1 PERBEDAAN EFEKTIVITAS EKSTRAK TEH HIJAU, INFUSUM TEH HIJAU DAN KLORHEKSIDIN TERHADAP ERADIKASI BIOFILM Enterococcus faecalis secara in vitro SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR SPESIALIS KONSERVASI GIGI Diajukan oleh: Melaniwati 114.414.003 PROGRAM STUDI SPESIALIS KONSERVASI GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2016
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PERBEDAAN EFEKTIVITAS EKSTRAK TEH HIJAU, INFUSUM
TEH HIJAU DAN KLORHEKSIDIN TERHADAP ERADIKASI BIOFILM
Enterococcus faecalis secara in vitro
SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI
PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR SPESIALIS KONSERVASI GIGI
Diajukan oleh:
Melaniwati
114.414.003
PROGRAM STUDI SPESIALIS KONSERVASI GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
2016
Mela suardi
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bakteri merupakan penyebab utama terjadinya kelainan pada pulpa dan
jaringan periapikal. Perawatan saluran akar bertujuan untuk menghilangkan bakteri
dari sistem saluran akar.1 Tahapan penting dalam perawatan saluran akar meliputi
preparasi saluran akar, irigasi dan pengisian saluran akar. Preparasi saluran akar
dilakukan secara kimia-mekanis, yaitu preparasi secara mekanis menggunakan
instrumen dan secara kimiawi dengan larutan irigasi.2
Larutan irigasi yang digunakan bertujuan untuk menghilangkan debris sisa
preparasi mekanis, jaringan pulpa nekrotik dan bakteri dalam saluran akar yang
tidak bisa dicapai dengan instrumentasi secara mekanis.3 Larutan irigasi untuk
perawatan saluran akar yang ideal harus mempunyai sifat mampu membunuh
bakteri, mengeluarkan debris hasil preparasi saluran akar, berfungsi sebagai bahan
lubrikasi, melarutkan jaringan organik, tidak mengiritasi jaringan periapikal, tidak
bersifat toksik terhadap jaringan periradikular dan tidak melemahkan struktur gigi.4
Penyebab infeksi saluran akar adalah berbagai macam bakteri.Bakteri pada
kasus endodontik primer berbeda dengan kelainan setelah perawatan saluran akar.
Pada gigi yang sudah dilakukan perawatan saluran akar, bakteri yang dominan
adalah bakteri Gram-positif.5 Enterococcus faecalis merupakan bakteri kokus
Gram-positif, anaerob fakultatif.6 Prevalensi tinggi bakteri Enterococcus faecalis
ditemukan pada saluran akar yang sudah dilakukan perawatan dengan kelainan
periapikal dan ditemukan 29-77% pada kasus endodontik.7 Enterococcus faecalis
merupakan bakteri yang paling resisten dan dapat menyebabkan kegagalan pada
perawatan saluran akar.8 Bakteri Enterococcus faecalis dapat menempel pada
dinding saluran akar, berakumulasi dan membentuk biofilm.9 Bakteri ini juga
resisten terhadap bahan medikasi intrakanal seperti kalsium hidroksida.5,6
3
Bahan yang digunakan untuk irigasi saluran akar antara lain hidrogen
a. Tabung reaksi untuk mengencerkan bakteri Enterococcus faecalis.
b. Pipet transfer.
c. Pipet individual 5 mL.
d. Pipet tips.
e. Autoclave.
f. 96-well microtiter plate (TCP-001096, Jt-Bio Filtration,
Guangzhou).
Gambar 2. 96-well microtiter plate.
g. Microtiter plate reader (Model 680, Bio-Rad, USA)
17
Gambar 3. Microtiter plate reader.
h. Inkubator untuk tempat menyimpan subyek penelitian agar
memperoleh suhu yang stabil
Gambar 4. Inkubator.
2. Bahan penelitian
a. Bakteri Enterococcus faecalis ATCC 29212 yang didapat dari
bagian Biologi Oral Universitas Indonesia.
