-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
sejarah Nabi Muhammad
Para ahli biografi yang menulis sejarah lahir Nabi Muhammad
(sejarah tentang maulid
Nabi SAW) berpendapat bahwa Muhammad lahir hari Senin di Mekah
pada tanggal 12 Rabiul
Awal tahun Gajah, atau tahun 570 M. Dikatakan tahun Gajah karena
saat itu raja Abrahah
menyerang Mekkah dengan pasukan gajah.
Ayahnya bernama Abdullah, meninggal dunia saat melakukan
perjalanan dagang di Yastrib
(Madinah) ketika Muhammad berada dalam kandungan. Beliau
mewariskan lima unta,
sekawanan biri-biri dan budak perempuan bernama Ummu Aiman yang
kemudian mengasuh
Muhammad.
Ketika Muhammad berumur 6 tahun, ibunya yang bernama Aminah
binti Wahab
mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk menjenguk keluarganya dan
melawat makam ayahnya.
Ketika dalam perjalanan pulang, Aminah sakit dan setelah
beberapa hari wafat. Aminah wafat di
Abwa, tidak jauh dari Yatsrib, dan makamkan di sana.
Setelah ibunya wafat, Muhammad diasuh kakeknya, Abdul
Muththalib. Setelah kakeknya
wafat, kemudian diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Saat itulah ia
mendapat tugas
menggembala kambing di sekitar Mekkah dan kerap kali menemani
pamannya berdagang ke
negeri Syam (Suriah, Lebanon, dan Palestina).
Hampir seluruh ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad
lahir di bulan
Rabiul Awal, meskipun mereka tidak sependapat tentang
tanggalnya. Kaum Syi'ah berpendapat
bahwa Nabi Muhammad lahir hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan
kaum Sunni percaya bahwa
lahirnya Senin, 12 Rabiulawal (2 Agustus 570 M).
Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang
senang dengan
kekerasan. Menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke
Gua Hira' sebuah gua bukit
sekitar 6 km sebelah timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali
sebagai Jabal An Nur. Ia bisa
berhari-hari bertafakur (merenung) dan mencari ketenangan.
Di gua Hira tersebut, pada malam hari tanggal 17 Ramadhan (6
Agustus 611 M)
diriwayatkan Malaikat Jibril datang dan membacakan surat pertama
dari Quran yang
disampaikan kepada Muhammad, yaitu surah Al-Alaq. Muhammad
diperintahkan untuk
membaca ayat yang telah disampaikan kepadanya, namun ia mengelak
dengan berkata ia tak bisa
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
membaca. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad
membaca, tetapi jawabannya
tetap sama. Jibril berkata:
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari
segumpal darah.
Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar
manusia dengan
perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.
(Al-Alaq 96: 1-5)
a fa laa ta'qiluun menulis catatan baru: Kajian Wahyu Pertama :
Beberapa Makna Iqra.
1 Desember 2010
Goa Hira.
Setiap membicarakan surat Al-Alaq sebagai wahyu yang diterima
Nabi Muhammad pertama
kali, pada umumnya orang menganggap atau menafsirkan bahwa
Jibril menyuruh Muhammad
membaca.
Ada yang mengatakan Muhammad disuruh membaca tulisan, ada pula
yang mengatakan yang
harus dibacanya adalah situasi, yaitu situasi kota Makkah dan
sekitarnya, mulai dari keadaan
alamnya sampai keadaan masyarakatnya.
Dengan kata lain, satu pihak mengartikan perintah membaca itu
secara harfiah, yang lainnya
menganggap berarti kiasan.
Karena itulah mereka menerjemahkan kata iqra dalam ayat pertama
surat tersebut menjadi
bacalah.
Setahu penulis, baru Yusuf Abdullah Ali dalam The Holy Quran
yang menerjemahkannya
menjadi proclaim (nyatakan, umumkan).
Sementara itu, dalam A Dictionary Of Modern Written Arabic, Hans
Wehr menyebutkan bahwa
arti kata qara-a, khususnya untuk Quran adalah declaim
(berdeklamasi; membaca di depan
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
umum sebagaimana membaca syair), atau recite, yang berarti say
(especially poems) aloud from
memory (mengucapkan khususnya syair hafalan dengan suara
keras).[1]
Jadi, declaim dan recite agaknya mempunyai pengertian yang
sama.
Dengan demikian, kita mendapatkan tiga makna dari kata iqra,
yaitu:
1. Bacalah
2. Nyatakan/umumkan(lah)
3. Deklamasikan (berdasar hafalan)
Di antara ketiga makna tersebut, yang beredar dalam masyarakat
melalui para ustadz dan
penceramah adalah pengertian yang pertama (bacalah), dengan
tambahan (penafsiran) bahwa
membaca yang dimaksud adalah membaca apa saja yang bisa dibaca,
baik bahan-bahan bacaan
biasa maupun segala kenyataan hidup yang dijumpai.
Dengan demikian, satu segi, kegiatan membaca tersebut berarti
kegiatan menuntut ilmu secara
umum.
Segi lainnya, membaca yang dimaksud adalah melakukan kegiatan
kontemplatif
(comtemplative), yaitu merenungi dan menambil hikmah (pelajaran)
dari segala kenyataan
hidup.
Manakah pengertian yang benar?
Semua pengertian itu adalah benar.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Tapi benar menurut ukuran apa? Secara harfiah maupun maknawiah,
semua merupakan
pengertian yang benar dari kata iqra.
Tapi apakah kata iqra dalam surat Al-Alaq itu bisa terwakili
oleh salah satu atau semua
pengertian tersebut? Pertanyaan ini tentu harus dijawab dengan
hati-hati dan menggunakan
metode (prosedur) yang bisa dipertanggung-jawabkan.
Tentu harus diingat bahwa kata iqra itu berasal dari sebuah
wahyu atau kalmullah (perkataan
Allah).
Melalui teori percakapan (dialog), misalnya, bisa kita ambil
sebuah landasan berpikir (metode)
untuk membangun pemahaman.
Dalam sebuah percakapan, paling sedikit akan kita dapati
unsur-unsur:
1. Pembicara (orang pertama)
2. Lawan bicara (orang kedua)
3. Bahan pembicaraan (orang, atau sesuatu)
4. Bunyi pembicaraan (perkataan atau teks seutuhnya)
Dalam konteks surat Al-Alaq begitu juga dalam Al-Qurn secara
keseluruhan, yang menjadi
pembicaranya adalah Allah, dengan catatan bahwa ia diwakili oleh
Jibril, lawan bicaranya Nabi
Muhammad, yang dibicarakannya antara lain perintah iqra.
Dalam teori dialog juga berlaku prinsip bahwa makna setiap
perkataan ditentukan oleh
pembicara, bukan oleh pendengar atau selainnya. Karena itulah,
makna setiap kata dalam surat
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Al-Alaq ini juga bukan hanya kata iqra ditentukan oleh Allah,
bukan oleh kita atau siapa
pun.
[1] Oxford Learners Dictionary of Current English.
Sumber : Copy Paste dari
http://ahmadhaes.wordpress.com/2010/01/12/beberapa-makna-iqra/
=======================================
Kajian Wahyu Pertama (2): Pertemuan Dengan Jibril
Pada umumnya orang beranggapan bahwa pertemuan Muhammad dengan
malaikat penyampai
wahyu (Jibril) pertama kali terjadi pada saat Jibril
menyampaikan wahyu pertama di Goa Hira.
Dengan kata lain, sebelum memberikan wahyu pertama itu Allah
tidak mengadakan komunikasi
apa pun dengan Muhammad.
Tapi dalam Shahih Muslim disebutkan Aisyah, istri Nabi,
bercerita kepada Urwah bin Zubair
bahwa wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi adalah berupa
ar-ruya-shadiqah fi-naumi
( ), yang diartikan orang sebagai mimpi yang benar di malam
hari.
Sementara menurut Hans Wehr kata ruya (jamak: ru-an) selain
berarti mimpi (dream) juga ber-
arti penampakan (vision).
Istilah ini populer di kalangan umat Kristen, karena di antara
mereka banyak yang mengaku per-
nah melihat penampakan Yesus maupun Bunda Maria.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Bisakah kita mengartikan ar-ruya-shadiqah pada Hadis tersebut
sebagai penampakan Jibril,
sebagai awal perkenalan sebelum menyampaikan wahyu? Wallahu
alam! Tapi bila kita gunakan
logika, jawabannya adalah: bisa jadi.
Sebab tanpa adanya proses perkenalan, Muhammad tentu akan sangat
terkejut ketika ia didatangi
(pertama kali) oleh Jibril di Goa Hira. Hadis tersebut bahkan
menjelaskan bahwa Muhammad
melihat ar-ruya-shadiqah itu begitu jelasnya, karena ia muncul
seperti falaqu-shub-hi (matahari
di waktu subuh).
Hadis ini memang tidak menyebutkan obyek yang dilihat Muhammad,
sehingga kita hanya bisa
menduga-duga.
Namun paling tidak, Hadis ini menegaskan bahwa sebelum menerima
wahyu Muhammad sudah
menerima isyarat-isyaratnya.
Mungkin berupa penampakan Jibril sebagai awal perkenalan,
mungkin pula bukan.
Dalam Hadis ini terdapat istilah al-haqqu (kebenaran) yang tentu
digunakan untuk menyebut
wahyu.
Tapi di satu sisi istilah ini juga bisa merupakan lawan kata
(antonym) bagi ar-ruya.
Dengan demikian, ar-ruya-shadiqah itu bisa berarti
bayangan/isyarat kebenaran, sehingga me-
mang tidak perlu ada obyek lain yang dilihat Muhammad, kecuali
semacam cahaya (mitslu
falaqi-shub-hi).
Menurut Hadis itu pula, sejak saat itulah Muhammad mulai punya
keinginan untuk menyepi
(berkhalwat) di Goa Hira.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Di sana ia beribadah selama beberapa malam, sampai bekalnya
habis, lalu pulang untuk
mengambil bekal lagi.
Menurut Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad[1],
setelah mendapat
mimpi itu Muhammad dilanda kegelisahan selama enam bulan.Bahkan
ia sempat merasa
khawatir kalau-kalau dirinya diganggu oleh jin.
Haekal berasumsi bahwa Allah telah mempersiapkan pilihanNya itu
dengan memberikan
latihan rohani sedemikian rupa guna menghadapi saat yang
dahsyat, berita yang dahsyat, yaitu
datangnya wahyu pertama.[2]
Penulis sependapat dengan Haekal, tapi dengan catatan bahwa
penulis cenderung menyeder-
hanakan atau menggamblangkan pengertian latihan rohani tersebut
dengan penampakan
Jibril, baik dalam wujud aslinya maupun dalam bentuk manusia,
sebagai awal perkenalan dengan
Muhammad yang akan menerima wahyu.[3]
Selanjutnya, setelah mengalami kegelisahan dan mondar-mandir
antara rumahnya dan Goa Hira,
Al-Malak (malaikat Jibril) pun datang membawa wahyu pertama.
Haekal menggam-barkan demikian:
Tatkala ia sedang dalam keadaan tidur dalam gua itu, ketika
itulah datang malaikat membawa
sehelai lembaran seraya berkata kepadanya: Bacalah!
Dengan terkejut Muhammad menjawab: Saya tak dapat membaca.
Ia merasa seolah malaikat itu mencekiknya, kemudian dilepaskan
lagi seraya katanya lagi:
Bacalah!
Masih dalam ketakutan akan dicekik lagi Muhammad menjawab: Apa
yang akan saya baca?
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Seterusnya malaikat itu berkata: Bacalah! Dengan nama Tuhanmu
yang menciptakan.
Menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah.
