PROPOSAL SEMINAR AKHIR COMMUNITY MENTAL HEALTH NURSING DI KECAMATAN BANTUR OLEH KELOMPOK 3 PROFESI -PSIK A (K3LN) FKUB: 1. Isa Ariyanti 105070200131005 2. Anggraeni Citra Setyaningtyas 105070200131007 3. M. Taufik Bachtiar 105070200131008 4. Vina Nur Puspitasari 105070201131004 5. M. Hafidl Hasbullah 105070201131016 6. Anissa Karomatul Baroroh 105070201131017 7. Trisa Pradnja Paramita 105070203131001 8. Fatimatuzzahroh 105070204131001 9. Awaliyya Ramadhan 105070207131005 10. Dwi Nila Anggaraeni 105070207131006 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROPOSAL SEMINAR AKHIR
COMMUNITY MENTAL HEALTH NURSING
DI KECAMATAN BANTUR
OLEH KELOMPOK 3 PROFESI -PSIK A (K3LN) FKUB:
1. Isa Ariyanti 105070200131005
2. Anggraeni Citra Setyaningtyas 105070200131007
3. M. Taufik Bachtiar 105070200131008
4. Vina Nur Puspitasari 105070201131004
5. M. Hafidl Hasbullah 105070201131016
6. Anissa Karomatul Baroroh 105070201131017
7. Trisa Pradnja Paramita 105070203131001
8. Fatimatuzzahroh 105070204131001
9. Awaliyya Ramadhan 105070207131005
10. Dwi Nila Anggaraeni 105070207131006
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL SEMINAR AKHIR
COMMUNITY HEALTH NURSING
Di KECAMATAN BANTUR
Diajukan untuk Memenuhi kompetensi Praktek Profesi Departemen CMHN
Oleh:
Mahasiswa PSIK A (K3LN) FKUB Kelompok 3
Profesi Ners
Telah diperiksa kelengkapannya pada:
Hari :
Tanggal :
Dan dinyatakan memenuhi kompetensi
Perseptor Klinik
Ns. Soebagijono, S.Kep, M.M. Kes.
NIP. 19681009 1999003 1003
Perseptor Akademik
Ns. Retno Lestari, S.Kep., MN
NIP. 198009142005022001
BAB 1
1.1 Latar Belakang
Paradigma kesehatan di Indonesia berfokus pada peningkatan kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat. Kemandirian masyarakat dalam menangani masalah
kesehatannya menjadi tujuan utama perawatan kesehatan di komunitas. Pemberdayaan
keluarga dan komunitas adalah salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam menjaga kesehatannya (Depkes RI, 2008).
Pada langkah lebih lanjut dalam meningkatkan kemandirian masyarakat, Departemen
Kesehatan telah merumuskan suatu visi dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Visinya
adalah “Departemen Kesehatan Itu Adalah Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat”,
dengan Misi “Membuat Masyarakat Sehat”. Strateginya antara lain menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan yang berkualitas, meingkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi
kesehatan, serta meningkatkan pembiayaan kesehatan. Dengan demikian, sasaran
terpenting adalah “Pada Akhir Tahun 2015, Seluruh Desa Telah Menjadi Desa Siaga”
(Depkes RI, 2008).
Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu
mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat, seperti
kurang gizi, kejadian bencana, termasuk didalamnya gangguan jiwa, dengan memanfaatkan
potensi setempat secara gotong royong, menuju Desa Siaga. Desa Siaga Sehat Jiwa
merupakan satu bentuk pengembangan dari pencanangan Desa Siaga yang bertujuan agar
masyarakat ikut berperan serta dalam mendeteksi pasien gangguan jiwa yang belum
terdeteksi, dan membantu pemulihan pasien yang telah dirawat di rumah sakit, serta siaga
terhadap munculnya masalah kesehatan jiwa di masyarakat (Dinkes Prov. Jawa Timur,
2008; CMHN, 2005).
Piramida pelayanan kesehatan jiwa yang ditetapkan oleh direktorat Bina Pelayanan
Kesehatan Jiwa Depkes menjabarkan bahwa pelayanan kesehatan jiwa berkesinambungan
dari komunitas ke rumah sakit dan sebaliknya. Pelayanan kesehatan jiwa dimulai di
masyarakat dalam bentuk pelayanan kemandirian individu dan keluarganya, pelayanan oleh
tokoh masyarakat formal dan nonformal diluar sektor kesehatan, pelayanan oleh Puskesmas
dan pelayanan kesehatan utama, pelayanan di tingkat kabupaten/kota dalam bentuk
kunjungan ke masyarakat, pelayanan di rumah sakit umum dalam bentuk unit rawat jalan
dan inap serta pelayanan rumah sakit jiwa.
Masalah kesehatan terutama gangguan jiwa saat ini angka insidennya masih tinggi.
Berdasarkan hasil survey kesehatan mental rumah tangga (SKMRT) tahun 1995
menemukan bahwa 185 dari 1000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya
gejala gangguan kesehatan jiwa. Hasil SKRT 1995 menunjukkan, gangguan mental
emosional pada usia 15 tahun ke atas adalah 140 per 1.000 penduduk dan 5-14 tahun
sebanyak 104 per 1.000 penduduk (Maramis, 2006).