Gambar 5. Bakteri Enterococcus faecalis ATCC 29212.
b. Esktrak teh hijau 3,5%
18
Gambar 6. Ekstak teh hijau 3,5%.
c. Infusum teh hijau 3,5%
Gambar 7. Infusum teh hijau 3,5%.
d. Larutan klorheksidin glukonat 2% (Gluco-Chex 2%,
Ultradentalindo,).
Gambar 8. Klorhexidin glukonat 2%.
e. Brain Heart Infusion Broth (BHIB) (HiMedia Laboratories Pvt.Ltd.
19
India).
Gambar 9. Brain Heart Infusion Broth (BHIB).
f. Phospate buffered saline (P-3813, USA).
Gambar 10. Phospate buffered saline.
g. Larutan crystal violet ( C.I. 42555, USA).
Gambar 11. Crystal violet.
G. Jalannya Penelitian
20
1. Identifikasi tanaman.
Identifikasi daun teh hijau (Camelia sinensis) dilakukan di Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Hasil identifikasi daun teh
hijau (Camelia sinensis) dapat dilihat pada lampiran 1.
2. Pembuatan ekstrak teh hijau (Camelia sinensis) yang dipakai sebagai
bahan uji pada penelitian ini dibuat di Balittro Bogor. Daun teh hijau
dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Daun teh hijau
yang telah kering ditumbuk dan diayak dengan ayakan ukuran 2/9
sehingga didapatkan serbuk teh hijau. Serbuk teh hijau direndam dengan
etanol 70% sebanyak 800 mL, diaduk dan ditutup aluminium foil selama
24 jam kemudian disaring. Filtrat yang telah disaring ditampung dan
ditambahkan pelarut etanol 70% sampai bahan tersebut terendam. Filtrat
kemudian ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan 24 jam,
kemudian disaring. Filtrat ditampung kembali kemudian dipekatkan
menggunakan evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat dan tidak
mengandung etanol. Uji fitokimia dari ekstrak teh hijau dilakukan di
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Bogor.
3. Pembuatan infusum teh hijau (Camelia sinensis) yang dipakai sebagai
bahan uji pada penelitian ini dibuat di Laboratorium Pusat Studi
Biofarmaka Bogor. Daun teh hijau dikeringkan dengan oven pada suhu
50°C selama 24 jam. Daun teh hijau yang telah kering ditumbuk dan
diayak dengan ayakan ukuran 2/9 sehingga didapatkan serbuk teh hijau.
Serbuk teh hijau diambil sebanyak 100g kemudian dipanaskan dengan
suhu 90oC dalam 100mL air selama 15 menit , lalu dilakukan
penyaringan dengan kertas saring steril. Volume infusum yang
dihasilkan dari penyaringan ditambahkan dengan air panas hingga
memperoleh 100mL. Pada konsentrasi infusum 3,5% dilakukan
pengenceran sesuai konsentrasi. Uji fitokimia dari infusum teh hijau
dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Bogor.
4. Penelitian mengenai perbedaan efektivitas bahan irigasi antara ekstrak
teh hijau 3,5%, infusum teh hijau 3,5% dan klorheksidin 2% terhadap
21
eradikasi biofilm Enterococcus faecalis setelah aplikasi bahan selama
15 detik, 30 detik dan 60 detik dilakukan di Laboratorium Pusat Studi
Satwa Primata Bogor (PSSP). Bakteri Enterococcus faecalis disiapkan
terlebih dahulu kemudian dilakukan pembiakan dalam media Brain
Heart Infusion Broth (BHIB), diinkubasi pada 37o C selama 24 jam.
Gambar 12. Media Brain Heart Infusion Broth (BHIB).
5. Kultur E. faecalis didilusikan dengan perbandingan 1:100 kemudian
200µL dari suspensi ini diinokulasi ke tiap well dari microtiter plate
kemudian dinkubasi kembali pada 37oC selama 24 jam.
Gambar 13. E. faecalis 200µL diinokulasi ke tiap well dari microtiter plate.
6. Setelah diinkubasi selama 24 jam kultur E. faecalis dibuang, kemudian
setiap bahan irigasi dimasukkan ke well plate sebanyak 200µL.
Pemaparan bahan irigasi selama 15 detik, 30 detik dan 60 detik
kemudian bahan irigasi dibuang dan well plate dibilas dengan 200µL
phospate buffered saline dan dibuang.
