Page 1
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BUKU BICARA
(TALKING BOOK)
DI YAYASAN MITRA NETRA LEBAK BULUS
JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Ismul Azham
105054102074
JURUSAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2011 M
Page 4
ABSTRAK
Ismul Azham
Evaluasi Pelaksanaan Program Buku Bicara (Talking Book) di Yayasan Mitra Netra
Lebak Bulus Jakarta Selatan
Tunanetra yang mendapat kesempatan untuk mengenyam dunia pendidikan regular
sangat memerlukan bantuan untuk menunjang kegiatan belajar mereka. Apalagi di sekolah
tempat mereka belajar tidak menyediakan pelayanan khusus untuk mereka. Meski pemerintah
membuat peraturan melalui program pendidikan inklusif untuk mereka, namun keterbatasan
fasilitas itu masih harus mereka hadapi. Untuk itu yayasan Mitra Netra melalui program Buku
Bicara ini berusaha untuk mewujudkan dan membantu tunanetra dalm program pemerintah
dalam pendidikan inklusif itu. Dengan program ini tunanetra dapat mengakses buku-buku
pelajaran sekolah sehingga dapat mereka baca dan pelajari layaknya teman-teman mereka yang
awas membaca buku yang sama.
Skripsi ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan program buku bicara ini agar
mengetahui nilai terhadap hasil pelaksanaannya, keberhasilan program dalam membantu
tunanetra. Serta hambatan-hambatan apa yang terdapat dalam pelaksanaan program.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian evaluasi dengan pendekatan kualitatif.
Teknik pengumpulan datanya adalah melalui interview, observasi, wawancara dan dokumentasi.
Kerangka teori yang digunakan adalah model evaluasi CIPP yang telah dikemukakan
oleh Daniel L Stufflebeum yang meliputi; evaluasi konteks, evaluasi input, evaluasi proses dan
evaluasi hasil. Dalam skripsi ini penulis memfokuskan pada evaluasi proses pelaksanaan
program buku bicara di yayasan Mitra Netra.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa hasil dari proses pelaksanaan program Buku Bicara
ini adalah sangat positif dan membantu klien dalam kebutuhan mereka. Program ini telah
memberikan pengaruh yang besar terhadap pendidikan mereka. Melalui program buku bicara ini,
tunanetra mampu mengakses semua buku-buku bacaan, buku-buku pelajaran dan tugas-tugas
sekolah yang disiapkan oleh sekolah-sekolah mereka untuk dapat mereka pelajari ulang di luar
jam belajar sehingga mereka mampu megikuti siklus belajar sesuai dengan jadwal. Dan dengan
peralihan teknologi dari analog menjadi digital menjadikan program ini semakin tidak memiliki
hambatan dalam pelaksanaannya.
Page 5
i
KATA PENGANTAR
بِِِِسْمِ الِله الَّر حْمَنِ الَّر حِيْمِ
Tiada kata yang lebih pantas penulis untaikan selain mengucapkan
Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur serta puja dan puji hanya kehadirat Allah
SWT. Tuhan yang telah menjadikan alam semesta beserta isinya dengan segala
kenikmatan yang tak pernah terhingga. Dan atas berkat rahmat, taufik dan hidayah-NYA
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam juga tekcurahkan
kepada Rasul alam, junjungan umat manusia, Nabi akhir zaman, Nabi besar Muhammad
SAW serta segenap keluarga, dan para sahabat beliau.
Penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Evaluasi Pelaksanaan
Program Buku Bicara (Talking Book) Di Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus Jakarta
Selatan “. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1)
pada Jurusan Kesejahteraan Sosial.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Dengan hati yang terbuka dan tulus
penulis akan menerima kritik, saran dan pendapat agar menjadi tambahan dan
pembelajaran untuk penulis kedepannya agar menjadi lebih baik lagi.
Tidak sedikit waktu yang dibutuhkan dan melalui berbagai macam rintangan dan
cobaan, namun berkat perjuangan yang disertai bantuan dari semua pihak yang terus
membantu dan selalu memberikan dorongan akhirnya semua rintangan itu dapat teratasi.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan, dorongan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini :
Page 6
ii
1. Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku Pembantu Dekan di Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi sekaligus ketua sidang Munaqasyah yang telah
memberikan penilaian dan arahan untuk penulis sehingga penulis berhasil lulus
dengan nilai skripsi amat baik.
2. Ibu Siti Napsiyah MSW selaku ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial dan sekaligus
Dosen pembimbing untuk skripsi ini, yakni yang telah sangat banyak
memberikan arahan, bimbingan dan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
3. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial
sekaligus Dosen pembimbing Praktikum, yang juga telah banyak membantu,
mendampingi dan memberi dukungan sehingga penulis dapat melewati semua
proses akademik dan sampai menyelesaikan study di Jurusan Kesejahteraan
Sosial.
4. Bapak Ismet Firdaus M.Si selaku penguji dalam sidang munaqasyah sekaligus
dosen yang telah banyak membimbing penulis dalam skripsi ini serta telah
memberikan penilaian dan arahan.
5. Dosen-dosen di Jurusan Kesejahteraan Sosial, Ibu Ellies, Ibu Nurhayati Nurbus,
Bapak Asep Usman Ismail, Ibu Lisma Dyawati Fuaida dan dosen-dosen lain
yang tidak dapat tertuliskan satu persatu yang telah memberikan penulis
segudang ilmu dan pengetahuan sehingga penulis mendapatkan pemahaman dan
pengamalan yang bermanfaat dan berguna.
Page 7
iii
6. Seluruh dosen yang telah memberikan dedikasi ilmunya selama penulis
menjalani masa perkuliahan di Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Pimpinan Staf Perpustakaan Utama, kepustakaan Fakultas Ilmu Dakwah Dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
fasilitas kepada penulis dalam masa study.
8. Pimpinan Yayasan Mitra Netra beserta seluruh Staf, khususnya Bapak Irwan,
Bapak Firdaus, Bapak Nur Ichsan, Mbak Endah, Mbak Indah, Mas Adi
Ariyanto, Ibu Rini, serta Senna Rusli dan Fajar yang telah banyak membantu,
mendukung, membimbing penulis dalam masa penelitian dan penulisan skripsi
ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya.
9. Yang terhormat dan tercinta kedua orang tua penulis, Almarhum Ayahanda Rusli
dan Ibunda Salamah semoga Allah SWT senantiasa menganugerahkan nikmat,
kemuliaan dan keselamatan dunia dan akhirat sebagai balasan atas cinta dan
kasih sayang yang tak terhingga serta pengorbanan tulus mereka untuk penulis
hingga akhir hayat. Amin.
10. Kakak-kakak dan adik tercinta; Almarhum Abanganda Jonimar, kakanda
Mairidhah Nur, kakanda Ernis Marliza, Uponda tersayang Mulyanti, kakanda
Safrizal, kakanda Farliyansyah, serta adinda Elsa Janerta. Terima kasih untuk
dukungan dan semangat kalian untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
11. Keluarga besar Umi H. Faridah, Bang Rais, Kak Siti, Fuad dan Mang Anjay
terima kasih untuk kasih sayang dan perhatiannya hingga saat ini. Sahabat-
Page 8
iv
sahabat yang menjadi tempat berbagi; Ambiya Dahlan, Ahmad Nur Sahri,
Hamzah, Frendy Suma, Kejo, Lani, Fahmi, Penyok, Ardi dan teman-teman kesos
angkatan 2005 lainnya yang tidak dapat tertulis satu persatu, terima kasih untuk
motivasi dan saran-sarannya.
12. Special untuk Muthmainnah sebagai pendamping dan penyemangat yang telah
memberikan banyak hal yang berarti, motivasi dan inspirasi. Selalu
mengingatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Terima kasih
untuk cinta dan kasih sayangnya yang tulus. You Are My Everything.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
terdapat kekurangan dan kelemahan baik dari segi isi, metodologi, maupun analisanya.
Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca akan disambut dengan segala kelapangan.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat sedikit memberikan
manfaat bagi semua. Amin Ya Rabbal Alamin..
Jakarta, 23 September 2011
Penulis
Page 9
v
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul
Lembar Persetujuan
Lembar Pengesahan
Abstrak
Kata Pengantar ................................................................................................ i
Daftar Isi .......................................................................................................... v
Daftar Tabel dan Gambar ............................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 8
E. Metodologi Penelitian ................................................................. 9
1. Pendekatan Penelitian ............................................................. 9
2. Jenis Penelitian ....................................................................... 12
3. Tehnik Pengumpulan Data ..................................................... 12
4. Sumber Data ........................................................................... 12
5. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................ 13
6. Tehnik Pemilihan Informan.................................................... 13
7. Tehnik Analisis Data .............................................................. 15
8. Tehnik Penulisan .................................................................... 15
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 16
Page 10
vi
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Evaluasi ....................................................................................... 18
1. Pengertian Evaluasi ................................................................ 18
2. Model Evaluasi ....................................................................... 20
3. Manfaat dan Kegunaan Evaluasi ............................................ 22
B. Program ....................................................................................... 23
a. Definisi Program..................................................................... 23
b. Tujuan Program ...................................................................... 24
C. Evaluasi Program ............................................................................ 24
D. Buku Bicara
a. Definisi Buku Bicara .............................................................. 25
b. Rangkuman Definisi ............................................................... 25
c. Sejarah Perkembangan Buku Bicara ...................................... 26
d. Perkembangan Buku Bicara di Dunia menurut Encyclopedia
e. Americana Volume ...................................................................... 28
E. Definisi Pendidikan Inklusif ....................................................... 30
a. Menurut Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman .................................. 31
b. Menurut Dyah. S .......................................................................... 31
F. Hakikat Tunanetra ....................................................................... 32
1. Pengertian Tunanetra .............................................................. 33
2. Klasifikasi Tunanetra .............................................................. 33
3. Karakteristik Tunanetra Kurang Lihat (low vision) ............... 35
Page 11
vii
BAB III YAYASAN MITRA NETRA
A. Latar Belakang ............................................................................ 36
B. Sejarah Singkat Perjalanan Mitra Netra Menuju Rumah Sendiri di
Gunung Balong-Lebak Bulus ..................................................... 37
C. Alamat Yayasan Mitra Netra ...................................................... 41
D. Tokoh-Tokoh Pendiri Yayasan Mitra Netra ............................... 41
E. Visi dan Misi Yayasan Mitra Netra ............................................ 47
F. Aspek Hukum dan Legalitas Yayasan Mitra Netra .................... 48
G. Prestasi ........................................................................................ 49
H. Produk-Produk Yayasan Mitra Netra ......................................... 49
I. Struktur Organisasi ..................................................................... 51
J. Program Layanan ........................................................................ 52
K. Sejarah Program Buku Bicara di Yayasan Mitra Netra ............. 59
L. Penggalangan Dana ..................................................................... 71
BAB IV HASIL EVALUASI
A. Evaluasi Pelaksanaan Program ................................................... 73
1. Fasilitas Program Buku Bicara ............................................... 77
2. Pelayanan Program Buku Bicara............................................ 85
B. Hambatan-Hambatan .................................................................. 90
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 94
B. Saran ............................................................................................ 95
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 99
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Page 12
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan hak bagi tiap warga negara dan sudah semestinya
pemerintah yang mengemban beban dan tanggung jawab nasional berkewajiban
menjunjung tinggi amanat konstitusional itu dalam upaya memenuhi hak dasar
setiap warga negara untuk memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas tanpa
adanya pengecualian dan bersifat merata. Sebagaimana yang telah tertuang dalam
UUD 1945 pasal 31 bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran”.
Sejauh ini pendidikan di Indonesia bisa dikatakan sudah berkembang sangat
baik, banyak lahir lembaga-lembaga pendidikan baik dari sektor swasta maupun
negeri. Semua itu menunjukkan bahwa bangsa ini merupakan bangsa yang
berwawasan pendidikan dan memandang pendidikan sebagai prioritas utama
untuk modal dasar pembentukan watak dan pengembangan diri serta memiliki
peran penting dalam pembangunan nasional.
Namun, yang masih menjadi persoalan adalah pendidikan yang semestinya
dapat diakses bagi seluruh warga negara ini belum merata. Masih ada sebagian
warga negara yang belum bisa berpartisipasi dalam dunia pendidikan, terutama
pendidikan formal. Dalam hal ini para penyandang cacat tunanetra misalnya. Saat
ini komunitas tunanetra masih belum bisa mengakses seluruh bidang pendidikan
formal secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena kurangnya dukungan dari
1
Page 13
2
masyarakat dan pihak-pihak terkait dalam upaya membantu dan mengantarkan
tunanetra untuk sampai kepada tujuan itu. Padahal pemerintah juga telah berupaya
secara konstitusi yaitu dengan membuat peraturan-peraturan khusus tentang
pendidikan yang ditujukan bagi para penyandang cacat. Seperti yang diterangkan
dalam Peraturan Pemerintah No.72 tahun 1991 bahwa “Pendidikan luar biasa
adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang
menyandang kelainan fisik atau mental agar mampu mengembangkan sikap,
pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam
sekitar sehingga dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau
mengikuti pendidikan lanjutan” .
Jelaslah bahwa siapa saja yang termasuk dalam data warga negara maka
secara hak mereka harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik dan adil
agar mereka dapat mengembangkan diri dan mengenyam pendidikan tersebut
tanpa adanya diskriminasi. Selain pemerintah, sektor-sektor pendidikan negeri
maupun swasta hendaknya lebih peka dalam merespon permasalahan ini dan
dapat memfokuskan program-programnya pada bidang pelayanan pendidikan
khususnya bagi para penyandang cacat ini.
Seperti yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.
4 tahun 1997 tentang penyandang cacat bahwa “ Pembangunan nasional bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia “
. Pembangunan nasional juga merupakan pengamalan Pancasila yang mencakup
Page 14
3
seluruh aspek kehidupan bangsa yang di selenggarakan bersama oleh masyarakat
dan pemerintah. Kegiatan masyarakat dan pemerintah saling menunjang, mengisi,
dan melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya pembangunan
nasional itu.
Kemudian dilanjutkan dalam Undang-Undang Pemerintah tahun 2004 tentang
Pendidikan Inklusif. Pendidikan Inklusif adalah program pendidikan yang
mengikutsertakan anak-anak yang memiliki kelainan fisik dalam pendidikan
formal dan dapat berbaur dengan anak-anak normal sebayanya di sekolah umum.
Pada akhirnya mereka menjadi bagian dari masyarakat sekolah tersebut. Sehingga
anak-anak berkebutuhan khusus ( cacat ) itu dapat belajar bersama-sama dalam
suasana belajar yang kondusif.
Program Pendidikan Inklusif untuk Disabilitas ini tentunya akan berjalan baik
jika saja semua pihak memberikan motivasi dan dukungan baik materi maupun
partisipasi langsung secara paralel dan konsisten. Selama ini, program pemerintah
ini bisa dikatakan belum maksimal karena masih banyak para penyandang cacat
yang belum mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi karena alasan tidak mendapatkan fasilitas belajar untuk dapat
mengikuti poros kegiatan belajar di sekolah-sekolah dalam pendidikan formal.
Secara teknis mereka memerlukan fasilitas belajar khusus agar dapat mengikuti
dan berkompetisi di kelas pendidikan formal. Tunenetra membutuhkan respon
dari orang-orang di sekitar mereka untuk membantu dan mendampingi mereka
dalam menghadapi masa depan baik secara individual maupun kelembagaan.
Page 15
4
Telah muncul sebuah lembaga yang merespon baik permasalahan tersebut,
lembaga itu adalah Yayasan Mitra Netra. Yayasan Mitra Netra hadir untuk
menjembatani tunanetra agar sampai pada tujuan Pendidikan Inklusif itu. Melalui
program-programnya yayasan ini terus menjalankan peran dan mengembangkan
diri dalam upaya mendampingi tunanetra untuk menghadapi persaingan global di
dunia pendidikan dan bahkan dunia kerja. Bisa dikatakan bahwa yayasan ini
merupakan pelopor dan teladan bagi lembaga-lembaga lain yang bergerak di
bidang layanana pendidikan bagi penyandang cacat tunanetra di negeri ini. Dan
tentunya semua itu juga berkat orng-orang yang berada didalamnya yang memiliki
semangat juang yang luar biasa, profesional dan mempunyai SDM yang baik.
Antara program dan para penggerak organisasi saling mengisi dan mendukung
dalam mempertahankan visi dan misi untuk keberhasilan yayasan dan
eksistensinya dalam membantu sahabat netra mengejar cita-cita hidup dan masa
depan mereka.
Menurut Prof. Sidarta Ilyas yakni salah seorang pendiri Yayasan Mitra Netra
yang berprofesi sebagai Dokter Mata dan juga merupakan seorang Guru Besar di
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Beliau mengaku sangat bangga pada
Mitra Netra, beliau mengatakan "Ibarat bola, saya selalu merasa Mitra Netra
menggelinding lebih cepat dari yang saya bayangkan" . Kata-kata ini senantiasa
disampaikannya saat beliau berbicara dengan masyarakat maupun ketika bertatap
muka dengan segenap jajaran personil di Mitra Netra1.
1 Data Yayasan Mitra Netra, update 2011. www.mitranetra.ac.id (Diakses pada: 13 Mei
2011, pukul: 13.15 WIB).
Page 16
5
Beliau melanjutkan, jauh sebelum Mitra Netra berdiri secara sendiri-sendiri
sejumlah kecil tunanetra di Indonesia telah berupaya menempuh pendidikan di
sekolah umum dan perguruan tinggi. Dari jumlah yang sedikit itu, sebagian kecil
di antaranya berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi2. Menurut Prof. Ilyas hal
ini biasanya terjadi karena tunanetra tersebut mendapatkan dukungan penuh dari
keluarga yang secara ekonomi mampu atau yang bersangkutan memiliki daya
juang yang luar biasa. Dan ini tidak akan terjadi tanpa adanya dukungan fasilitas
yang dibutuhkan agar mereka dapat menempuh jenjang pendidikan dasar,
menengah, bahkan hingga jenjang pendidikan tinggi” 3.
Tunanetra membutuhkan usaha dan biaya yang melebihi usaha dan biaya yang
dibutuhkan oleh mereka yang bukan tunanetra. Misalnya ketika mereka
memerlukan buku dan ternyata saat itu tidak ada lembaga yang menyediakannya,
maka tunanetra harus mengupayakan buku itu sendiri. Misalnya juga saat
mengerjakan ujian sekolah, tunanetra harus membutuhkan seseorang untuk
membantu membacakan soal serta menuliskan jawaban. Tidak selamanya dan
tidak semua tunanetra menginginkan hal itu terus menerus terjadi, mereka juga
memiliki potensi layaknya manusia normal lain. Potensi itu dapat mereka
kembangkan dan pada akhirnya tunanetra tidak lagi harus menggunakan jasa
orang lain. Untuk itu, apa yang dilakukan oleh Mitra Netra adalah upaya
memberdayakan tunanetra dalam mengatasi permasalan-permasalahan mereka.
2 Data Yayasan Mitra Netra, update 2011. www.mitranetra.ac.id (Diakses pada: 13 Mei
2011, pukul: 13.15 WIB). 3 Data Yayasan Mitra Netra, update 2011. www.mitranetra.ac.id (Diakses pada: 13 Mei
2011, pukul: 13.15 WIB).
Page 17
6
Prof. Sidarta Ilyas juga berpendapat bahwa orang-orang yang memiliki
gangguan penglihatan permanen, baik buta total maupun lemah penglihatan masih
dapat menjalani kehidupan yang berkualitas. Akan tetapi diperlukan bantuan
khusus pada mereka untuk membuat para tunanetra menjadi mandiri dan
berfungsi di masyarakat4.
Mengapa Mitra Netra? Karena penulis telah menjalani aktifitas akademisi
mata kuliah jurusan Kesejahteraan Sosial di yayasan ini semenjak dua semester
terakhir dalam kegiatan Praktikum I dan Praktikum II. Sejauh perkenalan dengan
yayasan ini, penulis melihat dan menyaksikan bahwa program-program yang
dilaksanakan oleh Mitra Netra sangat potentif dan tepat sasaran. Dengan program-
program itu Mitra Netra telah banyak mencetak tunanetra yang berkualitas yakni
yang mampu berkompetisi di dunia pendidikan formal dan bahkan dunia kerja.
Dari itu, penulis sangat tertarik untuk menggali lebih dalam tentang program-
program di Yayasan Mitra Netra ini dengan memilih salah satu programnya
sebagai objek penelitian. Salah satu programnya itu adalah “Buku Bicara (Talking
Book)” .
Mengapa Talking Book? Karena program ini merupakan salah satu dari
program lain yang ada sejak awal lahirnya Yayasan Mitra Netra. Penulis ingin
mengatahui lebih jauh tentang aktifitas program ini secara teknis pelaksanaan dan
keberhasilan yang telah dicapai oleh Mitra Netra melalui program tersebut sejak
lahirnya program itu hingga saat ini.
4 Data Yayasan Mitra Netra, update 2011. www.mitranetra.ac.id (Diakses pada: 13 Mei
2011, pukul: 13.15 WIB).
Page 18
7
Program Buku Bicara sangat berperan banyak dalam membantu dan
mendampingi tunanetra di Yayasan Mitra Netra khususnya dalam bidang
pendidikan. Untuk itu penulis tertarik untuk menggali lebih dalam tentang
program ini yaitu dalam proses pelaksanaan, konten dan produk program serta
hasil yang dicapai. Dengan menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul:
“ EVALUASI PROGRAM BUKU BICARA (TALKING BOOK) DI
YAYASAN MITA NETRA LEBAK BULUS, JAKARTA SELATAN “
B. BATASAN MASALAH DAN PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis
membatasi masalah untuk meneliti mengenai “Evaluasi Program Buku Bicara
(Talking Book) di Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus, Jakarta Selatan”.
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah diatas, maka penulis
merumuskan masalah pokok sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan Program Buku Bicara (Talking Book) di Yayasan
Mitra Netra lebak bulus, Jakarta Selatan dalam membantu tunanetra untuk
mencapai pendidikan inklusif?
2. Hambatan-hambatan apa yang ada dalam pelaksanaan Program Buku
Bicara (Talking Book) di Yayasan Mitra Netra lebak bulus, Jakarta
Selatan ini?
Page 19
8
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Menjelaskan pelaksanaan Program Buku Bicara (Talking Book) serta
sejauh mana perannya dalam upaya membantu sahabat tunanetra untuk
menuju pendidikan inklusif.
