I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan salah satu komoditi dari tiga komoditi (karet, kakao, dan kelapa sawit) pada sub sektor perkebunan yang mendapat prioritas utama pemerintah dalam revitalisasi perkebunan seluas 2 juta ha yang dimulai tahun 2007-2009 (Dirjen Perkebunan 2007) Provinsi Lampung merupakan daerah pengembangan kelapa sawit rakyat dengan program sawitisasi sejuta hektar, pada tahun 2001 luas kebun sawit rakyat baru mencapai 66.516 ha dan pada tahun 2005 menjadi 77.114 ha, rata-rata pertumbuhan 29,29 %/tahun dengan produktivitas TBS 15 – 18 ton/ha/tahun serta tingkat kepemilikan lahan rata-rata 1 – 1,5 ha dan jumlah petani yang terlibat 51.409 kepala keluarga (Badan Pusat Statistik, 2001; Syofuah, 2001; Pemda Lampung, 2007). Syahbana (2007) mengemukakan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 5,6 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan salah satu
komoditi dari tiga komoditi (karet, kakao, dan kelapa sawit) pada sub sektor
perkebunan yang mendapat prioritas utama pemerintah dalam revitalisasi perkebunan
seluas 2 juta ha yang dimulai tahun 2007-2009 (Dirjen Perkebunan 2007)
Provinsi Lampung merupakan daerah pengembangan kelapa sawit rakyat
dengan program sawitisasi sejuta hektar, pada tahun 2001 luas kebun sawit rakyat
baru mencapai 66.516 ha dan pada tahun 2005 menjadi 77.114 ha, rata-rata
pertumbuhan 29,29 %/tahun dengan produktivitas TBS 15 – 18 ton/ha/tahun serta
tingkat kepemilikan lahan rata-rata 1 – 1,5 ha dan jumlah petani yang terlibat 51.409
kepala keluarga (Badan Pusat Statistik, 2001; Syofuah, 2001; Pemda Lampung,
2007).
Syahbana (2007) mengemukakan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di
Indonesia pada tahun 2005 mencapai 5,6 juta ha, melibatkan 2,7 juta KK petani,
dengan produksi tandan buah segar (TBS) rata-rata nasional baru dapat mencapai 14
– 16 ton/ha/tahun, sedangkan Malaysia telah mencapai 30 ton/ha/tahun. Rendahnya
produksi TBS yang dicapai sebagai akibat rendahnya produksi tandan bunga betina,
yaitu 8 -12/pohon/tahun, sedangkan produksi tersebut dapat mencapai 16 – 24
tandan/pohon/tahun (Hardon dan Corley, 1982; Tahir, 2003).
Produksi tanaman ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan, rendahnya
produksi tandan bunga betina kelapa sawit salah satunya dipengaruhi oleh tingkat
1
radiasi matahari yang diterima, jumlah daun (pelepah), kerapatan pelepah, dan
serapan hara, terutama unsur nitrogen, khusus daerah tropis seperti Indonesia radiasi
matahari bukan merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan dan produksi
tanaman kelapa sawit (Iopri, 2008).
Gardner dkk., (1985) mengemukakan bahwa berat kering tanaman yang
dipanen ditentukan oleh radiasi matahari yang diabsorpsi dan efisiensi translokasi
energi matahari untuk fiksasi karbondioksida melalui daun sebagai organ utama
dalam menyerap radiasi matahari dan merupakan tempat berlangsungnya proses
fotosintesis. Ada dua faktor yang mempengaruhi fotosintesis, yaitu (a) faktor
tanaman, meliputi struktur daun, kedudukan daun, kandungan klorofil, dan
translokasinya dari daun serta, (b) faktor lingkungan seperti tersedianya
karbondioksida, air, hara (terutama nitrogen), dan cahaya (Fitter dan Hay, 1981).
Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman golongan C4, yaitu memiliki titik
kompensasi cahaya tinggi sampai cahaya terik, tidak dibatasi oleh fotorespirasi,
besaran yang menggambarkan banyak sedikit radiasi matahari yang mampu diserap
tanaman tergantung pada indeks luas daun (ILD). Selain itu, dalam daunnya terdapat
dua klroplast, yaitu sel mesopil dan seludang berkas, pada kloroplast terdapat klorofil
yang berfungsi untuk (a) panen cahaya, (b) mengubah energi cahaya menjadi energi
kimia, (c) penyumbang elktron utama (P 680 dan P 700), (d) penerima elektron utama
dan eflouresensinya, keadaan inilah bila optimal yang diikuti dengan serapan N
optimal, maka produksi tanaman meningkat, yaitu terbentuknya bunga dan buah
maksimal (Sallisbury dan Ross, 1992).
2
Sallisbury dan Ross (1992) melaporkan bahwa suatu tanaman budidaya
seyogianya mempunyai indeks luas daun (ILD) yang memungkinkan untuk
fotosintesis optimum, jika ILD rendah artinya cukup rendah cahaya yang diserap dan
bila yang terjadi sebaliknya daun pada bagian bawah tidak mendapat cukup cahaya
atau saling menaungi. Fisher, 1992 menelaah hubungan kemampuan suatu tanaman
untuk fotosintetik dengan indeks luas daun, yaitu bila ILD 3 – 5 untuk tanaman
pangan dan 9 - 14 pada tanaman tahunan, laju assimilasi tanaman maksimum dan
penyerapan radiasi matahari dapat mencapai 95%. Selanjutnya Badron dan Tius,
2008 mengemukakan bahwa unsur N juga berperan dalam merangsang pertumbuhan
vegetatif, penyusun klorofil, dan pertambahan luas daun. Bila unsur N yang diserap
tanaman juga rendah maka menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan
jumlah akar berkurang. Dengan demikian, akan mempengaruhi pertumbuhan dan
berat kering tanaman. Selain itu, sudut datangnya sinar matahari dan sudut daun
mempengaruhi produk fotosintesis, yaitu bila sudut daun 0 – 35 derajat, dari bidang
datar akan diperoleh fotosintesis 33 mg C02/dm2/jam dengan laju penyerapan cahaya
tampak 90 – 95 persen dengan panjang gelombang 400 – 700 nm (Fisher, 1992; Iopri,
2008).
Schaffer, 1996 mengemukakan bawa pertumbuhan tanaman erat kaitannya
dengan hara yang diserap dari dalam tanah, terutama unsur N, karena unsur tersebut
terfokus pada sintesis klorofil dan sintesa protein maupun enzim, yaitu enzim rubisco
(Ribulosa bifosfat carboksilase)yang berperan sebagai katalisator dalam fiksasi
karbondioksida yang dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis. Selanjutnya penurunan
kadar N dalam tanaman berpengaruh terhadap fotosintesis baik lewat kandungan
3
klorofil maupun enzim fotosintetik yang akhirnya menurunkan hasil (pati) yang
terbentuk, keadaan tersebut mempengaruhi produktivitas tanaman, terutama
pembentukan bunga dan buah.
1.2 Tujuan Penelitian
1. Membandingkan dosis pupuk N yang diaplikasikan terhadap pertumbuhan daun,
yang meliputi jumlah daun/pelepah, luas daun, kandungan klorofil, dan sudut
daun (pelepah) kelapa sawit,
2. Untuk mengetahui seberapa besar dosis N yang diaplikasikan mempengaruhi
pembentukan tandan bunga betina dan bunga jantan kelapa sawit,
3. Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara karakter daun dengan jumlah
tandan bunga betina dan bunga jantan yang terbentuk,
1.3 Kerangka Pemikiran
Permasalahan utama rendahnya produktivitas pertumbuhan, perkembangan,
dan produksi suatu tanaman ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor genetik
dan faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan laju
pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu tanaman adalah tersedianya unsur
hara yang cukup di dalam tanah, diantaranya 105 unsur yang ada di atas permukaan
bumi, ternyata baru 16 unsur yang mutlak diperlukan oleh suatu tanaman untuk dapat
menyelesaikan siklus hidupnya dengan sempurna. Ke 16 unsur tersebut terdiri dari 9
unsur makro dan 7 unsur mikro. 9 unsur makro dan 7 unsur mikro inilah yang disebut
sebagai unsur esensial (Suwandi dan Tobing, 1982).