Dan Tuhanmu Maha Pemurah.
Yang mengajarkan dengan Pena.
Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya
Lalu ia mengucapkan bacaan itu.
Malaikat pun pergi, setelah kata-kata itu terpateri dalam
kalbunya.
Dalam catatan kaki Haekal menjelaskan lagi:
Demikian buku-buku sejarah yang mula-mula menceritakan.Ibn Ishaq
juga ke sana dasarnya.
Demikian juga yang datang kemudian banyak yang menceritakan
begitu.
Hanya saja sebagian mereka berpendapat bahwa permulaan wahyu itu
datang ia dalam keadaan
jaga dan di waktu siang, dengan menyebutkan sebuah keterangan
melalui Jibril yang menente-
ramkan hati Muhammad ketika dilihatnya dalam ketakutan.
Ibnu Kathir dalam Tarikh-nya menyebutkan sumber yang dibawa oleh
al-Hafiz Abu Naim al-
Ashbahani dalam bukunya Dalailn-Nubuwa dari Alqama bin Qais,
bahwa Yang mula-mula
didatangkan kepada para nabi itu mereka dalam keadaan tidur
(dengan maksud) supaya hati
mereka tenteram.
Sesudah itu kemudian wahyu turun.
Dan ditambahkan: Ini yang dikatakan Alqama ibn Qais sendiri,
suatu keterangan yang baik,
diperkuat oleh yang datang sebelum dan sesudahnya.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Di lain pihak, Fuad Hashem dalam buku Risalah Muhammad
Rasulullah memuat kutipan dari
Ibnu Ishaq sebagai berikut:
Ketika turun malam di saat Allah merahmatinya dengan tugas
kenabian dan memperlihatkan
kasih atas hambaNya, malaikat Jibril membawa perintah Tuhan
kepadanya. Ia datang
kepadaku, kata Rasul, ketika saya sedang tertidur nyenyak,
dengan selembar brokat yang ada
tulisannya lalu berkata, Bacalah!
Kata saya, Apa yang akan saya baca? Ia menekan saya dengan
lembaran itu begitu kerasnya
sampai-sampai saya merasa akan mati; lalu ia melepaskan
dekapannya dan berkata, Bacalah!
Saya berkata, Apa yang akan saya baca? Sekali lagi ia mendekap
saya sampai saya merasa
bagai akan mati; lalu ia melepaskan dekapannya lagi dan berkata,
Bacalah!
Kata saya, Apa yang akan saya baca? Ia mendekap saya ketiga
kalinya sampai saya merasa
akan mati dan berkata, Bacalah!
Saya katakan, Apa pula yang akan saya baca? dan saya mengatakan
begitu supaya ia
melepaskan dekapannya, kalau tidak ia akan mengulangi lagi.
Katanya: Bacalah atas nama Tuhanmu yang menciptakan, Yang
menciptakan manusia dari
segumpal darah.
Bacalah! Tuhanmu Maha Pemurah, Yang mengajarkan manusia
menggunakan pena, Yang
mengajarkan manusia yang tak mereka ketahui. (QS 96: 1-5).
Maka saya membacanya dan ia melepaskan saya.
Dan saya terbangun dari tidur dan seakan kalimat-kalimat itu
tertera dalam hati saya.[4]
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Kejadian berikutnya, menurut Aisyah kepada Urwah bin Zubair,
adalah:
Setelah itu Rasulullah saw. kembali pulang, memba-wa ayat-ayat
dan pengalaman yang baru
dialaminya itu dengan tubuh menggigil gemetaran.
Sampai di rumah Khadijah, beliau berkata, Selimuti aku! Selimuti
aku! Khadijah segera
menyelimutinya, sehingga hilang rasa keterkejutannya.
Kemudian ia berkata kepada Khadijah, Wahai Khadijah, bagaimana
aku ini? Lalu
diceritakannya kepada Khadijah segala peristiwa yang baru
dialaminya.
Setelah itu beliau berkata, Aku cemas terhadap diriku ini.
Jawab Khadijah, Jangan! Jangan cemas! Gembirakanlah hati Anda!
Percayalah, Allah tidak
akan menimpakan kehinaan pada diri Anda selama-lamanya.
Bukankah Anda selalu bersikap ramah tamah, menghubungkan
silaturahmi, selalu berbicara
benar, selalu menunaikan tugas kewajiban, menyediakan yang belum
ada, memuliakan tamu, dan
membela orang-orang yang kesusahan demi menegakkan
kebenaran!
Kemudian Khadijah membawa beliau mendatangi Waraqah bin Naufal
bin Asad bin Abdul
Uzza, yaitu anak paman Khadijah, yang telah memeluk agama
Nasrani sejak masa Jahiliyah.
Dia pandai menyalin buku-buku ke bahasa Arab.
Antara lain dia menyalin Kitab Injil ke bahasa Arab seberapa
yang dapat ditulisnya.
Dia pun sudah tua dan matanya sudah buta.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Khadijah berkata kepadanya, Wahai anak pamanku! Dengarkanlah
anak saudaramu ini
(Muhammad) bercerita!
Jawab Waraqah bin Naufal, Hai anak saudaraku! Apakah gerangan
yang telah engkau alami?
Ceritakanlah!
Rasulullah saw lalu menceritakan pengalaman yang baru
dialaminya.
Kata Waraqah, Itu adalah malaikat (namus) Jibril a.s. yang
pernah datang kepada Nabi Musa
a.s.
Wahai diriku! Kalaulah aku masih muda,
Wahai, kiranya diriku! Kalaulah aku masih hidup ketika engkau
diusir oleh wargamu
Tanya Rasulullah, Apakah mereka akan mengusirku?
Jawab Waraqah, Ya, benar! Tidak seorang pun yang datang membawa
apa (ayat-ayat) yang
engkau bawa itu yang tidak dimusuhi.
Sekiranya aku masih mendapati hari itu, pasti aku akan membelamu
sekuat-kuatnya.[5]
Selanjutnya, Fuad Hashem menuturkan demikian:
Thabari menambah catatan Ibnu Ishaq ini (lihat kutipan di atas,
pen.): Maka sekarang tak ada di
antara makhluk Tuhan yang lebih membenci saya dari penyair atau
orang kerasukan (majnun).
Saya malahan tak berani memandang mereka, pikir saya.
Persetan diri saya yang penyair atau majnun jangan sampai kaum
Quraisy menjuluki saya
begitu! Saya akan ke bukit dan membuang diri saya ke bawah
supaya mati dan beristirahat.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Maka saya lalu berangkat melaksanakan niat ini, dan kemudian
(menurut catatan Ibnu Ishaq
lagi): Di tengah punggung bukit, saya mendengar suara dari
langit yang berkata: Oh
Muhammad, Anda adalah utusan Allah dan saya ini Malaikat
Jibril.
Saya menengadah ke arah langit untuk melihat (siapa yang
berbicara) dan yah, Jibril bersosok
seorang pria dengan kaki mengangkang di cakrawala, seraya
berkata, Oh Muhammad, Anda
utuasan Allah dan saya Jibril.
Saya terus menatapnya, (dan menurut Thabari itu mengalihkan
perhatian dari tujuan saya
semula) dan tidak lagi beranjak ke depan atau ke belakang.
Lalu saya mulai memalingkan kepala dari lelaki itu, tapi ke mana
pun bagian langit yang
kupandang, saya tetap melihatnya seperti tadi.
Dan saya terus berdiri di sana, tidak maju tidak mundur, sampai
Khadijah mengirim orang
suruhannya untuk mencari saya dan mereka menemukan tempat tinggi
ini lalu kembali ke
Khadijah sementara saya tetap berdiri tak beranjak.
Lalu ia meninggalkan saya dan saya kembali menemui keluarga
saya.
Demikian menurut Ibnu Ishaq.
[1] diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Ali Audah.
[2] Sejarah Hidup Muhammad, hal. 89, cetakan ketiga, PT Dunia
Pustaka Jaya, 1979.
[3] Aisyah bercerita bahwa suatu hari Haris bin Hisyam bertanya
kepada Rasulullah mengenai
cara penurunan wahyu; Rasulullah menjawab: Kadang-kadang ia
(malaikat) datang kepadaku
seperti suara lonceng, dan itulah yang paling berat bagiku, lalu
ia pergi setelah aku menghafal
apa yang dikatakannya. Kadang-kadang Sang Malaikat datang
menemuiku dengan menyamar
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
sebagai seorang lelaki, lalu menyampaikan kalam (Allah)
kepadaku, sampai aku menguasai apa
yang dikatakannya.
[4] Sirah Muhammad Rasulullah/Suatu Penafsiran Baru, H. Fuad
Hashem, hal. 125-126, Mizan,
Bandung, 1989.
[5] Terjemah Hadits Shahih Muslim jilid 1, hal. 77-79,
terjemahan Mamur Daud, cetakan kedua,
Widjaya, Jakarta 1986.
Sumber : Copy Paste dari
http://ahmadhaes.wordpress.com/2010/01/14/kajian-wahyu-pertama-2-
pertemuan-dengan-jibril/
======================================
Kajian Wahyu Pertama (3): Pragmatisme Isa Bugis
Dalam rangkaian kuliah yang diberinya judul Nuzulul-Quran
(berlangsung di Jakarta, dimulai
pada tanggal 22 September 1986)[1], dalam kuliah pertamanya, Isa
Bugis mengajukan suatu
tinjauan atas peristiwa turunnya wahyu pertama itu, yang
disebutnya sebagai pengkajian
pragmatis.
Ia menegaskan bahwa dalam pengkajian pragmatis itu bahasa itu
sendiri harus dipahami secara
kondisional dan proporsional dari maknanya yang melambangkan
situasi pada terjadinya
Nuzulul-Quran.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Dengan kata-katanya itu agaknya Isa Bugis mengajak para penafsir
Al-Qurn untuk mengaitkan
kata iqra dalam surat Al-Alaq, atau surat itu sendiri secara
keseluruhan, dengan situasi dan
kondisi saat turunnya.
Bagi Isa Bugis, agaknya, makna dari iqra, atau wahyu pertama
itu, adalah lambang atau
gambaran bagi situasi pada saat itu.
Dengan kata lain, wahyu pertama itu, antara lain, berperan
memberikan informasi atau ilustrasi
bagi situasi dan kondisi masyarakat setempat (lokal, regional)
pada masa itu.
Tentu tanpa melupakan kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh
luar.
Dengan demikian, tinjauan pragmatis yang ditawarkan Isa Bugis
itu bisa diterjemahkan sebagai
tinjauan terbatas atau tinjauan terikat.
Yaitu, seperti kata Isa Bugis, peninjauan yang dilakukan dengan
batasan kondisi (keadaan yang
berkaitan dengan barang, orang atau kejadian) dan proporsi
(penempatan yang pas), untuk
memperoleh bayangan dari suatu situasi (keadaan pada suatu masa)
yang menjadi latar
belakang turunnya Al-Quran.
Tinjauan ini dilakukan di sini khususnya untuk memahami isi
surat Al-Alaq secara
keseluruhan.
Isa Bugis memulainya dengan pengertian kata qalam, dengan uraian
sebagai berikut:
Formal atau verbalnya, istilah al-qalam sama dengan pena.
Pada abad ketujuh, kira-kira istilah al-qalam ini dikhususkan
kepada benda yang diruncingkan.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Tapi kalau dikembalikan kepada qallama sebagai kata kerjanya,
maka formal atau verbalnya di
sini sama dengan membikin qalam.
Tapi yang dimaksud qalam secara pragmatis adalah datangnya
Jibril ke Gua Hira, kemudian
mengajukan suatu spanduk kepada Nabi Muhammad, yang bertulisan
surat AlAlaq ayat 1-5,
kira-kira seperti spanduk, dihadapkan kepada Nabi Muhammad yang
sedang berkhalwat di Gua
Hira.
