasus pada tahun 2015
di Tojo Una-Una.
Walaupun demikian, Ibu Hastati berpendapat bahwa sebe-
narnya gangguan mental termasuk dalam pokok MDGs yang juga
harus diselesaikan masalahnya. Semisal Kesehatan Ibu dan Anak
yang termasuk di dalamnya masalah kesehatan ibu hamil. Ibu
hamil rentan sekali mengalami gangguan mental jenis depresi
ringan atau anxietas karena khawatir dengan kehamilannya,
sehingga dibutuhkan konseling kejiwaan bagi ibu hamil, karena
masalah ibu hamil tidak hanya terbatas pada ibu melahirkan yang
ditolong oleh nakes dan selamat, tetapi juga selama kehamilan ibu
hamil sehat secara fisik dan psikis. “… itu karena dorang (mereka)
belum memahami bahwa sebenarnya masalah gangguan mental
ini juga sering terjadi pada ibu hamil ...”, jelas Ibu Hastati. Kondisi
ini pada akhirnya berpengaruh pada bayi yang dikandungnya serta
proses persalinan.
Begitu pula pada kesehatan anak, kesehatan jiwa anak
termasuk yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Pada
pemeriksaan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK), ada
variabel tentang kesehatan jiwa anak. Contohnya saja kasus
retardasi mental pada anak. Kasus seperti ini merupakan kasus
kesehatan jiwa yang berpengaruh pada kesehatan anak secara
keseluruhan. Jadi sebenarnya, menurut Ibu Hastati, kesehatan jiwa
melekat pada Kesehatan Ibu dan Anak. Oleh karena itu, apabila
ditelaah lebih lanjut maka kesehatan jiwa pun termasuk dalam
program yang diprioritaskan MDGs. Hanya saja pengelola program
yang lain belum memahami tentang hal ini dan menganggap
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una106
bahwa kesehatan jiwa terlepas dari masalah kesehatan secara
keseluruhan. Dapat dikatakan juga bahwa untuk masalah kese-
hatan jiwa, belum ada kerjasama yang baik antarlintas program di
Dinas Kesehatan Tojo Una-Una. Akibat belum adanya kesepahaman
ini yaitu kurangnya alokasi dana yang diberikan untuk kegiatan
kesehatan jiwa. Alokasi dana yang bersumber dari APBD (Dana
Alokasi Umum/DAU) masih lebih pada penyelesaian masalah
penyakit menular, KIA, gizi, dan lain-lainnya.
4.3 Menyiapkan Tenaga Kesehatan Jiwa
Pada tahun 2013 kegiatan yang diajukan oleh Sie Kesehatan
Khusus disetujui oleh Sub Bagian Perencanaan untuk dilaksanakan
dengan biaya dari DAU sebesar Rp 43.949.000,-. Kegiatan tersebut
berupa pelatihan pengelola program kesehatan jiwa untuk seluruh
Puskesmas di Tojo Una-Una yang berjumlah 13 orang. Pelatihan
tersebut bertujuan memampukan pengelola program kesehatan
jiwa Puskesmas dalam mengidentifikasi pasien gangguan men-
tal baru dan melakukan konseling terhadap mereka, serta cara
penanganan yang tepat jika ada pasien gangguan mental. Nara-
sumber pelatihan ini adalah Dokter Spesialis Kejiwaan yang
didatangkan dari Palu. Seluruh kegiatan ini difasilitasi oleh Dinas
Kesehatan dengan menggunakan dana APBD.
Setelah dilatih, 7 dari 13 orang pengelola program tersebut
selanjutnya dikarantina (magang) di Rumah Sakit Jiwa Madani
Palu selama 2 minggu pada tahun 2014. Sebagian pengelola
program belum melakukan kegiatan magang karena terhalang
oleh kegiatan mereka yang cukup padat di Puskesmas. Ketujuh
pengelola program yang telah melakukan magang berasal dari
Puskesmas Matako, Tombiano, Uwekuli, Marowo, Ampana Barat,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 107
Tete, dan Dataran Bulan. Pada saat magang, seluruh biaya ditang-
gung oleh APBD sebagai kelanjutan dari pelatihan pada tahun
2013. Biaya tersebut meliputi uang harian, transport, konsumsi,
dan akomodasi.15
Tindak lanjut kegiatan magang tersebut adalah monitoring
dan evaluasi berupa kunjungan Sie Kesehatan Khusus Dinas Kese-
hatan bersama dengan Dokter Spesialis Kejiwaan RSUD Ampana
ke Puskesmas pada tahun 2014. Hasil tindak lanjut tersebut adalah
temuan kasus gangguan mental baru di wilayah kerja Puskesmas
yang dikunjungi. Selain itu, fenomena pengelola program di
Puskesmas yang belum terampil dalam melakukan pencatatan
dan pelaporan juga ditemukan. Ibu Hastati berpendapat bahwa
fenomena ini muncul karena beban kerja atau tanggung jawab
pengelola program tidak hanya fokus pada kesehatan jiwa saja,
tetapi juga memiliki tanggung jawab lain. Misalnya sebagai juru
imunisasi dan pengelola program gizi yang juga berperan sebagai
pengelola program kesehatan jiwa, sehingga kegiatan kesehatan
jiwa tidak berjalan dengan baik karena pengelola program juga
harus menyelesaikan tugasnya yang lain.
Kriteria pengelola program kesehatan jiwa di Puskesmas
minimal berlatar belakang perawat, namun tidak diharuskan se-
bagai perawat yang hanya mengelola program jiwa saja, karena
15 Salah satu Puskesmas yang memiliki program kesehatan jiwa adalah Puskesmas Ampana Barat. Program tersebut sejak tahun 2013 dikelola oleh Ibu Susanti D. Kumora (yang akrab dipanggil dengan Ibu Susan), seorang pegawai dengan latar belakang perawat. Sebelumnya ia bertugas di Kabupaten Poso. Namun, dengan alasan mengikuti suami, maka beliau pindah ke Kabupaten Tojo Una-Una dan ditempatkan di Puskesmas Ampana Barat. Ibu Susan telah mengikuti pelatihan sebagai pengelola program kesehatan jiwa bersama dengan pengelola program dari Puskesmas lain yang difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una pada tahun 2013. Kegiatan magang di Rumah Sakit Madani Palu pun telah diikuti sehingga Ibu Susan mampu untuk melakukan anamnesa dan konseling terhadap pasien yang mengalami gangguan mental.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una108
Puskesmas sendiri selalu kekurangan tenaga kesehatan. Maka
Dinas Kesehatan memperbolehkan pengelola program bertang-
gungjawab atas beberapa program. Fakta lain yang menjadi
masalah pada pengelola program adalah statusnya yang bukan
PNS sehingga bisa kapan saja diganti dengan orang lain. Pengelola
program yang sudah dilatih seringkali diganti dengan yang lain
karena alasan ini. Honor pengelola program kesehatan jiwa juga
belum dianggarkan, sehingga kegiatan pelacakan kasus ke desa
pun belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh Puskesmas.
Walaupun demikian, ada beberapa Puskesmas yang melakukan
pelacakan kasus gangguan mental dengan sumber dana BOK.
Akan tetapi, kegiatan semacam ini pun tergantung pada motivasi
dan inovasi pengelola program dalam merencanakan kegiatan
dengan menggunakan dana BOK. Apabila pengelola program
Puskesmas tidak mengajukan, maka kegiatan pelacakan kasus pun
tidak dilakukan.
4.4 Menjaring Pasien Menebar Harapan
Pada tahun 2014 telah dilakukan pelacakan kasus di 11
wilayah Puskesmas melalui kerjasama dengan pihak Poli Jiwa
RSUD Ampana. Setelah pelacakan, ternyata ditemukan 73 kasus
gangguan mental di 11 wilayah Puskesmas tersebut.16 Berdasarkan
rekam medis di Poli Jiwa RSUD Ampana pun terlihat bahwa jumlah
kunjungan pasien gangguan mental setiap bulannya selama tahun
2014 berkisar antara 100 hingga 140 kunjungan. Artinya setiap
16 Menurut dr. Soraya (dokter spesialis jiwa di RSUD Ampana), RS tidak berwenang melakukan pelacakan, oleh karena itu harus bekerja sama dengan Puskesmas sebagai penguasa wilayah di bawah naungan Dinas Kesehatan Tojo Una-Una. Pasien yang ditemukan dapat dirujuk ke RS. Walaupun begitu, menurutnya masih ada Puskesmas yang belum aktif melakukan pelacakan.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 109
hari ada 17 hingga 25 pasien gangguan mental yang berkunjung
ke Poli Jiwa RSUD Ampana.
Pelaksanaan program kesehatan jiwa tidak hanya dilakukan
oleh pihak Dinas Kesehatan, tetapi juga oleh Puskesmas, salah
satunya adalah Puskesmas Ampana Barat. Kepala Puskesmas
Ampana Barat sangat mendukung program kesehatan jiwa, ter-
bukti dengan selalu terjalinnya komunikasi antara pengelola pro-
gram kesehatan jiwa dengan Kepala Puskesmas yang juga ber-
peran sebagai dokter yang bertugas di Poli Umum.
Kegiatan Poli Jiwa pada tahun 2014 baru pada tahap
penyuluhan tentang kesehatan jiwa dan pelacakan kasus di setiap
desa. Pelacakan kasus tersebut masih dilakukan di 4 desa saja, di
antaranya adalah Bailo Baru, Sansarino, Saluaba, dan Buntongi.
Pada saat pelacakan kasus, Ibu Susan tidak sendiri namun bersama
dengan pengelola program surveilans dan promosi kesehatan.
Sebelum pelacakan kasus, Ibu Susan menghubungi Kepala
Desa atau Lurah agar mengumumkan kepada seluruh warga desa
tentang kunjungan yang akan dilakukan Puskesmas. Perangkat
desa sangat kooperatif jika diajak kerjasama dengan Puskesmas
dalam kegiatan apa pun, termasuk kegiatan Kesehatan Jiwa.
Setelah diumumkan pada hari sebelumnya, maka pada hari H
warga telah mempersiapkan diri untuk datang ke kantor desa dan
tidak bekerja di kebun.
Pelacakan kasus ini diawali dengan penyuluhan tentang
kesehatan jiwa, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi gang-
guan mental yang dialami oleh warga yang hadir. Di setiap desa,
sekitar 10-15% warga yang hadir pasti mengalami gangguan
mental. Mayoritas jenis gangguan mental yang dialami adalah
anxietas (kecemasan). Setelah diidentifikasi melalui konseling
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una110
selama 15 menit di ruangan tertutup, maka warga yang dinyatakan
mengalami gangguan mental diminta untuk memeriksakan dirinya
ke Puskesmas agar dapat diberikan obat melalui resep dokter.
Rencana kegiatan Poli Jiwa pada tahun 2015 masih pada
penyu luhan tentang kesehatan jiwa dan pelacakan kasus.
Penyu luhan yang diberikan berupa gejala gangguan mental dan
per suasif untuk memeriksakan diri ke Puskesmas. Pelacakan
kasus terus dilakukan agar dapat memetakan jumlah kasus dan
penyebabnya. Selanjutnya akan direncanakan kegiatan untuk
mencegah terjadinya kasus gangguan mental dengan usaha yang
lebih masif dan bersifat lintas sektor. Anggaran dari Bantuan
Operasional Kegiatan (BOK) tahun 2015 juga meliputi pengadaan
poster tentang gejala gangguan mental. Poster ini diadaptasi oleh
Ibu Susandari dari hasil pelatihan yang diterimanya pada tahun
2013 silam. Rencananya poster ini akan diletakkan di dinding
Puskesmas sehingga masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas
dapat mengetahui gejala gangguan mental dan memeriksakan
dirinya dengan segera.
Gambar 4.3 Poster tentang Gangguan Jiwa di Program Kesehatan Jiwa Puskesmas Ampana Barat
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 111
Petugas yang mengelola kesehatan jiwa di Puskesmas baru
dilatih tentang kesehatan jiwa pada tahun 2013. Prosedur dalam
pemeriksaan pasien gangguan jiwa juga terjadi setelah pelatihan
tersebut, sehingga data tentang kasus gangguan mental serta
jumlah pasien gangguan mental yang ditangani Puskesmas baru
tersedia sejak tahun 2014. Pelacakan kasus oleh Dinas Kesehatan
dan Puskesmas pun baru dilakukan pada tahun 2014. Sehingga
data yang ada saat ini belum menggambarkan data gangguan
mental seluruhnya di Tojo Una-Una karena bisa saja ada kasus
tetapi belum tercatat karena belum ditemukan oleh petugas.
Sementara itu data jumlah kunjungan pasien gangguan
mental di RSUD Ampana berupa data rekam medis setiap tanggal
kunjungan. Belum ada data yang menunjukkan proporsi jenis
gangguan mental pada pasien gangguan mental yang berkunjung
ke Poli Jiwa. Data yang ada di RSUD Ampana ini juga belum pernah
dijadikan sebagai bahan analisis oleh Dinas Kesehatan terkait
dengan jenis gangguan mental, jenis kelamin dan usia, serta asal
daerah. Belum ada kerjasama juga antara Dinas Kesehatan dan
Puskesmas serta RSUD Ampana terkait data pasien gangguan
mental, sehingga belum dapat dipetakan wilayah mana saja
yang memiliki jumlah kasus gangguan mental tertinggi. Dengan
demi kian data ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan upaya
pemecahan masalah kesehatan, khususnya gangguan mental.
Data bulanan Puskesmas, atau yang biasa disebut dengan
SP2TP (Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas),
belum sepenuhnya mendata kasus gangguan mental. Ada
variabel gangguan mental pada rekap SP2TP tetapi belum
dijadikan dasar analisis kegiatan oleh Seksi Kesehatan Khusus
Dinas Kesehatan. Dengan demikian data tentang keseluruhan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una112
kasus gangguan mental, baik di wilayah kerja Puskesmas, RSUD
Ampana, maupun Dinas Kesehatan belum dijadikan data yang
dapat menginformasikan tentang meningkat atau menurunnya
kejadian gangguan mental di Tojo Una-Una.
4.5 Mencari Obat Mencari Kesembuhan
Menurut dr. Soraya, rata-rata kunjungan pasien di Poli Jiwa
RSUD Ampana sekitar 100-150 pasien setiap bulan.17 Sehingga
dalam sehari terdapat 15-20 kunjungan pasien gangguan mental di
Poli Jiwa ini. Pasien yang datang berkunjung biasanya merupakan
pasien rujukan dari Puskesmas atau pasien yang memang harus
berkunjung secara berkala sebagai upaya untuk mengobati
gangguan mental yang dialaminya. Jumlah kunjungan yang selalu
banyak selain karena ada tambahan pasien baru setiap bulan
(bisa 5 orang), juga karena pengobatan gangguan mental memang
memerlukan waktu yang lama. Pemberian obat untuk pasien
gangguan mental yang sudah mulai membaik biasanya untuk
penggunaan 2 minggu hingga 1 bulan. Untuk pasien gangguan
mental berat, misalnya epilepsi, sampai 1 bulan, sedangkan untuk
gangguan mental ringan diberikan untuk 2 minggu.
17 Di RSUD Ampana telah ada Poli Jiwa yang dikelola oleh dr. Soraya, M.Kes.Sp.KJ, satu-satunya dokter spesialis kejiwaan yang bertugas di RSUD Ampana sejak tahun 2011. Namun, terhitung sejak 12 Februari 2015 beliau pindah tugas ke Palu dan akan digantikan oleh dokter spesialis jiwa yang lain (dr. Merry) namun dokter pengganti ini hanya bertugas 6 bulan saja, karena beliau juga harus kembali bertugas di RSJ yang ada di Palu (di RSUD Ampana hanya diperbantukan saja untuk mengisi kekosongan).
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 113
Gambar4.4 Dokter Soraya, M.Kes.Sp.KJ di Ruang Kerjanya
Akan tetapi, ada kendala yang muncul dalam penanganan
pasien, misalnya lokasi yang jauh seperti di Dataran Bulan dan
masyarakat di pulau. Akibatnya, seringkali pasien yang sudah mu-
lai membaik dikembalikan ke pelayanan dasar (Puskesmas) namun
ternyata tidak tersedia obat. Oleh karena itu mereka harus kembali
ke RSUD Ampana untuk memperoleh obat tersebut. Namun, biaya
transport yang mahal membuat pasien akhirnya tidak kembali lagi
untuk melakukan pemeriksaan lanjutan, padahal untuk gangguan
mental memerlukan pengobatan yang rutin dan lama. Gangguan
mental ringan (anxietas) memerlukan waktu hingga 3 bulan
pengobatan, untuk gangguan depresi bisa 3-6 bulan, sedangkan
gangguan mental berat bisa memerlukan waktu antara 2-3 tahun
hingga seumur hidup.
