SEJARAH PENERJEMAHAN ALKITAB DALAM BAHASA MELAYU/INDONESIA
"Tak kenal maka tak sayang!" demikian kata orang. Hal ini juga
berlaku dengan terjemahan Alkitab dalam bahasa Melayu/Indonesia.
Banyak orang menduga yang disebut Terjemahan Lama adalah terjemahan
yang paling lama dan tertua, sedang Terjemahan Baru adalah
terjemahan mutakhir dan yang paling baru. Kedua anggapan itu
keliru. Marilah kita mempelajari selayang pandang sejarah
penerjemahan Alkitab dalam bahasa Melayu/Indonesia agar kita makin
mengenal dan menyayangi terjemahan Alkitab yang kita miliki.
Matius Terjemahan Ruyl
Pada tahun 1600, enam tahun setelah kapal Belanda yang pertama
berangkat ke Indonesia, berlayarlah seorang awam yang bertugas
sebagai pedagang Kompeni bernama Albert Conelisz Ruyl ke tanah air
kita yang dulu disebut Hindia Belanda. Setelah mempelajari bahasa
Melayu, ia mulai menerjemahkan Injil Matius. Memang sejak Kerajaan
Sriwijaya pada abad ke-7, bahasa Melayu sudah umum dipakai sebagai
bahasa pengantar dan bahasa perdagangan bukan saja di kepulauan
Indonesia, tetapi juga di Semenanjung Malaka bahkan sampai ke
Filipina. Ruyl selesai menerjemahkan Injil Matius pada tahun 1612,
berarti hanya satu tahun setelah Alkitab bahasa Inggris the King
James Version diterbitkan. Terjemahan ini kemudian dicetak oleh Jan
Jacobiz Palenstein di Enkhuizen, Belanda pada tahun 1629. Terbitan
ini merupakan terbitan dwibahasa (diglot), jadi pada satu sisi
dicetak teks bahasa Melayu dan didampingi oleh teks paralelnya
dalam bahasa Belanda pada sisi yang lain.
Ternyata terjemahan Injil Matius yang pertama dalam bahasa
Melayu ini merupakan tonggak sejarah yang tidak akan terlupakan,
karena inilah pertama kalinya suatu bagian Alkitab diterjemahkan ke
dalam satu bahasa yang bukan bahasa Eropa dalam rangka pekabaran
Injil. Lembaga Alkitab Inggris (The British and Foreign Bible
Society) dan Perserikatan Lembaga-Lembaga Alkitab sedunia (United
Bible Societies) mencatat peristiwa bersejarah ini sebagai
berikut:
"Injil Matius dalam bahasa Melayu yang dicetak pada tahun 1629
merupakan peristiwa yang penting, sebab inilah terjemahan dan
terbitan bagian Alkitab yang pertama dalam bahasa non-Eropa untuk
kepentingan penginjilan." Seyogianyalah umat Kristiani mensyukuri
berkat ini, karena terjemahan Matius oleh Ruyl yang disiapkan di
bumi Nusantara ini telah menjadi awal yang tidak terduga.
Hasil jerih payah Ruyl (1629) yang langka ini sekarang disimpan
di Wurttembergische Landesbibliothek di Stuttgart, Jerman, dan di
British Museum di London, Inggris. Pada bagian akhir dari terbitan
ini dimuat juga Sepuluh Perintah Allah, Nyanyian Zakharia, Nyanyian
Malaikat, Nyanyian Maria, Nyanyian Simeon, pengakuan Imam Rasuli,
beberapa petikan Mazmur, Doa Bapa Kami, dan beberapa doa lain.
Agar kita dapat mengikuti dan membandingkan perkembangan
penerjemahan dari masa ke masa, marilah kita menyimak bagaimana
"Doa Bapa Kami" (Matius 6:9-13) diterjemahkan dalam bahasa
Melayu/Indonesia sejak 1629 hingga kini : (1)
"Bappa kita, jang berdudok kadalam surga:bermumin mendjadi akan
namma-mu.Radjat-mu mendatangkahendak-mu mendjadidi atas bumi
seperti di dalam surga.Berila kita makannanku sedekala hari.Makka
ber-ampunla pada-kita doosa kita,seperti kita ber-ampun akan siapa
ber-sala kapada kita.D'jang-an hentar kita kapada setana
seitan,tetapi muhoon-la kita dari pada iblis."
(Het H. Euangelium Beschreven door Mattheum - Euangelium Ulkadus
bersuratnja kapada Mattheum -- dicetak oleh Jan Jacobsz Palestein
di Enkhuizen, 1629 - terjemahan A.C Ruyl).
Terjemahan Ruyl berikutnya adalah Buku Markus yang diterbitkan
bersama Buku Matius pada tahun 1638, juga dalam bentuk dwibahasa
Belanda dan Melayu. Seorang pegawai Kompeni lainnya bernama Jan van
Hasel menerjemahkan Buku Lukas dan Buku Yohanes ke dalam bahasa
Melayu, sedangkan Kisah Rasul-rasul diterjemahkan ke dalam bahasa
Melayu oleh Justus Heurnius seorang pendeta di Batavia. Matius dan
Markus terjemahan Ruyl, beserta Lukas dan Yohanes terjemahan van
Hasel kemudian direvisi oleh Pdt. Heurnius berdasarkan naskah
bahasa Yunaninya. Lalu ke-4 Injil itu digabung dengan Kisah
Rasul-rasul terjemahannya sendiri dan dicetak di Amsterdam sebagai
"4 Injil dan Kisah Rasul-rasul" di Amsterdam pada tahun 1651, juga
dalam bentuk dwibahasa Belanda dan Melayu. Buku 4 Injil dan Kisah
Rasul-rasul (1651) ini sekarang disimpan antara lain di
Perpustakaan Universitas Amsterdam Di Amsterdam, Belanda, dan di
Perpustakaan Universitas Cambdrige di Cambridge, Inggris.
Perpustakaan Universitas Amsterdam juga menyimpan Matius dan Markus
terbitan tahun 1638.
Selain menerjemahankan Buku Lukas, Yohanes dan Kisah Rasul-rasul
di atas, Jan van Hasel dan Justru Heurnius juga menerjemahkan Buku
Mazmur yang diterbitkan pada tahun 1652.
Perjanjian Baru Terjemahan Brouwerious
Pdt. Daniel Brouwerious adalah seorang pendeta yang pada awalnya
bertugas di Belanda kemudian di Indonesia. Mula-mula ia
menerjemahkan buku Kerajaan ke dalam bahasa Melayu dan
diterbitkannya pada tahun 1662. Setelah menerjemahkan Buku
Kejadian, Daniel Brouwerius mengalihkan perhatiannya ke
penerjemahan Buku-buku Perjanjian Baru. Terjemahan seluruh
Perjanjian Baru dalam bahasa Melayu diselesaikannya dan dicetak di
Amsterdam pada tahun 1668. Sayang sekali terjemahan ini banyak
memakai kata dan istilah asing khususnya bahasa Portugis seperti
baptismo (baptisan), crus (salib), Deos (Allah), Euangelio (Injil),
Spirito Sancto (Roh Kudus), dan lain-lain. Kata-kata pinjaman dari
bahasa Portugis ini justru membuat terjemahan Brouwerious sulit
dimengerti oleh khalayak ramai. Selain itu terjemahan Brouwerious
ini banyak memakai struktur "Kata Benda + punya + Kata Benda" untuk
menyatakan "milik/kepunyaan", misalnya "Ako pounja souroang" (Mrk.
1:2), "Tuan pounja alamang" (Mrk. 1:13).
Kalau Albert Cornelisz Ruyl adalah pertama yang menerjemahkan
bagian Alkitab ke dalam bahasa Melayu, yakni Buku Matius
(1612,1629), Pdt. Daniel Brouwerious adalah orang pertama yang
menerjemahkan seluruh Perjanjian baru ke dalam bahasa Melayu
(1668).
Berikut ini "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Brouwerious :
(2)
"Bappa cami, jang adda de Surga,Namma-mou djaddi
bersacti.Radjat-mou datang.Candati-mou djaddibagitou de boumi
bagimanna de surga.Roti cami derri sa hari hari bri hari ini pada
cami.Lagi ampon doosa cami,bagaimanna cami ampon capada orang jang
salla pada cami.Lagi djangan antarken cami de dalam tsjobahan,hanja
lepasken cami derri jang djahat."
(Jesus Christo pounja Euangelio jang Mattheo souda Tertoullis --
Amsterdam 1668 - terjemahan D. Brouwerous).
(Dapat ditambahkan bahwa selain terjemahan Ruyl dan Brouwerious
yang bersejarah itu, ada terjemahan lain yang diusahakan di bumi
Nusantara yang mengukir sejarah tersendiri. Terjemahan yang
dimaksud adalah Alkitab dalam bahasa Portugis yang disiapkan oleh
seorang peranakan Portugis yang bernama Joao Ferreira a d' Almeida.
