Dilema Perempuan dalam Politik
SEKOLAH PEMIKIRAN PENDIRI BANGSA (TOKOH)MEGAWATI INSTITUTE
Latar BelakangPerjalanan sebuah bangsa bisa diukur dari sejauh
mana kemampuan generasi penerusnya menghargai pahlawannya.
Menghargai pahlawan tak cukup dengan mengenal namanya sepintas
lalu, melainkan mampu secara utuh memahami sendi-sendi pemikirannya
dan meneladaninya demi kemaslahatan bangsa ke depan. Dewasa ini,
banyak generasi bangsa yang jauh dari akar sejarah kebangsaannya,
warisan perjuangan, dan pemikiran para bapak bangsa, seperti
demokrasi pancasila, pendidikan (terutama pendidikan budi pekerti),
penegakan hukum, penghargaan hak asasi manusia (yang tercantum
dalam alenia 4 batang tubuh UUD 45), dan sebagainya. Mereka lebih
memuja pemikiran Baratdengan hanya mengadopsi gaya hidup sematadan
melupakan kemuliaan serta marwah pemikiran para tokoh bangsa yang
memberi fondasi berdirinya negara dan bangsa ini. Bahkan, mereka
mungkin saja lebih mengenal para tokoh yang berasal dari Barat
daripada para tokoh bangsa.Padahal warisan dalam bentuk gagasan
besar dari para tokoh bangsa sesunggunya masih sangat relevan
untukdijandikan sebagai panduan dasar dalam mempertahankan,
menjaga, membangun dan mengembangkan kebudayaan dan perdaban
bangsa. Gagasan besar dari pendiri bangsa yang visioner seperti
gagasan Bung Karno tentang internasionalisme dan kemanusiaan dapat
dijadikan dasar dalam mengembangkan hubungan internasional dalam
era globalisasi sekarang ini.
Selain itu, dengan mengamati kondisi saat ini yang begitu
memprihatinkan, warisan perjuangan para tokoh bangsa (pemikir
bangsa di berbagai bidang) seakan-akan tidak dijaga dan dihargai.
Bahkan, mereka nyaris tidak lagi menjadi soko guru (pilar-pilar
penting) bangsa. Karena itu, generasi bangsa tidak bisa meresapi
semangat perjuangan mereka. Sehingga, Indonesia akan berada jauh
dari tempat yang dicita-citakan. Karenanya, sebagai bagian dari
penggerak kebangkitan bangsa, Megawati Institute terpanggil untuk
menjaga warisan para pendiri bangsa dan mendistribusikannya kepada
generasi muda. Dalam konteks itulah, Megawati Institute sebagai
sebuah lembaga think tank yang fokus pada ideologi kerja (working
ideology) Pancasila 1 Juni 1945 berkehendak untuk
mentransformasikan gagasan-gagasan para tokoh bangsa yang telah
membangun fondasi kemerdekaan, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung
Syahrir, dan lain-lain. Dengan membumikan visi Pancasila 1 juni
1945 sebagai ideologi bangsa dalam berbagai dimensi kehidupan
masyarakat Indonesia, MI harus menyegarkan kembali semangat
perjuangan mereka kepada generasi bangsa saat ini.Tujuan
Adapun tujuan dari Sekolah Pemikiran tokoh ini adalah sebagai
berikut:
1. Menumbuhkan pengetahuan, kesadaran, kecintaan, dan kebanggaan
akan perjuangan serta karya besar pemikiran para tokoh bangsa2.
Mengembangkan strategi, metodologi dalam memadukan antara
teori/pemikiran dan praktek/tindakan agar dapat dijalankan sesuai
dengan posisi peran dan bidang tugas masing-masing. 3. Mampu
menyebarluaskan gagasan dan pemikiran ke tengah-tengah masyarakat
dalam berkontribusi terhadap lingkungan sosial politik
masing-masingNAMA-NAMA TOKOH YANG AKAN DIPELAJARI
1. Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo (Blora, 1880-1918).Ia
adalah seorang tokoh pers dan kebangkitan nasional Indonesia. Ia
dikenal juga sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan
nasional Indonesia. Namanya sering disingkat T.A.S. (Tirto Adhi
Soerjo).Gerakan kebangsaannya adalah melalui jurnalisme dan media.
Pemikiran Tirto yg utama adalah kaum bumiputera harus meninggalkan
faham feodalisme dan memeluk faham kemajuan atau modernitas. Selain
itu juga keharusan kaum bumiputera untuk berserikat dan
berorganisasi untuk memperjuangkan nasibnya. Idenya tentang
pentingnya pers juga mengajak kaum terdidik agar sadar akan nasib
kaum rakyat jelata, dan kesengsaraan rakyat harus dikhabar. Dialah
yang pertama mengawali pemakaian bahasa Indonesia untuk media di
Indonesia. Ini diperkuat oleh Takashi Shiraishi lewat buku Zaman
Bergerak yang menyebut Tirto Adhi Soerjo sebagai orang bumiputra
pertama yang menggerakkan bangsa melalui bahasanya lewat Medan
Prijaji.
Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan
Prijaji (1907) dan Putri Hindia (1908). Tirto juga mendirikan
Sarikat Dagang Islam. Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar
nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa
Indonesia), dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan,
penerbitan dan wartawannya adalah pribumi Indonesia asli.
Tirto adalah orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai
alat propaganda dan pembentuk pendapat umum. Dia juga berani
menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial
Belanda pada masa itu. Akhirnya Tirto ditangkap dan disingkirkan
dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan, dekat Halmahera
(Provinsi Maluku Utara). Setelah selesai masa pembuangannya, Tirto
kembali ke Batavia, dan meninggal dunia pada 17 Agustus 1918.Kisah
perjuangan dan kehidupan Tirto diangkat oleh Pramoedya Ananta Toer
dalam Tetralogi Buru dan Sang Pemula.
Pada 1973, pemerintah mengukuhkannya sebagai Bapak Pers
Nasional. Pada tanggal 3 November 2006, Tirto mendapat gelar
sebagai Pahlawan Nasional melalui Keppres RI no 85/TK/2006.
Tirto juga memegang peranan pula dalam pembentukan Sarekat
Dagang Islam di Surakarta bersama Haji Samanhudi, yang merupakan
asal mula Sarikat Islam yang kemudian berkembang ke seluruh
Indonesia. Anggaran Dasar Sarikat Islam yang pertama mendapat
persetujuan Tirto Adhi Soerjo sebagai ketua Sarikat Islam di Bogor
dan sebagai redaktur surat kabar Medan Prijaji di Bandung.
2. R.A. KARTINI(Jawa Tengah, 21 April 1879-Jawa Tengah, 17
September 1904).
Ia juga disebut Raden Ayu Kartini. Ia adalah seorang tokoh suku
Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai
pelopor kebangkitan perempuan pribumi.Setelah ia wafat, Mr. J.H.
Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah
dikirimkan Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu
menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia
Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti
harfiahnya Dari Kegelapan Menuju Cahaya. Buku kumpulan surat
Kartini ini diterbitkan pada 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima
kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat
Kartini.
Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa
Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap
Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan terjemahan oleh
Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah
Terang versi Armijn Pane, seorang sastrawan Pujangga Baru. Armijn
membagi buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan
perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya.
Versi ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini
dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L.
Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan
ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat
menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran
Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap
perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang
tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi
tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R.
Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini (baca:
Wikipedia).3. Raden Hadji Oemar Said (H.O.S.) Tjokroaminoto (Jawa
Timur, 6 Agustus 1882-Yogyakarta, 17 Desember 1934). (Ia adalah
akar dari pemikiran emansipasi kebangsaan Indonesia, guru dari para
pemimpin bangsa ini, dan pemimpin Syarikat Islam)
Perjuangan dan semangat pengorbanannya dalam mencetak para
pemimpin layak dijadikan inspirasi bagi kita semua. Sebagai salah
satu pelopor pergerakan nasional, ia mempunyai tiga murid yang
selanjutnya memberikan warna bagi sejarah pergerakan Indonesia,
yaitu MUSO yang sosialis/komunis, Soekarno yang nasionalis, dan
Kartosuwiryo yang agamis. Ketiga muridnya tersebut memainkan
peranan penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.Rakyat yang
tertindas oleh penjajah kolonial Belanda secara ekonomi dan politik
telah mengusik pemikiran dan hatinya. Pada tanggal 14-24 Juni 1916
diadakanlah Kongres Nasional pertama di Bandung. Di dalam kongres
tersebut ia mengupas tentang pembentukan bangsa dan pemerintahan
sendiri, sebuah langkah yang sangat berani saat itu karena bagi
rakyat pribumi kemerdekaan adalah hal yang tabu untuk disampaikan;
suatu langkah politik yang benar-benar berani. Ia membangun opini
rakyat yang belum mengerti politik untuk berpihak terhadap
perjuangannya, yaitu menuntut Indonesia merdeka.
Ketika itu pemerintah kolonial masih kuat apalagi saat itu
Belanda masih menerapkan peraturan Reegerings Reglement (RR) sebuah
peraturan yang berisi larangan berpolitik, berkumpul untuk membahas
perjuangan kemerdekaan. Otomatis Tjokroaminoto pun harus berhadapan
dengan Belanda.