2. Menjelaskan evaluasi terhadap hambatan-hambatan yang ada dalam
pelaksanaan Program Buku Bicara (Talking Book) di Yayasan Mitra Netra
lebak bulus.
D. MANFAAT PENELITIAN
a. Manfaat Akademis dari penulisan Skripsi ini adalah :
1. Menambah wacana pengetahuan bagi pengembangan ilmu
kesejahteraan sosial khususnya mengenai pendampingan untuk
tunanetra dan wawasan baru bagi seluruh mahasiswa/mahasiswi yang
tertarik terhadap permasalahan tunanetra sebagai tambahan bahan
bacaan bagi yang berminat membahas program ini.
2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi Universitas khususnya
jurusan bahwasanya skripsi ini bisa menjadi salah satu studi kasus
dalam mata kuliah Perilaku Manusia dan Lingkungan Sosial, Analisis
Masalah sosial sehingga dapat memberikan sumbangan pengetahuan
bagi kompetensi pekerja sosial di bidang pelayanan sosial khususnya
bagi lembaga yang memiliki program yang sama.
Page 20
9
b. Manfaat Praktis dari penulisan Skripsi ini adalah :
1. Merupakan masukan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut,
khususnya penelitian terapan yang berkaitan dengan program Talking
Book bagi penyandang cacat netra.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengurus Yayasan Mitra Netra
dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan program-
programnya dalam membantu meningkatkan kesejahteraan serta
pengembangan potensi tunanetra terutama dalam bidang pendidikan.
E. METODOLOGI PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian adalah cara untuk mencapai suatu maksud,
sehubungan dengan upaya tertentu, maka metode menyangkut masalah
kerja, yaitu cara kerja untuk mendapatkan informasi atau fakta terhadap
suatu masalah yang dihadapi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Nawawi
pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau
proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan
suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari
sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai
dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi sewajarnya,
Page 21
10
utnuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh
akal sehat manusia5.
Sedangkan Bodgan dan mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Menurut Meleong, penelitian kualitatif mempunyai karakteristik yang
penting antara lain : berada pada latar alamiah (konteks dari suatu
keutuhan/ entry), memandang manusia (peneliti) sebagai alat atau
instrumen penelitian, analisa data bersifat induktif, dan menghendaki arah
bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data, lebih
mementingkan proses dari pada hasil6.
Penelitian ini mengambil bentuk Evaluasi Program yakni yang
merupakan proses penilaian terhadap program Talking Book untuk
mengetahui efektifitas pelaksanaan program dan hambatan-hambatan yang
terdapat di dalamnya melalui rangkaian informasi yang diperoleh
evaluator yang hendaknya membantu pengembangan, implementasi,
pertanggung jawaban, seleksi, menambah pengetahuan dan informasi.
Dalam penelitian untuk keilmuan Kesejahteraan Sosial dikenal sebuah
metode yaitu metode Context, Input, Process, Product ( CIPP ) yang
5 Nawawi Hadari. “Instrumen Penelitian Bidang Sosial “ (Yogyakarta : Gajah Mada
University Press, 1992). h. 209. 6 Meleong, Lexy J. “Metodologi Penelitian Kualitatif” (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2001). h. 3.
Page 22
11
merupakan salah satu metode evaluasi yang terdiri dari evaluasi
Konteks, Input, Proses, dan Produk. Model evaluasi ini dikembangkan
oleh Stufflebeam 1971Seperti pada tabel 1.1 berikut:
Tabel 1. Sampel Model Evaluasi CIPP
konteks Input proses produk
objektif Solusi strategi
Desian prosedur
implementasi Dihentikan
Dilanjutkan
Dimodifikasi
Program ulang
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan analisanya dalam tahapan-
tahapan yang dijalankan oleh program Talking Book. Yaitu analisa
pelaksanaan program, analisa apa-apa yang menjadi hambatan dan analisa
hasil program. Evaluasi program ini melihat pada kegiatan selama
implementasi, serta memberikan informasi sebagai alat untuk menilai
kesuksesan dan kegagalan terhadap program itu. Evaluasi Program ini
mengambil lokasi di Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus.
Alasan memilih lokasi ini sebagai penelitian adalah dimulai dari
ketertarikan penulis ketika melaksanakan kegiatan praktikum I dan II di
Yayasan Mitra Netra bahwa banyak anak-anak usia sekolah menengah dan
kuliah bahkan yang belum sekolah beraktifitas dengan program-program
di Yayasan Mitra Netra.
Page 23
12
2. Jenis Penelitian
Jenis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah evaluasi
program, yaitu sebuah bentuk penilaian dari data-data yang berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang atau pelaku yang dapat diamati.
Tujuannya adalah untuk membuat suatu gambaran sistematis, faktual dan
akurat tentang program yang diselidiki dalam penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data
yang akan dilaksanakan adalah melalui :
a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung dalam
pelaksanaan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di yayasan
tersebut.
b. Interview yang dilakukan untuk memperoleh data dari berbagai
narasumber. Pencarian data dengan metode ini juga penting karena
akan mendapat informasi lebih banyak dan lebih real.
c. Dokumentasi, yaitu menyelidiki benda-benda atau alat-alat yang
berada di lingkungan tempat dilaksanakan penelitian ini. Alat-alat
kantor, alat-alat perpustakaan, studio recording dll.
4. Sumber Data
a. Data Primer yaitu data-data yang diperoleh dari sumber utama (
Pimpinan atau yang mewakili, Kabid Perpustakaan, Staff
Page 24
13
Perpustakaan, Kabid Penelitian dan Pengembangan, dan beberapa
orang Klien pengguna Talking Book di Yayasan Mitra Netra ).
b. Data sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari literatur yang
berhubungan dengan tulisan ini seperti para pengamat dan tokoh-
tokoh sosial.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Yayasan Mitra Netra jl. Gunung Balong no. 21
Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Waktu penelitian selama 3 bulan yang
terhitung dari bulan Maret 2011 sampai bulan Mei 2011.
6. Teknik Pemilihan Informan
Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berupaya
memperoleh informasi tentang pelaksanaan program Talking Book dan
apa saja yang menjadi konten program tersebut maka dalam penelitian ini
menggunakan non probability sampling7. Dimana tidak setiap populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Tidak representatif, dan
peneliti tidak dibolehkan untuk membuat generalisasi hasil penelitian.
Dalam penelitian kualitatif tidak mempersoalkan besarnya sample, yang
penting adalah kelengkapan data dan sumber informasi sesuai tujuan
penelitian, dan sumber tersebut disebut informan.
Moleong mengemukakan bahwa informan adalah orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi
7 Alston, Margareth. & Bowles, Wendy. (1998). Research For Sosial Worker :
An Introduction to Methods. Canberra : Allen and Unwin Pty Ltd.
Page 25
14
latar penelitian8. Sementara Taylor dan Grinnel mengatakan bahwa
informan yang baik adalah mereka yang memahami latar penelitian,
terlibat secra aktif di dalamnya, bersedia membantu, dapat meluangkan
waktunya, dan memberikan tanggapan berdasarkan perspektif masing-
masing. Untuk lebih jelasnya Lihat tabel 2 berikut yang menyajikan
informasi & informan dalam penelitian :
Table 2. Informasi & Informan Penelitian
No Data Yang Dibutuhkan Informan Jumlah
1
2
3
Pelaksanaan Program
Buku Bicara (Talking
Book)
Evaluasi Hambatan
Program Buku Bicara
(Talking Book)
Evaluasi SDM dan
Fasilitas Program Buku
Bicara (Talking Book)
1. WaDir Mitra Netra
2. Kabid Perpustakaan
3. Klien
1. Staff Perpustakaan
2. Kabid Perpustakaan
3. Klien
1. Kabid Litbang
2. Kabid perpustakaan
3. Staff Perpustakaan
4. Klien
1
1
2
1
1
2
1
1
1
2
8 Meleong, Lexy J. “Metode Penelitian Kualitatif”. (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2001). h. 90.
Page 26
15
7. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif secara teoritis merupakan
proses penyusunan data untuk memudahkan penafsirannya. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian kualitatif biasanya berbentuk data
deskriptif, yaitu data yang berbentuk uraian yang memaparkan keadaan
obyek yang diteliti berdasarkan fakta-fakta aktual atau sesuai
kenyataannya sehingga menuntut penafsiran peneliti yang dinyatakan oleh
sasaran peneliti yang bersangkutan secara tertulis atau lisan dan perilaku
nyata.
Pengolahan data dilakukan berdasarkan pada setiap perolehan data dari
hasil observasi, wawancara dengan tiap-tiap informan dan studi
dokumentasi untuk direduksi, dideskripsikan, dianalisis, dan kemudian
ditafsirkan. Prosedur analisis terhadap masalah tersebut lebih difokuskan
pada upaya menggali fakta sebagaimana adanya, dengan teknik analisis
pendalaman kajian (verstehen). Untuk memberikan gambaran data tentang
hasil penelitian. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyajikan data
deskriptif mengenai pelaksanaan program Talking book yang difokuskan
pada evaluasi peran dan konten program Talking Book tersebut.
8. Teknik Penulisan
Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku
“pedoman penulisan karya ilmiah skripsi, tesis, dan disertasi”, yang
diterbitkan oleh UIN Jakarta Press Tahun 2007.
Page 27
16
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis menyusun
kedalam lima bab. Dimana setiap bab terdiri dari sub-sub bab tersendiri.
Agar pembaca dapat memahami uraian selanjutnya, maka penulis
mensistematisasikan pembahasan yang akan ditulis kedalam bab-bab
sebagai berikut :
BAB I. Pendahuluan, memuat : Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II. Tinjauan Teoritis, merupakan paparan dari berbagai
literature yang berhubungan dengan penelitian meliputi pembahasan
mengenai metode-metode belajar atau program-program sebagai alat bantu
bagi tunanetra di yayasan mitra netra pada umumnya dan Program Talking
Book khususnya.
BAB III. Gambaran umum lokasi penelitian, yakni menggambarkan
secara umum tentang Yayasan Mitra Netra: Sejarah singkat, visi dan misi,
program layanan, struktur organisasi dan Program Talking Book .
BAB IV. Hasil Penelitian, yakni sesuai dengan permasalahan dan
tujuan penelitian diuraikan tentang hasil penelitian dalam bentuk
deskriptif, termasuk data-data faktual dan studi dokumentasi dengan
menjelaskan pelaksanaan program Talking Book yang ada di Yayasan
Mitra Netra. Analisis hasil penelitian, yang merupakan analisa hasil
penelitian tentang proses pelaksanaan dan faktor-faktor lain dalam
Page 28
17
program talking book tersebut. Sebagai analisa adalah konsep-konsep dan
kerangka pemikiran yang ada di bab dua.
BAB V. Penutup yakni kesimpulan yang berisikan penilaian dari
hasil evaluasi pelaksanaan program sesuai dengan perumusan masalah dan
tujuan penelitian. Terakhir dikemukakan beberapa saran yang terkait
dengan permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan Program
Talking Book khususnya mengenai proses dan hasil dilapangan.
Page 29
18
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi
Menurut bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris "Evaluation",
yang berarti penilaian/penaksiran. Dan menurut pengertian istilah, evaluasi
merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu
objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan
tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.9
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Evaluasi diartikan dengan
penilaian.10
Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan yang
bertujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu program. Dengan
demikian, penelitian evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat
efektifitas pelaksanaan program dengan cara mengukur hal-hal yang
berkaitan dengan keterlaksanaan program tersebut.11
Pius A. Partanto dan Al-Barry dalam kamus ilmiah popular
mengartikan bahwa evaluasi secara etimologi adalah panaksiran, penilaian,
perkiraan keadaan dan penentu nilai.12
Sedangkan menurut terminology
9 M. Chatib Toha, “Teknik Evaluasi Pendidikan”, (Jakarta : Rajawali Press,1991), Cet
Ke- 1, h.1. 10
Tim Penyusun, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Edisi ke-2, (Jakarta: Balai Pustaka,
1995), Cet Ke-4. 11
Suharsimi Arikunto, “Penilaian Program Pendidikan”, (Jakarta : PT Bina Aksara,
1998), Cet.Ke-l, h. 8. 12
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry. “Kamus Ilmiah Populer”, (Surabaya:
Arloka.l994). h. l63.
18
Page 30
19
pengertian Evaluasi menurut Casley dan Kumar adalah suatu penilaian
berkala terhadap relevansi, kinerja, efesiensi dan dampak suatu proyek
dikaitkan dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, sementara Fink dan
Kocekoff memberikan defmisi evaluasi adalah merupakan serangkaian
prosedur untuk menilai mutu sebuah program.13
Tetapi pada dasarnya
evaluasi dibutuhkan dalam setiap program untuk mengetahui keberhasilan
dan kemajuannya serta sasaran apakah yang sudah tercapai atau belum dan
hasilnya nanti diperbaiki menjadi lebih baik pada program selanjutnya.
Kemudian Stufflebeam juga membedakan Proaktictive Evaluation
untuk melayani pemegang keputusan, dan Retroactive Evaluation untuk
keperluan pertanggung jawaban. Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi,
yaitu fungsi formatif, yaitu evaluasi yang dipakai untuk perbaikan dan
pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk
dan sebagainya). Fungsi Sumatif, yaitu Evaluasi dipakai untuk
pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi
hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu
program perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi,
menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.14
Dengan demikian dapat disimpulkan evaluasi program merupakan
proses pemeriksaan dan penilaian sebuah program untuk mengetahui
efektifitas masing-masing komponennya melalui rangkaian informasi yang
diperoleh evaluator yang hendaknya membantu pengembangan,
13
Fredy S. nggao, “Evaluasi Program” (Jakarta, Nyansa Mandiri; 2003), h. 15. 14
Frida Yusuf Tayibnasib, “Evaluasi Program” (Jakarta: Rineka Cipta), h. 4.
Page 31
20
implementasi, kebutuhan suatu program perbaikan program,
pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan
informasi.
2. Model Evaluasi Program
Ada berbagai macam model-model evaluasi program, model-model
tersebut merupakan alternatif-alternatif yang dipilih oleh evaluator sesuai
dengan masalah dan tujuan evaluasi, salah satu diantaranya yaitu model
evaluasi seperti yang dikemukakan oleh Pietrzak, Ramler, Renner, Ford
dan Gilbert guna mengawasi suatu program secara lebih seksama yaitu :
evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi hasil.15
Dengan pengertian
dibawah ini:
a. Evaluasi Input
Evaluasi ini dilakukan pada berbagai unsur yang masuk dalam
pelaksanaan suatu program. Setidaknya ada tiga variabel utama yang
terkait dengan evaluasi input ini yaitu : klien, staf dan program.
b. Evaluasi Proses
Evaluasi proses menurut Pietrzek (1990) memfokuskan diri pada
aktifitas program yang melibatkan interaksi langsung antara klien dengan
staf terdepan (line staff) yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan
(objektif) program.
c. Evaluasi Hasil
15
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis) Edisi Revisi, (Jakarta: Lembaga
Penerbit FEUI, 2003), h. 189.
Page 32
21
Evaluasi hasil menurut Piertzek, diarahkan pada evaluasi keseluruhan
dampak (overall impact) dari suatu program terhadap penerimaan layanan
(recipient).16
Berdasarkan penjelasan tersebut dalam konteks ini penulis akan
menggunakan pendekatan model evaluasi CIPP yang telah dikemukakan
oleh Daniel L. Stufflebeam yaitu berupa evaluasi konteks, evaluasi input,
evaluasi proses dan evaluasi hasil. Dalam hal ini penulis akan
memfokuskan penjelasan pada evaluasi pelaksanaan / proses. Berikut
penjelasannya.
Evaluasi proses memfokuskan diri pada penilaian dinamika internal
dan pengoperasian program. Dalam evaluasi ini yang dinilai adalah
perjalanan operasi lembaga dan kualitas layanan yang diberikan. Aktivitas
program yang dinilai mencakup interaksi langsung antara klien dengan staf
terdepan (line staff) dan yang terkait langsung dengan pencapaian tujuan
progam. Evaluasi proses berupaya menganalisa dan menilai keseluruhan
proses berdasarkan kriteria yang relevan seperti: standar praktek terbaik
(best practice standard), kebijakan lembaga, tujuan proses (proses goals)
dan kepuasan klien.
Beberapa pertanyaan yang ada dalam evaluasi proses yang
dikemukakan oleh Prof. Dr. Suharsini Arikunto dalam bukunya “evaluasi
program pendidikan” diantaranya adalah17
:
a. Apakah pelaksanaan program tersebut sudah sesuai dengan jadwal ?
16
Ibid, h,189. 17
Suharsimi Arikunto, “Evaluasi Program Pendidikan”, (Jakarta : PT Bumi Aksara,
2008), h. 47.
Page 33
22
b. Apakah staff yang terlibat didalam pelaksanaan program sanggup
menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan
jika program itu dilanjutkan?
c. Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara
maksimal?
d. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan
program dan kemungkinan jika program itu dilanjutkan?
3. Manfaat dan kegunaan Evaluasi
Feurstein menyatakan ada 10 manfaat dan keguanaan evaluasi yaitu :
a. Pencapaian, guna apa yang sudah dicapai
b. Mengukur kemajuan, Melihat kemajuan dikaitkan dengan objek
program
c. Meningkatkan pemantauan. Agar tercapai manajemen yang lebih baik
d. Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan. Agar dapat memperkuat
program itu sendiri.
e. Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif. Guna melihat
perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapakan suatu program.
f. Biaya dan manfaat (cost benefit) melihat apakah biaya yang
dikeluarkan cukup masuk akal (reasonable).
g. Mengumpulkan informasi. Guna merencanakan dan mengelola
kegiatan program secara lebih baik.
Page 34
23
h. Berbagi pengalaman. Guna melindungi pihak lain terjebak
dalam kesalahan yang sama, atau untuk mengajak seseorang
untuk ikut melaksanakan metode yang serupa bila metode yang
dijalankan telah berhasil dengan baik.
i. Meningkatkan keefektifan. Agar dapat memberikan dampak yang lebih
luas.
j. Memungkinkan terciptanya perencanaan yang lebih baik. Karena
memeberikan kesempatan untuk mendapatkan masukan dari
masyarakat, komunitas fungsional dan koraunitas lokal.
B. Program
1. Pengertian Program
Program adalah sederetan rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok organisasi, lembaga, bahkan
Negara. Menurut Suharsimi Arikunto program adalah sederetan rencana
kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai satu tujuan tertentu.18
2. Tujuan Program
Tujuan program merupakan suatu yang pokok dan harus dijadikan
pusat perhatian. Jika suatu program tidak memiliki tujuan yang
bermanfaat, maka program itu tidak perlu dilaksanakan, karena tujuan
menentukan apa yang akan diraih oleh suatu program.
Tujuan program dibagi menjadi dua yaitu:
1. Tujuan Umum
18
Suharsimi Arikunto, “Penilaian Program Pendidikan”, (Yogyakarta: Bina Aksara,
1998). h. 1
Page 35
24
2. Tujuan Khusus
Tujuan umum biasanya menunjukkan Output dari program jangka
panjang. Sedangkan tujuan khusus Outputnya untuk jangka pendek.19
C. Evaluasi Program
Agar mengetahui sejauh mana hasil yang telah dicapai oleh suatu program,
maka harus melakukan Evaluasi, Evaluasi merupakan satu kegiatan untuk
mengukur dan menilai sebuah hasil dari suatu program atau kegiatan.20
D. Buku Bicara
a. Definisi Buku Bicara (Talking Book)
Berdasarkan buku modul yang berjudul Apa dan Siapa Yayasan
Mitra Netra tahun 1999 halaman 1. Buku bicara (talking book} adalah
buku dalam bentuk kaset (disebut analog talking book) atau dalam bentuk
compact disc/CD (disebut dengan istilah digital talking book). Menurut
Kamus Pendidikan karya Dra. Lenny Fanggidaesij halaman 195. “Talking
book adalah sebuah buku yang dibaca dengan suara keras pada audio-tape
untuk digunakan oleh orang-orang buta”21
.
Menurut Benet’s Readers dalam Encyclopedia of America
Literature, definisi asli dari talking book/buku bicara adalah "The books
recorded for the use of the blind artinya buku yang direkam untuk
dipergunakan oleh orang-orang buta.
19
Ibid, h. 35 20
Wayan Nurkacana, “Evaluasi Pendidikan” (Surabaya: Usaha Nasional, 1976), h. 85. 21
Kamus Pendidikan Karya Dra. Lenny Fanggidaesij. h. 195.
Page 36
25
Definisi Talking Book menurut kamus Word Reference.Com adalah :
“Talking book are sound recording of someone reading a book, frequently
used by blind people”, artinya rekaman suara dari seorang pembaca buku
yang sering dipergunakan oleh orang tunanetra.
b. Rangkuman Definisi Buku Bicara
Dari definisi diatas maka dapat diambi kesimpulan:
1. Buku yang direkam ke dalam pita analog kaset atau dalam bentuk
Compact Disc (CD)
2. Memiliki dua macam bentuk, yaitu kaset atau Compact Disc (CD)
3. Dibacakan oleh satu orang pembaca naskah (tunggal) atau lebih dari
satu orang.
4. Penggunaan buku bicara ditujukan untuk orang-orang tunanetra.
c. Sejarah Perkembangan Buku Bicara menurut Jenifer Lindsey dalam
Artikelnya yang Berjudul Talking Book.
Konsep buku bicara telah dikenal pada 5000 tahun yang lalu dengan
cara yang masih tradisional yaitu dengan membacakan cerita dan puisi
dengan lisan secara langsung kepada para penyimak atau penonton.
Namun, ketika teknologi telali berkembang dan telah diciptakan mesin alat
perekam suara maka lahirlah audio Talking Book.
Kongres membuat sebuah sebuah program buku bicara, yang diberi
nama Proyek Buku untuk Orang-orang Tunanetra Dewasa pada tahun
1931. Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi tunanetra dewasa.
Page 37
26
Pada tahun 1932, buku bicara yang pertama dibuat oleh Organisasi
Tunanetra Amerika dan Organisasi Pengembangan Mesin Radio untuk
membuat alat pemutar kaset, pada tahun 1933 telah dapat memproduksi
mesin pemutar kaset. Pada tahun 1934, kongres membuktikannya dengan
pengiriman buku bicara melalui pos untuk warga Negara yang
membutuhkan tanpa dipungut biaya. Dan ketika tahun 1935 program buku
bicara telah sepenuhnya berjalan.