Almeida yang berumur 17 tahun memulai penerjemahan Perjanjian Baru
sewaktu ia berada di Malaka. pekerjaan itu diteruskan pada saat ia
pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1651. Setelah
beberapa kali direvisi, Perjanjian Baru dalam bahasa Portugis itu
dicetak di Amsterdam pada tahun 1681. Almeida yang bertugas sebagai
pendeta suatu jemaat Portugis di Batavia juga menerjemahkan
Perjanjian Lama sampai dengan Yehezkiel 48 yaitu saat ia menutup
mata, dan pekerjaan penerjemah itu dirampungkan oleh Pdt. Jacobus
op den Akker. Alkitab bahasa Portugis itu dicetak di Jakarta pada
tahun 1748-1753 dalam dua jilid. Pada tahun terjemahan ini 1959
direvisi ulang, tetapi tetap memakai nama Terjemahan Almedia.
Terjemahan Alkitab ini masih dipakai di Portugal, Brazil, dan
sejumlah penduduk di Timor Timur).
Alkitab Terjemahan Leijdecker
Melchior Leijdecker dilahirkan di Amsterdam, Belanda pada tahun
1645. Dengan latar belakang pendidikan kedokteran dan teologi, ia
datang ke Indonesia pada tahun 1675 sebagai pendeta militer Belanda
di Jawa Timur. Sejak tahun 1678 ia menjadi pendeta jemaat berbahasa
Melayu di Batavia (sekarang Jakarta). Pada tahun 1691, atas
permintaan majelis gereja di Batavia dan disponsori oleh Kompeni
(VOC), ia mulai menerjemahkan Alkitab lengkap ke dalam bahasa
Melayu tinggi, yaitu ragam bahasa yang lazim dipakai untuk menulis
buku kesusastraan pada masa itu. Dalam melaksanakan tugas
penerjemahannya Dr. Leijdecker meneliti naskah-naskah Alkitab dalam
bahasa-bahasa aslinya, dan dengan tekun ia mencari kata dan istilah
bahasa Melayu yang paling tepat untuk mengalihbahasakan naskah
Alkitab.
Pada tanggal 16 Maret 1701, Dr. Leijdecker meninggal dunia, dan
pekerjaan penerjemahannya yang telah 90% selesai (sampai dengan
Efesus 6:6) dilanjutkan dan diselesaikan oleh Pdt. Pieter van der
Vorm (Efesus 6:7 sampai selesai) pada tahun itu juga. Akan tetapi
terjemahan ini tidak segera dicetak karena ulah Pdt. Francois
Valentyn. Valentyn atas kemauan dan prakarsa sendiri menerjemahkan
Alkitab ke dalam bahasa Melayu Maluku. Tetapi terjemahan Pdt.
Valentyn tidak mendapat persetujuan Pemerintah Kompeni untuk
diterbitkan karena: (a) terjemahannya adalah terjemahan langsung
dari Alkitab bahasa Belanda Staten Vertaling, (b) bahasanya
bersifat kedaerahan Maluku sehingga sulit dibaca di daerah lain,
(c) pemakaian bahasa yang tidak seragam (agaknya terjemahan itu
bukanlah hasil karyanya sendiri, tetapi naskah terjemahan yang
diperolehnya dari Pdt. Simon de lange yang meninggal dunia di Banda
pada tahun 1677).
Setelah Pdt. Valentyn meninggal dunia pada tahun 1727, naskah
terjemahan Dr. Leijdecker diteliti oleh suatu team yang terdiri
dari Pdt. Pieter van der Vorm dari Batavia, Gerorge Henric Werndly
dari Makassar (sekarang Ujung Pandang), Engelbertus Cornelis
Ninaber dari Ambon, Arnoldus Brants dari Batavia, dan pakar-pakar
bahasa Melayu setempat. Terjemahan itu dibandingkan dengan naskah
bahasa-bahasa asli Alkitab dan dengan terjemahan Alkitab dalam
bahasa Arab, Aram (Siria), Latin, Inggris, Jerman, Perancis dan
Spanyol. Kemudian diterbitkanlah Perjanjian baru pada tahun 1731
dan Alkitab lengkap pada tahun 1733. Selain edisi huruf Latin yang
dicetak di Amsterdam (1733) juga dicetak Alkitab Leijdecker edisi
huruf Arab di Batavia pada tahun 1758, karena pada masa itu bahasa
Melayu lazim ditulis dengan aksara Arab (di Semenanjung Malaka
disebut aksara Jawi) - bahkan di beberapa tempat aksara Arab ini
lebih dikenal dari pada aksara Latin. Edisi huruf Arab ini terdiri
dari 5 jilid (volume).
Walau terjemahan ini sukar dimengerti sebab menggunakan bahasa
Melayu tinggi dan banyak kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan
Persia, terjemahan Leijdecker telah dipakai di Indonesia dan di
semenanjung Malaka selama hampir dua abad. Di Semenanjung Malaka
terjemahan ini terus dipakai sampai tahun 1853. Di Indonesia,
terjemahan Leijdecker masih dicetak ulang pada tahun 1905, 1911,
1916, yaitu atas permintaan masyarakat Kristen di Maluku. Inilah
"Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Leijdecker: (3)
"Bapa kamij jang ada disawrga,namamu depersutjilah
kiranya.Karadjaanmu datanglah.Kahendakhmu djadilah,seperti didalam
sawrga, demikijenlah diatas bumi.Rawtij kamij saharij berilah akan
kamij pada harij ini.Dan amponilah pada kamij segala salah
kamij,seperti lagi kamij ini mengamponijpada awrang jang bersalah
kapada kamij.Dan djanganlah membawa kamij kapada pertjawbaan,hanja
lepaskanlah kamij deri pada jang djahat."
('Indjil Mataj -- 'Elkitab, ija-itu, segala surat Perjanjian
Lama dan Baharuw 'atas titah segala Tuwan Pemarentah Kompanija
tersalin kapada bahasa Malajuw, Amsterdam 1731,1733 - terjemahan
M.Leijdecker).
Revisi Terjemahan Leijdecker
Awal abad ke-19 ini ditandai dengan didirikannya Lembaga Alkitab
Inggris (The Bible Society of Britain and Foreign Parts, sekarang
The British and Foreign Bible Sosiey) pada tahun 1804. Disusul
dengan Lembaga Alkitab Belanda (Nederlandsch Bijbel Genootschap)
pada tahun 1814, dan Lembaga Alkitab Amerika Serikat (American
Bible Society) pada tahun 1816. Konon pada tanggal 4 Juni 1814 di
bawah pimpinan Gubernur Jendral Thomas Raffles didirikan Lembaga
Alkitab di Batavia, tetapi kita tidak mengetahui apa-apa mengenai
kegiatan lembaga ini.
Karena terjemahan Alkitab Leijdecker memakai bahasa Melayu
tinggi, yaitu bahasa buku kesusastraan, dan banyak memakai
kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan Persia, maka terjemahan itu
sulit dibaca. Itulah sebabnya timbul berbagai usaha untuk merevisi
terjemahan Leijdecker. Antara lain pada tahun 1815 seorang
rohaniwan dari Inggris yang bernama Pdt. Wiliam Robinson
menerbitkan Buku Matius dalam bahasa Melayu rendah seperti yang
lazim dipakai di Batavia pada masa itu. Beberapa tahun kemudian ia
mengerjakan Buku Yohanes yang diterbitkan di Bengkulu.
Di Pulau Penang seorang pendeta Gereja Anglikan yang bernama
Robert Hutchings dengan rekannya J. McGinnis menemukan sekitar
10,000 kata dalam terjemahan Leijdecker yang tidak terdapat dalam
Kamus Bahasa Melayu yang disusun oleh William Marsden yang dianggap
sebagai kamus baku pada masa itu. Dengan alasan itulah mereka
merevisi terjemahan Leijdecker. Revisi Perjanjian Baru diselesaikan
dan dicetak di Serampore, India pada tahun 1817, sedang Perjanjian
Lamanya dicetak pada tahun 1821 atas pembiayaan Lembaga Alkitab
Inggris (BFBS). Penyebaran terbitan ini agaknya hanya terbatas di
Penang.
Seorang utusan misi the London Missionary Society (LMS) yang
bernama William Milne yang datang ke Semenanjung Malaka pada tahun
1814 meminta pandangan guru bahasa Melayunya mengenai terjemahan
Leijdecker. Guru bahasanya adalah Abdullah bin Abdul Kadir yang
dikenal dengan sebutan Munsyi Abdullah. Munsyi Abdullah menilai
terjemahan Leijdecker kurang wajar bahasanya dan penuh dengan
istilah asing. Karena Munsyi Abdullah mengakui keabsahan Kamus
Bahasa Melayu William Marsden, maka kamus ini dijadikan patokan
untuk merevisi terjemahan Leijdecker. Dan yang mendapat tugas
khusus untuk pekerjaan revisi ini adalah Claudius Thomsen seorang
utusan LMS yang lain. Ia bekerja sama dengan Munsyi Abdullah guru
bahasanya dalam tugas revisi itu. Thomsen selesai dengan revisi
Matius pada tahun 1821. Dengan bantuan Robert Burns, Thomsen
menyelesaikan revisi 4 Injil dan Kisah Rasul-rasul pada tahun 1832.