Bagi Cokro, Islam adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan
dipersatukan sebagai dasar kebangsaan yang hendak di proses menuju
Indonesia. Sebuah spirit besar muncul dari diri Cokro, yakni
Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat.
Sungguh bahwa apa yang diharapkan Cokroaminoto adalah menjadikan
syariah Islam sebagai solusi atas permasalahan negeri. Tokoh
mercusuar syariah Islam ini wafat pada tanggal 17 Desember 1934 di
Yogyakarta, dan dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta. [Gus Uwik4.
Tjipto Mangoenkoesoemo (Semarang, 1886-Jakarta, 8 Maret 1943).
Ia adalah seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Bersama dengan Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara ia
dikenal sebagai Tiga Serangkai yang banyak menyebarluaskan ide
pemerintahan sendiri dan kritis terhadap pemerintahan penjajahan
Hindia Belanda. Ia adalah tokoh dalam Indische Partij, suatu
organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan
sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh Belanda. Pada tahun
1913, ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah kolonial ke
Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan baru kembali
1917.
Dokter Cipto menikah dengan seorang Indo pengusaha batik, sesama
anggota organisasi Insulinde, bernama Marie Vogel pada tahun
1920.
Berbeda dengan kedua rekannya dalam Tiga Serangkai yang kemudian
mengambil jalur pendidikan, Cipto tetap berjalan di jalur politik
dengan menjadi anggota Volksraad. Karena sikap radikalnya, pada
tahun 1927 ia dibuang oleh pemerintah penjajahan ke Banda.
Boedi Oetomo adalah organisasi yang ia dirikan. Terbentuknya
Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 disambut baik Cipto sebagai bentuk
kesadaran pribumi akan dirinya. Pada kongres pertamanya di
Yogyakarta, jati diri politik Cipto semakin nampak. Walaupun
kongres diadakan untuk memajukan perkembangan yang serasi bagi
orang Jawa, namun pada kenyataannya terjadi keretakan antara kaum
konservatif dan kaum progesif yang diwakili oleh golongan muda.
Keretakan ini sangat ironis mengawali suatu perpecahan ideologi
yang terbuka bagi orang Jawa.
Dalam kongres yang pertama terjadi perpecahan antara Cipto dan
Radjiman. Cipto menginginkan Boedi Oetomo sebagai organisasi
politik yang harus bergerak secara demokratis dan terbuka bagi
semua rakyat Indonesia. Organisasi ini harus menjadi pimpinan bagi
rakyat dan jangan mencari hubungan dengan atasan, bupati dan
pegawai tinggi lainnya. Sedangkan Radjiman ingin menjadikan Boedi
Oetomo sebagai suatu gerakan kebudayaan yang bersifat Jawa (baca:
Wikipedia).
5. Ki Hadjar Dewantara (Yogyakarta, 2 Mei 1889-Yogyakarta, 26
April 1959). Ia adalah seorang aktivis pergerakan Indonesia,
gerakan kebangsaanya diwujudkan dalam pemberdayaan ekonomi,
diantaranya adalah mendirikan Bank Bumi Putera dan Bank rakyat
Indonesia. Ia juga seorang kolumnis, politisi, dan pelopor
pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia sejak zaman penjajahan
belanda.
Kepeduliannya yang tinggi terhadap pendidikan mendorongnya
mendirikan Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang
memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa
memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun
orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai
Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri
handayani, menjadi slogan Departemen Pendidikan Nasional. Namanya
diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki
Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan
20.000 rupiah.
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden
RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November
1959).
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam
organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO)
tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan
dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada
waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam
berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga
diorganisasi olehnya.
Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu
organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan
pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes
Dekker (DD). Ketika kemudian DD mendirikan Indische Partij,
Soewardi diajaknya pula.
6. H. Agus Salim (Sumatera Barat,8 Oktober 1884-Jakarta, 4
November 1954). ia seorang pemimpin Gerakan kebangsaan melalui
jalur diplomasi, membangun pranata kenegaraan (apa yang dibutuhkan
oleh sebuah Negara yang merdeka), memberikan pemahaman pada
internasional kenapa indonesia layak merdeka, ia mampu menjelaskan
historisitas keindonesiaan
Karir politik Agus Salim berawal di SI, bergabung dengan HOS
Tjokroaminoto dan Abdul Muis pada 915. Ketika kedua tokoh itu
mengundurkan diri dari Volksraad sebagai wakil SI akibat kekecewaan
mereka terhadap pemerintah Belanda, Agus Salim menggantikan mereka
selama empat tahun (1921-1924) di lembaga itu. Tapi, sebagaimana
pendahulunya, dia merasa perjuangan dari dalam tak membawa manfaat.
