A. Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Islam 1. Periode Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin Pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam telah terjadi sejak Rasulullah mendakwahkan ajaran Islam. Sebagaimana dipahami wahyu pertama pun bercerita tentang dasar- dasar ilmu pengetahuan. Cobalah kamu telaah surah al-‘Alaq ayat 1-5, yang artinya: “Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan peranthraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa-apa yang tidak diketahuinya”. Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah-lah yang mengajari manusia ilmu pengetahuan dengan cara- Nya. Dari wahyu pertama itu pun, banyak sekali dasar- dasar ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh Allah. Dalam ayat pertama dan kedua, Allah menerangkan asal mula penciptaan manusia yang merupakan dasar ilmu biologi dan antropologi. Ayat ketiga menerangkan tentang dasar- dasar ilmu etika (akhlak). Adapun ayat kelima menegaskan hakikat ilmu adalah dari Allah dan manusia awalnya tidak mengetahui apa-apa. Allah-lah yang memberi potensi dan memfasilitasi agar manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal ini sejalan dengan kandungan surah an-Nahl [16] ayat 78, yang artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dariperut ibumu dalam keadaan tidak 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Islam
1. Periode Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin
Pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam telah terjadi sejak Rasulullah
mendakwahkan ajaran Islam. Sebagaimana dipahami wahyu pertama pun
bercerita tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan. Cobalah kamu telaah surah
al-‘Alaq ayat 1-5, yang artinya: “Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmu yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
peranthraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa-apa yang tidak
diketahuinya”.
Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah-lah yang mengajari manusia
ilmu pengetahuan dengan cara-Nya. Dari wahyu pertama itu pun, banyak sekali
dasar-dasar ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh Allah. Dalam ayat pertama dan
kedua, Allah menerangkan asal mula penciptaan manusia yang merupakan dasar
ilmu biologi dan antropologi. Ayat ketiga menerangkan tentang dasar-dasar ilmu
etika (akhlak). Adapun ayat kelima menegaskan hakikat ilmu adalah dari Allah
dan manusia awalnya tidak mengetahui apa-apa. Allah-lah yang memberi potensi
dan memfasilitasi agar manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal
ini sejalan dengan kandungan surah an-Nahl [16] ayat 78, yang artinya: “Dan
Allah mengeluarkan kamu dariperut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar
kamu bersyukur.”
Dasar ilmu pengetahuan kemudian dikembangkan oleh Rasululah dan
sahabat-sahabat beliau. Sebagaimana diketahui bahwa Rasuluilah pernah
menyatakan sebuah hadits: “Anaa madiinatul ilmi wa ‘aliyyun baabuha, faman
araadal madinah ya'tiha min baabiha” (artinya: “Aku adalah kota ilmu dan Ali
adalah pintunya, barangsiapa yang ingin menuju kota ilmu itu maka datanglah
melalui pintunya.”) Pernyataan Rasuluilah tersebut menunjukkan bahwah beliau
memahami semua dasar-dasar ke-ilmuan termasuk ilmu pengetahuan (sains).
Namun, dasar-dasar ilmu tersebut tidak langsung dikembangkan. Hal ini sesuai
dengan kondisi dan sumberdaya manusia yang mengembangkannya. Pada masa
1
Rasuluilah dan para sahabatnya, ilmu pengetahuan lebih banyak berkembang di
bidang ilmu-ilmu pokok tentang agama (ushuluddin) dan ilmu akhlak (moral)
karena saat itu yang terjadi adalah krisis akidah (keyakinan) dan moral. Walaupun
demikian, saat itu mulai terjadi proses pengkajian ilmu lebih sistematik, di
antaranya dasar-dasar ilmu tafsir yang dikembangkan oleh Ali bin Abi Thalib,
Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan lain sebagainya.
2. Periode Dinasti Umayyah
Pada masa ini, pertentangan politik dan ekspansi
dakwah Islam lebih mendominasi dibandingkan
kajian ilmu pengetahuan. saat itu Muawiyah bin
Abi Sufyan telah berhasil mengambil alih
kekuasaan atas kaum muslim. Dia mengganti
sistem kekhalifahan menjadi kekuasaan turun
temurun atau monarki. Di sisi lain, Muawiyah
berhasil membangun kekuatan tentara muslim
baik darat maupun laut yang disegani musuh.
