i PENGARUH PEMBIAYAAN PRODUKTIF PADA PEGADAIAN SYARIAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN NASABAH ( Studi Pada Pegadaian Syariah Cabang Pondok Aren ) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) Oleh : DANIA DEWI 203046101684 Dibawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Drs. Husni Thoyyar, M Ag Fahmi M. Ahmadi, S Ag M. Si NIP. 150 050 919 NIP. 150 326 914 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/ 2008 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PENGARUH PEMBIAYAAN PRODUKTIF PADA PEGADAIAN SYARIAH
TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN NASABAH
( Studi Pada Pegadaian Syariah Cabang Pondok Aren )
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi salah satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh :
DANIA DEWI 203046101684
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Husni Thoyyar, M Ag Fahmi M. Ahmadi, S Ag M. Si
NIP. 150 050 919 NIP. 150 326 914
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/ 2008 M
ii
الرحمن الرحيمبسم اهللا
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kita
nikmat iman dan nikmat islam dan dengan segala rahmat-NYA dan Pertolongan-
NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul : “
Pengaruh Pembiayaan Produktif Pada Pegadaian Syariah Terhadap Peningkatan
Pendapatan Nasabah “.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, karena pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki
sangat terbatas, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik serta tanggapan
dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini.
Skripsi yang telah penulis selesaikan ini merupakan salah satu dari banyaknya
nikmat yang telah diberikan. Terselesainnya skripsi ini tak lepas dari bantuan
berbagai pihak dan diatas segalanya adalah ALLAH SWT. Oleh karena itu ucapan
terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada orang-orang yang semoga
selalu dikasihi oleh ALLAH SWT.
1. Kedua orang tua tercinta dan tersayang, Ayahanda Syaibun Babe dan Ibunda
Rubiah yang telah memberikan dukungan dan do’a yang tidak pernah
sedikitpun terlupakan dan sangat besar dan berarti bagi penulis, baik
dukungan moril maupun materil sehigga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
iii
2. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak
Prof. Dr. Amin Suma, SH, MA, MM, beserta pembantu dekan, baik sebagai
parat birokrasi maupun sebagai pribadi, terima kasih yang sebesar-besarnya
atas segala bantuan yang diberikan.
3. Ibu Eis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalah Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Bapak Azharuddin Lathif, yang
telah banyak membantu penulis dalam menentukan judul dan dalam
penyelesaian hal-hal administratif dan nasehat nasehat yang sangat berharga.
4. Bapak Drs. Husni Thoyyar, M.ag, dan Bapak Fahmi M. Ahmadi, S.ag, M.Si,
selaku pembimbing yang telah sabar membimbing, memberikan arahan dan
meluangkan waktunya kepada penulis sehingga skripsi ini selesai.
5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Muamalah UIN Syarif
Hisayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis menyebutkan satu persatu yang
telah banyak memberikan peranan dalam memberikan pembelajaran.
6. Pimpinan dan seluruh staf karyawan Perpustakaan Umum dan Perpustakaan
Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas
untuk studi kepustakaan.
7. Pimpinan serta seluruh pegawai pada pegadaian syariah cab. Pondok Aren
yang telah sangat membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Untuk adik-adik ku tersayang Nurul Akmal,Wikha Mutya Dewi, Dina Fatma
Dinanti dan seluruh keluarga besar ku yang telah banyak membantu dan
iv
ikut2an pusing serta doa yang cukup besar bagi penulis dalam pembuatan
skripsi ini.