Hasil revisi 4 Injil dan Kisah Rasul-rasul ini dicetak sebanyak
1500 eksemplar. Tetapi Munsyi Abdullah tidak puas dengan hasil
pekerjaan Thomsen ini. Tetapi masalahnya bukan saja pemakaian
bahasa Melayunya, yang dipersoalkan juga istilah-istilah Kristiani
seperti "Kerajaan Syurga", "Anak Allah", "Mulut Allah",
(Sabda/Firman Allah), "Bapa-ku yang ada di Syurga" dan
sebagainya.
Sementara itu di Pulau Jawa, Perjanjian Baru dalam bahasa Melayu
rendah dialek Surabaya dikerjakan oleh seorang tukang reparasi jam
yang bernama Johannes Emde beserta kawan-kawannya. Emde yang
beristrikan seorang Jawa adalah pemimpin awam dari suatu Kumpulan
Kristiani di Surabaya. Ia rajin menginjil, tetapi prihatin akan
sukarnya terjemahan Leijdecker dipahami. Emde dan teman-temannya
mulai merevisi dan naskahnya diperiksa oleh seorang pendeta Belanda
yang bernama D. Lenting dan penginjil Inggris yang bernama Walter
Henry Medhurst. Hasil jerih payah mereka diterbitkan di Batavia
pada tahun 1835 dan biayanya ditanggung oleh anggota Kumpulan
Kristiani di Surabaya tersebut. Kelompok ini juga menyiapkan Buku
Mazmur.
Inilah "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Emde dkk: (4)
"Bapa kita, jang ada disorga!namamoe depersoetjikan.Karadjaanmoe
dedatangkan:kahendakmoe dedjadikan,saperti didalam sorga, bagitoe
lagi diatas boemi.Reziki kita sahari-hari brilah akan kita pada
hari ini.Dan ampoenilah pada kita segala kasalahan kita,saperti
lagi kita ini mengampoenipada orang jang bersalah kapada kita.Dan
djanganlah membawa kita kapada pertjobaan,hanya lepaskan kita deri
pada jang djahat."
(Indjil Mattheus -- Batavia 1835 - terjemahan J. Emde dkk).
Usaha menyalin Alkitab dalam bahasa yang mudah dimengerti itu terus
dilaksanakan diberbagai tempat di Kepulauan Indonesia, antara lain
C.T. Hermann dari Minahasa menerbitkan Buku Matius pada tahun 1850.
J.G. Bierhaus menerbitkan Buku Markus pada tahun 1856. Nathaniel M.
Ward dari Padang menerbitkan Buku Kejadian pada tahun 1858. B. N.
I. Roskott dari Ambon mengerjakan seluruh Perjanjian Baru yang
dicetak setelah ia meninggal dunia.
Sekembalinya Thomsen ke Inggris pada tahun 1832, usaha revisi di
Semenanjung Malaka tersendat-sendat sampai seorang utusan LMS yang
bernama Benjamin Keasberry melaksanakan tugas tersebut. Keasberry
juga bekerja sama dengan guru bahasanya Munsyi Abdullah. Pekerjaan
revisi penerjemahan dan penerbitannya didukung oleh Lembaga Alkitab
Inggris (BFBS). Akhirnya Perjanjian Baru lengkap dicetak di
Singapura pada tahun 1852 menggunakan aksara Latin, dan pada tahun
1856 dicetaklah edisi aksara Arab (Jawi). Terbitlah ini disebarkan
di Semenanjung Malaka dan di Sumatra serta Boeneo (sekarang
Kalimantan). Keasberry sempat menyelesaikan beberapa buku
Perjanjian Lama tetapi tidak sempat diterbitkan karena ia meninggal
pada tahun 1875. Agaknya hanya hasil pekerjaan Keasberry lah yang
tidak dikritik oleh Munsyi Abdullah.
Perjanjian Baru Terjemahan Klinkert
Hillebrandus Cornelius Klinkert dilahirkan di Amsterdam pada
tahun 1829. Pemuda Belanda ini pernah bekerja sebagai tukang ukur
tanah, karyawan pabrik, dan sebagai masinis kapal. Pada saat
bertugas sebagai masinis kapal di Sungai Rhein, ia mengalami
kecelakaan yang akhirnya membawa dia kembali ke negara asalnya.
Merasa terpanggil menjadi seorang utusan Injil, maka pada tahun
1856 berangkatlah Klinkert ke Indonesia sebagai seorang misionaris
Gereja Menonit. Mula-mula ia bertugas di Kota Japara, di pesisir
Jawa Tengah utara, bersama dengan seorang penerjemah Alkitab bahasa
Jawa yang bernama Pdt. Pieter Jansz.
Klinkert menikah dengan seorang wanita Indo dari Japara yang
hanya dapat berbahasa Jawa dan Melayu. Karena kesukaran yang
dihadapi istrinya untuk memahami Alkitab terjemahan Leijdecker yang
menggunakan bahasa Melayu tinggi, Klinkert memulai usaha untuk
menyiapkan suatu terjemahan yang lebih dapat dipahami. Dibantu oleh
dua orang yang pandai bahasa Melayu, Klinkert menerjemahkan
Perjanjian Baru kedalam bahasa Melayu rendah khususnya dialek yang
lazim dipakai di daerah Semarang. Buku 4 Injil diselesaikannua dan
dicetak pada tahun 1861, sedang Perjanjian baru lengkap dicetak di
Semarang pada tahun 1863. Terjemahan Klinkert yang menggunakan
bahasa pasar ini ternyata sangat mengena, bahkan masih dicetak
ulang pada tahun 1949. Berikut "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan
Klinkert (1863) : (5)
"Bapa saja, jang ada di sorga,moega-moega nama Toehan
dipersoetjiken,Karadjaan Toehan datengdan kahendak Toehan
djadi,seperti di dalem sorga, bagitoe djoega di-atas boemi.Bijar
Toehan kasih sama saja redjeki saja pada ini hari,Serta ampoeni
segala salah saja,seperti saja mengampoeni djoega orang, jang
bersalah sama saja.Dan bijar Toehan djangan bawa sama saja kadalem
pertjobaan,melainken lepasken saja dari jang djahat."
(Indjil yang tersoerat oleh Mattheus -- Segala soerat
Perdjandjian Bahroe Maha Toehan Kita Orang, Jesus Kristus, Tersalin
Kapada Bahasa Malajoe, Nederlandsch Indisch Bijbel en Zendeling
Genootschap di Batawia, 1875 - Terjemahan H.C. Klinkert dalam
bahasa Melayu rendah).
Alkitab Terjemahan Klinkert
Menyadari sulitnya Alkitab terjemahan Leijdecker dipahami oleh
khalayak ramai, Lembaga Alkitab Belanda (NBG) mencari seorang
penerjemah Alkitab bahasa Melayu melalui sebuah iklan yang dimuat
di Surat Kabar Javasche Courant pada tanggal 10 Oktober 1860. Tes
yang harus ditempuhnya adalah menerjemahkan beberapa pasal dari
Perjanjian Lama dan beberapa pasal dari Perjanjian Baru dalam
aksara Latin dan aksara Arab. Pada tahun 1863, Lembaga Alkitab
Belanda mengangkat H. C. Klinkert menjadi penerjemah Alkitab bahasa
Melayu. Tetapi bahasa Melayu Klinket dianggap terlalu rendah, maka
untuk memperbaikinya Klinkert pindah dan tinggal di antara penutur
asli bahasa Melayu di Tanjungpinang, Riau sejak tahun 1864. Kondisi
perumahan dan kehidupan di sana sangat payah (rumah sewaannya tidak
ada dapur, sumur atau jamban, serta sering kebanjiran), tetapi
kesempatan memperbaiki bahasa sangat baik. Pembentukan bahasanya
adalah penduduk setempat yang fasih berbahasa Melayu, antara lain
seorang yang bernama Encik Mumin.
Karena gangguan kesehatan Klinkert kembali ke Belanda pada tahun
1867. Di sana istrinya meninggal dunia karena penyakit tuberculosis
yaitu pada tahun 1870. Walau harus merawat tiga anak yang masih
kecil-kecil, Klinkert terus berjuang menyelesaikan tugas
penerjemahannya. Buku Matius diterbitkan pada tahun 1868.
