SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGA (Studi Komparatif Perundang-Undangan Hukum Keluarga Indonesia dan Tunisia) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) PENULIS: JULHIJAH NIM. 1112044200007 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
99
Embed
SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN
NAFKAH KELUARGA
(Studi Komparatif Perundang-Undangan Hukum Keluarga
Indonesia dan Tunisia)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
PENULIS:
JULHIJAH
NIM. 1112044200007
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
ABSTRAK
Julhijah, NIM 1112044200007, SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK
MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGA (Studi Komparatif Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 dan Perundang-undangan Hukum Keluarga Tunisia). Konsentrasi
Administrasi Keperdataan Islam. Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal As-
Syakhsiyyah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2016 M.
Sebuah pernikahan tidak luput dengan keharusan masing-masing pasangan
untuk menjalani kewajiban dan hak dalam berumah tangga. Salah satu dari
kewajiban itu adalah masalah nafkah yang harus dipenuhi oleh seoarng suami
kepada isterinya. Dalam undang-undang perkawinan di Indonesia maupun Tunisia
telah mengatur kewajiban nafkah tersebut. Tetapi dalam peraturan terdapat
perbedaan antara ketentuan perundangan di Indonesia maupun Tunisia soal nafkah
tersebut.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan hukum tentang
kewajiban nafkah bagi suami dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan
hukum keluarga di Tunisia, dan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
ketentuan hukum persoalan kewajiban suami dalam memberi nafkah keluarga di
Tunisia dan Indonesia. Jenis penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian kualitatif, penulis melakukan penelitian dengan cara teknik
pengumpulan data dengan studi dokumentasi naskah (studi pustaka) lalu setelah
memperoleh data-data dari berbagai sumber, penulis melakukan teknik
pengolahan data dengan metode deskriptif dan komparatif lalu kemudian penulis
anilisis dengan melakukan metode analisis kualitatif.
Kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan adalah pada
dasarnya nafkah keluarga yang dibebankan kepada suami di Indonesia maupun
Tunisia sama-sama diatur. Tetapi dalam peraturan hukum keluarganya Tunisia
selangkah lebih maju dibanding peraturan di Negara Indonesia. Di Negara Tunisia
telah mengatur secara tegas persoalan nafkah tersebut dengan memberikan
ketentuan dan sanksi secara tegas sedangkan pada Negara Indonesia belum begitu
tegas ketentuan dan penetapan tentang persoalan nafkah tersebut. Dalam
ketentuan hukum soal kewajiban suami dalam memberikan nafkah di Tunisia
maupun Indonesia pun mempunyai pesamaan dan perbedaan, salah satu alasan
yang mencolok peraturan hukum keluarga Tunisia lebih maju dibandingkan
dengan Indonesia yaitu adanya pengaruh mazhab dan prinsip-prinsip hukum
perancis yang lebih progresif dalam pembentukan peraturan hukum keluarganya.
Kata kunci, Sanksi, Hak, Kewajiban, Nafkah.
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Abdul Wahab Abd Muhaimin, MA.
Daftar Pustaka : 1972-2015
vi
بسم ا للة ا لر حمن الر حيم
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah
mencurahkan nikmat jasmani dan rohani kepada kita semua. Salawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, suri tauladan bagi
umat manusia. Sungguh, penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan
moril dan materil dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. dan Arip Purqon, M.Ag., Ketua dan Sekretaris
Program Studi Hukum Keluarga yang senantiasa mengarahkan, membimbing
serta membina para mahasiswa/i dengan semangat juang yang tinggi.
3. Prof. Dr. H. Abdul Wahab Abd Muhaimin, M.A., Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah banyak memberi arahan, serta petunjuk dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Dr. H. A. Djuaini Syukri, Lc., MA dan Mara Sutan Rambe, S.HI, MH , Dosen
Penguji I dan Penguji II yang senantiasa menyemangati penulis serta
memberikan arahan, bimbingan, dan konsultasi bagi penulis untuk
menghasilkan karya yang lebih baik.
vii
5. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum yang telah memberikan fasilitas yang memadai, sehingga penulis
dapat melalukan studi kepustakaan dengan baik.
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan
banyak ilmu dan wawasan yang akan menjadi bekal bagi penulis untuk
melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi serta terjun langsung ke
masyakarat.