Selain faktor lokasi, masalah ketersediaan obat juga men-
adi persoalan, lebih-lebih saat dibuat kebijakan pengadaan obat
menggunakan sistem e-catalogue. Dr. Soraya sudah menyam-
paikan kepada pengelola program Pelayanan Kesehatan Dasar
di Dinas Kesehatan untuk membuat data yang lebih komplit di
masing-masing Puskesmas, supaya obat yang disediakan tidak
disamaratakan, tetapi sesuai dengan yang dibutuhkan, karena
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una114
antara Puskesmas yang satu dengan yang lain bisa berbeda. Sering
terjadi ada obat yang sampai kehabisan, sementara ada pula obat
yang kadaluarsa karena jumlahnya terlalu banyak.
Banyaknya pasien yang berkunjung ke RSUD Ampana karena
mereka menyadari bahwa gangguan mental bukan penyakit yang
memalukan, melainkan dapat diobati. Pada awalnya banyak terjadi
ketertutupan dan rasa malu pada pasien maupun keluarganya
untuk datang ke Poli Jiwa. Namun seiring berjalannya waktu
kondisi ini berubah, bahkan antarpasien sudah bisa menceritakan
latar belakang alasan datang ke Poli Jiwa dan masalah yang
mereka hadapi. Keterbukaan dan kesadaran pasien yang seperti
ini sangat membantu dalam proses pengobatan.
Selain itu, masalah kesehatan jiwa pun memperoleh per-
hatian yang lebih dari Bapak Bupati (lihat boks tentang Bapak H.
Damsyik Djalajani - Bupati Tojo Una-Una di akhir Bab II). Bupati
selalu dengan terbuka menerima keluhan dan saran dari dokter
mengenai strategi untuk meningkatkan kesehatan jiwa di Tojo Una-
Una. Bupati juga mempermudah dokter asal Tojo Una-Una untuk
melanjutkan studi pendidikan spesialisasi. Dengan dukungan yang
sangat baik inilah, dokter yang tinggal di Tojo Una-Una merasa
sangat terbantu dalam melaksanakan tugasnya.
Poli Jiwa di RSUD Ampana juga bekerjasama dengan Dinas
Kesehatan melalui Seksie Kesehatan Khusus, mulai dari mela-
kukan kegiatan penjaringan hingga pelacakan untuk pasien gang-
guan mental yang dipasung. Kerjasama juga dilakukan pada saat
pelatihan dokter dan perawat Puskesmas terkait kesehatan jiwa.
Kendala lain menurut dokter spesialis jiwa ini yakni belum
ada kerjasama dengan Badan Narkotika Kabupaten untuk melaku-
kan kerjasama lintas sektor terkait penggunaan NAPZA, padahal
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 115
telah ada beberapa kasus gangguan mental dikarenakan pengaruh
NAPZA. “… belum ada kerjasama antara Badan Narkotika Daerah
dengan RSUD, padahal sudah banyak kasus gangguan jiwa karena
narkoba ...”, keluh dr. Soraya. Sedangkan kendala yang ada pada
pasien itu sendiri yaitu kurangnya perhatian dari keluarga pada
pasien gangguan mental, sehingga kasus yang disebabkan masalah
keluarga tidak dapat diberikan konseling secara menyeluruh
pada keluarga, melainkan hanya secara parsial, yakni pasien itu
sendiri.
4.6 Mulai dari Problem Ekonomi,
hingga Rumah Tangga
Pasien yang mengalami ganggguan mental ketika datang
ke Puskesmas tidak langsung menuju Poli Jiwa, namun ditangani
oleh dokter di Poli Umum dengan keluhan sakit fisik, seperti
sakit kepala dan cepat lelah. Apabila ada gejala gangguan mental
seperti cemas, susah tidur, atau komunikasi kurang baik, maka
dokter di Poli Umum akan meminta pasien untuk menuju Poli
Jiwa. Setelah di Poli Jiwa, pasien diidentifikasi oleh Pengelola
Program Kesehatan Jiwa yang telah terlatih. Apabila teridentifikasi
mengalami gangguan mental, pasien diberi konseling serta
alternatif pemecahan masalah. Tugas pengelola program hanya
pada identifikasi dan konseling, sedangkan resep obat yang
diberikan sepenuhnya hak dokter yang ada di Poli Umum. Akan
tetapi, jika gangguan mental yang dialami oleh pasien sangat
parah, seperti skizofren, maka pasien akan langsung dirujuk ke
Poli Jiwa di RSUD Ampana.
Suatu hal positif yang dapat diapresiasi dari pasien yang
dinyatakan mengalami gangguan mental adalah mereka tidak malu
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una116
untuk berobat. Apabila dirujuk ke Poli Jiwa di RSUD Ampana, maka
pasien akan benar-benar melanjutkan proses pengobatannya.
“… karena dorang (mereka) sudah mengerti bahwa jika tidak
diobati, maka dorang akan semakin parah sakitnya ...”, ujar Ibu
Susan, Pengelola Program Kesehatan Jiwa Puskesmas Ampana.
Hal ini tidak lepas dari usaha Pengelola Program Kesehatan Jiwa
di Puskesmas yang mengkomunikasikan pada pasien dan atau
keluarganya bahwa pasien mengalami gangguan mental yang
bukan berarti gila. Hanya saja jika gangguan mental ini tidak segera
diobati lebih lanjut maka bukan tidak mungkin selanjutnya akan
menjadi lebih berat lagi. Dengan adanya penjelasan semacam
ini, pasien termotivasi untuk melanjutkan pengobatannya hingga
sehat kembali.
Menurut Ibu Susan, pemicu terjadinya kecemasan yang
dialami oleh pasien adalah masalah ekonomi dan rumah tangga.
Sebagian besar pasien gangguan mental merupakan ibu rumah
tangga yang mencemaskan keadaan ekonomi dalam keluarganya.
Contohnya, ada suatu kasus anxietas pada ibu rumah tangga
yang pernah ditangani oleh Ibu Susan. Ibu tersebut mengeluhkan
sakit kepala dan susah tidur (insomnia) serta sering menangis.
Suaminya bekerja sebagai buruh tani, sedangkan beliau hanya
seorang ibu rumah tangga yang harus mengatur pengeluaran
setiap bulannya dengan 3 orang anak yang masih usia sekolah.
Penghasilan suaminya sebesar Rp 50.000,- per hari. Tapi beliau
harus membagi uang tersebut untuk keperluan makan, uang
saku sekolah putranya, dan keperluan yang lain. Beliau cemas
tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-sehari tersebut. Setelah
konseling, Ibu Susan membantu untuk menyelesaikan masalah
kecemasan pasien dengan memberikan alternatif solusi tentang
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 117
skala prioritas dalam pemenuhan kebutuhan. Apabila kebutuhan
tersebut bukan kebutuhan primer, maka tidak perlu lagi dipikirkan
terlalu jauh. Namun jika kebutuhan untuk makan sehari-hari, maka
harus dipikirkan terlebih dahulu dengan membagi penghasilan
suami agar dapat membeli bahan makanan yang murah tetapi
semua anggota keluarga bisa makan. Begitu pula dalam membagi
uang untuk keperluan yang lain. Intinya, Ibu S sebagai konselor
memberikan alternatif solusi dan menenangkan pasien agar tidak
terlalu cemas terhadap suatu masalah yang dihadapi. Dengan
demikian pasien yang mengalami gangguan mental, dalam hal ini
anxietas, dapat segera pulih dan kembali sehat baik fisik maupun
psikisnya.
Jenis kasus gangguan mental yang paling banyak dialami
pasien Puskesmas Ampana Barat dalam tiga tahun terakhir adalah
anxietas (kecemasan) diikuti dengan skizofrenia dan depresi.
Menurut dr. Soraya, sebagian besar kasus gangguan mental di
RSUD adalah gangguan mental ringan sampai sedang. Sebagian
besar penyebab masalah gangguan mental yang dialami oleh
pasien yang berkunjung ke Poli Jiwa RSUD Ampana karena masalah
ekonomi dan masalah rumah tangga seperti perselingkuhan,
bentrok dengan orang tua, dan lain-lain. Bagi pasien gangguan
mental, selain membutuhkan pengobatan juga memerlukan
psikoterapi, dan harus dokter spesialis yang melakukan terapi
tersebut. dr. Soraya menjelaskan bahwa gangguan mental terjadi
karena ada masalah neurotransmitter di otak yang mengganggu
pikiran dan perasaan, sehingga untuk mengisi ketidakseimbangan
tersebut diberikan obat terlebih dahulu. Bila kondisi sudah mulai
bagus maka mulai diberikan psikoterapi. Pada saat pelaksanaan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una118
psikoterapi atau konseling itulah pasien dapat diintervensi untuk
menyelesaikan masalah kehidupan yang dialami.
Gambar 4.5 Jumlah Kasus Gangguan Mental di Puskesmas Ampana Barat (Diolah dari Data Rekam Medis Puskesmas Ampana Barat)
Jenis gangguan mental yang paling sering terjadi pada pasien
Poli Jiwa adalah gangguan fungsional. Gangguan fungsional adalah
gangguan mental seperti insomnia, anxietas, depresi, dan lain-lain.
Gangguan mental jenis inilah yang paling banyak kasusnya di Tojo
Una-Una. Selain itu, terdapat pula jenis gangguan mental organik,
yakni gangguan mental seperti penyalahgunaan obat, dimensia,
gangguan hormonal pasca melahirkan, dan lain-lain. Gangguan
mental jenis ini paling banyak dikarenakan penyalahgunaan obat
(NAPZA). Hingga saat ini terdapat 4 pasien gangguan mental
karena NAPZA yang dirawat inap di RSUD Ampana.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 119
4.7 Nenek H: Sakit Kepala yang tak Kunjung Hilang
Salah seorang pasien gangguan mental (anxietas) yaitu
Nenek H berusia 57 tahun. Ia hidup bersama suaminya yang ber-
usia 67 tahun dan kedua cucunya. Ia memiliki 6 orang anak, 3 laki-
laki dan 3 perempuan. Dua anaknya tinggal di dekat rumah Nenek
H, sedangkan satu orang tinggal bersama di rumah Nenek H tetapi
lebih banyak di kebun, sedangkan dua anaknya lagi tinggal di desa
lain.
Tempat tinggal Nenek H sangat sederhana, berupa rumah
berukuran 3x5 meter dengan dinding yang terbuat dari kayu dan
beratapkan seng, sedangkan lantainya terbuat dari semen. Ada
2 buah kamar di dalam rumahnya, satu ditempati oleh Nenek
H dan suaminya, sedangkan kamar yang lain ditempati oleh
cucunya. Setelah ruang tamu dan kamar, terdapat pula dapur
dengan ukuran 2x3 meter yang di dalamnya terdiri dari tungku,
rak piring, dan meja makan dari kayu. Di dapur inilah Nenek H
memasak setiap harinya dengan menggunakan uang untuk
belanja yang diperoleh dari hasil kebunnya. Terkadang putra
putrinya memberikan sebagian penghasilannya kepada Nenek H
agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Walaupun begitu,
tetap saja Nenek H merasa kasihan terhadap putra putrinya jika
harus membagi penghasilannya karena putra putrinya sendiri
bermata pencaharian sama, yakni sebagai petani coklat.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una120
Gambar 5.6 Rumah Nenek H tampak depan (Dokumentasi Peneliti)
Gambar 5.7 Tempat Tinggal Nenek H (Dokumentasi Peneliti)
Sang suami yang sudah tentu tidak muda lagi setia mene-
maninya walaupun tidak dapat bekerja di kebun karena baru saja
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 121
sembuh dari sakit kekurangan Haemoglobin yang harus diopname
di RSUD Ampana Barat selama hampir seminggu. Biasanya, Nenek
H dan suaminya berangkat ke kebun bersama-sama dengan
berjalan kaki sejauh 7 km. Namun, karena saat ini sudah tidak
memungkinkan untuk bekerja sedemikian keras, maka suami
Nenek H menghabiskan waktu sehari-harinya di rumah menemani
istrinya. Diakuiu oleh Nenek H bahwa tidak ke kebun berarti tidak
dapat mengetahui kondisi pohon coklatnya, tidak bisa mencabut
rumput di sekitar pohon coklat, dan tidak dapat memanen hasil
kebun, sehingga pemasukan ekonomi pun berkurang.
Ia juga memikirkan nasib putra putrinya yang tinggal
di luar Kecamatan Ampana. Pekerjaan mereka yang sesama
petani, dengan jumlah anak yang lebih dari satu, jarang sekali
mangunjungi kediaman Nenek H di Desa Buntongi, menjadi beban
pikiran Nenek H. Keadaan ekonomi keluarganya yang kurang baik,
ditambah dengan belum bisa kembali bekerja di kebun, kemudian
putra putrinya yang tinggal jauh dan dengan keadaan kondisi
hampir sama dengan dirinya, menyebabkan Nenek H mengalami
kecemasan (anxietas). Namun, Nenek H merasa bahwa dirinya
baik-baik saja, tetapi selalu merasa sakit kepala yang tidak kunjung
hilang, selalu kambuh dalam beberapa hari, serta mengalami
kesulitan tidur (insomnia). Tampak wajah Nenek H yang murung,
gelisah, dan setiap menatap orang lain terlihat ingin menangis.
Untuk mengobati sakit kepalanya ini, Nenek H mengonsumsi
obat warung yang dibelinya dari kios. Obat ini mengandung
Dextromethorpan Hbr yang dapat menekan batuk. Bahan obat
ini juga memiliki efek sedatif (memberikan rasa tenang). Bisa jadi
karena efek tenang inilah maka Nenek H sering mengonsumsi
obat tersebut, yang dibeli dari warung seharga Rp 3.000,00 per
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una122
strip. Selain itu Nenek H juga memiliki kebiasaan minum obat “3
macam” yang terdiri dari Prednison, Phenylbutazone, dan Vitamin
B1. Obat ini diperolehnya dengan cara membeli di apotek. Selain
mengonsumsi obat-obatan tersebut untuk meredakan sakit
kepala, ia juga mengunjungi dukun di desa sebelah. Tidak ada
obat yang diberikan oleh dukun, selain doa yang menurut Nenek
H dapat menenangkan dan membuat sakit kepalanya hilang.
Namun, setelah tiga atau empat hari, sakit kepalanya kembali
terasa. Sehingga dalam satu minggu bisa sampai 2 kali berobat ke
dukun dengan biaya Rp 10.000,- setiap pengobatan.
Nenek H menjelaskan bahwa ia lebih memilih untuk meng-
obati sendiri sakit kepalanya dengan berobat ke dukun dan
membeli obat warung daripada berkunjung ke Puskesmas. Hal
ini disebabkan ia tidak memiliki sepeda motor sebagai sarana
transportasi. Selain itu, ia juga merasa nyaman setelah meminum
obat warung dan didoakan oleh dukun.
4.8 Mama A: Sudah Jatuh tertimpa Jejaka Tua yang Miskin
Mama A sebutannya, namun bukan berarti dia sudah ibu-
ibu, sama sekali tidak, dia terlihat masih sangat muda (sekitar
18 tahun) dengan anak balitanya. Ketika ditemui, ia masih pergi
mencuci. Ia mencuci pakaian keluarganya, yaitu: suami dan
putrinya. Yang menemui adalah suaminya, Om D. Om D berbadan
kurus, berkumis, dengan raut wajah yang cekung. Wajahnya
seperti pria berusia 60 tahun, tetapi sebenarnya baru 50 tahun
(berdasarkan KK).18 Ia menjaga anak perempuannya yang berusia
18 Jika Mama A benar berusia 18 tahun, maka ketika melahirkan anak dia masih berusia 14 tahun (karena anaknya tercantum di KK berusia 4 tahun). KK yang dikeluarkan Dukcapil (Dinas Pendudukan dan catatan Sipil) malah tidak
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 123
4 (empat) tahun, lahir di bulan Februari 2011. Kelahirannya
ditangani oleh Bidan Siti. Bidan Siti ingat betul karena anak ini
lahir pada saat sebelum ia berangkat sekolah di Ampanan/Palu.