Dia keluar dari Volksraad dan berkonsentrasi di SI.
Pada 1923, benih perpecahan mulai timbul di SI. Semaun dan
kawan-kawan menghendaki SI menjadi organisasi yang condong ke kiri,
sedangkan Agus Salim dan Tjokroaminoto menolaknya. Buntutnya SI
terbelah dua: Semaun membentuk Sarekat Rakyat yang kemudian berubah
menjadi PKI, sedangkan Agus Salim tetap bertahan di SI.
Karier politiknya sebenarnya tidak begitu mulus. Dia pernah
dicurigai rekan-rekannya sebagai mata-mata karena pernah bekerja
pada pemerintah. Apalagi, dia tak pernah ditangkap dan dipenjara
seperti Tjokroaminoto. Tapi, beberapa tulisan dan pidato Agus Salim
yang menyinggung pemerintah mematahkan tuduhan-tuduhan itu. Bahkan
dia berhasil menggantikan posisi Tjokroaminoto sebagai ketua
setelah pendiri SI itu meninggal dunia pada 1934.
Selain menjadi tokoh SI, Agus Salim juga merupakan salah satu
pendiri Jong Islamieten Bond. Di sini dia membuat gebrakan untuk
meluluhkan doktrin keagamaan yang kaku. Dalam kongres Jong
Islamieten Bond ke-2 di Yogyakarta pada 1927, Agus Salim dengan
persetujuan pengurus Jong Islamieten Bond menyatukan tempat duduk
perempuan dan laki-laki. Ini berbeda dari kongres dua tahun
sebelumnya yang dipisahkan tabir; perempuan di belakang, laki-laki
di depan. Ajaran dan semangat Islam memelopori emansipasi
perempuan, ujarnya.
Agus Salim pernah menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada akhir kekuasaan Jepang. Ketika Indonesia
merdeka, dia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung.
Kepiawaiannya berdiplomasi membuat dia dipercaya sebagai Menteri
Muda Luar Negeri dalam Kabinet Syahrir I dan II serta menjadi
Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta. Sesudah pengakuan
kedaulatan Agus Salim ditunjuk sebagai penasehat Menteri Luar
Negeri.
Dengan badannya yang kecil, di kalangan diplomatik Agus Salim
dikenal dengan julukan The Grand Old Man, sebagai bentuk pengakuan
atas prestasinya di bidang diplomasi.
Sebagai pribadi yang dikenal berjiwa bebas. Dia tak pernah mau
dikekang oleh batasan-batasan, bahkan dia berani mendobrak tradisi
Minang yang kuat. Tegas sebagai politisi, tapi sederhana dalam
sikap dan keseharian. Dia berpindah-pindah rumah kontrakan ketika
di Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta. Di rumah sederhana itulah dia
menjadi pendidik bagi anak-anaknya, kecuali si bungsu, bukan
memasukkannya ke pendidikan formal. Alasannya, selama hidupnya Agus
Salim mendapat segalanya dari luar sekolah. Saya telah melalui
jalan berlumpur akibat pendidikan kolonial, ujarnya tentang
penolakannya terhadap pendidikan formal kolonial yang juga sebagai
bentuk pembangkangannya terhadap kekuasaan Belanda.7. Tan Malaka
(Sumatera Barat, 19 Februari 1896-Jawa Timur, 14 April 1949). Ia
adalah seorang pejuang nasionalis Indonesia, seorang pemimpin
sosialis, dan pendiri Partai Murba (Musyawarah Rakyat Banyak)sebuah
partai politik Indonesia yang didirikan pada 7 November 1948 oleh
Tan Malaka, Chaerul Saleh, Sukarni, dan Adam Malik. Pejuang yang
militan, radikal, dan revolusioner ini banyak melahirkan
pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka
ia dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris. MADILOG
(Materialisme, Dialektika, Logika) adalah salah satu karyanya.
Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang
politik. Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin,
Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis. Pemuda cerdas
ini banyak juga berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai
pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda. Selain
itu juga merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk
pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI (Sarekat Islam) untuk
menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta
ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan aksi komunis, keahlian
berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun
pemerintahan Belanda melarang pembentukan kursus-kursus semacam itu
sehingga mengambil tindakan tegas bagi pesertanya.
Melihat hal itu Tan Malaka mempunyai niat untuk mendirikan
sekolah-sekolah sebagai anak-anak anggota SI untuk penciptaan
kader-kader baru. Juga dengan alasan pertama: memberi banyak jalan
(kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia
kapitalis (berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda,
Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua, memberikan kebebasan kepada
murid untuk mengikuti kegemaran mereka dalam bentuk
perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum
miskin. Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang
diubah menjadi sekolah. Dan sekolah itu bertumbuh sangat cepat
hingga sekolah itu semakin lama semakin besar.