4
Kriteria yang harus dipenuhi sehingga suatu unsur dapat disebut sebagai unsur
esensial adalah (a). Unsur tersebut diperlukan untuk menyelesaikan satu siklus hidup
tanaman secara normal (dari biji kebiji), (b). Unsur tersebut memegang peran penting
dalam proses biokhemis tertentu dalam tubuh tanaman dan peranannya tidak dapat
digantikan atau disubtitusi secara keseluruhan oleh unsur lain, (c). Peranan dari unsur
tersebut dalam proses biokimia tanaman adalah secara langsung dan bukan secara
tidak langsung (Iopri, 2008).
Fisher, 1992 mengemukakan ketersediaan unsur-unsur esensial di dalam tanah
sangat ditentukan oleh pH, unsur N tersedia pada pH 5.5 - 8.5, P pada pH 5.5 - 7.5
sedangkan K pada pH 5.5 - 10 sebaliknya unsur mikro relatif tersedia pada pH
rendah. Pelajaran penting yang perlu diingat dari ketersediaan unsur esensial dalam
hubungannya dengan pH, yaitu bahwa untuk melakukan percobaan lapang disarankan
agar dilakukan pada area dengan pH tanah kurang lebih 7. Hal ini disebabkan karena
pada pH tersebut semua unsur hara esensial baik makro maupun mikro berbeda dalam
keadaan yang siap untuk diserap oleh akar tanaman sehingga dapat menjamin
pertumbuhan dan produksi tanaman.
Winarno, dkk., 2000 mengemukakan bahwa pemberian pupuk nitrogen dalam
bentuk urea lebih cepat tersedia dibanding dengan pupuk majemuk dan reaksinya
sudah dapat diamati pada hari ke 15 setelah aplikasi. Selain itu, pengaruh tunggal
pupuk urea pada tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan berat tandan buah dari
21,74 ton/ha/tahun menjadi 27,60 ton/ha/tahun pada dosis 1,0 - 4,5 kg/pohon.
5
Selanjutnya persentase bunga yang terbentuk juga tinggi, walaupun dalam penelitian
tersebut tidak disebutkan jumlah bunga/tandan betina yang terbentuk.
Tingginya produksi tandan buah pada tanaman kelapa sawit erat kaitannya
dengan aktivitas fotosintesis, yaitu bila cahaya penuh hasil assimilat diperoleh pada
produk bahan kering tanaman 0,6 – 1,0 kg/pohon/hari pada pengamatan daun ke 9
bagian atas dan 17 bagian tengah serta daun ke 25 bagian bawah (Iopri, 2008).
Faktor cahaya pada daerah tropis seperti di Indonesia tidak menjadi hambatan, artinya
sepanjang tahun panjang hari sekitar 11 – 12 jam/hari (Iman, dkk., 1998). Penelitian
pemberian unsur N pada tanaman dengan dosis tertentu akan diperoleh hasil
maksimal pada tanaman golongan C4, tingginya hasil tersebut akibat adanya korelasi
antar karakter daun dengan hasil, yaitu fotosintesis yang dihasilkan 33 mg
C02/dm2/jam (Iopri, 2008).
Tanaman yang dijadikan sebagai bahan penelitian adalah kelapa sawit yang
berumur 8 tahun (PTPN VII Kebun Rejosari) dengan pH tanah 5,96 . Dengan
demikian, ketersedian unsur hara baik makro maupun mikro bukan merupakan faktor
pembatas, sehingga pengaruh pemberian unsur nitrogen dengan pupuk urea pada
tanaman dapat terdeteksi hasilnya.
