Seminar Nasional Biodiversitas Abs Masy Biodiv Indon vol. 6 | no. 1 |pp. 1-22 | Agustus 2019 ISSN: 2407-8069 Punthuk Setumbu, Magelang, Jawa Tengah; foto oleh Lina Pramudita Penyelenggara & Pendukung Manuskrip terseleksi dipublikasikan pada: diterbitkan pada
28
Embed
Seminar - Sebelas Maret University · 2019. 8. 30. · BO-06 Keanekaragaman burung diurnal di Taman Hutan Raya KGPAA Mangkunagoro I, Jawa Tengah Kevin Winanda Eka Putra , Aji Sukma
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Seminar Nasional
Biodiversitas
Abs Masy Biodiv Indon vol. 6 | no. 1 |pp. 1-22 | Agustus 2019
ISSN: 2407-8069
Pu
nth
uk
Setu
mb
u, M
ag
ela
ng
, Ja
wa
Ten
ga
h;
foto
ole
h L
ina
Pra
mu
dit
a
Penyelenggara & Pendukung
Manuskrip terseleksi dipublikasikan pada:
diterbitkan pada
ALAMAT SEKRETARIAT
Sekretariat Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Kantor Jurnal Biodiversitas, Jurusan Biologi, FMIPA UNS, Jl. Ir. Sutami 36A
Surakarta 57126, Jawa Tengah, Indonesia. Tel. +62-897-6655-281. Email: [email protected]. Website:
biodiversitas.mipa.uns.ac.id/snmbi.html
Penyelenggara & pendukung
Manuskrip terseleksi dipublikasikan pada:
JADWAL
Seminar Nasional
Masyarakat Biodiversitas Indonesia (MBI)
Magelang, 31 Agustus 2019
PUKUL KEGIATAN PENANGGUNGJAWAB RUANG
31 Agustus 2019
07.30-08.00 Registrasi Panitia Selasar
08.00-08.40 Upacara pembukaan Rektorat Untidar R1
08.40-09.00 Foto Bersama dan Kudapan Pagi Panitia R1, Selasar
09.00-10.30 Panel I Moderator R1
Prof. Sugiyarto
Prof. Erri Noviar Megantara
10.30-12.00 Panel II Moderator R1
Prof. Erny Poedjirahajoe
Prof. Trizelia
12.00-13.00 Shalat, Makan dan Presentasi Poster Panitia Selasar
13.00-14.00 Presentasi paralel I Panitia Selasar
Kelompok 1: AO-01 s.d. AO-06 Moderator R1
Kelompok 2: BO-01 s.d. BO-06 Moderator R2
Kelompok 3: BO-07 s.d. BO-12 Moderator R3
Kelompok 4: BO-13 s.d. CO-01 Moderator R4
14.00-15.00 Presentasi paralel II
Kelompok 5: CO-02 s.d. CO-07 Moderator R1
Kelompok 6: CO-08 s.d. DO-01 Moderator R2
Kelompok 7: DO-02 s.d. EO-05 Moderator R3
Kelompok 8: EO-06 s.d. EO-12 Moderator R4
15.00-15.15 Istirahat, Sholat dan Kudapan Sore Panitia Selasar
EO-11 Pengamatan perubahan kualitas air berdasarkan faktor
abiotik di Sungai Plalar, Magelang, Jawa Tengah
Siti Nurjanah, Ani Safira, Alissa
Qotrunnada, Setiyo Prajoko,
Karunia Galih Permadani
20
EO-12 Germination of Victoria amazonica seeds in the red
and far red light
Mahat Magandhi, Dian Latifah 20
EP-01 Distribusi geografis dan potensi dampak perubahan
iklim pada Selaginella pegunungan di Jawa, Indonesia
Ahmad Dwi Setyawan, Jatna
Supriatna, Nisyawati, Ilyas
Nursamsi, Sutarno, Sugiyarto,
Prakash Pradan
20
Keterangan: A. Keanakeragaman Genetik, B. Keanekaragaman Spesies, C. Keanekaragaman Ekosistem, D. Etnobiologi
Dan Sosial Ekonomi, E. Biosains (Ilmu dan Teknologi Hayati); O. Oral, P. Poster
ABS SOC INDON BIODIV
Vol. 6, No. 1, Agustus 2019 ISSN: 2407-8069
Pages: 1-22 DOI: 10.13057/asnmbi/m060101
ABSTRAK
Seminar Nasional
Masyarakat Biodiversitas Indonesia (MBI)
Magelang, 31 Agustus 2019
Keanekaragaman Genetik
AO-01
Keragaman pertumbuhan manglid (Manglietia
glauca) pada umur 18 bulan di Trenggalek, Jawa
Timur
Sugeng Pudjiono♥, Mashudi, Mudji Susanto, Dedi
Setiadi
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15,
Purwobinangun, Pakem, Sleman 55582, Yogyakarta
Manglid (Manglietia glauca Bl) merupakan salah satu
tanaman hutan asli Indonesia yang keberadaannya mulai
sulit ditemukan. Bagian utama tanaman manglid yang
diambil adalah kayunya. Kayu manglid mengkilat,
strukturnya padat, halus, ringan dan mudah dikerjakan.