Perjanjian Barunya diterbitkan pada tahun 1870. Untuk menyegarkan
penguasaan bahasa Melayunya, Klinkert pindah lagi ke Malaka selama
6 bulan antara tahun 1876-1877. Akhirnya Alkitab lengkap selesai
pada tahun 1879 dan diterbitkan dalam huruf Latin oleh Lembaga
Belanda (NBG). Klinkert yang kemudian bertugas sebagai dosen bahasa
Melayu di negaranya, masih terlibat setiap kali diadakan
revisi-revisi atas terjemahannya. Sejak tahun 1900 orang cenderung
lebih suka membaca Alkitab terjemahan Klinkert daripada Alkitab
terjemahan Leijdecker. Terjemahan Klinkert digemari khususnya di
Minahasa karena bahasa Melayu dialek Minahasa sangat dominan dalam
terjemahan ini. Sayang, dialek Minahasa ini justru kurang dipahami
oleh penutur bahasa Melayu di Singapura dan Malaka.
Inilah "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Klinkert : (6)
"Bapa kami jang ada disorga,dipermoeliakan kiranya
Namamoe,Datanglah kiranya karadjaanmoe;kahendakmoe
berlakoelahdi-atas boemi ini saperti dalam sorga.Berilah akan kami
pada hari ini rezeki jang tjoekoep;Dan ampoenilah segala salah
kami,saperti kami pon mengampoeni orang jang bersalah kapada
kami.Maka djangan bawa akan kami kadalam penggoda,melainkan
lepaskan kami daripada jang djahat."
(Indjiloe' Ikoedoes jang tersoerat oleh Matioes --
Kitaboe'koedoes i ja-itoe Segala Wasiat jang lama dan wasiat jang
beharoe tersalin kapada behasa Melajoe, Nederlandsch
Bijbelgenootschap, 1870, 1879, 1930 - terjemahan H. C. Klinkert
dalam bahasa Melayu tinggi).
Alkitab Terjemahan Shellabear
Penyebaran Alkitab dalam bahasa Melayu secara teratur baru
dimulai pada saat seorang petugas dari Lembaga Alkitab Inggris
(BFBS) ditugaskan di Singapura pada tahun 1880. Itulah awal
pelayanan Lembaga Alkitab di Semjenanjung Malaka. Sementara itu
pada tahun 1890 Uskup Hose dari Gereja Anglikan di Singapura
menyampaikan keluhan kepada Lembaga Alkitab Inggris karena revisi
Perjanjian Baru yang disiapkan oleh Keasberry sudah sulit dipahami.
Ia segera menyiapkan terjemahan Matius. Tetapi yang akhirnya muncul
menjadi penerjemahan utama adalah William Girdlestone
Shellabear.
William Shellabear dilahirkan pada tahun 1863 dari satu keluarga
terpandang di Inggris. Setelah mendapat pendidikan militer, ia
menjadi seorang perwira tentara Inggris yang mula-mula ditugaskan
di Gosport pada tahun 1885. Di situlah ia berhubungan dengan
calon-calon misionaris LMS yang dididik di kota itu. Di sanalah
juga ia bertemu dengan calon istrinya yang membimbingnya untuk
menyerahkan hidupnya kepada Kristus. Pada tahun 1886 ia ditugaskan
ke Singapura sebagai komandan dan pasukan Melayu yang menjaga
pelabuhan di sana. Karena tidak puas berbicara memakai
penerjemahan, Shellabear belajar bahasa Melayu dari seorang
penduduk setempat yang bernama Encik Ismail yaitu seorang bekas
murid dari Benjamin Keasberry. Dengan bantuan beberapa anggota
Gereja Metodis, Shellabear mulai menerjemahkan Sepuluh Perintah
Allah, Khotbah Yesus tentang Kebahagiaan yang Sejati, dan beberapa
nyanyian rohani ke dalam bahasa Melayu.
Tekadnya untuk menyebarkan firman Allah dalam bahasa Melayu
memang sudah bulat. Shellabear berhenti dari dinas tentara pada
tahun 1890 dan mulai bekerja sebagai seorang misionaris Metodis. Ia
merintis pendirian sebuah percetakan di Singapura yang kemudian
menjadi Penerbit Metodis dan sekarang disebut Penerbit Malaya.
Bersama Uskup Hose dari Gereja Anglikan dan W.H. Gomes dari the
Society for the Propagation of the Gospel, ia ditunjuk untuk
memulai terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Melayu. Buku Matius
diselesaikan panitia ini dan dicetak pada tahun 1897. Pada tahun
1899 ia mendapat tugas dari lembaga Alkitab untuk menjadi
penerbitan utama Perjanjian Baru dalam bahasa Melayu. Untuk
memperbaiki bahasa Melayunya, Shellabear pindah ke Malaka. Yang
membantu mengoreksi pekerjaannya adalah Dr. H. L. E. Leuring dan
Uskup Hose, dan dalam bidang bahasa Melayu Shellabear sempat
berkonsultasi dengan Datuk Dalam dari Johor yang disebutnya sebagai
salah seorang anak dari Munsyi Abdullah. Terjemahan Perjanjian Baru
diselesaikannya pada tahun 1904 dan dicetak pada tahun 1910.
Menanggapi Lembaga Alkitab untuk merevisi Perjanjian Lama
terjemahan Klinkert, Shellabear membuat terjemahan baru yang
diselesaikannya pada tahun 1909 dan diterbitkan dalam huruf Arab
(Jawi) pada tahun 1912. Baru pada tahun 1927 - 1929, dicetaklah
edisi huruf Latin, satu berdasarkan ejaan bahasa Inggris untuk
disebarkan di Semenanjung Malaka, dan yang lain berdasarkan ejaan
bahasa Belanda untuk disebarkan di Kepulauan Indonesia. Walau
terejmahan Shellabear tidak banyak dipakai di Indonesia, terjemahan
ini diterima baik dan merupakan terjemahan yang umum di Semenanjung
Malaka dan Singapura.
Sesuatu yang unik dalam terjemahan Shellabear adalah pemakaian
kata Isa Almasih untuk Yesus. Terjemahan-terjeahan terdahulu
menggunakan Yesus, begitu juga dengan terjemahan-terjemahan yang
dikerjakan sesudah Perang Dunia II. Dalam pemikiran Shellabear, Isa
Almasih dianggap lebih menjembatani antara isi berita dan kelompok
pembacanya. Tetapi lembaga-lembaga Alkitab sepakat bahwa Yesus
lebih memberikan arti yang sebenarnya dalam konteks Injil, dan
tidak menimbulkan kesan dan pengertian yang keliru.
Berikut ini "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Shellabear :
(7)
"Ya Bapa kami jang di-shurga,terhormat-lah kira-nya
nama-mu.Datang-lah keradjaan-mu.Jadi-lah kehendak-mu :di-atas bumi
seperti di-shurga.Beri-lah akan kami hari ini makan kami yang
sa-hari-harian.Maka ampunkan-lah hutang-hutang kami,seperti kami
sudah mengampuni orang yang berhutang pada kami.Djangan-lah membawa
kami masok penchobaan,melainkan lepaskan-lah kami dari pada jang
djahat."
(Matioes -- Kitab Perdjandjian Baharu, British and Foreigh Bible
Society, 1910 - terjemahan W. G. Shellabear).
Perjanjian Baru bahasa Melayu Baba
Salah satu kelompok pemakai bahasa Melayu di Semenanjung Malaka
adalah keturunan China yang sudah turun temurun tinggal di sana dan
tidak lagi memakai bahasa leluhurnya, bahkan sudah kawin-mawin
dengan penduduk setempat. Kelompok ini disebut baba dan nyonya.
Bahasa percakapan baba dan nyonya di Singapura, Malaka dan Pulau
Penang ini dikenal sebagai ragam Melayu Baba. Menyadari kebutuhan
penutur bahasa Melayu ragam khusus ini, seorang misionaris
Presbiterian yang bernama Nona McMahone menerjemahkan Buku Matius
dalam bahasa Melayu Baba. Demikian juga pada tahun 1907, William
Girdlestone Shellabear menyetujui permintaan untuk mengusahakan
terjemahan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Melayu Baba. Dalam
tugasnya ini Shellabear dibantu oleh Chew Chin Yong, dan Suleiman
seorang guru pada Sekolah Guru (Normaalschool) di Malaka. Tiga
tahun sebelum itu Shellabear dengan Tan Cheng Poh menerjemahkan
cerita "Perjalanan Seorang Musafir" dalam bahasa Melayu Baba.
Terjemahan Perjanjian Baru dalam bahasa Melayu Baba diterbitkan
pada tahun 1913 oleh Penerbit Metodis atas pembiayaan dari Lembaga
Alkitab Inggris (BFBS). Dan dari sebuah artikel yang dimuat di
Surat Kabar "The Straight Times" pada tanggal 3 Desember 1977 kita
mengetahui bahwa terjemahan ini telah dipakai secara luas oleh tiga
generasi baba nyonya di Singapura, Malaka dan Penang. Kanon
terjemahan ini sempat populer di salah satu jemaat peranakan di
Jakarta.
