BAB II Anatomi 2.1 Anatomi Rongga Orbita Rongga Orbita secara skematis digambarkan sebagai piramida dengan 4 dinding yang mengerucut ke posterior. Dinding medial orbita kiri dan kanan terletak parallel dan di pisahkan oleh hidung. Pada setiap orbita, dinding lateral dan medialnya membentuk sudut 45 o , menghasilkan sudut siku antara kedua dinding lateral. 1 Volume Orbita dewasa kira kira 30 mL dan bola mata menempati 1/5 bagian rongga. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. 1 Batas anterior rongga orbita adalah Septum Orbitale, yang berfungsi sebagai pemisah antara palpebral dan orbita. Orbita berhubungan dengan : Atas : Sinus Frontalis Bawah : Sinus Maksilaris Medial : Sinus Ethmoidalis dan Sphenoidalis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
Anatomi
2.1 Anatomi Rongga Orbita
Rongga Orbita secara skematis digambarkan sebagai piramida dengan 4
dinding yang mengerucut ke posterior. Dinding medial orbita kiri dan kanan terletak
parallel dan di pisahkan oleh hidung. Pada setiap orbita, dinding lateral dan medialnya
membentuk sudut 45o , menghasilkan sudut siku antara kedua dinding lateral.1
Volume Orbita dewasa kira kira 30 mL dan bola mata menempati 1/5 bagian
rongga. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya.1
Batas anterior rongga orbita adalah Septum Orbitale, yang berfungsi sebagai
pemisah antara palpebral dan orbita.
Orbita berhubungan dengan :
Atas : Sinus Frontalis
Bawah : Sinus Maksilaris
Medial : Sinus Ethmoidalis dan Sphenoidalis
Gambar 2.1.1 : Rongga Orbita
Gambar 2.1.2 : Tulang Tulang Penyangga Orbita
Dinding Orbita :
Atap : - Pars orbitalis ossis frontalis
- Ala parva ossis sphenoidalis (bgn posterior) mengandung
kanalis optikus
Dasar : - pars orbitalis ossis maksilaris (bgn sentral yang luas)
- pars frontalis ossis maksilaris (medial)
- os zygomaticum (lateral)
- processus orbitais ossis palatini (daerah segitiga kecil di
Kemampuan Penglihatan Normal Mungkin MenurunNyeri atau pergerakan mata - +Nyeri Orbita - +Proptosis - +Kemosis Jarang atau ringan SeringReaksi Pupil Normal Mungkin AbnormalMotilitas Normal MenurunSensasi Kornea Normal Mungkin MenurunOftalmoskop Normal Mungkin AbnormalDemam/Malaise Ringan Sering BeratLeukosit Normal s/ Meningkat MeningkatTIO Biasanya normal Mungkin MeningkatTabel 3.6.2 : Diagnosis Banding Selulitis Preseptal dengan Orbital
3.7 Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi pada pemeriksaan penunjang mencakup sebagai berikut 2,11 :
a. Leukositosis lebih dari 15.000
b. Pemeriksaan kultur darah
c. Usap secret hidung
d. Papsmear untuk gram stain
e. CT Scan
Pandangan Aksial untuk menyingkirkan kemungkinan pembentukan abses
otak dan abses peridural parenkim.
Pandangan Koronal sangat membantu dalam menentukan keberadaan dan
batas dari setiap abses subperiorbital. Namun, pandangan koronal, yang
membutuhkan hiperfleksi/hiperekstensi leher, mungkin sulit pada anak
anak tidak kooperatif dan pada pasien akut
f. MRI
Membantu dalam mendefinisikan abses orbital dan dalem mengevaluasi
kemungkinan penyakit Sinus Cavernosa dan juga bermanfaat untuk
melakukan drainase pada abses orbita.
3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan harus dimulai sebelum organisme penyebabnya di identifikasi.
Segera setelah di dapatkan biakan hidung, konjungtiva, dan darah harus di berikan
antibiotic intravena. Terapi antibiotic awal mengatasi Stafilokokus, H. Influenza dan
bakteri anaerob2.
Sebagian besar kasus berespon cepat terhadap pemberian antibiotic. Kasus
yang tidak berespon mungkin membutuhkan drainase sinus paranasal melalui
pembedahan2.
Selulitis Orbita harus di rawat inap dan pemberian antibiotic intravena
spectrum luas. Drainase bedah di indikasikan pada subperiosteal abses. Drainase
mungkin dilakukan dengan Endoskopi1.
Untuk Terapi perawatan : 10
Kompres hangat
Antibiotik IV 7-10 hari dilanjutkan Antibiotik oral 14-21 hari
Pasien rawat jalan biasa di berikan antibiotic oral selama 5-7 hari, jika di sertai
sinusitis kronik atau osteomyelitis ditambahkan pemberiannya selama 3
minggu.