Anaknya, FM, berbadan kecil, pendek dan kurus, berambut
keriting, bicaranya tidak jelas. Anaknya bermain sendiri di dapur. Ia
hanya mengenakan baju terusan tanpa celana dalam. Ia bermain
sambil memakan biskuit (snack).
Suami orang Saluan (Luwuk) sebenarnya cukup bekerja
keras. Ia bekerja serabutan, termasuk beternak kambing bagi hasil.
Ada empat kambing yang dipelihara di kandang yang diletakkan di
belakang rumahnya; ada ayam yang jumlah tidak seberapa. Ia juga
bekerja bagi hasil menanam pohon kelapa, namun jumlah tidak
lebih dari 100 batang, dan belum semua bisa dipetik hasilnya.
Hasilnya kurang dari 500 kg sekali panen, atau kurang lebih 2,5
juta dalam setahun. Ia juga menanam cengkeh, tetapi belum bisa
dipanen. Mungkin 10 tahun lagi baru bisa dipanen. Ia juga bekerja
memanjat pohon kelapa. Satu hari bisa memperoleh Rp 50.000,-,
satu pohon Rp 2.500,- atau Rp 5.000,-. Sekarang, sedang sepi.
Kalau tidak kegiatan, ia pergi memancing. Ia pergi ke laut dengan
menggunakan perahu dayung.
mencantumkan nama dirinya. Hanya ada nama suami (Om D) dan anaknya (FM), sedangkan namanya ada di kolom orang tua anak. Kasus ketidak beresan KK ini adalah temuan yang kedua di Desa Popolii. Temuan yang pertama pada KK keluarga AL semua tanggal lahir memiliki tanggal dan bulan yang sama yaitu tanggal 1 bulan 7 dengan tahun yang berbeda-beda. Menurut amatan peneliti, estimasi tahun pun tidak akurat (lebih tua) karena antara angka yang tercantum di KK dengan kenyataan di lapangan berbeda jauh. Kesamaan dari kedua kasus ini adalah keduanya memiliki latar belakang ekonomi yang sangat miskin.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una124
Gambar 4.9 Rumah Mama A
(Dokumentasi Peneliti)
Kalau melihat rumahnya, maka orang tidak akan menyangka
rumah ini dihuni oleh orang. Rumahnya sebenarnya bagian dapur
dari rumah orangtuanya. Rumah orangtuanya yang terbuat dari
kayu juga telah ambruk dan tinggal lantainya yang terbuat dari
semen dan pondasi dari bata. Rumahnya terbuat dari papan
dengan atap rumbai, berupa rumah panggung. Di dalamnya,
bagian depan disekat jadi dua dengan dinding papan tidak lebih
dari satu meter. Sebelah kiri merupakan ruang tidur, sedangkan
kanan merupakan ruang tengah dan sekaligus ruang tamu. Untuk
menuju ruang tidur, melalui dapur. Dapurnya melebar, lebarnya
lebih panjang dari rumahnya, kira-kira satu meter lebihnya,
sedangkan panjang kurang dari 2 meter. Sebelah kiri digunakan
untuk dapur, sedangkan sebelah kanan untuk melektakkan kayu
dan makanan. Belanga yang berisi nasi digantung di dapur. Tidak
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 125
ada kamar mandi. “… Kalau buang air besar ya sembarang. Di
kebun, tinggal gali …”. Rumah ini sudah masuk ke dalam daftar
bedah rumah di desanya sejak dua tahun lalu, tetapi sampai kini
belum turun juga.
Gambar 4.10 Mama A dan anaknya
(Dokumentasi Peneliti)
Tidak beberapa lama, Mama A datang. Ia tidak segera me-
me gang anaknya. Anaknya dibiarkan bermain di dapur, sesekali
mengajak bicara ayahnya. “… Setiap hari dengan saya mas. Itu
hanya anak tiri. Saya bukan ayahnya. Saya menikahi dia sudah punya
anak ...”. Menurut informasi dari Bidan Siti, yang juga diiyakan oleh
Mama A. Anak itu bukan anaknya. Oleh karena itu, anak ini diberi
nama FM, tidak memakai nama ayah tirinya. Sekali lagi, menurut
pengakuannya anak itu hasil hubungan gelap dengan majikannya
I. Menurut Bidan Siti, I adalah majikan tempat ia menjadi buruh
cuci. Waktu itu, isteri Pak I pergi ke luar pulau. Setelah mencuci
dan menjerang pakaian, ketika mengembalikan ember, ia diseret
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una126
ke tempat tidur dan disetubuhi. Pak I yang dibela oleh isteri tetap
bersikeras tidak mengakui bahwa ia menghamilinya. Pembelaannya
semakin kuat karena selama beberapa tahun perkawinan dengan
isterinya ia belum dikaruniai anak. Tertuduh lainnya adalah kakak
laki-lakinya. Dari rumor masyarakat, kakak laki-laki yang belum
kawin juga menyetubuhinya. Siapa yang benar tidak ada yang
tahu. Yang pasti, hingga kelahiran anaknya Mama A tidak memiliki
suami.
Mama A yang tamat SD di Ampana ketika ikut saudaranya
ini, akhirnya dikawinkan dengan Om D. Om D adalah bujangan tua.
Waktu menikah, usianya 46 tahun. Ia adalah teman ayahnya. “…
Saya kasihan pada anak Febri. Maka, saya kawini dia ...”, tandasnya.
Dengan pengalaman yang tidak menyenangkan itu, Mama A men-
jadi orang yang suka curiga pada orang asing. Anaknya tidak boleh
bermain dengan anak-anak lain. “… Anak-anak sini nakal. Suka
ganggu ...”, ujarnya. Ketika diwawancarai, ada tatapan curiga di
matanya, tapi di waktu lain ia tidak memperhatikan apa yang kita
tanyakan. Ia hanya melihat pintu. Ia jarang berkomunikasi dengan
tetangganya. Setelah mencuci, ia ke rumah ibunya membantu
me ma sak. Dari masakan itu, ia ambil sebagian untuk lauk anak
dan suaminya. Suaminya ke kebun, tapi pada sore hari menimba
air di sumur untuk mandi dan cuci piring. Begitulah, sehari-hari
keluarga A dan Om D.
4.9 Tante JB: Kecemasan karena Miskin
Tante JB tinggal tidak jauh dari kediaman keluarga FT (ibu
dari VA penderita pneumonia). Ia tinggal di kampung Sakolong
bagian bawah. Rumahnya persis di pinggir pantai, dengan bentuk
rumah panggung. Di samping rumahnya, terdapat perahu miliknya.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 127
Dinding rumahnya terbuat dari kayu, atapnya dari rumbai daun
nyiur. Kamarnya dua. Kamar pertama di depan bersebelahan
dengan kamar tamu. Kamar itu ditempati anak perempuannya
yang sulung, saat itu bersekolah di SMP Negeri Popolii kelas
2. Kamar yang lain persis di belakang ruang tamu. Kamar itu
ditempati oleh ia dan suaminya.
Gambar 4.11 Rumah Tante JB
(Dokumentasi Peneliti)
Gambar 4.12 Tante JB dan kebunnya
(Dokumentasi Peneliti)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una128
Di depan rumahnya, ada kebun kecil. Di kebun itu Tante JB
menanam berbagai sayuran dan rica-rica. Ada pula pohon pisang
dan pohon kelapa. Ia berbicara dengan cepat dengan bahasa
Indonesia bercampur bahasa lokal, “… Bingung, harus masak di
dapur, sebentar lari ke kebun. Tanam-tanam ....”
Ia menjadi buruh masak di rumah Bapak BR. Rumah itu ter-
letak di pinggir jalan utama kampung Sakolong dekat SD. Bapak BR
adalah guru SMA yang hampir pensiun. Ia guru Geografi, asalnya
dari Sulawesi Selatan. Isterinya kepala sekolah TK. Di rumah itu,
ada ibunya dan anak bungsunya. Karena kesibukan pasangan ter-
sebut, Tante JB diminta untuk memasak setiap hari. Bahannya
sudah disiapkan. Sebulan ia di dibayar Rp 100 ribu. Tidak jarang
ia juga membantu memijat ibu Bapak BR yang sudah tua. Selain
di keluarga BR, ia juga bekerja di rumah Bapak HR. Di rumah itu,
ia bertugas mencuci dan menyeterika pakaian. Bayarannya juga
sama, seratus ribu per bulan.
“… Bayangkan, saya harus berlari dari rumah Bapak BR ke Bapak HR. Habis masak, terus cuci pakaian dan mengering. Terus pulang ke rumah. Masuk dapur. Keluar lagi rawat tanaman. Begitu setiap hari ...”, keluh Tante JB.
Ia mengaku mengalami kecemasan. Ia takut kekurangan.
Ia jarang tidur siang, jarang pula tidur malam. Ia mengaku sering
kaget dan cepat bangun. Hal itu tidak menyenangkan. Ia sering
pusing kepala. Rasa pusing itu menguat ketika dia salah makan. “…
Pernah dikasih daging kambing. Langsung naik 200 (tensi) waktu
ke dokter ...”. Semuanya serasa ia tanggung sendiri. Sementara
itu, suaminya yang bekerja sebagai tukang panjat kelapa dibayar
tergantung jumlah pohon. Setiap pohonnya Rp 2.500,- s/d Rp
3.000,-. Saat ini ia sedang menganggur. Ia ada di rumah. “… Suami
malas cari ikan di laut ...”, jelasnya. Ia juga pernah ditawari ikan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 129
lele peliharan Bapak BR. Ia menolak. “Hi… tidak bisa makan.
Lendirnya itu ….”
4.10 TPKJM yang Jalan di Tempat
Bupati Tojo Una-Una selalu peduli terhadap upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya, lebih-lebih
pada program ketersediaan dokter, termasuk dalam hal ini keter-
sediaan dokter spesialis gangguan jiwa. Sesuai dengan penjelasan
dokter spesialis kejiwaan bahwa Bupati sangat terbuka jika ada
saran atau masukan mengenai upaya kesehatan. Bahkan Bupati
mempermudah izin serta segala keperluan bagi doker yang
akan melanjutkan studinya ke jenjang spesialis kejiwaan. Hal ini
dikarenakan beliau menyadari bahwa masyarakat Tojo Una-Una
banyak yang mengalami depresi ringan akibat masalah ekonomi
yang menimpanya, sampai dikelaurkan Surat Keputusan Bupati
mengenai Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM)
Gambar 5.5 Plang TPKJM bersebelahan dengan Plang Dinkes Kabupaten Tojo Una-Una
(Dokumentasi Peneliti)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una130
pada tahun 2012 yang lalu dengan anggota tim dari lintas sektor.
Ketua tim ini adalah Sekretaris Daerah dengan anggota terdiri dari
Polres, Bappeda, Kemenag, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan
lainnya.
Walaupun sudah ada Surat Keputusan Bupati tentang
TPKJM ini, namun tidak ada tindak lanjut dari sektor tersebut
untuk menangani masalah kejiwaan masyarakat. Hingga saat ini,
TPKJM tidak diketahui bentuk kerjasamanya dan tidak aktif dalam
melak sanakan kegiatan. Hanya Dinas Kesehatan yang masih
peduli terhadap masalah kejiwaan ini. “… sudah ada pertemuan,
tapi hanya satu kali. Setelah itu mereka (lintas sektor – red.) tidak
peduli lagi ...”, jelas Kasie Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan.
Sedangkan sektor yang lainnya sudah tidak berkoordinasi dan
bekerjasama lagi pascarapat koordinasi yang dilaksanakan satu kali
tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kerjasama
lintas sektor dalam program kesehatan jiwa ini belum maksimal,
termasuk kerjasama antara RSUD Ampana dengan Badan Narkotika
Nasional serta Kepolisian Tojo Una-Una dalam kaitannya dengan
masalah gangguan mental akibat penyalahgunaan narkoba.
TPKJM merupakan tim yang melaksanakan program-pro-
gram kesehatan jiwa masyarakat di kabupaten/kota, yang keang-
gotannya terdiri dari beberapa perangkat daerah terkait, Kepala
Kepolisian Resort dan Direktur Rumah Sakit Jiwa di wilayahnya,
yang pelaksanaannya di bawah koordinasi Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota. Pelaksanaan sehari-hari berada di bawah
koordinasi Kepala Dinas yang membidangi kesehatan (Depkes,
2013). Sedangkan di Tojo Una-Una, TPKJM ini dipimpin oleh
Sekretaris Daerah dengan anggota terdiri dari Polres, Bappeda,
Kemenag, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan lain-lainnya. Tim ini
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 131
pernah melakukan rapat koordinasi, namun hanya sekali dengan
difasilitasi oleh Dinas Kesehatan. Setelah rapat koordinasi, tidak
pernah ada koordinasi lanjutan terkait dengan tim ini dan peran
masing-masing lintas sektor, sehingga sampai saat ini hanya Dinas
Kesehatan yang tetap konsisten dalam melaksanakan upaya
kesehatan jiwa.
Ada kebijakan tidak tertulis dari Kepala Dinas Kesehatan
dan jajarannya bahwa suatu kegiatan yang akan dilakukan oleh
Dinas Kesehatan hendaknya lebih mengutamakan pada kegiatan
yang merujuk pada pencapaian MDGs 2015, seperti penurunan
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Kecuali itu juga
fokus pada pemberantasan masalah penyakit menular yang
masih didominasi pada pemberantasan malaria. Oleh karena itu,
Dinas Kesehatan menargetkan Tojo Una-Una bebas malaria tahun
2015, sehingga masalah gangguan mental yang tergolong dalam
upaya kesehatan penunjang, belum menjadi prioritas masalah
yang harus segera diselesaikan. Hal ini juga berpengaruh pada
dana yang dialokasikan untuk kegiatan kesehatan jiwa oleh Dinas
Kesehatan.
Keberadaan TPKJM ternyata belum efektif untuk menurunkan
prevalensi gangguan mentaldi Kabupaten Tojo Una-Una, karena
pada pelaksanaannya koordinasi lintas sektor yang diharapkan
dalam tim tersebut belum optimal. Selain itu, tidak masuknya
kesehatan jiwa dalam variabel MDGs menjadikan program ini
belum menjadi prioritas utama untuk diselesaikan bersama. Dinas
Kesehatan masih harus memperhatikan masalah AKI, AKB, dan
pemberantasan malaria yang memang mempengaruhi langsung
kualitas kesehatan dan kehidupan seseorang.
133
Bab 5Pneumonia, Pembunuh Anak
yang Terlupakan
Menurut UNICEF dan WHO (2006), pneumonia merupakan
pembunuh anak paling utama yang terlupakan (major forgotten
killer of children) karena begitu banyak anak yang meninggal
karena pneumonia namun sangat sedikit perhatian yang diberikan
kepada masalah pneumonia (UNICEF/WHO, 2006). Pneumonia
merupakan penyebab kematian yang bahkan lebih tinggi bila
dibandingkan dengan gabungan kematian akibat AIDS, malaria,
dan campak. Pneumonia membunuh lebih dari 2 juta anak-balita
setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang
(Said, 2010).
Berdasarkan data Riskesdas 2007 penyebab kematian balita
karena pneumonia adalah nomor 2 dari seluruh kematian balita
(15,5%), sehingga jumlah kematian balita akibat penumonia
tahun 2007 adalah 30.470 balita (15,5% x 196.579), atau rata-rata
83 orang balita meninggal setiap hari akibat pneumonia. Angka
ini sangat besar, sehingga perlu menjadi perhatian bagi pengelola
program ISPA pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta perlu
mendapat dukungan pemerintah daerah agar upaya pengendalian
penyakit pneumonia dapat dilaksanakan dengan optimal sehingga
angka kematian ini dapat diturunkan (Kemenkes RI, 2010).
Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernapasan
dapat berupa: batuk, kesukaran bernapas, sakit tenggorokan,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una134
pilek, sakit telinga, dan demam. Pneumonia adalah infeksi akut
yang menge nai jaringan paru-paru (alveoli). Paru-paru terdiri
dari ribuan bronkhi yang masing-masing terbagi lagi menjadi
bronkhioli, yang tiap-tiap ujungnya berakhir pada alveoli. Ketika
seseorang menderita pneumonia, nanah (pus) dan cairan mengisi
alveoli tersebut dan menyebabkan kesulitan penyerapan oksigen
sehingga terjadi kesukaran bernapas. Pada anak yang menderita
pneumonia, kemampuan paru-paru untuk mengembang ber-
kurang sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat agar
tidak terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia
bertambah parah, paru-paru akan bertambah kaku dan timbul
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Anak dengan
pneumonia dapat meninggal karena hipoksia atau sepsis (infeksi
menyeluruh) (P2PL, 2010).
Ibu Pintar, Anak Lahir Sehat, tapi Gagal karena Pneumonia
Cerita ini bermula pada sebuah keluarga pasangan FT (28 tahun) dan AL (29 tahun) serta almarhum anak mereka VA. Mereka tinggal di Desa Popolii Kecamatan Walea Kepulauan, Kabupaten Tojo Una-Una. FT adalah lulusan angkatan pertama SMA Negeri Popolii tahun 2006. Ia sempat kuliah di Universitas Terbuka jurusan Kearsipan hingga semester 6. Selama kuliah ia bekerja sebagai pegawai honorer di Kantor Desa bagian Kaur Pemerintahan. Dari cara menjawab pertanyaan dan ekspresinya tampak bahwa ia seorang yang cerdas.
FT dengan suaminya (AL) sebenarnya masih bersaudara sepupu. Suaminya merupakan anak dari saudara ibunya. Ibunya berasal dari Kabupaten Parigi Mountong. Kabupaten Parigi Mountong merupakan kabupaten yang berbatasan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 135
dengan Kota Palu. Jaraknya kurang lebih 310 km dari Ampana (ibukota Kabupaten Tojo Una-una). Ketika saudara ibunya dari Parigi Mountong pulang ibadah haji, terjadi pertemuan antarkeluarga. Pada saat itu ada rencana mengawinkan AL dan FT yang sama-sama bujang. Dalam usia 26 tahun FT dianggap sebagai perawan yang tidak laku kawin. Akhirnya, ia pun bersedia dikawinkan.
Seingatnya, pada waktu hamil VA, ia sebenarnya tidak meng alami banyak masalah. Pada waktu hamil besar, sekitar delapan bulan, ia masih ikut bekerja padat karya mengangkat pasir untuk membuat jalan di depan rumahnya. “Lumayan, untuk dapat uang tambahan.” Suaminya bekerja di kebun dan kadang-kadang memancing.
Gambar 5.1. Anak VA (alm.) penderita pneumonia.
(Dokumentasi Bidan Siti)
VA lahir pada tanggal 20 September 2013. Menurut FT, ketika lahir, berat bayi VA normal berkisar 2,5 kg. Ketika masih bayi, VA sangat mudah dirawat. Jam 8 malam sudah tidur, namun tengah malam biasanya bangun dan minta susu atau
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una136
bubur. VA tidak mendapat ASI eksklusif. Umur empat bulan VA diberi makan tambahan bubur instan kacang hijau. VA biasa tidur di dipan (tempat tidur) yang terletak di kamar depan, yang menurut amatan peneliti pencahayaannya kurang, karena tidak ada sinar matahari yang masuk.
VA merupakan cucu kesayangan neneknya. Selain ne-nek nya yang mengasuh, ayahnya juga sering menggendong. Ayahnya seorang perokok. Menurut pengakuan FT, ketika suaminya menggendong VA, tidak jarang ia juga merokok. Di rumah tersebut yang perokok bukan hanya suaminya, tetapi juga kakak laki-laki dan isterinya. Ia iri terhadap keluarga kakaknya yang menurutnya memiliki anak sehat tidak seperti VA. 1
Pada perkembangannya, VA juga mengalami gizi kurang, ter utama setelah bulan Maret 2014. Pada bulan itu, VA ter-serang pneumonia sehingga dirujuk ke rumah sakit satu bulan lamanya. Beratnya turun, usia empat bulan hanya 7,3 kg dan berat itu tidak bertambah hingga saat meninggal. Hal itu terjadi karena ia tidak doyan makan dan mudah terkena penyakit. Salah satunya diare yang menyerang hingga meninggal pada
bulan Januari 2015 dalam usia satu tahun empat bulan.
5.1 Meningkat Tak Terduga
Salah satu kelompok indikator penyusun IPKM adalah
penyakit menular, yang terdiri dari tiga indikator yaitu prevalensi
pneumonia, diare balita dan ISPA balita. Dari ketiga indikator ini
pneumonia dan ISPA balita di Kabupaten Tojo Una-Una memiliki
prevalensi tertinggi dibandingkan kabupaten lain di Sulteng.
Pada IPKM 2013 denominator kedua indikator ini berbeda, pada
pneumonia adalah untuk semua umur sedangkan pada ISPA
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 137
adalah balita. Jika dibandingkan dari hasil Riskesdas sebelumnya,
prevelensi pneumonia mengalami peningkatan paling signifikan
yakni dari 3,37% pada tahun 2007 menjadi 13,83% pada tahun
2013, atau terdapat peningkatan hingga 400% (Gambar 5.2).
Gambar 5.2 juga menunjukkan bahwa Kabupaten Tojo Una-
Una menduduki peringkat tertinggi untuk prevalensi pneumonia
dibandingkan 10 Kabupaten lainnya di Sulawesi Tengah pada tahun
2013. Selain itu, angka 13,83% pada penyakit pneumonia adalah
angka yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi
pneumonia Sulawesi Tengah dan Indonesia yang masing-masing
4,15% dan 2,14%. Dengan demikian, prevalensi pneumonia selain
merupakan sub indikator IPKM dengan bobot mutlak yang artinya
bobot tertinggi, juga merupakan sub indikator dengan peningkatan
prevalensi yang cukup signifikan dari tahun 2007 ke 2013. Oleh
karena itu, prevalensi pneumonia ini menjadi sub indikator yang
memberikan kontribusi pada penurunan skor dan peringkat IPKM
Kabupaten Tojo Una-Una.
Gambar 5.2 Prevalensi Pneumonia Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2007 dan 2013 (Balitbangkes, 2008, Balitbangkes, 2014)
128
Gambar 5.2 Prevalensi Pneumonia Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2007 dan 2013 (Balitbangkes, 2008, Balitbangkes, 2014)
Gambar 5.3 Prevalensi ISPA Balita Provinsi Sulawesi Tengah 2013 (Balitbangkes, 2014) Hasil Riskesdas 2013 untuk ISPA balita di Kabupaten Tojo Una-Una juga menempati peringkat pertama dibandingkan kabupaten lain di Sulteng, yaitu sebesar 48,98%. Secara umum ISPA balita di Indonesia juga cukup tinggi yaitu 40,64%,
Prevalensi Nasional 2013
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una138
Gambar 5.3 Prevalensi ISPA Balita Provinsi Sulawesi Tengah 2013 (Balitbangkes, 2014)
Hasil Riskesdas 2013 untuk ISPA balita di Kabupaten Tojo Una-
Una juga menempati peringkat pertama dibandingkan kabupaten
lain di Sulteng, yaitu sebesar 48,98%. Secara umum ISPA balita di
Indonesia juga cukup tinggi yaitu 40,64%, sementara di Sulteng
malah lebih rendah yaitu sebesar 35,03% (Gambar 5.3).
5.2 Rokok, Bahaya yang Tak Disadari
Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan
seorang anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat.
Referensi menyebutkan bahwa faktor risiko pneumonia antara
lain adalah BBLR, status gizi yang buruk, polusi udara dalam kamar
terutama asap rokok dan asap bakaran dari dapur, disamping
faktor yang lain (Kartasasmita, 2010). Kebiasaan yang juga banyak
terjadi di Kabupaten Tojo Una-Una yang tidak bisa dianggap
remeh adalah kebiasaan orang tua merokok di depan anak-
anak. Terlepas kebiasaan ini akan terekam di dalam alam bawah
128
Gambar 5.2 Prevalensi Pneumonia Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2007 dan 2013 (Balitbangkes, 2008, Balitbangkes, 2014)
Gambar 5.3 Prevalensi ISPA Balita Provinsi Sulawesi Tengah 2013 (Balitbangkes, 2014) Hasil Riskesdas 2013 untuk ISPA balita di Kabupaten Tojo Una-Una juga menempati peringkat pertama dibandingkan kabupaten lain di Sulteng, yaitu sebesar 48,98%. Secara umum ISPA balita di Indonesia juga cukup tinggi yaitu 40,64%,
Prevalensi Nasional 2013
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 139
sadar anak sehingga saat dewasa mereka akan meniru kebiasaan
serupa, paparan asap rokok juga membahayakan kesehatan.
Merokok sembari menggendong atau menidurkan anak menjadi
pemandangan yang biasa kita jumpai. Paparan asap rokok ini
semakin bertambah parah, ketika orang tua menerima tamu yang
juga perokok. Tidak ada keinginan dari orang tua untuk mencoba
merokok di luar rumah, sekalipun mereka memiliki anak balita.
Kasus Anak VA yang ada di boks 5.1 dapat menjadi contoh aktual,
bagaimana kaitan antara pneumonia dengan paparan rokok
sebagai salah satu faktor risiko yang nyata diterimanya hingga
akhirnya meninggal.
5.3 “Tradisi” Merokok: Dari Camat hingga Tenaga Kesehatan
Saat ini merokok menjadi sebuah kegiatan yang sangat
umum dilakukan oleh masyarakat baik di perkotaan maupun
di perdesaan. Para perokok sering kita jumpai hampir di setiap
fasilitas umum yang ada di masyarakat. Mereka yang bukan
perokok dipaksa untuk memaklumi pemandangan ini, dan meng-
hirup asap yang dihasilkan dari setiap batang rokok yang dibakar.
Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Tojo Una-Una, di mana
merokok menjadi persoalan serius yang menjadi perhatian
pemerintah daerah. Dengan kondisi ini tidak salah bila kita melihat
prevalensi perokok di Kabupaten Tojo Una-Una memang tinggi,
bahkan melebihi prevalensi di Propinsi Sulawesi Tengah maupun
prevalensi nasional.
Dari Gambar 5.4, kita dapat melihat bahwa prevalensi
perokok di Kabupaten Tojo Una-Una 36,12% melampaui prevalensi
Provinsi Sulawesi Tengah yakni 30,72%. Terdapat selisih angka
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una140
5,4% antara prevalensi di kabupaten dan di tingkat provinsi. Bila
kita membandingkan prevalensi Kabupaten Tojo Una-Una dengan
prevalensi nasional, terdapat selisih yang juga cukup besar yakni
6,81%.
Diolah dari Riskesdas Tahun 2013
Gambar 5.4 Prevalensi Perokok Tahun 2013
Berdasarkan hasil observasi di Desa Popolii Kecamatan Walea
Kepulauan, kebiasaan merokok tidak hanya ada di masyarakat
umum, namun juga pada level tokoh masyarakat, kepala desa,
camat, bahkan tenaga kesehatan di Puskesmas sekalipun. Camat
Walea Kepulauan cukup menarik kalau tidak boleh dikatakan
eksentrik. Hampir setiap sore ia pergi memancing dengan menaiki
katinting (perahu tradisional) ditemani 1-2 orang. Menurutnya
inilah satu-satunya hiburan berada di kawasan terpencil dan
merokok adalah hal yang tidak bisa dilepaskannya. Kepala Desa
Popolii juga perokok, hal itu terlihat pada waktu wawancara dan
diskusi kelompok terarah. Demikian pula RL salah seorang tenaga
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 141
kesehatan yang memiliki latar belakang pendidikan perawat dan
menjadi Kepala TU serta mengelola program imunisasi adalah
perokok. Hanya saja, apakah kebiasaan tersebut juga dilakukan
di rumah atau kawasan tanpa rokok, belum tereksplorasi sampai
sejauh itu. Pada akhirnya problem merokok atau tidak bukan
sekedar pada adanya pengetahuan akan bahaya merokok namun
lebih pada kebiasaan dan hal tersebut tidak dengan mudah dapat
teratasi. Hal itu dibuktikan dengan pendidikan Bapak Camat
(Sarjana Ekonomi), dan RL (lulusan keperawatan) adalah indikator
pendidikan yang dianggap memiliki pengetahuan sehingga mam-
pu menganalisis bahaya merokok, ternyata tidak berdampak sama
sekali terhadap perilaku merokok.
5.4 Berjuang Mematikan Api Rokok
Melihat semakin meningkatnya prevalensi perokok dari
tahun ke tahun di Kabupaten Tojo Una-Una, pemerintah daerah
mencoba untuk membuat langkah strategis melalui penerbitan
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa
Rokok. Kawasan Tanpa Rokok atau yang disingkat KTR dalam Perda
ini adalah (1) fasilitas pelayanan kesehatan, (2) tempat proses
belajar mengajar, (3) tempat anak bermain, (4) tempat ibadah,
(5) angkutan umum, (5) tempat kerja, (6) tempat umum, (7) dan
tempat lain yang ditetapkan. Tujuan penerbitan Perda ini selain
untuk menekan prevalensi perokok di Kabupaten Tojo Una-Una,
juga untuk mencegah dan mengawasi dampak buruk dari asap
rokok sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Konsep peraturan ini adalah
melarang kegiatan merokok, iklan rokok, dan penjualan rokok
di Kawasan Tanpa Rokok/KTR yang telah diuraikan sebelumnya
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una142
kecuali di tempat umum, masih diperbolehkan transaksi jual beli
rokok.
Setelah melihat besarnya pengaruh asap rokok terhadap
kasus ISPA dan pneumonia, penerbitan Perda Kawasan Tanpa Rokok
men jadi langkah luar biasa. Pemerintah mulai berupaya untuk
mengatur kebebasan para perokok, sehingga bisa meminimalisir
efek samping dari asap rokok, terutama pada perokok pasif.
Diperlukan sosialisasi yang berkesinambungan terkait penerapan
Kawasan Tanpa Rokok. Pemerintah tidak akan bisa berjalan sendiri
bila tidak ada dukungan dari masyarakat, untuk membuat suatu
kawasan yang ramah terhadap kesehatan terutama pada balita
yang masih lemah imunitasnya.
Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una juga memiliki
semangat yang sama dengan pemerintah daerah untuk men-
jadikan Tojo Una-Una wilayah bebas asap rokok. Dengan diter-
bitkannya Peraturan Daerah Kabupaten Tojo Una-Una Nomor
6 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Kadinkes mulai
meng aplikasikan peraturan ini di Dinas Kesehatan. Kadinkes telah
menerapkan sanksi terhadap setiap pelanggaran Perda ini. Sanksi
yang diberikan berupa pemotongan gaji senilai Rp 25.000,- bagi
setiap karyawan yang merokok di area Dinas Kesehatan. Bahkan
sejak tahun 2015 sanksi ini dipertegas dengan adanya mutasi
ke Puskesmas bagi setiap pelanggaran terhadap perda tersebut.
Keseriusan Dinas Kesehatan dalam merespon Perda yang dibuat
pemerintah ini, apabila mampu diimitasi oleh SKPD yang lain
tentu akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam upaya
menciptakan Kawasan Tanpa Asap Rokok.
Kebijakan positif terkait bidang kesehatan yang dibuat
pemerintah daerah adalah dengan diterbitkannya Perda Nomor
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 143
6 tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Di dalam Perda
tersebut disebutkan (1) daerah mana saja yang masuk dalam
Kawasan Tanpa Rokok/KTR (2) kewajiban dan larangan bagi setiap
pengelola/pimpinan/penanggung jawab KTR (3) peran serta
masyarakat dalam perwujudan KTR (4) pembinaan, pengawasan,
dan koordinasi oleh Bupati (5) ketentuan penyidikan (6) ketentuan
pidana.
Dalam ketentuan pidana disebutkan bahwa setiap orang/
badan yang melanggar ketentuan pasal 13 dan 14 (Kewajiban dan
Larangan) dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan
atau denda paling banyak Rp 50. 000,- (lima puluh ribu rupiah).
Ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak main-main
dalam pembuatan Perda Kawasan Tanpa Rokok. Namun sejauh
ini yang benar-benar konsisten menerapkan Perda ini baru Dinas
Kesehatan, hal ini terlihat dari sanksi yang diberikan terhadap
pelanggar Perda Kawasan Tanpa Rokok, mulai dari pemotongan
gaji hingga mutasi pegawai.