7. Ayahanda dan Ibunda tercinta yaitu H. Chubaidi dan ibunda Hj, Casanah
yang telah memberikan amanah dan kepercayaan kepada penulis untuk
menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Keduanya tidak pernah patah semangat untuk selalu
berusaha memberikan pendidikan yang lebih baik bagi putra putrinya, serta
tidak putus-putusnya memanjatkan doa demi kesuksesan penulis dan saudara-
saudaranya. Tidak lupa, penulis juga ucapkan rasa terimakasih kepada kakak-
kakak penulis Erna, Nurhayati, Iklimah, Iis, Ghofur, Hairudin, Aziz, Vicka
dan adik serta ponakan yang paling penulis sayangi Zilly dan Labib yang
selalu memberikan doa, dukungan, semangat dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran yang tiada tara.
8. Kepada sahabat yang terbaik Clara, Witri, Dwi, Dea, Mita, Lina, Jenny, Putri,
Habibah, Nurul, Alfian, Reynaldi, Naufal, Fathi, Munawir, Ahmed, Ican dan
Hasan. Yang senantiasa meluangkan waktunya untuk menjadi teman diskusi
penulis serta mengarahkan dan memotivasi penulis untuk menghasilkan karya
yang lebih baik.
viii
9. Seluruh rekan mahasiswa/i angkatan 2012. Terkhusus kawan-kawan
mahasiswa/i Kelas Islamic Family Law 2012, penulis ucapkan terimakasih
karena telah menemani dan mengiringi penulis dalam suka dan duka selama
empat tahun menempuh studi di Program Studi Hukum Keluarga.
10. Teman-teman KKN Kebangsaan “INI KKN” 2015.
11. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang penulis tidak
bisa sebutkan satu persatu. Semoga Allah senantiasa meridhoi setiap langkah
kita.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan banyak
yang perlu diperbaiki lebih dalam. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis
harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan setiap pembaca dan umumnya serta
menjadi amal baik di sisi Allah SWT. Hanya ucapan terimakasih dan doa yang
dapat penulis berikan, semoga setiap banyuan, do’a, motivasi yang telah diberikan
kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT dan menjadi
catatan kebaikan di akhirat kelak.
Jakarta: 15 Agustus 2016 M
11 Dzulqo’dah 1438 H
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... .... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEBIMBING ............................................... .... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...................................................... ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ .... iv
ABSTRAK ................................................................................................... .... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. .... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ .... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. .... 1
B. Permasalahan................................................................... .... 8
Tunisia, yang mayoritasnya pengikut Mazhab Maliki, adalah Code Of
Personal Status (Majallat al-ahwal AL-syakhsiyah) yang dideklarasikan pada
tahun 1956, diamandemen pada 4 Juli 1958 dengan Undang-undang Nomor
70 tahun 1958, 19 Juni 1959 dengan Undang-undang Nomor 77 tahun 1959,
21 april 1964 dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1964, 3 Juni 1966
dengan Undang-undang Nomor 49 tahun 1966, 18 february 1981 dengan
Undang-undang Nomor 7 tahun 1981, dan Undang-undang Tunisia terakhir
kali di amandemen yaitu pada tahun 1993 melalui Undang-undang Nomor 74
Tahun 1993. “Law No. 74/1993 of 12 July 1993 amending certain provisions
of the code of personal status”.11
Dalam Undang-Undang Hukum Keluarga di Tunisia dalam hal nafkah
ini bahwa suami yang menghindar dari kewajiban memberi nafkah atau
kompensasi selama 1 bulan dapat dikenakan hukuman penjara 3 hingga 12
bulan dan denda antara 100 hingga 1000 dinar berdasarkan pasal 53 A Code
Of Personal Status 1956-1981. 12
Any person ordered to pay maintenance or compensation under
article 31 or 32 of this Code who deliberately avoids to pay it for one
month shall be liable to punishment with imprisonment between three
to twelve months and fine between one hundred to one thousand
dinars.
Adapun besarnya jumlah nafkah, tergantung pada kemampuan suami
dan status istri, serta biaya hidup yang wajar (pasal 52). Lebih menariknya,
11
Lynn Welchman, Woman and Muslim Family Laws in Arab States: A
Comparative Overview of Textual Development and Advocacy, (Amsterdam: Amsterdam
University Press, 2007),h. 160 12
Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, First Edition (India: Times
Press, 1987), h. 169.
7
pada pasal 39 dijelaskan bahwa suami miskin tidak wajib memberikan nafkah,
2 bulan tenggang waktunya. Jika ia (suami) tidak dapat memberi nafkah pada
masa yang telah ditentukan tersebut, maka hakim menceraikan pernikahan
mereka13
.