Tujuan dasar dari program ini adalah untuk melayani orang
tunanetra yang dewasa. Namun, pada tahun 1952 program ini telah dapat
melayani kebutuhan anak-anak, tahun 1966 program ini terus
dikembangkan hingga meliputi individu yang memiliki keterbatasan atau
ketidak mampuan dalam membaca buku.
Jaringan organisasi NLS (National Library Service untuk Tunanetra
dan Cacat Fisik), telah mengedarkan lebih dari 21 juta kopi, buku Braile,
dan majalah untuk 761.300 pembaca di tahun 1992. Kaset-kaset ini
dikirim kepada masyarakat yang membutuhkan melalui jaringan
perpustakaan lokal dan daerah.
Kaset audio menjadi sangat pupuler pada akhir tahun 1960, ketika
kaset masuk ke pasaran. Pertama, yang ada di pasaran kebanyakan adalah
kaset yang memberikan instruksi atau petunjuk, membantu untuk
mempelajari bahasa asing, kemudian muncul kaset panduan. Pada tahun
1970-an, sebuah perusahaan yang bernama Book on Tape membuat buku
audio lebih populer lagi dengan membuat rental buku audio untu
Page 38
27
masyarakat. Dan perusahaan memberikan layanan peminjaman melalui
internet. Perusahaan Book on Tape mengembangkan pelayanannya dengan
adanya bagian pelayanan.
Dukungan dan kontribusi untuk mempopulerkan buku bicara
dilakukan oleh radio. Radio umum milik masyarakat membuat sebuah
program yang mendorong pendengar untuk dapat terbiasa inendengar kata-
kata.
Pada akhir tahun 1970 ketika buku bicara sangat populer, beberapa
perusahaan memulai untuk berbisnis audio book. Perusahaan yang pertama
kali memulai bisnis ini adalah Recorded Books berdiri pada tahun 1979
dan Olivers Audio Books pada 1980, sampai dengan tahun 1990 bisnis
buku bicara terus berkembang pesat. Ketika, tahun 1991 dibuat sebuah
festival penghargaan untuk buku bicara terbaik, seperti layaknya sebuah
Academy Award. Di tahun 1997 masyarakat Amerika membuat sebuah
Klub pengguna buku bicara. Yang beranggotakan tidak hanya orang buta,
tetapi orang normal pun ikut serta.
d. Perkembangan Buku Bicara di Dunia menurut Encyclopedia
Americana Volume 4
Sejak pertama kali kehadiran Braile, penggunaanya sudah tersebar
luas. Pada tahun 1868, perpustakaan Umum di Boston yang pertama kali
memiliki koleksi Braile dan membuat sebuah unit lembaga untuk anggota
pembaca perpustakaan runantera dengan koleksi 8 buah buku timbul
(Braile). Selama perang dunia I, Palang Merah Dunia memulai
Page 39
28
mentranslitkan atau memindahkan buku orang normal kedalam buku
Braile, sehingga permintaan terhadap pemesanan braile meningkat pesat.
Pada tahun 1931, kebijakan Pratt-Smoot mengesahkan bahwa pemerintah
memberikan wewenang kepada perpustakaan umum untuk memberikan
pelayanan kepada tunanetra dibawah pengarahan dewan perpustakaan
untuk tunanetra.
Pertama kali progran ini masih terbatas hanya pada buku Braile.
Namun, pada tahun 1934 program ini semakin luas hingga produksi buku
bicara (talking book). Buku bicara merekarn buku-buku dan majalah-
majalah, nembaca naskah dibacakan oleh aktor profesional yang
diproduseri atau didanai oleh Yayasan untuk orang-orang tunanetra dan
Percetakan Buku Braile Amerika. Buku bicara didistribusikan ke
perpustakaan daerah tanpa dikenai biaya pengiriman. Di tahun 1966
program perpustakaan ini terus dikembangkan sampai menawarkan
program-program seperti buku dan kamus untuk direkam kedalam kaset,
musik Braile dan kursus membaca tuhsan Braile yang ditujukan untuk para
sukarelawan. Dewan Perpustakaan untuk Tunanetra merevisi persyaratan
dalam kemudahan penggunaan buku bicara dapat dmikmati oleh para
tunanetra dan orang-orang penyandang cacat lainnya. Beberapa
sukarelawan membantu dalam perekaman buku-buku teks berdasarkan
permintaan. Organisasi yang sangat aktif dalam membuat perekaman kaset
untuk tenanetra telah memiliki cabang di 16 kota di Amerika. Beberapa
organisasi tersebut adalah Yayasan John Milton, Perkumpulan Al Kitab
Page 40
29
Amerika, dan beberapa organisasi khusus buku-buku Braille dibidang
Agama. Semuanya adalah organisasi yang aktif membuat buku bicara.
Program buku bicara di Inggris telah dikenal pada tahun 1935
bersamaan dengan rekaman dalam bentuk Compact Disc (CD), yang
dalam bentuk kaset lalu dipindahkan kedalam bentuk CD. Buku bicara
telah dikenal di seluruh Eropa dan Kanada, Australia, New Zealand,
Afrika Utara, India, Sri Langka, Jepang, dan Amerika Latin.
Dewan Braille Dunia memiliki peranan yang sangat penting dalam
mendorong upaya pengembangan Braille di tiap-tiap daerah dan
penyebaran bahan buku Braile dalam bermacam-macam bahasa.
Penyeragaman kode untuk Braille bahasa Spanyol telah dilakukan pada
tahun 1951. Kemudian konfrensi untuk membahas penyelenggaraan
produksi pembuatan Braille dan buku bicara Spanyol diselenggarakan di
Buenos Aires pada tahun 1996.
Perkembangan digital talking book diseluruh dunia terus maju pesat,
selling dengan kebutuhan yang bertambah banyak. Maka disetiap Negara
memiliki sistem dan alat digital talking book yang berbeda-beda. Oleh
karena untuk keseragaman dan kemudahan bagi pengguna di seluruh dunia
maka perpustakaan buku bicara diseluruh dunia membuat sebuah
kesreragaman dengan membentuk sebuah konsorsium yang diberi nama
Digital Audio Information System atau DAISY pada tahun 1994 di
Swedia. DAISY juga membuat Play back atau alat untuk memutar
Compact Disc.
Page 41
30
E. Definisi Pendidikan Inklusif
Pendidikan Inklusif yaitu pendidikan yang dilaksanakan di sekolah /
kelas reguler dengan melibatkan seluruh peserta didik tanpa kecuali,
meliputi : anak yang memiliki perbedaan bahasa, beresiko putus sekolah
karena sakit, kekurangan gizi, tidak berprestasi, anak yang berbeda agama,
penyandang HIV/ AIDS, dan sebagainya. Mereka dididik dan diberikan
layanan pendidikan yang sesuai dengan cara yang ramah dan penuh kasih
sayang tanpa diskriminasi22
.
a. Menurut Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman
Pendidikan Inklusif adalah penggabungan pendidikan regular dan
pendidikan khusus ke dalam satu sistem persekolahan yang
dipersatukan untuk mempertemukan perbedaan kebutuhan semua
siswa. Pendidikan inklusif bukan sekedar metode atau pendekatan
pendidikan melainkan suatu bentuk implementasi filosofi yang
mengakui kebhinnekaan antar manusia yang mengemban misi
tunggal nuntuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik
dalam rangka meningkatkan kualitas pengabdian kepada Tuhan
Yang Maha Esa23
.
22
Written by Dedekusn. “Pentingnya Pendidikan Inklusif”. Last Updated on Monday, 1
February 2010 06:14 pm . 23
Written by Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman. “Anak Berkebutuhan Khusus”. Sunday,
February 8th, 2009 at 07:37 pm.
Page 42
31
b. Menurut Dyah. S
Pendidikan Inklusif pada hakikatnya adalah bagaimana memahami
segala kesulitan pendidikan yang dihadapi oleh peserta didik.
Peserta didik berkelainan misalnya, mereka mendapatkan kesulitan
untuk mengikuti beberapa kurikulum yang ada, atau tidak mampu
mengakses cara baca tulis secara normal, atau kesulitan mengakses
lokasi sekolah dan sebagainya24
.
F. Hakikat Tunanetra
Dari segi bahasa tunanetra dari kata tuna dan netra. Tuna berarti
rusak, luka, kurang. atau tidak memiliki, sedangkan netra berarti mata. Maka
tunanetra adalah orang yang rusak atau luka matanya sehingga tidak dapat
atau kurang dalam penglihatannya. Tunantera ada 2 macam yaitu buta total
dan buta sebagian (low vision).
Secara sederhana tunanetra dapat diartikan sebagai penglihatan tidak
normal. Ada 2 pendekatan yang umumnya dipakai untuk mengartikan
tunanetra, yaitu tunanetra secara legal (kedokteran) dan arti tunanetra sudut
pandang pendidikan.
Menurut American Foundation for the Blind, seperti dikutip oleh
Norris G. Harring, tunanetra secara “legal” adalah mereka yang memiliki
ketajaman penglihatan sentral 20/200 kaki atau lebih kecil (lebih buruk) atau
mereka yang luas pandangannya demikian sempit sehingga tidak lebih dari 20
24
Dyah. S. “Pengkajian Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Pada
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”. H. 4.
Page 43
32
derajat (Legally blind people have cebtral visual acuity of 20/200 feet, or have
periherd vision is 20 degress or less in the better eyes).
1. Pengertian Tunanetra
Menurut Kirk seperti dikutip oleh Mulyono Abdurrahman dan
Soedjadi, arti tunanetra secara pendidikan adalah mereka yang
penglihatannya tidak sempurna, cacat atau rusak sehingga ia tidak dapat
dididik dengan metode-metode yang menggunakan penglihatan (awas)
sehingga memerlukan metode khusus dalam pengajaran.
Dilihat dari segi pendidikan siswa yang mengalami kesulitan dalam
mengjkuti pendidikan yang dirancang untuk siswa awas. Sehingga mereka
memerlukan metode khusus dalam pengajaran, misalnya: dalam proses
pembelajaran mereka memerlukan pendekatan-pendekatan dan alat bantu
secara khusus, misalnya: alat tulis Braille.
Sedangkan arti tunanetra secara pendidikan menurut Surai dan Rizzo
seperti dikutip oleh Frieda Mangunsong membagi tunanetra menjadi 2
(dua) kelompok, mencakup siswa tuanetra yang tergolong buta akademis
dan siswa tunanetra yang melihat sebagian. Maksudnya buta akdemis
adalah buta secara keseluruhan tidak dapat melihat sedikit pun.
2. Klasifikasi Tunanetra
Tunanetra terbagi menjadi dua yaitu buta total yaitu mereka yang
sama sekali tidak berfimgsi indera penglihatannya karena sudah rusak sulit
untuk disembuhkan dan yang kedua adalah law vision yaitu mereka yang
masih memiliki sisa penglihatan sampai batas-batas tertentu.
Page 44
33
Menurut Soekini Pradopo secara garis besar membagi menjadi dua
yaitu:
Ditinjau dari waktu terjadinya kecacatan dapat digolongkan atas.
1) Penderita tunanetra sebelum dan sesudah lahir, yaitu mereka yang
sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan
2) Pendidikan tunanetra sesudah lahir atau pada usia kecil, yang
sudah memiliki kesan-kesan dan pengalaman visual, tetapi kuat
dan mudah terlupakan.
3) Penderita tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja;
kesan-kesan pengalaman visual meninggalkan pengaruh yang
mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
4) Penderita tunanetra pada usia dewasa, yaitu dengan segala
kesadaran masih mampu melakukan latihan-latihan penyesuain
diri.
5) Penderita tuanetra dalam usia lanjut, yang sebagian besar sudah
sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
Klasifikasi tunanetra berdasarkan kemampuan daya lihat.
a) Penderita Tunanetra Ringan (Defective Vision/Low Vision)
Yaitu mereka yang mempunyai kelainan atau kekurangan daya
penglihatan seperti rabun, juuling, myopia ringan dan masih
mampu mengikuti program pendidikan biasa dan masih mampu
berjalan sendiri tanpa tongkat atau melakukan pekerjaan yang
Page 45
34
memerlukan penglihatan seperti membaca, bermain badminton,
mengetik, dll.
b) Tunanetra Setengah Berat (Partially Sighted)
Yaitu mereka yang kehilangan sebaaian daya penglihatan. Hanya
dengan menggunakan kaca mata pembesar mereka masih bisa
mengikuti program pendidikan atau masih bisa mengikuti program
pendidikan atau masih mampu membaca tulisan yang berhuruf
tebal. Masih bisa melihat muka orang yang diajak bicara namun
kurang jelas dan masih bisa melihat benda-benda besar dihadapan
tapi tidak jelas seperti kusi, pintu, tembok,dIl
c) Tunanetra Berat (Totally Blind)
Yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat (gelap sama
sekali) yang oleh masyrakat disebut buta.
3. Karakteristik Tunanetra Kurang Lihat (Low Vision)
Low Vision termasuk kedalam klasifikasi tunanetra yang ringan,
maka kemungkinan dapat disembuhkan. Pada anggota perpustakaan
Yayasan Mitra Netra banyak ditemui tunanetra yang mengalami low
vision, karena itu perlu diketahui karateristiknya, adalah sebagai berikut:
a. Menanggapi rangsang cahaya yang daring padanya.
Bila ada benda yang terkena sinar cahaya, tunanetra kurang lihat
bereaksi atau merespon benda tersebut dengan cara mencari benda
Page 46
35
yang terkena sinar matahari dan tidak akan berhenti mencari bila
belum dapat melihataya
b. Selalu mencoba mengadakan fixation terhadap suatu benda.
memfokuskan terhadap ritik benda, yaitu dengan cara mengerutkan
dahi dengan tujuan melihat benda yang ada disekitarnya.
c. Merespon warna
Tunaneta kurang lihat selalu berusaha memberi komentar pada warna
benda yang dilihatnya, terutama warna-warna mencolok.
d. Bergerak dengan penuh percaya diri.
Karena tunanetra kurang lihat masih dapat melihat siluet-siluet benda
didepannya.
e. Dapat menghindari rintangan-rintangan yang berukuran besar. Dengan
sisa penglihatan yang dimilkinya maka rintangan-rintangan yang
berukuran besar masih dapar dihindarinya.
f. Mampu mengikuti gerak benda dengan sisa penglihatannya.
g. Selalu melihat benda dengan menyeluruh. Keterbatasannya dalam
melihat menyebabkan tunanetra kurang lihat tidak jeli melihat benda
secara detail atau rinci.
Page 47
36
BAB III
YAYASAN MITRA NETRA
A. Latar Belakang
Yayasan Mitra Netra merupakan satu-satunya lembaga swasta yang
menjadi pelopor dalam program pelayanan terhadap tunanetra. Banyak
prestasi yang telah dicapai dan menghasilkan produk-produk yang inovatif.
Yayasan ini lahir di latarbelakangi oleh fenomena minimnya kepedulian
masyarakat terhadap eksistensi dan fungsi tunanetra dalam dunia pendidikan
dan bahkan dunia kerja. Mitra Netra membangun sebuah model-model
pelayanan yang sangat tepat untuk mendampingi tunanetra yaitu dengan
program-programnya.
Yayasan Mitra Netra ini adalah organisasi nirlaba yang memusatkan
programnya pada upaya meningkatkan kualitas dan partisipasi tunanetra di
bidang pendidikan dan lapangan kerja. Mitra Netra Didirikan di Jakarta
tanggal 14 Mei 1991, dan berstatus sebagai badan hukum dengan terdaftar
pada Tambahan Berita Negara tanggal 14/12 tahun 2001 nomor 100. Yayasan
ini didirikan oleh beberapa orang tunanetra yang berhasil menyelesaikan
studinya di perguruan tinggi bersama-sama dengan sahabat-sahabat mereka
yang bukan tunanetra. Mitra Netra juga diartikan kerja sama antara tunanetra
dengan mereka yang bukan tunanetra. Hal ini tercermin dalam struktur
organisasi Yayasan ini yaitu hampir di setiap organ organisasi senantiasa
terdiri dari unsur tunanetra dan mereka yang bukan tunanetra. Mitra Netra
36
Page 48
37
berprinsip bahwa yang paling memahami masalah dan kebutuhan para
tunanetra adalah tunanetra itu sendiri. Akan tetapi untuk mengatasi masalah
serta memenuhi kebutuhan tersebut tunanetra tidak dapat melakukannya
sendirian, tunanetra harus bermitra dengan mereka yang tidak tunanetra25
.
Semangat kemitraan ini tidak hanya di dalam institusi Mitra Netra saja,
tetapi juga diaktualisasikan pada kiprah Yayasan ini di masyarakat. Dalam
menyelenggarakan dan mengembangkan layanan untuk tunanetra, Mitra Netra
senantiasa bekerja sama dengan lembaga atau organisasi lain baik pemerintah
maupun swasta, dengan maksud untuk membangun sinergi26
.
B. Sejarah Singkat Perjalanan Mitra Netra Menuju Rumah Sendiri di
Gunung Balong Lebak Bulus
Mitra Netra beroperasi d Gunung Balong pada tahun 2002 yaitu
setelah Yayasan ini berumur 11 tahun. Sebelumnya, lembaga yang secara
konsisten melayani para tunanetra di negeri ini masih harus berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain. Saat awal didirikan, Mitra Netra menempati
ruangan berukuran3 x 3 m yang berada di sebuah perusahaan penerbit buku
(Jambatan) yang terletak di jalan Keramat. Ibu Roswita Singgih yang
merupakan salah seorang pengurus kala itu adalah pemilik perusahaan
tersebut, beliau yang bersedia meminjamkannya kepada Mitra Netra. Hanya
kurang lebih dua tahun berada di sana, Mitra Netra harus pindah karena
ruangan itu harus direnovasi dan dimanfaatkan oleh sang pemilik. Dari
25 Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
WIB). 26
Data update 2011 www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
WIB).
Page 49
38
Keramat, Mitra Netra kemudian melanjutkan perjalanan hidupnya ke Lenteng
Agung, meminjam sebuah rumah yang sedang dalam proses dijual. Tentu ini
bukan situasi yang menenangkan hati, sama seperti sebelumnya, karena
Yayasan ini harus siap setiap saat meninggalkan rumah tersebut tatkala sang
pemilik baru akan menghuni rumah itu.
Hanya kurang lebih satu tahun bermukim di Lenteng Agung, Yayasan
ini mendapatkan pinjaman tempat di salah satu ruangan milik Yayasan
Pamentas di kawasan Lebak Bulus Jakarta Selatan. Hal ini terjadi karena
prestasi Mitra Netra dalam memproduksi bahan-bahan konferensi Disable
People International (DPI) dalam huruf Braille untuk peserta tunanetra, yang
kala itu diselenggarakan di Jakarta. Atas prestasi ini, ketua panitia konferensi
yang juga ketua Yayasan Pamentas mengijinkan Mitra Netra menempati salah
satu ruangan berukuran 7 x 5 di lingkungan Yayasan ini. Pada periode inilah
kegiatan Mitra Netra mulai tumbuh dan berkembang. Produksi buku bicara
mulai dilengkapi dengan studio rekaman kedap suara, meski dalam bentuk
yang sederhana. Tidak hanya itu, buku Braille pun mulai diproduksi karena
telah memiliki mesin Braille embosser meski masih dalam skala yang kecil
yaitu 40 karakter per detik dan hanya mampu mencetak satu sisi (single sided
printing).
Karena makin banyaknya kegiatan serta penyebaran tunanetra yang
dilayani yaitu hampir di lima penjuru Jakarta, menempati satu ruangan di
Yayasan Pamentas saja tidak cukup. Pak Sidarta Ilyas, yang berprofesi sebagai
dokter kemudian mengupayakan penambahan fasilitas ruangan kantor.
Page 50
39
Melalui pertemanan dengan DR. Sujudi yang kala itu menjabat sebagai
Menteri Kesehatan RI, Mitra Netra kemudian mendapatkan pinjaman ruangan
di Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan yang berada di
jalan Percetakan Negara Jakarta Pusat. Ruangan berukuran 35 meter persegi
ini kemudian dimanfaatkan untuk kantor sekretariat dan layanan pendidikan
bagi siswa tunanetra untuk wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur dan Jakarta
Utara.
Dari sisi manajemen, organisasi sudah memiliki dua kantor secara
terpisah yang mana di saat kondisi organisasi masih relatif muda dan belum
mapan ini bukanlah hal yang mudah. Kondisi ini akan memperpanjang waktu
koordinasi, dan dari sisi biaya ini tentu tidak efisien. Akan tetapi, dari sisi
pelaksanaan layanan, keberadaan kantor Mitra Netra di Jakarta Pusat sangat
memudahkan tunanetra yang berada di sekitarnya untuk mengakses layanan
Mitra Netra meski tidak semuanya, sehingga tidak perlu datang ke pusat
layanan yang ada di Jakarta Selatan. Kala itu Mitra Netra dapat dikatakan
tidak punya pilihan. Dalam kondisi terus tumbuh di satu sisi dan keterbatasan
fasilitas yang dimiliki di sisi lain, kabar gembira datang dari Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan yang pada waktu itu dijabat oleh Wardiman.
Setelah bertemu dengan para pengurus dan mengetahui peran Mitra Netra
dalam melayani tunanetra, Pak Menteri memutuskan untuk memberikan
pinjaman kantor kepada Yayasan ini, dan tempat yang dipilih adalah di
lingkungan sekolah luar biasa (SLB) untuk tunanetra di jalan Pertanian Raya
Lebak Bulus Jakarta Selatan. Keputusan itu adalah, bahwa Mitra Netra
Page 51
40
diperbolehkan menggunakan kantor tersebut selama Yayasan ini
membutuhkannya.
Kantor dua lantai berukuran 200 meter persegi kemudian dibangun di
bagian belakang sekolah untuk tunanetra di Jakarta Selatan tersebut. Hanya
ada yang berbeda dari apa yang telah diputuskan sang Menteri dan yang telah
diinformasikan kepada Mitra Netra. Setelah melalui proses disposisi, perintah
Menteri dikerjakan oleh eselon yang ada di tingkatan lebih bawah. Dan di
level inilah keputusan itu diubah. Ruangan kantor dua lantai yang oleh
Menteri sedianya boleh dimanfaatkan selama Mitra Netra membutuhkannya,
diubah menjadi hanya dipinjamkan dalam waktu tiga tahun. Setelah ruangan
kantor yang dipinjamkan itu usai dibangun, kegiatan layanan Mitra Netra yang
berada di Yayasan Pamentas lalu dipindahkan ke kantor baru tersebut.