9. Teman-teman ku seperjuangan Alumni DH angkatan ke VII, Syukron ,Wahyu
, Hafiz, Arizan, Intan dan Jokep yang selalu memberikan motivasi dan
dorongan sehingga terselesaikan skripsi ini, dan tak pernah akan terlupakan
4.1 Output Hasil SPSS Korelasi 71 4.2 Output Hasil SPSS Model Summary 72 4.3 Output Hasil SPSS Coeffisients 73 4.4 Output Hasil SPSS Wilcoxon Signed Rank Test 76 4.5 Output Hasil SPSS Wilcoxon Test Statistik 77
x
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
4.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 51 4.2 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 52 4.3 Identitas Responden Berdasarkan Jenis pekerjaan 53 4.4 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Usaha Perdagangan dan Pertanian 54 4.5 Identitas Responden Berdasarkan Pendapatan Nasabah Perbulan 55 4.6 Identitas Responden Berdasarkan Barang Yang Digadaikan 56 4.7 Persepsi Nasabah Terhadap Barang Yang Digadaikan Untuk Mendapatkan
Pembiayaan 57 4.8 Persepsi Nasabah Terhadap Jangka Waktu Yang Diberikan Pegadaian 58 4.9 Persepsi Nasabah Terhadap Pengaruh Pembiayaan Pada Tingkat Produktifitas
Usaha 59 4.10 Persepsi Nasabah Terhadap Pengaruh Pembiayaan Pada Tingkat Efektifitas
waktu 60 4.11 Persepsi Nasabah Terhadap Pengaruh Pembiayaan Pada Pegadaian Syariah 61 4.12 Persepsi Nasabah Terhadap Pengaruh Pembiayaan Produktif Terhadap
Usaha 62 4.13 Persepsi Nasabah Terhadap Sistem Pelayanan Pada Pegadaian Syariah 63 4.14 Persepsi Nasabah Terhadap Sistem Keamanan Pada Pegadaian Syariah 64 4.15 Persepsi Nasabah Terhadap Jaminan yang Diberikan Terhadap Pinjaman 65 4.16 Persepsi Nasabah Pembiayaan Produktif Terhadap Produksi 66 4.17 Persepsi Nasabah Pembiayaan Produktif Terhadap Perencanaan 67 4.18 Persepsi Nasabah Pembiayaan Produktif Terhadap Distribusi 68 4.19 Persepsi Nasabah Sebelum Melakukan Pembiayaan Produktif 69 4.20 Persepsi Nasabah Setelah Melakukan Pembiayaan Produktif 70 4.21 Normal P-Plot Of Regression Standardize Residual 75
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis moneter dan keuangan yang dialami Indonesia dalam beberapa
tahun ini telah mendorong banyak pihak, termasuk para pelaku ekonomi untuk
menengok keuangan syariah sebagai alternatif lembaga keuangan yang
berdasarkan sistem ekonomi Islam semakin marak di Indonesia, semakin antusias
masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah. Hal ini merupakan fenomena
menarik, karena pada saat ini sudah saatnya umat Islam yang telah menyadari
akan pentingnya kehidupan yang sesuai dengan syariah yaitu kehidupan yang
terhindar dari maysir, gharar,riba.
Perkembangan tersebut cukup menggembirakan apalagi ditandai dengan
keberadaan UU. No.7/1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan
undang-undang No.10/1998;1 dimana ditegaskan bahwa sistem perbankan
syariah ditempatkan sebagai bagian dari sistem perbankan nasional, yang mana
saat itu perbankan syariah sudah berkembang dan bank konvensional boleh
membuka cabang syariah, dan semua ketentuan pelaksanaan baik berupa
peraturan pemerintah, keputusan Menteri Keuangan maupun surat Bank
Indonesia. Salah satu lembaga keuangan yang pertama kali didirikan yang sesuai
1 Bank Indonesia, Booklet Perbankan Indonesia 2006, (Jakarta,2006)
xii
dengan prinsip syariah adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia), ini menjadi cikal
bakal terhadap pendirian lembaga keuangan syariah lainnya.
Lembaga keuangan syariah di Indonesia mencapai puncaknya dan
tergolong cepat dalam proses perkembangannya, alasannya karena adanya
keyakinan kuat di kalangan masyarakat muslim bahwa perbankan konvensional
itu mengandung unsur riba yang dilarang oleh agama Islam.2
Imam Fahruddin al-Razi (1220 M) bisa dibilang sebagai seorang ekonom
awal yang menjelaskan pelarangan riba dari aspek ekonomi. Imam Razi
menjelaskan alasan pelarangan riba. Pertama karena riba berarti mengambil harta
peminjam secara tidak adil. Kedua, dengan riba, seseorang akan malas bekerja
dan berbisnis karena dapat duduk tenang sambil menungu uangnya berbunga.
Ketiga, riba akan merendahkan martabat manusia karena untuk memenuhi hasrat
dunianya seseorang tidak segan-segan meminjam dengan bunga tinggi walau
akhirnya dikejar-kejar penagih hutang. Keempat, riba akan membuat yang kaya
bertambah kaya dan miskin bertambah miskin. Kelima, riba jelas-jelas dilarang
oleh Alquran dan Sunnah.3 Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT
yang berbunyi:
2 Zainul Arifin. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta, Al vabet, 2002) h. 7 3Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. (Jakarta,Gema Insani,
2001) h. 71
xiii
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 278)
Ternyata dari sekian banyak sistem ekonomi yang ada hanya sistem
ekonomi Islam yang mampu memberikan jalan yang lurus dan adil, karena
ekonomi Islam meletakkan pondasinya atas dasar tauhid, untuk segala sesuatunya
dikembalikan kepada Allah SWT yang mengharap ridha-Nya. Untuk membangun
sebagai dasar dan ideologi, Islam menekankan pada masalah moralitas dan
keadilan dengan pendidikan moral, setiap individu dilatih untuk patuh terhadap
sistem yang telah ditentukan. Oleh karena itulah, prinsip moral dan undang-
undang (al-Quran dan Hadits) merupakan pondasi/pilar dalam ekonomi Islam.