Sekilas upaya ini terkesan berlebihan, karena perda KTR
sudah memiliki aturan tersendiri terkait sanksi bagi setiap pelang-
garnya. Namun, Dinas Kesehatan sebagai pelaku kesehatan di
daerah ingin menunjukkan keseriusan terhadap upaya terciptanya
KTR, dan bentuk dukungan kepada pemerintah daerah yang telah
menerbitkan Perda KTR.
Sementara ini penerapan Perda KTR ini masih belum berjalan
di SKPD lain yang ada di Kabupaten Tojo Una-Una. Belum ada
SKPD yang secara nyata menerapkan Perda ini guna mempercepat
tercapainya KTR, sehingga perlu terus dilakukan sosialisasi terkait
Perda ini ke seluruh instansi yang ada, sebab upaya menciptakan
KTR tidak bisa dilakukan hanya sendiri saja, namun membutuhkan
partisipasi dari seluruh elemen di masyarakat.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una144
5.5 Melatih Tenaga Kesehatan Peka Pneumonia
Derajat kesehatan merupakan pencerminan kesehatan
per orangan, kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan
dengan umur harapan hidup, mortalitas, morbiditas, dan status
gizi masyarakat. Ditinjau dari Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012, angka kematian neonatal (AKN), angka
kematian bayi (AKB), dan angka kematian balita (AKBA) berturut-
turut adalah 19/1000 kelahiran hidup (KH), 32/1000 KH, dan
40/1000 KH.Terdapat perbedaan hasil dari SDKI 2007, yakni
AKN, AKBA, dan AKB berturut-turut 19/1000 KH, 34/1000 KH,
dan 44/1000 KH. Artinya, kematian bayi (0-59 bulan) masih
tinggi. Untuk itu diperlukan upaya untuk menurunkan angka
kematian tersebut, salah satu di antaranya dengan meningkatkan
keterampilan bidan dan perawat di Puskesmas dalam menangani
balita sakit. Peningkatan keterampilan perawat dalam tata
laksana balita sakit secara komprehensif dilaksanakan dengan
pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit atau lebih dikenal
dengan MTBS. MTBS bukan merupakan program kesehatan,
tetapi suatu standar pelayanan dan tatalaksana balita sakit secara
terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. Tujuan pelaksanaan
MTBS adalah menurunkan secara bermakna angka kematian dan
kesakitan terkait penyakit tersering pada balita, dan memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan
anak (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2011).
Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una melalui Renstra-
nya menargetkan pelatihan MTBS pada tahun 2015 bagi 20
tenaga kesehatan dengan anggaran Rp 50.000.000,-. Pelaksanaan
MTBS di Puskesmas cukup membantu dalam penemuan kasus
pneumonia pada bayi dan balita. Prosedur pelaksanaan MTBS
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 145
di Puskesmas diawali dengan beberapa tahapan yakni, (1)
pendaftaran bayi/balita ke ruang KIA lanjut menuju ruang
pelayanan MTBS, (2) petugas menulis identitas pasien pada kartu
rawat jalan, (3) petugas melaksanakan anamnesa, (4) petugas
melakukan pemeriksaan, (5) petugas menulis hasil anamnesa
dan (6) pemeriksaan serta mengklasifikasi dan memberikan
penyuluhan, (7) petugas memberikan pengobatan sesuai buku
pedoman MTBS bila perlu dirujuk ke ruang pengobatan untuk
konsultasi dengan dokter. Ini juga berlaku untuk pasien yang
diduga pneumonia. Namun, diagnosa akhir apakah pasien
tersebut menderita pneumonia ringan ataukah ISPA ditentukan
oleh dokter Puskesmas. Dalam penentuan diagnosa ini seringkali
terjadi perbedaan pemahaman yang dimiliki oleh dokter dan
perawat terkait diagnosa pneumonia.
“Terjadi miss (misunderstanding – red.) antara dokter dan perawat. Pneumonia ini kan ada ringan dan berat. Yang saya khawatir yang ringan ini tidak masuk. Dokter bilang ISPA, perawat bilang pneumonia ringan, atau sebaliknya. Riskan sekali batasan antara pneumonia ringan dan ISPA”.
(Sahrul, Kasie P2 Dinkes Kabupten Tojo Una-Una).
Hal ini menjadi persoalan yang muncul hampir di semua
Puskesmas. Perawat mendiagnosa pasien hanya mengalami batuk
biasa sedangkan dokter mendiagnosa sebagai pneumonia. “Saya
pikir ya saya memang hanya perawat, mungkin dorang (dokter)
lebih mengerti”, kata Bp. M. Taufik pengelola Program ISPA dan
Pneumonia Puskesmas Ampana Barat. Perbedaan pemahaman ini
dapat berpotensi pada cakupan angka pneumonia, di mana akan
ada pasien yang tidak terjaring, atau bahkan pasien yang bukan
pneumonia namun didiagnosa sebagai pneumonia.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una146
Terkait dengan peranan tenaga kesehatan di Puskesmas
dalam menangani pneumonia, kita tidak bisa lepas dari pengelola
program pneumonia di Puskesmas. Keterbatasan jumlah tenaga
di Puskesmas menyebabkan 1 orang petugas dapat menangani
lebih dari 1 program, termasuk petugas yang menangani
pneumonia tidak menutup kemungkinan juga akan menangani
hingga 5 program sekaligus. Dampak keadaan ini adalah petugas
kesehatan menjadi tidak fokus dalam menjalankan tugasnya di
masing-masing program. Banyaknya kegiatan yang harus dilak-
sanakan setiap hari, ditambah dengan banyaknya laporan yang
harus dibuat setiap bulan, menjadi kendala tersendiri. Selain itu
seringkali terjadi, petugas kesehatan yang mengelola progam
pneumonia berganti karena harus berpindah tugas ke tempat lain.
Per soalan bertambah saat petugas yang pindah tugas tersebut
telah mengikuti pelatihan tentang pneumonia, namun terpaksa
harus digantikan petugas lain yang belum pernah mengikuti
pelatihan. Ini disebabkan pelatihan pneumonia tidak dilaksanakan
secara rutin, tergantung pada ketersediaan anggaran, dan peserta
yang ditunjuk adalah perwakilan dari masing-masing Puskesmas.
Dengan demikian, belum semua petugas kesehatan, baik itu yang
bertugas di Puskesmas induk maupun yang bertugas di desa, telah
mengikuti pelatihan tersebut.
5.6 Masyarakat: Pneumonia Sekedar Batuk dan Sesak Nafas
Tingginya prevalensi pneumonia di Kabupaten Tojo Una-
Una menjadi persoalan tersendiri bagi pemerintah, khususnya
pemerintah daerah. Masyarakat sendiri masih belum mengerti
tentang apa itu pneumonia. Sejauh ini masyarakat hanya mema-
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 147
hami pneumonia sebagai batuk dan sesak nafas, sehingga bila
berbicara kepada mereka tentang pneumonia, sulit sekali bisa
mendapatkan informasi yang tepat. Namun, bila kita meng-
analogikan pneumonia sebagai batuk dan sesak, masyarakat lebih
mudah memahami masalah tersebut.
Salah satu penderita pneumonia yang ditemukan di Desa
Buntongi, Kecamatan Ampana Kota adalah RM usia 3 tahun 4
bulan. RM merupakan anak ke-4 dari pasangan Ibu S dan Bapak
R. Anak pertama Ibu S sudah berusia 10 tahun, sedangkan anak
ke-2 meninggal saat berusia 44 hari, “tiada sebabnya, panas
begitu saja langsung meninggal. Hanya sempat pigi Posyandu satu
kali”, (Ibu S, orang tua RM). Pada kehamilan ke-3 Ibu S mengalami
pendarahan saat usia kandungan menginjak 3 bulan, sehingga
harus mengalami keguguran. Pada kehamilan ke-4 lahirlah RM
dengan dibantu tenaga kesehatan, sedangkan anak pertama
lahir di dukun. Sejak lahir RM diberi ASI ekslusif oleh Ibu S, ketika
berusia 6 bulan baru mengenal MP ASI berupa bubur buatan
sendiri.
RM didiagnosa mengalami pneumonia saat usianya baru 1
bulan. Gejala awal yang terlihat adalah batuk, hidung tersumbat,
susah untuk bernafas. Dokter menyarankan RM untuk menjalani
rawat inap di Rumah Sakit supaya mempermudah perawatannya.
RM menjalani rawat inap selama 5 hari, kemudian dilanjutkan
dengan rawat jalan di Puskesmas Ampana Barat. Pada saat
menjalani rawat inap RM masih mau diberi ASI, sehingga berat
badannya saat itu tidak terlalu mengalami penurunan yang
signifikan.
Sembuh dari pneumonia dengan pengobatan yang rutin,
RM tidak lagi mengalami sakit yang berat. Namun saat usianya
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una148
menginjak 1 tahun 5 bulan, RM mengalami diare dan muntah
sehingga harus kembali menjalani rawat inap. Menurut Ibu S, RM
mengalami diare karena mengonsumsi kopra saat tengah diasuh
neneknya.
Dalam masa perkembangannya RM mulai mengalami
kesu litan untuk makan, karena nafsu makannya kurang. Dalam
sehari RM makan dua kali, dengan porsi tiap kali makan rata-rata
hanya 4 sendok saja. RM juga tidak suka makan sayur dan buah,
hanya nasi, tempe, dan ikan namun dalam porsi yang sangat
kecil. Meskipun nafsu makannya tidak terlalu besar, RM sangat
suka makan mie instan, snack, atau makanan ringan. Ibu S yang
memiliki usaha warung klontong kecil-kecilan, membuat RM cukup
mudah mendapatkan makanan ringan yang disukainya. Biasanya,
sesudah makan snack, RM sudah tidak ingin lagi mengonsumsi
nasi. Keinginan untuk minum susu juga tidak terlalu besar. Kebia-
saan ini mulai mempengaruhi bobot tubuhnya. Saat terakhir
ditimbang pada Bulan Februari 2015 berat badan RM hanya 9,5
kg. Bila mengacu pada berat badan ideal anak usia 3 tahun 4
bulan, seharusnya berat badan RM adalah 15,5 kg.
Gambar 5.5 RM Penderita Pneumonia
(Dokumentasi Peneliti)
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 149
RM lahir dan tumbuh dalam lingkungan keluarga perokok.
Ayah RM adalah perokok aktif, dalam sehari mampu menghabiskan
minimal 1 bungkus rokok. Kebiasaan merokok yang sudah lama
berlangsung ini juga dilakukan saat mengasuh/menggendong RM.
Kebiasaan masyarakat Kabupaten Tojo Una-Una menidurkan anak
di ayunan, juga dilakukan ayah RM sambil merokok, sehingga
paparan asap rokok sudah biasa dialami RM sejak ia lahir. Selain
paparan dari asap rokok, RM juga sudah terbiasa menghirup asap
dari tungku yang dipakai untuk memasak sehari-hari.19
Gambar 5.6 Kondisi kamar dan dapur di Rumah RM
(Dokumentasi Peneliti)
19 Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dapur dan di dalam rumah mempunyai peran pada risiko kematian balita di beberapa negara berkembang. Diperkirakan 1,6 juta kematian berhubungan dengan polusi udara dari dapur. Hasil penelitian Dherani, dkk., 2008 (dalam Cissy, 2010) menyimpulkan bahwa dengan menurunkan polusi pembakaran dari dapur akan menurunkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak yang tinggal di rumah yang dapurnya menggunakan listrik atau gas cenderung lebih jarang sakit ISPA dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah yang memasak dengan menggunakan minyak tanah atau kayu. Selain asap bakaran dapur, polusi asap rokok juga berperan sebagai faktor risiko. Anak dari ibu yang merokok mempunyai kecenderungan lebih sering sakit ISPA daripada anak yang ibunya tidak merokok (16% berbanding 11%) (Cissy, 2010).
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una150
Kondisi ekonomi keluarga RM juga tidak terlalu baik,
ayahnya bekerja di kebun menanam coklat, kelapa, dan cengkeh.
Sedangkan Ibu S mencoba menambah penghasilan dengan
membuka warung klontong. Ayah RM juga mendapat imbas
dari kempesnya coklat sehingga hasil panen menjadi berkurang,
dan secara otomatis mengurangi penghasilan keluarga. Bila
sebelumnya dalam sebulan rata-rata mendapatkan penghasilan
Rp 600.000,- maka saat ini hanya Rp 300.000,- –Rp 400.000,-
saja. Penghasilan tersebut tentu masih kurang untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Meskipun pendidikan dan kesehatan
sudah gratis, namun keperluan untuk makan ataupun kebutuhan
lain sehari-hari juga tidak sedikit. Untuk mengatasi kondisi ini,
ayah RM mencoba peluang menjual premium. Dari setiap gelong
(jirigen) yang dijual, keuntungan yang didapat Rp 20. 000,-. Ayah
RM biasanya membeli sekurang-kurangnya 4 gelong dari SPBU di
Ampana, 2 gelong dijual sendiri sedangkan 2 gelong lagi dijual
pada orang lain. Hasil menjual premium ini lumayan membantu
menutupi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Menjual Anak Membeli Kesehatan
Indonesia dikenal dengan ragam budaya yang mewarnai negeri ini. Ragam kepercayaan yang ada di masyarakat juga kian memperkaya khasanah budaya bangsa. Kepercayaan yang sudah terjaga turun temurun, menjadi nilai tersendiri bagi masyarakat. Salah satu tradisi yang unik dari masyarakat di Desa Buntongi adalah “Menjual Anak” yang bukan bermakna seperti Human Traficking. Namun, yang dimaksud menjual anak dalam tradisi ini ternyata hanya istilah untuk membuat
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 151
anak yang sering sakit, menjadi lebih sehat dan jarang sakit lagi.
Kepercayaan ini banyak diikuti oleh masyarakat yang anaknya sering sakit dan tak kunjung sembuh (mirip dengan kasus mengubah nama anak di Jawa). Mereka biasanya akan menjual anak tersebut kepada dukun, kerabat, atau tetangga terdekat. Setiap orang yang bersedia “membeli”, harus mem-berikan uang dengan nominal yang tidak ditentukan. Setelah orang tua mendapatkan uang sesuai kesepakatan, maka si anak akan dibawa oleh pembeli dalam waktu 1-2 jam saja. Setelah itu, si anak akan dikembalikan kepada orang tuanya. Masya-rakat percaya, anak yang telah dijual tidak akan lagi mudah sakit seperti sebelumnya.
Salah seorang keluarga yang pernah melakukan tradisi ini adalah Ibu S yang merupakan ibu dari R pasien pneumonia. Karena R sempat menjalani rawat inap akibat pneumonia dan diare, Ibu S beserta keluarga sepakat untuk menjalankan tradisi “Menjual Anak”. Saat itu R dijual kepada kerabatnya dengan nilai Rp 500,- saja. Bukan besarnya nilai uang yang menjadi pokok perhatian dalam tradisi ini, karena transaksi yang dilakukan lebih kepada ucapan saja. Ibu S percaya bahwasanya setelah mengikuti tradisi tersebut, R tidak lagi mudah sakit seperti sebelumnya.
153
Bab 6Penutup
6.1 Kemiskinan yang Membelenggu
Lahir dan tumbuh dalam keluarga yang berkecukupan
dengan pendidikan yang baik tentu menjadi harapan hampir
semua masyarakat kita. Tidak ada yang menginginkan keluarga
dengan kesulitan ekonomi, dengan segala problematika yang
menyer tainya seperti keharmonisan rumah tangga dan lain-
lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat di
Tojo Una-Una yang berada dalam kondisi ekonomi kurang baik.
Pergulatan hidup yang keras dalam memenuhi kebutuhan eko-
nomi tentu memberikan pengaruh terhadap cara orang tua
mengasuh anak-anaknya.
Memiliki anak bagi masyarakat dengan ekonomi rendah
ibarat berinvestasi, disamping bisa jadi “sex” menjadi satu-
satunya hiburan mereka (karena mereka tidak memiliki se sua-
tu untuk menjadi sarana hiburan), maka menjadi tidak meng-
herankan mereka justru cenderung memiliki banyak anak. Dika-
takan berinvestasi karena dapat dimanfaatkan tenaganya kelak
untuk membantu orang tuanya. Sudah tentu banyak anak akan
berdampak pada pola asuh. Di saat harus bersusah payah bekerja
demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, anak yang banyak
menjadi kurang mendapatkan perhatian. Bagaimana memenuhi
hak-hak anak sudah tidak lagi menjadi prioritas dalam kehidupan.