Sedangkan kantor sekretariat yang berada di jalan Percetakan Negara tetap
dipertahankan.
Sepanjang periode berada di lingkungan SLB ini upaya untuk memiliki
kantor sendiri terus dilakukan. Tapi belum memberikan hasil. Dan Karena
tidak memiliki alternatif lain, memasuki tahun ketiga masa peminjaman kantor
tersebut. Mitra Netra menyampaikan permohonan perpanjangan
penggunaannya kepada instansi yang memiliki aset tersebut. Akan tetapi
bukan persetujuan yang diterima, melainkan pemberitahuan untuk segera
pindah karena gedung yang sebenarnya secara fisik sudah tidak lagi
memenuhi syarat untuk menampung sarana dan fasilitas yang Mitra Netra
miliki ini akan dimanfaatkan untuk keperluan lain. Dan kondisi ini membuat
Page 52
41
Mitra Netra memiliki alasan kuat untuk membuat salah satu partnernya yaitu
Foundation Dark & Light Blind Care (DLBC) dari Belanda, yang sejak
tahun 1999 membiayai program produksi dan distribusi buku Braille serta
buku bicara, akhirnya menyetujui permintaan Yayasan ini untuk membelikan
kantor baru dan menjadikan kantor itu milik Mitra Netra sendiri.
Ibarat pepatah mengatakan “ Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke
tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian “. Itulah yang Mitra
Netra alami. Selalu dihadapkan dalam kondisi terdesak yang mana harus
berpindah-pindah dari kantor-kantor yang sifatnya hanya pinjaman itu telah
membuat Mitra Netra sejak tahun 2002 dapat terus bertahan dan terus
mengembangkan eksistensinya hingga kini sampai di tempat yang sudah
menjadi hak milik Mitra Netra sendiri yaitu tepatnya di jalan Gunung Balong
II nomor 58, Lebak Bulus III Jakarta Selatan.
C. Alamat Yayasan Mitra Netra
Jl. Gunung Balong II nomor 58, Lebak Bulus III Jakarta Selatan.
D. Tokoh-Tokoh Pendiri Yayasan Mitra Netra
1. Lukman Nazir
Lukman, pria berdarah sunda ini menjadi tunanetra saat berusia 40
tahun karena glaukoma (meningginya tekanan cairan bola mata), beliau
merasakan betapa sulitnya menjadi orang yang baru saja mengalami
kebutaan tanpa dukungan layanan serta fasilitas yang memadai. Sebagai
pria dewasa yang telah merasakan bekerja dan mencapai puncak karir
sebagai direktur di sebuah perusahaan swasta di Jakarta, beliau bingung
Page 53
42
dan tidak tau pekerjaan apa yang bisa ia lakukan setelah menjadi orang
buta. Sebagaimana kebanyakan orang, yang ia tahu saat itu adalah
tunanetra hanya bisa menjadi pemijat, tapi ia tidak mau menjalani
pekerjaan itu karena itu bukan minatnya. Beliau mengatakan "Pasti ada
bidang pekerjaan lain yang bisa dilakukan tunanetra, atau bahkan akan
lebih produktif jika dilakukan oleh tunanetra", begitu yang sering ia
katakan untuk selalu mendorong Mitra Netra, selain memberikan layanan
di bidang pendidikan, juga merintis program diversifikasi
(penganekaragaman) peluang kerja untuk tunanetra27
.
2. Bambang Basuki
Pak Bambang Menjadi tunanetra saat usia remaja karena
glaukoma, dan telah menghabiskan lima tahun tanpa melakukan apapun.
Beliau mengatakan "hanya menunggu mati". Akan tetapi semangatnya
mulai bangkit saat beliau memutuskan mengubah nama panggilannya
setelah ia menjadi butayaitu dengan panggilan “Bambang”. Semula ia
dipanggil Basuki, setelah bertemu dengan Joni Watimena, seorang
tunanetra yang menjadi guru di sekolah luar biasa untuk tunanetra.
Muncullah keinginannya untuk dapat berguna bagi anak-anak tunanetra, ia
memutuskan menjadi guru di sekolah luar biasa untuk tunanetra. Pak
Bambang mendaftarkan diri ke IKIP Jakarta - sekarang Universitas Negeri
Jakarta, dan memilih jurusan pendidikan bahasa Inggris. Sudah bisa
27
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
WIB).
Page 54
43
dipastikan kesulitan yang ia hadapi saat itu, tanpa dukungan dari lembaga
penyedia layanan seperti Mitra Netra28
.
Dari pengalaman pribadi beliau ketika menjalani masa studi di
perguruan tinggi yang sangat "menekan" itulah maka Pak Bambang turut
mendorong pendirian Yayasan Mitra Netra di tahun 1991, dan sejak tahun
2001 beliau diminta menduduki jabatan Direktur Eksekutif hingga
sekarang. Pengalaman sulit di masa awal menjadi tunanetra serta di saat
menempuh studi di jurusan Bahasa Inggris IKIP Jakarta telah memberikan
inspirasi serta energi bagi Pak Bambang yang secara bertahap terus
mengembangkan ide-ide kreatifnya hingga menjadikan Mitra Netra seperti
saat ini yaitu satu-satunya lembaga yang menyediakan dan
mengembangkan layanan untuk tunanetra secara komprehensif, dan
menjadikan Yayasan yang dilahirkannya berfungsi sebagai "lokomotif"
pendorong kemajuan tunanetra di negeri ini.
3. Nicoline N. Sulaiman
Perempuan berdarah asli belanda ini ibarat "Ibu" bagi Yayasan
Mitra Netra. Hatinya tersentuh ketika ada seorang perempuan tunanetra
yang datang kepadanya dan ingin belajar bahasa Belanda. Saat itu pula,
Nicoline yang biasa dipanggil "Ibu Nina", yang juga merupakan guru
besar di Universitas Nasional bidang Bahasa Inggris, terkesan karena ada
tunanetra di Indonesia yang berhasil menyelesaikan studi di perguruan
tinggi. Menurut beliau seharusnya ada lebih banyak tunanetra yang bisa
28
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
WIB).
Page 55
44
berpendidikan tinggi. Untuk mewujudkan keadaan ini, tentu harus ada
lembaga yang memberikan layanan pendukung untuk mereka. Dan,
Yayasan Mitra Netra adalah wujudnya.
Akan tetapi Tuhan tidak mengijinkan Ibu yang telah
mendedikasikan sebagian harinya untuk para tunanetra ini mendampingi
Mitra Netra saat Yayasan ini tumbuh pesat. Di tahun 1993 hanya dua
tahun setelah Mitra Netra dilahirkannya, sang Maha Pencipta
memanggilnya, meninggalkan rasa kehilangan yang amat sangat pada
orang-orang yang telah bersamanya melahirkan Mitra Netra, serta para
tunanetra yang dilayani oleh Mitra Netra. Sebelum beliau berpulang,
Nicoline telah memberikan amanah pada suami tercinta yaitu Sulaiman M.
Sumitakusuma untuk melanjutkan perjuangan yang baru ia rintis di Mitra
Netra. Dan sepeninggal Nicoline, Pak Sulaiman kemudian melanjutkan
tugas-tugas Ibu Nicoline menjadi penasehat Yayasan Mitra Netra29
.
4. Mariani Lusli
Mimi (nama panggilannya) menjadi tunanetra pada usia 10 tahun.
Dan Mimi pulalah yang telah mengilhami Nicoline Sulaiman untuk
mendirikan Yayasan Mitra Netra. Beliaulah tunanetra yang datang pada
Ibu Nicoline dan ingin belajar bahasa Belanda. Seperti halnya Pak
Bambang Basuki, pengalamannya selama menjalani pendidikan tanpa
dukungan fasilitas dan layanan yang dibutuhkan telah mengilhaminya
serta memberinya energi untuk bekerja bersama-sama Mitra Netra yaitu
29
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
WIB).
Page 56
45
untuk menyediakan dan mengembangkan layanan pendukung pendidikan
bagi tunanetra.
Karena kesibukannya di masyarakat, sejak tahun 2001 Mimi tidak
lagi aktif di Yayasan yang didirikannya ini. Setelah menyelesaikan
masternya di Inggris, di tahun 2007 Mimi bergabung dengan Helen Keller
Internasional/Indonesia (HKI/Indonesia) yaitu sebuah organisasi asal
Amerika yang mempromosikan upaya-upaya pencegahan kebutaan di
dunia termasuk Indonesia, dan sejak enam tahun terakhir organisasi ini
juga kembali aktif mempromosikan pendidikan inklusif untuk anak-anak
tunanetra setelah sebelumnya di tahun 80an mereka merintis pendidikan
terpadu. Di lembaga ini, Mimi aktif mempromosikan sistem pendidikan
inklusi untuk murid-murid berkebutuhan khusus termasuk murid
tunanetra30
.
2. Sidarta Ilyas
Pak Prof, begitu beliau biasa di panggil di Mitra Netra. Beliau
adalah dokter spesialis ahli mata. Tapi beliau tidak seperti rekan
sejawatnya, ibeliau memiliki kepedulian lebih pada para pasien yang
secara medis tidak lagi bisa disembuhkan artinya mengalami gangguan
penglihatan permanen. Pak Bambang dan Bu Mimi adalah pasiennya. Dan
karena kepeduliannya itu, saat Bu Mimi dan Bu Nicoline mengajaknya
mendirikan Mitra Netra, beliau menyambut gembira. Beliau berpendapat
bahwa orang-orang yang memiliki gangguan penglihatan permanen, baik
30
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
WIB).
Page 57
46
buta total maupun lemah penglihatan masih dapat menjalani kehidupan
yang berkualitas. Untuk itu diperlukan bantuan khusus pada mereka untuk
membuat para tunanetra menjadi mandiri dan berfungsi di masyarakat31
.
Ketiadaan layanan dan sarana khusus yang tepat bagi tunanetra di
bidang pendidikan mengakibatkan tidak adanya kesamaan kesempatan
melalui kesetaraan perlakuan bagi tunanetra di bidang tersebut. Kondisi inilah
yang menyebabkan sumber daya manusia tunanetra tidak dapat
mengembangkan potensinya, sehingga sulit bersaing di dunia kerja, baik di
sektor formal maupun non formal.
Dilatarbelakangi situasi inilah maka, pada 14 Mei 1991, Lukman
Nazir, Bambang Basuki, Mimi Mariani, Nicoline, Sidarta Ilyas dan beberapa
sahabat yang lain bersepakat mendirikan Yayasan Mitra Netra. Para pendiri
Mitra Netra memiliki keyakinan bahwa:
1. Tunanetra dapat menjalani kehidupan yang mandiri, cerdas, bermakna dan
bahagia serta berfungsi di masyarakat apabila diberikan:
o Rehabilitasi yang dapat mengura ngi dampak kecacatannya,
o Pendidikan dan latihan yang dapat mengembangkan potensinya,
o Peluang kerja yang seluas-luasnya,
o Serta sarana atau layanan khusus yang dibutuhkan.
2. Tidak semua tunanetra dan keluarganya mampu menyediakan dan
membiayai sendiri kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan sebuah
lembaga yang membantu mengupayakannya untuk mereka.
31
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
WIB).
Page 58
47
3. Untuk menjamin agar program yang diselenggarakan sesuai dengan
aspirasi tunanetra, maka, tunanetra harus dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan, pelaksanaan serta evaluasi suatu program. Para
tunanetralah yang paling mengerti dan memahami kebutuhan mereka.
4. Untuk meringankan tantangan yang dihadapi, diperlukan sinergi antara
tunanetra dengan sahabat-sahabat yang bukan tunanetra, serta antara Mitra
Netra dengan organisasi lain.
5. Dengan menggunakan pendekatan secara inklusif yang
mengakomodasikan berbagai jenis perbedaan, perlakuan diskriminatif
akan dapat dikurangi atau dihindari.
E. Visi Dan Misi
Sebagai bagian dari komponen bangsa, Yayasan Mitra Netra mencita-
citakan terwujudnya masyarakat yang inklusif masyarakat yang dapat
mengakomodasikan berbagai perbedaan, bebas hambatan dan berdasarkan atas
hak. Dalam masyarakat semacam ini, tunanetra akan dapat hidup mandiri,
cerdas, bermakna dan bahagia serta berfungsi di masyarakat. Dalam upaya
memberikan perannya untuk mewujudkan cita-cita itu, visi Yayasan Mitra
Netra adalah:
"BERFUNGSI SEBAGAI PENGEMBANG DAN PENYEDIA
LAYANAN, GUNA TERWUJUDNYA KEHIDUPAN TUNANETRA YANG
MANDIRI, CERDAS DAN BERMAKNA DALAM MASYARAKAT YANG
INKLUSIF" 32
32
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
WIB).
Page 59
48
Mitra Netra adalah lembaga yang terus tumbuh, dan dalam perannya
sebagai organisasi lokomotif yang mendorong kemajuan bagi tunanetra di
Indonesia, Yayasan ini juga melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
kapasitas lembaga lain, sehingga lembaga-lembaga tersebut makin meningkat
kemampuannya dalam melayani dan memberdayakan tunanetra. Dan dalam
perannya Sebagai sebuah pusat layanan dan pelatihan bagi tunanetra dan
organisasi lain, Yayasan ini hadir di tengah-tengah masyarakat dengan misi
sebagai berikut:
Mengurangi dampak ketunanetraan melalui rehabilitasi
Mengembangkan potensi tunanetra melalui pendidikan dan pelatihan
Memperluas peluang kerja tunanetra melalui upaya diversifikasi dan
penempatan kerja
Mengembangkan keahlian dan sarana khusus yang dibutuhkan melalui
penelitian
Meningkatkan kapasitas lembaga penyedia layanan bagi tunanetra yang
lain dengan menyebarluaskan keahlian serta mendistribusikan produk yang
dihasilkan
Melakukan advokasi guna mendorong terwujudnya masyarakat inklusi
yang mengakomodir berbagai perbedaan33
.
F. Aspek Hukum Dan Legalitas
Akte Notaris, No. 31/Notaris Agus Majid, Tgl 14 Mei 1991.
Surat izin Dinas Sosial DKI Jakarta No. 387/ ORSOS /1992.
33
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
WIB).
Page 60
49
Surat izin BKKKS DKI Jakarta. No. 054/ BKKKS/KU/SK/ DU/IX/1996.
Surat izin Kanwil Depsos DKI Jakarta No. 387/ ORSOS/ 1992
Telah terdaftar Dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No.100 pada
tanggal 14 Desember 2001 sebagai Yayasan yang berbadan hukum34
.
G. Prestasi
Berikut ini adalah Beberapa penghargaan yang telah Mitra Netra raih:
1. Index Award 2000
2. Penghargaan Menteri Sosial Ri Tahun 2003
3. Samsung Digitall Hope 2004
4. Asia Pacific Ngo Awards 2005
5. Samsung Digitall Hope 2005
6. Penghargaan Musium Rekor Indonesia (MURI) tahun 2006
7. Penghargaan Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Jakarta tahun 200835
H. Produk-Produk Yayasan Mitra Netra
Sebagai hasilnya, Mitra Netra senantiasa mempersembahkan karya-
karya kreatif itu kepada Negara, dengan menghibahkannya ke seluruh
lembaga yang bekerja di bidang pemberdayaan tunanetra. Berikut ini adalah
uraian tentang karya-karya inovatif Mitra Netra.
1. Mitranetra Braille Converter (MBC)
MBC adalah perangkat lunak yang digunakan untuk
memproduksi buku Braille. Perangkat lunak ini memiliki kemampuan
untuk:
34
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
WIB). 35
Azham, Ismul. “Laporan Akhir Praktikum 1”. Di Yayasan Mitra Netra 2010
Page 61
50
1. Mengubah dokumen teks dalam huruf latin menjadi file dalam huruf
Braille secara otomatis (forward translation). Conversi ini dapat
dilakukan dalam dua bentuk. Conversi grade 1, untuk tulisan penuh
(full writing), dan conversi grade 2 untuk tulisan singkat (tusing) atau
yang juga disebut contraction.
2. Mengubah kembali file berformat huruf Braille menjadi dokumen teks
dalam huruf latin (backward translation)
3. Mengetik symbol Braille secara langsung dengan menggunakan
fasilitas enam tombol bagian tengah pada keyboard komputer, yaitu
tombol A S D F J K ; fasilitas ini disebut "six key mode", dan biasa
digunakan untuk mengetik symbol matematika, kimia, fisika, notasi
Braille, serta arab Braille.
4. Mencetak, baik single copy maupun multi copy
Manfaatnya :
1. Pembuatan buku Braille dapat dilakukan lebih cepat
2. Mereka yang tidak memahami huruf Braille juga dapat membantu -
mengambil bagian dalam proses pembuatan buku Braille, yaitu pada
tahapan pengetikan ulang buku-buku yang akan dicetak menjadi buku
Braille.
3. Distribusi buku Braille dapat dilakukan dalam bentuk file secara on
line, sehingga memangkas biaya pengiriman yang begitu besar. Untuk
diketahui, bentuk buku Braille pada umumnya besar dan tebal, karena
membutuhkan kertas lebih tebal (minimal 120 gram) dan
Page 62
51
membutuhkan space lebih banyak, karena ukuran huruf Braille yang
lebih besar dan harus standar (tidak dapat diubah-ubah).
4. Tidak lagi perlu mengimpor software serupa, sehingga dapat
menghemat anggaran negara.
2. Mitranetra Electronic Dictionary (Meldict)
Meldict adalah kamus elektronik Inggris-Indonesia dan
Indonesia-Inggris yang khusus dibuat untuk tunanetra. Meldict dikemas
dalam CD, dan untuk memanfaatkannya, tunanetra harus mengunakan
komputer bicara, yaitu komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak
pembaca layar.
I. Struktur Organisasi
1. Pembina
Ketua : Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, SpM.
Anggota : Hj. Imas Fatimah, SH
2. Penasehat
Marzuki Usman
3. Pengawas
Drs. Wisnu Sambhoro, M.Si
4. Pengurus
Ketua : H.M.E. Kurnadi
Sekretaris : H. Subarmat
Bendahara : M. Nurizal, SE,MSi
Page 63
52
5. EKSEKUTIF
Direktur : Drs. Bambang Basuki
Wakil Direktur : Drs. Irwan Dwi Kustanto36
J. Program Layanan
1. Layanan Perpustakaan
a. Jenis Layanan
1) Peminjaman buku dalam bentuk buku Braille maupun buku bicara
digital kepada anggota perpustakan
2) Mendistribusikan buku bicara digital kepada perpustakaan untuk
tunanetra lain yang telah berafiliasi dengan Mitra Netra
3) Memberikan informasi yang dibutuhkan tunanetra
4) Menyelenggarakan kegiatan belajar bersama dengan nama Mini
Learning Center (MLC), meliputi:
a) English lesson,
b) English conversation club,
c) Diskusi rutin dengan tema tema menarik untuk memperluas
wawasan dan mendukung kemandirian tunanetra,
d) Menulis kreatif.
5) Layanan pemesanan buku, baik pembuatan buku Braille maupun
buku bicara digital
6) Layanan membaca buku diperpustakaan
36
Azham, Ismul. “Laporan Akhir Praktikum 1”. Di Yayasan Mitra Netra 2010
Page 64
53
b. Fasilitas Layanan
Ruang perpustakaan
Alat untuk membaca (mendengarkan) buku bicara digital
Tempat untuk membaca/mendengarkan buku
Komputer desktop yang dilengkapi perangkat lunak pembaca layar
Buku braille koleksi perpustakaan Mitra Netra
Buku bicara digital koleksi perpustakaan Mitra netra
Loker penyimpanan barang sementara tunanetra beraktivitas di
perpustakaan
Gazebo untuk belajar bersama (MLC)
c. Syarat & Ketentuan Layanan
Layanan peminjaman dan pemesanan buku:
Mendaftar menjadi anggota perpustakan:
Mengisi formulir
Membayar iuran anggota sekali setahun sebesar Rp 10,000
Mentaati peraturan peminjaman buku
Proses pemesanan/pembuatan buku Braille atau buku bicara
digital dapat berlangsung antara 1 hingga 3 bulan, sesuai ketebalan buku.
Layanan pemberian informasi dan membaca buku di perpustakaan
disediakan selama hari kerja.
2. Mini Learning Center
English class : 2 kali seminggu masing-masing 2 jam
English conversation club : sekali seminggu dengan durasi 2 jam
Page 65
54
Diskusi : sekurang-kurangnya 2 kali sebulan, dengan durasi minimal 2
jam
Menulis kreatif : sekali seminggu, dengan durasi 2 jam
a. Syarat-syarat Mini learning Center:
Mendaftarkan diri untuk mengikuti kegiatan MLC yang diinginkan
Mengikuti sesuai ketentuan yang ditetapkan
3. Layanan Rehabilitasi
a. Latar Belakang
Gangguan penglihatan baik buta total maupun lemah
penglihatan yang dialami seseorang pada umumnya memberikan
dampak, baik secara fisik maupun secara psikologis. Dampak
ketunanetraan ini harus dikurangi seminim mungkin. Dan, layanan
rehabilitasi yang disediakan Mitra Netra pada dasarnya bertujuan
untuk mengurangi dampak ketunanetraan yang dialami, khususnya
dampak psikologis, baik oleh si tunanetra sendiri maupun keluarga
mereka.
b. Jenis Layanan
1. Layanan konseling yang diberikan oleh konselor sesama tunanetra
2. Kelompok dukungan untuk orang tua yang punya anak tunanetra
(parrent supporting group)
3. Supporting group untuk tunanetra sesuai kategori usia mereka;
remaja, dewasa
4. Kunjungan rumah (home visit)
Page 66
55
5. Bimbingan karir studi
6. Bimbingan karir pekerjaan tahap awal
c. Fasilitas Layanan
Ruang konseling pribadi
Gazebo untuk supporting group
d. Syarat & Ketentuan Layanan
Datang ke kantor Mitra Netra bertemu konselor
Mengikuti proses setiap tahapan yang ditentukan
4. Layanan Pendampingan Pendidikan
a. Latar Belakang
Tempat belajar yang terbaik bagi tunanetra adalah di sekolah
umum dan perguruan tinggi bersama-sama teman-teman mereka yang
tidak tunanetra, yang dikenal dengan pendidikan inklusif.