Ditengah berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut
hendaknya kita tidak mengabaikan lembaga keuangan lainnya yaitu pegadaian.
Perum pegadaian sebagai salah satu lembaga non bank yang menangani usaha
jasa gadai merupakan sarana masyarakat terutama di kota-kota kecil di Indonesia.
Disamping pencairan dana yang mudah terbilang cepat, pegadaian juga tidak
meminta persyaratan yang menyulitkan dalam meminta dana, cukup dengan
membawa barang jaminan yang bernilai ekonomis, masyarakat sudah bisa
mendapatkan dana untuk memenuhi kebutuhannya baik produktif maupun
konsumtif. Pemberian gadai pada dasarnya adalah suatu jaminan dalam hal
xiv
pelaksanaan suatu prestasi yang akan diberikan oleh nasabah untuk masa yang
akan datang.4
Masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim, yang menghendaki
diterapkannya prinsip-prinsip syariah Islam dalam berbagai transaksi muamalah
sebagai untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya.5Adapun landasan hukum
Pegadaian syariah atau sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-quran surat
Al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi :
⌧ ⌧ ⌦
⌧
☺
☺ ☺
⌦ ☺ ☺
Artinya : “ Jika kamu dalam perjalanan (dan kamu melaksanakan muamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dapat dijadikan sebagai pegangan (oleh yang menghutangkan), maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanat (utangnya) dan hendaknya ia bertakwa kepada Allah SWT” (QS. Al-Baqarah (2) : 283).
4Bank Muamalat Institute, Perbankan Syariah Perspektif Praktisi. (Jakarta: 1999) h.126. 5 Umar Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia
Institute), Cet. Ke-1, h. 8.
xv
Selanjutnya pegadaian milik pemerintah tetap diberi fasilitas monopoli
atas kegiatan pegadaian di Indonesia. Dinas pegadaian mengalami beberapa kali
bentuk badan hukum sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi perusahaan
umum. Pada tahun 1960 Dinas Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Negara
(PN) Pegadaian. Pada tahun 1969 Perusahaan Negara Pegadaian diubah menjadi
Perusahaan Negara Jawatan (Perjan) Pegadaian, dan pada tahun 1990 menjadi
Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian melalui Peraturan pemerintah No. 10
tahun 1990 tanggal 10 April 1990.6
Berdirinya pegadaian syariah berawal pada tahun 1998 ketika beberapa
general manager melakukan studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi
banding, mulai melakukan penggodokan rencana pendirian pegadaian syariah,
tetapi ketika itu ada sedikit masalah internal sehingga hasil studi itu pun hanya
ditumpuk. Pada tahun 2002 mulai diterapkannya sistem pegadaian syariah dan
pada tahun 2003 pegadaian syariah resmi dioperasikan dan pegadaian cabang
Dewi Sartika menjadi kantor cabang pegadaian pertama yang menerapkan sistem
pegadaian syariah. Kemudian disusul dengan pembukaan cabang-cabang
pegadaian syariah yang lain.
Kehadiran pegadaian syariah memberi warna tersendiri bagi
perekonomian nasional. Sejak kehadirannya tiga tahun yang lalu, pegadaian
6Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Adipura, 2003), Cet.
Ke-1, h. 157.
xvi
syariah kini telah menjadi alternatif baru masyarakat untuk memperoleh dana
cepat.7
Di kawasan Cinere, Pegadaian Syariah yang berlokasi di JL. Karang
Tengah Raya, Lebak Bulus, pertumbuhan Pegadaian Syariah terbilang melesat
cukup pesat sejak cabang tersebut dibuka tahun tahun 2004 lalu. Dari target omzet
Rp5 miliar pada tahun lalu, ternyata omzet yang tercapai Rp10,5 miliar.
Sementara di Depok, Jawa Barat, Cabang pegadaian di kota tersebut juga
mengalami peningkatan yang sangat membanggakan. Setiap bulan omzet kantor
meningkat 20 hingga 30%. Respon masyarakat juga sangat baik, bahkan setiap
hari ada penambahan 10 nasabah baru, yang sebelumnya belum pernah atau
mengenal pegadaian.”