Saat anak-anak bisa makan, itu sudah menjadi hal luar biasa yang
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una154
bisa mereka berikan. Jarak usia yang berdekatan antara anak
yang satu dengan anak yang lain, menjadikan setiap anak tidak
bisa mendapat perhatian yang cukup. Orang tua harus membagi
waktunya antara bekerja, mengurus keperluan rumah tangga,
dan mengasuh anak. Sehingga tidak jarang dijumpai, orang tua
terpaksa harus membawa anaknya bekerja di kebun karena
mereka tidak memiliki keluarga yang bisa membantu mengasuh
anak-anaknya. Namun, bagi mereka yang masih memiliki keluarga
yang rumahnya berdekatan, biasanya mereka akan menitipkan
anaknya pada saat ditinggal bekerja di kebun.
Anak-anak dengan latar belakang kondisi ekonomi sulit, dan
diasuh semampu orang tuanya, memang tidak bisa menikmati
masa anak-anak seperti halnya anak-anak seusianya. Terbiasa
ikut bekerja, atau bermain tanpa kontrol orang tua menjadikan
mereka kehilangan golden age period, atau bahkan tidak jarang
mempengaruhi pola pikir mereka saat menginjak remaja. Mereka
melihat bahwa bekerja adalah hal yang menarik, dan harus bisa
segera mereka kerjakan jika ingin terus bisa makan. Akibatnya,
kemauan bersekolah menjadi terabaikan. Meskipun tidak jarang
masih ada keluarga yang mau mengedepankan pendidikan,
dengan harapan anak mampu mengubah masa depan menjadi
lebih baik dibanding orang tuanya.
Kasus Mama A (lihat: Membiarkan Pernikahan di bawah
Umur daripada “Sambal Parang” dan Mama A: Sudah Jatuh ter-
timpa Jejaka Tua yang Miskin, pada bab sebelumnya), ketika dia
tidak menamatkan sekolah dasar dan memilih bekerja mencuci
dan memasak di rumah tetangganya, di sisi lain tidak jelas siapa
yang menghamilinya, dan untuk menutupi aib ia dikawinkan
dengan jejaka tua teman ayahnya, sudah cukup menggambarkan
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 155
bagaimana kemiskinan pada akhirnya membawa seseorang pada
situasi yang sedemikian tanpa daya. Tidak hanya berdampak pada
dirinya yang terlihat jelas beban psikologisnya, tetapi juga pada
anaknya yang tampak kurus tidak terurus
Bukan sesuatu yang kebetulan jika hampir semua temuan
pasien dengan gangguan mental di Tojo Una-Una memiliki karak-
teristik yang sama, yaitu terkungkung dalam kemiskinan. Apa
pun kondisi geografisnya, baik di daratan maupun di kepulauan
dan apa pun usianya, baik yang sudah tua maupun yang masih
demikian muda, ketika kondisi ekonomi begitu miskin, ditambah
problem keluarga, maka mereka menjadi sangat rentan secara
psikologis dan berpotensi mengalami gangguan mental. Dokter
spesialis kejiwaan maupun petugas poli jiwa Puskesmas di Ampana
menyebutkan bahwa faktor penyebab masalah gangguan mental
yang dialami oleh pasien mayoritas karena masalah ekonomi dan
rumah tangga. Pasien gangguan mental seringkali mengeluhkan
tentang kondisi perekonomiannya yang buruk. Mereka mengalami
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga
menjadi beban pikiran dan akhirnya menjadi cemas serta sulit
tidur.
Demikian pula dengan pneumonia terutama pada anak,
di mana kematian karena penyakit ini sangat terkait dengan
kekurangan gizi, kemiskinan, dan kurangnya akses perawatan
kesehatan (Weber dan handy, 2010). Berdasakan semua ini dapat
ditarik benang merah bahwa kemiskinan merupakan salah satu
faktor yang perlu menjadi perhatian pemerintah daerah. Apalagi
hasil survei PSE BPS tahun 2011, menunjukkan bahwa persentase
penduduk miskin Kabupaten Tojo Una-Una masih menempati
urutan pertama terbanyak di Sulteng.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una156
6.2 Jalan Panjang Petani Mandiri Ekonomi
Salah satu desa yang juga memberi sumbangan besar
dalam hasil bumi berupa kelapa, coklat, dan cengkeh adalah
Desa Buntongi. Desa Buntongi merupakan bagian dari wilayah
Kecamatan Ampana Kota, dan merupakan bagian dari wilayah
tugas Puskesmas Ampana Barat. Kegiatan sehari-hari masyarakat
Desa Buntongi tidak jauh dari kegiatan seputar perkebunan.
Pada pagi hari, setelah sarapan yang dibuat oleh istrinya yang
pada umumnya adalah ibu rumah tangga, mayoritas para lelaki
berangkat ke kebun untuk menyiangi tanaman di kebun atau
memetik kelapa. Walaupun ada yang bekerja sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS) karena bekerja di Kantor Desa atau sebagai guru
yang mengajar di sekolah, namun sebagian besar memiliki kebun
sendiri untuk ditanami coklat, kelapa, atau cengkeh.
Memasuki wilayah desa ini kita juga akan disambut dengan
hamparan kebun cengkeh, coklat, dan kelapa di tiap sisi jalannya.
Suhu udara yang cukup panas di siang hari terasa pula di Buntongi,
karena wilayah ini memang tidak terlalu jauh dari pantai. Jumlah
air bersih yang cukup juga menjadi faktor pendukung bagi
produktivitas pertanian di desa ini. Setiap rumah tangga juga telah
dilengkapi dengan sarana air bersih untuk kebutuhan hariannya.
Dengan bekerja sebagai petani, masyarakat dapat meme-
nuhi kebutuhan hidup. Menurut mereka, jika dirata-rata maka
penghasilan sebulan berkisar antara Rp 500.000,- s/d Rp 600.000,-.
Sebenarnya bisa saja penghasilan dari bertani ini ditingkatkan
karena lahan yang dijadikan kebun tersebut mayoritas milik pribadi
masyarakat, sehingga hasil panen dapat dinikmati sendiri.
Melimpahnya hasil bumi di Desa Buntongi sejatinya mampu
menopang perekonomian masyarakat. Potensi ekonomi yang
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 157
besar ini bisa membantu masyarakat untuk bisa memenuhi kebu-
tuhan hidup sehari-hari, lebih-lebih dengan adanya kebijakan
pen didikan dan kesehatan gratis, maka pengeluaran keluarga
untuk pendidikan dan kesehatan ini bisa disimpan untuk
tabungan atau untuk kebutuhan yang lain. Namun ada banyak
kendala dalam perolehan hasil panen dan harga jual di pasaran.
Kondisi yang terjadi justru berkebalikan dengan harapan kita akan
kemandirian ekonomi masyarakat. Masih banyak masyarakat yang
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingginya angka
kemiskinan ini bukan hanya terjadi di wilayah daratan, tetapi
masyarakat yang ada di kepulauan juga tidak sedikit yang berada
pada kondisi ekonomi masih sulit. Sangat ironi jika ketika melihat
ramahnya alam memberikan potensi ekonomi di bidang pertanian
dan kelautan, tetapi kita masih menemukan kasus gizi buruk. Ini
menunjukkan, bahwa masyarakat masih memiliki masalah dalam
menciptakan kemandirian ekonomi.
Ketika kita mencoba mengurai penyebab sulitnya masyarakat
mencapai kemandirian ekonomi di tengah-tengah melimpahnya
hasil alam di Tojo Una-Una, ditemukan beberapa fenomena yang
terjadi di masyarakat.
Posisi Tawar Rendahhence
Fenomena pertama adalah, petani tidak memiliki posisi
tawar yang baik untuk menjual hasil pertaniannya. Mengapa hasil
bumi yang kualitasnya cenderung baik ini justru memiliki posisi
harga yang rendah? Hal ini disebabkan masih banyak petani yang
terjerat hutang kepada tengkulak. Ketika masa panen belum
tiba, masyarakat yang tidak memiliki penghasialn lain kecuali
bertani mengalami kesulitan dalam memenui kebutuhan sehari-
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una158
hari. Untuk mengatasi kondisi ini, banyak dari masyarakat yang
memilih untuk berhutang kepada tengkulak. Saat masa panen tiba
dan produk pertanian siap dijual, petani tidak bisa menjual hasil
panen kepada orang lain. Mau tidak mau hasil pertanian tersebut
akan dijual kepada tengkulak demi melunasi hutang-hutangnya.
Sistem penjualan semacam ini tentu membatasi petani untuk
bisa menentukan posisi harga atas hasil pertaniannya. Harga yang
diberikan tengkulak biasanya di bawah harga normal di pasaran.
Bila kondisinya demikan dan dialami oleh hampir semua petani,
maka tentu saja hasil panen menjadi tidak seimbang dengan
biaya yang dikeluarkan petani pada masa penanaman. Untuk
menanam suatu komoditas tentu bukan tanpa biaya. Kita harus
mengeluarkan biaya untuk perawatan tanaman tersebut, agar
hasilnya juga memiliki kualitas yang baik. Harapannya, saat dijual
kita akan mendapatkan harga yang tinggi. Namun, besarnya
hutang seringkali membuat petani tidak memiliki pilihan lain.
Mereka memiliki kewajiban untuk melunasi hutang, dan menjual
hasil panen adalah satu satunya cara mengatasi persoalan ini.
Lahan perkebunan yang dimiliki oleh “orang cina”, yang
menurut masyarakat setempat menjadi “penguasa” hasil panen
karena hasil panennya selalu berkualitas dan bagus. Masyarakat
sekitar hanya menjadi buruh tani di kebun mereka. Tetapi yang
memperoleh hasil yang melimpah tentu saja si pemilik lahan.
Berbeda halnya dengan panen kelapa. Kelapa yang dihasilkan
oleh petani sebenarnya cukup berkualitas, namun menjadi
masalah saat penjualan pada pengepul yang dikuasai oleh “orang
cina”. Pada pengepul tersebut, petani menjual harga kelapa per
kilogram seharga Rp 8000,-. Tetapi oleh pengepul nantinya bisa
dijual pada pangsa pasar yang lebih besar seharga Rp 20.000,-.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 159
Petani tidak memiliki kuasa untuk menaikkan harga karena pasar
sudah dikuasai oleh pengepul tadi. Akibat hal inilah harga jual
petani lokal menjadi rendah dan produktivitas hasil panen tidak
maksimal.
Gagal Menurunkan Biaya Operasional
Fenomena kedua yang terjadi adalah tidak seimbangnya
ongkos panen, ongkos angkut, dengan hasil yang didapatkan
dari penjualan komoditas tersebut. Misalnya saja untuk panen
kelapa/kopra, petani membutuhkan bantuan tenaga orang lain
untuk menurunkan kelapa-kelapa dari pohonnya. Dalam proses
ini tentu kita harus mengeluarkan biaya untuk membayar tenaga
buruh. Selain itu petani juga harus mengeluarkan biaya untuk
mengangkut hasil panen ke kota untuk dijual, karena pasar ter-
besar saat ini memang masih berada di Ampana. Semua hasil
bumi masyarakat, baik di darat ataupun kepulauan, akan dibawa
ke Ampana. Biaya transportasi yang dikeluarkan juga tidak sedikit
untuk bisa membawa hasil bumi dari desa hingga ke kota. Ketika
seluruh biaya diakumulasikan sejak proses tanam, masa panen,
dan transportasi, terkadang juga tidak seimbang dengan hasil
yang didapat. Ketika hasil yang didapat sama, tentu kita tidak
akan menderita kerugian. Namun tidak jarang justru biaya yang
dikeluarkan lebih besar dari hasil yang didapatkan. Untuk kesekian
kalinya petani tidak memiliki banyak pilihan. Sebagian dari petani
yang tidak memiliki biaya untuk membawa hasil pertaniannya ke
kota, akhirnya akan menerima saja tawaran dari pengepul yang
datang ke desa, sekalipun harga yang ditawarkan lebih rendah
dari harga pasar.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una160
Teknologi dan Pengetahuan Bercocok Tanam
Fenomena ketiga yang tampak adalah teknologi yang digu-
nakan petani masih sangat tradisional. Petani belum mampu
meningkatkan pengetahuan dalam hal bercocok tanam, yang
se makin lama semakin berkembang. Petani juga masih sangat
bergantung dengan penggunaan pupuk kimia. Beberapa wilayah
di Kabupaten Tojo Una-Una juga dikenal sebagai penghasil jagung,
misalnya di Lembah Jonge, Desa Uebone, Kecamatan Ampana
Tete. Penanaman jagung di wilayah tersebut pada awalnya
selalu menggunakan pupuk kimia untuk mendapatkan jagung
yang berkualitas. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan
dan dalam waktu yang lama, dapat berpotensi menyebabkan
lahan pertanian menjadi kritis. Bila sudah terjadi hal demikian,
petani biasanya akan membuka lahan baru di tempat lain. Sistem
penanaman semacam ini telah berlangsung lama. Apabila petani
telah memiliki pengetahuan yang lebih tentang pertanian, petani
dapat membuat mulsa20 yang lebih ramah terhadap lingkungan.
Kendala lainnya yaitu banyak hasil panen coklat yang mem-
busuk dan kempes sehingga ditolak oleh pengepul di pasar.
Penyebab buruknya kualitas coklat ini adalah banyaknya hama yang
menyerang serta tidak dilakukannya peremajaan pohon coklat.
Masyarakat tidak memiliki pembasmi hama dan usia pohon coklat
sudah berkisar antara 15-20 tahun, sehingga kualitasnya menurun
dan produk yang dihasilkan kurang baik. Dalam beberapa bulan
terakhir, petani dipusingkan dengan buah coklat yang kempes.
20 Istilah “mulsa” di sini pertama kali disampaikan oleh VWI suatu lembaga nirlaba yang peduli pada pertanian dan kesejahteraan petani. Mulsa adalah semacam pupuk, berupa material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga tumbuh dengan baik. Mulsa organik diolah dari limbah batang-batang jagung setelah panen.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 161
Bila dalam kondisi normal dalam seminggu mampu menghasilkan
hingga 30 kg coklat, maka saat ini hanya mampu menghasilkan
2-3 kg saja. “Kalau dua bulan lalu coklat bisa laku Rp 23.000,
per kg, kalo sekarang coklat kempes tidak ada yang mau ambil.
Hanya dipilih yang bagus saja”, hal ini disampaikan oleh Bapak R
petani coklat. Kondisi ini jelas sangat berpengaruh terhadap hasil
yang mereka dapatkan dari menanam coklat, bahkan cenderung
merugi karena apa yang dihasilkan tidak sebanding dengan
biaya perawatan tanaman. Sekali lagi, petani dalam hal ini tidak
tahu harus berbuat apa untuk bisa mengatasi masalah rusaknya
tanaman coklat. Bahkan di beberapa tempat, banyak petani yang
mulai menebang pohon coklat dan memilih menanam cengkeh
saja. Mereka mulai beranggapan bahwa menanam coklat sudah
tidak lagi menguntungkan.
Mencari Penyuluh Pertanian
Fenomena keempat adalah tidak adanya koordinasi yang
baik dengan penyuluh pertanian yang ada di desa. Dukungan dari
Dinas Pertanian setempat dirasa sangat kurang untuk memberikan
bimbingan kepada petani tentang cara menanam agar diperoleh
hasil panen yang berkualitas. Ada banyak wilayah di Kabupaten Tojo
Una-Una yang bahkan tidak mengenal siapa penyuluh pertanian
yang ada di desanya, karena petugas tersebut tidak pernah turun
ke lapangan. Besar harapan dari petani bisa memanfaatkan
kelompok-kelompok tani sebagai media diskusi terkait persoalan
yang dihadapi. Di dalam kelompok tani petani bisa mendapatkan
ilmu yang baru dan bisa diterapkan dalam usahanya. Namun,
tidak semua kelompok tani mampu solid memajukan anggotanya.