Perjuangan Tan Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha
mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu, tapi juga pada
gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti yang dilakukan
para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan
aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat
propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat
adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.
Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh
Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai
pernyataan simpati, apabila nanti menglami kegagalan maka pegawai
yang akan diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang dengan
gigih dalam pergerakan revolusioner.
Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah
jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak untuk memberi usul-usul dan dan
mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas
aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya. Tan
Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar,
program dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan
Profintern seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskwa
diikuti oleh kaum komunis dunia. Dengan demikian tanggung-jawabnya
sebagai wakil Komintern lebih berat dari keanggotaannya di PKI.
8. Soekarno (Jawa Timur, 6 Juni 1901-Jakarta, 21 Juni 1970).
Soekarno adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada
periode 1945-1966. Ia memiliki peranan penting dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Selain itu, ia juga
tokoh penggagas Pancasila. Sebab, ia yang pertama kali mencetuskan
Pancasila sebagai konsep dasar negara. Ia adalah proklamator
kemerdekaan Indonesia bersama Mohammad Hatta yang terjadi pada
tanggal 17 Agustus 1945. Yang menarik dari Soekarno adalah tiga
unsur pokok pemikirannya: anti-elitisme, anti-imperialisme, dan
anti-kolonialisme. Menurutnya, ketiga unsur ini identik dengan
nasib rakyat (Ong Hok Ham, 2005).
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri
menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),
Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia
Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang
menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI), Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah
Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan
Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama
pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang
membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh.
Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera
memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di
Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang
sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno,
Hatta, dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan
mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah
Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik
Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu
bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang
diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin
kepada Nabi Muhammad SAW yakni al-Quran. Pada tanggal 18 Agustus
1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29
Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden
dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan
Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa
Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan
pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen.
Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan
Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan
Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan
krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan
NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah
Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir
Jendral A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden
Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari
Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi
negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan
Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara
(presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem
pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive.
Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai
Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya
maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan
November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar
Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi
kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting,
terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi
Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil
Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan
Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
(PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada
kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap
mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang
sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa
Indonesia-Belanda.9. Mohammad Hatta (Sumatera Barat, 12 Agustus
1902-Jakarta, 14 Maret 1980). Hatta adalah seorang pejuang,
negarawan, dan Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia
mengundurkan diri dari jabatannya pada tahun 1956, karena
berselisih dengan Presiden Soekarno. Meski begitu, hal tersebut
tidak merusak hubungan antara mereka. Hatta dikenal sebagai Bapak
Koperasi Indonesia. Selain itu, bandar udara internasional Jakarta
juga menggunakan namanya sebagai bentuk perhargaan atas
jasa-jasanya. Hatta memiliki sikap tenang dan sangat hati-hati. Ia
mungkin pemikir paling logis dan paling luas bacaannya di antara
para tokoh nasionalis sebelum perang kemerdekaan (Ingleson,
2005).
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karier sebagai aktivis
organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond (JSB) Cabang
Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan perihal
perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca
berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga
Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran Tjokroaminoto dalam
surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim dalam Neratja.
Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya
menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah
seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah
Abdul Moeis. Aku kagum melihat cara Abdul Moeis berpidato, aku
asyik mendengarkan suaranya yang merdu setengah parau, terpesona
oleh ayun katanya. Sampai saat itu aku belum pernah mendengarkan
pidato yang begitu hebat menarik perhatian dan membakar semangat,
aku Hatta dalam Memoir-nya. Itulah Abdul Moeis: pengarang roman
Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat Islam; anggota Volksraad; dan
pegiat dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja,
Hindia Baroe, serta Utusan Melayu dan Peroebahan.
Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah
(MULO). Lantas ia bertolak ke Batavia untuk melanjutkan studi di
Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di sini, Hatta mulai
aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera,
"Namaku Hindania!" begitulah judulnya. Berkisah perihal janda
cantik dan kaya yang terbujuk kawin lagi. Setelah ditinggal mati
suaminya, Brahmana dari Hindustan, datanglah musafir dari Barat
bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya. Tapi Wolandia terlalu
miskin sehingga lebih mencintai hartaku daripada diriku dan
menyia-nyiakan anak-anakku, rutuk Hatta lewat Hindania.
Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah dengan
beragam bacaan, pengalaman sebagai Bendahara JSB Pusat,
perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal Minangkabau yang
mukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama anggota JSB:
Bahder Djohan. Saban Sabtu, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan
keliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran
tentang berbagai hal mengenai tanah air. Pokok soal yang kerap pula
mereka perbincangkan ialah perihal memajukan bahasa Melayu. Untuk
itu, menurut Bahder Djohan perlu diadakan suatu majalah. Majalah
dalam rencana Bahder Djohan itupun sudah ia beri nama Malaya.