7. Biofilm yang terbentuk kemudian difiksasi dengan memanaskan di atas
api.
22
8. Dilakukan pewarnaan dengan larutan crystal violet sebanyak 200µL ke
tiap well dari microtiter plate selama 15 menit kemudian dibilas dengan
phospate buffered saline steril.
Gambar 14. Pewarnaan dengan larutan crystal violet sebanyak 200µL pada tiap
well.
9. Microtiter plate dikeringkan dengan cara menyedot kembali phospate
buffered saline pada tiap-tiap well.
10. Untuk melihat biofilm yang terbentuk, 200µL etanol acetone
dimasukkan ke dalam tiap sumur dari microtiter plate.
Gambar 15. Etanol acetone 200µL dimasukkan ke tiap well dari microtiter plate.
11. Densitas optik dari kristal violet diukur pada 655nm menggunakan
microtiter plate rider.
H. Alur penelitian
Enterococcus faecalis dilakukan pembiakan dalam media Brain Heart Infusion Broth (BHIB), diinkubasi pada 37o C selama 24 jam.
23
Gambar 16. Kerangka alur penelitian
I. Analisis Data
Data yang didapat dari hasil penelitian ini berupa data rasio. Data yang didapat diuji
Kultur E. faecalis didilusikan dengan perbandingan 1:100 kemudian 200µL dari
suspensi ini diinokulasi ke tiap well dari microtiter plate kemudian dinkubasi
kembali pada 37oC selama 24 jam.
Kultur E. faecalis dibuang, setiap bahan irigasi dimasukkan ke well plate sebanyak 200µLà pemaparan dibiarkan selama 15 detik, 30 detik dan 60 detik.
Setiap bahan irigasi dimasukkan ke well plate sebanyak 200µLà pemaparan dibiarkan selama 15 detik, 30 detik dan 60 detik.
Dilakukan pewarnaan dengan larutan crystal violet sebanyak 200µL ke tiap well dari
microtiter plate selama 15 menit kemudian dibilas dengan phospate buffered saline.
Biofilm yang terbentuk kemudian difiksasi dengan memanaskan di atas api.
Microtiter plate dikeringkan dengan cara menyedot kembali phospate buffered
saline pada tiap-tiap well.
200µL etanol acetone dimasukkan ke dalam tiap sumur dari microtiter plate.
Densitas optik dari kristal violet diukur pada 655nm menggunakan microtiter
plate rider.
Ekstrak teh hijau 3,5%
Infusum teh hijau 3,5%
CHX 2% Kontrol
Bahan irigasi dibuang kemudian well plate dibilas dengan 200µL phospate buffered saline
24
normalitasnya dengan uji Saphiro-Wilk, distribusi data normal maka uji hipotesis
dilanjutkan menggunakan ANOVA dua jalan. Jika terdapat perbedaan bermakna
maka dilakukan uji perbandingan multiple menggunakan post hoc test untuk
mengetahui perbedaan antar kelompok.
BAB V
HASIL PENELITIAN
25
A. Uji Fitokimia
Hasil uji fitokimia yang dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka
Bogor menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau mengandung senyawa alkaloid,
steroid, flavonoid, tanin, saponin dan triterpenoid. Infusum teh hijau
mengandung senyawa steroid, flavonoid, tanin dan saponin. Hasil lengkap uji
fitokimia ekstrak dan infusum teh hijau dapat dilihat pada lampiran 2.
B. Normalitas Data
Uji normalitas data dilakukan dengan uji Saphiro-Wilk untuk tiap
kelompok. Hasil uji normalitas data menunjukkan bahwa data nilai densitas
optik kelompok bahan uji ekstrak teh hijau 3,5%, infusum teh hijau 3,5%, CHX
2% dan aquades setelah aplikasi bahan selama 15 detik, 30 detik dan 60 detik
berdistribusi normal ( p>0,05). Sehubungan dengan itu, uji statistik selanjutnya
dilakukan menggunakan analisis statistik parametrik ANOVA dua jalan.