Perum Pegadaian kini terus mengembangkan sayap bisnis syariahnya.
Setelah sukses mengembangkan dengan membuka kantor khusus Pegadaian
Syariah dibeberapa tempat, kini dalam waktu dekat akan segera diluncurkan
produk pembiayaan baru berbasis syariah (Ar-Rum) khusus untuk Usaha Mikro
dan Kecil (UMK).
Untuk tahap awal, pegadaian menargetkan pembiayaan yang bisa
disalurkan melalui produk Ar Rum ini sekitar Rp 100 miliar, dengan plafon antara
Rp. 1 juta hingga Rp 50 juta. Pegadaian syariah harus merespon kebutuhan
masyarakat yang menginginkan adanya transaksi secara syariah tersebut dengan
7 Majalah Wirausaha dan Keuangan, (Jakarta: 2006) Cet. Ke-38, h. 41.
xvii
produk-produk yang tepat. Berdasarkan kinerja di lapangan, seluruh cabang
Pegadaian Syariah di semua daerah mengalami pertumbuhan yang signifikan.
Sebagai gambaran, tahun 2005 konstribusi laba Pegadaian Syariah
terhadap perusahaan telah mencapai Rp 30 miliar, dan tahun 2006 di prediksi laba
sebesar Rp 40 juta miliar dapat tercapai. Untuk memberikan rasa aman bagi
nasabah pegadaian syariah, bahwa dana pembiayaan yang digunakan juga sumber
dari lembaga syariah.8
Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang
yang digadaikan. Meski tanpa bunga pegadaian syariah tetap mendapatkan
keuntungan seperti yang sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu
memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang digadaikan, barang dihitung
dari nilai barang yang bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada pegadaian
konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang dipinjamkan.
Dalam Islam, gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian hutang
piutang yang aman untuk suatu kepercayaan dari orang berpiutang, maka orang
yang berhutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap hutangnya
itu. Barang jaminan tetap menjadi milik orang yang menggadaikan tetapi dikuasai
oleh penerima gadai. Gadai mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi dan
dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong.
Bagi perum pegadaian, yang paling penting ditingkatkan adalah pelayanan
kepada masyarakat agar selalu mendahulukan kepentingan para nasabah yang
8 Wasis Djuhar, Majalah Wirausaha dan Keuangan, (Jakarta: 2006), Cet. Ke-38, h. 42.
xviii
memerlukan pertolongan, dengan begitu nasabah akan merasa puas dan senang
untuk datang guna mendapatkan jasa dari pegadaian tersebut. Sehingga visi dan
misi dari perum pegadaian dapat tercapai. Pada hakikatnya sistem gadai pada saat
ini merupakan suatu jenis muamalah yang pernah dipraktekkan oleh Rasulullah,
yang disebut dengan istilah Ar-rahn (gadai), ketika itu Nabi melakukan transaksi
gadai pada saat beliau berada di Madinah dan tidak mempunyai uang tunai untuk
membeli gandum, maka praktek yang dilakukannya adalah dengan cara
mengadaikan baju besi beliau kepada orang yahudi untuk dijadikan jaminan akan
hutangnya.9
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui pegadaian
syariah dapat mensejahterakan nasabah adalah melalui pembiayaan produktif dan
kinerja karyawan bagi usaha menengah ke bawah. Dengan hal ini kita dapat
mengetahui apakah nasabah yang menggunakan pegadaian syariah ini, usaha
mereka semakin meningkat dan dapat membantu usahanya semakin maju dengan
produk yang telah diberikan atau ditawarkan oleh perum pegadaian. Suatu
perusahaaan yang bergerak dibidang apapun akan dikatakan berhasil adalah
apabila perusahaan tersebut dapat memberikan sesuatu kegiatan pembelian dan
atau penggunaan jasa yang sesuai dengan keinginan kebutuhan nasabah sehingga
mereka merasa puas dengan pelayanan dari perusahaan tersebut, sehingga akan
mengakibatkan peningkatan terhadap pendapatan.
9 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), Cet. Ke-1, h. 253.
xix
Oleh karena itu, agar dapat menilai keberhasilan dari kegiatan pegadaian
syariah dalam hal mensejahterakan nasabah melalui pembiayaan produktif, maka
diperlukan adanya suatu perbandingan dengan cabang pegadaian konvensional
yang memiliki usia yang sama. Sehingga diharapkan dapat memperoleh suatu
kesimpulan yang memberikan gambaran terhadap kemajuan dan perkembangan
pegadaian syariah dalam rangka peningkatan kesejahteraan melalui pembiayaan
produktif.