Masyarakat yang mampu mengatasi masalah kesehatan jiwa tersebut menjadi salah
satu jawaban untuk mencegah timbulnya kejadian gangguan jiwa. Masyarakat diharapkan
mampu merawat anggota keluarga yang sudah sakit (menderita gangguan jiwa), dan
mampu mencegah terjadinya gangguan jiwa baru dari masyarakat yang beresiko terjadi
gangguan jiwa. Penanganan yang tepat terhadap penderita gangguan jiwa dan masyarakat
yang beresiko akan dapat menekan terjadinya kejadian gangguan jiwa (CMHN, 2005).
Puskesmas Bantur merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten
Malang yang berada di Kecamatan Bantur. Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas
Bantur pada tahun 2012 tercatat : 32.469 jiwa yang tersebar di 5 Desa yaitu Desa Bantur,
Wonorejo, Srigonco, Sumberbening, dan Bandungrejo. Dimana desa Bantur terdiri dari 5
dusun, 73 RT, dan jumlah penduduk 11.917.Desa Wonorejo terdiri dari 1 Dusun, 11 RT, dan
jumlah penduduk 1408.Desa Srigonco terdiri 3 Dusun, 39 RT, dan jumlah penduduk
4352.Desa Sumberbening terdiri dari 3 Dusun, 25 RT dan jumlah penduduk 5538.Desa
Bandungrejo terdiri dari 3 Dusun, 54 RT, dan jumlah penduduk 9254 (Puskesmas Bantur,
2011).
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh mahasiswa Keperawatan Brawijaya program
A bekerja sama dengan kader kader posyandu mulai bulan Januari 2015 didapat data track
record pasien gangguan dan pasien resiko. Untuk desa Srigonco jumlah pasien gangguan
jiwa sebanyak 9 orang dan 19 retardasi mental, desa Sumberbening sebanyak 15 orang dan
5 retradasi mental, dan desa Wonorejo sebanyak 12 orang gangguan jiwa dan 2 retardasi
mental. Sementara untuk dua desa lainnya yaitu desa Bantur sebanyak 50 gangguan jiwa
orang dan 26 retardasi mental dan desa Bandungrejo sebanyak 41 orang gangguan jiwa
dan 22 orang retardasi mental.
Perawat CMHN sebagai tenaga kesehatan dengan spesialisasi masalah jiwa yang
bekerja di masyarakat dan bersama masyarakat, harus mempunyai kemampuan melibatkan
peran serta masyarakat; terutama tokoh masyarakat, dengan cara melatih para tokoh
masyarakat untuk menjadi kader kesehatan jiwa. Hal ini diperlukan agar masyarakat dekat
dengan pelayanan kesehatan jiwa sehingga individu yang sehat jiwa tetap sehat, individu
yang berisiko dapat dicegah tidak mengalami gangguan jiwa dan yang mengalami gangguan
jiwa dapat sembuh atau mandiri (minimal 50%) dan dapat dilanjutkan perawatannya oleh
kader kesehatan jiwa.
Untuk dapat mendata keluarga sehat jiwa, risiko masalah psikososial dan gangguan
jiwa diperlukan bantuan kader kesehatan jiwa. Dengan cara ini diharapkan seluruh masalah
kesehatan jiwa dapat diselesaikan. Strategi yang digunakan adalah Desa Siaga Sehat Jiwa
dengan memberdayakan kader kesehatan jiwa. Kader kesehatan jiwa berperan penting di
masyarakat karena kader dapat membantu masyarakat mencapai kesehatan mental yang
optimal melalui penggerakan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
mental serta pemantauan kondisi kesehatan penderita gangguan jiwa di lingkungannya.
Penderita gangguan jiwa sebenarnya tidak serta merta kehilangan produktifitasnya.
Apabila mendapatkan perawatan dengan baik, penderita gangguan jiwa tersebut dapat
menjalankan kegiatan sehari-hari dan berpenghasilan (produktif) seperti anggota
masyarakat yang lain. Hal tersebut berbeda apabila penderita tersebut tidak mendapatkan
perawatan yang memadai sehingga harus dirawat di Rumah Sakit dan kehilangan
produktifitasnya. Kegiatan kesehatan jiwa masyarakat (keswamas) merupakan kegiatan
yang tepat untuk dapat memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat tersebut dapat
merawat penderita gangguan jiwa tetap berada di masyakarat tanpa kehilangan
produktifitasnya.
Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan di atas, sekiranya perlu penatalaksanaan
lebih lanjut terkait masalah kesehatan jiwa di Kecamatan Bantur termasuk didalamnya
terkait juga dengan proses rujukan pasien ke Rumah Sakit Jiwa Lawang, Program
Pengawasan Minum Obat Pasien, dan Poli Jiwa yang masih dalam tahapan perencanaan
lebih lanjut. Oleh karena itu program Desa Siaga Sehat Jiwa patut untuk diajukan sebagai
salah satu program Puskesmas di wilayah kerja Kecamatan Bantur.
1.2 Tujuan Kegiatan
I. Tujuan Umum
Tujuan dari kegiatan pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa di Kecamatan Bantur
(desa Bantur, desa Wonorejo, desa Srigonco, desa Sumberbening, dan desa
Bandungrejo) adalah:
1) Terbentuknya desa siaga sehat jiwa yang anggota masyarakatnya mampu
merawat anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa secara mandiri
melalui penerapan konsep dan prinsip manajemen keperawatan kesehatan jiwa
komunitas dan aplikasi asuhan keperawatan kesehatan jiwa komunitas.