Inilah "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan bahasa Melayu Baba:
(Perhatikan sistem ejaan yang dipakai dalam terjemahan ini. Yang
diajarkan di sekolah-sekolah misi pada masa itu: bri, ttapi, dngan,
kpala karena dalam aksara Arab/Jawi ditulis itu; sedangkan di
sekolah-sekolah pemerintah dipakai sistem beri, tetapi dengan,
kepala. Mula-mula kedua sistem itu sama-sama dipakai, tetapi
akhirnya sistem sekolah pemerintah yang menjadi ejaan baku.)
(8)
"Ya Bapa kami yang di shorga,biar-lah nama-mu
di-kuduskan.Datang-lah kerajaan-mu.Jadi-lah kahandak-mu,sperti di
shorga bgitu juga di atas bumi.Bri-lah sama kami ini hari makanan
kami yang s-hari-s-hari.Dan ampunkan-lah hutang-hutang kami,sperti
kami sudah ampunkan orang yang berhutang sama kami.Jangan-lah bawa
kami masok dalam pnchoba'an,ttapi lpaskan-lah kami deri-pada yang
jahat."
(Injil Matius -- Kitab Perjanjian Bharu, Methodist Publishing
House Singapura kerna British and Foreign Bible Society, 1913 -
terjemahan W. G. Shellabear dalam bahasa Melayu Baba). Minat
Shellabear pada bahasa dan kesusastraan Melayu sangat mendalam,
selain menerjemahkan Alkitab, ia banyak menulis buku dan puisi
dalam bahasa Melayu. Ia juga menulis Sejarah Gerakan Metodis, dan
menyadur Injil dalam bentuk syair. Karena alasan kesehatan, ia
terpaksa pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1916. Shellabear
menjadi dosen di Universitas Drew, kemudian di Kennedy School of
Mission. Ia meninggal dunia pada tahun 1947.
Perjanjian Baru Terjemahan Bode
Pada tahun 1929, Lembaga Alkitab Belanda (NBG), Lembaga Alkitab
Inggris (BFBS), dan Lembaga Alkitab Skotlandia (National Bible
Society of Scotland) mencapai kata sepakat untuk mengusahakan satu
terjemahan baru untuk menggantikan terjemahan Leidjecker (1733),
Klinkert (1879) dan Shellabear (1912).
Tujuan penerjemahan dan penerbitan ini adalah satu Alkitab yang
dapat dimengerti di Kepulauan Indonesia dan di Semenanjung Malaka.
Yang mendapat tugas sebagai penerjemah utama adalah Pdt. Werner
August Bode. Bode adalah seorang anak misionaris Jerman yang lahir
di India pada tahun 1890. Dalam Perang Dunia I Bode menjadi tentara
Jerman, kemudian ia kuliah di Jerman dan Belanda. Ia lalu menjadi
pengajar Teologia pada Sekolah Guru (Normaalschool) di Tomohon,
Minahasa. Setelah mendapat tugas menerjemahkan Alkitab, Bode pindah
ke Sukabumi, Jawa Barat. Dalam tugas penerjemahannya Bode dibantu
oleh A.W. Keiluhu dari Ambon dan Mashohor dari Perak. Mashohor
kemudian diganti oleh Abdul Gani. Anggota panitia yang lain adalah
Wiliam Shellabear dan Dr. Hendrik Kraemer. Dalam pekerjaan ini
ketiga terjemahan Alkitab terdahulu, yaitu terjemahan Leijdecker,
Klinkert dan Shellabear, harus diperiksa.
Ternyata usaha menerjemahkan Alkitab dalam bahasa yang dapat
dipahami dan diterima di Indonesia dan Semenanjung Malaka itu
tidaklah mudah. Daerah Maluku dan Minahasa merasa dialek mereka
kurang dipakai dalam terjemahan Bode. Sebaliknya Shellabear merasa
bahwa bahasa Bode terlalu Indonesia, tidak seperti bahasa Melayu
yang dipakai di Malaka dan Johor. Shellabear juga ingin
mempertahankan pemakaian kata Isa Almasih. Walaupun menghadapi
banyak tantangan, akhirnya selesailah juga terjemahan Perjanjian
Baru pada tahun 1935 dan setelah penelitian dan penyuntingan,
Perjanjian Baru ini diterbitkan pada tahun 1938 yaitu 10 tahun
setelah Sumpah Pemuda diikrarkan di Jakarta. Penerbitan ini
dibiayai oleh Lembaga Alkitab Skotlandia (NBSS).
Sayang sekali pekerjaan penerjemahan bagian Perjanjian Lama
tidak terselesaikan. Pada tanggal 18 Januari 1942, pada saat
berkecamuknya Perang Dunia II, Pdt. Bode mengalami kecelakaan.
Sebagai seorang warganegara Jerman sejak tahun 1940 ia ditawan oleh
Belanda dan ditempatkan di Pulau Seribu, lalu di Aceh, tetapi ia
terus menerjemahkan bagian Perjanjian Lama. Pada awal aksi tentara
Jepang, para tawanan Jerman diungsikan. Bode diberangkatkan dengan
kapal yang akan membawanya ke Inggris. Dalam pelayaran transit ke
India, kapal itu dibom oleh Jepang dan karam dekat Pulau Nias. Itu
sebabnya Perjanjian Lama Bode tidak terselesaikan, bahkan naskah
bagian yang telah diterjemahkan ikut karam. Untung Ny. Bode
mempunyai salinan naskah Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan,
Ulangan, Yosua, Hakim-hakim, Rut dan Mazmur, dan bagian ini
akhirnya diterbitkan pada tahun 1947.
Inilah "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Bode : (9)
"Ja Bapa kami jang disoerga,dipermoeliakanlah kiranya
Namamoe.Datanglah keradjaanmoe.Djadilah kehendakmoe,seperti
disoerga, demikian djoega diatas boemi.Berilah kami pada hari ini
makanan kami jang setjoekoepnya.Dan ampoenilah kiranya kepada kami
segala kesalahan kami,seperti kami ini soedah mengampoeni orangjang
berkesalahan kepada kami.Dan djanganlah membawa kami kepada
pentjobaan,melainkan lepaskanlah kami dari pada jang djahat."
(Kitab Injil karangan Matioes -- Kitab Perdjandjian Baharoe
diterjemahkan dari pada bahasa Gerikan kepada bahasa Melajoe,
British and Foreign Bible Society + National Bible Society of
Scotland + Nederlandsch Bijbelge nootschap, 1938 - terjemahan W.A.
Bode dkk).
Terjemahan Alkitab Dalam Masa Peralihan
Sementara itu Indonesia, dan kemudian Malaysia menjadi negara
merdeka yang berdaulat. Dengan kemerdekaan dari kekuasaan
pemerintahan kolonial, lahirlah bahasa-bahasa nasional, bahasa
Indonesia dan bahasa Malaysia. Perkembangan bahasa-bahasa nasional
yang pesat ini membuat terjemahan Alkitab yang lama semakin jauh
tertinggal. Perubahan situasi politik, sosial, budaya dan keagamaan
menurut terjemahan Alkitab yang lebih memadai, yaitu lebih sesuai
dengan keadaan yang baru. Sebagai contoh, sebelum kemerdekaan kata
jajahan berarti daerah, wilayah ("...Betlehem, di jajahan Judea" -
Lukas 2:4 Bode/Terjemahan Lama), tetapi sekarang jajahan mempunyai
konotasi negatif "negara yang dijajah oleh penjajah". Perbedaan
pemakaian istilah di Indonesia dan di Malaysia juga perlu
dipertimbangkan, contohnya "Karena dengan percuma kamu dapat,
berikanlah juga dengan percuma" - Matius 10:8 Bode/Terjemahan Lama.
Dalam bahasa Malaysia percuma sama artinya dengan cuma-Cuma; sedang
dalam bahasa Indonesia kata percuma artinya sia-sia, tidak berguna.
Jadi, ayat tersebut dalam terjemahan Bode masih dimengerti di
Malaysia, tetapi di Indonesia justru menimbulkan salah pengertian
yang fatal.
Terjemahan yang baru jelas dibutuhkan, hal itu tidak dapat
ditawar. Tetapi sementara terjemahan yang baru diusahakan,
bagaimanakah kebutuhan Alkitab umat Kristiani yang hidup di negara
yang baru merdeka itu dapat dipenuhi? Untuk memenuhi kebutuhan
sementara, Lembaga Alkitab Indonesia memutuskan untuk menerbitkan
terbitan darurat, yaitu gabungan Perjanjian Lama Klinkert (1879)
dan Perjanjian Baru Bode (1938). Alkitab yang dicetak pada tahun
1958 inilah yang sekarang dikenal sebagai Terjemahan Lama. Jadi
sebenarnya Terjemahan Lama ini bukanlah terjemahan yang paling
lama, paling tua atau paling asli, sebab baik Perjanjian Lama
Klinkert (1879) maupun Perjanjian Baru Bode (1938) sudah merupakan
usaha perbaikan/revisi yang kesekian kalinya.