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu kiranya penulis membatasi objek
yang dikaji dalam skripsi ini agar tidak terjadi ditorsi pemahaman. Adapun
pembatasan masalah dalam skripsi ini dengan rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Rumusan Masalah
a. Bagaimana gambaran tingkat pembiayaan produktif para nasabah yang
telah menggunakan pegadaian syariah?
b. Apa tolak ukur pegadaian syariah terhadap tingkat pembiayaan produktif
para nasabah?
c. Bagaimana pengaruh pembiayaan produktif pada pegadaian syariah
terhadap peningkatan pendapatan nasabah?
xx
2. Pembatasan Masalah
a. Pada penelitian ini dibahas tentang pembiayaan produktifitas pada
penggadaian syariah terhadap peningkatan pendapatan nasabah.
b. Responden pada penelitian ini adalah nasabah penggadaian di lembaga
Perum Pegadaian Syariah Pondok Aren.
c. Objek yang di teliti pada penelitian ini lembaga Perum Pegadaian Syariah
Pondok Aren.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana gambaran tingkat pembiayaan produktif
nasabah yang telah menggunakan pegadaian syariah..
b. Untuk mengetahui tolak ukur pegadaian syariah terhadap tingkat
pembiayaan produktif para nasabah.
c. Untuk mengetahui pengaruh pembiayaan produktif pada pegadaian syriah
terhadap pendapatan nasabah.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada pemerintah,
khususnya DEPAG dan sosial dalam menentukan kebijakan.
b. Bagi lembaga pengadaian syariah
xxi
Agar lembaga ini lebih melihat nasabah dan menjadikan nasabah sebagai
mitra kerja yang saling menguntungkan dan sesuai dengan syariat islam.
c. Bagi Masyarakat
Memberikan acuan yang jelas bagi masyarakat mengenai usaha jasa gadai
syariah sebagai alternatif untuk menghindari masyarakat dari sistem riba.
d. Bagi mahasiswa
Diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih terhadap pentingnya
penerapan pembiayaan produktif pada pegadaian syariah.
D. Kajian Pustaka
Berdasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap beberapa sumber,
kepustakaan, penulis meliput bahwa apa yang merupakan masalah pokok
penelitian ini tampaknya sangat penting dan prospektif, karena penelitian tentang
Pengaruh Pembiayaan Produktif Pada Pegadaian Syariah Terhadap Peningkatan
Pendapatan Nasabah sangatlah penting agar dalam memberikan pembiayaan
produktif kepada nasabah tidak mengalami masalah.
Adapun kajian pustaka yang digunakan dari penulis ini adalah :
1. Pada tahun 2005 telah ditulis skripsi atas nama Maimunah dengan judul
pengaruh biaya promosi terhadap peningkatan pendapatan Pegadaian
Syariah. Dalam penulisan tersebut membahas pelaksanaan promosi dan
konsep biaya promosi pada pegadaian syariah dan pegadaian konvensional
xxii
akan tetapi tidak membahas tentang pengaruh pembiayaan produktif
terhadap peningkatan pendapatan nasabah.
2. Pada tahun 2005 juga telah ditulis skripsi atas nama Tuti Alawiyah dengan
judul preferensi dan prilaku nasabah dan pelayanan serta sistem operasional
pegadaian syariah. Dalam penulisan tersebut membahas tentang preferensi
dan prilaku nasabah dan pelayanan serta sistem operasional pegadaian
syariah. Tetapi tidak membahas tentang pelaksanaan atau aplikasi
pembiayaan produktif pada pegadaian syariah.
Namun, dalam penelitian ini berbeda dengan kedua penelitian yang ada di
atas yaitu pada penelitian ini akan membahas tentang pengaruh pembiayaan
produktif pada pegadaian syariah terhadap peningkatan pendapatan nasabah
kendala-kendalanya maupun aplikasinya pada pegadaian syariah.
Sedangkan pegadaian syariah salah satu cara untuk mempercepat pinjam-
meminjam dengan memberikan suatu jaminan. Dengan adanya jaminan tersebut
si pemberi pinjaman tidak takut atau khawatir karena keinginan si peminjam.
Apabila si peminjam ingkar maka jaminan tersebut menjadi alat pelunasan
hutang.
E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah jenis
penelitian kuantitatif, yaitu penulis menggambarkan permasalahan yang didasari
xxiii
pada data yang ada berupa angka-angka, kemudian dianalisa lebih lanjut untuk
kemudian diambil kesimpulan.
2. Sumber Data.
Sumber data yang dibutuhkan dalam penulis dalam penyusunan skripsi
ini, penulis menggunakan dua jenis sumber data adalah:
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden.