Antara mereka berdua sempat ada pembagian pekerjaan. Bahder Djohan
akan mengutamakan perhatiannya pada persiapan redaksi majalah,
sedangkan Hatta pada soal organisasi dan pembiayaan penerbitan.
Namun, Karena berbagai hal cita-cita kami itu tak dapat diteruskan,
kenang Hatta lagi dalam Memoir-nya.
Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama
dengan percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut
meski Hatta berada di Rotterdam, ia dipercaya sebagai koresponden.
Suatu ketika pada medio tahun 1922, terjadi peristiwa yang
mengemparkan Eropa, Turki yang dipandang sebagai kerajaan yang
sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul mundur tentara
Yunani yang dijagokan oleh Inggris. Rentetan peristiwa itu Hatta
pantau lalu ia tulis menjadi serial tulisan untuk Neratja di
Batavia. Serial tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak
pembaca, bahkan banyak surat kabar di tanah air yang mengutip
tulisan-tulisan Hatta.
10. Sutan Syahrir (Sumatera Barat, 5 Maret 1909-Zrich, Swiss, 9
April 1966).
Syahrir adalah seorang politikus dan Perdana Menteri Indonesia
yang pertama (14 November 1956-3 Juli 1947). Ia juga seorang
pejuang kemerdekaan bangsa bersama Soekarno dan Mohammad Hatta.
Fungsi dan jasa Syahrir adalah menjadi pemikir dan nakhoda pertama
bagi Indonesia yang tenang dan harus menjawab tuntutan wajibnya:
melihat jauh sekali ke depan, bahkan bagaikan melalui radar.
Syahrir adalah diplomat handal. Kemampuan tersebut yang membuatnya
piawai dalam berpidato di muka sidang Dewan Keamanan PBB pada 14
Agustus 1947. Berhadapan dengan para wakil bangsa-bangsa sedunia,
Syahrir mampu menegaskan posisi Indonesia sebagai sebuah bangsa
yang berabad-abad berperadaban aksara yang lantas dieksploitasi
kaum kolonial.
Syahrir melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda di Fakultas
Hukum, Universitas Amsterdam. Di sana, Syahrir mendalami
sosialisme. Secara sungguh-sungguh ia berkutat dengan teori-teori
sosialisme. Ia akrab dengan Salomon Tas, Ketua Klub Mahasiswa
Sosial Demokrat, dan istrinya Maria Duchateau, yang kelak dinikahi
Syahrir, meski sebentar. (Kelak Syahrir menikah kembali dengan
Poppy, kakak tertua dari Soedjatmoko dan Miriam Boediardjo).
Dalam tulisan kenangannya, Salomon Tas berkisah perihal Syahrir
yang mencari teman-teman radikal, berkelana kian jauh ke kiri,
hingga ke kalangan anarkis yang mengharamkan segala hal berbau
kapitalisme dengan bertahan hidup secara kolektif saling berbagi
satu sama lain kecuali sikat gigi. Demi lebih mengenal dunia
proletar dan organisasi pergerakannya, Syahrir pun bekerja pada
Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional.
Selain menceburkan diri dalam sosialisme, Syahrir juga aktif
dalam Perhimpunan Indonesia (PI) yang ketika itu dipimpin oleh
Mohammad Hatta. Di awal 1930, pemerintah Hindia Belanda kian bengis
terhadap organisasi pergerakan nasional, dengan aksi razia dan
memenjarakan pemimpin pergerakan di tanah air, yang berbuntut
pembubaran Partai Nasional Indonesia (PNI) oleh aktivis PNI
sendiri. Berita tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan
aktivis PI di Belanda. Mereka selalu menyerukan agar pergerakan
jangan jadi melempem lantaran pemimpinnya dipenjarakan. Seruan itu
mereka sampaikan lewat tulisan. Bersama Hatta, keduanya rajin
menulis di Daulat Rakjat, majalah milik Pendidikan Nasional
Indonesia, dan memisikan pendidikan rakyat harus menjadi tugas
utama pemimpin politik.
Pengujung tahun 1931, Syahrir meninggalkan kampusnya untuk
kembali ke tanah air dan terjun dalam pergerakan nasional. Syahrir
segera bergabung dalam organisasi Partai Nasional Indonesia (PNI
Baru), yang pada Juni 1932 diketuainya. Pengalaman mencemplungkan
diri dalam dunia proletar ia praktekkan di tanah air. Syahrir
terjun dalam pergerakan buruh. Ia memuat banyak tulisannya tentang
perburuhan dalam Daulat Rakyat. Ia juga kerap berbicara perihal
pergerakan buruh dalam forum-forum politik. Mei 1933, Syahrir
didaulat menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.