Akan halnya dengan Indonesia, persoalan nafkah suami untuk isteri
diatur secara tuntas dalam UU Perkawinan yang berlaku di Indonesia dalam
suatu bab yaitu Bab VI yang materinya secara esensial telah sejalan dengan
apa yang digariskan dengan dalam kitab-kitab fiqh14
dan diatur pula dalam
Kompilasi Hukum Islam Bab XII Pasal 77 sampai Pasal 84 tentang hak dan
kewajiban suami isteri. Pada pasal 80 dari Kompilasi Hukum Islam tersebut
menjelaskan bahwa prinsipnya kewajiban suami adalah melindungi isterinya
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai
dengan kemampuannya. Lalu pada pasal 80 ayat 4 dijelaskan bahwa sesuai
dengan penghasilannya suami menanggung:
a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri
dan anak;
c. Biaya pendidikan bagi anak.
Meskipun demikian dalam peraturan yang diatur tidak mencantumkan
sanksi hukum terhadap pihak yang melakukan pelanggaran, hanya
menjelaskan jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing
13
Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, First Edition (India: Times
Press, 1987), h. 156. 14
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan, Edisi Pertama (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2006),
h.159.
8
dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama sesuai pasal 77
Kompilasi Hukum Islam tentang hak dan kewajiban suami isteri. 15
Walaupun sudah diatur dalam berbagai peraturan, nampaknya
masyarakat Indonesia belum mematuhi peraturan ini sebagaimana meskinya.
Namun kenyataannya dilapangan, masih banyak orang Islam yang melalaikan
tugas kewajibannya baik isteri maupun suami dengan berbagai alasan
kepentingan.16
Inilah yang menarik dari Negara Tunisia dan Indonesia. Negara
Tunisia telah mengatur tegas persoalan nafkah tersebut dengan memberikan
ketentuan dan sanksi secara tegas sedangkan pada Negara Indonesia belum
begitu tegas ketentuan dan penetapannya tentang persoalan nafkah tersebut.
Apa yang melatarbelakangi perbedaan ketentuan penetapan hukum antara
negara Tunisia dengan Indonesia tersebut, untuk itu penulis tertarik dengan
masalah tersebut diatas maka penulis akan menuangkan dalam bentuk karya
ilmiah dengan judul: “Sanksi Bagi Suami Yang Tidak Memberikan Nafkah
Keluarga (Studi Komparatif Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan
Perundang-undangan Hukum Keluarga Tunisia).”
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas maka dapat di identifikasikan
masalah-masalah tersebut sebagai berikut:
15
Kompilasi Hukum Islam, cetakan Februari 2013, (Bandung: Fokusindo Mandiri) 16
Yayan Sopyan, Islam Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam
Hukum Nasional), cet.II, (Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia), h. 166.
9
a. Bagaimana sejarah perkembangan hukum keluarga di dunia Islam
b. Apa saja komponen yang dibahas pada hukum keluarga di dunia Islam
c. Apa Hak dan kewajiban dalam konteks hukum Islam
d. Apa dasar hukum hak dan kewajiban suami isteri dalam hukum Islam
e. Bagaimana sejarah perkembangan hukum keluarga di Indonesia dan
Tunisia
f. Bagaimana bentuk pengaturan mengenai hak dan kewajiban nafkah
suami untuk isteri di Indonesia dan Tunisia
g. Apa dasar hukum hak dan kewajiban nafkah suami untuk isteri di
Indonesia dan Tunisia
h. Bagaimana sanksi bagi suami yang tidak memberikan nafkah keluarga
i. Apa persamaan dan perbedaan ketentuan hukum persoalan kewajiban
suami dalam memberikan nafkah keluarga di Indonesia dan Tunisia.
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini,
penulis membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya
lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Disini
penulis hanya akan membahas tentang nafkah wajib dan beberapa pasal
aturan tentang nafkah yang bermasalah dan menarik dalam undang-undang
hukum keluarga antara Negara Indonesia dengan Tunisia, diantaranya
pada UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 30 sampai pasal 34
dan Majallat al-Ahwal al-Syakhshiyah (1956-1981) pasal 37-53, serta
10
sanksi bagi suami yang tidak memberi nafkah dan persamaan serta
perbedaan ketentuan khusus persoalan tersebut diatas.