Responden ini adalah nasabah Pegadaian Syariah Pondok Aren. Penulis
mendapatkan informasi yang diinginkan dengan cara mengajukan kuesioner
atau daftar pertanyaan berupa angket yang mana setiap pertanyaan sudah
disediakan jawaban untuk dipilih (disediakan tempat untuk mengisi
jawabannya).
b. Data Sekunder
Penulis menggunakan data sekunder yang diperoleh dari:
1) Buku-buku metode penelitian, statistik dengan dan SPSS.
2) Buku-buku Perbankan Syariah dan Ekonomi Islam, khususnya yang
mengenai tentang gadai.
3) Buku-buku mengenai Pembiayaan Produktif.
4) Brosur-brosur, majalah, koran yang memuat artikel-artikel yang
mengenai pegadaian syariah.
5) Sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan materi skripsi ini.
3. Populasi dan Teknik Pengembalian Sampel.
xxiv
a. Populasi dalam penelitian ini adalah mencakup nasabah pegadaian syariah
Pondok Aren, dengan jumlah nasabahnya sebanyak 537 orang. Akan tetapi
didalam penelitian ini penulis hanya mengambil nasabah yang
menggunakan jasa pegadaian syariah pada pembiayaan produktif yaitu
perdagangan dan pertanian dengan jumlah 78 orang.
Adapun cara untuk menghitung jumlah sampel yang harus diambil dengan
rumus slovin :10
2)(1 eNNn
+=
Dimana :
n = Sampel
N = Populasi
e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran
ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel).
b. Teknik Pengambilan Sampel.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teknik probabilty sampling (random sampling) teknik
pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.
10 Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan
Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 137.
xxv
4. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pegadaian Syariah Cab. Pondok Aren Jl. Ceger
Raya 11A Jurangmangu Timur – Tangerang. Yang dilaksanakan pada bulan
Agustus 2007-Januari 2008, dan penulis melakukan penelitian dengan cara
menyebarkan angket kepada para nasabah yang telah menggunakan pegadaian
syariah.
5. Penentuan Variabel
Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan.dalam
penelitian, variabel merupakan suatu konsep yang memiliki variasi nilai.
Dalam penelitian ini digunakan 2 variabel yang memungkinkan akan
membentuk dalam menyelesaikan masalah. Adapun variabel-variabel tersebut
adalah:
a. Pembiayaan produktif (X) yang didalamnya terdiri dari modal kerja dan
pembiayaan investasi, merupakan sebagai variabel yang mempengaruhi
variabel yang lain
b. Pendapatan (Y), sebagai variabel yang tidak bebas atau dipengaruhi oleh
variabel lain.
X Y
Pembiayaan Produktif
Pendapatan
xxvi
6. Hipotesa
Hipotesa tidak lain adalah jawaban sementara yang digunakan penulis
dalam penelitian yang sebenarnya masih harus diuji kembali. Hipotesa bisa
saja benar dan bisa saja salah, hipotesa ini akan diuji oleh penulis sendiri
sehingga dapat suatu kesimpulan apakah hipotesa tersebut dapat diterima atau
ditolak. Dugaan penulis terhadap penelitian ini adalah ada hubungan antara X
dan Y, yaitu hubungan positif artinya apabila pembiayaan produktif besar,
maka tingkat pendapatan meningkat. Untuk menguji ada tidaknya korelasi
antara X dan Y, penulis mengunakan teori regresi sederhana.
Jika berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka hipotesa dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Ha : Ada pengaruh antara pembiayaan produktif (X) terhadap pendapatan
(Y).
2. Ho: Tidak ada pengaruh antara pembiayaan produktif (X) terhadap
pendapatan (Y).
7. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini memakai kuantitatif dan statistik inferensial
parametrik. Maksud dari pada pendekatan kuantitatif adalah bahwa penelitian
ini banyak menggunakan data yang berupa angka-angka yang dapat
menggambarkan objek penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan
memakai alat statistik inferensial parametrik adalah karena penelitan ini
xxvii
menggunakan sampel yang representatif untuk mewakili populasi dengan
memakai skala interval.