Kemudian Muhammad menjawab: Ma ana bi-qri.
Masalahnya secara verbal/formal (jawaban itu) sama dengan
(artinya) Muhammad tidak bisa
membaca.
Tapi secara pragmatis, dihubungkan deng-an selesainya penurunan
wahyu pertama ini, ketika
Nabi Muhammad bergegas pulang, maka di kala Muhammad bergegas
meninggalkan Gua Hira,
Jibril berkata: Muhammad, anda Rasulullah.
Selesai diturunkannya wahyu ini, maka sekaligus penurunan wahyu
pertama ini merupakan
Pengangkatan Muhammad menjadi Rasulullah.
Isa Bugis menegaskan bahwa istilah Rasulullah sama dengan
(berarti) uswatun hasanah.
Al-Quran sebagai wahyu adalah sebagai input kepada Muhammad,
yang selanjutnya, setelah
menyatu dengan Muhammad, maka Muhammad menjadi uswah
(teladan).
Selanjutnya, yang beruswah kepada Muham-mad disebut mutawakkilun
atau muminun, atau
abdun, dsb.
Bagi si mumin (termasuk Muhammad sebagai manusia biasa, bukan
rasul, Quran berperan
sebagai imam.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Muhammad sendiri (pribadi) walaupun bertindih dengan Rasulullah,
tetap menjadi abdun
(hamba), menjadi mutawakkilun (representative), kata Isa
Bugis.
Jadi, tidak boleh ada apa-apanya dari pribadi Muhammad.
Karena setelah wahyu masuk ke dalam pribadi Muhammad, maka
segala ucapan yang
merupakan output dari Nabi Muhammad, adalah output yang sama
dengan input.
Maka kemudian, karena itu, muncullah Al-Quran sebagai Ashdaqal-
Hadits.[2]
Kembali kepada surat Al-Alaq, Isa Bugis mengajukan teori
muhaddatsah (etika percakapan).
Menurutnya, ketika ayat pertama surat tersebut dibacakan Jibril,
Muhammad tahu bahwa dirinya
menjadi lawan bicara.
Dus, pada ayat itu, iqra bismi rabbika, ada lawan bicara yang
tidak (perlu) disebut tapi tetap
tersirat, yaitu anta, yang tidak lain dari Muham-mad
sendiri.
Sebagai orang yang dibesarkan di lingkungan istana, yang
mengalami perkembangan
kebudayaan, Muhammad pasti tahu bahwa bila ia menjawab bunyi
ayat itu, maka status dirinya
sebagai khitab (lawan bicara, komunikan) akan berubah menjadi
mutakallim wahdah (pembicara,
komu-nikator).
Dengan demi-kian, anta, yang tersirat dalam ayat pertama itu,
akan berubah menjadi ana, yang
tersirat atau terucapkan langsung dari jawaban Muhammad.
Menurut Isa Bugis, bila hal itu terjadi, yaitu Muhammad menjawab
wahyu yang disampaikan
Jibril, maka tindakan Muhammad itu bisa menjadi preseden yang
buruk.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Jelasnya, Isa Bugis yakin, bahwa Muhammad yang merupakan suatu
pribadi berbudaya istana,
sebenarnya tahu bahwa ia bisa menjawab ayat pertama itu dengan
kata-kata:
(ana) bismi rabbi Tapi bila ia menjawab demikian, dan karena itu
jawaban tersebut harus (?)
dibukukan ke dalam Quran, jelaslah bahwa ana bismi rabbi itu
adalah ciptaan Muhammad!
Tapi ternyata Muhammad memang tidak menjawab demikian, tapi
menjawab dengan perkataan
Ma ana bi-qri.
Oleh sebab itu, kata Isa Bugis, maka jawaban Muhammad itu bisa
saja diterjemahkan Saya
tidak bisa membaca, dalam arti Saya tidak boleh membaca.
Sebab kalau dibaca, nanti Muhammad yang dipersiapkan menjadi
abduhu wa rasululuhu (hamba
dan rasul Allah) sudah tidak lagi mutawakkilun. Sudah ada
embel-embelnya.
Isa Bugis meminta agar kita memperhatikan ayat berikutnya dalam
surat Al-Alaq, khususnya
ayat kedelapan yang berbunyi: Inna ila rabbika ruja.
Rajaa - yarjiu rujuan secara verbal diartikan kem-bali,
katanya.
Tapi kemudian ia mengingatkan bahwa mas-dar dari kata kerja
rajaa, yaitu rujuan, disalin ke
dalam bahasa Indonesia menjadi rujukan, yang sering dipergunakan
dalam dunia jurnalistik.
Rujukan berarti referensi, katanya. Ayat di atas (surat Al-Alaq
ayat 8) adalah penegasan agar
(ajaran) Tuhan (Allah) dijadikan rujukan.
Menurut Isa bugis, ayat tersebut menegaskan bahwa setiap kalimat
harus dikembalikan (di-
rujuk-kan) kepada tempat pengambilannya. Karena itu secara
verbal/formal, penerjemahan ruja
menjadi kembali (dalam pengertian kembali ke rahmatullah, mati)
adalah salah.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Yang kedua, masih kata Isa bugis, arti lain menurut kamus, ruja
sama dengan jawabu-risalah,
surat jawaban.
Jikalau wahyu adalah risalah, surat kiriman dari Allah, maka
segala yang diminta sebagai
jawabannya adalah jawabu-risalah.
Maka untuk itu Allah memperingatkan dengan lanjutan (wahyu
pertama) surat Alaq:
Sebaliknya, manusia benar-benar keterlaluan;
Karena beranggapan dirinya kaya pengetahuan;
Padahal sebenarnya (ajaran) Tuhanmulah
yang layak jadi rujukan.
Apakah kamu perhatikan orang yang melarang
Seorang hamba melaksanakan shalat?
Yakinkah kami bahwa ia melarang berdasar petunjuk
Dalam arti menyuruhmu bertakwa?
Tahukah (pula) kamu bila ia (hanya) berdusta
dan menyesatkan?[3]
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Isa Bugis menegaskan bahwa Muhammad tidak akan mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan
tersebut, dan ia menyadari kenyataan itu. Semua jawaban harus
kembali kepada risalah Allah,
katanya.
Selain itu, Isa Bugis mengatakan bahwa arti kata qara-a (yang
kemudian melahirkan kata iqra
sebagai kata perintah) adalah: mempercakapkan apa yang ternukil
dalam sebuah kitab, atau
meletakkan pandangan terhadap pandangan yang termaktub dalam
kitab itu sendiri.[4]
Singkatnya, membaca sehingga yang dibaca itu menjadi pandangan
yang membaca.
Sekarang, dengan pemakaian (arti) bacalah, (lalu) dijawab saya
tidak bisa membaca, terwakili
tidak makna yang terkandung di dalam kata iqra? tanya Isa
Bugis.
Karena beranggapan bahwa terjemahan tersebut tidak mewakili arti
kata iqra, maka ia
mengajukan terjemahan alternatif, yaitu: Baca, sehingga anda
yang membaca menjadi (ber-
pandangan) menurut ilmu pembimbing anda.
Sama dengan (berarti) dimaksud di sini hidup berpandangan dan
bersikap menurut ilmu yang
diberikan Pembimbing anda.
Pengertian iqra seperti itulah yang membuat Muham-mad, dengan
penuh kesadaran akan
ketidakmampuannya, memberikan Jawaban: Ma ana bi-qri.
Jawaban tersebut adalah gambaran bahwa Muhammad belum
berpandangan menurut
pembimbingnya.
Juga meru-pakan gambaran bahwa Muhammad sadar bahwa jawaban dari
perintah itu nanti
tergantung dari jawaban yang diberikan Allah juga, sehingga
Muhammad benar-benar hanya
abidun dan mutawakkilun.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Perintah dari Allah, jawabannya juga dari Allah. Menurut Isa
Bugis, jawabannya adalah surat Al-
Fatihah; yang oleh sebagian ulama konon disepakati sebagai wahyu
kedua.
Al-Fatihah dengan tujuh ayat ini benar-benar bisa membentuk
pandangan si pembaca, katanya.
[1] Penulis mengetahuinya melalui transkripsi dari rekaman
kuliah tersebut.
[2] Ada sebuah Hadis yang mengatakan bahwa kitabullah, Quran,
adalah ashdaqalhadits (hadis
yang paling benar).
[3] Terjemahan dari penulis.
[4] Ini merupakan terjemahan bebas Isa Bugis atas definisi yang
termaktub dalam kamus Al-
Munjid: nathaqa bil-maktubi fihi aw alqa-nazhra alaihi.
http://ahmadhaes.wordpress.com/2010/01/18/kajian-wahyu-pertama-3-pragmatisme-isa-bugis/
=====================================
Kajian Wahyu Pertama (4): Muhammad Bingung (?)
Dibandingkan dengan berbagai tinjauan para penafsir seumumnya,
tinjauan Isa Bugis itu bisa
dikatakan sebagai tinjauan yang paling kritis.
Siapa pun yang bersikap jujur ilmiah niscaya tidak akan
tergesa-gesa menentang
pragmatismenya itu.
Melalui uraiannya, dapat kita simpulkan bahwa aspek-aspek
pragmatis yang diajukannya adalah:
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
1. Kondisi Muhammad di tengah masyarakat Arab pada masanya, yang
dikatakannya sebagai
orang yang tinggal di istana.
Tentu saja istana ini jangan dibandingkan dengan istana ratu
Inggris atau istana raja-raja pada
umumnya, tapi ban-dingkanlah kondisi sosial-ekonomi para
bangsawan Arab dengan para rakyat
jelata pada masa itu.
Tapi yang perlu diingat di sini, penyebutan istilah istana oleh
Isa Bugis adalah dalam kaitan
dengan kebudayaan atau peradaban, yang memang tidak bisa
dipisahkan dengan status
kebangsawanan.
Dengan menyebut Muhammad sebagai orang istana, Isa Bugis agaknya
ingin menekankan
bahwa ia adalah seorang manusia yang sejajar dengan kaum
terpelajar bangsanya pada masa
itu.
Fuad Hashem (hal.63-64) juga mengatakan bahwa Muhammad diutus di
kalangan yang pintar,
yang bisa dijadikan contoh untuk masyarakat yang pintar sekarang
ini dan akan datang.
Dengan asumsi seperti itulah ia menekankan bahwa Muhammad
(logisnya) adalah orang yang
memahami ilmu percakapan, atau tepatnya barangkali tata-krama
(etiket) percakapan.
2. Proporsi kata iqra dan jawaban Muhammad dalam kondisi
tersebut.
Isa Bugis, dengan memandang Muhammad sebagai orang istana yang
memahami sopan-santun,
agaknya beranggapan bahwa pada saat menerima wahyu pertama itu
Muhammad sudah
menyadari bahwa dirinya akan menjadi rasul, akan menjadi uswatun
hasanah, sehingga dengan
demikian ia sadar betul bahwa ia harus membuang jauh-jauh segala
subyektifisme.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
3. Berdasarkan kenyataan (tepatnya asumsi) di atas, Isa Bugis
memandang bahwa situasi
penurunan wahyu pertama itu adalah situasi pertemuan malaikat
Jibril sebagai pembawa wahyu
Allah di satu pihak, dan Muhammad sebagai calon rasul di pihak
lainnya, yang sudah sadar betul
bahwa ia akan menjadi rasulullah.
Dari tiga butir kesimpulan itu dapat kita lihat letak kekuatan
dan kelemahan pandangan Isa
Bugis. Kekuatannya terutama terletak pada visinya, pada
kejeliannya melihat sesuatu yang tidak
dilihat orang lain.