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk
mengetahui pertumbuhan tanaman sebagai suatu informasi
kemampuan manglid menghasilkan kayu melalui
pertumbuhannya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
keragaman pertumbuhan tanaman manglid yang ditanam di
Kaki Gunung Wilis, ketinggian 700-800m dpl, Desa
Dompyong, Kecamatan Bendungan, Kabupaten
Trenggalek, Jawa Timur pada umur 18 bulan. Metode
penelitian menggunakan rancangan Incomplete Block
Design, bibit yang ditanam berasal dari 50 pohon induk
terdiri dari 6 blok dengan masing-masing 3 treeplot, jarak
tanam 4m x 2m. Sifat yang diukur tinggi total tanaman,
diameter batang tanaman dan persentase hidup manglid.
Hasil pengukuran kemudian dianalisis keragaman dan diuji
Duncan Multiple Range Test. Hasil penelitian
menunjukkan tinggi tanaman antara 103-195cm dengan
rata-rata 155cm. Diameter batang tanaman dari 0,90cm
sampai 3,53cm dengan rata-rata 1,93cm. Persentase hidup
tanaman dari 44,4-94,4% dengan rata-rata 76,4%. Hasil
analisis menunjukkan bahwa pohon induk berpengaruh
nyata terhadap tinggi total tanaman dan diameter batang
tanaman. Terdapat variasi keragaman pada sifat tinggi dari
50 pohon induk terdapat 9 kelompok perbedaan sedangkan
pada sifat diameter terdapat 7 kelompok perbedaan.
Keragaman, manglid, pertumbuhan, pohon induk, umur.
AO-02
Keragaman pertumbuhan beberapa provenan jati
pada plot uji keturunan umur 10 tahun di
Gunungkidul, Yogyakarta
Hamdan Adma Adinugraha1,♥, Sugeng Pudjiono1,
Jayusman1, Mahfudz2 1Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan Yogyakarta. Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman 55582, Yogyakarta 2 Pusat Data dan Informasi Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan
Untuk melihat kinerja pertumbuhan tanaman jati (Tectona
grandis L.f) dari beberapa provenan sebaran jati dilakukan
pemapanan uji keturunan di Gunungkidul, Yogyakarta. Plot
uji keturunan jati dibangun dengan menggunakan
rancangan acak kelompok yang menguji sebanyak 120
famili yang berasal dari 8 provenan sebaran jati di
Indonesia yaitu Wakuru, Buton, Warangga, Matakidi,
Mboto, Senori, Kateri dan Tasifeto. Setiap perlakuan
menggunakan 3 treeplot yang diulang dalam 6 blok dengan
jarak tanam 2 x 6 m,. Hasil evaluasi pertumbuhan tanaman
sampai umur 10 tahun diperoleh persentase hidup sebesar
80,32%. Rata-rata tinggi pohon 9,91 m, dbh 10,33 cm,
tinggi bebas cabang 2,78 m dan taksiran volum pohon
sebesar 0,07 m3/pohon. Pertumbuhan tanaman bervariasi
secara signifikan antar provenan dengan hasil terbaik
ditunjukkan oleh 2 provenan dari Pulau Jawa yaitu Mboto
dan Senori
Jati, pertumbuhan tanaman, provenan, uji keturunan
.