8. Teknik Pengumpulan Data.
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data yang lengkap dalam
penelitian ini adalah teknik angket (kuesioner). Teknik angket (kuesioner)
merupakan suatu pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan
daftar pertanyaan/pertanyaan kepada responden dengan harapan memberikan
respon atas daftar pertanyaan tersebut/daftar pertanyaan/pertanyaan dapat
bersifat terbuka jika jawaban tidak ditentukan sebelumnya sedangkan bersifat
tertutup jika alternatif-alternatif jawaban yang telah disediakan.11
Jenis informasi yang diharapkan dapat diperoleh dari kuesioner
terstruktur ini adalah mengenai pembiayaan produktif terhadap peningkatan
pendapatan nasabah. Tipe pertanyaan yang akan diberikan kepada responden
untuk memilih salah satu jawaban atau lebih dari sekian banyak jawaban
(alternatif) yang sudah disediakan.12
9. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah deskriptif yang menampilkan data dengan tabel, frekuensi dan modus.
Kemudian teknik analisa data dari penelitian ini menggunakan analisa regresi
(pengaruh), menganalisa apakah antara variabel X dan Y saling
11 Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), Cet. Ke-6, h. 49-50. 12 Sutrisno Hadi, Metode Research. (Yogyakarta: Andi, 2004), Cet. Ke-2, h. 181.
xxviii
mempengaruhi atau tidak. Metode analisa dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut metode kuantitatif, adalah metode untuk menganalisa angka-angka
yang ditujukkan oleh data serta menganalisa korelasi antara hubungan
variabel dan alat ukur yang ada. Dalam mengukur korelasi maka penulis
menggunakan korelasi ditulis dengan rumus:13
])(][)([))((
2222 yynxxnyxxynrxy
∑−∑∑−∑
∑∑−∑=
Keterangan :
Nilai r = -1 atau mendekati -1, maka korelasi antara variabel x dan variabel y
tersebut sempurna (kuat sekali) dan negatif.
Nilai r = 0 maka korelasi antara variabel x dan variabel y tersebut adalah
lemah (tidak ada hubungan).
Nilai r = +1 atau mendekati +1, maka korelasi antara variabel x dan variabel y
tersebut adalah sempurna (kuat sekali) dan positif.
Dimana :
r = Besarnya korelasi/hubungan antara x (pembiayaan produktif) dengan y
hasil koefisien korelasi juga dihitung dengan menggunakan SPSS
Untuk mengetahui arah hubungan antara dua variabel ditunjukkan oleh
tanda (+) dan negatif (-) yang terdapat pada koefisien korelasi, apabila
korelasi (r) bertanda minus (-) menunjukkan hubungan yang negatif dan
sebaliknya apabila korelasi (r) bertanda positif (+) maka hubungan yang
ditunjukkan adalah positif (+). Nilai r bertujuan untuk menentukan keeratan
hubungan atau korelasi antar variabel tersebut, besaran nilai r mengandung
arti sebagai berikut :14
< 0,20 artinya korelasi lemah sekali
0,21 sampai 0,40 artinya korelasi lemah
0,41 sampai 0,70 artinya korelasi cukup kuat
0,71 sampai 0,90 artinya korelasi kuat
0,91 sampai 1,00 artinya korelasi sangat kuat sekali.
Kemudian penulis mengunakan metode analisis regresi linier
sederhana. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:15
Y = a + bx
Keterangan:
Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan.
a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan)
14 Jonathan Sarwono, Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS, (Yogyakarta: C.V Andi
Offset, 2006), Cet. Ke-1, h. 166. 15 Riduwan dan Sunarto, Pengantar Statistika untuk Penelitian pendidikan, Sosial, Ekonomi,
Komunikasi, dan Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2007), Cet. Ke-1, h. 97.
xxx
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukan angka peningkatan
ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel
independen. Bila b (+) maka naik, dan bila (-) maka terjadi penurunan.
x = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
Untuk menguji apakah hal tersebut nyata atau tidak, dapat
menggunakan uji t untuk mengetahui hubungan masing-masing independen
terhadap variabel dependen secara individu dengan menggunakan tingkat
signifikansi 0,005.16
Hipotesis :
Ho : b1 = 0, tidak ada pengaruh antara pembiayaan produktif (x) terhadap
pendapatan (y).
Ha : b1 ≠ 0, terdapat pengaruh antara pembiayan produktif (x) terhadap
pendapatan (y).
Dengan mengambil keputusan :
a. Membandingkan statistik t-hitung dengan statistik t-tabel.
Statistik t-hitung < statistik t-tabel, maka Ho diterima.
Statistik t-hitung > statistik t-tabel, maka Ho ditolak.
b. Berdasarkan probabilitas :
Jika probabilitas > 0,005 maka Ho diterima
Jika probabilitas < 0,005 maka Ho ditolak
16 Imam Ghazali, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, (Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 2002), h. 45.
xxxi
10. Pedoman Penulisan Skripsi
Dalam teknik penulisan dan pedoman yang digunakan oleh penulisan
disesuaikan dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah pada buku pedoman
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
diterbitkan UIN Jakarta Press, 2007.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi yang merupakan laporan hasil
penelitian, terdiri dari :
BAB I : Pendahuluan, yang didalamnya membahas latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kajian pustaka, kerangka teori, Metode penelitian dan Sistematika
Penulisan.