2) Terbentuknya perilaku pasien gangguan jiwa yang sadar akan kebutuhannya
untuk mengunjungi poli jiwa dan mengontrol perilaku menyimpangnya
3) Deteksi dini untuk pasien gangguan jiwa agar tertangani dengan segera
II. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam kegiatan pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa di Kecamatan
Bantur (desa Bantur, desa Wonorejo, desa Srigonco, desa Sumberbening, dan desa
Bandungrejo) adalah:
1) Mengidentifikasi kebutuhan dan masalah pelayanan kesehatan jiwa yang terkait
dengan manajemen keperawatan kesehatan jiwa komunitas di Kecamatan
Bantur (desa Bantur, desa Wonorejo, desa Srigonco, desa Sumberbening, dan
desa Bandungrejo)
2) Menetapkan prioritas kebutuhan dan masalah masalah pelayanan kesehatan
jiwa yang terkait dengan manajemen keperawatan kesehatan jiwa komunitas di
Kecamatan Bantur (desa Bantur, desa Wonorejo, desa Srigonco, desa
Sumberbening, dan desa Bandungrejo)
3) Menyusun tujuan dan rencana alternatif pemenuhan kebutuhan dan
penyelesaian masalah yang telah ditetapkan
4) Mengusulkan alternatif pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah yang
bersifat teknis operasional bagi komunitas di Kecamatan Bantur (desa Bantur,
desa Wonorejo, desa Srigonco, desa Sumberbening, dan desa Bandungrejo)
1.3 Manfaat Kegiatan
1. Bagi Puskesmas, manfaat dari pembentukan desa siaga sehat jiwa ini adalah
membantu menyelesaikan masalah khususnya terkait dengan kesehatan jiwa secara
operasional dari aspek manajemen pelayanan keperawatan tertentu, sehingga
diharapkan dapat membantu puskesmas untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan jiwa masyarakat, yang akhirnya meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan.
2. Bagi Kecamatan Bantur (desa Bantur, desa Wonorejo, desa Srigonco, desa
Sumberbening, dan desa Bandungrejo) pembentukan Desa Siaga Sehat jiwa ini
adalah membantu menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat, khususnya
kesehatan jiwa sehingga dapat mendukung terbentuknya Desa Siaga Sehat Jiwa.
3. Bagi masyarakat, manfaat dari pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa ini adalah
menambah wawasan dan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan jiwa.
Masyarakat menjadi siaga terhadap munculnya masalah kesehatan jiwa di
masyarakat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Desa Siaga
Desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemauan untuk
mencegah dan mengatasi masalah masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan
kesehatan secara mandiri (Depkes RI, 2006).
Menurut Bambang Hartono (Kepala Pusat Promosi Kesehatan) Desa Siaga adalah
desa yang memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan mencegah serta mengatasi
masalah masalah kesehatan.
2.2 Desa Siaga Sehat Jiwa
Desa yang memiliki kesiapan di bidang kesehatan, di mana desa yang penduduknya
memiliki sumber daya dan kemampuan untuk mengatasi masalah kesehatan secara
mandiri. Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau, dan mampu untuk
mencegah dan mengatasi masalah kesehatan secara mandiri. Desa Siaga merupakan
gambaran masyarakat yang sadar, mau, dan mampu untuk mencegah dan mengatasi
berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat, seperti kurang gizi, kejadian bencana,
dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong menuju desa siaga.
Desa Siaga Sehat Jiwa adalah bagian terintegrasi dari Desa Siaga, yang
penduduknya memiliki sumber daya dan kemampuan untuk mengatasi masalah kesehatan
jiwa secara mandiri (Keliat dkk, 2007).
2.3 Tujuan Desa Siaga
1. Tujuan umum : terwujudnya desa dengan masyarakat yang sehat, peduli, dan
tanggap terhadap masalah masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan
kesehatan) di desanya
2. Tujuan khusus :
1) Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya
kesehatan dan menerapkan perilaku hidup sehat
2) Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri
sendiri di bidang kesehatan
3) Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap
resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana,
wabah penyakit, dan lainnya)
4) Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa
5) Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih
dan sehat
6) Meningkatnya kemandirian masyarakat dea dalam pembiayaan kesehatan
7) Meningkatnya dukungan dan peran aktif para pemangku kepentingan dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat desa. (Dinkes Prov. Jawa Timur, 2008)
2.4 Kriteria Desa Siaga
a. Ada forum masyarakat desa (FMD)
b. Adanya pelayanan kesehatan dasar (Polindes, Pustu, Bidan, Praktek Swasta,
dokter praktek)
c. Adanya Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) seperti Posyandu
dan Ponkesdes
d. Adanya pengamatan kesehatan yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat
seperti masalah kesehatan penyakit menular, keluarga keluarga yang gangguan
jiwa
e. Ada pembinaan dari puskesmas yang mampu memberikan pelayanan kegawat
daruratan bagi ibu dan bayi
f. Ada sistem siaga bencana oleh masyarakat
g. Ada pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat
h. Mempunyai lingkungan yang sehat
i. Masyarakat berperilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS)
(Dinkes Prov. Jawa Timur, 2008)
2.5 Indikator Keberhasilan Desa Siaga
1. Indikator masukan (input)
Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan telah
diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga yaitu ada/tidaknya Forum
Masyarakat Desa; ada/tidaknya Poskesdes dan sarana bangunan serta
perlengkapannya; ada/tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat; ada/tidaknya
tenaga kesehatan (minimal bidan).