Hasilnya, tentara-tentara muslim, mampu
melakukan ekspansi besar-besaran sehingga
dakwah Islam sampai di benua Afrika dan
Eropa.
Pertumbuhan ilmu pengetahuan tidak jauh berbeda dengan masa
Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, tetapi mulai karya-karya tertulis berupa kajian
tafsir, hadits, tarikh (sejarah), dan lain-lain. Perkembangan ilmu pengetahuan
belum begitu berkembang karena tidak adanya dukungan konkret dari penguasa
yang cenderung sibuk mengurusi bidang politik dan kekuasaanya. Dari sisi
pengembangan ilmu, ada yang menyebutkan masa ini merupakan periode tabVin
(pengikut sahabat) dan tabi’it tabi’in (pengikut tabi’in).
Kekuasaan Dinasti Umayyah yang beribu kota di Damaskus berlangsung
hampir 90 tahun dan akhirnya ditumbangkan oleh penguasa bam Dinasti
Abbasiyah. Tokoh utama yang menghancurkan Dinasti Umayyah dan berhasil
2
membangun Dinasti Abbasiyah adalah Abu Muslim Al-Kurasani dan Abul Abbas
As-Safah. Namun, di antara pemimpin Dinasti Umayyah yang bernama
Abdurrahman berhasil meloloskan diri dan kemudian mendirikan kekuasaan
Dinasti Umayyah baru di Spanyol. Berhasilnya Abdurrahman memasuki Spanyol
dan mendirikan kekuasaan di sana, menjadikan orang menggelarinya ad-dakhil
sehingga namanya menjadi Abdurrahman Ad-Dakhil.
3. Periode Dinasti Abbasiyah
Setelah menumbangkan Dinasti Umayyah, Abul Abbas As-Safah terpilih
menjadi pemimpin pertama Dinasti Abbasiyah. Langkah pertama yang
dilakukannya adalah memindahkan ibukota negara dari Damaskus ke Baghdad
yang berhasil dibangunnya. Pemindahan pusat pemerintahan tersebut berdampak
positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa penguasa berikutnya,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mulai terlihat dan puncaknya
terjadi pada masa pemerintahan Al-Makmun dan Harun Al-Rasyid.
Pada saat itu ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang berkembang pesat.
Hal ini tidak terlepas dari dukungan pemerintah atau penguasa saat itu. Saat ini
Dinasti Abbasiyah lebih mengonsentrasikan diri pada peningkatan ilmu
pengetahuan dibanding melakukan ekspansi dakwah Islam yang sudah hampir
menguasai separuh wilayah dunia. Masyarakat muslim tidak mengalami
perpecahan meskipun memiliki dua pemerintahan besar, yaitu Dinasti Abbasiyah
yang berpusat di Baghdad (Irak) dan Dinasti Umayyah yang berpusat di Cordoba
(Spanyol). Bahkan dalam kurun tertentu, Baghdad dan
Cordoba menjadi pusat pengkajian ilmu pengetahuan dunia. Dari dua
wilayah inilah, kemudian lahir banyak ilmuwan dari berbagai bidang, seperi Ibnu
Rusyd (Averous), Ibnu Sina (Aviciena), Al-Farabi, dan Ar-Razi (Razes).
B. Ilmuwan Muslim dan Peranannya
Dukungan penguasa Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Cordoba
menjadikan ilmu pengetahuan berkembang pesat. Selain itu, dukungan para
ilmuwan dari berbagai bidang dalam menyebarkan ilmu pengetahuan menjadikan
3
Islam semakin menguasai dunia. Berikut beberapa nama ilmuwan muslim yang
berperan besar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan Islam.
1. Ibnu Rusyd [Averroes] (1126-1198 M)
Ibnu Rusyd adalah nama populer dari Abu al-
Walid Muhammad Ibn Ahmad ibnu Muhammad
Ibnu Rusyd. Dia seorang ahli filsafat Islam, ahli
hukum, dan kedokteran. Ibnu Rusyd putera dari
seorang qadhi (hakim) yang menginginkan
anaknya menjadi ahli di bidang hukum Islam.