♥ Penulis untuk korespondensi
ABS MASY BIODIV INDON, Magelang, 31 Agustus 2019, hal. 1-22 2
phytopure, kit PCR My Taq Redmix, Stelechocarpus burahol
AO-06
Clonality and gene dynamics of sandalwood in
Bejiharjo, the most disturbed landrace in Gunung
Sewu (Indonesia), during on-going fragmentation
in 2012 to 2019
Aditya Kurniawan1, Sapto Indrioko2, Yeni WN
Ratnaningrum3,♥
1Department of Silviculture, Faculty of Forestry, Universitas Gadjah
Mada. Jl. Agro No.1, Bulaksumur, Sleman 55281, Yogyakarta 2Forest Tree Improvement Laboratory, Faculty of Forestry, Universitas
Gadjah Mada. Jl. Agro No.1, Bulaksumur, Sleman 55281, Yogyakarta 3 Forest Seed Science and Technology Laboratory, Faculty of Forestry, Universitas Gadjah Mada. Jl. Agro No.1, Bulaksumur, Sleman 55281,
Yogyakarta
Among landraces of sandalwood (Santalum album L) in
Gunung Sewu, Bejiharjo needs more attention due to
several reasons. Up to 1990’s, it undergoes on-going
fragmentation due to heavy exploitation, urban and cave-
tourism activities. Beside, Karangmojo sandals were
reported among those having high santalol. Series of study
in Bejiharjo, which was started in 2012 up to 2017,
reported extreme reduction on heterozygosity, particularly
at the seedling level, along with the increase of inbreeding.
This event might occur due to the habitat isolation and
increase of clonality level as a result of fragmentation. This
study aimed to determine the effects of on-going
fragmentation to the dynamics of clonality, effective
population size, and genetic diversity, in Bejiharjo which is
considered the most disturbing habitat in Gunung Sewu.
Result showed that both mature and flowering individuals
were reduced from 2012 to 2019, along with the reduction
of effective population size, particularly in 2019 when
there was extreme individual reduction. The more recent
year consisted of more clonalized stands, which was
indicated by the fewer distinct genotypes. The increase of
clonality by time consequently reduced the heterozygosity,
increased the selfing rate, and extremely reduce the number
of seedling recruitments. Very poor seedling recruitment
which was observed following mass flowering was
considered as a result of inbreeding depression. Six loci
(Est-1, Est-2, Est-3, Dia-1, Dia-2, and Skd-1) are
polymorphic for both parent and seedling levels at all of
observation year. Rare and missing alleles are more
apparent in the seedling level. Allele “a” in Dia-2 loci and
allele “b” in Skd-1 loci, which were considered rare in the
previous years, was missing at the seedling level in 2019.
Recent years lose more alleles. However, some gene flow
was also detected since the allele “a” in Dia-1 loci, which
was missing in previous years, is existed in 2019.
Clonality, Bejiharjo Gunung Sewu, gene dynamics, on-going
fragmentation, sandalwood
AP-01
Breeding strategy of Dyera lowii to improve
the productivity of jelutong gum in Central
Kalimantan
Tri Suwarni Wahyudiningsih1,♥, Mohammad Na’iem2,
Sapto Indrioko2, Issirep Sumardi2
1 Faculty of Agriculture, Universitas Tidar, Jl. Kapten Suparman 39,
Magelang 56116, Jawa Tengah 2 Faculty of Forestry, Universitas Gadjah Mada. Jl. Agro No.1, Bulaksumur, Sleman 55281, Yogyakarta 3Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada. Jl. Teknika Selatan, Sekip
Utara, Sleman 55281, Yogyakarta
Dyera lowii Hook.f is an indigenous and vulnerable species
found in peat swamp forests. This study is aimed to study
the breeding strategy of D. lowii to increase the
productivity of gum in Central Kalimantan. Samples were
taken at four peat swamp forests (Hampangen, Parahangan,
Sebangau, Selat Nusa) and plantations for genetic diversity.
Electrophoresis procedures were conducted with an
isoelectric focusing polyacrylamide slab gel system.
Analysis of the first research data used POPGENE 1.3.1
programme for genetic diversity and MLTR software for
mating system. The result showed high genetic diversity
(HE=0.52). A total of 14 alleles were found among all the
analyzed population. Most allozyme variation was found
within population (93.2%). Selat Nusa population is
expected to enhance the effective management for genetic
resources conservation of this species in the future. Mating
system of D. lowii to be predominantly out-crossing
(80.1%) and the value (tm-ts=0.129) was less biparental
inbreeding, so that its supported the high genetic variation
in natural population and plantation. The component in
gum varied from any different sample location. Exploration
of plus trees D. lowii (criteria: tree age, stem diameter, gum
volume: characters bark, the physiology of the cell sap,
methods and environmental conditions tapping latex,
quality of gum) will be applied to improve the productivity
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15,
Purwobinangun, Pakem, Sleman 55582, Yogyakarta
Pembangunan plot konservasi ex-situ jenis-jenis tanaman
hutan di Tahura Bunder, Gunung Kidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) dilakukan pada bulan Januari 2019.