2. Indikator proses
Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang
dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga yaitu
frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa, berfungsi/tidaknya Poskesdes,
berfungsi/tidaknya UKBM yang ada, berfungsi/tidaknya sistem kegawatdaruratan
dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana; berfungsi/tidaknya sistem
surveilans berbasis masyarakat.
3. Indikator keluaran (output)
Indikator keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan
yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembanagn Desa Siaga yaitu
cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes, cakupan pelayanan UKBM UKBM
lain, jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan.
4. Indikator dampak
Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dan
hasil kegiatan di desa dalama rangka pengembangan desa Siaga yaitu jumlah
penduduk yang menderita sakit, jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa .
(Depkes RI, 2006)
2.6 Program Desa Siaga Sehat Jiwa
Departemen Kesehatan berupaya untuk memfasilitasi percepatan pencapaian
derajat kesehatan setinggi-tingginya bagi seluruh penduduk dengan mengembangkan
kesiap-siagaan di tingkat desa. Desa-desa yang memiliki kesiapan di bidang kesehatan
diberi nama Desa Siaga. Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar,
mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap
kesehatan masyarakat, seperti kurang gizi, kejadian bencana, termasuk juga gangguan
jiwa, dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong, menuju desa
sehat.
1. Visi
Visi pembangunan kesehatan melalui Puskesmas adalah tercapainya Kecamatan
Sehat 2015. Kecamatan sehat 2015 merupakan gambaran kesehatan masyarakat
kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yang
ditandai lingkungan sehat dengan penduduknya yang perilaku sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Desa Siaga Sehat Jiwa yang merupakan suatu pelayanan keperawatan kesehatan
jiwa komunitas yang mempunyai visi ”memelihara kesehatan jiwa masyarakat dan
mengoptimalkan kemampuan hidup pasien gangguan jiwa yang ada di masyarakat
sesuai dengan kemampuannya dengan memberdayakan keluarga dan masyarakat”.
2. Misi pelayanan
Misi pelayanan keperawatan kesehatan di Desa Siaga Sehat Jiwa adalah
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat untuk mencapai masyarakat sehat
jiwa melalui pengembangan program CMHN dan pembentukan kader kesehatan
jiwa.
3. Strategi pelayanan
Untuk mencapai visi dan misi desa siaga sehat jiwa maka strategi yang disiapkan
adalah penyusunan dan pelaksanaan beberapa program/kegiatan kesehatan jiwa
(CMHN) di desa siaga sehat jiwa. Fokus utama program CMHN di desa siaga
adalah:
a. Kegiatan perawat CMHN.
1) Pendidikan kesehatan jiwa bagi kelompok masyarakat yang sehat :
Keluarga dengan bayi
Keluarga dengan kanak-kanak
Keluarga dengan usia pra sekolah
Keluarga dengan usia sekolah
Keluarga dengan remaja
Keluarga dengan dewasa muda
Keluarga dengan dewasa
Keluarga dengan lanjut usia
2) Pendidikan kesehatan jiwa bagi kelompok pasien yang risiko masalah
psikososial:
Kehilangan bentuk, struktur, fungsí tubuh
Kehilangan/perpisahan dengan orang dicintai, pekerjaan, tempat tinggal,
sekolah, harta benda
3) Pendidikan kesehatan jiwa bagi kelompok pasien yang mengalami gangguan
jiwa :
Pasien dengan Perilaku kekerasan
Pasien dengan Isolasi sosial
Pasien dengan Harga diri rendah
Pasien dengan Halusinasi
Pasien dengan Kurang Perawatan Diri
4) Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) bagi pasien gangguan jiwa mandiri
5) Kegiatan rehabilitasi bagi pasien gangguan jiwa mandiri
6) Asuhan keperawatan untuk keluarga pasien gangguan jiwa
b. Kegiatan Kader Kesehatan Jiwa :
1) Mendeteksi keluarga di Desa Siaga Sehat Jiwa: sehat, risiko masalah
psikososial dan gangguan jiwa
2) Menggerakkan keluarga sehat untuk penyuluhan kesehatan jiwa sesuai
dengan usia
3) Menggerakkan keluarga risiko untuk penyuluhan risiko masalah psikososial
4) Menggerakkan keluarga gangguan jiwa untuk penyuluhan cara merawat
5) Menggerakkan pasien gangguan jiwa untuk mengikuti Terapi Aktifitas
Kelompok dan Rehabilitasi
6) Melakukan kunjungan rumah pada pasien gangguan jiwa yang telah mandiri
7) Merujuk pasien gangguan jiwa ke perawat CMHN
8) Mendokumentasikan semua kegiatan
2.7 Deteksi Keluarga Di Desa Siaga Sehat Jiwa
Salah satu peran dan fungsi kader kesehatan jiwa adalah mendeteksi seluruh
keluarga yang ada di desa siaga sehat jiwa.
1) Pengertian
Deteksi adalah kemampuan kader kesehatan jiwa untuk mengetahui kondisi
kesehatan jiwa keluarga yang tinggal di desa siaga sehat jiwa. Hasil deteksi adalah
sehat jiwa, risiko masalah psikososial dan gangguan jiwa.