Kelemahannya juga terkait dengan visinya ini, yang dengan
kejeliannya itu penglihatannya
lantas menjadi terlalu melebar dari fokus (inti masalah).
Inti masalahnya di sini adalah proporsi kata iqra dan jawaban
Muhammad, dalam kondisi dan
situasi Muhammad pada saat itu. Benarkah Muhammad memberikan
jawaban atas perintah itu
dalam kondisi sadar bahwa ia akan menjadi rasul?
Cerita-cerita yang telah dikutip terdahulu menggambarkan bahwa
kondisi Muhammad pada saat
ditemui Jibril dan beberapa lama sesudahnya adalah bingung,
cemas, bahkan takut. Kondisi ini
digambarkan dengan jelas, misalnya oleh Haekal:
Tetapi kemudian ia terbangun ketakutan, sambil bertanya-tanya
kepada dirinya:
Gerangan apakah yang dilihatnya? Ataukah kesurupan yang
ditakutinya itu kini telah
menimpanya? Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, tapi tak melihat
apa-apa. Ia diam sebentar,
gemetar ketakutan.
Kuatir ia akan apa yang terjadi dalam gua itu. Ia lari dari
tempat itu. Semuanya serba
membingungkan. Tak dapat ia menafsirkan apa yang telah
dilihatnya itu.[1]
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Hadis dari Aisyah, yang menyebutkan Muhammad dibawa Khadijah
menemui Waraqah, juga
jelas menggambarkan bahwa ia belum menyadari dirinya telah
dipilih Allah sebagai rasul.
Bahkan karena bingungnya Muhammad pun sempat berpikir untuk
bunuh diri dengan cara terjun
dari Hira atau dari atas puncak gunung Abu Qubais (Haekal, hal.
97).
Tindakan bunuh diri itu dibatalkan oleh Jibril yang muncul di
angkasa dalam wujud seorang pria
(Fuad Hashem, hal. 126).
Sampai saat ini agaknya kita tak punya sumber lain kecuali
sumber-sumber di atas, yang bisa
mendukung teori Isa Bugis.
Isa Bugis sendiri pun hanya menyebutkan asumsi berdasar logika
dari orang yang telah
memahami peran rasul sebagai uswatun hasanah, bukan berdasar
data sejarah.
Dengan kata lain, Isa Bugis hanya mengajukan teori pragmatisme
dalam meninjau situasi dan
kondisi Muhammad pada masa itu, tapi ia sendiri dalam hal ini
tidak bersikap pragmatis.
Juga perlu digaris-bawahi teori Isa Bugis tentang kesadaran
Muhammad akan etiket
percakapan. Menurutnya, Muhammad sebagai orang istana mengerti
bahwa perintah iqra (anta)
bismi rabbika harus dijawab dengan (ana) bismi rabbi; tapi ia
tahu bahwa jawabannya itu bersifat
subyektif,
sementara sebagai seorang rasul (!) ia tidak boleh
subyektif.
Bila ia menjawab demikian, kata Isa Bugis, berarti jawaban itu
harus masuk ke dalam mushhaf
Al-Qurn.
Padahal itu jawaban subyektif! Menurut penulis, asumsi ini
terlalu berlebihan. Karena kenyata-
annya dalam Al-Qurn banyak kita temukan kata-kata subyektif dari
para rasul.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Termasuk Muhammad sendiri mengatakan: Rabbi, inna
qaumi-ttakhadzu hadzal-qur-ana
mahjuran.
Bahkan Al-Qurn juga banyak mengutif kalimat-kalimat subyektif
dari orang-orang kafir,
termasuk Firaun yang mengatakan: ana rabbukumul-ala. (An-Naziat
ayat 24).
Jelasnya, dalam hal kutip-mengutip, kalimat obyektif maupun
subyektif bisa sama pentingnya.
Karena masalahnya adalah konteksnya dalam suatu uraian, bukan
(cuma) nilai positif dan
negatifnya.
Apalagi bila kita ingat bahwa kalimat subyektif belum tentu
bernilai negatif (bathil).
[1] . Sejarah Hidup Muhammad, hal. 90.
http://ahmadhaes.wordpress.com/2010/01/21/kajian-wahyu-pertama-4-muhammad-bingung/
========================================
Kajian Wahyu Pertama (5): Saya Bukan Penyair!
Malaikat? Dalam fantasi Barat (Kristen) malaikat hampir selalu
digambarkan sebagai wanita
bersayap!
Dengan kenyataan (berdasar kutipan-kutipan di atas) bahwa
kedatangan Jibril membawa wahyu
pertama itu membuat Muhammad bingung, bukan berarti kita lantas
bisa membenarkan
anggapan bahwa Muhammad buta huruf, karena anggapan ini timbul
dari penafsiran (harfiah)
yang apriori dan tidak berwawasan.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Padahal bisa saja, jawaban Muhammad atas perintah iqra dari
Jibril yang membawa spanduk
bertulisan lima ayat Al-Alaq itu justru menggambarkan alam
pikiran Muhammad, yang tentunya
tidak luput dari pengaruh trend (kecenderungan) atau arus
kebudayaan masyarakatnya.
Para ahli sejarah sepakat mengatakan bahwa seni sastra di
kalangan masyarakat Arab pada masa
itu sudah mencapai puncaknya, terutama yang berupa syair (sajak,
puisi).
Dengan kata lain, di tengah masyarakat Arab pada waktu itu syair
merupakan bentuk kesenian
yang populer, sebagaimana film pada zaman sekarang.
Otomatis, bila pada era perfilman masyarakat menggandrungi film
dan para bintang film, maka
pada era persyairan tentu saja syair dan para penyairnya juga
laku keras di tengah masyarakat.
Hal ini jelas terekam dalam Al-Qurn, bahkan dalam Al-Qurn ada
surat yang bernama Asy-
Syuara (para penyair), yaitu surat ke-26.
Dengan mengingatkan kenyataan demikian, penulis ingin mengajukan
suatu asumsi (perkiraan,
anggapan) sehubungan dengan jawaban Muhammad terhadap Jibril
yang berbunyi ma ana
biqri:
Pertama, pihak yang menerjemahkan kata iqra secara harfiah
mengartikan jawaban tersebut
sebagai pengakuan bahwa Muhammad buta huruf.
Mereka menguatkan anggapan tersebut dengan mengajukan dalil
lain, yaitu istilah an-nabiyul-
ummiyyu, antara lain dalam surat Al-Araf ayat 157.
Tapi kata Fuad Hashem (hal. 63): Kata ummiy itu sebenarnya dapat
berarti buta agama
karena belum memperoleh kitab suci.
Selain itu, secara harfiah ummiy juga bisa berarti keibuan
(maternal, motherly).
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Tentu saja Nabi Muhammad sebagai lelaki tidak mungkin disebut
Nabi yang bersifat keibuan.
Namun perlu diingat juga bahwa sifat keibuan merupakan lambang
bagi perlindungan, kasih-
sayang, kedamaian, pembimbingan, dan sebagainya.
Kedua, pihak yang mengartikan iqra sebagai perintah untuk
membaca situasi agaknya kurang
memperhatikan alasan-alasan yang mendorong Muhammad mengasingkan
diri dari ma-
syarakatnya, yang jelas dilakukannya karena ia sudah membaca
situasi yang demikian
memuakkan.
Jadi, Muhammad sudah demikian serius dan tekun membaca situasi
sebelum disuruh.
Perjalanan berdagangnya, yang membuatnya mondar-mandir antara
Makkah Syria, tentu juga
memberikan pengalaman yang tidak sedikit untuk bahan
perenungan.
Ahmad Syafii Maarif juga menegaskan bahwa Rasulullah saw sebelum
diangkat menjadi rasul,
bertahun-tahun lebih dulu terlibat dalam pemikiran dan
kontemplasi yang mendalam dan
kadang-kadang sangat menegangkan dalam membaca masyarakat
komersial kota Makkah yang
zhalim itu.
Menurutnya, ada tiga fenomena sosiologis-religius yang
disimpulkannya dari data sosial yang
dibacanya selama bertahun-tahun itu.
Pertama, politeisme yang merajalela di mana-mana.
Kedua, kesenjangan sosio-ekonomi yang parah antara yang punya
dan tidak punya.
Ketiga, tidak adanya rasa tanggungawab terhadap nasib manusia
seccara keseluruhan.[1]
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Ada juga pihak yang mengatakan bahwa pemba-caan situasi yang
dimaksud adalah pembacaan
dengan alat atau bantuan wahyu.
Boleh jadi. Tapi bagaimana mungkin perintah menggunakan alat
datang sebelum alatnya
disediakan?
Dengan demikian agaknya masih terbuka kemungkinan untuk
menemukan makna yang lain,
yang mudah-mudahan merupakan makna yang jitu.
Jawaban Muhammad yang berbunyi ma ana bi-qri, bisa jadi
merupakan gambaran dari jiwa
Muhammad yang tidak terlepas dari kenyataan masyarakatnya yang
secara umum menggan-
drungi syair dan penyair.
Philip K. Hitti dalam bukunya bahkan menyebutkan bahwa cinta
orang (Arab) Badawi terhadap
syair adalah satu-satunya harta kebudayaannya. Penyair bagi
mereka berperan sebagai pandu,
penasihat, ahli pidato, juru bicara, ahli sejarah, dan
sarjana.[2]
Ketika Jibril datang dengan membawa spanduk berisi tulisan,
mungkin Muhammad mengira
bahwa yang dibawa Jibril itu adalah sebuah syair.
Karena itu, waktu Jibril menyuruh untuk membacanya, Muhammad
menjawab ma ana bi-qri.
Dalam pengertian umum qri adalah orang yang membaca atau
pembaca.
Tapi dalam masyarakat Arab pada masa itu, mungkin artinya (yang
konotatif) adalah pembaca
syair, dalam arti deklamator (ahli baca syair), atau penyair,
dalam arti pengarang syair (yang bisa
merangkap sebagai deklamator).
Jadi, di sini penulis berasumsi bahwa Muhammad salah paham
terhadap perintah Jibril.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Di satu pihak Jibril menyuruhnya membacakan dalam arti
mendawahkan wahyu yang
dibawanya itu, di lain pihak Muhammad mengira bahwa Jibril
menyuruhnya membacakan
syair yang tertulis dalam spanduk itu. Karena itulah ia menjawab
ma ana biqri. Artinya: saya
ini bukan penyair/pembaca syair.
Penulis sadar betul bahwa asumsi ini harus didukung pembuktian
bahwa sebutan qri pada masa
itu ditujukan kepada penyair atau deklamator. Namun untuk
sementara penulis bisa ajukan data
bahwa (seperti kata Thabari yang dikutip Fuad Hashem di atas)
Muhammad setelah menerima
wahyu pertama itu begitu cemas kalau-kalau dirinya akan disebut
penyair atau orang gila.
Kecemasan tersebut pada satu sisi menggambarkan bahwa Muhammad
tahu betul tentang hobi
masyarakatnya terhadap syair, dan pada sisi yang lain
menggambarkan bahwa Muhammad cu-
kup tahu hal-ihwal penyair.
Jelasnya, Muhammad tahu bahwa orang Arab pada masa itu
menggandrungi para penyair yang
pada umumnya berakhlak jelek, dan syair-syair mereka pun penuh
dengan ajakan pada kebatilan.
Karena itulah berulang-ulang ia mengatakan kepada Jibril bahwa
ia bukan penyair atau pembaca
syair.