Olehkarenanya, jika tidak memiliki disabilitas lainnya, Mitra netra
senantiasa mendorong siswa tunanetra untuk menempuh pendidikan di
sekolah umum hingga ke perguruan tinggi. Agar dapat belajar dengan
lebih mandiri di sekolah umum dan perguruan tinggi, tunanetra
memerlukan layanan pendampingan, yang berupa penyediaan layanan
dan fasilitas khusus yang mereka butuhkan.
b. Jenis Layanan
1. Persiapan pendaftaran sekolah dan perguruan tinggi
2. Pendampingan pendaftaran sekolah dan perguruan tinggi
Page 67
56
3. Advokasi jika terjadi penolakan dari sekolah maupun perguruan
tinggi
4. Pendampingan ujian memasuki perguruan tinggi
5. Orientasi lokasi sekolah dan perguruan tinggi
6. Pendampingan belajar dan tutorial
7. Pendampingan ujian
8. Pendampingan saat menyusun skripsi
9. Sosialisasi pendidikan inklusi untuk tunanetra di sekolah dan
perguruan tinggi, baik kepada guru, dosen siswa dan mahasiswa
10. Supporting group (kelompok dukungan) untuk siswa dan
mahasiswa
c. Fasilitas Layanan
Ruang pendampingan belajar
Komputer desktop yang dilengkapi perangkat lunak pembaca layer
untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah dan kuliah
Peminjaman computer laptop untuk mahasiswa yang belum
memiliki sarana sendiri guna memperlancar studi mereka.
Peminjaman alat tulis (riglet/slade dan stylus) serta alat Bantu
mobilitas (tongkat) bagi yang belum memiliki sendiri
Peminjaman tape recorder untuk merekam proses belajar di kelas
bagi yang belum memiliki dan memerlukan.
d. Syarat & Ketentuan Layanan
Datang dan mendaftarkan diri ke kantor Mitra Netra
Page 68
57
Mengikuti setiap tahapan yang ditentukan.
5. Layanan Kursus Komputer Bicara
a. Latar Belakang
Sebagai sumber daya manusia, tunanetra juga harus memiliki
ketrampilan-ketrampilan, baik ketrampilan dasar maupun ketrampilan
tambahan, yang diperlukan untuk kemandirian hidup mereka, baik
dalam menjalani hidup sehari-hari, dalam menempuh pendidikan,
maupun dalam bekerja. Untuk itu, Mitra Netra menyelenggarakan
pelatihan komputer bagi tunanetra.
b. Fasilitas Layanan
Materi kursus yang aksesibel untuk tunanetra
Ruang kursus ber-AC berikut sarana yang diperlukan
Komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak pembaca layer
Scanner
Akses internet
Tempat kursus yang mudah dijangkau dan memiliki fasilitas
pendukung yang lengkap bagi tunanetra
c. Syarat & Ketentuan Layanan
Peserta memiliki kemampuan mengetik 10 jari
Peserta mendaftar langsung ke Yayasan Mitra Netra dengan
mengisi formulir yang telah disediakan
Peserta telah lulus tes mengetik 10 jari yang dilakukan oleh
instruktur
Page 69
58
Peserta memiliki komitmen untuk mengikuti kursus hingga selesai
6. Layanan Ketenagakerjaan
a. Latar Belakang
Sebagaimana manusia lainnya, setelah menyelesaikan
pendidikan, tunanetra juga seharusnya bekerja, agar mereka dapat
mandiri secara ekonomi, menjadi manusia yang bermakna di
masyarakat, dan tidak lagi menjadi beban keluarga serta masyarakat.
Melalui program "diversifikasi peluang kerja bagi tunanetra".
b. Jenis Layanan
1. Bimbingan karir pekerjaan lanjutan
2. Pelatihan ketrampilan halus sebagai persiapan bekerja (soft skill
pre employment training)
3. Magang kerja
4. Promosi tenaga kerja tunanetra ke masyarakat
5. Penempatan tenaga kerja tunanetra baik di perusahaan maupun
instansi pemerintah
6. Memberikan pendampingan intensif di tiga bulan pertama setelah
penempatan kerja
7. Peminjaman alat kerja berupa komputer dan scanner jika tunanetra
memeerlukan untuk magang kerja
c. Fasilitas Layanan
Tempat pelatihan
Page 70
59
Komputer laptop
Scanner
Bahan pelatihan kerja (job training) yang dapat dibaca secara
mandiri oleh tunanetra.
d. Syarat & Ketentuan Layanan
Pendidikan minimal SMA atau yang sederajat
Memiliki ketrampilan menggunakan komputer tingkat dasar, yaitu
Ms word dan internet, namun jika peluang pekerjaan
membutuhkan kualifikasi lebih maka persyaratan akan ditambah
sesuai permintaan perusahaan
Memiliki kemauan dan kesungguhan untuk bekerja
Bersedia mengikuti tahapan yang ditetapkan
K. Sejarah Program Buku Bicara (Talking Book)
Di awal masa pendiriannya, hanya ada dua layanan yang disediakan
secara sederhana, akan tetapi dua layanan itu mempunyai fungsi strategis
dan terbukti telah membantu para tunanetra belajar lebih mandiri baik di
sekolah umum dan perguruan tinggi.
1. Produksi Buku Bicara
Buku adalah salah satu pilar penting penyangga pendidikan, dan bagi
tunanetra itu sesuatu yang sangat "mewah", atau bahkan "barang langka".
Semuanya dilakukan dengan cara yang sederhana. Para pengurus
menghimpun kaset-kaset yang berisi rekaman buku yang dibacakan milik
para tunanetra yang tidak lagi dipergunakan proses perekamannya pun
Page 71
60
hanya menggunakan tape recorder biasa, bahkan kadang-kadang hanya
tape recorder kecil saja. Misalnya, Mimi Mariani yang pernah belajar di
IKIP Sanatadharma, dan memiliki kaset-kaset yang berisi rekaman buku-
buku referensi yang pernah dipakainya dulu saat kuliah, kemudian
disumbangkan ke Mitra Netra, dengan pemikiran mungkin akan ada
tunanetra yang membutuhkannya. Jika ada buku yang dibutuhkan
tunanetra dan tidak ada atau belum ada di kumpulan kaset-kaset tersebut,
yang para pengurus lakukan adalah mengumpulkan "kaset-kaset bekas"
dari siapapun, lalu membacakan buku yang diperlukan tersebut dan
merekamnya dengan menggunakan tape recorder biasa tidak ada studio,
apalagi alat perekam yang canggih. Jadi, bisa dipastikan bahwa di antara
suara pembaca pada umumnya mereka adalah relawan (volunteer), juga
terdengar suara-suara lain, suara motor, penjual baso atau mie ayam,
mobil, guntur, hujan, dan sebagainya. Tapi, dari buku bicara yang
sederhana itu, Mitra Netra telah melahirkan beberapa sarjana tunanetra37
.
2. Produksi Analog Talking Book (Kaset) dan Digital Talking Book (CD)
di Yayasan Mitra Netra
Analog talking book atau buku bicara yang tradisional adalah sebuah
gambaran/perwakilan dalam bentuk analog dari sebuah cetakan terbitan
atau sebuah buku38
.
37
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
WIB). 38 www.DAISY.org (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB).
Page 72
61
a. Produksi Analog Talking Book (Kaset)
Tujuan penyelenggaraan produksi buku bicara pada awalnya adalah
untuk menyediakan buku yang aksesibel (dapat dijangkau) bagi tunanetra
di Jakarta yang menempuh jalur pendidikan terpadu. Produksi buku bicara
ini diawali dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana, yakni
home-used tape recorder dan kaset-kaset bekas. Komitmen dan dedikasi
yang tinggi yang dirujukkan Yayasan Mitra Netra dalam penyelenggaraan
program ini, menarik perhatian donor agent (lembaga pemberi dana) untuk
memberikan dukungan finansial, sehingga akhirnya Yayasan Mitra Netra
dapat memiliki studio rekaman dengan peralatan yang lebih modern.
Adapun tahap-tahap pembuatan buku bicara yang berbentuk kaset
seperti tersebut dibawah ini.
Tahap pertama, buku-buku yang dibacakan pada saat yang
bersamaan direkam kedalam kaset master. Pada tahap ini, selain
melibatkan staf Yayasan sebagai pembaca, juga melibatkan
relawan pembaca dari kalangan masyarakat luas
Tahap kedua, melakukan koreksi terhadap hasil rekaman tersebut.
Tahap ketiga, melakukan penggandaan kaset sesuai dengan
kebutuhan dan pemberian sampul kaset, selanjutnya siap untuk
digunakan.
Ada pun kelemahan mendasar pada buku bicara yang berbentuk
kaset ini yaitu :
Page 73
62
Dari sisi penyimpanan kurang praktis, dimana semakin tebal
halaman sebuah buku, akan semakin banyak kaset yang dibutuhkan
untuk perekaman, sehingga semakin membutuhkan tempat
penyimpanan yang luas. Karena 1 buah kaset 60 menit dapat
merekam 30 halaman buku awas ini pun tergantung pada jenis
huruf dan besar huruf yang dipakai pada buku awas.
Dari sisi penggunaan , tidak midah bagi pengguna untuk mencari
halaman atau bagian tertentu dari buku, karena ia harus menelusuri
halaman atau bagian buku tersebut, misalnya, berada pada kaset ke
berapa dan disisi apa, A atau B.
Dari sisi perawatan, pita kaset sangat mudah rusak karena terkena
debu atau mudah sobek.
b. Produksi Digital Talking Book (DTB)
Karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki Analog Talking Book,
maka pada tahun 2002 Yayasan Mitra Netra memprogramkan pembuatan
buku bicara dengan menggunakan teknologi digital yang disebut dengan
digital talking book. Pada tahap awal, produksi digital talking book ini
lebih diprioritaskan untuk buku tebal seperti buku refensi yang biasa
digunakan oleh mahasiswa.
Proses pembuatan digital talking book lebih rumit dibandingkan
analog talking book, karena proses pengolahannya berdasarkan standar
DAISY konsorsium.
Page 74
63
Untuk membuat sebuah digital talking book yang memiliki standar
Internasional Yayasan Mitra Netra menjadi anggota dari DAISY
konsorsium. Digital Audio Information System (DAISY) adalah sebuah
konsorsium dunia yang membuat standar mutu dan kualitas isi sebuah
digital talking book.
Bila dibandingkan dengan kaset (analog talking book) kelebihan
digital talking book dalam bentuk CD adalah :
a. Dari sisi penyimpanannya sangat praktis karena berbentuk CD, dan
satu CD memiliki kapasitas antara 30 sampai 50 jam. Buku
berbentuk CD ini sangat cocok untuk buku-buku referensi yang
sangat tebal,
b. Dari sisi penggunaanya lebih mudah, karena memberikan fasilitas
kepada pengguna untuk mencari perhalaman atau per bab, dengan
demikian pengguna dapat langsung membaca halaman atau bab
yang dibutuhkan.
c. Dari sisi harga lebih murah, karena buku setebal kurang lebih 500
halaman cukup dikemas dalam satu CD.
Tahap-tahap pembuatan digital talking book adalah sebagai berikut:
Membuat struktur Buku, yaitu membuat kerangka dasar isi buku.
Untuk membuat kerangka keseluruhan isi buku maka seluruh isi
buku harus diketik ulang.
Setelah sehingga dapat diketahui jumlah halaman setiap bab,
sehingga dapat diketahui bab 1 berada pada halaman sekian.
Page 75
64
Sehingga kita dapat jump kehalaman yang kita inginkan dengan
teknologi komputer kita dapat menandai keberadaan bab, sub bab,
dll. Maka tidak hanya suara yang dapat kita dengar namun bagi
tunanetra low vison juga dapat memperbesar tulisan.
Selanjutnya adalah proses perekaman suara yang dilakukan seperti
merekam untuk kaset.
Setelah proses perekaman selesai maka hasilnya dikompresor yaitu
memperkecil hasil rekaman suara sehingga filenya dapat sesuai
dengan saruan kapasitas pada CD.
Menurut DAISY konsorsium ada 6 jenis Digital Talking Book (DTB):
1. DTB yang terdiri secara keseluruhan hanya berisi suara saja
dengan unsur judul sejajar. Ini adalah DTB yang pembuatannya
tidak mempergunakan struktur navigasi
2. DTB yang terdiri dari suara dan mempergunakan pusat navigasi
saja. Tipe ini adalah DTB yang mempergunakan struktur buku
yang terdiri dari dua dimensi, yaitu navigasi secara hirarki dan
navigasi secara urutan halaman buku.
3. DTB yang terdiri dari audio dengan menggunakan pusat navigasi
dan sebagian berisi tulisan/teks. Ini adalah DTB dengaii struktur
buku sebagai gambaran tercantum diatas, sama dengan teks
tambahan. Teks tambahan berisi kata-kata yang menunjukan teks
yang mungkin akan bermanfaat, misalnya: indeks, daftar istilah,
dam lain-lain. Suara dan teks saling menyamakan/bersinkronis.
Page 76
65
4. DTB yang terdiri dariaudio dan teks. Ini adalah DTB dengan
struktur, teks, dan suara yang lengkap. Suara dan teks saling
menyamakan.
5. DTB yang terdiri dari audio dan beberapa suara. Ini adalah DTB
dengan struktur, teks yang lengkap, dan suara yang terbatas. DTB
jenis ini biasa digunakan untuk kamus yang hanya berisi pelafalan
suara yang hanya dalain bentuk audio saja.
6. DTB yang berisi teks dan tanpa suara. Ini adalah DTB yang
memiliki pusat navigasi dan struktur teks saja. Tanpa ada suara.
3. Pedoman Membaca Rekaman Buku Yayasan Mitra Netra
Dalam membacakan isi dari buku asli/buku sumber ada sebuah
peraturan atau pedoman membaca rekaman buku yang dibuat oleh
Yayasan Mitra Netra:
1. Bagian Awal Kaset Sisi A
a. Dibacakan data Bibliografis buku sebagaimana tercantum pada
judul buku, seperti: Judulnya, Pengarangnya, Penerbit, tahun terbit,
Jilid, dll.
b. Setelah dlbacakan data Bibliografis, disebutkan: siapa pembaca
naskah buku, tanggal; bulan; dan tahun produksi. Disediakan
tempat untuk menyebutkan jumlah kaset yang dihasilkan dari
perekaman dalam saru judul, yang berbunyi: “Rekaman ini terdiri
dari ......kaset” . (Titik tersebut diisi sesuai jumlah kaset yang
digunakan dalam satu judul setelah buku selesai dibacakan).
Page 77
66
c. Selanjumya dibacakan daftar isi (walaupun pada buku, daftar isi
urutannya tidak seperti ketentuan ini). Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam membaca daftar isi adalah pembacaan Bab, Sub
bab,....dst. Misalnya Bab I harus dibaca dengan: “Bab satu
romawi”, berbeda dengan Bab 1 (angka) dibaca “Bab satu” atau
Sub Bab I dibaca: “Sub Bab satu romawi”, dst. Begitu juga
pembaca harus membedakan pembacaan A (huruf A besar)
dengan a (huruf a kecil).
d. Setelah daftar isi, dibacakan isi teks. Untuk memnunjukan bahwa
bacaan teks akan segra dimulai. Ini ditandai atau ditunjukan dengan
latar belakang musik yang lebih pendek dibanding dengan musik
sebelumnya.
2. Bagian Awal Setiap Sisi Kaset Kecuali Kaset Pertama Sisi A
Pada awal bagian setiap sisi kaset, baik sisi A atau sisi B kecuali kaset
pertama sisi A, disebutkan “kaset ke..., sisi...., lanjutan
buku...(judul), jilid...(jika ada), pengarang..., bab..., halaman...”.
3. Bagian Akhir Setiap Sisi Kaset
a. Sisi A
Pada setip akhir sisi A disebutkan “Dilanjutkan ke sisi B,
halaman....”.
Page 78
67
b. Sisi B
Pada setiap akhir sisi B disebutkan "Dilanjutkan pada kaset ke
..., sisi A, bab ... halaman...".
4. Bagian-Bagian Buku yang Dibaca
Pada dasarnya seluruh isi buku dibacakan, kecuali indeks. Kata
pengantar dapatdihilangkan jika tidak ada hubungannya dengan
isi/bahsan buku. “Lampiran” juga dapat dipertimbangkan untuk tidak
dibacakan jika terdapat kesulitan atau terlalu banyak untuk direkam.
Untuk itu perlu dikonsultasikan dengan penata baca dan atau
pengguna.
5. Nomor Halaman
Setiap pergantian halaman baru disebutkan nomor halamannya jika
pada pergantian tersebut ada kalimat yang terputus sebelum titik, maka
harus diselesaikan dulu sampai titik, baru menyebutkan: “halaman
1/2/3...dst”.
6. Alinea Baru
Pada setiap alenia baru disebutkan ungkapan: “Alenia baru” atau
dengan tanda lain yaitu berupa bunyi tertentu. Untuk buku-buku yang
penggunaan alineanya terlalu banyak atau tidak proporsional, maka
dapat dipertimbangkan untuk tidak disebutkan ungkapan “alenia
baru”.
7. Tanda Baca
Page 79
68
a. Untuk tanda baca hanya tanda kurung, tanda kutip/petik dan garis
miring yang dibaca. Tetapi jika buku tersebut membahas serta
memberi contoh tentang penggunanan tanda baca, maka tanda-
tanda baca tersebut mutlak harus dibacakan.
b. Cara menyebutkan tanda kurung, tanda kutip/petik adalah sebagai
berikut:
Jika kata yang berada di dalam tanda kurung/kutip tersebut
hanya satu kata, maka disebutkan: “Tanda kutip...” atau
“dalam kurung...”.
Jika lebih dari satu kata, maka disebutkan: “kutip buka...kutip
tutup” atau “kurung buka...kurung tutup”.
8. Ungkapan Yang Dicetak Miring, Cetak Tebal dan Garis bawah
b. Apabila di dalam kalimat terdapat kata/frasa yang digaris
bawahi/dicetak tebal/dicetak miring, maka setelah kalimat tersebut
selesai dibacakan, kata/frasa tersebut dibacakan kembali dan diikuti
ungkapan: “Digarisbawahi/dicetak tebal/dicetak miring”.
c. Apabila sebuah kalimat digaris bawahi/dicetak tebal/dicetak
miring, maka kalimat tersebut dibacakan kalimat dan diikuti
ungkapan: “Digarisbawahi/dicetak tebal/dicetak miring”.
d. Apabila sebuah paragraf dicetak/dicetak tebal/dicetak miring, maka
sebelum dibacakan paragraf tersebut disebutkan: “Paragraf
berikui ini dicetak miring/dicetak tebal”.
Page 80
69
9. Kata-kata/Nama-nama Asing dan Kata-kata Sukar/Baru
Untuk kata-kata/nama-nama asing yang diperkirakana belun dikenal
konsumen, dieja setelah kalimat yang mengandung kata-kata tersebut
dibacakan.
10. Gambar/Tabel/Diagram/Peta, DLL
Jika terdapat gambar, table, diagram, peta, dan sejenisnya sedapat
mungkin untuk dibacakan, diterjemahkan atau diterangkan secara
singkat dan jelas maksud dan maknanya. Tapi bila sulit diterjemahkan,
dapat dilewatkan (tidak dibacakan) dengan menyebutkan: “Gambar
/Tabel/Diagram/Peta, dsb, nomor ...(bila nomor), pada halaman...
tidak dibacakan”.
11. Penunjukan (Acuan, See Reference)
Jika terdapat penunjukan kata-kata: “Lihat halaman......,.......” atau
“baca bagian................”. maka pembaca diharapkan menggantikan
kalimat penunjukan tersebut dengan kata: “Lihat halaman pada
kaset...... sisi.....”.
12. Footnote (Catatan Kaki)
a. Footnote yang Pendek
Dibacakan langsung setelah kalimat/kata yang diberi tanda footnote
selesai dibacakan dengan menyebutkan: “Footnote pada
kata/kalimat.....” kemudian disebutkan: “Lanjutkan teks”,
kemudian meneruskan bacaan.
Page 81
70
b. Footnote yang Panjang
Untuk footenote yang panjang yang dapat mengganggu konsentrasi
pemahaman isi paragrarf, dibacakan setelah paragraph selesai, dengan
menyebutkan: “Footnote pada kalimat/kata .....pada
paragraph diatas”, kemudian diteruskan dengan: “Isi footnote
untuk kata/kalimat...... yaitu...”, kemudian : “Lanjutkan teks”. Jika
di dalam suatu paragraph terdapat lebih dari suatu footnote
panjang, maka footnotenya diberi nomor. Setelah dibacakan kalimat
yang mengandung footnote, disebutkan: “footnote nomor
satu/dua/tiga…..., dst Pada kata/kalimat…….”. Kemudian
diteruskan dengan menyebutkan: “Lanjutan teks” sampai selesai
paragraph. Setelah akhir paragraph disebutkan: “Isi footnote
satu/dua/tiga, dst adalah .....”. Jika anda selesai pada pembacaan isi
footnote yang terakhir, kemudian menyebutkan: “Lanjutan teks”.
Jika di dalam footnote hanya disebutkan keterangan singkat “IBID”,
“OP.CIT”, “LOC. CIT”, maka keterangan tersebut diuraikan
selengkapnya sesuai dengan footnote yang ditunjuk sebelumnya
dengan menyebutkan: “Isi footnote: Ibid/Op.Cit /Loc.Cit, yaitu....”,
kemudian menyebutkan: “Lanjutan teks”
13. Suara, Cara, dan Kecepatan Membaca
Cara membaca naskah dilakukan seperti orang yang sedang bercerita
atau berpidato, tidak terlalu cepat tetapi tidak terlalu lambat. Pada
umumnya agak cepat masih lebih disukai daripada agak lambat. Jika
Page 82
71
diberi ukuran, kira-kira 1 (satu) lembar folio denga pengetikan berjarak
2 (dua) spasi memerlukan waktu 2 menit untuk membacanya.
Hendaknya digunakan artikulasi yang baik, suara tidak ditelan atau
diseret, tidak pula terlalu ditegaskan secara berlebih-lebihan kata
perkata sehingga terputus-putus seperti anak belajar membaca.
Sebaiknya dihindarkan suara yang menurun atau menghilang diujung
kalimat. Intonasi bacaan hendaknya disesuaikan dengan tanda baca
yang ada. Pemenggalan kalimat disesuaikan denga frasa atau
pengertian dari ungkapan bacaan.