Untuk itu, dalam penelitian ini akan ditelaah apakah pemberian pupuk N pada
tanaman kelapa sawit akan mempengaruhi karakter daun, terutama kandungan
klorofil, jumlah daun/pelepah, sudut daun/kerapatan pelepah, luas daun, dan jumlah
tandan bunga betina yang terbentuk optimum.
6
1.4 Hipotesis
Dari uraian di atas, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh pemberian pupuk urea dengan dosis yang berbeda terhadap
pertumbuhan karakter daun kelapa sawit,
2. Terdapat pengaruh pemberian pupuk urea dengan dosis yang berbeda terhadap
pembentukan bunga betina dan bunga jantan kelapa sawit,
3. Terdapat korelasi antara karakter daun dengan tandan bunga betina dan bunga
jantan yang terbentuk akibat pemberian pupuk urea dengan dosis yang
berbeda.
1.5 Kontribusi Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan mempunyai kontribusi berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi dalam pengembangan
budidaya kelapa sawit serta peningkatan kualitas pengabdian kepada
masyarakat dalam rangka peningkatan ekonomi kerakyatan,
2. Hasil penelitian diharapkan sebagai bahan pembelajaran dalam mata kuliah
Budidaya Tanaman Kelapa Sawit, Teknik Pembibitan, dan Perbanyakan
tanaman pada program studi Produksi Tanaman Perkebunan Jurusan
Budidaya Tanaman Perkebunan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembentuk Jaringan Tanaman
Carbon, Oksigen, dan Hidrogen merupakan bahan baku dalam pembentukan
jaringan tubuh tanaman, berada dalam bentuk H2O (air), H2CO3 ( asam karbonat) dan
CO2 (gas karbondioksida). Karbon adalah unsur penting sebagai pembangun bahan
organik, karena sebagian besar bahan kering tanaman terdiri dari bahan organik.
Unsur Karbon ( C ) diserap tanaman dalam bentuk gas CO2 yang selanjutnya
digunakan dalam proses yang sangat penting, yaitu fotosintesis CO2 + H2O --- C6H
12O6, tanpa gas CO2 proses tersebut akan terhambat sehingga pertumbuhan dan
produksi tanamanpun akan terhambat (Sallisbury dan Ross, 1992; Schaffer, 1996).
Landegrardh (1924) dalam Iopri, (2008) menyatakan bahwa CO2 pada
permukaan tanah sekitar 0.053 - 0.28 %, di atas daun 0.04 - 0.06 %, dan satu meter
di atas tanah + 0.07 % serta sama halnya dengan karbon, ternyata Hydrogen (H)
merupakan elemen pokok pembangunan bahan organik dan unsur H ini diserap oleh
tanaman dalam bentuk H2O. Esensi unsur ini bagi tanaman adalah pada proses
fotosintesis ( CO2 + H2O ----- C6H12O6 ) di sini jelas terlihat bahwa, unsur H sama
pentingnya dengan unsur C. Sedangkan Oksigen ( O ) juga terdapat dalam bahan
organik sebagai atom dan termasuk pembangun bahan organik, diambil oleh tanaman
8
dalam bentuk gas O2 esensi utama dari unsur Oksigen ini adalah pada proses
respirasi.
Proses respirasi tanaman adalah proses perombakan gula (karbohidrat) hasil
fotosintesis dan hasil akhir dari dari proses respirasi yaitu terbentuknya ATP yang
merupakan sumber energi utama bagi tanaman untuk melakukan semua kegiatan
seperti absorbsi, transpirasi, transportasi, pembelahan sel, pembungaan maupun
fotosintesis Aerobrespirasi C6H12O6------ CO2 + H2O (Gardner, dkk., 1985).