Dalil yang lain yang bisa diajukan adalah surat Yasin ayat 69:
Kami (Allah) tidak mengajarkan
syair kepadanya (Muhammad), karena hal itu tidak layak
baginya
Selain itu, istilah qri di kalangan masyarakat Arab hingga saat
ini agaknya mempunyai
pengertian tertentu, yaitu ditujukan kepada pembaca Al-Qurn,
karena Al-Qurn mereka anggap
sebagai bacaan standar.
Pada masa Jahiliyah, kira-kira, bacaan standar mereka adalah
syair. Bahkan istilah qri ini ada
kemungkinan justru lahir dari masyarakat yang gandrung syair
itu.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
[1] Al-Quran, Realitas Sosial Dan Limbo Sejarah (Sebuah
Refleksi), hal. 103, Penerbit Pustaka,
Bandung, 1985.
[2] Dunia Arab, hal. 31, terjemahan Usuludin Hutagalung dan
O.D.P. Sihombing dari The
Arabs/A Short History, karya Philip K. Hitti.
http://ahmadhaes.wordpress.com/2010/01/23/kajian-wahyu-pertama-5-saya-bukan-penyair/
=================================
Kajian Wahyu Pertama (6): Baca, Bacakan, Himpun!
Setahu penulis, sampai saat ini baru Abdullah Yusuf Ali yang
menerjemahkan kata iqra menjadi
proclaim (nyatakan/umumkan).
Meski tafsir Abdullah Yusuf Ali cukup populer di Indonesia, para
penafsir Indonesia tidak ada
yang terpengaruh olehnya dalam penerjemahan kata iqra ini.
Terus-terang, tulisan ini lahir karena penulis tergugah oleh
terjemahan Abdullah Yusuf Ali
tersebut. Bila meminjam istilah Isa Bugis, terjemahan ini justru
lebih pragmatis.
Tapi penulis memandang terjemahan itu masih belum tepat, karena
tugas Muhammad sebagai
rasul bukan hanya untuk menyatakan atau mengumumkan wahyu Allah,
tapi juga untuk
mendidik manusia berdasar wahyu itu.
Sebelum ia bisa mendidik orang lain, yang pertama kali harus
dididiknya adalah dirinya sendiri.
Dalam pengertian pendidikan yang sederhana, yaitu pengajaran,
Muhammad harus lebih dulu
menjadi pelajar (mutaallim), sebelum menjadi pengajar
(muallim).
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Penulis lebih cenderung mengartikan kata iqra tersebut menjadi
recite, seperti yang disebutkan
Hans Wehr dalam kamusnya.
Sayangnya, dalam bahasa Indonesia kita tidak menemukan
padanannya.
Kata recite (baca: risait), selain berarti mengungkapkan sesuatu
yang ada dalam ingatan, juga
berarti menceritakan sesuatu secara terperinci.
Bila diusut dari asal katanya, cite, artinya mengutip atau
memetik.
Yang menarik, dalam istilah hukum cite ini berarti panggilan
untuk datang ke pengadilan,
yang bila diterjemahkan ke bahasa Arab artinya menjadi dawah,
dan selanjutnya dalam bahasa
Indonesia berubah menjadi dakwa dan dakwah.
Tambahan kata re artinya adalah kembali atau lagi. Jadi recite
bisa berarti: kutip kembali/lagi
atau dawahkan kembali/lagi.
Jadi, penulis kira cukup beralasan bila kata iqra diterjemahkan
menjadi recite, dalam arti kutip
kembali atau dawahkan kembali, dengan penekanan bahwa yang
dikutip atau didawahkan
kembali itu sebelumnya harus sudah ada dalam ingatan (sudah
dihafal).
Tapi harap diingat bahwa ini juga masih merupakan terjemahan
yang belum utuh.
Dalam Al-Qurn sendiri banyak ditemukan kata qara-a dengan
berbagai variasinya, yang artinya
bukan membaca tapi membacakan.
Surat Al-Isra ayat 106-107, misalnya, jelas sekali merupakan
tafsir dari kata iqra:
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
.
Yakni (yang Kami turunkan ini adalah) sebuah himpunan (wahyu)
yang Kami pilah-pilah agar
kamu (Muhammad) dapat membacakannya kepada manusia secara
bertahap, yakni Kami
turunkan (ajarkan) dia (Al-Qurn) sedikit demi sedikit.
Tegaskan (kepada manusia, sasaran dawah), Silakan kalian beriman
atau tidak beriman
dengannya (Al-Qurn). Sungguh, orang-orang yang sebelumnya telah
mendapat ilmu, begitu
dibacakan (Al-Qurn) kepada mereka, mereka segera menjatuhkan
(menundukkan) dagu sebagai
tanda kepatuhan.
Pada ayat-ayat di atas kita dapati kata taqra-a yang
disejajarkan dengan yutla, menegaskan
bahwa kedua kata ini mempunyai makna yang sama. Lebih jelas
lagi, bila kita buka Al-Qurn,
akan kita dapati bahwa persamaan kata iqra itu adalah utlu.
Bahkan surat Al-Kahfi ayat 27
mempunyai redaksi yang sangat mirip dengan surat Al-Alaq ayat
pertama itu:
Maka bacakanlah (olehmu, Muhammad) apa yang diwahyukan kepadamu,
yakni Kitab Tuhanmu
(Al-Qurn)
Di sini kita lihat bahwa utlu adalah sinomim dari kata iqra, dan
kitabu rabbika adalah sinonim
dari ismu rabbika. Di lain pihak, kamus juga membeberkan bahwa
arti kata tala yatlutilawatan
(fiil amr-nya utlu), artinya adalah to recite (mengkutip
kembali, mendawahkan kembali).
Sedangkan talayatlutuluwan artinya adalah tabia (mengikuti). Ini
mengisyaratkan bahwa kata
iqra dalam wahyu pertama itu mempunyai pengertian bahwa Muhammad
(selanjutnya tentu
pengikutnya juga) harus mengikuti (melafalkan) apa yang
disampaikan Jibril, selanjutnya
menghafalkannya, dan kemudian mendawahkannya kepada orang
lain.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Inilah makna yang paling logis (dan pragmatis!) dari kata iqra
dalam wahyu pertama tersebut,
meski juga masih belum lengkap.
Ayat berikutnya (28) dari surat Al-Kahfi, justru semakin
mempertegas bahwa makna iqra adalah
dawahkan kembali:
Mantapkanlah posisi dirimu dalam barisan orang-orang yang
senantiasa (tak kenal lelah)
mendawahkan ajaran Tuhan mereka
Ayat ini mengisyaratkan bahwa makna kata iqra/utlu sama dengan
udu, dan sekaligus
menggambarkan bahwa dawah adalah suatu siklus (rangkaian), atau
suatu estafet (harfiah
artinya lari berantai). Para fil (pelaku) dari estafet itu
adalah para rasul (dan pengikut mereka).
Kata yad na ( ) dalam ayat ini, secara harfiah berarti mereka
senantiasa mendawahkan.
Bila kita perhatikan konteks ayat ini selengkapnya, jelaslah
bahwa yang mereka dawahkan itu
semata-mata hanyalah ajaran Allah (Al-Qurn).
Dengan demikian jelaslah bahwa menerjemahkan iqra dalam wahyu
pertama itu menjadi bacalah
adalah terlalu dangkal. Pengertian yang benar adalah: baca,
kuasai, lalu dawahkan (Al-Qurn
itu), agar kelak terbentuk satu umat.
Ini bahkan sangat cocok dengan makna asal kata qaraa seperti
yang disebutkan Quraish Shihab,
yaitu aktivitas menghimpun. Tegasnya, seperti tercantum dalam
kamus Al-Munjid, kata qara-a
yaqra-u/yaqru-uqurnan bila dikaitkan dengan sesuatu ( ) secara
umum (mencakup apa
saja) berarti (mengumpulkannya, yaitu
mempertemukan/mengaitkan/menghubungkan/mempersatukan satu unsur
dengan unsur yang
lain).
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Tindakan ini dilakukan bukan tanpa tujuan, tapi justru sebagai
sarana untuk menghasilkan
sesuatu (produk) yang lain (khalqan khar). Dalam keseharian
orang Arab, misalnya, qara-atin-
nqatu ( ) berarti: unta (betina) itu hamil. Lewat kajian
embriologi kita tahu bahwa
kehamilan hanya terjadi bila ada pertemuan antara unsur pria dan
unsur wanita (sperma dan
ovum).
Lewat Al-Qurn[1] dan Hadis[2] kita tahu bahwa pembentukan bayi
dalam kandungan berproses
mulai dari nuthfah, alaqah, mudhghah, izhm, dan kemudian
lahm.[3] Dengan demikian,
penghamilan atau kehamilan itu identik (sama dengan) qurnan!
Sampai di sini kita merenung sejenak mengapa kitab yang
diajarkan kepada Muhammad itu
dinamai Al-Qurn. Ia bukan hanya bacaan, tapi sesuatu yang
mempunyai daya (power) untuk
menghimpun, mempersatukan, dan mewujudkan sesuatu yang baru.
Itulah kenyataannya. Qurnan mencakup makna tindakan membaca
huruf,
menghimpun/menghubungkan/mempersatukan sesuatu, dan penghamilan
atau kehamilan
biologis.
Persamaan (analogi) antara membaca sebagai kerja intelektual
(otak) dan kehamilan (wanita)
sebagai proses biologis adalah sesuatu yang sangat menarik.
Artinya, qurnan yang kita lakukan
sebagai proses intelektual selayaknya bercermin pada qurnan
sebagai proses biologis itu, yang
demikian tertata dan terencana, sehingga bisa melahirkan produk
yang sesuai harapan.
Tegasnya, bila proses kehamilan (qurnan) fisik berpuncak pada
kelahiran bayi, maka proses
kehamilan otak harus berujung pada kelahiran jamaah (umat).
Barangkali itulah sebabnya dalam Al-Qurn shalat pun disebut
qurnan,[4] karena melalui
shalat yang dipahami dengan benar memang terbentuk satu jamaah
yang terdiri dari pribadi-
pribadi Qurni.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Barangkali karena itu pula ada Hadis Nabi yang mengatakan: man
lam yataghannal-qurna fa-
laisa minni ( ), yang biasa diterjemahkan menjadi: Barangsiapa
yang tidak
melagukan Al-Qurn, maka dia bukan umatku.
Penulis tidak hendak mengatakan bahwa terjemahan itu salah.
Tapi, kata yataghanna selain
berarti melagukan, juga berarti mengayakan (membuat jadi kaya),
bahkan bisa juga berarti
mengawini.
Jadi, sama sekali tidak salah bila Hadis ini diterjemahkan
menjadi: siapa pun yang tidak
mengawini (mempersatukan diri dengan) Al-Qurn, dia bukan
umatku.
Sebaliknya, bila yataghanna diartikan sebagai melagukan, malah
jadi tidak logis; karena tidak
semua orang bisa dan mau menyanyi.
Jadi, jelas sekali, bahwa kata iqra yang diucapkan Jibril kepada
Muhammad tidak berkaitan
langsung dengan perintah membaca huruf; karena apa yang harus
dibaca itu ternyata didiktekan
sendiri oleh Jibril.
Selain itu kata iqra ini adalah potongan dari satu ayat,
sehingga tidak bisa dipahami secara
terpisah begitu saja. Karena itu, jawaban Muhammad (yang pada
waktu itu belum jadi rasul!)
yang berbunyi ma ana bi-qri, adalah jawaban yang bersifat
spontan atau malah menandakan
kepanikan karena mendapat pengalaman baru yang sangat
mengagetkan.
Tindakan Jibril yang memeluk dan melepasnya sampai tiga kali,
adalah isyarat bahwa Jibril
berusaha menenangkan Muhammad. Dengan itu Jibril meyakinkan
bahwa ia sama sekali tidak
berbahaya.