Tabel 1. Hasil uji normalitas data dengan Saphiro-Wilk
Kelompok Rata-rata±Simpang Baku RJ p Distribusi
Ekstrak teh hijau 3,5% 0,1786±0,03364 0,957 > 0,100 Normal
Infusum teh hijau 3,5% 0,1085±0,00626 0,960 > 0,100 Normal
Klorhexidin 2% 0,06678±0,01170 0,973 > 0,100 Normal
Aquades 0,1203±0,02954 0,964 > 0,100 Normal
C. Deskripsi Data
Besarnya efektivitas bahan irigasi ekstrak teh hijau 3,5%, infusum teh hijau
3,5%, CHX 2% dalam mengeradikasi biofilm E. Faecalis dilakukan di
Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata Bogor (PSSP). Terdapat 4 kelompok
26
pada penelitian ini, yaitu ekstrak teh hijau 3,5%, infusum teh hijau 3,5%,
klorhexidin 2% dan aquades dengan waktu aplikasi bahan selama 15 detik, 30
detik dan 60 detik. Rata-rata dan standar deviasi hasil pengukuran densitas optik
biofilm E. Faecalis dapat dilihat pada tabel 2. Efektivitas bahan irigasi dilihat
dari densitas optik pewarna kristal violet yang terserap biofilm dibaca
menggunakan microtiter plate reader dimana yang paling tinggi pada kelompok
ekstrak teh hijau 3,5%, kedua infusum teh hijau 3,5%, sedangkan yang terendah
pada klorhexidin 2%. Makin tinggi densitas optik sampel, makin banyak kristal
violet yang diserap oleh sampel, artinya makin banyak biofilm E.Faecalis yang
tertinggal setelah pemaparan bahan uji sehingga makin rendah kemampuan
bahan irigasi untuk mengeradikasi E.faecalis.
Tabel 2. Hasil pengukuran densitas optik eradikasi biofilm E.Faecalis menggunakan microtiter plate reader.
GROUP
WAKTU
MEAN
STANDARD DEVIASI
N
Larutan ekstrak teh hijau 3,5%
15 detik
0,215667
0,018683
6
27
30 detik
0,140833
0,006940
6
60 detik
0,179333
0,009416
6
Larutan infusum teh hijau 3,5%
15 detik
0,109167
0,006210
6
30 detik
0,106500
0,005992
6
60 detik
0,175500
0,050424
6
Larutan CHX 2%
15 detik
0,052167
0,000408
6
30 detik
0,070667
0,003266
6
60 detik
0,077500
0,006504
6
Larutan aquades
15 detik
0,100500
0,043908
6
30 detik
0,137000
0,013387
6
60 detik
0,123333
0,006593
6
D. Uji Hipotesis
a. ANOVA dua jalan
Hasil ANOVA dua jalan ( tabel 3) dari nilai densitas optik pewarna kristal
violet yang terserap pada biofilm E.faecalis yang terbentuk setelah aplikasi
bahan uji irigasi ekstrak teh hijau 3,5%, infusum teh hijau 3,5%, klorhexidin
2% dan aquades setelah aplikasi bahan uji selama 15 detik, 30 detik, dan 60
detik menunjukkan adanya perbedaan bermakna ( F= 164,89; p= 0,000) antara
ketiga jenis bahan irigasi.
Tabel 3. Hasil ANOVA dua jalan densitas optik antara group dan waktu
Source DF SS MS F p
Group 3 0.114863 0.0382878 164.89 0.000
Waktu 2 0.001021 0.0005107 2.20 0.120
28
Interaction 6 0.021998 0.0036664 15.79 0.000
Error 60 0.013932 0.0002322
Total 71 0.151815
S = 0.01524 R-Sq = 90.82% R-Sq(adj) = 89.14%
Kesimpulan: ada perbedaan bermakna ( F= 164,89; p= 0,000) antara ketiga
jenis bahan irigasi dan tidak ada perbedaan bermakna ( F= 2,20; p= 0,120)
antara ketiga aplikasi waktu.