Untuk keterangan selengkapnya, silahkan membaca lampiran surat
pengantar pada Alkitab Bahasa Indonesia (Terjemahan Lama) terbitan
tahun 1958 dalam ejaan aslinya: Salam sedjahtera.
Dengan perasaan sjukur kepada Tuhan, kami menjampaikan kepada
Saudara sebuah Alkitab jang berisikan Perdjandjian Lama dan
Perdjandjian Baharoe bersama-sama. Sajang sekali Perdjandjian Lama
terbitan ini masih terdjemahan dahulu jaitu oleh Dr. H.C. Klinkert
pada tahun 1879, dan Perdjandjian Baharu terdjemahan Ds. W.A. Bode,
tahun 1938; dan bahagian ini sampai sekarang diterbitkan dalam dua
buku oleh karena bahasa jang satu berbeda lebih dari 50 tahun dari
pada jang lain.
Apakah sebabnja sekarang Alkitab diterbitkan dalam bentuk
sedemikian ini?
Alasan jang terutama ialah karena dewasa ini banjak orang sangat
rindu memiliki Alkitab seluruhnja, jang memuat baik Perdjandjian
Lama jang lazim dipergunakan ialah Perdjandjian Lama terdjemahan
Klinkert dan Perdjandjian Baharu Bode, maka untuk memenuhi
permintaan banjak orang itu, diterbitkan Alkitab dalam bentuk
ini.
Alasan jang kedua ialah karena terdjemahan Alkitab dalam Bahasa
Indonesia "modern" itu belum selesai. Seperti maklum, sedjak tahun
1952 suatu Komisi Perterdjemahan telah mulai menterdjemahkan
seluruh Alkitab kedalam Bahasa Indonesia sekarang. Pekerdjaan ini
memerlukan waktu kira-kira sepuluh tahun.
Mengingat akan alasan-alasan tersebut diatas ini, maka
terpaksalah kami menerbitkan Alkitab dalam bentuk jang kurang lazim
ini. tidak perlu kami uraikan pandjang lebar disini, bahwa
penerbitan Alkitab ini bersifat darurat. Walaupun demikian kami
menaruh harap dengan penerbitan ini dapatlah dipenuhi kerinduan
mereka jang memerlukan terbitan Alkitab, jang memuat bahagian itu
bersama-sama.
Edjaan dalam terbitan ini telah disesuaikan dengan edjaan jang
lazim sekarang. Kami berharap semoga dengan pertolongan Tuhan pada
waktuNja kami akan menerbitkan pula seluruh Alkitab jang
diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia jang lebih baik dan
sempurna.
Achirnya kami berdoa kiranja perdjalanan Alkitab dalam bentuk
ini djuga akan diberkati oleh Tuhan. Bapa kita dalam Jesus Kristus,
serta akan senantiasa diiringi oleh Roh Kudus.
LEMBAGA ALKITAB INDONESIA.
Perjanjian Baru Terjemahan Gereja Roma Katolik
Sementara Gereja-gereja kristiani Protestan mengusahakan satu
Alkitab terjemahan baru melalui Lembaga Alkitab Indonesia, pihak
Gereja Roma Katolik juga mengupayakan satu terjemahan baru.
Terjemahan yang diberi judul Indjil - Kabar Gembira Jesus Kristus:
Kitab Kudus Perdjandjian Baru diterdjemahkan menurut naskah-naskah
Junani ini diprakarsai dan ditangani sepenuhnya oleh Gereja Roma
Katolik. Penerjemahan adalah Pastor J. Bouma, SVD.
Edisi Perjanjian Baru ini diterbitkan oleh Penerbit Arnoldus
Ende, Flores pada tahun 1964 dan direvisi pada tahun 1968.
Penerjemahan bagian Perjanjian Lama dikerjakan oleh Pater Cletus
Groenen dan kawan-kawan. Tetapi proyek penerjemahan Perjanjian
Lamanya akhirnya dihentikan pada tahun 1968, yaitu pada saat pihak
Gereja Roma Katolik sepakat untuk mengusahakan penerjemahannya
melalui Lembaga Alkitab Indonesia.
Inilah "Doa Bapa Kami" dalam Injil terbitan Arnoldus, Ende :
(10)
"Bapa kami jang di Surga,Dikuduskanlah NamaMu,Datanglah
KeradjaanMu,djadilah kehendakMu diatas bumi seperti didalam
Surga.Berilah rezeki jang kami perlu hari ini, Hapuskanlah utang
kamiseperti kami telah menghapus utang orang terhadap
kami;djanganlah masukkan kami kedalam pertjobaan, tetapi
bebaskanlahkami dari jang djahat.
(Injil Mateus -- Indjil - Kabar Gembira Jesus Kristus: Kitab
Kudus Perdjandjian Baru diterjemahkan menurut naskah-naskah Junani,
Arnoldus, Ende 1964).
Alkitab Terjemahan Baru
Proyek penerjemahan Terjemahan Baru bahasa Indonesia ini dimulai
oleh Lembaga Alkitab Belanda (NBG) pada tahun 1952, karena sebelum
proklamasi kemerdekaan Indonesia kegiatan-kegiatan penerjemahan dan
penyebaran Alkitab di Indonesia ditangani oleh Lembaga Alkitab
Belanda dan Inggris. Dengan berdirinya Lembaga Alkitab Indonesia
yang mandiri pada tanggal 9 Pebruari 1954, maka tanggung jawab
proyek ini diserahkan kepada LAI pada tahun 1959.
Panitia penerjemahannya terdiri dari tenaga-tenaga ahli berasal
dari Belanda, Swiss dan Indonesia (dari unsur Tapanuli, Jawa,
Minahasa, dan Timor). Mula-mula yang menjadi ketua penerjemahan
(1952-1959) adalah Dr. J.L. Swellengrebel. Beliau sudah bertugas di
pulau Bali sejak tahun 1939 sebagai tenaga ahli Lembaga Alkitab
Belanda (NBG). Dr. Swellengrebel juga menyusun 2 jilid sejarah
terjemahan Alkitab di Indonesia yang diberi judul In Leijdeckers
Voetspoor (1974, 1978). Kemudian tanggung jawab sebagai ketua
panitia penerjemahan dilanjutkan oleh putra Indonesia Dr. J.L.
Abineno (1962-selesai). Yang pernah menjadi anggota panitia
penerjemahan ini antara lain Drs. C.D. Grijns, P.S. Naipospos, Dr.
Chr. F. Barth, E.I. Soekarso, Dr. R. Soedarmo, M.H. Simanungkalit,
O.E. Ch. Woewoengan, Dr. Liem Khiem Yang, J.P. Siboroetorop, Dr. A.
de Kuiper, beserta J. Koper dan Drs. Rikin-Bijleveld.
Edisi percobaan karya panitia ini diterbitkan secara bertahap
mulai tahun 1959. akhirnya setelah dua kali tertunda, proyek
penerjemahan ini diselesaikan pada tahun 1970 dan Perjanjian
Barunya diterbitkan pada tahun 1971, Perjanjian Lamanya pada tahun
1974. Seperti telah disebutkan di atas, mendekati tahap
penyelesaian proyek penerjemahan ini, kerjasama yang ekumenis
antara Gereja-gereja Kristiani Protestan dan Gereja Roma Katolik
terwujud melalui jalur penerjemahan Alkitab. Sejak Konsultasi
Pimpinan Gereja-gereja yang diselenggarakan oleh LAI di Cipayung
pada tahun 1968, Gereja Roma Katolik mereka sendiri dan akan
menggunakan Alkitab terbitan LAI sebagai Alkitab resmi mereka.
Jadi, inilah Alkitab bahasa Indonesia yang pertama dipakai oleh
semua umat Kristiani di Nusantara. Hal ini berlaku juga dengan
terjemahan-terjemahan Alkitab sesudah terjemahan Baru, baik dalam
bahasa Indonesia maupun dalam bahasa-bahasa daerah.
Berikut ini "Doa Bapa Kami" dalam Terjemahan Baru: (11)
"Bapa kami jang disorga,dikuduskanlah namaMu,datanglah
KeradjaanMu,djadilah kehendakMudibumi seperti disorga.Berilah kami
pada hari ini makanan kami jang secukupnjadan ampunilah kami akan
kesalahan kami,seperti kami djuga mengampuni orang jang bersalah
kepada kami;dan djangan membawa kami kedalam pentjobaan,tetapi
lepaskanlah kami dari pada jang djahat."
(Injil Matius -- Alkitab "Terjemahan Baru", LAI 1971, 1974 -
ejaan lama).