Di satu sisi, jawabannya itu justru mengungkapkan bahwa dirinya
pada waktu itu (sebagian)
menggambarkan kenyataan masyarakatnya yang gandrung pada
syair/penyair.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Jibril yang menyodorkan spanduk (?) berisi tulisan dianggapnya
sebagai menyuruh membaca
syair. Karena itu ia menjawab, Saya bukan penyair, atau Saya
bukan pembaca syair
(deklamator).
Tapi Jibril terus mendesaknya untuk (mula-mula) membacanya,
karena yang dibawanya itu
bukan syair tapi wahyu.
Ini ditegaskan Allah antara lain dalam surat Yassin ayat
69-70:
.
Kami tidak mengajarkan syair kepadanya; sesuatu yang tidak layak
baginya. Sebaliknya, ia
(yang Kami ajarkan itu) tidak lain dari sebuah pengingat berupa
suatu bacaan literatur
yang bersifat menjelaskan tentang mana yang benar dan mana yang
salah[5]; untuk menjadi
pengingat (penyadar) bagi manusia hidup jiwanya, seraya menjadi
dalil/argumen jitu bagi
orang-orang kafir.
[1] Surat Al-Muminun ayat 13-14.
[2] Riwayat Bukhari dan Muslim.
[3] Sperma, segumpal darah, segumpal daging, tulang, daging
pembungkus tulang.
[4] Surat Al-Isra ayat 78.
[5] Periksa surat Al-Baqarah ayat 256, yang memuat kata
tabayyana, yang mempunyai hubungan
morfologis dengan kata mubin.
http://ahmadhaes.wordpress.com/2010/01/28/kajian-wahyu-pertama-6-baca-bacakan-himpun/
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
=================================
Kajian Wahyu Pertama (7): Al-Alaq Dan Al-Fatihah
Pada umumnya ulama berpendapat bahwa (lima ayat) surat Al-Alaq
adalah wahyu pertama.
Sedangkan wahyu keduanya ada yang mengatakan surat
Al-Muddatstsir, ada pula yang mengata-
kan surat Al-Muzzammil.
Sedangkan Isa Bugis mengaku sependapat dengan orang yang
mengatakan bahwa wahyu kedua
adalah surat Al-Fatihah.
Ini tidak terpisahkan dari pandangannya di atas, yaitu bahwa
perintah iqra bismi rabbika tidak
dijawab oleh Muhammad, karena ia merasa tidak layak.
Yang harus menjawabnya adalah Allah sendiri.
Jelasnya, jawaban untuk perintah tersebut harus diajarkan dahulu
oleh Allah.
Karena itulah, menurut logika Isa Bugis, surat yang turun
setelah iqra bismi rabbika adalah
yang berisi jawaban baginya, yaitu surat Al-Fatihah. Demikianlah
pendapat Isa Bugis!
Seperti telah disebutkan di atas, Isa Bugis mengajukan dua
alasan, yaitu:
pertama, pada saat menerima wahyu pertama itu Muhammad sudah
sadar bahwa dirinya adalah
Rasul Allah, sehingga ia tidak bisa lancang memberikan jawaban
yang berasal dirinya sendiri,
karena itu berarti ia bersikap subyektif. Padahal di satu sisi
jawabannya itu harus dimuat dalam
Al-Qurn!
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Kedua, teori pertama dihubungkan dengan teori percakapan.
Dalam percakapan, pembicara disebut orang pertama, dan pendengar
disebut orang kedua.
Namun ketika orang kedua menjawab, maka otomatis ia berubah
menjadi orang pertama, dan
lawan bicaranya menjadi orang kedua.
Dalam kaitan dengan wahyu pertama itu, jelas yang menjadi
pembicara adalah Allah, walaupun
diwakili oleh Jibril.
Sedangkan Muhammad adalah pendengar alias orang kedua.
Ketika mendengar kalimat perintah berbunyi iqra bismi rabbika,
sebagai manusia biasa ia bisa
memberikan jawaban yang nyambung dengan kalimat tersebut.
Namun karena ia sadar bahwa ia sudah menjadi rasul, maka ia
memilih tidak menjawab.
Dengan kata lain jawabannya yang berbunyi ma ana bi-qri, bagi
Isa Bugis berarti:
Saya tidak bisa menjawab, karena memang tidak boleh
menjawab.
Jawabannya harus diajarkan Allah dulu kepada saya.
Selanjutnya, Isa Bugis yakin bahwa jawaban yang diajarkan kepada
Muhammad itu adalah surat
Al-Fatihah, khususnya kalimat bismillahirrah-manirrahim.
Bila pada kalimat iqra bismi rabbika tersirat dhamir (kata ganti
nama) anta (kamu), pada
bismillahirrahmanirrahim kata ganti yang tersirat adalah ana
(saya).
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Dengan demikian, menurut Isa Bugis, jelaslah bahwa
bismillahirrahmanirrahim adalah jawaban
bagi iqra bismi rabbika.
Dalam Kaitan dengan metode tafsir Quran dengan Quran, jalan
pikiran Isa Bugis ini memang
bisa dipahami.
Namun ia sama kelirunya dengan para penafsir lain bila
mengatakan bahwa dalam kalimat
bismillahirrahmanirrahim dalam surat Al-Fatihah terdapat ana
sebagai dhamir yang tersirat, yang
sekaligus menjadi mubtada (pokok kalimat) bagi
bismillahirrahmanirrahim.
Sebab bila kita amati surat Al-Fatihah secara keseluruhan, di
situ kita temukan kata-kata
nabudu, nastain, ihdina, yang semuanya mengandung dhamir nahnu
(kami).
Kecuali bila bismillahirrahmanirrahim dipisahkan dari surat
Al-Fatihah!, bisa saja nahnu diganti
dengan ana.
Namun perlu diperhatikan juga bahwa antara kalimat bismi rabbika
dan
bismillahirrahmanirrahim memang ada persama-an makna.
Bahkan benar pula bila dikatakan bahwa yang kedua merupakan
jawaban bagi yang pertama.
Siapa yang dimaksud dengan rabbika, tuhanmu, dijelaskan oleh
Allahu ar-rahmanurrahimu
(Allah Yang Rahman dan Rahim) dalam
bismillahir-rahmanirrahim.
http://ahmadhaes.wordpress.com/2010/01/30/kajian-wahyu-pertama-7-al-alaq-dan-al-fatihah/
===================================
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Muhammad ketika itu berusia 40 tahun 6 bulan dan 8 hari (tahun
Qamariah) ketika ayat
pertama sekaligus pengangkatannya sebagai rasul disampaikan
kepadanya. Adapun menurut
tahun Syamsiah berumur 39 tahun 3 bulan 8 hari.
Setelah kejadian di Gua Hira tersebut, Muhammad kembali ke
rumahnya, diriwayatkan ia
merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian
akibat peristiwa yang baru saja
dialaminya dan meminta istrinya agar memberinya selimut.
WAHYU KEDUA NABI MUHAMMAD SAW :
setelah mendapat wahyu pertama SURAT AL-'ALAQ 1-5,
Malaikat Jibril As kembali lagi terlihat dengan wujud yang
aslinya untuk kedua kalinya,
sebagaimana yang teriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari ketika
itu malaikat Jibril terlihat
duduk di atas kursi di antara langit dan bumi dan terus
mendekati nabi Muhammad shallallahu
alaihi wasallam, kemudian beliau shallallahu alaihi wasallam
masuk ke dalam rumah beliau
shallallahu alaihi wasallam dan berkata kepada sayyidah Khadijah
:
Selimuti aku, selimuti aku
Kemudian beliau shallallahu alaihi wasallam diselimuti, lalu
turunlah :
Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan,
dan Tuhanmu agungkanlah, dan
pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala)
tinggalkanlah.
(QS. Al Muddatssir : 1-5).
Ayat tersebut merupakan wahyu kedua yang turun kepada Rasulullah
shallallahu alaihi
wasallam, dan di saat itu adalah bulan Rabi Al Awal yang mana
usia Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam genap 40 tahun.
Demikian rahasia kebangkitan Risalah sayyidina Muhammad
shallallahu alaihi wasallam, yang
diawali dengan kelahiran beliau shallallahu alaihi wasallam,
kemudian dilanjutkan dengan
turunnya wahyu yang pertama ketika akhir usia beliau yang ke 39,
kemudian wahyu yang kedua
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
turun ketika usia beliau tepat mencapai 40 tahun, dan terus
wahyu Allah subhanahu wataala
turun kepada nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam hingga
beliau berjuang selama 13
tahun di Makkah, kemudian hijrah ke Madinah Al Munawwarah selama
10 tahun, lalu beliau
shallallahu alaihi wasallam meninggalakan Madinah dan kaum
muslimin untuk menghadap
Allah subhanahu wataala.
Beliau shallallahu alaihi wasallam wafat dan meninggalkan dunia
namun rahasia keluhuran
beliau shallallahu alaihi wasallam tidak pernah sirna dari zaman
ke zaman dan hingga malam
hari ini kita masih berada dalam naungan cahaya kebangkitan
risalah sayyidina Muhammad
shallallahu alaihi wasallam.
Maka, malam 17 Ramadhan adalah malam pertama diturunkannya
ayat-ayat Al quran dan di
malam itu juga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdoa
untuk kemenangan Ahlu Badr Al
Kubra yang terjadi pada tahun ke 2 H, kurang lebih 15 tahun
setelah wahyu pertama (QS. Al
Alaq : 1-5 ) turun kepada nabi Muhammad shallallahu alaihi
wasallam.
Semoga Allah subhanahu wataala memuliakan kita dengan Rahasia
kemuliaan bulan
Ramadhan. Maka perindahlah siang-siang hari kita di bulan
Ramadhan ini dengan puasa dan
ibadah lainnya, serta hiasilah dan sempurnakan malam-malamnya
dengan memperbanyak shalat
tarawih dan membaca Al quran.
Cukuplah bagi kita untuk melewati kehidupan kita ini dengan
permainan, karena hakikat
kehidupan dunia adalah permainan.
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan
senda gurau belaka. Dan sungguh
kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.
Maka tidakkah kamu
memahaminya?.
(QS. Al Anaam : 32)
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Inilah sejarah lahir Nabi Muhammad hingga diangkat menjadi
Rasul.
Sumber: dari artikel tentang sejarah Maulid Nabi Muhammad di
Wikipedia
Arti Maulid Nabi
Maulid artinya kelahiran, jadi maulid Nabi berarti kelahiran
Nabi. Beberapa kata lainnya tentang
maulid Nabi:
- Bulan Maulid Nabi : bulan kelahrian Nabi, yaitu bulan Rabiul
Awal
- Hari Maulid Nabi : Hari kelahiran Nabi, Senin 12 Rabiul Awal
Tahun Gajah
- Peringatan Maulid Nabi : Peringatan hari kelahiran Nabi
Sejarah lahir Nabi Muhammad SAW hingga wafatnya
Ringkasan sejarah kelahiran nabi Muhammad SAW hingga
wafatnya.