2.2 Peranan Unsur Nitrogen (N)
Gardner dkk., 1985; Sallisbury dan Ross, 1992 mengemukakan bahwa
tanaman menyerap unsur N dalam bentuk ion NO3 dan (NH4 ). Ion mana yang akan
lebih dahulu diserap tergantung pada keadaan pH. Pada pH di atas 7 ( keadaan basa)
maka ion NH4 ( amonium) yang akan lebih cepat diserap sedangkan pada pH dibawah
7 ( keadaan asam ) maka ion NO3 ( nitrat) yang lebih besar peluangnya untuk diserap.
Hal ini disebabkan karena pada pH di atas 7 ( keadaan basa ) banyak terdapat ion
(OH ) sehingga ion NH3 yang sama-sama bervalensi satu dan bermuatan negatif akan
saling bersaing akibatnya ion NH4 yang berpeluang lebih besar untuk diserap dan
sebaliknya pada pH rendah banyak tersedia ion H berarti ion NH4 yang sama-sama
valensi satu dan bermuatan positif akan berkompetisi sehingga peluang ion NO3
untuk diserap akan jauh lebih besar kalau diberikan dalam bentuk pupuk urea, yaitu
Sedangkan pada karakter sudut pelepah dengan pelepah yang terbentuk (r = 0.711*)
dan pelepah total (r = 0.697*) juga menunjukkan korelasi yang nyata. Dengan
demikian, bila sudut pelepah sempit, maka jumlah pelepah terbentuk juga tinggi (r =
0.688*) dan selanjutnya berimplikasi pada pelepah total. Akan tetapi, bila bunga
betina yang terbentik tinggi, maka akan mempengaruhi jumlah daun yang terbentuk,
hal tersebut ditunjukkan dengan adanya korelasi negatif antar karakter pelepah yang
terbentuk dengan bunga betina yang terbentuk ( r = - 0.414*), hal yang sama juga
terjadi pada korelasi antar karakter luas daun dengan bunga yang terbentuk ( r = -
0.422*) keadaan tersebut menunjukkan bahwa luas daun juga tidak bertambah bila
bunga betina yang terbentuk tinggi. Hal sebaliknya terjadi bila luas daun meningkat,
maka diikuti dengan terbentuknya bunga jantan yang tinggi ( r = 0.768*). Korelasi
karakter bunga betina dengan bunga jantan terjadi korelasi yang negatif ( r = -
0.427*), keadaan tersebut terjadi bila bunga betina yang terbentuk tinggi, maka bunga
jantan yang terbentuk terjadi sebaliknya.
22
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Pemberian unsur N dengan pupuk urea berbagai dosis pada tanaman kelapa sawit
tidak memberikan pengaruh terhadap luas daun, kandungan klorofil, jumlah daun
terbentuk, jumlah daun total, sudut pelepah dan bunga jantan,
2. Bunga betina yang terbentuk tertinggi diperoleh pada dosis 1750 g/pohon,
walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan (500 g/pohon), (1250 g/pohon),
(2250 g/pohon), (2500 g/pohon), dan (2750 g/pohon),
3. Bunga betina yang terbentuk tinggi akan diikuti dengan pembentukan bunga
jantan , luas daun, dan pelepah daun yang rendah.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, perlu disarankan hal-hal sebagai
berikut :
1. Perlu penelitian lanjut yang dilakukan pada musim kemarau dengan variasi umur
tanaman,
2. Untuk pengamatan variabel karakter daun, sebaiknya diamati jarak antar pelepah
pada semua daun untuk mengetahui adanya efek saling menaungi.
23
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2001. Lampung dalam angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, Bandar Lampung
Badron,S dan Tius S, 2008. Mobilitas Pupuk an Organik N dan P. http:ww.Unhas.ac.id/lemlit/researches/vieuw/320.htm (26 Juni 2008).
Baihaki, A. 1982. Pengertian “Nested and Cross Clasified” Variabel serta Mencari dan Penulisan Varians Dalam suatu Rancangan Percobaan dengan Cara Sederhana (Pengenalan Pendahuluan untuk Estimasi Varians Genetik Total) Bagian Statistik Fakultas Pertanian Unpad. Bandung.