2) Tujuan
Melalui deteksi diperoleh gambaran tentang kesehatan jiwa satu wilayah yang
ditunjukkan melalui :
a. Jumlah keluarga yang sehat jiwa
b. Jumlah keluarga yang berisiko mengalami masalah psikososial
c.Jumlah keluarga yang mempunyai pasien gangguan jiwa
3) Pelaksanaan kegiatan
a. Persiapan
1) Kader mempelajari buku pedoman deteksi keluarga
2) Kader mempelajari tanda–tanda orang/keluarga yang berisiko mengalami
masalah psikososial atau orang/keluarga yang mengalami gangguan jiwa
3) Kader mengidentifikasi orang/keluarga yang diduga mengalami risiko
masalah psikososial atau gangguan jiwa
4) Melakukan kontrak/janji untuk bertemu dengan pasien dan keluarga
b. Pelaksanaan
1) Setiap dusun memiliki 2 orang kader kesehatan jiwa
2) Setiap kader mengelola setengah dari jumlah keluarga di dusun (kader
membagi habis jumlah keluarga di dusun untuk di kelola bersama)
3) Kader menilai kesehatan jiwa tiap keluarga yang tinggal di wilayahnya
dengan cara wawancara dan pengamatan sesuai dengan petunjuk pada
buku pedoman deteksi keluarga.
Untuk menilai perilaku yang menunjukkan adanya risiko masalah
psikososial atau gangguan jiwa maka kader kesehatan perlu mengetahui
tanda–tanda/perilaku yang menunjukkan individu tersebut risiko masalah
psikososial atau gangguan jiwa.
4) Berdasarkan penilaian yang dilakukan kader mengelompokkan keluarga
yang tinggal di wilayahnya menjadi 3 kelompok :
a) Kelompok keluarga sehat adalah keluarga yang tinggal di wilayah kerja
kader dan tidak menunjukkan perilaku menyimpang; baik risiko masalah
psikososial (lihat tabel 1) maupun gangguan jiwa.
b) Kelompok keluarga yang berisiko masalah psikososial adalah keluarga
yang tinggal di wilayah kerja kader.
c) Kelompok keluarga yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa
adalah keluarga yang tinggal di wilayah kerja kader dan mempunyai
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
c. Pelaporan
1) Kader mencatat nama seluruh keluarga yang tinggal di wilayahnya
2) Kader mencatat data–data keluarga yang mempunyai risiko masalah
psikososial
3) Kader mencatat data–data keluarga yang mengalami gangguan jiwa
4) Hasil penghitungan jumlah keluarga untuk masing–masing kelompok dicatat
5) Hasil pencatatan disampaikan pada perawat CMHN yang bertanggungjawab
(Keliat dkk, 2011)
2.8 Karakteristik keluarga yang berisiko mengalami masalah psikososial, gangguan
jiwa dan sehat jiwa
a. Risiko terjadinya masalah psikososial
Tabel 1
Risiko masalah psikososial
NO FAKTOR RISIKO
1
2
3
4
5
6
Kehilangan anggota keluarga, atau orang yang dicintai
Kooperatif, mau minum obat secara teratur, , tidak mau diajak beraktivitas, tidak keluar rumah karena dilarang istrinya, RPK verbal apabila keinginan tidak dituruti
2. Ny. Ponanti 59 tahun 11 2 DPD, Halusinasi √ √Klien belum mau mandi setiap hari, jarang ganti baju, halusinasi belum divalidasi.
3. Tn. Samin 41 Tahun 14 2. PK √Tidak kooperatif, membawa senjata tajam
4. Tn. Yatmoko 33 Tahun 15 2. HDR, DPD √ √
Kooperatif, mampu aktif dalam kegiatan TAK, masih belum mau untuk memotong rambut
5.Nn. Sri Winanti
28 Tahun 23 3 Isos, HDR, DPD √ √
Mau minum obat secara teratur, sudah mau memakai pakaian dalam, tidak pernah berdandan, tidak mau beraktivitas
6. Tn. Cikrak 55 Tahun 23 3 RPK √Kooperatif, sudah aktif bekerja di ladang
7. Ny. Poniyok 54 Tahun 24 3Halusinasi,
Waham, DPD√
Tinggal sendiri, kondisi rumah tidak terawat, keluarga menolak intervensi
8. Ny. Atim 48 Tahun 33 4 Waham √Kooperatif, tidak suka mahasiswa memakai jas
9. Tn. Isjayadi 40 RPK √Menolak intervensi
Keterangan : Pasien Psikosa Non RM
DAFTAR KLIEN RETARDASI MENTAL DESA SRIGONCO KECAMATAN BANTUR
BULAN JANUARI TAHUN 2015