3. Perumusan Masalah
Perumusan tersebut di atas dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut:
a. Bagaimanakah ketentuan hukum kewajiban nafkah bagi suami dalam
Perundang-Undangan hukum keluarga di Indonesia dan Tunisia?
b. Apa persamaan dan perbedaan ketentuan-ketentuan hukum persoalan
kewajiban suami dalam memberikan nafkah keluarga di Indonesia dan
Tunisia?
C. Tujuan daan Manfaat Penelitan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui ketentuan hukum tentang kewajiban nafkah bagi suami
dalam Perundang-Undangan hukum keluarga di Indonesia dan Tunisia.
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan ketentuan hukum persoalan
kewajiban suami dalam memberi nafkah keluarga di Tunisia dan Indonesia
Dan adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Bagi penulis sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar strata satu (S1)
dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang ini.
2. Bagi para akademisi, agar penelitian ini bermanfaat dan mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan, serta sebagai bahan tambahan
khazanah khususnya ilmu Hukum Keluarga dan ilmu pengetahuan
umumnya.
11
3. Kajian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi positif dalam
perbaikan penyempurnaan perundang-undangan hukum perkawinan di
Indonesia
D. Tinjauan (Rivew) Kajian Terdahulu
NO Nama penulis/ Judul
skripsi, Jurnal/ Tahun
Substansi Perbedaan dengan
Penulis
1. Masnun Tahir/Hak-
hak perempuan
dalam hukum
keluarga Syiria dan
Tunisia/Artikel Al-
Mawarid Edisi XVIII
Tahun 2008
Artikel Al-Mawarid
Edisi XVIII ini
menjelaskan secara
rinci tentang bagaimana
kedudukan wanita
beserta hak-haknya
dalam hukum keluarga
yang diatur dalam
Negara Tunisia. Tidak
hanya itu didalam
artikel ini juga
dipaparkan secara jelas
tentang substansi-
substansi aturan
Nafkah, Poligami dan
Perceraian pada Hukum
Persamaannya dengan
penulis yaitu sama-
sama membahas
tentang hak
perempuan di Negara
Tunisia. Perbedaannya
dengan skrispsi ini
yaitu didalam skripsi
ini tidak hanya
menjelaskan tentang
nafkah tetapi
membandingkan
ketentuan yang
mengatur dan
substansi-substansi
aturan nafkah
12
Keluarga Tunisia. ketentuan hukum
keluarga di Tunisia
dengan hukum
keluarga di Indonesia
tentang nafkah dan
hak-hak isteri didalam
keluarga.
2. Dwi
Rahmanta/Konsekue
nsi yuridis harta
bersama terhadap
kewajiban suami
member nafkah
dalam KHI dan UU
No.1 tahun
1974/Skripsi
Fakultas Syariah-
Universitas Islam
Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta,
2009
Skripsi ini menjelaskan
tentang ketentuan dan
konsekuensi yuridis
terhadap pelaksanaan
kewajiban suami
memberi nafkah dalam
KHI dan UU No.1
Tahun 1974.
Persamaannya dengan
penulisan ini sama-
sama membahas
tentang kewajiban
suami memberi nafkah
dalam perundang-
undangan di
Indonesia, sedangkan
perbedaannya dengan
skrispsi ini yaitu
penulis meneliti
tentang sanksi
terhadap suami yang
tidak memberikan
nafkah keluarga
dengan melakukan
13
studi perbandingan
dan mengkaji Undang-
undang hukum
keluarga di Negara
Indonesia dan Tunisia.
E. Metodologi Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa aspek-aspek metode
penelitian yang akan digunakan yaitu:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif , artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang ada dan literature-literatur yang ada
kaitannya.17
Dengan pendekatan ini dilakukan pengkajian peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian
ini.18
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif yakni proses penelitian yang difokuskan untuk
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
17
Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jarimetri (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1990), h.11. 18
Johnmy Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Jakarta:
Bayumedia, 2008), h.295 dan 302.
14
orang-orang yang dijadikan sumber informasi dan perilaku yang dapat
diamati19
, untuk penganalisaan data secara non-statistik.
3. Sumber dan Kriteria Data Penelitian
a. Sumber Data
Sumber data pada penelitian yuridis normative terbagi menjadi 3
(tiga) macam, yakni sumber primer, sekunder, dan tersier. Dimana sumber
primer merupakan bahan hukum yang diurut berdasar hierarki perundang-
undangan, sumber sekunder adalah bahan dan data yang didapatkan dari
buku-buku, jurnal-jurnal, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum,
yurisprudensi, dan hasil symposium mutakhir yang berkaitan dengan topik
penelitian. Adapun sumber tersier merupakan bahan hukum yang memberi
petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan juga
sekunder.20
b. Jenis Data
1) Data Primer: yaitu data yang berasal dari al-Qur’an, kitab hadist, dan
buku-buku yang membahas masalah hak dan kewajiban suami isteri
dan aturan hukum mengenai nafkah wajib suami untuk isteri.