- Nama : Muhammad bin AbdullahSejarah kelahiran nabi Muhammad
SAW
- Kelahiran : Mekah, tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah
- Abdullah (ayahnya) meninggal sebelum Muhammad terlahir
- Umur 68 tahun Muhammad dibesarkan kakeknya, Abdul Muthalib
- Kemudian dibesarkan pamannya, Abu Thalib
- Atas kejujurannya, Muhammad mendapat gelar Al Amin (dapat
dipercaya)
- Usia 13 tahun mulai menemani Abu Thalib berdagang ke Syam
- Usia 25 tahun menikah dengan Siti Khadijah binti Khuwailid
- Muhammad muda pernah berhasil mendamaikan pertikaian antar
kabilah
- Usia 40 tahun pertama kali menerima wahyu (menjadi
Rasulullah)
- Kemudian melakukan dakwah diam-diam selama 3 tahun di
Mekah
- Dilanjutkan dengan berdakwah secara terang-terangan selama 10
tahun
- Dakwah nabi Muhammad SAW ditentangn oleh kaumnya sendiri,
Quraisy
- Hijrah ke Madinah setelah 13 tahun berdakwah di Mekah
- Setelah haji wada (10 H) kesehatan nabi Muhammad SAW mulai
menurun
- 28 Shafar 11 H nabi Muhammad SAW meninggal dunia
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Hukum memperingati maulid Nabi
Menurut kami, tentang peringatan maulid Nabi Muhammad tidak ada
alasan yang tepat untuk
melarangnya. Tapi yang cukup memprihatinkan, dampak positif
peringatan maulid Nabi belum
begitu terasa. Misalnya, mereka masih banyak yang makan dan
minum dengan tangan kiri. Saat
shalat berjamaah, shafnya masih renggang. Bahkan ironisnya,
ratusan orang yang menghadiri
malam peringatan maulid Nabi esoknya tidak kelihatan shalat
Subuh berjamaah di masjid.
Karena itu, peringatan maulid Nabi hendaknya jangan seremonial
saja tapi perlu punya misi dan
strategi yang kuat agar para hadirin termotivasi untuk mencontoh
kehidupan Nabi yang salah
satunya adalah rajin shalat berjamaah di masjid
Perjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril.
Jibril berkata, turunlah dan
kerjakan shalat.
Rasulullahpun turun. Jibril berkata, dimanakah engkau sekarang
?
tidak tahu, kata Rasul.
Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah , kata
Jibril.
Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat
penghentian Nabi Musa ketika lari dari
Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima
wahyu, lalu ke Baitullhmi
(Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS, dan diteruskan ke
Masjidil Aqsha di Yerussalem
sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu.
Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya.
Setelah rasul memasuki masjid
ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasul bertanya :
Siapakah mereka ?
Saudaramu para Nabi dan Rasul.
Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba
Rasul melihat tangga yang
sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh
langit. Kemudian Rasulullah
bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke
Sidratul Muntaha.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihatJibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada
waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada
surga tempat tinggal, (Muhammad
melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu
yang meliputinya. Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula
melampauinya.
Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda
(kekuasaan) Tuhannya yang paling
besar. (QS. An-Najm : 13 18).
Selanjutnya Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah
tanpa ditemani Jibril
Rasulullah membaca yang artinya : Segala penghormatan adalah
milikAllah, segala Rahmat dan
kebaikan.
Allah berfirman yang artinya: Keselamatan bagimu wahai seorang
nabi, Rahmat dan
berkahnya.
Rasul membaca lagi yang artinya: Keselamatan semoga bagi kami
dan hamba-hamba Allah
yang sholeh. Rasulullah dan ummatnya menerima perintah ibadah
shalat.
Berfirman Allah SWT : Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai
kekasih sebagaimana Aku
telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi
firman kepadamu seperti
firman kepada Musa Akupun menjadikan ummatmu sebagai umat yang
terbaik yang pernah
dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai
umat wasath (adil dan
pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan
jadilah engkau termasuk orang-
orang yang bersyukur.
Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari
Ku.
Kemudian Rasul turun ke Sidratul Muntaha.
Jibril berkata : Allah telah memberikan kehormatan kepadamu
dengan penghormatan yang
tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk Nya baik
malaikat yang terdekat
maupun nabi yang diutus. Dan Dia telah membuatmu sampai suatu
kedudukan yang tak
seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat
mencapainya. Berbahagialah
engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah kepadamu berupa
kedudukan tinggi dan
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut
dengan bersyukur kepadanya
karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang
bersyukur.
Lalu Rasul memuji Allah atas semua itu.
Kemudian Jibril berkata : Berangkatlah ke surga agar aku
perlihatkan kepadamu apa yang
menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping
zuhudmu yang telah ada, dan
sampai lah disurga dengan Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun
aku biarkan terlewatkan.
Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya,
Rasul juga melihat pohon-
pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang mata belum
pernah melihat, telingan belum
pernah mendengar dan tidak terlintas dihati manusia semuanya
masih kosong dan disediakan
hanya pemiliknya dari kekasih Allah ini yang dapat melihatnya.
Semua itu membuat Rasul
kagum untuk seperti inilah mestinya manusia beramal. Kemudian
Rasul diperlihatkan neraka
sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan
rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah
turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh.
Mandapat Mandat Shalat 5 waktu
Agaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana
Isra Miraj, tetapi
mengapa Isra Miraj terjadi ? Jawaban pertanyaan ini sebagaimana
kita lihat pada ayat 78 surat
al-lsra, Miraj itu untuk menerima mandat melaksanakan shalat
Lima waktu. Jadi, shalat inilah
yang menjadi inti peristiwa IsraMiraj tersebut.
Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual
individual hubungannya dengan
Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan
tatanan masyarakat yang
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan
apabila Alexis Carrel
menyatakan : Apabila pengabdian, sholat dan doa yang tulus
kepada Sang Maha pencipta
disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu
berarti kita telah menandatangani
kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut. Perlu diketahui
bahwa A. Carrel bukanlah orang
yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah
seorang dokter dan pakar
Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil
penelitiannya terhadap jantung burung
gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al Quran
15 abad yang lalu telah
menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu akan bisa
mencegah perbuatan keji dan
mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis,
egaliter, dan beretika.
Hikmah Isra Miraj Nabi Besar Muhammad SAW
Perintah sholat dalam perjalanan isra dan miraj Nabi Muhammad
SAW, kemudian menjadi
ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan
tersendiri dibandingkan ibadah-
ibadah wajib lainnya. Sehingga, dalam konteks spiritual-imaniah
maupun perspektif rasional-
ilmiah, Isra Miraj merupakan kajian yang tak kunjung kering
inspirasi dan hikmahnya bagi
kehidupan umat beragama (Islam).
Bersandar pada alasan inilah, Imam Al-Qusyairi yang lahir pada
376 Hijriyah, melalui buku
yang berjudul asli Kitab al-Mikraj ini, berupaya memberikan peta
yang cukup komprehensif
seputar kisah dan hikmah dari perjalanan agung Isra Miraj Nabi
Muhammad SAW, beserta
telaahnya. Dengan menggunakan sumber primer, berupa ayat-ayat
Al-Quran dan hadist-hadits
shahih, Imam al-Qusyairi dengan cukup gamblang menuturkan
peristiwa fenomenal yang
dialami Nabi itu dengan runtut.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Selain itu, buku ini juga mencoba mengajak pembaca untuk
menyimak dengan begitu detail dan
mendalam kisah sakral Rasulullah SAW, serta rahasia di balik
peristiwa luar biasa ini, termasuk
mengenai mengapa mikraj di malam hari? Mengapa harus menembus
langit? Apakah Allah
berada di atas? Mukjizatkah mikraj itu hingga tak bisa dialami
orang lain? Ataukah ia semacam
wisata ruhani Rasulullah yang patut kita teladani?
Bagaimana dengan mikraj para Nabi yang lain dan para wali?
Bagaimana dengan mikraj kita
sebagai muslim? Serta apa hikmahnya bagi kehidupan kita? Semua
dibahas secara gamblang
dalam buku ini.
Dalam pengertiannya, Isra Miraj merupakan perjalanan suci, dan
bukan sekadar perjalanan
wisata biasa bagi Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi
perjalanan bersejarah yang akan
menjadi titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John
Renerd dalam buku In the
Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,
seperti pernah dikutip
Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Miraj adalah satu dari
tiga perjalanan terpenting
dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan
Haji Wada. Isra Miraj,
menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam
menempuh kesempurnaan dunia
spiritual.
Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi
permulaan dari sejarah kaum
Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan
kaum Muslimin atas kota suci
Mekah, maka Isra Miraj menjadi puncak perjalanan seorang hamba
(al-abd) menuju sang
pencipta (al-Khalik). Isra Miraj adalah perjalanan menuju
kesempurnaan ruhani (insan kamil).
Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan
meninggalkan bumi yang rendah
menuju langit yang tinggi.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf.
Sedangkan menurut Dr
Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra
Miraj yakni ketika Rasulullah
SAW berjumpa dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat
Rasul berkata,
Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah; Segala
penghormatan, kemuliaan,
dan keagungan hanyalah milik Allah saja. Allah SWT pun
berfirman, Assalamualaika
ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh.
Mendengar percakapan ini, para malaikat serentak mengumandangkan
dua kalimah syahadat.
Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian bacaan ini
diabadikan sebagai bagian dari
bacaan shalat.
Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku Muhammad Kekasih
Allah (1993)
mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah
SAW saat Miraj
mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat
islam sehari-hari. Dalam artian
bahwa shalat adalah miraj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika
kita tarik benang merahnya,
ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.
Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi
dengan kesabaran yang dalam.
Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa
perjalanan Isra Miraj dan perintah
shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW
dan kaum Muslimin untuk
bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah
terangkum dengan sangat indah dalam
salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi Jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk. (Yaitu)
orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya,
dan bahwa mereka akan
kembali kepada-Nya.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku setebal 178 halaman ini
setidaknya sangat menarik,
karena selain memberikan bingkai yang cukup lengkap tentang
peristiwa Isra mikraj Nabi saw,
tetapi juga memuat mirajnya beberapa Nabi yang lain serta
beberapa wali. Kemudian kelebihan
lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah
Mikrajnya Abu Yazid al-Bisthami.
Mikraj bagi ulama kenamaan ini merupakan rujukan bagi kondisi,
kedudukan, dan perjalanan
ruhaninya menuju Allah.
Ia menggambarkan rambu-rambu jalan menuju Allah, kejujuran dan
ketulusan niat menempuh
perjalanan spiritual, serta keharusan melepaskan diri dari
segala sesuatu selain Allah. Maka,
sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah
menjadi permulaan dari sejarah kaum
Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan
kaum Muslimin atas kota suci
Mekah, maka Isra Miraj menjadi puncak perjalanan seorang hamba
menuju kesempurnaan
ruhani.
WAFAT NABI MUHAMMAD
Pada waktu umat manusia dalam kegelapan dan suasana jahiliyyah,
lahirlah seorang bayi pada
12 Rabiul Awal tahun Gajah di Makkah. Bayi yang dilahirkan bakal
membawa perubahan besar
bagi sejarah peradaban manusia. Bapa bayi tersebut bernama
Abdullah bin Abdul Mutallib yang
telah wafat sebelum baginda dilahirkan iaitu sewaktu baginda 7
bulan dalam kandungan ibu.
Ibunya bernama Aminah binti Wahab. Kehadiran bayi itu disambut
dengan penuh kasih sayang
dan dibawa ke ka'abah, kemudian diberikan nama Muhammad, nama
yang belum pernah wujud
sebelumnya.
Selepas itu Muhammad disusukan selama beberapa hari oleh
Thuwaiba, budak suruhan Abu
Lahab sementara menunggu kedatangan wanita dari Banu Sa'ad. Adat
menyusukan bayi sudah
menjadi kebiasaan bagi bangsawan-bangsawan Arab di Makkah. Akhir
tiba juga wanita dari
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Banu Sa'ad yang bernama Halimah bin Abi-Dhuaib yang pada mulanya
tidak mahu menerima
baginda kerana Muhammad seorang anak yatim. Namun begitu,
Halimah membawa pulang juga
Muhammad ke pedalaman dengan harapan Tuhan akan memberkati
keluarganya. Sejak
diambilnya Muhammad sebagai anak susuan, kambing ternakan dan
susu kambing-kambing
tersebut semakin bertambah. Baginda telah tinggal selama 2 tahun
di Sahara dan sesudah itu
Halimah membawa baginda kembali kepada Aminah dan membawa pulang
semula ke
pedalaman.