Salah satu yang tampak terlihat terkait masalah efektivitas
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una162
kelompok tani adalah di Desa Buntongi. Desa yang sebelumnya
merupakan bagian dari Desa Sansarino ini, hingga saat ini masih
belum memiliki kelompok tani sendiri. Petani masih berada dalam
kelompok yang anggotanya berasal dari Desa Sansarino dan
Desa Buntongi. Ditambah lagi dengan tidak aktifnya penyuluh
pertanian, sehingga petani kesulitan untuk bisa berkoordinasi.
Perangkat desa setempat tengah mengupayakan agar kelompok
tani ini bisa dipecah sesuai lokasi desanya untuk mempermudah
koordinasi. Dengan demikian diharapkan kelompok tani yang
sudah dibentuk nanti benar-benar bisa membantu masyarakat
selain untuk peningkatan ilmu pertanian, juga membantu dalam
hal pembukaan akses pasar.
Beberapa faktor di atas dapat memberikan pengaruh bagi
petani untuk bisa mendapatkan hasil maksimal dalam sektor
agribisnis. Perlu dilakukan langkah-langkah tepat untuk mem-
bantu petani keluar dari persoalan yang dihadapinya. Potensi
ekonomi yang besar ini bisa digarap dengan maksimal, sehingga
kemandirian ekonomi bisa dibangun. Apabila telah mampu
keluar dari persoalannya, petani akan memiliki akses pasar yang
terbuka, dengan demikian petani secara otomatis dapat memiliki
posisi harga yang baik atas hasil pertaniannya. Apabila petani
sudah memiliki posisi harga yang baik, diharapkan petani akan
mampu memiliki tabungan yang bisa digunakan untuk menambah
kebutuhan pendidikan ataupun kesehatan.
6.3 Peran Perangkat Desa
Peranan perangkat desa dalam membantu masyarakat
untuk menyelesaikan persoalannya memang patut diacungi jem-
pol. Perangkat Desa memiliki semangat yang besar untuk bisa
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 163
memajukan desanya, salah satunya di Desa Buntongi. Desa yang
baru dibentuk ini memiliki Kepala Desa dan perangkat yang penuh
dedikasi untuk bisa mencapai kemajuan. Mereka senantiasa
mendukung setiap upaya yang dibutuhkan untuk memakmurkan
masyarakat termasuk di bidang kesehatan.
Melalui anggaran desa, pemerintah desa saat ini tengah
ber upaya untuk membangun Poskesdes guna memperlancar
tugas dari bidan yang ada di desa. Sebagai desa baru tentunya
keter batasan infrastruktur menjadi persoalan yang lazim dihadapi.
Namun dengan adanya keberpihakan anggaran pada kepentingan
masyarakat, maka persoalan ini menjadi lebih mudah untuk
diatasi.
6.4 Memanfaatkan Pihak Luar
Kerjasama yang baik demi mewujudkan kemakmuran rakyat
seharusnya tidak hanya menggedepankan sektor pemerintahan.
Apabila ada pihak luar yang bisa diajak berkerja sama dalam
upaya memajukan masyarakat, tentunya tidak boleh diabaikan
begitu saja. Salah satu organisasi sosial yang memiliki passion
besar terhadap kemakmuran masyarakat di Tojo Una-Una adalah
WVI (Wahana Visi Indonesia).
Sebagai organisasi sosial, WVI memiliki fokus perhatian
pada masalah penguatan ekonomi masyarakat dan pemenuhan
hak-hak anak. WVI memiliki program kerja tiap lima tahunan, yang
akan dievaluasi untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan,
dan memberikan kemungkinan untuk menambahkan kegiatan lain
di rencana kerja 5 tahun berikutnya. Setiap program yang dibuat
oleh WVI selalu diselaraskan dengan Visi dan Misi pemerintah
daerah.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una164
WVI memiliki banyak sekali kegiatan yang bermanfaat
untuk menguatkan ekonomi masyarakat melalui sektor pertanian.
Mereka membantu upaya peningkatan produktivitas tanaman
jagung, membantu reboisasi hutan, meningkatkan ekonomi kreatif
melalui anak didiknya, serta mengembangkan program Program
Pengembangan Sayur Organik (P2SO). Mereka berharap ketika
masyarakat telah kuat secara ekonomi, maka para orang tua akan
lebih fokus dalam mengasuh putra putrinya. Dengan demikian
secara otmatis hak-hal yang dimiliki anak bisa terpenuhi, baik itu
hak hidup, hak untuk bersekolah, dan lain sebagainya. Selama ini
banyak terjadi di masyarakat, karena pergulatan ekonomi yang
sedemikian hebat orang tua menjadi lupa untuk memikirkan masa
depan anak. Mereka terfokus pada upaya mencukupi kebutuhan
sehari-hari, dan anak tidak mendapatkan kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan di sekolah.
Upaya penguatan ekonomi yang dilakukan oleh WVI ini mulai
membuahkan hasil. Melalui kegiatan peningkatan produktivitas
jagung, petani yang ada di Lembah Jonge, Desa Uebone, mampu
menigkatkan hasil panennya dari 2,5 ton menjadi 4,7 ton. Saat
ini mereka melalui kelompok binaannya telah memiliki tabungan
hingga Rp 10.000.000,- yang bisa digunakan untuk keperluan para
anggotanya. Demikian pula program P2SO, yang saat ini telah
berhasil dikembangkan di tujuh kelurahan yang ada di lima desa.
Setiap program yang dibuat oleh WVI tidak memprioritaskan upaya
pemberian dana/bantuan. Namun, mereka lebih menitikberatkan
pada upaya pendampingan terhadap masyarakat secara terus
menerus dan konsisten. WVI yakin dengan upaya pendampingan
yang intensif, masyarakat sangat mudah untuk diajak maju
bersama.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 165
Gambar 6.1 Jagung Produk Andalan Tojo Una-Una
(Dokumentasi Wahana Visi Indonesia)
WVI memiliki harapan besar agar setiap ibu yang ada di
Tojo Una-Una bisa memiliki tabungan setelah mereka memiliki
kekuatan dalam hal ekonominya. Ketika telah memiliki tabungan,
ibu akan memiliki perhatian yang lebih banyak kepada anak,
karena tidak perlu lagi membantu suami bekerja di kebun. Ibu
juga akan memiliki waktu yang cukup untuk mengantar anaknya
ke Posyandu, demikian juga dengan ibu hamil.
Di bidang kesehatan, WVI juga pernah memberikan bantuan
berupa pemberian timbangan bayi kepada Dinas Kesehatan untuk
bisa disebarkan ke Posyandu yang ada di Tojo Una-Una. WVI juga
aktif dalam mendampingi 750 anak melalui kegiatan swadaya
anak (Ulubongka, Ampana Tete), dan Kelompok Bermain Anak
(Ampana Tete, Desa Bone Foto, Tampa Nobe, Desa Bonebai II).
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una166
Sayangnya upaya positif ini belum mendapat sambutan dari
dinas terkait untuk bersama sama memajukan masyarakat sesuai
dengan perannya masing-masing. Masih sulit bagi WVI menjalin
kerja sama dengan lintas sektor dalam setiap programnya. Bila WVI
bisa bekerja sama dengan instansi-instansi terkait sesuai dengan
kewenangannya, maka persoalan yang dihadapi masyarakat akan
lebih mudah terselesaikan.
Gambar6.2 SudutSalah Satu Pantai di Tojo Una-Una
(Dokumentasi Peneliti)
Selain sektor agribisnis, sektor pariwisata tidak boleh dilu-
pakan. Pantai selalu menjadi destinasi wisata yang menarik bagi
wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Potensi pari-
wisata yang luar biasa besar dan banyak dijumpai, masih belum
dikelola maksimal oleh pemerintah ataupun masyarakat sendiri.
Kabupaten Tojo Una-Una memiliki pantai-pantai yang masih
bersih dan belum terjamah atau biasa disebut “masih perawan”,
dengan langitnya yang biru berawan.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 167
Biasanya bila kita mengunjungi tempat wisata akan disam-
but dengan begitu banyak pedagang atau sentra oleh-oleh yang
diminati wisatawan. Pantai Ampana merupakan salah satu lokasi
yang ramai pengunjung dan menjadi tempat berkumpul masya-
rakat terutama di sore hari. Mereka ada yang sekedar jalan-jalan
menikmati sore, atau membeli buah-buahan dari pulau yang
banyak dijual di sana. Namun, kita tidak bisa menemukan sesuatu
yang khas di sana. Dengan kata lain, tidak mudah menemukan
sesuatu untuk dijadikan sebagai kenang-kenangan atau buah
tangan yang khas ketika kita datang ke Kabupaten Tojo Una-
Una. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang yang belum
tergarap maksimal baik oleh pemerintah daerah, swasta, maupun
masyarakat; sebuah peluang yang bisa meningkatkan PAD, mau-
pun meningkatkan penghasilan masyarakat melalui ekonomi
kreatif.
6.5 Upaya Manajemen Dinas Kesehatan
Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) di Dinas Kesehatan
Kabupaten Tojo Una-Una cukup baik. Setiap Pejabat Eselon IV dan
dan Eselon III menduduki jabatan yang sesuai dengan latar belakang
pendidikannya. Semua staf pun menjadi pengelola program yang
sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Semisal, Kasubag
Perencanaan merupakan seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat
(SKM) dengan peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
(AKK). Begitu pula dengan staf Bagian Perencanaan, mereka
adalah seorang SKM dengan peminatan AKK. Sedangkan pada
Sie Pengendalian Penyakit, dipimpin oleh seorang SKM dengan
peminatan Epidemiologi. Staf Sie Pengendalian Penyakit terdiri
dari SKM dan juga perawat. Setiap staf bertanggungjawab atas
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una168
satu atau dua program, sehingga masing-masing staf sudah me-
ngetahui tanggung jawabnya dan mengelola programnya dengan
baik.
Tugas dan fungsi Kasie yakni sebagai manajer yang mem-
berikan arahan, saran, dan bimbingan kepada staf tentang ke-
giat an yang akan dilakukan untuk meningkatkan capaian pro-
gram. Kasie pun berkoordinasi dengan Kabid (Kepala Bidang)
dalam menentukan setiap kebijakan yang berupa kegiatan pada
setiap program, sehingga setiap orang di Dinas Kesehatan telah
memiliki peran masing-masing dan mengetahui tupoksinya.
Selain itu, mereka melakukan tugas yang sesuai dengan latar
bela kang pendidikan serta kemampuannya. Hal semacam ini
telah dilakukan oleh Kepala Dinas sejak 10 tahun yang lalu untuk
mem benahi Manajemen SDM. Kepala Dinas merupakan seorang
dokter yang telah menempuh pendidikan Magister Administrasi
Rumah Sakit (MARS). Oleh karena itu beliau memahami dan
memulai pembenahan Dinas Kesehatan dengan mengelola SDM
sebaik mungkin.
Pengelolaan SDM juga didukung oleh Badan Kepegawaian
Daerah (BKD) Tojo Una-Una. Apabila ada salah seorang staf
yang akan ditempatkan di Dinas Kesehatan maupun Puskesmas,
maka BKD akan mengkomunikasikannya dengan Kepala Dinas
terlebih dahulu. Komunikasi ini bertujuan untuk mengetahui
kebutuhan SDM di jajaran Dinas Kesehatan serta kelayakannya
apabila ditempatkan atau diberi tanggung jawab atas sebuah
program. Begitu pula halnya apabila ada staf yang mengajukan
pindah instansi, maka BKD akan mendiskusikannya dengan Kepala
Dinas. Setelah itu, Kepala Dinas akan menanyakan kepada yang
bersangkutan tentang alasan pengajuan kepindahannya agar
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 169
saling terbuka dan dapat memahami. Keputusan selanjutnya akan
didiskusikan kembali dengan pihak BKD.
Apabila ada staf Dinas Kesehatan yang ada di Puskesmas
ternyata memiliki kinerja yang kurang baik. Maka Kepala Dinas
akan menarik staf tersebut ke Dinas Kesehatan agar memperoleh
bimbingan yang intensif. Jika ternyata kemudian kinerjanya telah
membaik, maka dikembalikan pada posisinya di Puskesmas.
Kebijakan semacam ini ditetapkan oleh Kepala Dinas sebagai
upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Tojo
Una-Una melalui provider kesehatan yang bertanggung jawab
dan berdedikasi tinggi untuk program yang dikelolanya.
Selain kebijakan tentang Manajemen SDM, Kepala Dinas
juga sangat memperhatikan manajemen data. Terdapat Sie
Pengembangan Data (Bank Data) yang secara khusus mengelola
data, baik data dari Sie lain di Dinas Kesehatan maupun data
yang diperoleh dari Puskesmas. Kasie Data merupakan seorang
SKM yang telah dilatih secara khusus oleh Manajemen Data
Pusat sehingga sangat berkompeten dalam mengolah maupun
menganalisis data. Terkait data, Kadinkes telah mengeluarkan
kebijakan bahwa data yang dikumpulkan oleh Puskesmas ataupun
Dinas Kesehatan sendiri yang berupa kasus dan yang lainnya harus
valid. Menurut Kadinkes, data yang valid dapat dijadikan dasar
untuk intervensi sebagai solusi menyelesaikan masalah.
Setiap pengelola data Puskesmas wajib menyerahkan
laporan atau data dari semua pengelola program di Puskesmas
kepada Seksie Data (Bank Data) di Dinas Kesehatan. Setelah itu,
Bank Data akan menyerahkan laporan ke masing-masing seksie
di Dinas Kesehatan sesuai dengan program yang dikelolanya.
Atas sistem pelaporan data yang “satu pintu” ini, Kadinkes
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una170
mengeluarkan lagi kebijakan lain terkait data yakni pengelola data
bulanan dari Puskesmas tidak boleh terlambat menyerahkan data
atau laporan ke Bank Data di Dinas Kesehatan. Jika terlambat,
yaitu lebih dari tanggal 5 atau data tidak lengkap, maka gaji
petugas tersebut tidak akan ditransfer ke rekeningnya.
Terdapat MoU antara Dinas Kesehatan dengan PKK dalam
pendampingan ibu hamil. Kegiatan pendampingan ini dilakukan
di masing-masing dasawisma, di mana kepala desa yang berhak
menunjuk kader yang mau dan mampu menjadi kader. Pada
setiap dasawisma akan ditunjuk 1 kader, fungsinya untuk
mendampingi setiap ibu hamil dari awal kehamilan hingga sampai
waktu melahirkan. Setiap kader akan mendapatkan insentif Rp
100.000,- per ibu hamil yang ada di setiap dasawisma. Namun
apabila ibu hamil tersebut tidak melahirkan di nakes atau ibu
hamil meninggal maka insentif tidak akan dibayarkan. (Kecuali
bila ibu hamil meninggal di RS, insentif akan tetap dibayarkan,
karena dianggap bahwa kader telah berupaya maksimal untuk
mendampingi ibu hamil.) Setiap kader nantinya akan dibekali
dengan buku pedoman pendampingan ibu hamil yang harus diisi
oleh kader dan bidan desa.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 171
6.6 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi
Tabel 6.1 Matriks Permasalahan Gizi Buruk Balita dalam Pembangunan Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una
Kesimpulan
1. Kebijakan/
Manajemen
Kelemahan: Problem di wilayah kepulauan adalah
jarak antardesa sangat jauh. Meskipun berada
dalam satu pulau, sarana transportasi tetap melalui
laut karena tidak ada jalan lingkar.
Kekuatan: Kebijakan pelaporan satu pintu.
Renstra Dinkes memuat program perbaikan
gizi masyarakat, salah satunya kegiatan
penanggulangan dan pencegahan masalah gizi
buruk dan kurang.
Rekomendasi: Peningkatan sarana transportasi/
akses masyarakat daerah sulit ke sarana kesehatan.
2. Pelaksanaan
Program/
SDM
Kekuatan: Sebaran dan jumlah bidan sudah cukup
baik.
Kelemahan: (1) Makanan tambahan yang
paling sering di Posyandu adalah kacang hijau,
dikarenakan kurangnya pengetahuan petugas
tentang makanan tambahan untuk balita. (2)
Tenaga gizi belum tersedia di semua Puskesmas,
dan tidak satu pun berada di wilayah kepulauan.
(3) Masih ditemukan buku KIA yang belum terisi
padahal balita gizi bermasalah.