2) Data Sekunder: yaitu data berupa dokumen-dokumen yang terdapat
dalam majalah, surat kabar, jurnal ilmiah, dan artikel yang relevan
dengan tema dalam skripsi ini.
19
Nurul Zuhriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan:Teori-Aplikasi
(Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2007), h.92. 20
Johnmy Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Jakarta:
Bayumedia, 2008), h.295-296.
15
3) Data Tersier: bahan hukum tersier untuk penelitian ini meliputi
Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah studi
dokumentasi naskah (studi pustaka), yaitu dengan mengumpulkan data
terhadap berbagai sumber bacaan yang membahas tentang nafkah wajib
suami untuk isteri dan aturan hukumnya, serta sanksi hukum bagi suami
yang tidak memberikan nafkah keluarga di Negara Indonesia dan Tunisia.
5. Teknik Pengolahan Data
Setelah memperoleh data-data dari berbagai sumber, maka penulis
akan mengolah data dengan metode deskriptif dan komparatif. Dan
kemudian dalam penyajian tersebut akan memaparkan data yang diperoleh
tersebut kemudian dikomparatifkan antara data yang tertera pada teori
yang diambil dari studi pustaka lalu penulis analisa.
6. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, metode analisis yang digunakan adalah
analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisi yang dilakukan terhadap
data yang diolah dengan menggunakan uraian-uraian untuk memberi
gambaran (deskriptif). Analisis kualitatif ini dapat juga disebut sebagai
analisis non-statistik yang berisi analisis deskriptif, infrensial dan analitik.21
21
Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas
Atma Jaya,2007), h.91.
16
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mempermudah penambahan dan penulisan pada skripsi
ini, maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab
dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I Berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,
identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Penulis membahas tentang hak dan kewajiban suami isteri dalam
hukum Islam. Bab ini menguraikan tentang pengertian hak dan kewajiban
suami isteri dalam hukum Islam, dasar hukum hak dan kewajiban suami isteri
dalam hukum Islam, dan apa saja bentuk hak dan kewajiban suami isteri
Bab III Merupakan pembahasan mengenai ketentuan nafkah dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia dan Tunisia. Hal ini mencakup
dalam sejarah hukum keluarga di Indonesia maupun Tunisia, dan penjelasan
tentang nafkah menurut perundang-undangan di Indonesia yaitu Kompilasi
Hukum Islam dan nafkah menurut perundang-undangan hukum keluarga di
Tunisia yaitu Majallat al-Ahwal al-Syakhshiyah (1956-1981.
Bab IV Dalam bab ini merupakan komparasi perundang-undangan
hukum keluarga di Indonesia dan Tunisia terhadap sanksi bagi suami yang
tidak memberikan nafkah keluarga. Diantaranya meliputi persamaan dan
perbedaan tentang nafkah di Indonesia dan Tunisia.
17
Bab V Merupakan tahap akhir dari penulisan skripsi yang berupa
penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari beberapa persoalan
yang dibahas.
18
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Isteri
Perkawinan adalah perbuatan hukum yang mengikat antara seorang pria
dengan seorang wanita (suami dan istri) yang mengandung nilai ibadah kepada
Allah di satu pihak dan pihak lainnya mengandung aspek keperdataan yang
menimbulkan hak dan kewajiban antara suami istri. Oleh karena itu, antara hak
dan kewajiban merupakan hubungan timbal balik antara suami dengan istrinya.1
Hak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai
kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu.2 Sedangkan
kewajiban diartikan dengan sesuatu yang harus dilaksanakan; keharusan.3 Hak-
hak suami terhadap istrinya yang diwajibkan oleh Islam memungkinkan
perempuan melaksanakan tanggung jawabnya yang pokok dalam rumah dan
masyarakat. Memberi kemampuan bagi laki-laki untuk membangun rumahnya
dan keluarganya.4
1 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),
h.51. 2
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1994) h. 474. 3
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1994) h. 1553. 4 Ali Yusuf, Fiqh Keluarga (Pedoman Berkeluarga dalam Islam, (Jakarta: Amzah,
2010), h.144.