Alkitab Terjemahan Dinasti/Fungsional
Dari sejarah dan perkembangan penerjemahan Alkitab dalam bahasa
Melayu/Indonesia kita dapat memetik satu pelajaran yang penting
bahwa sejak semula setiap pemakai terjemahan Alkitab penyampaikan
keluhannya bila terjemahan yang dibaca dan dipelajarinya sukar
dipahami, banyak memakai istilah-istilah yang tidak dikenal umum,
atau menggunakan susunan kalimat yang janggal dan tidak wajar.
Karena itu selalu dipahami. Dari sejarah ini pula kita menyadari
bahwa merevisi terjemahan bukanlah sesuatu yang mengada-ada, tetapi
suatu kebutuhan yang nyata dan absah. Apa artinya mencetak dan
menyebarluaskan terjemahan Alkitab yang tidak dapat atau sukar
dibaca dan dimengerti oleh penerimanya? Itulah sebabnya terjemahan
ada terdjeamhan Ruyl, Brouwerious, Leijdecker, Klinkert,
Shellabear, Bode, Injil (Arnoldus, Ende), Terjemahan Baru (LAI) dan
begitu seterusnya. Pada hakikatnya metode penerjemahan Alkitab yang
dipakai hingga saat Alkitab Terjemahan Baru dikerjakan adalah
metode harfiah yang menekanka nagar bentuk bahasa asli sedapat
mungkin dipertahankan dalam bahasa sasaran. Walaupun kata dan
istilah yang dipakai dalam suatu terjemah adalah kosakata Indonesia
yang umum dan wajar bila bentuk dan susunan bahasa aslinya (Ibrani,
Aram, dan Yunani) dipertahankan, maka hasil terjemahannya dalam
bahasa Indonesia akan tetap sulit dipahami. Mari kita melihat satu
contoh: "Dalam Dia ada hidup, dan hidup itu adalah terang manusia"
Yahya 1:4 TB. Terjemahan ini mengikuti struktur kalimat dalam
bahasa Yunani, walaupun kata-katanya sudah diganti kata-kata
Indonesia, artinya tetap belum jelas karena susunannya tidak sesuai
dengan struktur kalimat Indonesia. Kalau kata-kata tersebut disusun
menurut struktur kalimat Indonesia yang umum dan wajar, pasti akan
lebih jelas maksudnya, misalnya: "Dialah sumber hidup, dan hidup
memberi terang kepada manusia".
Dari penelitian di bidang Ilmu Bahasa (Linguistik), kita
mendapat metode penerjemahan baru yang dapat mengatasi
halangan-halangan yang ditemui bila kita memakai cara harfiah dalam
tugas menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Metode
ini dikembangkan dan diterapkan untuk penerjemahan Alkitab oleh
seorang professor Linguistik yang juga bergelar Dokter dalam bidang
Biblika yang bernama Dr. Eugene A. Nida. Metoda ini dikenal sebagai
metode penerjemahan Dinamis, kemudian juga disebut metode
penerjemahan Fungsioal.
Berbeda dari metode penerjemahan harfiah yang mementingkan
bentuk bahasa asli Alkitab sehingga arti yang dimaksudkan
tersembunyi, metode dinamis/fungsonal mementingkan arti dan fungsi
yang dimaksudkan dalam naskah asli Alkitab dan menyampaikannya
dalam bentuk bahasa sasaran yang umum dan wajar sesuai pemakaian
masa kini. Yang ditekankan adalah bahasa yang umum
(sehari-hari)-jadi bukan bahasa sastra atau bahasa cerdik cendikia,
juga bukan bahasa pasaran. Tetapi bahasa yang tidak terlalu rendah
bagi orang yang berpendidikan tinggi dan tidak terlalu tinggi bagi
orang sederhana, dengan kata lain bahasa yang dapat dimengerti oleh
semua lapisan masyarakat.
Lembaga Alkitab Amerika Serikat (ABS) menugaskan Dr. Robert
Bratcher untuk menyiapkan terjemahan Perjanjian Baru dalam bahasa
Inggris menggunakan metode dinamis/fungsional. sebenarnya
terjemahan ini ditujukan kepada mereka yang berbahasa Inggris bukan
sebagai bahasa ibunya, tetapi sebagai bahasa kedua atau bahasa
asing yang dipelajari setelah dewasa. Memang upaya penerjemahan ini
merupakan tanggapan atas permintaan suatu badan misi untuk
mengadakan satu terjemahan Alkitab bagi orang asing yang berada di
Amerika Serikat. Pertama kali terjemahan ini diterbitkan pada tahun
1966 dengan judul "Good News for Modern Man". Ternyata tanggapan
pemakai terjemahan ini sangat positif, bahkan penutur asli bahasa
Inggris sagat menyukainya. Malahan sempat menjadi buku yang paling
laris (best seller) di negara Inggris. Dalam waktu singkat
berjuta-juta eksemplar habis. Menurut catatan dalam waktu 10 tahun,
50 juta eksemplar terjemahan ini habis terjual di seluruh dunia,
satu rekor baru dalam sejarah penerbitan sedunia!
Atas permintaan perserikatan Lambaga-lembaga Alkitab Sedunia
(UBS), Perjanjian Lama juga diterjemahkan menggunakan metode
dinamis/fungsional oleh satu panitia yang terdiri dari Dr. Bratcher
bernama Dr. Roger A. Bullard, Dr. Keith Crim, Dr. Herbert Grether,
Dr. Barclay M.Newman, dr. Heber F. Peacock, dan Dr. John A.
Thompson. Pada tahun 1976 diterbitkanlah seluruh Perjanjian Lama
bersama edisi ke 4 dari Perjanjian Barunya dan diberi nama "Good
News Bible (The Bible in Today's English Version)". Hasilnya juga
sangat menggembirakan, penyebarannya disambut baik di seluruh
dunia. Dalam waktu 9 bulan setelah penerbitannya 5 juta eksemplar
telah habis terjual; dan eksemplar ke 5 juta dipersembahkan kepada
presiden A.S. saat itu yaitu Presiden Jimmy Carter dalam satu
upacara khusus di Gedung Putih, Washington, D.C.
Dengan metode yang sama inilah di seluruh dunia, termasuk
Malaysia dan Indonesia, diusahakan penerjemahan Alkitab yang baru.
Pada tahun 1974, Lembaga Alkitab Singapura, Malaysia dan Brunai
menerbitkan Perjanjian Baru dalam Bahasa Malaysia Sehari-hari yang
menggunakan prinsip penerjemahan dinamis/fungsional. PERJANJIAN
BAHARU Berita Baik Untuk Manusia Moden ini disiapkan oleh
penerbitan Pdt. Elkanah T. Suwito dengan bantuan Dr. Barclay M.
Newman, Jr. sebagai Konsultan Penerjemahan UBS. Naskah terjemahan
itu juga diteliti oleh Matthew Finlay, Dr. Daniel C. Arichea, Jr.,
dan wakil beberapa denominasi gereja. Revisi Perjanjian Baru
diterbitkan pada tahun 1976. Perjanjian Lama diselesaikan pada
tahun 1981 dan diterbitkan sebagai Alkitab lengkap pada tahun
1987.
Inilah "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Alkitab Bahasa Malaysia
Sehari-hari : (12)
"Ya Bapa kami yang di syurga,Hendaklah manusia menghormati
engkau.Binalah Pemerintahanmu di bumi.Hendaklah manusia taat
kepadamusebagaimana engkau ditaati di syurga.Berilah kami pada hari
ini makanan kami yang seperlunya.Ampunilah kesalahan kami,seperti
kami mengampuni orang yang bersalah terhadap kami.Janganlah
membiarkan kami digoda Iblis,tetapi selamatkanlah kami daripada
kuasanya."
(Berita Baik Karangan Matius -- Alkitab: Berita Baik Untuk
Manusia Moden, Lembaga Alkitab Singapura, Malaysia & brunai
1974, 1976, 1987).
Proyek penerjemahan Alkitab dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari
(BIS) dimulai pada tahun 1974. Cara penerjemahan yang dipakai
adalah juga cara penerjemahan dinamis/fungsional. proyek ini
sepenuhnya dilaksanakan oleh LAI dengan bantuan tenaga-tenaga
ahli/konsultan dari Perserikatan lembaga-lembaga Alkitab Sedunia
(UBS). Perjanjian Baru BIS edisi pertama diterbitkan pada tahun
1977 dan diberi judul KABAR BAIK UNTUK MASA KINI.
Edisi pertama yang diterbitkan pada tahun 1977 ini adalah hasil
terjemahan Drs. M.S. Hutagalung bersama Ny. Maria Sigar dan Dr.
Martin Olsthoorn, dengan Konsultan Dr. Barclay M. Newman, Jr.
kemudian dilanjutkan oleh Dr. Daniel C. Arichea, Jr. Edisi kedua
dari KABAR BAIK UNTUK MASA KINI ini dikeluarkan pada tahun 1987.