Infant :
Ceftriakson 50 mg/kgbb IV 12-24 jam ( tidak boleh > 4gr / hari )
Anak anak :
Nafcilin atau oxacilin 12,5 mg/kgbb IV setiap 6 jam dan Cefuroxime 25-33
mg/kgbb setiap 8 jam ( tidak boleh >4,5 gr/hari )
Alternatialergi terhadap penicillin atau sefalosporin : Kloramfenikol 12,5-25
mg/kgbb IV setiap 6 jam ( Monitor Hematologik )
Dewasa :
Ampicilin/Sulbaktam IV 1,5 gr setiap 6 jam, Cefuroxime 1,5 gr IV setiap 8
jam, Cefoxitin 2 gr IV Setiap 8 Jam, Cefotetan 2 gr IV setiap 12 Jam
Pada kerusakan periodontal diobati dengan debrideman, kuretase subginggiva
dan obat cuci mulut Hidrogen peroksida 3 %. Disamping itu, jika diikuti gejala-gejala
sistemik seperti demam, dianjurkan pemberian pengobatan secara oral dengan
menggunakan penisilin V dosis 25.000 sampai 50.000 unit/KgBB/24 jam dibagi 4
dosis. Biasanya, jika diobati gejala akan hilang dalam waktu 48 jam. Hal yang
terpenting adalah konsultasi gigi, dianjurkan untuk pembersihan gigi yang teliti guna
mencegah kekambuhan dan memperbaiki kerusakan periodontal.3
Penanganan komplikasi periodontitis fase akut ditujukan pada perbaikan
perbaikan keadaan umum disertai pemberian antibiotik yang tepat untuk kuman
penyebab dan dilakukan debrideman, selanjutnya dilakukan pembedahan untuk
memperbaiki kerusakan. Upaya ini memerlukan perencanaan dan keahlian yang baik
dengan mengutamakan pulihnya fungsi dari aspek kosmetik.4
Beberapa jenis antibiotik yang dapat digunakan dalam terapi selulitis orbita
yaitu 11 :
a. Vankomisin (Vancocin)
Trisiklik glycopeptide antibiotik untuk pemberian intravena. Diindikasikan
untuk pengobatan strain staphylococcus methicillin-resistant (tahan beta-laktam)
pasien yang alergi penisilin.
b. Klindamisin (Cleocin)
Menghambat sintesis protein bakteri pada ribosom bakteri tuas, mengikat
dengan preferensi 50S subunit ribosom dan mempengaruhi proses inisiasi rantai
peptide
c. Sefotaksim (Claforan)
Semisintetik antibiotik spektrum luas untuk penggunaan parenteral. Efektif
terhadap gram positif aerob, seperti Staphylococcus aureus (tidak mencakup
methicillin-resistant strain), termasuk penisilinase dan non-penisilinase strain, dan
Staphylococcus pyogenes , gram negatif aerob (misalnya, H influenzae), dan anaerob
(misalnya , spesies Bacteroides).
d. Nafcillin (Unipen)
Efektif terhadap spektrum gram-positif yang luas, termasuk Staphylococcus,
pneumococci, dan grup A beta-hemolitik streptokokus semisintetik penisilin.
e. Ceftazidime (Fortaz, Ceptaz)
Semisintetik, spektrum luas, beta-laktam antibiotik untuk injeksi parenteral.
Memiliki spektrum yang luas dari efektivitas terhadap gram negatif aerob seperti H.
influenzae, gram positif aerob seperti Staphylococcus aureus (termasuk penisilinase
dan non-penghasil penisilinase strain) dan S. pyogenes , dan anaerob, termasuk
Bacteroides spesies
f. Kloramfenikol (Chloromycetin)
Efek bakteriostatik terhadap berbagai bakteri gram negatif dan gram-positif
dan sangat efektif terhadap H influenzae.
g. Tikarsilin (Ticar)
Penisilin semisintetik suntik yang bakterisida terhadap kedua organisme gram
positif dan gram negatif, termasuk H influenzae, Staphylococcus S (non-penghasil
penisilinase), beta-hemolitik streptokokus (kelompok A), S. pneumoniae, dan
organisme anaerob, termasuk Bacteroides dan Clostridium spesies.
h. Cefazolin (Ancef, Kefzol, Zolicef)
Sefalosporin IM atau IV semisintetik. Memiliki efek bakterisidal terhadap
Staphylococcus S (termasuk strain yang memproduksi penisilinase-), kelompok A
streptokokus beta-hemolitik, dan H influenza
3.9 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi diantaranya : abses orbita, abses subperiosteal,
trombosis sinus kavernosus, gangguan pendengaran, septikemia, meningitis dan
kerusakan saraf optic dan gangguan penglihatan
Gambar 3.9.1 Komplikasi Selulitis Orbita
DAFTAR PUSTAKA
1. Asbury, Taylor. Rundaneva, Paul. Vaughan, Daniel P. Oftalmologi Umum.
Jakarta : Widya Medika. Hal. 1-5, 265-266.
2. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.2004. Hal. 1-13, 101-102.
3. Kanski J. Clinical Ophtalmology a Systemic Approach. Philadelphia :
Butterworth Heinemann Elsevier. Page : 175-176.
4. Lang, Gerhard K .Ophtalmology a Pocket Textbook Atlas. 2006 . New york :
Thieme. Hal. 425-427.
5. Putz, R & Pabst, R. Atlas Anatomy Manusia Sobotta. Jakarta : EGC.
6. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata Edisi 1. Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 2007. Hal. 53-54
7. Anonim. Selulitis Orbita. Akses November 2011, 4. Available from
http://www.repository.usu.ac.id
8. Anonim. Orbital Cellulitis. Akses November 2011, 4. Available from
http://www.cellulitis.org
9. Barry, Seltz L. Microbiology and Antibiotic Management of Orbital Cellulitis.
Pediatric Official Journal of The Academy of Pediatric. 2011.
10. Esther, Hong S MD. Orbital Cellulitis in a Child. Akses November 2011, 4.
Page 1-8
11. Harrington, John. Orbital Cellulitis. Akses November 2011, 4. Available from