Salah satu tujuan dari pembangunan plot konservasi ini
adalah untuk melestarian jenis-jenis tanaman hutan yang
terancam punah dan sekaligus sebagai sumber benih yang
dapat digunakan masyarakat di masa yang akan datang.
Pada plot konservasi ex-situ ditanam 18 jenis tanaman
dengan desain masing-masing jenis sebanyak 36 individu
yang ditanam dalam dua jalur. Masing-masing jalur bemuat
18 tanaman, dengan jarak tanam 5x5 m2. Kegiatan
pengukuran/evaluasi pada tahun 2019 dilakukan dua kali
yaitu pada umur enam bulan setelah penanaman pada bulan
Juni dan umur 12 bulan pad bulan Desember 2019.
Parameter pengukuran hanya survival rate dari masing-
masing jenis untuk mengetahui daya hidup sebagai indikasi
kemampuan jenis untuk beradaptasi pada kondisi
lingkungan diluar habitat aslinya apabila jenis tersebut
akan dikembangkan. Hasil pengukuran menunjukan angka
rata-rata 18 jenis tanaman sebesar 70,22%. Daya hidup
tertinggi adalah jenis segawe (Adenanthera pavonina)
sebesar 97% dan paling rendah jenis kluwak (Pangium
edule) sebesar 19%. Berdasarkan pengamatan di lapangan
serta data pengukuran, kematian tanaman pada umur enam
bulan dikarenakan beberapa hal seperti ketidakcocokan
jenis di lingkungan yang extrim (solum tanah yang tipis
dan berbatu serta curah hujan per tahun yang sedikit). Oleh
karena itu, beberapa kegiatan pemeliharaan tanaman yang
perlu dilakukan adalah penyiangan, pendangiran,
ABS SOC INDON BIODIV, Magelang, 31 Agustus 2019, pp. 1-22 5
pemupukan tanaman dan penyiraman di waktu musim
kemarau.
Plot konservasi ex-situ, tanaman hutan, survival rate
BO-04
Karakter agronomis dua varietas cabai pada
pemberian berbagai konsentrasi biopestisida
minyak serai wangi
Puji Harsono♥, Dwiwiyati Nurul Septariani,
Widyatmani Sih Dewi
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami 36A
Surakarta 57 126, Central Java, Indonesia
Serai wangi (Cymbogon nardus L.) mengandung minyak
atsiri dengan salah satu bahan aktifnya berupa sitronela
(36%), aromanya tidak disukai beberapa jenis serangga
sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama
tanaman. Kelebihan biopestisida berbasis minyak atsiri
adalah aktivitas biologinya berspektrum luas, tidak toksik
untuk manusia, bekerja secara sistemik, mudah
terdegradasi sehingga lebih aman bagi kesehatan
dibandingkan pestisida kimiawi. Aphid menyerang daun
cabai terutama pada daun muda dan pucuk, selain itu juga
menyerang batang yang lunak mengambil nutrisi yang ada
didalam batang. Selain itu, cairan daun yang hilang karena
dihisap aphid mengakibatkan daun melengkung ke atas,
keriting keriput, atau memelintir, daun berbintik-bintik,
daun menguning, layu, dan rontok, pertumbuhan
terhambat, tanaman menjadi kerdil, tunas dan percabangan
tidak berkembang, tanaman gagal berbunga, sehingga
produktivitas/hasil panen sangat rendah. Cabai varietas
Pilar dan Hot Beauty mempunyai daun lebih lebar
dibandingkan dengan varietas lain, dua varietas tersebut
rentan terhadap serangan aphid terutama pada musim
kemarau. Percobaan menggunakan rancangan acak terpisah
ulangan tiga kali, petak utama varietas cavai dan anak
petak konsentrasi biopestisida serai wangi. Tujuan
percobaan untuk menentukan konsentrasi optimum
biopestisida serai wangi terhadap karakter agronomis
pendukung produksi dua varietas cabai. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsentrasi biopestisida serai wangi 4
mL per liter mempercepat saat berbunga, menghasil-kan
jumlah cabang dikotom dan bobot buah tertinggi. Varietas
Hot beauty menunjukkan karakter agronomis lebih baik
daripada varietas Pilar.