Hatta kemudian kembali ke tanah air pada Agustus 1932, segera
pula ia memimpin PNI Baru. Bersama Hatta, Syahrir mengemudikan PNI
Baru sebagai organisasi pencetak kader-kader pergerakan.
Berdasarkan analisis pemerintahan kolonial Belanda, gerakan politik
Hatta dan Syahrir dalam PNI Baru justru lebih radikal dibanding
Soekarno dengan PNI-nya yang mengandalkan mobilisasi massa. PNI
Baru, menurut polisi kolonial, cukup sebanding dengan organisasi
Barat. Meski tanpa aksi massa dan agitasi; secara cerdas, lamban
namun pasti, PNI Baru mendidik kader-kader pergerakan yang siap
bergerak ke arah tujuan revolusionernya.
Karena takut akan potensi revolusioner PNI Baru, pada Februari
1934, pemerintah kolonial Belanda menangkap, memenjarakan, kemudian
membuang Syahrir, Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru ke
Boven-Digoel. Hampir setahun dalam kawasan malaria di Papua itu,
Hatta dan Syahrir dipindahkan ke Bandaneira untuk menjalani masa
pembuangan selama enam tahun.
11. Mohammad Natsir (Sumatera Barat, 17 Juli 1908-Jakarta, 6
Februari 1993). Ia adalah perdana menteri kelima, pendiri dan
pemimpin partai politik Masyumi, dan salah seorang tokoh Islam
terkemuka di Indonesia. Natsir adalah orang yang berbicara penuh
dengan sopan santun, rendah hati, dan bersuara lembut meski
terhadap lawan-lawan politiknya. Ia juga sangat bersahaja dan
kadang-kadang gemar bercanda dengan siapa saja yang menjadi teman
bicaranya.
Natsir dikenal sebagai salah seorang pemikir, pemimpin politik
Indonesia, dan tokoh dunia Islam. Ketika ia mendaftarkan diri
menjadi anggota Partai Islam Indonesia (PII) dan terpilih menjadi
ketua cabang itu di Bandung pada awal tahun 1940, ia mulai
melibatkan diri dalam politik. Ia aktif pula dalam kepemimpinana
Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI), suatu badan federasi organisasi
social dan politik Islam yang didirikan menjelang akhir penjajahan
Belanda di Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), ia
menjadi kepala bagian Pendidikan Kotamadya Bandung merangkap
sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta. Pada masa itu
pula, ia aktif dalam kepemimpinan Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi) yang dibentuk atas inisiatif pemerintahan militer Jepang.
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, ia tampil menjadi salah
seorang politikus dan pemimpin Negara.
Karir Natsir sebagai seorang politikus tidak berjalan mulus.
Oposisinya terhadap Presiden Soekarno pada masa Demokrasi Terpimpin
dan penolakannya yang keras terhadap komunisme, menyebabkannya
bergabung dengan kaum pembangkang yang awalnya digerakkan
panglima-panglima militer di daerah. Oposisi ini akhirnya merebak
menjadi pergolakan bersenjata setelah mereka membentuk PRRI
(Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) (Yusril, 1994). Natsir
pun akhir menyerah dengan amnesty dari pemerintah. Meski begitu, ia
tidak menyerah untuk menumbuhkan suasana kehidupan politik yang
lebih baik dan demokratis sesuai dengan konstitusi.NARASUMBER: Dr.
Yudi latif, JJ rizal, Airlangga Pribadi, Dr. Anhar gonggong, Prof.
Dr. Taufik Abdullah, Rocki Gerung, Bonnie Tryana, Dr. Asvi Warman
Adam, Dr. Baskara T. Wardaya, Prof Dr. Zulhasril Nasir, Hilmar
Farid, Dr. Ahmad Suhelmi, Dr. Ignas Kleden, Peter Kasenda, Dr.
Ahmad Suhelmi.METODE STUDY1. Memberikan pemahaman yang sama tentang
grand theory dari studi serial pemikiran tokoh pendiri bangsa ini.
Tujuannya, agar di dalam benak peserta ada persamaan pemahaman
terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud dengan pemikiran tokoh.