No Nama Umur RT Posyandu DiagnosaTingkat Ketergantungan
Minum Obat/Tidak
Keterangan
M T P
1. Tn. Minarno34
Tahun2 1. RM √
Mampu bekerja/ melakukan aktivitas di luar rumah
2. Tn. Budi Lestari25
Tahun4 1. RM
√
Mampu bekerja/ melakukan aktivitas di luar rumah
3. Nn. Umriyeh35
Tahun9 2
RM √
Tidak bisa berbahasa Indonesia, mampu aktif dalam kegiatan TAK
4.An. Obet (L)
14 Tahun
9 2.RM, DPD
√
Mampu aktif dalam kegiatan TAK, sering diingatkan untuk perawatan diri
5. An. Joko (L)14
Tahun11 2. RM, ADHD, DPD √
Mampu aktif dalam kegiatan TAK, terlalu aktif saat kegiatan TAK, sering diingatkan untuk perawatan diri
6. Tn. Santo45
Tahun11 2 RM, HDR √
Mampu aktif dalam kegiatan TAK, mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar
7. Nn. Putri 20 Tahun
162
RM √ Mau diajak kegiatan harian di rumah,
mampu menjaga kebersihan diri, mampu aktif dalam kegiatan TAK, mampu mengerti pembicaraan orang namun bicara kurang jelas
8. An. Rofi (L) 5 Tahun 16 2 RM √ Belum divalidasi
9. Danang (L)15
Tahun18 3. RM, HDR √
Mampu aktif dalam kegiatan TAK, mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar
10. Nn. Lisiani23
Tahun19 3 RM V Belum divalidasi
11. An. Reni (P)15
Tahun23 3 RM √
Mampu aktif dalam kegiatan TAK, perlu diarahkan saat kegiatan TAK
12.An. Bagus (L) 8 Tahun 23 3 ADHD √ Mampu aktif dalam
kegiatan TAK
13. Ny. Welas53
Tahun24 3 RM √ Belum divalidasi
14. Tn. Anto22
Tahun27 3 RM, DPD √ Belum divalidasi
15. Harti 29 3 RM √ Belum divalidasi
16. Ny. Kasinah40
Tahun35 4 RM √ Belum divalidasi
17. Tn. Hambali50
Tahun36 4 RM √
Menolak kunjungan/ intervensi
18. Ny. Hambali47
Tahun36 4 RM √
Menolak kunjungan/Intervensi
19. Tn. Sumianto30
Tahun36 4 RM √ Belum divalidasi
Keterangan : Pasien RM
a. Diagram Konsumen Sehat Jiwa (Psikosa Non RM)
22%
44%
33%
TINGKAT KETERGANTUNGAN
TotalParsialMandiri
Jumlah konsumen sehat jiwa berdasarkan tingkat ketergantungan:
Total : 2 orang
Parsial : 4 orang
Mandiri : 3 orang
Berdasarkan data diatas tingkat ketergantungan pasien dengan kebutuhan total sebesar 22% atau sebanyak 2 orang, tingkat
ketergantungan parsial sebesar 45% atau sebanyak 4 orang dan mandiri sebesar 33% atau 3 orang.
44%
56%
PENGOBATAN
ObatTidak
Jumlah konsumen sehat jiwayang mendapatkan terapi obat:
Obat : 4 orang
Tidak : 5 orang
Berdasarkan data diatas pasien yang minum obat yaitu 44% atau 4 orang dan pasien yang tidak minum obat sebesar 56% atau 5
pasien.
b) Diagram Pasien Retardasi Mental
5% 11%
84%
TINGKAT KETERGANTUNGAN
TotalParsialMandiri
Jumlah pasien retardasi mental
Total : 1 orang
Mandiri : 16 orang
Parsial : 2 orang
Berdasarkan data diatas tingkat ketergantungan pasien dengan kebutuhan total sebesar 5% atau sebanyak 1 orang, tingkat
ketergantungan parsial sebesar 11% atau sebanyak 2 orang dan mandiri sebesar 84% atau 16 orang.
5.2.5 Hasil Pemetaan Pasien Gangguan Jiwa Desa Sumberbening Januari 2015
DAFTAR PASIEN GANGGUAN JIWA DESA SUMBERBENING JANUARI 2015
NO
NAMA USIA
RT/RW
POSYANDU
DIAGNOSA TINGKAT KETERGANTUN
GAN
OBAT
KETERANGAN
T P M1. Ny. Kasiem 60 7/2 1 HDR, ISOS,
DPD, RPK, Halusinasi, Waham
√ Pikun, tidak bisa diajak bicara, bicara dan tertawa sendiri, tidak bisa aktivitas
√ + Kondisi sekarang hamil usia 9 bulan, halusinasi pendengaran dan penglihatan, ibu klien mengatakan klien sudah mau keluar rumah jika ingin membeli jajan di warung, jika diajak bicara menjawab seadanya. Halusinasi berkurang.
11 Tn.Wagimun 35 33/6 7 DPD, HDR, ISOS √ + Sudah membaik, mau bicara walaupun suara kecil dan lambat.
12 Tn. Agus 22 31/6 7HDR, PK Verbal
√ + Bekerja ke kalimantan
13 Tn. Samuri >60 32/6 7ISOS
√ + Sudah membaik, mau membantu ke ladang, mandi rutin 2x sehari.