Biopestisida, cabai, serai wangi
BO-05
Pendugaan kepadatan dan kelimpahan Owa Jawa
(Hylobates moloch, Audebert 1798) di Cagar Alam
Gunung Simpang dan Gunung Tilu, Jawa Barat
Hafi Auliya Nurhayati♥, Rina Ratnasih Purnamahati,
Nurudin
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Jl.
Ganesha No. 10, Bandung 40132, Jawa Barat
Owa Jawa (Hylobates moloch, Audebert 1798) merupakan
primata endemik Jawa Barat dan Jawa Tengah yang
keberadaannya semakin terancam punah akibat penurunan
luas habitat dan perburuan liar. Cagar Alam Gunung
Simpang (CAG Simpang) dan Cagar Alam Gunung Tilu
(CAG Tilu) merupakan kawasan prioritas konservasi Owa
Jawa di Indonesia. Data populasi Owa Jawa di kedua lokasi
penting untuk diketahui sebagai dasar penentuan upaya
konservasi Owa Jawa. Namun, data terkini yang tersedia
untuk CAG Simpang dan CAG Tilu merupakan hasil survei
yang telah lama dilakukan, yaitu pada tahun 2008, sehingga
dalam upaya konservasi Owa Jawa, data terbaru sangat
diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk menduga
kepadatan dan kelimpahan populasi Owa Jawa di CAG
Simpang dan CAG Tilu, sehingga didapatkan data terbaru
yang diperlukan untuk mendukung konservasi habitat Owa
Jawa. Wawancara pendahuluan dan pengolahan data
sekunder digunakan untuk penentuan lokasi jalur survei.
Data primer dikumpulkan dengan menggunakan metode
line transect sepanjang ±2 kilometer yang ditentukan
berdasarkan Purposive Random Sampling dengan jumlah
jalur di CAG Simpang dan CAG Tilu masing-masing
sembilan. Kepadatan diperoleh melalui analisis perangkat
lunak Distance 7.2, kemudian diekstrapolasi berdasarkan
luas representatif habitat sehingga menghasilkan
kelimpahan. Berdasarkan lima kali perjumpaan, dapat
diduga bahwa CAG Simpang memiliki kepadatan Owa
Jawa sebesar 0,555 kelompok/km2 dan kelimpahan sebesar
49 kelompok, sementara CAG Tilu memiliki kepadatan
Owa Jawa sebesar 3,268 kelompok/km2 dan kelimpahan 93
kelompok.
Endemik, konservasi, Owa Jawa, populasi
BO-06
Keanekaragaman burung diurnal di Taman
Hutan Raya KGPAA Mangkunagoro I, Jawa
Tengah
Kevin Winanda Eka Putra 1,♥, Aji Sukma Iqbal
Najibulloh 2, Fahmi Moch. Ansori 3, Agung Sepwantoro 4, Agung Budiharjo5,♥♥ 1 Kelompok Studi Kepak Sayap, Program Studi Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57 126, Jawa Tengah 2 Kelompok Studi Biodiversitas, Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. Jl.
Ir. Sutami 36A Surakarta 57126, Jawa Tengah, Indonesia. 3 Kelompok Studi Enviro, Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami
36A Surakarta 57126, Jawa Tengah, Indonesia. 4 Taman Hutan Raya (Tahura) KGPAA Mangkunagoro I. Dusun Sukuh, Berjo, Ngargoyoso, Karanganyar 57793, Jawa Tengah, Indonesia. 5 Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126,
Jawa Tengah, Indonesia
ABS MASY BIODIV INDON, Magelang, 31 Agustus 2019, hal. 1-22 6
Taman Hutan Raya (Tahura) KGPAA Mangkunagoro I
merupakan Tahura yang terletak di lereng barat Gunung
Lawu, tepatnya di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso,
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kawasan ini
memiliki potensi keanekaragaman hayati salah satunya
burung. Burung adalah kelompok hewan tingkat tinggi
yang memiliki jumlah spesies yang tinggi dibandingkan
kelompok hewan yang lain dan tersebar hampir di semua
kondisi lingkungan bumi. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui keanekaragaman spesies burung diurnal yang
ada di kawasan Tahura KGPAA Mangkunagoro I yang
dilakukan pada bulan Januari-Februari 2019. Metode yang
digunakan pada adalah metode jelajah (line transect)
dengan mendata spesies burung dan menghitung jumlah
individu dalam jalur yang telah ditentukan. Analisis data
yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan
indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, dan indeks
dominansi. Hasil pengambilan data tiap jalur kemudian
diuji dengan PAST untuk membandingkan
keanekaragaman tiap jalur. Hasil yang didapat adalah 51
spesies burung dalam 25 famili dengan indeks
keanekaragaman seluruh kawasan 3,533; indeks
kemerataan 0,898; indeks dominansi 0,060; dan indeks
kekayaan jenis 8,902 yang berarti termasuk dalam tingkat
keanekaragaman spesies yang tinggi. Spesies burung yang
ditemukan ada lima yang dilindungi berdasarkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun
2018 antara lain Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), Elang-ular
Bido (Spilornis cheela), Alap-alap Kawah (Falco
peregrinus), Takur Tohtor (Psilopogon armillaris) dan
Betet Biasa (Psittacula alexandri).