Selain revisi, edisi kedua ini ditandai dengan penambahan kata
pengantar dan daftar isi pada setiap buku Perjanjian Baru.
Proyek penerjemahan Perjanjian Lama dalam Bahasa Indonesia
sehari-hari dikerjakan oleh panitia penerjemahan yang terdiri dari
3 orang penerjemahan yaitu Ny. Maria Singar, Ny. Amsyati
Susilaradeya, Sr. Emmanuel Gunanto. Panitia ini dibantu oleh
peneliti khusus Dr. Wismoady Wahono dan Pater C. Groenen, serta
peneliti-peneliti lain. Bertindak sebagai Konsultan Penerjemahan
UBS adalah Dr. Daniel C. Arichea, Jr. Perjanjian Lama BIS ini
diterbitkan bersama dengan edisi ketiga Perjanjian Baru BIS menjadi
ALKITAB KABAR BAIK UNTUK MASA KINI pada tahun 1985.
Atas permintaan pihak Gereja Roma Katolik, terjemahan
dinamis/fungsional Deuterokanonika dalam Bahasa Indonesia
Sehari-hari disiapkan oleh Sr. Emmanuel Gunanto. Proyek ini
sepenuhnya dibiayai oleh Gereja Roma Katolik.
Perlu diingat bahwa naskah Perjanjian Baru pertama tidak ditulis
dalam bahasa Yunani sastra, tetapi dalam bahasa Yunani Koine
(sehari hari). Hikmatnya adalah Firman Allah akan terbuka bagi
semua dan dapat menjadi sumber pengharapan bagi semua orang bila
disampaikan dalam bahasa yang umum (sehari-hari). Dan itulah tujuan
Alkitab dalam bahasa Indonesia Sehari-hari.
Inilah "Doa Bapa Kami" dalam terjemahan Alkitab Dalam Bahasa
Indonesia Sehari-hari: (13)
'Bapa kami di surga :Engkaulah Allah yang Esa.Semoga engkau
disembah dan dihormati.Engkaulah Raja kami.Semoga engkau
memerintahkan di bumidan kehendakmu ditaati seperti di
surga.Berilah pada hari ini makanan yang kami perlukan.Ampunilah
kami dari kesalahan kami,seperti kami sudah mengampuni orangyang
bersalah kepada kami.Janganlah membiarkan kami kehilangan percaya
pada waktu kami dicobaitetapi lepaskanlah kami dari kuasa si
Jahat.'
(Kabar Baik yang disampaikan oleh Matius -- Alkitab Kabar Baik
dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari, LAI 1977, 1978, 1985).
Dalam cara penerjemahan dinamis/fungsionhal, tingkat bahasa
kelompok pembaca yang menjadi sasaran suatu terjemahan sangat
diperhatikan. Karena satu terjemahan yang sesuai untuk kelompok
cendikiawan tidaklah akan dapat mudah dipahami oleh anak-anak yang
hanya berpendidikan SD, atau mereka yang sudah dewasa tetapi baru
saja lulus dari Kursus Pemberantasan Buta Huruf. Itulah sebabnya
dalam metode penerjemahan dinamis/fungsional, disediakan juga
terjemahan Alkitab menggunakan metode yang sama tetapi disajikan
dalam tingkat bahasa yang sesuai dengan kelompok sasarannya. Dengan
demikian semakin luaslah kelompok-kelompok yang dapat dijangkau
dengan kabar kesukaan tentang Yesus Kristus!
Berikut ini "Doa Bapa Kami" yang pertama menurut terjemahan
Kabar Baik untuk Anak-anak, dan yang kedua menurut terjemahan untuk
Pembaca Baru: (14)
"Bapa kami di surga.semoga semua orang menghormati engkau,semoga
engkau menjadi raja di dunia ini,dan orang-orang di dunia taat
kepadamu,sebagaimana engkau ditaati di surga.Berikanlah kepada
kamimakanan yang kami perlukan untuk hari ini.Ampunilah kami dari
kesalahan-kesalahan kami,seperti kami sudah mengampuni orang
lainyang bersalah kepada kami.Janganlah membiarkan kami tidak lagi
percaya kepadamupada waktu kami dicobai, tapi lepaskanlah kami dari
kuasa Si Jahat."
(Kisah tentang Yesus Kristus -- Kabar Baik Untuk Anak-anak:
Perjanjian Baru, LAI 1986). (15)
"Bapa kami yang berada di sorga.Engkau sajalah Allah, hendaklah
manusia menyembah engkau.Engkaulah Tuhan, biarlah semua orang
diperintah olehmu,biarlah manusia taat kepadamu seperti engkau
ditaati di sorga.Berikanlah kepada kami pada hari ini makanan kami
yang secukupnya.Ampunilah kami, bila kami bersalah kepadamuseperti
kami mengampuni orang-orang,bila mereka bersalah kepada
kami.Kuatkanlah kami agar tetap setia kepadamu bila digoda,dan
lindungilah kami dari si Jahat."
(Sayangilah Musuhmu -- Kabar Baik untuk Pembaca Baru Seri
Perjanjian Baru Jilid 7, LAI 1987 reprint).
Parafrasa
Perlu dicatat bahwa dalam usaha membuat terjemahan Alkitab yang
mudah dipahami ada juga usaha yang hasilnya mudah dibaca, tetapi
melihat cara mencapai tujuan tersebut hanyalah dengan sekadar
mempermudah bahasanya, maka hasilnya tidaklah layak disebut
terjemahan yang bertanggung jawab. Pada tahun 1976, Penerbit Kalam
Hidup mengeluarkan Perjanjian Baru Dalam Bahasa Sehari-hari. Karena
judulnya hampir sama dengan Alkitab Kabar Baik Dalam bahasa
Indonesia Sehari-hari terbitlah LAI, sering kali orang awam menjadi
bingung. Sebenarnya Firman Allah Yang Hidup ini merupakan
terjemahan langsung dari edisi bahasa Inggris The Living Bible
karya Kenneth N. Taylor dari Amerika Serikat. Living Bible adalah
hasil saduran (parafrasa) atau pengungkapan dengan kata-kata
sendiri dari Alkitab the American Standard Version (1901) yang
merupakan revisi Alkitab bahasa Inggris the King James Version
(1611). Taylor menyederhanakan bahasa kuno the American Standard
Bible ke dalam bahasa Inggris sehari-hari. Oleh karena itu Firman
Allah Yang Hidup ini tidak digolongkan dalam terjemahan harfiah
atau dinamis, tetapi digolongkan saduran (parafrasa).
Inilah saduran (parafrasa; Firman Allah yang Hidup) "Doa Bapa
Kami" : (16)
"Bapa kami yang di surga,kami muliakan nama-Mu yang suci.Kami
mohon kiranya kehendak-Mu terlaksana di bumi ini samaseperti di
surga.Berilah kami makanan untuk hari ini sebagaimana biasa,dan
ampunkanlah dosa kamu, seperti kami sudah mengampunimereka yang
bersalah kepada kami.Janganlah kami dibawa ke dalam cobaan,
melainkan lepaskanlahkami dari si Jahat."
(Matius: Riwayat Hidup Yesus Kristus -- Firman Allah yang Hidup:
Perjanjian Baru dalam Bahasa Sehari-hari, kalam Hidup 1976).
Kesimpulan
Patutlah kita mensyukuri berkat Tuhan yang ada pada kita yang
merupakan warisan rohani dari penerjemah-penerjemah yang telah
mendahului kita. Tanpa jerih payah hamba-hamba Tuhan yang pantang
menyerah tersebut, pemakaian bahasa Melayu/Indonesia tidak akan
memiliki kekayaan terjemahan Alkitab dalam bahasa kita sendiri.
Semua usaha penerjemahan telah diusahakan semaksimal mungkin sesuai
dengan situasi dan kondisi zamannya masing-masing. Seperti kita
lihat di atas, zaman berubah, musim berganti, bahasa pun
berkembang; demikianlah juga kebutuhan akan terjemahan Alkitab yang
memadai akan selalu dibutuhkan oleh setiap generasi pengikut
Kristus. Tugas penerjemahan Alkitab tidak akan pernah selesai.
Mudah-mudahan setelah kita mengenai terjemahan-terjemahan
Alkitab yang kita miliki, kita makin menyanyangi dan menghargainya
dengan rajin membacanya, mempelajari dan mendalaminya, serta
menghayatinya. Dan segala usaha kita yang mendukung usaha
penerjemahan, pencetakan dan penyebarluasan terjemahan-terjemahan
Alkitab merupakan perwujutan dari partisipasi kita dalam misi kudus
untuk memberitakan Kabar Kesukaan kepada segala bangsa dan bahasa!
Sekaligus kita melanjutkan sejarah yang telah dimulai oleh
pendahulu-pendahulu kita. []