19
Sebagai suatu hubungan hukum, perkawinan menimbulkan hak dan
kewajiban bagi suami istri. Yang dimaksud “hak” ialah suatu yang merupakan
milik atau dapat dimiliki oleh suami atau istri yang timbul karena perkawinannya.
Sedangkan “kewajiban” ialah sesuatu yang harus dilakukan atau diadakan oleh
suami atau istri untuk memenuhi hak dan dari pihak yang lain. Hak dan kewajiban
dalam hukum keluarga dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (a) Hak dan
kewajiban suami istri; (b) Hak dan kewajiban antara orang tua dengan anaknya;
(c) Hak dan kewajiban antara anak dengan orang tuanya manakala orang tuanya
telah mengalami proses penuaan. Hak dan kewajiban suami istri adalah hak dan
kewajiban yang timbul karena adanya perkawinan.5
Suami-istri sebenarnya mempunyai tanggung jawab moril maupun
materiil. Masing-masing suami-istri harus mengetahui kewajibannya di samping
haknya. Sebab, banyak manusia yang hanya tahu haknya saja, tetapi mengabaikan
kewajibannya.6
Adanya hak dan kewajiban antara suami istri dalam kehidupan rumah
tangga itu dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan beberapa hadis Nabi.
Contoh dalam Al-Qur’an, umpamanya pada surah Al-Baqarah ayat 228:
228) / 2:) البقرة
5 Eko Setiawan, “Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia” artikel
diakses pada hari Minggu tanggal 20 Maret tahun 2016 dari website
http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/syariah/article/download/3207/5040. 6 M. Ali Hasan, Pedoman HIdup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Prenada
hukum nafkah. Syarat mewajbkan suami memberi nafkah kepada istri tidak lain
karena berdasarkan akad nikah yang sah. Dalam besaran nafkah pula para ulama
mazhab berbeda-beda pendapat tentang batasan atau ketentuan batas minimal
nafkah yang harus dikeluarkan suami.
B. Nafkah Suami terhadap Isteri di Indonesia
1. Sekilas Gambaran Umum Hukum Islam di Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara yang secara konstitusional tidak
menyatakan diri sebagai negara Islam tetapi mayoritas penduduknya menganut
agama Islam. Secara sosiologis, hukum Islam dapat dikatakan telah berlaku di
Indonesia, sebab sebagian hukum Islam telah hidup dan berkembang di
masyarakat sejak zaman kerajaan-kerajaan Islam, kemudian berlaku pada masa
penjajahan kolonial Belanda hingga zaman kemerdekaan. Secara yuridis,
sebagian hukum Islam telah dilaksanakan. Namun, perlu diketahui penerapan
prinsip berangsur-angsur dalam pengundangan hukum Islam di Indonesia.7
Para ahli sejarah telah banyak mengemukakan pendapatnya tentang kapan
tepatnya Islam datang ke Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa Islam datang
ke Indonesia sejak abad pertama Hijriyah (abad ke 7 Masehi), namun ada yang
mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia sekitar abad keempat Hijriyah.
Dugaan bahwa Islam telah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriyah,
7 Supriyadi, Dedi dan Mustofa. Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam,
(Bandung: Pustaka Al-Fikriis,2009), h.183-184.
47
karena pada tahun 650 M, yaitu pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin
Affan sudah ada orang Islam yang datang ke Sumatera.8
Sedang masuknya Islam ke tanah Jawa diperkirakan sudah terjadi pada
sekitar abad ke 10 M, melalui kota-kota pesisir. Islam telah masuk ke tanah Jawa
jauh sebelum kedatangan Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419
M, dan dimakamkan di Gresik. Hal ini antara lain dibuktikan oleh adanya makam
seorang wanita Islam di kota Gresik yang bernama Fatimah binti Maimun bin
Hibbatallah yang berangka tahun 475/485 H, bertepatan dengan tahun 1082/1102
M. Sebelum raja Kediri terakhir Kertajaya (1200-1222) sudah ada pedagang-
pedagang Islam yang datang ke tanah Jawa, bahkan dalam permulaan abad ke 13
agama Islam sudah tersiar luas di kalangan rakyat, hanya belum ada perhatian
para ahli sejarah, oleh karena rajanya masih beragama Hindu dan Budha.