L. Penggalangan Dana
Penggalangan dana Yayasan adalah hasil sumbangan dari donatur baik
donatur yang tetap maupun spontanitas. Penggalangan dana adalah melaui
teledonasi dan transfer atau bisa langsung menyampaikan ke Yayasan
Mitra Netra. Selain itu Yayasan Mitra Netra juga memiliki upaya lain
yaitu pengumpulan dana melalui celengan. Yang mana celengan itu
dibagikan ke tiap-tiap tunanetra di Mitra Netra dan hasil dari celengan itu
akan digunakan kembali untuk kebutuhan tunanetra itu sendiri dan sarana-
sarana penunjang lain di Yayasan Mitra Netra. Selain tunanetra
masyarakat diluar lembaga juga bisa berpartisipasi untuk mengisi celengan
Mitra Netra ini.
Page 83
72
BAB IV
HASIL EVALUASI
A. Evaluasi Pelaksanaan Program
Minimnya fasilitas di sekolah-sekolah regular merupakan faktor dilahirkan
program Buku Bicara di Yayasan Mitra Netra. Terutama bagi tunanetra yang
tidak memiliki fasilitas di rumah atau dalam kategori kurang mampu. Maka
program ini lahir untuk mendampingi siswa-siswi tunanetra dalam menunjang
prestasi belajar di sekolah reguler. Sekolah belum menyediakan layanan
khusus untuk kebutuhan tunanetra dalam pendidikan. Untuk itu tunetra
memerlukan alat bantu yang bisa mereka temukan di luar sekolah. Seperti
program buku bicara yang disediakan di Yayasan Mitra Netra.
Informan menjelaskan:
“ Tujuan didirikan Mitra Netra adalah untuk membantu dan
mendampingi tunanetra untuk mencapai program pemerintah
tentang pendidikan inklusif. Tentunya semua program yang ada di
Yayasan Mitra Netra memiliki tujuan yang sama meski masih ada
tujuan lain. Menurut saya program Talking Book ini adalah salah
satu dari program-program layanan Mitra Netra lain yang
membantu menunjang pendidikan untuk tunanetra. Akan tetapi
perlu dipahami bahwa program Buku Bicara ini merupakan
program yang telah ada sejak awal berdirinya Yayasan Mitra
Netra sudah pasti perannya lebih banyak untuk tunanetra terutama
dalam pendidikan inklusif itu “.39
Dengan perencanaannya Program Buku Bicara ini dilahirkan dengan
tujuan mendampingi tunanetra dalam pendidikan Inklusif. Dengan bantuan
Program Buku Bicara ini tunanetra tidak mendapat kesulitan dalam mengikuti
39
Irwan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, selasa 12 April. Pukul 11.25 WIB
72
Page 84
73
pelajaran di kelas karena buku bacaan yang digunakan di sekolah hanya dapat
mereka dengar 1 kali yaitu ketika jam pelajaran saja. Di luar sekolah mereka
harus membutuhkan bantuan dari teman atau orang lain untuk membacakan
ulang buku pelajaran itu, dan itu juga jika ada yang bersedia. Yayasan Mitra
Netra dengan program Buku Bicara ini dilahirkan untuk mendampingi
tunanetra agar dapat mengakses buku-buku pelajaran sekolah yang meraka
butuhkan untuk dibaca dan dipelajari ulang di luar sekolah dengan format
yang lebih praktis dan efisien.
Informan menyatakan:
“saya membutuhkan bantuan belajar di luar sekolah karena
sekolah saya belum menyediakan layanan khusus untuk murid-
murid seperti saya.40
Buku Bicara juga dibuat untuk memberikan wawasan keilmuan lain di luar
sekolah seperti buku-buku bacaan dan buku-buku cerita yang best saler.
Program ini diharapkan bisa memberikan informasi lebih banyak lagi untuk
tunanetra selain tujuan pokoknya mendampingi tunanetra dalam pendidikan
inklusif di sekolah-sekolah regular.
Informan menyatakan:
“ Saya sudah menggunakan layanan Program Buku Bicara
sejak tahun 2009, menurut saya program ini sangat membantu
tunanetra terutama yang bersekolah. Sebelumnya saya kesulitan
untuk mengakses buku pelajaran dari sekolah. Setelah
menggunakan layanan program Buku Bicara di Mitra Netra saya
dapat mengulang-ulang pelajaran sekolah tanpa harus mencari
dan menunggu pendamping yang membacakan. Selain itu saya
juga memanfaatkan fasilitas layanan Program Buku Bicara untuk
40
Senna Rusli, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Kamis 07 April 2011. Pukul 13.35
WIB
Page 85
74
membaca buku-buku lain di luar sekolah yang dikoleksi oleh
perpustakaan yayasan”. 41
Keberadaan Buku Bicara di Mitra Netra sejak awal telah memberikan
peran terhadap pendidikan tunanetra terutama bagi siswa-siswi. Selain dapat
mengikuti pelajaran di sekolah, tunanetra juga dapat memanfaatkan fasilitas
pelayanan Program Buku Bicara untuk mendapatkan informasi dan wawasan
yang lebih luas. Buku Bicara hadir untuk menjawab pertanyaan tunanetra
terhadap kebutuhan mereka dalam mengakses dunia pendidikan. Mitra Netra
menjadikan DTB ini sebagai Buku Masa Depan seperti yang dinyatakan oleh
informan menyatakan:
“ Sejak awal berdirinya Yayasan Mitra Netra, bahkan Talking
Book masih dengan format analog yaitu dalam bentuk kaset tape
recording ini telah menemani kami dalam melayani tunanetra.
Sangat banyak kelebihan Buku Bicara ini. Sekarang dengan format
digital yang dimuat dalam kepingan CD menjadi lebih
memudahkan tunanetra. Di antara kelebihannya: 1. Hemat
penyimpanan, 2. Hemat biaya, 3. Lebih mudah dibawa, 4. Lebih
mudah mengorientasikan, 5. Lebih mempermudah belajar. Untuk
itu saya menyebutnya Buku Masa Depan untuk tunanetra ”.42
Hingga saat ini Yayasan Mitra Netra melalui program Buku Bicara ini
masih menunjukkan eksistensinya. menjadi pelopor dan satu-satunya lembaga
yang aktif dalam pengoperasian program dan Produksi Buku Bicara DTB di
Indonesia.
Yang menjadi sasaran dari program Buku Bicara ini adalah siswa dan
siswi tunanetra yang belajar di sekolah reguler yang memerlukan bantuan
41
Senna Rusli, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Kamis 07 April 2011. Pukul 13.50
WIB 42
Irwan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Selasa 12 April 2011. Pukul 11.25 WIB
Page 86
75
fasilitas belajar. Terutama siswa-siswi tunanetra yang kurang mampu dan
juga tidak memiliki fasilitas belajar di rumah.
Informan menyatakan:
“ Yang menjadi sasaran program ini adalah siswa dan siswi
sekolah, yang mana mereka memerlukan bantuan khusus untuk
mengakses buku-buku pelajaran. Jika saja bukan dengan Talking
Book para pelajar akan membutuhkan waktu yang lama untuk
menunggu pembuatan buku dalam format Braille ”.43
Tujuan program Buku Bicara ini adalah mendampingi dan membantu
tunanetra untuk menunjang prestasi dan sampai kepada pendidikan inklusif.
Memberikan pelayanan pendidikan terbaik untuk tunanetra.
Informan menyatakan:
“ Tujuan didirikan Mitra Netra adalah untuk membantu dan
mendampingi tunanetra untuk mencapai program pemerintah
tentang pendidikan inklusif. Tentunya semua program yang ada di
Yayasan Mitra Netra memiliki tujuan yang sama meski masih ada
tujuan lain. Menurut saya program Talking Book ini adalah salah
satu dari program-program layanan Mitra Netra lain yang
membantu menunjang pendidikan untuk tunanetra. Akan tetapi
perlu dipahami bahwa program Buku Bicara ini merupakan
program yang telah ada sejak awal berdirinya Yayasan Mitra
Netra sudah pasti perannya lebih banyak untuk tunanetra terutama
dalam pendidikan inklusif itu ”.44
Informan menyatakan:
“ Kalau saja saya tidak gunakan DTB mungkin saya harus
terus bergantung kepada orang lain untuk mendampingi dan
membacakan buku pelajaran saya ”.45
Selain itu Buku Bicara juga bertujuan untuk memberikan akses kepada
tunanetra dalam informasi-informasi lain dan perkembangan wawasan di luar
pengetahuan di sekolah. Yaitu agar pada waktu senggang dan hari-hari libur
43
Firdaus, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Rabu 06 April 2011. Pukul 09.45 WIB 44
Irwan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Selasa 12 April 2011. Pukul 11.25 WIB 45
Fajar, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Rabu 13 April 2011. Pukul 15.00 WIB
Page 87
76
sekolah tunanetra tetap beraktifitas untuk mengembangkan pengetahuan atau
hanya sekedar untuk melepas penat dengan membaca buku-buku novel, kisah-
kisah, buku-buku motivasi yang ada dalam koleksi perpustakaan Yayasan
Mitra Netra.
Informan menyatakan:
“ Kalau hari libur saya juga gunakan DTB untuk membaca
buku-buku koleksi perpustakaan, buku-buku terbaru bahkan saya
pernah meminjam buku cerita Harry Potter jilid 1 sampai dengan
jilid 7 untuk dibawa pulang dan dibaca di rumah ”.46
Secara konteks, program Buku Bicara memiliki tujuan yang tepat karena
dengan fasilitas pelayanan yang diberikan mampu menjawab kebutuhan
tunanetra terutama yang sekolah di sekolah-sekolah regular. Secara konteks
Program Buku Bicara di Yayasan Mitra Netra ini telah menunjukkan satu
perencanaan yang optimal untuk pencapaian tujuannya. Klien yang
menggunakan layanan program merasakan manfaatnya dan hal itu juga
dipertegas oleh pihak yayasan yang menjadi penanggung jawab dari program
Buku Bicara ini.
1. Fasilitas Program Buku Bicara
a. Studio Recording
Mitra Netra menyediakan 3 buah studio rekam untuk Program Buku
Bicara ini yang berada di ruang perpustakaan yayasan. Ruang studio sangat
sederhana karena harus beradaptasi dengan ruang perpustakaan sehingga
terlihat kurang kondusif. Studio rekam sangat mempengaruhi kualitas dari
46
Senna Rusli, Yayasan Mitra Netra. wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 13.50 WIB
Page 88
77
hasil produk dari program buku bicara itu sendiri karena hasil rekam audio
itulah yang merupakan isi dari buku itu.
b. SDM Yang Dimiliki
Dalam mengoperasikan fasilitas program memerlukan sumber daya
manusia untuk menunjang program secara operasional. Diantara
SDM yang dimiliki program buku bicara ini adalah:
Pengisi Suara
Pengisi suara merupakan seorang petugas yang memiliki tugas
sebagai pembaca buku yang direkam di studio rekam. Bacaan
seorang pengisi suara direkam yang kemudian akan menjadi isi
dari buku bicara itu. Jumlah pengisi suara pada program ini adalah
5 orang.
Editor
Merupakan seorang petugas yang berada di ruang editor yang
memiliki tugas merangkum hasil rekaman suara dari ruang rekam
yang kemudian diedit. Hasil rekaman suara yang diedit kemudian
dirangkum kedalam sebuah CD dengan menggunakan format
DAISY. Dalam tugas editor ini juga berperan beberapa orang dari
petugas pengisi suara.
Informan menjelaskan:
” Selama ini belum ada kendala keterlambatan dalam
pembuatan. Program ini hanya memiliki 5 orang tenaga pembaca
dan 2 buah studio rekam. 3 diantara orang-orang ini adalah bukan
pekerja tetap. Mereka membaca sekaligus menjadi editor juga.
Mereka membutuhkan waktu 1 jam setengah untuk untuk
membacakan buku lalu kemudian istirahat dan setelah itu
Page 89
78
melanjutkannya lagi. Untuk antrian yang tidak terlalu padat SDM
yang ada sudah cukup, mungkin jika ada sebuah proyek besar itu
yang akan memerlukan tambahan tenaga bahkan penambahan
fasilitas studio rekam ”.47
Penanggung Jawab Penelitian dan Pengembangan
Penanggung Jawab Produksi
Staff Bidang Pelayanan dan Pendampingan
e. Victor Reader ClassicX + 3.3
Ada 3 buah alat jenis ini di Mitra Netra. Sedangkan 2 buah lainnya adalah
merk PlexTalk buatan Jepang. Buatan jepang ini sudah tidak digunakan karena
modenya agak lebih rumit dibanding dengan Victor Reader. Alat ini
didapatkan melalui Proyek Daisy For All (DFA) yang dilaksanakan di
Indonesia pada tahun 2005 yaitu dalam program sosialisasi Daisy di Asia
Tenggara. Mitra Netra menjadi lokomotif Indonesia waktu itu dan
mengirimkan 5 orang anggota yang pendanaannya disediakan oleh
penyelenggara. Mita Netra dihadiahkan 3 buah Victor Reader.
Victor Reader ini merupakan sebuah alat pemutar dalam bentuk HardWare
yang didatangkan dari Kanada. Victor Reader didisain untuk bacaan waktu
luang seperti novel, majalah, dan sebagainya. Dengan fungsi-fungsi
penggunaan yang sederhana, kita dapat memeriksa daftar isi, menuju ke bab,
atau kembali ke suatu bookmark .48
47
Endah, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 09.30.WIB 48
BUKU PANDUAN PENGGUNAAN Victor Reader ClassicX + 3.3, Edisi Terjemah
Bahasa Indonesia (Yayasan Mitra Netra, 2011). h. 5.
Page 90
79
a. Cara Penggunaan Victor Reader
1. Menghidupkan Victor Reader
Hidupkan Victor Reader dengan menekan tombol Power yang terletak di
atas tombol Eject di bagian permukaan player lalu akan terdengar suara
bip dan pesan selamat datang.
2. Memasukkan dan Memutar Buku
Masukkan CD ke dalam slot yang terletak di sisi depan player.
Lalu pelan-pelan dorong CD ke depan. Mekanisme dorong pada
alat ini akan mengambil alih dan secara otomatis memasukkan CD.
Setelah beberapa detik player akan menyuarakan judul buku.
Untuk memutar buku, tekan tombol Play/Stop. Jika secara tidak
sengaja memasang CD terbalik maka CD akan keluar secara
otomatis dalam 15 detik tanpa kerusakan. Kita dapat menyesuaikan
Tone, Volume dan Sped dengan menekan tombol-tombol ke atas
dank e bawah. Tombol-tombol itu terletak di bagian atas tengah
bagian depan alat.
Untuk pindah ke belakang atau ke depan dengan kecepatan tinggi,
tekan dan tahan tombol Rewind atau Fast-Forward sampai pada
bagian yang diinginkan, kemudian lepaskan. Lalu kecepatan
selanjutnya akan kembali normal.
Pause/Jeda pada saat membaca. Tekan tombol Play/Stop untuk
jeda dan untuk melanjutkan kembali bacaan lalu tekan tombol
Play/Stop lagi. Jika player tidak terhubung dengan stop kontak,
Page 91
80
atau jika ada pada mode pause yang lebih dari 30 menit maka
player akan mati secara otomatis untuk menghemat batrei.
3. Mengakhiri membaca
Untuk mengakhiri sesi membaca, matikan player dengan menekan dan
menahan tombol Power. Victor Reader secara otomatis akan mengingat
posisi terakhir dalam buku guna jika ingin melanjutkan sesi membaca
kembali.
4. Mengeluarkan CD
Untuk mengeluarkan CD, tekan tombol Eject. Victor Reader akan
menyuarakan Eject dan setelah beberapa detik mekanisme motoris akan
secara pelan-pelan mengeluarkan CD dari slot.
5. Penjelasan Fungsi-Fungsi Tombol Numerik Pada Victor Reader pada
Gambar 1 Berikut:
Gambar 1. Tombol Victor Reader
1 Bookshelf
2 Navigation
Element
3 History
5 Where am I
9 7 Menu
* Cancel
0 Info
# Confirm
8 Navigation
Element
6
Forward
4 Back
Page 92
81
a. 1 : Rak Buku
Tombol ini digunakan untuk mengakses rak buku yaitu Victor Reader
akan menyuarakan jumlah buku pada CD dan judul buku.
b. 2, 4, 6, 8 : Tombol-Tombol Navigasi
Tombol-tombol ini merupakan tombol navigasi yang memungkinkan
untuk dengan mudah berpindah dari satu elemen struktur ( disebut juga
level navigasi ) ke lainnya untuk dengan cepat menemukan informasi yang
diinginkan. Tombol ini juga memungkinkan pengguna untuk bernavigasi
dari bab, sub-bab, halaman, lompat waktu, paragraph, atau elemen index
apapun yang dibuat oleh produsen buku.
Tombol 2 dan 8 untuk memilih level navigasi. Biasanya berbeda
masing-masing buku, namun umumnya level 1 berarti bab, level 2
berarti sub-bab, level 3 berarti sub-sub bab dan seterusnya.
Tombol 4 dan 6 untuk berpindah dari elemen yang dipilih ke
elemen terdahulu atau berikutnya.
c. 3 : Tombol Terdahulu
Tombol ini memungkinkan secara cepat untuk kembali ke posisi
sebelumnya. Alat ini mampu mengingat sampai maksimal 5 kegiatan (
navigasi ke satu halaman, bookmark ). Buku terdahulu akan terhapus jika
berganti buku. Setelah menekan tombol 3 lalu gunakan tombol 4 dan 6
untuk berpindah dari satu elemen ke elemen berikutnya.
Page 93
82
d. 5 : Tombol Where am I?
Ketika ditekan tombol ini akan memberitahukan di mana posisi kita tanpa
menghentikan proses membaca. Lalu alat ini akan menyuarakan halamn,
Bab, dan judul buku yang sedang dibacakan.
e. 0 : Tombol Info
Tombol ini akan memberikan akses langsung ke berbagai informasi.
Terdapat dua cara untuk mengakses informasi yang diinginkan.
Akan menampilkan daftar item-item yang tersedia
Dilanjutkan dengan menekan tombol 4 atau 6 untuk berpindah
dari satu item ke lainnya.
Untuk cancel tekan tombol star ( * )
Kita juga dapat menekan dan menahan tombol Info ini untuk
mengaktifkan mode tombol penjelasan.
f. (#) dan (*) : Tombol Pagar dan Bintang
Tombol pagar memungkinkan untuk mengkonfirmasi operasi. Tombol
bintang memungkinkan untuk melakukan cancel operasi.
g. 9 : Tombol ini adalah tombol tanpa fungsi
b. Kelemahan Victor Reader
Sama dengan teknologi ciptaan manusia lain, alat ini juga memiliki
kelemahan yaitu rentan rusak pada slot pemutar CD karena kelamaan
digunakan maka pita pada pemutar akan tipis dan jika itu terjadi maka alat itu
sudah tidak akan mampu membaca CD yang diputarkan.
Informan menjelaskan:
Page 94
83
“ Ada beberapa kendala pada alat Victor Reader ini, yang
pertama alat yang didatangkan dari kanada ini sangat susah untuk
mencari sparepartnya, kedua lama kelamaan dipakai optik pada
CD Roomnya akan lemah, namanya juga barang digunakan
nonstop. Ketiga jika terjadi kerusakan itu kami harus mengganti
dengan CD Room laptop dan itupun tidak semua bisa dipakai,
harus dipilih lagi. Umur CD Room aslinya ini sekitar 3 tahun saja.
Hanya itu saja kendala dari alat ini. Kalau sparepart tersedia,
kami bisa service sendiri karena elemennya tidak sulit. “ 49
c. Kemudahan Victor Reader
Dengan sumber tenaga yang bisa di akses dengan daya listrik dan batrei
membuat alat ini sangat efisien dan dapat digunakan dimana saja. Untuk
pemutar dengan tenaga batrei yang ada pada alat ini bisa dilakukan pemutaran
CD hingga 500 kali pemutaran. Daya tahan batreinya itu sekitar 5 tahun.
Batrei jenis A2 sebanyak 6 buah.
f. Komputer Dengan Format Daisy
Selain Victor Reader, perpustakaan juga memiliki fasilitas lain untuk
mendukung program Talking Book ini. Yaitu alat pemutar buku dalam jenis
software. Alat ini adalah berupa komputer yang sudah di instalisasi program
Daisy yaitu bisa memutarkan CD dan digunakan seperti menggunakan Victor
Reader. Ada 3 komputer di ruang perpustakaan akan tetapi ini hanya bisa
digunakan pada komputer yang telah diinstal dengan program Daisy. Jika
tidak pemutaran hanya akan dapat didengar seperti pemutaran musik pada
MP3 biasa. Dan itu juga hanya bisa di gunakan oleh tunanetra yang sudah
mahir menggunakan komputer.
49
Firdaus, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Rabu, 06 April 2011. Pukul 09.45 WIB
Page 95
84
Bagian LitBang pada program Talking Book ini kemudian
mengembangkan teknologi alat pemutar untuk Talking Book. Yaitu membuat
format Daisy untuk telepon genggam. Pada standardnya CD bisa diputar
dengan alat putar pada umumnya seperti DVD Player, Discman dan lain-lain
akan tetapi untuk format Daisy dibutuhkan untuk mempermudah tunanetra
dalam mengakses buku bacaan seperti orang awas membaca buku.
Informan menjelaskan:
“ Selain Victor Reader, tunanetra juga dapat menggunakan
komputer yang diinstall format Daisy. Akan tetapi karena masih
banyak pembaca yang tidak tahu komputer maka kami sedang
mengembangkan teknologi untuk mengakses Buku Bicara ke dalam
handphone. Karena tunanetra sekarang lebih mahir menggunakan
handphone dari pada laptop atau komputer. Selain gampang
dibawa, handphone sekarang sudah menggunakan teknologi yang
sangat canggih. Bisa mengakses berbagai bidang. Bisa saya
katakan orang lebih mau membeli handphone yang harganya 5
juta dari pada harus membeli laptop harga 3 juta “.50
2. Pelayanan Program
Untuk pembuatan buku klien harus melalui pelayanan perpustakaan karena
layanan program termasuk dalam salah satu pelayanan di perpustakaan
Yayasan Mitra Netra. Klien akan melalui prosedur perpustakaan yakni dimulai
dengan mendaftarkan diri sebagai anggota perpustakaan Mitra Netra.
Informan menjelaskan:
“ Untuk mengakses pelayanan program DTB klien yang
berkepentingan terlebih dahulu mendaftar sebagai anggota pada
perpustakaan Mitra Netra yaitu dengan membayar iuran
pendaftaran Rp. 10.000 dan jika ingin melanjutkan atau
memperpanjang keanggotaan maka tiap 1 tahun sekali membayar
50
Nur Ichsan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 11.00 WIB
Page 96
85
iuran dengan nominal yang sama. Tidak susah karena kami tidak
menggunakan kartu member “.51
Disini terlihat bahwa proses pelayanan untuk program Buku Bicara ini
adalah sangat memudahkan tunanetra untuk mengakses dan dapat
menggunakan fasilitas program.