Burung diurnal, keanekaragaman, Tahura KGPAA
Mangkunagoro I
BO-07
Pola persebaran Verbena brasiliensis di jalur
pendakian Ranu Pani, Gunung Semeru, Jawa
Timur
Fahira Miako♥, Rian Setiawan, Kirana Raditya,
Christoforus Edwin Perdana Gaso, Pristyakusuma Dwi
Polypedates leucomystax. Nilai indeks keanekaragaman
Shannon-Wiener adalah 1,53 yang menunjukkan bahwa
keanekaragaman di kawasan tersebut sedang, sedangkan
nilai indeks kemerataannya adalah 0,75 yang menunjukkan
bahwa populasi tidak merata.
Amfibi, keanekaragaman, KHDTK Gunung Bromo
BP-01
Inventarisasi tumbuhan paku (Pteridophyta) di
Kawasan Pegunungan Lawu Bagian Selatan, Jawa
Tengah
Ana Sholekah Asza1♥, Aji Sukma Iqbal Najibulloh1,
Sugiyarto2♥♥ 1Kelompok Studi Biodiversitas, Program Studi Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126, Jawa Tengah, Indonesia 2Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126,
Jawa Tengah, Indonesia
Keanekaragaman jenis hayati di Indonesia sangat tinggi,
salah satunya adalah tumbuhan paku yang tersebar di
seluruh hutan Indonesia terutama pada wilayah
pegunungan. Gunung Lawu, Jawa berada pada wilayah
peralihan yang membentuk karakteristik lingkungan khas
dan sesuai sebagai habitat tumbuhan paku. Tumbuhan paku
ABS MASY BIODIV INDON, Magelang, 31 Agustus 2019, hal. 1-22 10
memegang peranan dan fungsi yang sangat penting baik
dalam fungsi ekologis maupun kebutuhan manusia.
Keberadaan tumbuhan paku masih kurang mendapat
perhatian sehingga perlu dilakukan pendataan untuk
mengetahui jenis-jenis yang ada. Tujuan penelitian ini
adalah melakukan inventarisasi tumbuhan paku pada
Kawasan Pegunungan Lawu bagian Selatan, KPH
Surakarta, BKPH Lawu Selatan. Pendataan dilakukan
dengan menjelajahi kawasan berdasarkan jalur untuk
memperoleh jenis sebanyak-banyaknya. Data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Pengambilan data dilakukan dari empat tempat, yaitu
Jogolarangan, Ndas Londo, Muncar, dan Girimanik. Dari
penelitian diperoleh 38 spesies yang berasal dari 16 famili
berbeda dengan jumlah tiga spesies paku epifit dan 35 paku
terestrial. Jenis terbanyak diperoleh lima spesies yang
berasal dari famili Pteridaceae yaitu Pteris biaurita L.,
Pteris longipinnula Wall. Ex J. Agardh, Coniogramme
intermedia Hieron, Pteris ensifomis Burm. F., dan
Selliguea enervis Ching. Terdapat satu spesies yang
memiliki status vulnerable berdasarkan IUCN yaitu
Asplenium contiguum Kaulf. Genus yang banyak
ditemukan yaitu genus Selaginella dan Nephrolepis dari
famili Selaginellaceae dan Nephrolepidaceae.