b. Uji multiple comparison
Selanjutnya dilakukan uji multiple comparison menggunakan uji post hoc
test untuk membuktikan kemaknaan perbedaan antar setiap bahan. Hasil uji post
hoc menunjukkan bahwa densitas optik kelompok yang dipapar oleh bahan uji
ekstrak teh hijau 3,5% lebih tinggi dibanding infusum teh hijau 3,5% dan
klorhexidin 2%. Efektivitas bahan irigasi dilihat dari densitas optik pewarna
kristal violet yang terserap biofilm dibaca menggunakan microtiter plate reader
dimana yang paling tinggi pada kelompok ekstrak teh hijau 3,5%, kedua
infusum teh hijau 3,5%, sedangkan yang terendah pada klorhexidin 2%. Makin
tinggi densitas optik sampel, makin banyak kristal violet yang diserap oleh
sampel, artinya makin banyak biofilm E.Faecalis yang tertinggal setelah
pemaparan bahan uji sehingga makin rendah kemampuan bahan irigasi untuk
mengeradikasi E.faecalis.
Tabel 4. Perhitungan Uji Perbandingan Multipel Posteriori Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ----+---------+---------+---------+----- 1 18 0.17861 0.03364 (--*--) 2 18 0.10903 0.00572 (--*--)
experience. Int J Dent Health Sci. 2014; 1(3): 356-66.
3. Leena P Martina, Ambrose Vedamanickam Rajesh Ebenezar, Mohamed Fayas Ghani, Ashwin Narayanan, Meenakshi Sundaram, Ajit George Mohan. An in vitro comparative antibacterial study of different concentrations of green tea extracts and 2% chlorhexidine on enterococcus faecalis. Saudi Endod J. 2013; 3(3): 120-4.
4. Pratishta Jain, Manish Ranjan. Role of herbs in root canal irrigation-A
review. IOSR-JPBS. 2014; 9(2): 6-10.
5. Radcliffe C.E, Potouridou L, Qureshi R, Habahbeh N, Qualtrough A, Worthington H, Drucker D.B. Antimicrobial activity of varying concentrations of sodium hypochlorite on the endodontic microorganisms Actinomyces israelii, A. Naeslundii, Candida albicans and Enterococcus faecalis. J Endod. 2004;37:438-46.
6. Krishna R Shetty, Mithra N Hedge, Shishir Shetty, Venna Shetty A.
comparative evaluation of bactericidal effects on Enterococcus faecalis using diode laser irradiation, sodium hypochlorite and chlorhexidine gluconate irrigation-an in vitro study. OHDM. 2013;12(3):145-50.
7. Kenneth M Hargreaves, Stephen Cohen. Pathways of the pulp 10 ed. St.
Louis: Mosby Elsevier;2011:559-601
8. Morgana Eli Vianna, Brenda P.F.A Gomes, Vanessa Bellocchio Berber, Alexandre Augusto Zaia, Caio Cezar Randi Ferraz, Fransisco Jode de Souza-Filho, Piracicaba. In vitro evaluation of the antimicrobial activity of chlorhexidine and sodium hypochlorite. J Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 2004;97(1):79-84.
9. Maria Teresa Arias Moliz, Carmen Maria Ferrer Luque, Maria Paloma
Gonzales Rodriguez, Mariano Jose Valderrama, Pilar Baca. Eradication of Enterococcus faecalis by centrimode and chlorhexidine. J Endod. 2010;36(1): 87-90.
10. Uday Kamath, Hina Sheth, Sai Ramesh, Keshav Singla. Comparison of the
antibacterial efficacy of tea tree oil with 3% sodium hypochloride and 2% chlorhexidine againts enterococcus faecalis: An in vitro study. Journal of Contemporary Dentistry. 2013; 3(2): 1-4.
11. Wanda C Reygart. The antimicrobial possibilities of green tea. Frontiers in
microbiology. 2014;5:1-8.
33
12. Archana S and Jayanthi Abraham. Comparative analysis of antimicrobial activity of leaf extracts from fresh green tea, commercial green tea and black tea on pathogens. J Applied Pharmaceutical Sci. 2011; 01(08): 149-52.
13. Madhu Pujar, Chetan Patil, Ajay Kadam. Comparison of antimicrobial
efficacy of tripala, (GTP) green tea polyphenols and 3% sodium hypochlorite on enterococcus faecalis biofilm formed on tooth substrate: in vitro. J Int Oral Health. 2011; 3(2): 23-29.