Dari uraian singkat di atas, Nampak bahwa Islam datang ke kepulauan
Nusantara dan dipeluk sebagai agama oleh bangsa Indonesia, telah terjadi jauh
sebelum penjajah Belanda datang ke negeri ini, pada sekitar abad ke 15 M.9
Islam telah diterima oleh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah datang
ke Indonesia. Waktu penjajah Belanda datang di Indonesia (Hindia Belanda),
mereka menyaksikan kenyataan bahwa di Hindia Belanda sudah ada hukum
yang berlaku, yaitu agama yang dianut oleh penduduk Hindia Belanda, seperti
8 Suparman Usman, Hukum Islam; Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam
Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta, 2001), h. 105. 9 Suparman Usman, Hukum Islam; Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam
Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta, 2001), h. 106.
48
Islam. Hindu, Budha, dan Nasrani, di samping hukum adat bangsa Indonesia
(adatrecht).10
2. Sejarah Hukum Keluarga di Indonesia
Hukum keluarga dalam pengertian sempit yakni hukum perkawinan dan
perceraian, terdapat dalam berbagai kitab fiqih di suatu negara. Pada umumnya
kitab-kitab itu adalah hasil ijtihad pada mujâhid dari berbagai tingkatan untuk
memenuhi kebutuhan hukum masyarakat muslim pada masanya.
Sejarah hukum perkawinan di Indonesia, dapat ditegaskan pada
keyakinan atas hukum perkawinan sebagai bagian integral dari hukum islam.
Jadi, hukum islam mulai berlaku dan dilaksanakan oleh umat Islam Indonesia,
bermula dari sifat hukum Islam yang melekat pada setiap diri seorang muslim.
Hukum Islam ada ketika pertama kali orang Islam menginjakkan kakinya di
Indonesia11
Dalam catatan sejarah di Indonesia, isu pembaharuan hukum keluarga
telah muncul sejak lama, sebelum kemerdakaan diraih. Pada momen Kongress
Perempuan 1928, isu ini muncul karena banyaknya kasus yang menimpa kaum
perempuan selama dalam kehidupan perkawinan. Seperti, terjadinya perkawinan
di bawah umur, kawin paksa, poligami, talak yang sewenang-wenang dan
mengabaikan hak-hak perempuan dan sebagainya.
10
Suparman Usman, Hukum Islam; Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam
Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta, 2001), h. 111. 11
Yayan Sopyan, Islam Negara; Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional, cet.I, (Tangerang Selatan: UIN SyarifHidayatullah, 2011) h. 78.
49
Pada tahun 1937, pemerintah kolonial Belanda pernah menyusun
rancangan undang-undang perkawinan modern yang disebut ordonansi
pencatatan perkawinan. Langkah ini diambil atas desakan kuat dari organisasi-
organisasi perempuan yang ada pada saat itu.12
Dalam pembaharuan hukum Islam, Indonesia cenderung menempuh jalan
kompromi antara syariah dan hukum sekuler. Hukum keluarga di Indonesia
dalam upaya perumusannya selain mengacu pada kitab-kitab fikih klasik, fikih
modern, himpunan fatwa, keputusan pengadilan (yurisprudensi), juga ditempuh
wawancara kepada seluruh ulama Indonesia. Pengambilan terhadap hukum barat
sekuler memang tidak secara langsung dapat dibuktikan, tetapi karena di
Indonesia berjalan cukup lama hukum perdata (Burgelijk Wetbook) yang
diterjemahkan menjadi kitab undang-undang hukum perdata, hukum acara
perdata (reglemen Indonesia yang diperbarui) warisan Belanda, dan hukum-
hukum lain, berdasarkan asas konkordansi, adanya pengaruh hukum Barat yang
tidak bisa dinaifkan begitu saja. Seperti halnya dalam bidang pencatatan
perkawinan, kewarisan, perwakafan, wasiat, dan sebagainya. Upaya akomodasi
atau rekonsiliasi hukum keluarga Islam agar sesuai dengan perkembangan zaman
demi menciptakan ketertiban masyarakat menjadi salah satu bukti dari keunikan
tersebut.13
12
Eko Setiawan, “Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia”
Volume 6 No.2, (Desember 2014): h.142. 13
Eko Setiawan, “Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia”
Volume 6 No.2, (Desember 2014): h.140.