Ibnu Rusyd mempelajari beberapa bidang ilmu
dari beberapa guru yang ahli di bidangnya.
Ia juga belajar ilmu agama, filsafat, dan matematika di bawah bimbingan ahli
filsafat, yaitu Ibnu Tufayl. Di bidang kedokteran, ia belajar dari Ibnu Zuhri
(Avenzoar).
Ibnu Rusyd diangkat menjadi seorang hakim di Sevilla tahun 1169 M dan
di Cordoba tahun 1171 M. Pada tahun 1182 M, ia menjadi dokter dan bekerja
kepada Khalifah Abu Yaqub Yusuf Al-Mansur. Namun, karena pemahaman
agama yang dianggap berbeda dengan penguasa, Ibnu Rusyd dikucilkan oleh Abu
Yusuf Yaqub Al-Mansur pada tahun 1195 M.
Di antara karya Ibnu Rusyd yang sampai saat ini dapat ditemui adalah
kitab susunannya yang bernama Bidayatul Mujtahid. Buku tersebut memuat
dasar-dasar perbedaan para ulama dalam memahami ilmu agama. Selain itu, Ibnu
Rusyd banyak membuat komentar atau pembahasan tentang filsafat yang
diajarkan Aristoteles. Komentar-komentar Ibnu Rusyd tersebut telah
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan mempengaruhi perkembangan ilmu
pengetahuan dunia. Buku karyanya yang terkenal di bidang filsafat adalah
TahafutAl-Tahafut (Ketidaklogisan dari Ketidaklogisan), suatu bantahan atas
pendapat Imam Al-Ghazali yang mengarang buku Tahafutul Falasifah
(Ketidaklogisan Filsafat). Selain buku-buku tersebut, Ibnu Rusyd menulis buku di
bidang kedokteran, ilmu perbintangan (astronomi), hukum, dan tata bahasa.
4
2. Ibnu Sina [Avicenna] (980-1037 M)
Ibnu Sina adalah nama populer dari Abu Ali al-
Husain ibnu Abdullah ibnu Sina. la seorang dokter
dan ahli filsafat Islam yang lahir di Iran, dekat
Bukhara (sekarang Uzbekistan). Ibnu Sina
merupakan putra dari pejabat seorang pemerintah
dan mulai belajar kedokteran dan filsafat di
Bukhara. Pada usia 18 tahun, ia bekerja sebagai
dokter dan di lingkungan keluarga Samanid,
penguasa Bukhara.
Ibnu Sina tinggal dan bekerja di sini sampai berakhirnya kekuasaan Samanid pada
tahun 999 M. Setelah itu, ia menempuh perjalanan dan memberi kuliah astronomi
dan logika di daerah Jurjan, dekat Laut Kaspia. Ia menghabiskan 14 tahun
hidupnya sebagai dokter dan penasihat ilmiah kepada penguasa Isfahan (Iran).
Ibnu Sina diakui oleh kaum muslim maupun nonmuslim sebagai salah
seorang ahli filsafat Islam yang terbesar. Ia juga mempakan figur penting dalam
bidang kedokteran dan filsafat. Buku karyanya menjadi bahan rujukan dunia
kedokteran, baik di wilayah dunia timur maupun barat (Eropa). Buku tersebut
sebagai ringkasan dan penggolongan sistematis tentang farmasi dan medis. Buku
karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dan ke
dalam bahasa Ibrani tahun 1491 M.
Buku karyanya di bidang filsafat berjudul Ash-Shifa (obat), suatu koleksi
atas logika Aristotelian, Metafisika, Psikologi, ilmu pengetahuan alam, dan Iain-
lain. Namun karya filsafatnya mendapat kritik tajam dari salah seorang ahli
filsafat Islam, yaitu Al-Ghazali. Meskipun demikian, pemahaman filsafat Ibnu
Sina telah memengamhi dunia sepanjang abad pertengahan.
5
3. Al-Kindi (801-873 M)
Al-Kindi adalah nama populer dari Yaqub ibn
Ishaq as-Sabah Al-Kindi. Ia seorang ahli filsafat
Islam yang dilahirkan Kufah, Iraq. Al-Kindi
merupakan seorang pendidik di Kota Basrah dan
Baghdad. Dialah salah seorang ahli filsafat
Yunani dan salah seorang penerjemah pertama
karya-karya Aristoteles ke dalam bahasa Arab. Al-
Kindi merupakan seorang yang sangat produktif
dalam berkarya, khususnya menulis buku.