14. Bonnie Retamozo, Shahrockh Shabahang, Neal Johnson, Raydolfo M
Aprecio, Mahmoud Torabinejad. Minimum contact time and consentration of sodium hypochlorite required to eliminate enterococcus faecalis. J Endod. 2010;36(3):520-3.
Dilpreet Kaur. A comparison of the antibacterial efficiency of mtad (mixture of tetracycline, citric acid and detergent), 2,5% sodium hypochlorite and 2% chlorhexidine root canal irrigants againts enterococcus faecalis in root canals of single rooted mandibular premolars-an in vitro study. IOSR-JDMS. 2013;5(3):47-53.
16. Prabhakar J, Senthilkumar M, Priya MS, Mahalakshmi K, Sehgal PK, Sukumaran VG. Evaluation of antimicrobial efficacy of herbal alternatives (Tripala and green tea polyphenols), MTAD, and 5% sodium hypochlorite againts Enterococcus faecalis biofilm formed on tooth substrate: an in vitro study. J Endod. 2010; 36(1): 83-6.
17. Charles H Stuart, Scott A Schwartz, Thomas J Beeson, Christopher B
Owatz. Enteroccocus faecalis: Its role in root canal treatment failure and current concepts in retreatment. J Endod. 2006;32(2):93-8.
18. Judith H. Merritt, Daniel E. Kadouri, and George A. O’Toole. Growing and
Analyzing Static Biofilms. Current Protocols in Microbiology:1-18.
19. Carlos Estrela, Rosane Galhardo Ribeiro, Cyntia RA Estrela, Jesus Djalma Pecora, Manoel Damiao Sousa Neto. Antimicrobial effect of 2% sodium hypochlorite and 2% Chlorhexidine tested by different methods. J Braz Dent. 2003;14(1):58-62.
20. Shashikala Krishnamurthy, Sunu Sudhakaran. Evaluation and prevention of the precipitate formed on interaction between sodium hypochlorite and chlorhexidine. J Endod. 2010;36(7):1154-7.
34
21. Singamaneni Vijaykumar, Madiraju Gunashekhar, Sura Himagiri. In vitro effectiveness of different endodontic irrigants on the reduction of Enterococcus faecalis in root canals. J Clin Exp Dent. 2010;2(4):169-72.
22. Edwina AM Kidd, Sally Joyston Bechal. Dasar-dasar karies penyakit dan
penanggulangan. Jakarta.2012. p 159-62.
23. Yun Seok Cho, Jay Jooyoung, Kye Heon Oh. Antimicrobial activity and biofilm formation inhibition of green tea polyphenols on human teeth. Biotech and Bioprocess Engineering. 2010;15:359-64.
24. Maksum Radji, Rafael Adi Agustama, Bera Elya, Conny Riana
Tjampakasari. Antimicrobial activity of green tea extract againts isolates of methicillin – resistant staphylococcus aureus and multi drug resistant pseudomonas aeruginosa. Asian Pac J Trop Biomed. 2013; 3(8): 663-7.
25. Sena N.T, Gomes B.P.F.A, Vianna M.E, Berber V.B, Zaia A.A, Ferraz C.C.R, Souza Filho F.J. In vitro antimicrobial activity of sodium hypochlorite and chlorhexidine against selected single-species biofilms. Int Endod Journal. 2006;39:878-85.
26. Manikandan R, Mithra N Hegde,Veena shetty, Geethashri. Comparative evaluation of biofilm formation ability of E.faecalis in alkaline conditions and its susceptibility to endodontic irrigant regimens – An In vitro microbiological study. IOSR-JDMS. 2013;4(2): 49-52.
27. Vytatute Peciuline, Rasmute Maneliene, Estera Balcikonyte, Saulius Drukteinis, Vygandas Rytkunas. Microorganisms in root canal infections: a review. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal. 2008;10:4-9.
28. Dewi Sulistyawati, Sri Mulyati. Uji aktivitas antijamur infusa daun jambu Mete (Anacardium occidentale, L) terhadap Candida albicans. Biomedika. 2009;2(1):47-51.