50
Hukum Perdata Islam dilihat dari aspek keberadaannya dalam perumusan
dasar negara yang dilakukan oleh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia), yaitu para pemimpin Islam berusaha memulihkan dan
mendudukkan hukum Islam dalam negara Indonesia merdeka. Dalam tahap awal,
usaha para pemimpin dimaksud tidak sia-sia, yaitu lahirnya Piagam Jakarta pada
tanggal 22 Juni 1945 telah disepakati oleh pendiri negara bahwa negara berdasar
kepada ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para
pemeluknya.14
Masa awal penjajahan Belanda, hukum perkawinan yang berlaku adalah
hukum perkawinan Islam khususnya yang berasal dari kitab-kitab fikih berbahasa
Arab atau dari kitab UU yang dibuat oleh beberapa kerajaan Islam. Kemudian
Belanda menterjemahkannya ke dalam bahasa Belanda. Compendium Freijer
adalah kitab hukum yang berisi aturan-aturan hukum Perkawinan dan Hukum
Waris menurut Islam.15
Apabila hukum perdata Islam dan kekuatan hukumnya dianalisis secara
ketatanegaraan di Negara Republik Indonesia, dapat dikatakan bahwa asasnya
adalah Pancasila dan UUD 1945. Kemudian dijabarkan melalui Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama dan beberapa instruksi Pemerintah; demikian juga
14
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.1-
2. 15
Yayan Sopyan, Islam Negara; Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional, cet.I., (Tangerang Selatan: UIN SyarifHidayatullah, 2011) h. 79.
51
munculnya Kompilasi Hukum Islam yang menjadi pedoman bagi para hakim di
peradilan khusus (Peradilan Agama) di Indonesia. Hal ini merupakan pancaran
dari norma hukum yang tertuang dalam Pasal 29 UUD 1945. Oleh karena itu,
pemberlakuan dan ketentuan hukum Islam secara ketatanegaraan di Negara
Republik Indonesia adalah Pancasila dan Pasal 29 UUD 1945.16
3. Nafkah Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
Yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah pemenuhan kebutuhan istri
berupa makanan, tempat tinggal, pelayanan, dan pengobatan meskipun istri
berkecukupan. Nafkah merupakan kewajiban (yang harus ditunaikan oleh suami)
dengan ketentuan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’.
Syarat-syarat wajib nafkah Perkawinan yang telah memenuhi rukun dan
syarat menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban. Artinya istri berhak
mendapatkan nafkah sesuai dengan ketentuan ayat dan hadist sebagaimana telah
penulis kemukakan sebelumnya. Para ulama sepakat bahwa setelah terjadinya
akad nikah istri berhak mendapatkan nafkah.
Undang-undang maupun KHI telah merumuskan secarajelas mengenai
tujuan perkawinan yaitu untuk membina keluarga yang bahagia, kekal dan abadi
berdasarkan tuntunan syari’at dari Tuhan Yang Maha Esa. Jika tujuan
perkawinan tersebut ingin terwujud, sudah barang tentu tergantung pada
kesungguhan dari kedua pihak, baik itu dari suami maupun istri. Oleh karena itu
16
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.4.
52
perkawinan tidak hanya dipandang sebagai media untuk merealisasikan syari’at
Allah agar mendapatkan kebaikan di dunia dan diakhirat.17
Adapun dalam hal nafkah atas kewajiban suami terhadap istri mencakup
kewajiban materi berupa kebendaan dan kewajiban non materi yang bukan
berupa kebendaan18
secara khusus Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun
1974 telah merinci sebagai berikut:
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
Bab VI
Pasal 30
Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga
yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Pasal 31
(1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum
(3) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga
17
Amir Syarifuddim, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,
2007), h.159. 18
Slamet Abidin, Fiqh Munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 157.
53
Pasal 32
(1) Sumai istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini
ditentukan oleh suami istri bersama
Pasal 33
Suami Istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
Pasal 34
(1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
(3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan.
4. Nafkah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
Selain merujuk Undang-undang Perkawinan, kewajiban suami dalam
rumah tangga juga terdapat dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang
mengatakan bahwa setiap orang yang dilarang menelantarkan dalam lingkup
rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada tersebut.
54
Sanksi bagi orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah
tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU PDKRT
berdasarkan berdasarkan pasal 49 huruf a UU PDKRT adalah pidana penjara
paling lama (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.0000
C. Nafkah Suami terhadap isteri di Tunisia
1. Sekilas tentang Negara Tunisia
Tunisia adalah sebuah negara yang terletak di pantai utara Afrika, di
sebelah selatan berbatasan dengan Libya, sebelah barat dengan Al-Jazair, dan di
sebelah utara dan timur dengan laut Mediteranian. Tunisia adalah Negara
berbentuk republik, Al-Jumhuriyyah at-Tunisiyyah, dengan ibukota Tunis. Motto