Hal ini penting, karena sebuah pemikiran akan selalu menuju kepada
ideology (gagasan utama, ekonomi, politik, kebudayaan, kebangsaan,
internasionalisme, sosialisme).2. Mempelajari bagaimana sejarah
lahirnya gagasan tersebut, apa hal hal yang mengilhami pemikiran
para tokoh, keluarga, sekolah, organisasi, pengalaman politik,
pengalaman perjuangan lainnya.3. Menggunakan tinjauan pemikiran
ekonomi politik/sosiologi sebagai salah satu pisau bedah yakni
dengan memperhatikan 1) aktor-aktor yang mewarnai pemikiran, 2).
relasi diantara aktor dan 3). aspek-aspek struktural (kekuasaan)
dan sosial kultural lainnya.4. Melihat khazanah umum/global produk
pemikiran dan para pemikir itu sendiri setelah 45. Melihat berbagai
bentuk respon global yang pernah dilakukan sebagai bagian dari
upaya mempertahankan eksistensi nasional. SILABUS
1Filsafat Merumuskan gariS filasafat pemikiran yang dianut.
Menjelaskan tokoh/filusuf nasional dan internasional, yang
mempengaruhinya.
2Teori Gagasan utama yang dibangun baik dalam bidang ekonomi,
politik, kebudayaan, sosial dll. Apa hal yang baru dan bersifat
alternatif dari gagasan tersebut.
3Sejarah Mempelajari latar belakang historis dari mana gagasan
atau pemikiran tersebut lahir. Bagaimana proses pertarungan
(kontradiksi) yang mendasari gagasan dan perubahan-perubahan
situasi yang menyertainya.
4Peran Aktor Bagaimana posisi yang bersangkutan dalam ekonomi,
politik dan sosial. Sangat perlu dijelaskan posisinya dalam suatu
situasi penting, langkah dan tindakan apa yang diambil dalam
situasi tersebut.
Relasi actorHubungan dirinya dengan actor lainnya didalam proses
interaksi pemikiran. Penting dijelaskan siapa mempengaruhi siapa
dan siapa yang menjadi determinan dalam perubahan yang terjadi.
Distribusi sumber-sumber Menjelaskan distribusi kekuasaan dan
alat-alat kekuasaan yang menentukan produk/kebijakan yang
dihasilkan.
Relasi InternasionalHubungan internasional yang membentuk
pemikiran, tindakan dan pilihan-pilihan gagasan dan kebijakan.
5.Sosial KulturalMempelajari aspek Pendidikan, Lingkungan,
Keluarga, adat istiadat dan Habitus(kebiasaan) lainnya yang
berpengaruh kuat terhadap gagasan utama.
6.Objectif Mempelajari relevansi filsafat pemikiran dalam
menganalisis kondisi obyektif saat ini dan apakah dapat menjadi
alternatif bagi perubahan sosial ke arah kemajuan.
SYARAT-SYARAT PESERTA1. Memberikan karya tulis, 2 halaman A 4,
mengapa mereka megikuti sekolah pemikiran tokoh ini.
2. Foto 4 X 6 berwarna, 2 lembar
3. Mengikuti aturan2 selama studi berlangsung
KETERANGAN
1. Sekolah ini tidak dipungut biaya
2. Syarat-syarat peserta dikirim paling lambat tgl 13 juni 2011,
melalui email: [email protected]. Peserta harus melalui
proses seleksi karya tulis. Peserta yang lolos seleksi akan
diumumkan pada 17 juni 2011, melalui website Megawati
insititute
4. Quota bagi mahasiswa adalah 12 peserta, dari 25 kursi peserta
yang tersedia
5. Kelas diselenggarakan setiap hari rabu, 2 kali dalam sebulan,
selama 6 bulan6. Kelas perdana dimulai pada minggu ketiga bulan
juni 2011
7. Kelas dimulai pukl 13.00 sd 16.30
JADWAL KELAS (TENTATIVE)SEKOLAH PEMIKIRAN PENDIRI BANGSA
No.Bulan (2011)TokohNarasumber
1.20 JuniPeluncuran Sekolah sekaligus
Kelas umum pertama: (Geneologi pemikiran para pendiri bangsa)Dr.
Yudi Latif
2.22 JuniTirto Adhi SoerjoHilmar Farid
3.06 JuliKartiniJJ Rizal
4.20 JuliTan MalakaBonnie Triyana
5.03 AgustusTjokroaminotoDr. Anhar Gonggong
6.18 AgustusKi Hajar DewantaraDr. Baskara T. Wardaya
7.07 SeptemberAgus SalimDr. Taufik Abdullah
8.21 SeptemberTjipto MangoenkoesoemoAirlangga Pribadi
9.05 OktoberSoekarno 1Peter Kasenda
10.19 Oktober Soekarno 2Dr. Asvi Warman Adam
11.02 NovemberM. HattaIgnaz Kleden
12.16 NovemberSutan SyahrirRocky Gerung
13.30 NovemberM. NatsirDr. Ahmad Suhelmi
14.07 DesemberKelas PenutupDr. Yudi Latif