Ia telah melahirkan tidak kurang dari 270 karya. Sebagian besar karyanya
mencakup topik yang sangat luas, di antaranya filsafat, kedokteran, matematika,
ilmu optik, dan astrologi. Sebagian dari karya-karyanya tersebut telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sepanjang Abad Pertengahan dan
memengamhi sarjana mengenai Eropa. Filsafat Al-Kindi betul-betul dipengaruhi
oleh karya-karya pengikut Aristoteles dan Plato. Ia mengklaim bahwa filsafat dan
agama memiliki hubungan harmonis. Pemikiran Al-Kindi seperti ini sangat
memengaruhi pemikiran kaum muslim sampai satu abad setelah kematiannya.
4. Al-Farabi [Alfarabius] (873-950 M)
Al-Farabi adalah seorang ahli filsafat Islam. Nama
lengkapnya adalah Muhammad Ibnu Muhammad
Ibnu Tarkhan ibn Uzalagh al-Farabi dan
dilahirkan di Kota Farab, Transoxiana (sekarang
Uzbekistan). Ia belajar di Khorasan (Iran) dan
Baghdad kepada ahli filsafat Yunani
berkebangsaan Suriah.
Dalam perjalanan hidupnya, Al-Farabi tinggal dengan penguasa Aleppo
(sekarang: Syiria), yaitu Sayf Al-Dawlah. Al-Farabi adalah salah seorang
ilmuwan muslim yang menyebarkan doktrin filsafat Plato dan Aristoteles di dunia
Arab. Pemikirannya sangat memengamhi ilmuwan-ilmuwan muslim berikutnya,
seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Al-Farabi telah melahirkan ratusan karya
ilmiah, tetapi banyak yang telah hilang. Salah satunya mencakup komentarnya
6
atau kritiknya terhadap pendapat Aristoteles. Selain di bidang filsafat, Al-Farabi
juga ahli di bidang musik dengan berbagai karyanya.
5. Al-Ghazali (1058-1111 M)
Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad At-Tusi Al-
Ghazali yang populer dengan sebutan Al-Ghazali adalah
seorang ahli filsafat dan ahli ilmu agama. la dilahirkan di
Tus, dekat Mashhad (Iran). Setelah memperoleh gelar
sarjana pada tahun 1091, al-Ghazali ditugaskan oleh
Nizam Al-Mulk, penguasa Seljuk, untuk mengajar pada
Universitas Nizamiya di Baghdad. Pada tahunlO95, ia
mengalami kegoncangan jiwa atau krisis kepribadian dan
akhirnya hampir sepuluh tahun mengembara. Ia
mengembara untuk memperdalam ilmu makrifat dengan
meninggalkan seluruh jabatannya.
Al-Ghazali menceritakan perjalanan spiritualnya melalui karyanya yang
sangat monumental dan kini menjadi rujukan utama, yaitu Ihya Ulumuddin
(kebangkitan ilmu-ilmu agama). Buku tersebut sampai kini menjadi bahan rujukan
dan kajian para ulama. Di dalamnya dimuat ajaran-ajaran tentang hakikat diri
manusia dan hubungannya dengan Allah.
Sebagian besar umat Islam menggelari Al-Ghazali dengan sebutan
Hujjatul Islam. Kajian utama buku-buku Al-Ghazali adalah tentang upaya
mengenal diri. Dengan mengenal dirinya seseorang akan mengenal Tuhannya.
Selain itu, upaya-upaya untuk menyucikan jiwa menjadi topik bahasan utama Al-
Ghazali. Oleh karena itu, ada yang mengelompokkan bahwa Al-Ghazali adalah
seorang sufi atau ahli tasawuf. Meskipun demikian, seperti saat ini, perbedaan
selalu ada termasuk yang tidak setuju dengan pendapat-pendapat Al-Ghazali.
Namun demikian, adanya orang-orang yang tidak sependapat dengan Al-Ghazali
tidak membuat karya ditinggalkan. Bahkan, sampai kini karya-karya Al-Ghazali