Informan menyatakan:
“ Untuk mengakses program ini tidak susah karena program
ini ada di perpustakaan. Selain lokasi yang masih dalam lingkup
yayasan, staff perpustakaan juga mendampingi yunanetra yang
memerlukan dampingan dengan baik. Terutama klien pengguna
layanan program DTB. Mereka akan mendapat informasi yang
lengkap dari staff perpustakaan “.52
a. Proses Pembuatan Buku Bicara
Ada beberapa tahapan untuk proses pembuatan DTB yaitu:
1. Klien menyerahkan buku yang akan dibuat
Pada tahap ini buku akan dimasukkan dalam daftar buku masuk di
perpustakaan Mitra Netra. Pada buku entri ini dicantumkan nama pengaju,
tanggal masuk, judul buku, penerbit, terbitan tahun, halaman dan nomor
antrian. Seperti terlihat pada tabel 3 berikut:
51
Endah, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 09.30.WIB 52
Senna Rusli, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 13.50
WIB
Page 97
86
Table 3. Buku Registrasi
BUKU MASUK
Format ini dirancang oleh Kepala Bagian Produksi dan Perpustakaan. Format
dibuat untuk komputer. Yang diharapkan akan lebih memudahkan dalam
menyimpan dan mencari data. Karena jika terus menggunakan cara yang lama
yaitu catatan dalam buku maka akan menjadi sulit karena jika buku itu sudah
menumpuk banyak maka akan menyulitkan untuk mencari data.
2. Buku yang sudah di data kemudian diletakkan pada Rak Buku Belum
Dibaca
Pada tahap ini buku akan ditempel tanda “BDB” (buku belum dibaca).
Pada tahap ini juga buku telah masuk pada antrian untuk dibacakan oleh
pengisi suara dalam studio recording. Buku dibacakan oleh pengisi suara
sesuai dengan nomor antrian masuk buku.
3. Data recording kemudian diserahkan ke bagian Editor
Pada tahap ini data recording yang telah diisi suara oleh pengisi suara
diedit dan disetting ke dalam format Daisy oleh editor di Ruang Litbang.
PENGAJU :
TGL MASUK :
JUDUL BUKU :
PENGARANG :
PENERBIT :
TAHUN :
HALAMAN :
Page 98
87
Informan menjelaskan:
“ Data yang sudah direkam kemudian diedit dalam format
Daisy yaitu menggunakan program Sigtuna untuk membuat
struktur dan menggunakan program Sound Force atau Adoube
Edition untuk editan suara. Untuk DTB ini kami gunakan jenis
Daisy Table Of Content Only artinya format yang hanya memuat
data dalam bentuk suara saja tidak menambah dengan teks lain
karena jika dengan teks tentunya akan menambah biaya lagi untuk
membayar jasa pengetikan. Sedangkan untuk format audio sendiri
kami gunakan MP3 dengan kapasitas 128 kbps, karna filenya lebih
kecil 1/3 dibandingkan dengan WAV. Sedangkan untuk isi CD kami
buat 1 judul saja dalam 1 CD guna mempermudah dalam
penyimpanan ” .53
4. Hasil Edit dimasukkan pada rak Buku Jadi
Pada tahap ini hasil edit dibuat dalam dua Copy yaitu 1 untuk master yang
akan diperbanyak dan 1 untuk dipinjamkan dan jadi koleksi perputakaan. Pada
tahap ini juga buku diserahkan kembali pada bagian produksi untuk
diperbanyak dan disebarkan.
5. Tahap Produksi
Pada tahap ini dilakukan perbanyakan yaitu CD master di copy pada CDR.
Lalu CD diberi lable judul, pengarang, penerbit dan kategori. Untuk Produksi
sendiri perpustakaan Mitra Netra mampu menghasilkan 25-75 judul/bulannya
dan 14 ribu keeping CD/tahunnya.
6. Prosedur dan Jadwal Pelaksanaan Program
Untuk prosedur program adalah mengikuti jadwal dan prosedur
operasional perpustakaan. Selama perpustakaan beroperasi maka layanan
program buku bicara dapat dimanfaatkan oleh klien. Klien biasanya
53
Nur Ichsan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 11.00 WIB
Page 99
88
memanfaatkan fasilitas program ini setelah selesai jam sekolah dan
kampus dan bahkan di hari libur.
Informan Menyatakan:
“ Biasanya saya ke perpustakaan setelah pulang dari sekolah,
kalau ada buku yang ingin dibuatkan untuk dibaca atau mengambil buku
yang sudah jadi. Kalau hari libur kadang juga saya ke perpustakaan untuk
sekedar baca-baca komik dan buku-buku lainnya.”54
7. Pengembangan Teknologi Program
Dari awalnya Talking Book dalam bentuk analog (kaset) kemudian
bertahap YMN khususnya bagian Litbang menambah fasilitas dan mengganti
komposisi analog dengan komponen yang lebih praktis yaitu Talking Book
dalam format Digital Talking Book (DTB). Format penyimpanan data yang
sebelumnya dalam bentuk kaset, kini ditransformasikan ke dalam kepingan
CD. YMN juga memfasilitasi alat pemutar atau player DTB ini dengan
fasilitas yang lebih canggih dari sebelumnya.
Informan menyatakan:
“ Kami akan terus mengembangkan teknologi untuk program
DTB ini agar tunanetra akan semakin mudah menggunakan
program dan pada akhirnya akan terus membantu memenuhi
kebutuhan yang diinginkan tunanetra. Pengalihan dari analog
menjadi Digital ini dimulai dari setelah 1 tahun saya di bagian
Litbang tepatnya pada tahun 1998 pada waktu itu kami baru
mengenal DTB, kemudian tahun 2005/2006 baru DTB di
realisasikan di YMN melalui program sosialisasi Daisy dan pada
waktu itu YMN menjadi member dalam Daisy Consortium dan
program Daisy Far All yang diselenggarakan di tingkat asia
tenggara. Dari situ kami dihadiahkan 5 buah player, 2 Plextalk
dan 3 buah Victor Raeder. Semua merupakan alat pemutar CD
dengan format standard Daisy “.55
54
Senna Rusli, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 13.50
WIB 55
Nur Ichsan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 11.00 WIB
Page 100
89
8. Pengembangan Produksi
Selain untuk tunanetra di Yayasan Mitra Netra, produksi DTB juga disebar
ke berbagai daerah di nusantara. Ada 55 kota besar se Indonesia yang menjadi
target penyebaran kepingan CD ini. Selain memberikan CD, YMN juga
memberikan player atau alat putarnya. Hal itu terus diupayakan di setiap
tahunnya. Upaya ini dilakukan untuk mengenalkan program Talking Book
pada lembaga-lembaga yang belum mengetahui banyak tentang program itu.
Selain itu YMN juga membantu dan membina lembaga-lembaga yang mau
menjalankan program ini di tempat mereka.
Informan menyatakan:
“ Selain koleksi dibuat untuk dibaca di perpustakaan Mitra
Netra, kami juga menyebar Buku di beberapa kota di Indonesia,
selama ini ada beberapa kota yang menjadi target kami yaitu
dimulai dari pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT,
NTB, sampai manado. Di pulau jawa yang terbanyak. Memang
masih belum merata tapi itu akan terus diupayakan dalam tiap
tahunnya selama kami masih memiliki biaya “.56
B. Hambatan-Hambatan
Dalam setiap pelaksanaan tidak akan pernah terlepas dari halangan dan
hambatan. Akan tetapi bagaimana manajemen suatau program mampu
membaca situasi dan dapat membuat satu keputusan untuk mengantisipasi
hambatan itu. Program Buku Bicara di Yayasan Mitra Netra merupakan
program yang telah lahir dari awal berdiri yayasan ini.
56
Informan Firdaus, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Rabu, 13 April 2011. Pukul 11.00
WIB
Page 101
90
Sebelumnya, semua dilakukan dengan cara yang sederhana. Para pengurus
menghimpun kaset-kaset yang berisi rekaman buku yang dibacakan milik para
tunanetra yang tidak lagi dipergunakan proses perekamannya pun hanya
menggunakan tape recorder biasa, bahkan kadang-kadang hanya tape recorder
kecil saja.
Jika ada buku yang dibutuhkan tunanetra dan tidak ada atau belum ada di
kumpulan kaset-kaset tersebut, yang para pengurus lakukan adalah
mengumpulkan "kaset-kaset bekas" dari siapapun, lalu membacakan buku
yang diperlukan tersebut dan merekamnya dengan menggunakan tape
recorder biasa tidak ada studio, apalagi alat perekam yang canggih. Jadi, bisa
dipastikan bahwa di antara suara pembaca pada umumnya mereka adalah
relawan (volunteer), juga terdengar suara-suara lain, suara motor, penjual baso
atau mie ayam, mobil, guntur, hujan, dan sebagainya.57
Informan Menjelaskan:
” Dibandingkan sekarang, format Tape Recording jauh lebih
memiliki kendala. Yang mana mitra harus mencari sumbangan
kaset-kaset bekas dari kampus-kampus dan masyarakat yang
bersedia untuk membantu fasilitas program.”58
Karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki Analog Talking Book,
maka pada tahun 2002 Yayasan Mitra Netra memprogramkan pembuatan
buku bicara dengan menggunakan teknologi digital yang disebut dengan
digital talking book. Pada tahap awal, produksi digital talking book ini
57
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2001, pukul: 13.15
WIB). 58
Irwan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Selasa 12 April 2011. Pukul 11.25 WIB
Page 102
91
lebih diprioritaskan untuk buku tebal seperti buku refensi yang biasa
digunakan oleh mahasiswa.
Pada dasarnya jika dilihat dari segi proses pembuatannya, digital
talking book lebih rumit dibandingkan analog talking book, karena proses
pengolahan digital talking book harus berdasarkan standar DAISY
konsorsium. Namun dri segai kualitas hasil, format digital jauh lebih
memuaskan dan sangat memudahkan. Untuk itu Mitra Netra bergabung
dengan asosiasi konsorsium dunia.
Informan Menjelaskan:
“Untuk membuat sebuah digital talking book yang memiliki standar
Internasional Yayasan Mitra Netra menjadi anggota dari DAISY
konsorsium. Digital Audio Information System (DAISY) adalah sebuah
konsorsium dunia yang membuat standar mutu dan kualitas isi sebuah
digital talking book.”59
kelebihan digital talking book adalah :
a. Dari sisi penyimpanannya sangat praktis karena berbentuk CD, dan
satu CD memiliki kapasitas antara 30 sampai 50 jam. Buku
berbentuk CD ini sangat cocok untuk buku-buku referensi yang
sangat tebal,
b. Dari sisi penggunaanya lebih mudah, karena memberikan fasilitas
kepada pengguna untuk mencari perhalaman atau per bab, dengan
demikian pengguna dapat langsung membaca halaman atau bab
yang dibutuhkan.
59 Nur Ichsan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 11.00 WIB
Page 103
92
c. Dari sisi harga lebih murah, karena buku setebal kurang lebih 500
halaman cukup dikemas dalam satu CD.
Page 104
93
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Program buku bicara merupakan program pelopor yayasan mitra netra
yang memiliki visi dan misi untuk pendidikan inklusif bagi tunanetra yang
menjadi kliennya. Setelah peralihan format ke dalam bentuk CD program
buku bicara semakin mudah dimanfaatkan klien pengguna layanan program
buku bicara di yayasan mitra netra. Perjalanan program buku bicara di
yayasan mitra netra sejauh ini telah menunjukkan pencapaian pada target.
Diantara pencapaian tersebut adalah:
Peralihan teknologi yang menjadikan program buku bicara di yayasan
mitra netra semakain memudahkan klien pengguna layanan program. Dari
awal pengadaan program hingga saat ini masih berjalan sesuai dengan tujuan
yayasan yaitu mendampingi tunanetra dalam program pemerintah tentang
pendidikan inklusif. Pelaksanaan program Buku Bicara berlandaskan
kebutuhan tunanetra terhadap fasilitas di dunia pendidikan regular dan
mendukung program pemerintah dalam pendidikan inklusif bagi tunanetra.
Program Buku Bicara merupakan salah satu program dari yayasan mitra
netra yang berpengaruh besar dalam pendidikan tunanetra. Hingga Buku
Bicara ini mendapat gelar khusus yaitu “ buku masa depan “. Kebanyakan
yang menggunakan layanan program Buku Bicara ini adalah mahasiswa-
mahasiswi dan siswa-siswi sekolah menengah atas. Sedangkan SD dan SMP
93
Page 105
94
lebih dominan dengan Braille karena mereka masih harus belajar tentang tulis
dan baca. Jika diperlukan, buku-buku koleksi perpustakaan bisa dipinjam dan
dibawa pulang oleh klien. Buku Bicara dibuat dalam format mp3 agar
memudahkan klien jika tidak dapat memutar dengan Victor Reader maka bisa
dengan alat pemutar CD biasa dan computer. Kelebihan Victor Reader adalah
menggunakan format standard Daisy. Dapat mengatur tinggi rendah suara,
cepat lambat tempo, dan dapat mengakses semua bagian buku dari bab dan
halaman layaknya orang awas membaca buku.
Hambatan yang dimiliki program ini adalah ketika program buku bicara
masih menggunakan format Analog Talking Book dan ketika itu pula mitra
netra masih harus barpindah-pindah tempat tinggal karena belum memiliki
rumah sendiri seperti sekarang ini. Namun, saat ini setelah peralihan teknologi
menjadi Digital Talking Book, program buku bicara jauh lebih efisien dan
efektif karena menggunakan format yang lebih modern sehingga lebih
memudahkan klien.
B. Saran
1. Pengguna sarana Program (Klien)
Penulis mengharapkan para tunanetra pada umumnya dan pelajar
khususnya yang sampai saat ini menggunakan fasilitas layanan
program buku bicara di Yayasan Mitra Netra untuk dapat
memanfaatkan program itu untuk kebutuhan pendidikan dan sarana
informasi dengan sebaik-baiknya. Karena Yayasan Mitra Netra
Page 106
95
menyediakan program yang mungkin tidak akan mudah ditemukan di
lembaga-lembaga lain apalagi sekolah-sekolah reguler. Untuk itu
selama fasilitas layanan program ini masih bersama dengan Mitra
Netra, maka diharapkan semua kalangan tunanetra untuk
menggunakan kesempatan baik ini.
2. Staff Perpustakaan
Penulis mengharapkan agar staff selaku pendamping tunanetra
dalam pelayanan program ini untuk senantiasa terus mendampingi dan
dapat terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien. Sebagai
pendamping klien diharapkan staff juga memposisikan diri sbagai
partner yang akan menampung kebutuhan klien baik yang berada di
dalam Yayasan Mitra Netra sendiri maupun klien yang datang dari luar
Mitra Netra. Khususnya untuk pelayanan program Talking Book ini.
3. Pengisi Suara dan Editor
Penulis mengharapkan agar bidang ini untuk memberikan yang
terbaik dan bekerja maksimal dalam proses pembuatan isi Buku
Bicara. karena program ini tidak bergerak dalam bidang pendampingan
akan tetapi program ini memerlukan kualitas isi yang baik agar dapat
dirasakan manfaatnya oleh klien. Untuk itu sebagai SDM yang
bersama-sama dengan fasilitas program Talking Book, Pengisi Suara
dan Editor sangat diharapkan untuk memberikan yang terbaik dalam
rangka membantu mobilitas Program Buku Bicara ini.
4. Kabid Produksi & Perpustakaan
Page 107
96
Penulis mengharapkan kepada Pak Firdaus sebagai penanggung
jawab fasilitas dan produksi program untuk terus menjalankan
tugasnya yakni dengan terus memberikan dan realisasikan ide serta
gagasan cemerlang untuk meningkatkan dan mengembangkan program
terutama dalam bidang produksi.
5. Kabid Litbang
Penulis sangat mengharapkan kepada bagian ini untuk selalu
berkreasi dalam hal-hal baru yang berkenaan dngan teknologi yang
diperlukan untuk membantu kesuksesan program Talking Book ini.
Hal ini terlihat dari sejak awal program dengan setting analog
kemudian oleh kepala Bagian Litbang yang dalam hal ini dijabat oleh
Pak Nur Ichsan menggagas teknologi baru yaitu program dengan
setting digital hingga sekarang. Penulis sangat mengharapkan bidang
Litbang meneruskan rencananya untuk model-modl teknologi baru
yang lebih praktis dfan efisien sehingga program akan merangkum
seluruh kalngan tunanetra.
6. Untuk Yayasan Mitra Netra
Penulis berharap agar Lembaga ini tetap terus berdiri meski
belumbanyak kalngan yang mau menjadi partner kerja dalam bidang
pelayanan untuk tunanetra. Sejauh ini Mitra Netra masih menjadi satu-
satunya Lembaga yang sangat berhasil dalam mendampingi dan
memberikan pelayanan untuk tunanetra. Penulis harapkan Yayasan
Mitra Netra terus menjadi partner tunanetra untuk mencapai cita-cita
Page 108
97
dan masa depan. Dengan program-program dan pelayanan yang
dimiliki Mitra Netra maka akan membuka harapan baru untuk
tunanetra dan menciptakan tunanetra yang berenergi dan optimis.
Page 109
98
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Adi, Rukminto, Isbandi. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat
dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada pemikiran dan pendekatan praktis)
Edisi Revisi (Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI, 2003).
Alston, Margareth & Bowles, Wendy (1998). Research For Social
Worker : an introduction to methods. Canberra : Allen and Unwin pty Ltd.
Arikunto, Suharsimi. Penilaian Program Pendidikan (Jakarta : Bina
Aksara, 1998) Cet. Ke-1
Arikunto, Suharsimi. Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta : PT. Bumi
Aksara, 2008).
Arikunto, Suharsimi. Penilaian Program Pendidikan (Yogyakarta:
Bina Aksara, 1998).
Buku Panduan Penggunaan Victor Reader. Edisi Bahasa Indonesia
(Jakarta : Yayasan Mitra Netra, 2011).
Hadari, Nawawi. Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Jogjakarta : Gajah
Mada University Press, 1992).
Kamus Pendidikan Karya Dra. Lenny Fanggidaesij.
Lexy J, Meleong. Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2001)
Lexy J, Meleong. Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2001)
Nurkacana, Wayan, Evaluasi Pendidikan (Surabaya: Usaha
Nasional, 1976).
Nggao, Fredy S. Evaluasi Program (Jakarta : Nyansa Mandiri, 2003).
Partanto, Pius A dan Al-Barry M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer
(Surabaya : Arloka, 1994).
98
Page 110
99
Tayibnasib, Yusuf, Frida. Evaluasi Program (Jakarta : Rineka Cipta).
Toha, M. Chatib. Teknik Evaluasi Pendidikan (Jakarta : Rajawali Press,
1991) Cet. Ke-1
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-2 (Jakarta :
Balai Pustaka, 1995) Cet. Ke-4
B. BROSUR / ARTIKEL / LAPORAN
Brosur Yayasan Mitra Netra. Update 2011 (Diakses pada: 13 Mei 2011,
pukul: 13.15 WIB).
Azham, Ismul. Laporan Praktikum 1 di Yayasan Mitra Netra
Azham, Ismul. Laporan Praktikum 2 di Yayasan Mitra Netra
Artikel Encyclopedia Of America Literature oleh Benet’s Readers
Artikel American Foundation For The Blind oleh Norris. G Harring
Artikel oleh Dedekusn. “Pentingnya Pendidikan Inklusif”. Last Updated
on Monday, 1 February 2010 06:14 pm
Artikel oleh Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman. “Anak Berkebutuhan
Khusus”. Sunday, February 8th
, 2009 at 07:37 pm
C. INTERNET
Data Yayasan Mitra Netra, update 2011. www.mitranetra.ac.id (Diakses
pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB).
Data Yayasan Mitra Netra, update 2011. www.mitranetra.ac.id (Diakses
pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB).
www.DAISY.com. Data Yayasan Mitra Netra, update 2011.
www.mitranetra.ac.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB).
Page 111
HASIL WAWANCARA 1
Informan 1
Nama : Irwan
Pendidikan :
Jabatan : Wakil Direktur Yayasan Mitra Netra
Bagaimana Sejarah Singkat Talking Book di Mitra Netra?
Sejak awal berdirinya Yayasan Mitra Netra, bahkan Talking Book
masih dengan format analog yaitu dalam bentuk kaset tape recording
ini telah menemani kami dalam melayani tunanetra. Sangat banyak
kelebihan Buku Bicara ini. Sekarang dengan format digital yang
dimuat dalam kepingan CD menjadi lebih memudahkan tunanetra. Di
antara kelebihannya: 1. Hemat penyimpanan, 2. Hemat biaya, 3. Lebih
mudah dibawa, 4. Lebih mudah mengorientasikan, 5. Lebih
mempermudah belajar. Untuk itu saya menyebutnya Buku Masa
Depan untuk tunanetra.
Bagaimana proses pengadaan program buku bicara di yayasan
mitra netra?
buku bicara menjadi program di yayasan mitra netra sejak awal
berdirinya yayasan ini. Pada awalnya masih dalam bentuk kaset tape
recording. Program ini muncul karena minimnya fasilitas belajar bagi
tunanetra di sekolah-sekolah regular. Maka untuk itu mitra netra
tergerak dan merencanakan untuk mengambil peran itu.
Siapakah yang bertanggung jawab terhadap program ini?
Secara keseluruhan yang bertanggung jawab terhadap segala fasilitas
dan program-program yayassan adalah semua orang-orang yang terkait
dengan yayasan dan kepengurusan yayasan mitra netra.
Apakah program buku bicara ini menunjukkan kemajuan selama
ini?
Pelaksanaan program buku bicara ini sejak awal sangat menunjukkan
kemajuan apalagi setelah pengalihan teknologi dari kaset ke CD.
Program buku bicara sangat berhasil karena buku ini sangat
memudahkan tunanetra dan dengan format DAISY membuat program
buku bicara ini menjadikan tunanetra mampu membaca buku melebihi
orang awas. Saya menyebutnya “ buku masa depan “.
Page 112
Bagaimana kaitan dan peran program buku bicara dalam
pendidikan inklusif?
Program buku bicara merupakan penunjang dalam kegiatan belajar
tunanetra. Tentunya hal itu merupakan sebuah tujuan dari mitra netra.