Kisah Dua Malaikat dan Pembedahan Dada Muhammad
Pada usia dua tahun, baginda didatangi oleh dua orang malaikat
yang muncul sebagai lelaki yang
berpakaian putih. Mereka bertanggungjawab untuk membedah
Muhammad. Pada ketika itu,
Halimah dan suaminya tidak menyedari akan kejadian tersebut.
Hanya anak mereka yang sebaya
menyaksikan kedatangan kedua malaikat tersebut lalu
mengkhabarkan kepada Halimah. Halimah
lantas memeriksa keadaan Muhammad, namun tiada kesan yang aneh
ditemui.
Muhammad tinggal di pedalaman bersama keluarga Halimah selama
lima tahun. Selama itu
baginda mendapat kasih sayang, kebebasan jiwa dan penjagaan yang
baik daripada Halimah dan
keluarganya. Selepas itu baginda dibawa pulang kepada datuknya
Abdul Mutallib di Makkah.
Datuk baginda, Abdul Mutallib amat menyayangi baginda. Ketika
Aminah membawa anaknya
itu ke Madinah untuk bertemu dengan saudara-maranya, mereka
ditemani oleh Umm Aiman,
budak suruhan perempuan yang ditinggalkan oleh bapa baginda.
Baginda ditunjukkan tempat
wafatnya Abdullah serta tempat dia dikuburkan.
Sesudah sebulan mereka berada di Madinah, Aminah pun bersiap
sedia untuk pulang semula ke
Makkah. Dia dan rombongannya kembali ke Makkah menaiki dua ekor
unta yang memang
dibawa dari Makkah semasa mereka datang dahulu. Namun begitu,
ketika mereka sampai di
Abwa, ibunya pula jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia lalu
dikuburkan di situ juga.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Muhammad dibawa pulang ke Makkah oleh Umm Aiman dengan perasaan
yang sangat sedih.
Maka jadilah Muhammad sebagai seorang anak yatim piatu.
Tinggallah baginda dengan datuk
yang dicintainya dan bapa-bapa saudaranya.
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia
melindungimu. Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang bingung lalu Dia memberikan
petunjuk" (Surah Ad-Dhuha,
93: 6-7)
Abdul Mutallib Wafat
Kegembiraannya bersama datuk baginda tidak bertahan lama. Ketika
baginda berusia lapan
tahun, datuk baginda pula meninggal dunia. Kematian Abdul
Mutallib menjadi satu kehilangan
besar buat Bani Hashim. Dia mempunyai keteguhan hati, berwibawa,
pandangan yang bernas,
terhormat dan berpengaruh dikalangan orang Arab. Dia selalu
menyediakan makanan dan
minuman kepada para tetamu yang berziarah dan membantu penduduk
Makkah yang dalam
kesusahan.
Muhammad diasuh oleh Abu Talib
Selepas kewafatan datuk baginda, Abu Talib mengambil alih tugas
bapanya untuk menjaga anak
saudaranya Muhammad. Walaupun Abu Talib kurang mampu berbanding
saudaranya yang lain,
namun dia mempunyai perasaan yang paling halus dan terhormat di
kalangan orang-orang
Quraisy.Abu Talib menyayangi Muhammad seperti dia menyayangi
anak-anaknya sendiri. Dia
juga tertarik dengan budi pekerti Muhammad yang mulia.
Pada suatu hari, ketika mereka berkunjung ke Syam untuk
berdagang sewaktu Muhammad
berusia 12 tahun, mereka bertemu dengan seorang rahib Kristian
yang telah dapat melihat tanda-
tanda kenabian pada baginda. Lalu rahib tersebut menasihati Abu
Talib supaya tidak pergi jauh
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
ke daerah Syam kerana dikhuatiri orang-orang Yahudi akan
menyakiti baginda sekiranya
diketahui tanda-tanda tersebut. Abu Talib mengikut nasihat rahib
tersebut dan dia tidaak banyak
membawa harta dari perjalanan tersebut. Dia pulang segera ke
Makkah dan mengasuh anak-
anaknya yang ramai. Muhammad juga telah menjadi sebahagian dari
keluarganya. Baginda
mengikut mereka ke pekan-pekan yang berdekatan dan mendengar
sajak-sajak oleh penyair-
penyair terkenal dan pidato-pidato oleh penduduk Yahudi yang
anti Arab.
Baginda juga diberi tugas sebagai pengembala kambing. Baginda
mengembala kambing
keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Baginda selalu berfikir
dan merenung tentang
kejadian alam semasa menjalankan tugasnya. Oleh sebab itu
baginda jauh dari segala pemikiran
manusia nafsu manusia duniawi. Baginda terhindar daripada
perbuatan yang sia-sia, sesuai
dengan gelaran yang diberikan iaitu "Al-Amin".
Selepas baginda mula meningkat dewasa, baginda disuruh oleh bapa
saudaranya untuk
membawa barang dagangan Khadijah binti Khuwailid, seorang
peniaga yang kaya dan
dihormati. Baginda melaksanakan tugasnya dengan penuh ikhlas dan
jujur. Khadijah amat
tertarik dengan perwatakan mulia baginda dan keupayaan baginda
sebagai seorang pedagang.
Lalu dia meluahkan rasa hatinya untuk berkahwin dengan Muhammad
yang berusia 25 tahun
ketika itu. Wanita bangsawan yang berusia 40 tahun itu sangat
gembira apabila Muhammad
menerima lamarannya lalu berlangsunglah perkahwinan mereka
berdua. Bermulalah lembaran
baru dalam hidup Muhammad dan Khadijah sebagai suami isteri.
Turunnya Wahyu Pertama
Pada usia 40 tahun, Muhammad telah menerima wahyu yang pertama
dan diangkat sebagai nabi
sekelian alam. Ketika itu, baginda berada di Gua Hira' dan
sentiasa merenung dalam kesunyian,
memikirkan nasib umat manusia pada zaman itu. Maka datanglah
Malaikat Jibril menyapa dan
menyuruhnya membaca ayat quran yang pertama diturunkan kepada
Muhammad.
"Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan" (Al-'Alaq, 96:
1)
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Rasulullah pulang dengan penuh rasa gementar lalu diselimuti
oleh Khadijah yang cuba
menenangkan baginda. Apabila semangat baginda mulai pulih,
diceritakan kepada Khadijah
tentang kejadian yang telah berlaku.
Kemudian baginda mula berdakwah secara sembunyi-sembunyi bermula
dengan kaum
kerabatnya untuk mengelakkan kecaman yang hebat daripada
penduduk Makkah yang
menyembah berhala. Khadijah isterinya adalah wanita pertama yang
mempercayai kenabian
baginda. Manakala Ali bin Abi Talib adalah lelaki pertama yang
beriman dengan ajaran
baginda.Dakwah yang sedemikian berlangsung selama tiga tahun di
kalangan keluarganya
sahaja.
Dakwah Secara Terang-terangan
Setelah turunnya wahyu memerintahkan baginda untuk berdakwah
secara terang-terangan, maka
Rasulullah pun mula menyebarkan ajaran Islam secara lebih
meluas.
"Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu)
dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik." (Al-Hijr,
15:94)
Namun begitu, penduduk Quraisy menentang keras ajaran yang
dibawa oleh baginda. Mereka
memusuhi baginda dan para pengikut baginda termasuk Abu Lahab,
bapa saudara baginda
sendiri. Tidak pula bagi Abu Talib, dia selalu melindungi anak
saudaranya itu namun dia sangat
risau akan keselamatan Rasulullah memandangkan tentangan yang
hebat dari kaum Quraisy itu.
Lalu dia bertanya tentang rancangan Rasulullah seterusnya.
Lantas jawab Rasulullah yang
bermaksud:
"Wahai bapa saudaraku, andai matahari diletakkan diletakkan di
tangan kiriku dan bulan di
tangan kananku, agar aku menghentikan seruan ini, aku tidak akan
menghentikannya sehingga
agama Allah ini meluas ke segala penjuru atau aku binasa
kerananya"
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Baginda menghadapi pelbagai tekanan, dugaan, penderitaan,
cemuhan dan ejekan daripada
penduduk-penduduk Makkah yang jahil dan keras hati untuk beriman
dengan Allah. Bukan
Rasulullah sahaja yang menerima tentangan yang sedemikian, malah
para sahabatnya juga turut
merasai penderitaan tersebut seperti Amar dan Bilal bin Rabah
yang menerima siksaan yang
berat.
Wafatnya Khadijah dan Abu Talib
Rasulullah amat sedih melihat tingkahlaku manusia ketika itu
terutama kaum Quraisy kerana
baginda tahu akan akibat yang akan diterima oleh mereka nanti.
Kesedihan itu makin bertambah
apabila isteri kesayangannya wafat pada tahun sepuluh
kenabiaannya. Isteri bagindalah yang
tidak pernah jemu membantu menyebarkan Islam dan mengorbankan
jiwa serta hartanya untuk
Islam. Dia juga tidak jemu menghiburkan Rasulullah di saat
baginda dirundung kesedihan.
Pada tahun itu juga bapa saudara baginda Abu Talib yang
mengasuhnya sejak kecil juga
meninggal dunia. Maka bertambahlah kesedihan yang dirasai oleh
Rasulullah kerana kehilangan
orang-orang yang amat disayangi oleh baginda.
Hijrah Ke Madinah
Tekanan orang-orang kafir terhadap perjuangan Rasulullah semakin
hebat selepas kepergian
isteri dan bapa saudara baginda. Maka Rasulullah mengambil
keputusan untuk berhijrah ke
Madinah berikutan ancaman daripada kafir Quraisy untuk membunuh
baginda.
Rasulullah disambut dengan meriahnya oleh para penduduk Madinah.
Mereka digelar kaum
Muhajirin manakala penduduk-penduduk Madinah dipanggil golongan
Ansar. Seruan baginda
diterima baik oleh kebanyakan para penduduk Madinah dan sebuah
negara Islam didirikan di
bawah pimpinan Rasulullas s.a.w sendiri.
-
T
TUGAS SKIBL|7BF5C566|0822226757880|04 MARET 2014
Negara Islam Madinah
Negara Islam yang baru dibina di Madinah mendapat tentangan
daripada kaum Quraisy di
Makkah dan gangguan dari penduduk Yahudi serta kaum bukan Islam
yang lain. Namun begitu,
Nabi Muhammad s.a.w berjaya juga menubuhkan sebuah negara Islam
yang mengamalkan
sepenuhnya pentadbiran dan perundangan yang berlandaskan syariat
Islam. Baginda dilantik
sebagai ketua agama, tentera dan negara. Semua rakyat mendapat
hak yang saksama. Piagam
Madinah yang merupakan sebuah kanun atau perjanjian bertulis
telah dibentuk. Piagam ini
mengandungi beberapa fasal yang melibatkan hubungan antara semua
rakyat termasuk kaum
bukan Islam dan merangkumi aspek politik, sosial, agama, ekonomi
dan ketenteraan. Kandungan
piagam adalah berdasarkan wahyu dan dijadikan dasar
undang-undang Madinah.
Islam adalah agama yang mementingkan kedamaian. Namun begitu,
aspek pertahanan amat
penting bagi melindungi agama, masyarakat dan negara. Rasulullah
telah menyertai 27 kali
ekspedisi tentera untuk mempertahan dan menegakkan keadilan
Islam. Peperangan yang
ditempuhi baginda ialah Perang Badar (6