Daradjad, A.A. 1987. Variabilitas dan Adaptasi Genotip Terigu (E. aestivum, L ) pada Beberapa Lingkungan Tumbuh di Indonesia. Disertasi Program Pascasarjana Unpad. Tidak dipublikasikan.
Direktur Jendral Perkebunan, 2007. Fokus Pembangunan Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Fisher, N.M, 1992. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman: fase vegetatif. Dalam Goldsworthy, P.R., dan N.M. Fisher (Penyunting). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Terjemahan Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Fitter, K.H., and R.K.M., Hay, 1981. Environment Physiology of Plant. Academic
Press, Inc. London.
Gardner, F.P., R.B. Perarce, dan R.L. Mitchell. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya. Alih Bahasa H. Susilo dan Subiyanto, 1991. UI Press. Jakarta.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A.M. Lubis, Sutopo, G. N., M. Rusdi,G.D. Hong, H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. UniversitasLampung. Lampung 488 hal.
Iman, Y., Subronto, W., dan W. Darmosarkoro, 1998. Penghitungan Laju Respirasi Kelapa Sawit (E. guineensi Jacq) Berdasarkan Analisis Keseimbangan Assimilat PPKS Medan. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit Vol. 2: 113-120.
24
Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, 2007. Kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dalam Rangka Pengembangan Agroindustri Kelapa Sawit. Lokakarya Industri Pengelolaan Kelapa Sawit. PoliteknikNegeri Lampung. Bandar Lampung.
Iopri, 2008. Pengaruh unsur esensial terhadap pertumbuhan dan produksi. www.iopri.org/webned/ioprind.htm. (26 juni 2008).
Petersen, R.G. 1994. Agriculture Field Experimentals Design and Analisis. Marcel Dekker. Inc. USA.
Saini, H.S., and A.K., Srivastapa, 1981. Osmotic strea and the nitrogen metabolism of two groundnut (Arachis hypogea. L) cultivar. Irrig.Sci.2:185-192.
Sallisbury , F.B., and C.W., Ross, 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Diterjemahkan Diah R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung.
Schaffer, AA., 1996. Photoassimilate Distribution in Plant and Crops. New York. Marsel Dekker, Inc.
Siahaan, D., 1990. Unsur hara yang diambil tanaman. PPKS Medan.
Sitompul, SM dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suharji, R., Sugiono, and W. Darmosarkoro, 2000. The aplication of N,P, K and Mg fertilizer on oil palm on typic Dystropept soil in Nort Sumatera. Jurnal PPKS Vol. 8-1: 31-37.
Sukarji, R dan R.L, Tobing, 1982. Jenis Pupuk pada Tanaman Kelapa Sawit. PPM. Pematang Siantar. Medan.
Suwandi dan E.L., Tobing, 1982. Pengambilan Contoh Daun Tanaman Kelapa Sawit. Pedoman Teknis. Pusat Penelitian Marihat. Medan.
Steel G.D. Robert dan J.H. Torrie, 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pedekatan Biometrika. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Syahbana, S. 2007. Palm Oil and Rubber Plantation Business Prospects. Pidato Ilmiah pada Peringatan Dies Natalis ke 23 Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung.
Syofuah, 2001. Program Pengawasan Mutu Benih/Bibit Perkebunan. UPTD BPPMB Perkebunan Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
Tahir, M. 2003. Uji Perbandingan Pollen Extractor Motor 3,6 v dan 4,8 V Terhadap Bobot, Kemurnian, dan Kemurnian Pollen Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) serta Pengaruhnya Terhadap Pollinasi Buatan dan Hasil Tandan Buah Segar (TBS). Politeknik Negeri Lampung. Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan.
Winarno, E.S., E.S, Sutarto., R. Yuliasari., dan Z Poelongan, 2000. Pelepasan Hara Pupuk Majemuk Kelapa Sawit, Jurnal Penekitian Kelapa Sawit Vol. 9 (2-3):103-109..