14 Ny. Miati 35-60 31/6 7 HDR, Halusinasi √ Belum divalidasi (keluarga menolak intervensi, cenderun gmenutupi)
15 Ny. Endang 40-42 5 HDR, ISOS √ + Pindah ke Malang
RETARDASI MENTAL (RM)
No Nama UsiaRT/RW
Posyandu DiagnosaTingkat
Ketergantungan Obat KeteranganT P M
1 Tn. Narimin 40 6/1 1 Retardasi Mental (RM),
sulit bicara sejak lahir
√ Aktif ikut membantu keluarga di ladang
2 Nn. Prianten 7/2 1 RM, PK Verbal, DPD √ Mau beraktivitas, mudah marah
3 An. Afif 12 10/2 2 Epilepsi, ISOS, DPD, HDR √ + PK Verbal dan fisik, perkembangan memburuk, sering menghancurkan barang2 di rumah seperti kaca, cermin, gelas, piring. Berdiam diri menaiki lemari di rumahnya. Klien dirawat di RSSA
4 Tn. Tukilan 31/6 7 RM, keluyuran √ Belum divalidasi
5 Nn. Listiana RM, √ Belum divalidasi
Jumlah total konsumen sehat jiwa di Desa Sumberbening ada 20 orang dengan 18 orang merupakan klien kronis, sedangkan 2 orang adalah
klien dengan gangguan akut.
74%
26%
DATA KONSUMEN SEHAT JIWAGangguan (Psikosa) Retardasi Mental
Berdasarkan diagram tersebut di Desa Sumberbening menunjukkan angka ada gangguan psikosa sebanyak 74% dari 20 konsumen sehat
jiwa yaitu berjumlah 15 orang. Kemudian 26% mempresentasikan data klien dengan Retardasi Mental yaitu 5 orang.
33%
38%
29%
Tingkat Ketergantungan PasienTotal Parsial Mandiri
Pada diagram pie dari total 21 klien tersebut menunjukkan data sebagai berikut:
Tingkat ketergantungan total sebesar 29% yaitu 7 orang
Tingkat ketergantungan parsial sebesar 38% yaitu 8 orang
Tingkat ketergantungan mandiri sebesar 33% yaitu 6 orang
Berdasarkan diagram tersebut tingkat ketergantungan parsial menunjukkan persen tertinggi yaitu 38%. Hal tersebut menunjukkan beberapa
klien sudah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, namun masih dalam pengawasan pihak keluarga, serta dukungan masyarakat maupun
tenaga kesehatan.
24%
76%
KONSUMSI OBAT ANTIPSIKOTIKMinum Obat Tidak Minum Obat
Berdasarkan diagram pie tersebut menunjukkan 24% dari 21 pasien mengkonsumsi obat yaitu sebanyak 5 orang, dan 76% tidak
mengkonsumsi obat sebanyak 16 orang.
PEMETAAN KONSUMEN JIWA SEHAT DESA BANDUNGREJO
KECAMATAN BANTUR BULAN JANUARI 2015
NO. NAMA JK USIA RT/RW Posyandu Diagnosa
TingkatKetergantung
anOba
tKETERANGAN
OUT OFCONTROL
T P M1. Sukadi L 70 2/1 Flamboyan 3 RM √ - RM (rutin berobat di
PKM dan pindah di bantur)
2. Rudi L 42 2/1 Flamboyan 3 RM √ - RM3. Harun L 50 5/1 Flamboyan 2 Isos,HDR,DPD, Resiko
PK√ - Isos,HDR,DPD,
waham4. Istiqomah P 60 6/2 Flamboyan 2 Halusinasi dengar dan
lihat, waham√ + Tidak mau minum
obat, Halusinasi dengar dan lihat, waham, injeksi obat terakhir bulan september
5. Komariah P 70 7/2 Flamboyan 2 RM √ - RM6. Saginem P 70 7/2 Flamboyan 2 RM √ - RM7. Asharul Rahmad S. L 10 8/2 Flamboyan 2 RM - Bukan RM, tapi factor
keluarga Kurang pengetahuan
8. Ahmad Suhendar L 12 8 Flamboyan 2 RM, Halusinasi dengar HDR, DPD
√ - RM. Tidak mau minum obat. Sudah membaik tinggal HDR
9. Sri Mulya Sejati P 30 13 Flamboan 1 Halusinasi, DPD, √ + Halusinasi, DPD10. Sumarmi (Wiji
Lestari)P 40 8/7 Flamboyan 7 PK , Isos, DPD √ - Sudah bagus, mau di
Keterangan: Jumlah total daftar konsumen sehat jiwa sebanyak 63 orang terdiri dari gangguan psikosa 41 orang dan retradasi mental 22 orang.
DESA BANDUNGREJO
8% 17%
76%
Total Parsial Mandiri
Keterangan: Jumlah total daftar konsumen sehat jiwa sebanyak 63 orang terdiri dari 4 orang total, 14 orang parsial , dan 45 orang mandiri
DAFTAR KONSUMSI OBAT KONSUMEN SEHAT JIWA
DESA BANDUNGREJO
23%
77%
Obat Tidak obat
Keterangan: Jumlah total daftar konsumen sehat jiwa sebanyak 63 orang tercatat sebanyak 16 orang mengkonsumsi obat dan 47 orang tidak mengkonsumsi obat
5.3 Evalusi Kegiatan Penyuluhan Kecamatan Bantur Januari 2015
No Desa Tema Penyuluhan Evaluasi1. Bantur Mengenal Lebih
Dini ADHD Peran Keluarga
dalam Mencegah Kekambuhan Pasien dengan Gangguan Jiwa
Mengenali Gangguan Jiwa Secara Umum
Cara Mengendalikan Emosi pada klien dan Keluarga RPK
Sebanyak 15 orang hadir dalam penyuluhan dan tampak antusias dalam mengikuti penyuluhan
Kegiatan penyuluhan nomor 2, 3 dan 4 masih dalam proses.