Berkenaan dengan kaitannya dengan pendidikan inklusif adalah
program buku bicara adalah sebuah fasilitas belajar tunanetra yang
menggantikan buku bacaan orang awas menjadi buku tunanetra.
Dengan buku bicara tunanetra dapat mengikuti mata pelajaran sekolah
untuk dapat dipelajari ulang di luar sekolah. Secara signifikan
tunanetra telah mampu bersaing dengan orang awas di sekolahnya.
Selama ini tunanetra tidak mampu sekolah di sekolah regular karena
fasilitas untuk mereka tidak tersedia. Untuk itu melalui mitra netra
dengan program buku bicara tunanetra dapat mengikuti siklus belajar
sekolah regular dan bahkan perguruan tinggi.
Bagaimana Fungsi Program Talking Book di Yayasan Mitra Netra
Dalam Pendidikan Inklusif Terhadap Klien?
Tujuan didirikan Mitra Netra adalah untuk membantu dan
mendampingi tunanetra untuk mencapai program pemerintah tentang
pendidikan inklusif. Tentunya semua program yang ada di Yayasan
Mitra Netra memiliki tujuan yang sama meski masih ada tujuan lain.
Menurut saya program Talking Book ini adalah salah satu dari
program-program layanan Mitra Netra lain yang membantu menunjang
pendidikan untuk tunanetra. Akan tetapi perlu dipahami bahwa
program Buku Bicara ini merupakan program yang telah ada sejak
awal berdirinya Yayasan Mitra Netra sudah pasti perannya lebih
banyak untuk tunanetra terutama dalam pendidikan inklusif itu.
Apakah program buku bicara berhasil?
program buku bicara berhasil mendampingi tunanetra dalam
pendidikan inklusif. Akan tetapi sebagaimana yang kita ketahui
bahwasanya program buku bicara tidak merupakan satu-satunya
program dalam membantu tujuan inklusif itu. Ada program-program
lain yang juga berperan di yayasan mitra netra ini. Namun program
buku bicara ini adalah salah satu yang berperan besar untuk pendidikan
inklusif.
Page 113
HASIL WAWANCARA 2
Informan 2
Nama : Firdaus
Pendidikan :
Jabatan : Kabid. Produksi Dan Perpustakaan
Siapakah yang merupakan sasaran dari program buku bicara di
yayasan mitra netra?
Yang menjadi sasaran program ini adalah siswa dan siswi sekolah,
yang mana mereka memerlukan bantuan khusus untuk mengakses
buku-buku pelajaran. Jika saja bukan dengan Talking Book para
pelajar akan membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu
pembuatan buku dalam format Braille.
Apakah ada prioritas tertentu untuk klien pengguna layanan
program Buku Bicara di yayasan mitra netra ini?
secara garis besar tidak pengelompokan dalam penggunaan layanan
program ini. Tetapi khusunya untuk di yayasan mitra netra sendiri
kebanyakan yang menggunakan layanan program ini adalah siswa-
siswi dan mahasiswa-mahasiswi. Bukan berarti tidak untuk orang
umum. Hanya kami lebih mendahulukan yang lebih membutuhkan
yang dalam hal ini adalah tunanetra yang masih belajar atau dalam
masa belajar karena kami berpegang pada tujuan yayasan yaitu
membantu tunanetra menuju pendidikan inklusif.
Apa yang menjadi kekurangan dari alat Victor Reader?
Ada beberapa kendala pada alat Victor Reader ini, yang pertama alat
yang didatangkan dari kanada ini sangat susah untuk mencari
sparepartnya, kedua lama kelamaan dipakai optik pada CD Roomnya
akan lemah, namanya juga barang digunakan nonstop. Ketiga jika
terjadi kerusakan itu kami harus mengganti dengan CD Room laptop
dan itupun tidak semua bisa dipakai, harus dipilih lagi. Umur CD
Room aslinya ini sekitar 3 tahun saja. Hanya itu saja kendala dari alat
ini. Kalau sparepart tersedia, kami bisa service sendiri karena
elemennya tidak sulit.
Apakah hasil produksi program buku bicara di yayasan mitra
netra hanya memiliki ruang lingkup di yayasan saja?
Selain koleksi dibuat untuk dibaca di perpustakaan Mitra Netra, kami
juga menyebar Buku di beberapa kota di Indonesia, selama ini ada
beberapa kota yang menjadi target kami yaitu dimulai dari pulau
Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB, sampai manado. Di
Page 114
pulau jawa yang terbanyak. Memang masih belum merata tapi itu akan
terus diupayakan dalam tiap tahunnya selama kami masih memiliki
biaya.
Apakah ada penyeleksian terhadap kriteria-kriteria buku tertentu
untuk dijadikan DTB?
Khusus untuk buku-buku di luar pelajaran sekolah, kami lakukan
penyeleksian sebelum dibacakan karena kami takut ada tulisan-tulisan
yang terlalu berlebihan dan fulgar yang tentunya hal itu sangat tidak
baik jika dijadikan bahan bacaan untuk tunanetra khususnya pelajar.
Kalaupun buku itu tetap diminta klien untuk dibuatkan, kami
menghilangkan bagian-bagian tulisan itu. Saya tidak mau ikut
berkontribusi untuk hal-hal semacam itu.
Apa yang dilakukan oleh yayasan untuk pengembangan poduksi
Buku Bicara ini?
Mitra Netra memberikan pelatihan untuk lembaga-lembaga yang
bergerak di bidang yang sama di Negara ini. Mitra netra merupakan
ikon bagi lembaga-lembaga tunanetra di Indonesia. Namun hingga saat
ini mitra belum dapat mengembangkan program ini ke lembaga lain
karena belum ada respon dari pemerintah untuk program dengan
format DAISY ini.
Sejak kapan Mitra Netra menggunakan format DAISY untuk
program Buku Bicara?
Dimulai tahun 2005 yang pada waktu itu melalui sebuah proyek yang
dinamakan DFA (Daisy For All) yaitu program sosialisasi Daisy untuk
kawasan Asia Tenggara. Mitra Mendapat tugas manjadi lokomotif
untuk Indonesia. Mitra mendapatkan dana pelatihan untuk 5 orang
anggota. Sejak itu mitra menjadi pelopor Daisy di Indonesia hingga
saat ini.
Buku-buku apa saja yang menjadi konten dari Buku Bicara ini?
untuk buku-buku pelajaran eksakta kami menyarankan klien untuk
membuat dalam format Braille. Karena klien harus mengetahui bentuk
angka, simbul-simbul, lambag-lambang dan huruf-huruf tertentu.
Tetapi terkadang klien meminta untuk dibuatkan Buku ke dalam dua
format, Buku Bicara dan Braille.
Page 115
HASIL WAWANCARA 3
Informan 3
Nama : Nur Ichsan
Pendidikan :
Jabatan : Kabid. Litbang Yayasan Mitra Netra
Bagaimana proses editing program buku bicara ini?
Data yang sudah direkam kemudian diedit dalam format Daisy yaitu
menggunakan program Sigtuna untuk membuat struktur dan
menggunakan program Sound Force atau Adoube Edition untuk
editan suara. Untuk DTB ini kami gunakan jenis Daisy Table Of
Content Only artinya format yang hanya memuat data dalam bentuk
suara saja tidak menambah dengan teks lain karena jika dengan teks
tentunya akan menambah biaya lagi untuk membayar jasa pengetikan.
Sedangkan untuk format audio sendiri kami gunakan MP3 dengan
kapasitas 128 kbps, karna filenya lebih kecil 1/3 dibandingkan dengan
WAV. Sedangkan untuk isi CD kami buat 1 judul saja dalam 1 CD
guna mempermudah dalam penyimpanan.
Jika tidak memiliki alat pemutar seperti Victor Reader apakah
bisa dengan alat pemutar yang lain?
Selain Victor Reader, tunanetra juga dapat menggunakan komputer
yang diinstall format Daisy. Akan tetapi karena masih banyak pembaca
yang tidak tahu komputer maka kami sedang mengembangkan
teknologi untuk mengakses Buku Bicara ke dalam handphone. Karena
tunanetra sekarang lebih mahir menggunakan handphone dari pada
laptop atau komputer. Selain gampang dibawa, handphone sekarang
sudah menggunakan teknologi yang sangat canggih. Bisa mengakses
berbagai bidang. Bisa saya katakan orang lebih mau membeli
handphone yang harganya 5 juta dari pada harus membeli laptop harga
3 juta.
Rencana apa yang akan dilakukan untuk masa depan program
Buku Bicara di yayasan Mitra Netra ini?
Kami akan terus mengembangkan teknologi untuk program DTB ini
agar tunanetra akan semakin mudah menggunakan program dan pada
akhirnya akan terus membantu memenuhi kebutuhan yang diinginkan
tunanetra. Pengalihan dari analog menjadi Digital ini dimulai dari
setelah 1 tahun saya di bagian Litbang tepatnya pada tahun 1998 pada
waktu itu kami baru mengenal DTB, kemudian tahun 2005/2006 baru
DTB di realisasikan di YMN melalui program sosialisasi Daisy dan
pada waktu itu YMN menjadi member dalam Daisy Consortium dan
program Daisy Far All yang diselenggarakan di tingkat asia tenggara.
Page 116
Dari situ kami dihadiahkan 5 buah player, 2 Plextalk dan 3 buah Victor
Raeder. Semua merupakan alat pemutar CD dengan format standard
Daisy.
Page 117
HASIL WAWANCARA 4
Informan 4
Nama : Endah
Pendidikan :
Jabatan : Staff. Perpustakaan Yayasan Mitra Netra
Bagaimana prosedur pelayanan program Buku Bicara ini?
Untuk mengakses pelayanan program DTB klien yang berkepentingan
terlebih dahulu mendaftar sebagai anggota pada perpustakaan Mitra
Netra yaitu dengan membayar iuran pendaftaran Rp. 10.000 dan jika
ingin melanjutkan atau memperpanjang keanggotaan maka tiap 1 tahun
sekali membayar iuran dengan nominal yang sama. Tidak susah karena
kami tidak menggunakan kartu member.
Apakah ada ketentuan khusus untuk pembuatan Buku Bicara?
Untuk prioritas biasanya kami mendahulukan buku-buku pelajaran dari
sekolah klien karena buku pelajaran itu dibutuhkan segera dengan
jarak waktu yang terbatasa hanya dalam satu semerter masa belajar.
Jika tidak didahulukan maka buku tidak mungkin dapat digunakan.
Berapa lama jangka waktu untuk pembuatan Buku Bicara ini?
Untuk pembuatan buku-buku tipis hanya memakan waktu dua minggu
saja. Tetapi jika buku-buku yang tebal pembuatan Buku Bicara ini
memakan waktu hingga kurang lebih 1 bulan.
Apakah SDM untuk program Buku Bicara ini sudah memadai?
Selama ini belum ada kendala keterlambatan dalam pembuatan.
Program ini hanya memiliki 5 orang tenaga pembaca dan 2 buah studio
rekam. 3 diantara orang-orang ini adalah bukan pekerja tetap. Mereka
membaca sekaligus menjadi editor juga. Mereka membutuhkan waktu
1 jam setengah untuk untuk membacakan buku lalu kemudian istirahat
dan setelah itu melanjutkannya lagi. Untuk antrian yang tidak terlalu
padat SDM yang ada sudah cukup, mungkin jika ada sebuah proyek
besar itu yang akan memerlukan tambahan tenaga bahkan penambahan
fasilitas studio rekam.
Menurut anda, apakah pelaksanaan program Buku Bicara telah
membantu tunanetra dalam pendidikan inklusif?
Menurut saya pelaksanaan program ini jelas sangat membantu program
pemerintah tentang pendidikan inklusif. Karena program ini telah
memberikan pelayanan khusus untuk anak-anak yang berkebutuhan
Page 118
khusus sedangkan di sekolah mereka tidak tersedia pelayanan khusus
untuk mereka. Jadi jelas dengan adanya program buku bicara telah
membantu mereka dalam pendidikan. Media belajar di sekolah adalah
buku. Tunanetra tidak akan mampu mengikuti pelajaran jika tidak
memiliki buku bacaan yang sama seperti teman-teman awasnya. Untuk
itu program ini hadir dan menjawab pertanyaan itu.
Page 119
HASIL WAWANCARA 5
Informan 5
Nama : Senna Rusli
Usia : 20 tahun
Pendidikan : SMAN 66
Status : Klien 1
Mengapa menggunakan layanan program buku bicara di yaysan
mitra netra?
saya membutuhkan bantuan belajar di luar sekolah karena sekolah saya
belum menyediakan layanan khusus untuk murid-murid seperti saya.
Untuk itu dengan adanya program buku bicara ini dapat membantu
saya untuk belajar sendiri kapan saja.
Sejak kapan menggunakan layanan program buku bicara di
yayasan mitra netra?
Saya sudah menggunakan layanan Program Buku Bicara sejak tahun
2009, menurut saya program ini sangat membantu tunanetra terutama
yang bersekolah. Sebelumnya saya kesulitan untuk mengakses buku
pelajaran dari sekolah. Setelah menggunakan layanan program Buku
Bicara di Mitra Netra saya dapat mengulang-ulang pelajaran sekolah
tanpa harus mencari dan menunggu pendamping yang membacakan.
Selain itu saya juga memanfaatkan fasilitas layanan Program Buku
Bicara untuk membaca buku-buku lain di luar sekolah yang dikoleksi
oleh perpustakaan yayasan.
Selain untuk belajar buku-buku pelajaran sekolah, apakah anda
juga memanfaatkan DTB untuk bacaan lain?
Kalau hari libur saya juga gunakan DTB untuk membaca buku-buku
koleksi perpustakaan, buku-buku terbaru bahkan saya pernah
meminjam buku cerita Harry Potter jilid 1 sampai dengan jilid 7 untuk
dibawa pulang dan dibaca di rumah .
Bagaimana pelayanan program, apakah anda kesulitan?
Untuk mengakses program ini tidak susah karena program ini ada di
perpustakaan. Selain lokasi yang masih dalam lingkup yayasan, staff
perpustakaan juga mendampingi yunanetra yang memerlukan
dampingan dengan baik. Terutama klien pengguna layanan program
DTB. Mereka akan mendapat informasi yang lengkap dari staff
perpustakaan.
Page 120
Menurut anda, apa yang diperlukan klien untuk program Buku
Bicara ini kedepan?
Saya berharap program ini terus berkembang dan meningkatkan
fasilitas pelayanannya untuk meneruskan dan mempertahankan Visi
dan Misi Mitra Netra agar semakin memudahkan klien. Mungkin
dengan menambahkan fasilitas-fasilitas pendukung program seperti
alat pemutar CD Victor Reader, komputer, dll.
Page 121
HASIL WAWANCARA 6
Informan 6
Nama : Fajar Risdianto
Usia : 20 tahun
Pendidikan : SMA Daarul Ma’arif (swasta)
Status : Klien 2
Mengapa menggunakan layanan program buku bicara?
Kalau saja saya tidak gunakan DTB mungkin saya harus terus
bergantung kepada orang lain untuk mendampingi dan membacakan
buku pelajaran saya. Menurut saya, tunanetra harus memanfaatkan
layanan program ini terutama untuk yang masih sekolah dan sekolah
tidak memfasilitasi tunanetra dengan pelayanan khusus. Jika di sekolah
hanya dapat saya ikuti satu kali, dengan layanan program ini saya
dapat membaca buku itu berulang-ulang bahakan sampai hafal.
Apakah semua jenis buku pelajaran dimuat dalam Buku Bicara?
Buku Bicara itu lebih mudah digunakan untuk pelajaran-pelajaran
umum seperti: IPS, IPA, PPKN, Sejarah, Agama. Akan tetapi untuk
pelajaran-pelajaran eksakta seperti: Matematika, Fisika, Kimia lebih
tepat menggunakan Braille untuk dapat mengetahui bentuk huruf dan
symbol-simbol.
Apakah Program Buku Bicara membantu anda dalam
pendidikan?
Iya. Program ini telah membantu kami sebagai klien di yayasan mitra
netra. Unuk saya yang masih sekolah yang mana di sekolah tidak
menyediakan layanan khusus untuk tunanetra merasa sangat
memerlukan program layanan seperti ini. Apalagi itu akan lebih
memudahkan bagi tunanetra. Itulah yang diperlukan oleh tunanetra.
Bagaimana pelaksanaan program buku bicara di mitra netra?
Selama saya menggunakan layanan program ini. Saya merasakan
pelaksanaan program ini berjalan lancar. Banyak klien yang bolak-
balik perpustakaan untuk membaca buku-buku koleksi perpustakaan.
Ada yang meminjam buku dan ada juga yang memasukkan buku untuk
dibuatkan ke dalam format Buku Bicara.
Page 122
B. HASIL OBSERVASI
Rabu, 06 April 2011. Pukul 09.00 WIB
Saya menyaksikan 5 orang tunanetra dalam ruang perppustakaan, 2 orang
sedang menggunakan alat Victor Reader (alat pemutar CD), dan 3 orang
yang lain sedang konsultai dengan staff perpustakaan.
Rabu, 06 April 2011. Pukul 09.45 WIB Saya menemui bapak Kepala Bagian Produksi dan Perpustakaan yakni
untuk melakukan wawancara untuk penelitian skripsi tentang Program
Buku Bicara di Yayasan Mitra Netra.
Kamis, 07 April 2011. Pukul 08.00 WIB Saya menyaksikan para staff yayasan yang baru tiba di yayasan. Ada yang
diantar oleh keluarga dan ada juga yang menggunakan kendaraan umum
lalu berjalan menuju yayasan dengan hanya di bantu oleh tongkat.
Kamis, 07 April 2011. Pukul 09.30 WIB Saya menemui staff perpustakaan untuk melakukan wawancara tentang
sepitar pelayanan program buku bicara di yayasan mitra netra.
Kamis, 07 April 2011. Pukul 10.30 WIB
Saya melihat 2 orang tunanetra yang saling bergandengan sedang berjalan
menuju gedung yayasan, 1 orang berusaha memastikan jalan, dan yang 1
lagi mengikuti arah yang ditunjuk oleh yang memegang tongkat. Kondisi
ini sering Nampak dilingkungan yayasan mitra netra. Biasanya tunanetra
yang telah menghafal rute jalan-jalan di sekitar yayasan menjadi penuntun
untuk teman yang belum memahami situasi dan lingkungan yayasan.
Kamis, 07 April 2011. Pukul 11.00 WIB Saya menemui dan sekaligus mewawancarai bapak Kepala Bagian
Penelitian dan Pengembangan Program yayasan mitra netra yang dalam
hal ini adalah Bapak Nur Ichsan. Wawancara dilakukan untuk
mengumpulkan data skripsi. Wawancara berlangsung 30 menit di ruang
tunggu tamu.
Kamis, 07 April 2011. Pukul 13.50 WIB Wawancara dengan informan Senna Rusli. Wawancara berlangsung 25
menit di halaman belakang yayasan. Wawancara berlangsung sangat
ramah karena informan sangat merespon baik maksud saya untuk
mengumpulkan informasi seputar program buku bicara yang akan
dimanfaatkan untuk keperluan penelitian dan skripsi.
Jum’at, 08 April 2011. Pukul 09.00 WIB Menyaksikan sekaligus membantu 2 orang siswi praktek yang sedang
melakukan tugas di ruang perpustakaan. Tugas yang mereka lakukan
adalah memburning CD dan memasangkan label pada CD mata pelajaran
untuk tunanetra. CD ini adalah hasil dari program buku bicara yang siap
Page 123
dibaca oleh klien. Kami bersama saling membantu untuk penyelesaian
tugas yang diberikan oleh staff perpustakaan ini.
Jum’at 08 April 2011. Pukul 14.00 WIB
Saya menyaksikan seorang tunanetra yang tergolong lansia sedang asik
memainkan rubik di ruang tunggu tamu. Bapak ini juga merupakan salah
seorang klien dan sekaligus menjadi pelatih rubik untuk teman-teman
tunanetra di yayasan mitra netra. Dengan lihai dan penuh konsentrasi sang
bapak tunanetra memutar-mutar untuk menyelesaikan pola-pola dari alat
permainan itu.
Jum’at 08 April 2011. Pukul 14.30 WIB
Saya kembali ke ruang produksi untuk melanjutkan tugas memasang label
pada bagian depan CD yang sudah diburning.
Rabu, 13 April 2011. Pukul 11.00 WIB Melakukan pertemuan kedua dengan kepala bidang produksi dan
perpustakaan untuk melakukan wawancara dan konsultasi seputar skripsi.
Kebetulan Bapak Firdaus juga merupakan sal;ah seorang alumni dari UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain memberikan informasi, beliau juga
membantu mengarahkan dalam penulisan dan pengumpulan informasi
untuk skripsi saya.
Rabu, 13 April 2011. Pukul 14.00 WIB Saya menyaksikan seorang klien yayasan yang sedang dibimbing untuk
menghafal langkah demi langkah seputaran yayasan. Tunanetra yang
masih berada di sekolah dasar ini adalah seorang gadis kecil asal singapur
yang baru pindah ke Indonesia. Dia sangat mengikuti arahan pembimbing.
Dan mereka menggunakan komunikasi dengan bahasa inggris tentunya.
Rabu, 13 April 2011. Pukul 15.00 WIB
Mewawancarai informan Fajar setelah sebelumnya menunggunya karena
harus terlebih dahulu melaksanakan bimbingan belajar di ruang bimbingan
belajar untuk mata pelajaran sekolah.
Rabu, 13 April 2011. Pukul 16.00 WIB Menyaksikan pergelaran music angklung di halaman belakang yayasan.
Pergelaran dilakukan oleh tunanetra bekerja sama dengan kelompok music
yang barasal dari luar yayasan. Meski kekurangan tidak menjadikan
tunanetra tidak bisa berekspresi di dunia kesenian. Disini terlihat jelas
bahwa dalam diri mereka juga masih terdapat potensi-potensi yang bahkan
tidak dimiliki oleh orang-orang awas. Kebanyakan dari tunanetra
memainkan alat angklung. Namun ada juga yang sangat mahir memainkan
ritme piano.
Page 124
DOKUMENTASI
Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus
Ruang Perpustakaan
Page 125
Meja Registrasi dan Informasi Untuk Program Digital Talking Book dan Braille di Ruang Perpustakaan
Yayasan Mitra Netra
Tempat pembuatan Cover CD setelah selesai di Burning
Page 126
Alat pemutar CD dengan format Daisy Victor Reader
Page 127
Rak Buku
CD jadi, hasil Burning dan Covering