Rekomendasi: (1) Pelatihan petugas tentang gizi,
variasi makanan PMT. (2) Beasiswa putra daerah
untuk menempuh pendidikan gizi dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan tenaga gizi di setiap
Puskesmas. (3) Memantau rutin balita untuk
deteksi dini masalah kesehatan balita.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una172
3. Perencanaan
dan Anggaran
Kelemahan: besaran anggaran perbaikan gizi
masyarakat fluktuatif dari tahun 2011 s/d 2015.
Jumlah terbesar tahun 2011.
Rekomendasi: Peningkatan anggaran untuk
masalah gizi.
4. Peran serta
masyarakat
Kelemahan: Tidak semua Posyandu berfungsi
dengan baik. Kualitas kader tidak terlepas dari latar
belakang pendidikan yang rendah sehingga tidak
memiliki inisiatif karena bergantung pada bidan.
Mereka hanya sebagai penimbang bayi/balita dan
mengajak ibu-ibu yang hamil atau ibu balita (yang
diajak biasanya hanya tetangga sebelah rumah
saja). Kesadaran masyarakat tentang gizi juga
kurang.
Kekuatan: Kader Posyandu mendapat Rp 250.000,-
per tiga bulan dari alokasi dana desa (ADD),
sebagian juga dipakai untuk menutupi kekurangan
biaya PMT.
Keberadaan LSM Wahana Visi Indonesia tidak
secara khusus fokus pada gizi, fokus perhatian
mereka pada masalah penguatan ekonomi
masyarakat melalui sektor pertanian dan
pemenuhan hak-hak anak.
Rekomendasi: Pendidikan wajib hingga SMA,
peningkatan perekonomian masyarakat.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 173
5. Lintas sektor Kelemahan: Pendataan dinas kependudukan dan
catatan sipil (KK) yang tidak akurat berpotensi pada
masalah perkawinan dini, distribusi bantuan dan
lain-lain.
Kekuatan: (1) Terdapat MoU antara Dinas
Kesehatan dengan PKK dalam pendampingan ibu
hamil melalui hingga melahirkan. Setiap kader akan
mendapatkan insentif Rp 100.000,- per ibu hamil.
(2) Dinas sosial melalui Program Keluarga Harapan
(PKH) secara tidak langsung turut membantu upaya
perbaikan gizi keluarga. Balita dengan status BGM
banyak berasal dari keluarga pra-sejahtera.
Rekomendasi: Pembenahan sistem administasi
kependudukan.
Tabel 6.2 Matriks Permasalahan Gangguan Mental dalam Pembangunan KesehatanKabupaten Tojo Una-Una
Kesimpulan
1. Kebijakan/
Manajemen
Kelemahan: Masalah gangguan mental belum
menjadi prioritas, banyak yang belum menyadari
bahwa gangguan mental merupakan suatu
masalah yang penting dan segera ditangani.
Kekuatan: Program kesehatan jiwa di Dinkes
masuk dalam Seksi Kesehatan Khusus (bersama
dengan Program Gigi dan Mulut) di bawah Bidang
Bina Upaya Kesehatan. Pelaksanaan program
kesehatan jiwa sudah ada di beberapa Puskesmas
melalui Poli Jiwa.
Bupati Tojo Una-Una menyediakan dokter
spesialis gangguan jiwa di RSUD, dan
mempermudah izin
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una174
bagi dokter yang akan melanjutkan studinya ke
jenjang spesialis kejiwaan.
Rekomendasi: Menjadikan gangguan mental skala
prioritas masalah.
2. Perencanaan
dan Anggaran
Kelemahan: Honor pengelola program kesehatan
jiwa juga belum dianggarkan, sehingga kegiatan
pelacakan kasus ke desa pun belum dapat
dilaksanakan secara optimal oleh Puskesmas.
Kekuatan: Tahun 2013, Sie Kesehatan Khusus
mengadakan kegiatan pelatihan pengelola
program kesehatan jiwa untuk seluruh Puskesmas
di Tojo Una-Una. Peserta sejumlah 13 orang
dengan biaya DAU dari APBD sebesar Rp
43.949.000,-.
Pelacakan menggunakan sumber dana BOK
walaupun tidak di semua Puskesmas. Dana BOK
juga untuk pengadaan poster tentang gejala
gangguan mental.
Rekomendasi: Disediakan anggaran untuk
pelacakan kasus bagi pengelola program
kesehatan jiwa Puskesmas.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 175
3. Pelaksanaan
Program/SDM
Kelemahan: Tidak semua Puskesmas aktif
melakukan pelacakan dan memiliki Poli Jiwa.
Belum ada koordinasi antara Dinas Kesehatan,
Puskesmas, serta RSUD Ampana terkait data
pasien gangguan mental.
Pemegang Program kesehatan jiwa di Puskesmas
yang telah dilatih justru diganti dengan yang
belum dilatih.
Kekuatan: Terdapat Puskesmas yang melakukan
kegiatan monitoring dan evaluasi berupa
pelacakan kasus gangguan jiwa bersama Sie
Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan bersama
dengan Poli Jiwa RSUD Ampana.
Rekomendasi: Pembentukan poli kesehatan jiwa,
koordinasi RS, Dinkes, dan Puskesmas. Pemegang
program adalah yang sudah pernah dilatih.
4. Peran serta
masyarakat
Kelemahan: (1) Ketertutupan/rasa malu pasien
maupun keluarganya untuk datang ke Poli JIwa di
RSUD. (2) Problem ekonomi menjadi salah satu
pemicu.
Kekuatan: Perangkat desa sangat kooperatif
jika diajak kerjasama dengan Puskesmas dalam
kegiatan apa pun, termasuk kegiatan Kesehatan
Jiwa. Pada hari H warga telah mempersiapkan diri
untuk datang ke kantor desa dan tidak bekerja di
kebun.
Rekomendasi: Perbanyak poster tentang
gangguan mental sebagai sarana edukasi
masyarakat. (2) Peningkatan perekonomian
masyarakat, peningkatan keterampilan, eksplorasi
potensi alam dan wisata.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una176
5. Lintas sektor Kelemahan: Belum ada kerjasama antara RSUD
Ampana dengan Badan Narkotika Kabupaten
terkait penggunaan NAPZA, padahal telah ada
beberapa kasus gangguan mental dikarenakan
pengaruh NAPZA
Kekuatan: Terdapat SK Bupati tentang Tim
Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM),
dipimpin Sekda dengan anggota: Polres, Bappeda,
Kemenag, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan
lainnya, walaupun kemudian mati suri.
Rekomendasi: Menghidupkan kembali TPJM.
Tabel 6.3 Matriks Permasalahan Pneumonia dalam Pembangunan Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una
Kesimpulan
1. Kebijakan/
Manajemen
Kelemahan: Penerapan Perda KTR ini masih belum
berjalan di SKPD lain. Belum ada kebijakan spesifik
terkait pneumonia.
Kekuatan: Pemda Kabupaten Tojo Una-Una
menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun
2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dinkes
menerapkan sanksi berupa pemotongan gaji Rp
25.000,- bagi setiap pegawai yang merokok di area
Dinkes. Tahun 2015 sanksi ini dipertegas dengan
adanya mutasi ke Puskesmas.
Rekomendasi: Kebijakan khusus terkait
penanggulangan pneumonia.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 177
2. Perencanaan
dan Anggaran
Kelemahan: Belum ada pelatihan khusus tentang
pneumonia.
Kekuatan: Pelatihan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS). Renstra Dinkes tahun 2015
menargetkan pelatihan MTBS untuk 20 tenaga
kesehatan dengan anggaran Rp 50.000.000,-
Rekomendasi: Anggaran pelatihan nakes tentang
pneumonia.
3. Pelaksanaan
Program/SDM
Kelemahan: Kerap terjadi perbedaan pemahaman
perawat dan dokter terkait diagnosa pneumonia.
Kekuatan: Pelaksanaan MTBS di Puskesmas cukup
membantu dalam hal penemuan kasus pneumonia
balita.
Rekomendasi: Pelatihan nakes tentang
pneumonia.
4. Peran serta
masyarakat
Kelemahan: Masyarakat tidak paham pneumonia,
mereka hanya tahu batuk dan sesak nafas.
Akibatnya pneumonia dianggap sepele dan
terlambat dibawa berobat.
Rekomendasi: Perbanyak poster tentang
pneumonia sebagai sarana edukasi masyarakat.
5. Lintas sektor Kelemahan: Secara khusus menangani pneumonia
tidak ada.
Rekomendasi: Koordinasi lintas sektor yang dirasa
terkait dan mampu memberi kontribusi baik pada
peningkatan/penurunan pada kasus pneumonia.
179
DAFTAR PUSTKA
Balitbangkes, 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007).
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI.
Balitbangkes, 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010).
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI.
Balitbangkes, 2014. IPKM: Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengem-
bangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
BPS, 2014. Profil Kabupaten Tojo Una-Una 2014. s.l.: Badan Pusat
Statistik Kabupaten Tojo Una-Una.
Creswell, J. W., 2009. Research Design, Qualitative, Quantitative
and Mixed Methods Approaches, second edition. s.l.: s.n.
De Marco, M. M., 2007. The Relationship between Income and
Food Insecurity: The Role of Social Support among Rural
and Urban Oregonians. Dissertation. Oregon: Oregon
State University.
Depkes, 2013. Buku Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Pengarah,
dan Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Dinkes, 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una, s.l.:
Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una.
Firdaus, O. M., 2012. Arsitektur Sistem Informasi Layanan Dasar
Terintegregasi di Jawa Barat. Yogyakarta, Seminar
Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una180
Galbraith, J. K., 1983. The Anatomy of Power. s.l.: Houghton
Mifflin.
Kartasasmita, C. B., 2010. Pneumonia Pembunuh Balita. Buletin
Jendelal Epidemiologi, 3 (Pneumonia Balita).
Kemenkes, 2010. Buku I Pedoman Umum Penanggulangan
Daerah Bermasalah Kesehatan Kabupaten Kota. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes, 2012. Ayo ke Posyandu Setiap Bulan. Jakarta: Pusat
Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
M. Setyo Pramono, F.X. Sri Sadewo, 2012. Analisis Keberadaan
Bidan Desa dan Dukun Bayi di Jawa Timur. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan (Bulletin of Health System
Research), Volume 15.
Matthew B. Miles, A. Michael Huberman, 1994. Qualitative
Data Analysis: An Expanded Sourcebook. s.l.: SAGE
Publications.
P2PL, D., 2010. Modul Tata Lakasana Standar Pneumonia.
Cetakan 2012 penyunt. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Said, M., 2010. Pengendalian Pneumonia Anak Balita dalam
Rangka Pencapaian MDG 4. Buletin Jendela Epidemiologi,
3 (Pneumonia Balita), p. 16.
Stalker, P., 2008. Mari Kita Suarakan MDGs, Jakarta: Bapenas,
United Nations.
UNICEF/WHO, 2006. Pneumonia: The Forgotten Killer of Children,
s.l.: s.n.
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 181
Aanak - 36, 37, 41, 42, 43, 44, 49,
50, 53, 54, 56, 58, 59, 68, 70, 73, 76, 78, 79, 81, 85, 87, 89, 91, 95, 96, 97, 98, 99, 105, 116, 119, 121, 122, 125, 126, 127, 128, 133, 134, 136, 138, 141, 144, 147, 148, 149, 150, 151, 153, 154, 155, 163, 164, 165, 172, 173
Bbalita - 3, 41, 42, 43, 44, 45, 53,
59, 62, 68, 70, 73, 78, 79, 85, 87, 88, 89, 91, 95, 96, 97, 98, 133, 138, 139, 142, 144, 149, 172, 173, 177
Bappeda - 8, 10, 12, 46, 130, 176bidan - 1, 8, 45, 47, 48, 49, 50, 51,
52, 53, 54, 56, 59, 62, 63, 65, 66, 67, 72, 81, 84, 97, 98, 144, 163, 170, 172
BPS - 4, 5, 9, 15, 29, 33, 34, 80, 88, 91, 92, 93, 94, 100, 155
Bupati - 18, 20, 21, 29, 35, 36, 37, 38, 46, 65, 70, 79, 92, 114, 129, 130, 143, 173, 176
Ddata - 1, 2, 4, 13, 15, 25, 29, 41,
62, 83, 87, 88, 91, 92, 93, 94, 104, 111, 113, 133, 169
desa - 11, 25, 26, 30, 31, 45, 47, 48, 49, 52, 53, 56, 57, 59, 62, 63, 65, 67, 68, 70, 75, 83, 87, 88, 91, 97, 98, 108, 109, 119, 122, 140, 146, 156, 159, 161, 162, 163, 164, 170, 172, 174
Dinkes - 12, 41, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 61, 62, 63, 64, 65, 67, 69, 70, 71, 72, 91, 93, 98, 103, 129, 173
dokter - 1, 34, 38, 48, 53, 54, 67, 68, 108, 109, 110, 112, 114, 115, 117, 128, 129, 145, 168, 176
dukun - 44, 51, 65, 81, 122, 147, 151
Eekonomi - 2, 26, 30, 53, 78, 116,
117, 121, 123, 129, 150, 153, 154, 155, 156, 157, 162, 163, 164, 167, 172
Ggizi buruk - 41, 42, 44, 73, 95, 97,
157, 171
Hhamil - 44, 51, 53, 59, 62, 70, 73,
77, 80, 84, 85, 87, 89, 98, 105, 135, 165, 170, 172, 173
Index
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una182
Iibu - 44, 49, 51, 53, 54, 56, 59, 62,
68, 70, 73, 76, 79, 85, 87, 89, 97, 98, 99, 105, 116, 122, 126, 128, 149, 151, 156, 165, 170, 172, 173
IPKM - 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 11, 35, 101, 102
ISPA - 133, 138, 142, 145, 149
Kkader - 57, 59, 62, 63, 70, 73, 98,
170kapal - 20, 24, 75, 77, 78kepulauan - 12, 15, 17, 20, 24, 26,
28, 35, 37, 48, 51, 52, 60, 61, 63, 67, 68, 71, 75, 76, 78, 88, 91, 94, 140, 155, 157, 159, 171
Kepulauan - 6, 7, 9, 12, 15, 20, 24, 27, 28, 33, 36, 38, 48, 49, 50, 57, 58, 66, 78, 91, 93, 94, 134, 140
LLaut - 20, 21, 26
MMDGs - 2, 41, 103, 104, 105, 131mental - 39, 101, 102, 103, 105,
106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 130, 131, 155, 173, 174, 176
Oobat - 19, 38, 52, 53, 110, 112,
113, 115, 117, 118, 121, 122
Ppasien - 52, 71, 106, 107, 108,
111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 145, 151, 155
PDBK - 4, 5, 6, 7pendidikan - 2, 30, 31, 34, 35, 36,
37, 45, 50, 54, 62, 68, 70, 71, 89, 98, 114, 141, 150, 153, 154, 157, 162, 164, 168, 172
penduduk - 4, 9, 20, 29, 41, 47, 49, 57, 78, 92, 94, 98, 155
penyakit - 3, 9, 92, 95, 97, 102, 103, 105, 106, 114, 131, 133, 136, 144, 155, 160
PKH - 76, 85, 86, 87, 88, 89, 100, 173
pneumonia - 97, 126, 133, 134, 135, 136, 138, 142, 143, 144, 145, 146, 147, 149, 151, 155, 177
Podes - 2, 7, 11Poltekes - 50Posyandu - 56, 59, 61, 100PTT - 45, 50, 51, 53, 54, 55, 68, 72Puskesmas - 1, 8, 9, 12, 25, 46, 47,
48, 50, 59, 61, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 84, 89, 90, 93, 106, 107, 53, 61, 64, 176, 109, 110,
Status Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una 183
111, 116, 117, 118, 122, 142, 144, 145, 147, 156, 168, 169, 174, 175, 177
RRiskesdas - 2, 6, 11, 41, 42, 93,
133, 138, 140rokok - 25, 95, 96, 138, 139, 141,
142, 149RS - 108, 170RSUD - 8, 45, 48, 50, 62, 71, 84,
97, 107, 108, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 121, 130, 175
Ssakit - 45, 54, 59, 66, 70, 97, 115,
116, 121, 122, 133, 136, 138, 144, 147, 149, 151, 177
TTPKJM - 129, 130, 176transport - 19, 78, 107, 113