2. Wonorejo Mengenal Lebih Dini Penyimpangan Perkembangan pada Anak (ADHD) di PAUD Polindes Desa Wonorejo
Direncanakan melakukan penyuluhan tentang Mengatasi Stress Demi Kesehatan Jiwa di rumah Tn. Adi di Desa Wonorejo RT 5 pada hari Selasa, 27 Januari 2015
Sebanyak 74% peserta penyuluhan mampu menjawab dengan benar pertanyaan dari fasilitator terkait materi yang telah diberikan.
3. Srigonco Managemen Stigma Gangguan Jiwa” yang dilaksanakan dalam kegiatan/acara Kelompok Desa Ibu-ibu Tahlilan di RT 11
Konsep Harga Diri Rendah“ dalam individu dan keluarga yang dilakukan di rumah klien (Nn. Sri Winanti dan
Sebanyak 90% peserta penyuluhan mampu menjawab dengan benar pertanyaan dari fasil terkait materi yang telah diberikan
Sebanyak 90% peserta penyuluhan mampu menjawab dengan benar pertanyaan dari fasil terkait materi yang telah diberikan
Tn. Yatmoko)4. Sumber
bening Pengaruh
Lingkungan terhadap Kesehatan Jiwa” yang telah dilaksanakan dalam kegiatan Kelompok Desa Tahlilan ibu-ibu di RT 10
Konsep Defisit Perawatan Diri“ dalam individu dan keluarga yang dilakukan di rumah klien (Ny. Karmisah dan Tn.Wagimun)
Berdasarkan perbandingan sebelum dan setelah diberikan penyuluhan, pengetahuan peserta meningkat sebesar 15%.
Penyuluhan Kesehatan (individu & keluarga) akan dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 27 Januari 2015 pukul 11.00 WIB. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan di rumah klien
5. Bandungrejo Defisit perawatan diri: Perawatan diri dan tahapan mandi yang benar
Pola hidup bersih dan sehat: Cuci tangan, buang sampah dan jajanan sehat dilaksanakan pada hari Rabu, 28 Januari 2015 di SDN Bandungrejo 1
Pola hidup bersih dan sehat
Sebanyak 90% peserta penyuluhan mampu menjawab dengan benar pertanyaan dari fasil terkait materi yang telah diberikan
5.3 Evalusi Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Kecamatan Bantur Januari
2015
No Desa Tema TAK Evaluasi1. Bantur Membuat gantungan
kunci dari kain flanel pada pasien Halusinasi dan Isolasi Sosial
Membuat kalung dari manik-manik pada keluarga dengan pasien RM
Membuat kalung dan gelang dari manik-manik pada pasien RM
Peserta mampu membuat gantungan kunci dari kain flanel dengan masing-masing membuat sebanyak 3 gantungan kunci
Keluarga dan pasien mampu membuat kalung dengan antusias
Peserta antusias mengikuti TAK
2. Wonorejo Membuat kerajinan hiasan sandal anak-anak dengan kain flanel untuk pasien dengan isolasi sosial dan harga diri rendah di Desa Wonorejo
Sebanyak 60% (3 orang) peserta TAK mampu menunjukkan membuat kerajinan hiasan sandal dengan kain flanel. Sedangkan sebanyak 40% (2 orang) peserta TAK yang lain dibantu oleh fasilitator.
3. Srigonco Stimulasi Perkembangan Psikososial dan Kognitif pada anak RM usia diatas 12 Tahun.
Membuat kerajinan gelang dari manik-manik dan menebak gambar (buah, hewan)
Membuat kerajinan jepit rambut dari manik-manik dan menanam sayur-sayuran (tomat & timun)
Sebanyak 100% peserta TAK mampu menempel dan mewarnai gambar dengan teknik kolase
4. Sumberbening Kegiatan (TAK) “Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Sensori” membuat gelang dan jepit rambut dengan bergai kreasi hiasan. Kegiatan tersebut telah dilaksanakan pada hari Kamis, 22 januari 2015 di rumah Ny. Karmisah dan Sabtu, 24 Januari
Klien mampu membuat gelang dengan tepat sesuai dengan contoh yang diberikan.
Klien mampu menghias jepit rambut dengan tepat sesuai dengan contoh yang diberikan.
Klien mampu menghias jepit rambut sesuai dengan ide/kreatifitasnya masing-masing.
2015 di rumah Ny. Subekti.
Kegiatan TAK “menanam sayur: bibit cabe dan terong ungu” yang dilaksanakan pada hari Senin, 26 Januari 2015 pukul 14.00
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada hari Senin, 26 Januari 2015 pukul 14.00 di rumah klien.
5. Bandungrejo Membuat kerajinan bunga dari kain flanel dan variasi penjepit dan bandana rambut dari kancing baju pada pasien ISOS dan HDR
Melakukan terapi bermain (mewarnai, bermain lipat kertas dan membuat telephone mainan menggunakan benda daur ulang) pada pasien ISOS dan HDR
Sebanyak 100% peserta TAK mampu menunjukkan membuat kerajinan bunga dari kain flanel dan variasi penjepit dan bandana rambut dari kancing baju
Sebanyak 100% peserta TAK mampu menunjukkan mewarnai gambar sesuai dengan contoh, melipat kertas hingga terpentuk suatu pola dan mampu membuat telphone mainan dari benda daur ulang