Gunung Lawu, inventarisasi, keanekaragaman, Pteridophyta
1 Tropical Silviculture Study Program, Graduate School, Institut Pertanian
Bogor. Jl. Lingkar Akademik, Bogor 16680, West Java, Indonesia. 2 Department of Silviculture, Faculty of Forestry, Institut Pertanian Bogor. Jl. Ulin, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, West Java, Indonesia. 3 Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, Universitas
Riau, Pekanbaru 28293, Riau Indonesia
Wildfires are one of the main causes of forest destruction,
disturbing forest sustainability. Wildfires are mainly caused
by human activities, such as land clearing, wood
harvesting, draining, etc. Wildfires could induce the loss of
vegetation. This study aimed to evaluate the effect of
wildfires on both vegetation biomass and necromass on
coastal peatland ecosystems in Sungai Tohor Village,
Tebing Tinggi Timur Subdistrict, Meranti Islands District,
Riau Province, Indonesia. The analysis of vegetation and
biomass composition both above and below the ground
were performed. The approach used a paired sample with 4
replications (n = 4 burnt, n=4 unburnt). The variables
observed in every research sites was analyzed using
Student-T test. Models were generated and then validated
to understand the effect of fires on vegetation biomass loss.
The results showed that there was a significant difference
between the unburned area and burned area (P <0.01).
Wildfires affected the quantity of living plants (biomass)
by comparison 2.36: 1. The quantity of dead plants
(necromass) was greater than biomass. These suggest that a
high intensity of forest fires had occurred in this sites.
1 Program Srudi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi
Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jl. Let. Jend. Purn. Dr. (HC) Mashudi No.1, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat 2Program Studi Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut
Teknologi Bandung. Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132, Jawa Barat
Penurunan populasi penyu hijau (Chelonia mydas) di
Suaka Margasatwa (SM) Sindangkerta, Jawa Barat,
merupakan masalah kompleks yang disebabkan oleh faktor
alami dan aktivitas manusia. Penelitian ini bertujuan untuk
struktur buatan manusia, tutupan vegetasi pantai, komposisi
pasir
CO-05
Karakteristik Iluminasi Cahaya dan kebisingan
antropogenik di habitat peneluran penyu hijau
(Chelonia mydas) Suaka Margasatwa
Sindangkerta, Tasikmalaya, Jawa Barat
Susi Handayani1,♥, Ichsan Suwandhi1, Devi Nandita
Choesin2
1 Program Srudi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi
Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jl. Let. Jend. Purn. Dr. (HC) Mashudi No.1, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat 2Program Studi Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut
Teknologi Bandung. Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132, Jawa Barat
Penyu hijau (Chelonia mydas) merupakan hewan dari kelas
reptilia laut yang melakukan peneluran di daratan pantai.
Penyu hijau mendarat di pantai tertentu sesuai
preferensinya. Preferensi penyu hijau untuk faktor suasana
terdiri dari iluminasi cahaya 0-3 lux dan tekanan suara
maksimum sebesar 39 dB. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kondisi iluminasi cahaya dan tingkat
kebisingan antropogenik pada enam blok peneluran penyu
hijau di Suaka Margasatwa Sindangkerta, Jawa Barat.
Penentuan iluminasi cahaya dilakukan dengan mengukur
ABS MASY BIODIV INDON, Magelang, 31 Agustus 2019, hal. 1-22 12
intensitas pada sumber cahaya yang menghadap ke area
peneluran kemudian dihitung dengan rumus hukum cosinus
Lambert. Tingkat kebisingan diukur pada tujuh selang
waktu pengukuran mengacu pada KEP-
48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.
Nilai kebisingan diperoleh dalam satuan dB tanpa
pembobotan. Hasil penelitian menunjukkan nilai iluminasi
cahaya tertinggi yang sampai ke area peneluran adalah 1,58
lux dengan sumber cahaya berupa lampu penyinaran jalan
dengan sinar berwarna putih. Tekanan suara tertinggi dari
jalan raya yang sampai ke area peneluran adalah 65,35 dB
dengan peredaman sebesar-5,56 dB. Berdasarkan nilai
iluminasi cahaya, seluruh blok peneluran termasuk kategori
layak dalam rentang iluminasi 0,002-1,58 lux. Berdasarkan
tingkat kebisingan, hanya blok Panarikan yang termasuk
kategori layak dengan tingkat kebisingan 36,86 dB dan
peredaman sebesar 9,78 dB oleh vegetasi di sempadan
pantai setebal 121 m.
Antropogenik, Chelonia mydas, preferensi, sempadan pantai
CO-06
Analisis fragmentasi hutan berdasarkan
klasifikasi tutupan lahan menggunakan Object
Based Image Analysis (OBIA) di Kawasan
Koridor Gunung Simpang, Jawa Barat
Sony Saefulloh♥, Rina Ratnasih Irwanto, Nuruddin
Nurudin
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Jl.
Ganesha No. 10, Bandung 40132, Jawa Barat
Konektivitas tinggi beserta area hutan yang kompak dan
tidak terfragmentasi merupakan kondisi koridor satwa yang
ideal. Jika terfragmentasi, konektivitas hutan akan
berkurang dan menyebabkan mobilitas satwa terganggu.
Salah satu area yang berpotensi sebagai penghubung
habitat satwa yaitu area koridor Gunung Simpang yang
menghubungkan antara Gunung Simpang dan Gunung
Tilu. Saat ini informasi tentang kondisi hutan koridor
sebagai penghubung kedua cagar alam tersebut belum
diketahui secara pasti. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan tingkat fragmentasi hutan dan kondisi
konektivitas hutan berdasarkan kondisi tutupan lahan di
area koridor. Tutupan lahan hasil pemetaan ditentukan
melalui klasifikasi berbasis objek (OBIA) menggunakan
1Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, Universitas
Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat 2Department of Agronomy, Faculty of Agriculture, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat
Plant growth‐promoting rhizobacteria (PGPR) can be
potential agents for biological control of plant pathogens.
This study conducted to screen the best rhizobacteria
indigenous of West Sumatera to control Fusarium wilt
disease and promote growth rate and yields of tomato. All
the study conducted using completely randomized design
with triplications. In the present study, we screened 40
isolates of rhizobacteria indigenous from West Sumatera to
control Fusarium wilt disease and promote growth of
tomato. Soil samples of tomato collected from tomato
growing regions of West Sumatra Province, in Tanah Datar
and Agam District. Among the 40 isolates, 33 were found
to be non-pathogenic from Hypersensitive test and Used
further for assays on seeding. 12 isolates screened which
had best PGPR ability to promote growth to tomato in
seeding. The isolates then were analyzed for their ability to
colonize roots of tomato, control Fusarium oxysporum f.sp.
lycopersici and increase growth and yields in in planta
condition. On the basis of above criteria, 7 isolates were
selected for the best ability to both controls Fusarium wilt
disease and increased plant height, number of leaves,
flowering time, and yields to various extent with respect to
control under in planta conditions. Further in vitro assays
shown all strains also had ability to produce IAA with
various concentration, and all strains shown negative
activity of hemolysin which indicated that all the isolates
were not pathogenic to human. Identification of the isolates
using the 16S rRNA shown that the 7 isolates had
similarity to Bacillus thuringiensis (RY3.4.1WS), Bacillus
1Program Ilmu Lingkungan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. Jl. Jend. Urip Sumoharjo No. 179,
Surakarta 57 128, Jawa Tengah, Indonesia. 2Program Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, -Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126, Jawa
Tengah, Indonesia 3Program Biologi Konservasi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Depok 16424, West
Java, Indonesia 4Bird Conservation Society (BICONS). Bandung 40184, West Java, Indonesia 3West Bengal Biodiversity Board, Department of Environment,
Government of West Bengal, Salt Lake, Sector-III, FD415A, Poura
Bhawan, 4th Floor, Kolkata, West Bengal, India
ABS SOC INDON BIODIV, Magelang, 31 Agustus 2019, pp. 1-22 21
Selaginella adalah tumbuhan tingkat rendah yang
membutuhkan air sebagai media fertilisasi. Pegunungan
yang lembab merupakan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan Selaginella. Di daerah tropis, pegunungan
merupakan ekosistem yang unik karena luasannya sangat
terbatas. Di Jawa hanya sekitar 7% dari luasnya (133.930
km2), terletak di pegunungan (> 1000 m dpl). Potensi
perubahan iklim di masa depan akibat pemanasan global,
dikhawatirkan dapat mempengaruhi kelestarian
Selaginella. Studi ini berupaya menggambarkan model
distribusi Selaginella pegunungan di bawah kondisi iklim
saat ini dan masa depan. Dua jenis Selaginella yang
pertumbuhannya terbatas di pegunungan, yakni S. ornata
dan S. remotifolia, dipilih untuk pemodelan. Data
keberadaan Selaginella diperoleh melalui survei lapangan
(2007-2014) di seluruh pulau Jawa, serta basis data dari
Global Biodiversity Information Facility (GBIF)
(http://www.gbif.org). Sebanyak 273 titik kehadiran spesies
diperoleh dari survei lapangan (terdiri dari 144 titik untuk
S. opaca dan 139 titik untuk S. remotifollia), serta 52 titik
kehadiran spesies diperoleh dari GBIF (terdiri dari 35 titik
untuk S. opaca dan 17 titik untuk S. remotifolia). Skenario
iklim masa depan dikumpulkan dari dataset WorldClim