BAB II : Landasan teori, yang meliputi pengertian pembiayaan produktif, dan
pengertian pegadaian syariah meliputi landasan hukum, rukun gadai
syariah, syarat gadai, mekanisme operasional dan pelaksanaan gadai
dalam islam
BAB III : Gambaran Umum Perum Pegadaian Syariah, yang diawali dengan
sejarah perkembangannya, visi, misi dan slogan usaha syariah,
susunan direksi, dewan pengawas dan jeneral manajer, struktur
organisasi dan resiko usaha
xxxii
BAB IV : Analisa Pelaksanaan Pembiayaan Produktif Pada Pegadaian Syariah
terhadap peningkatan pendapatan nasabah, meliputi gambaran umum
responden, deskriptif karakteristik responden, analisis statistik
deskriptif yang didalamnya tentang persepsi nasabah terhadap
pengaruh pembiayaan produktif dan pendapatan, pengujian hipotesis
dan interpretasi data.
BAB V : Penutup, meliputi kesimpulan dan saran-saran.
xxxiii
BAB II
LANDASAN TEORI
16. Pembiayaan Produktif
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, biaya disebutkan sebagai uang yang
dikeluarkan untuk mengadakan (mendirikan, melakukan, dsb) sesuatu; ongkos;
belanja; pengeluaran; misal: … sekolahnya ditanggung oleh kakaknya; … hidup
di Jakarta sangat tinggi.17
Dalam kamus perbankan, yang dimaksud dengan biaya adalah
pengeluaran atau pengorbanan yang tak terhindarkan untuk mendapatkan barang
atau jasa dengan tujuan memperoleh maslahat; pengeluaran untuk kegiatan,
tujuan atau waktu tertentu, seperti ongkos pengiriman, pengepakan dan penjualan
dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan; dalam laporan laba rugi
perusahaan, komponen biaya merupakan pengurangan dari pendapatan,
pengertian biaya berbeda dengan beban. Semuanya biaya adalah beban, tetapi
tidak semua beban adalah biaya ( cost; expense).18
Pengertian pembiayaan menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 pasal 1 ayat (12) adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.19 Pada bank konvensional kegiatan pembiayaan dikenal dengan istilah kredit. Pengertian kredit menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun
17 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 146. 18 Bank Indonesia, Kamus Perbankan, (1999), Cet. Ke-1. 19 Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), Cet. Ke-1 h. 10.
xxxiv
1998 pasal 1 ayat (11) adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.20
Pembiayaan atau financing, yaitu pembiayaan yang diberikan oleh suatu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun lembaga.21
Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan modal kerja dimana pembiyaan
ini digunakan untuk keperluan (a) meningkatkan produksi baik secara kualitatif
maupun kuantitatif dalam menjalankan operasionalnya. Contohnya pembiayaan
modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku dan biaya-biaya lainnya yang
terkait dengan proses produksi dan (b) pembiayaan modal kerja untuk
perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.22
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan secara
langsung dari masyarakat. Sedangkan perusahaan pembiayaan (finance company)
adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.23
Melihat lingkup bidang usaha perusahaan pembiayaan yang jenisnya
beragam tersebut maka perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu
20 Ibid. 21 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta, UPP AMP YKPN,
2002), h. 17 22 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank dari Teori dan Praktek, (Jakarta, Gema Insani Press, 2001),
Cet. Ke-1, h. 160. 23 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Penerbit FEUI, 2001), Cet. Ke-2, h.
282.
xxxv
kegiatan sering pula disebut multi finance company. Selanjutnya dengan
keputusan Menteri Keuangan No. 1256/KMK.00/1989 tanggal 18 November
1089 bidang usaha perdagangan surat berharga dikeluarkan dari lingkup usaha
lembaga pembiayaan karena kegiatan terebut sangat terkait dengan kegiatan di
bidang pasar modal sehigga pengaturan dan pembinaan kegiatan perusahaan
perdangan surat berharga atau perusahaan efek tersebut dialihkan kepada
Bapepam sebagai otoritas pasar modal.24
A. Pegadaian Syariah
1. Pengertian Gadai
Gadai adalah jaminan barang yang dapat dijual sebagai jaminan hutang,
dan kelak (nantinya) dapat dijual membayar hutang, jika yang hutang tidak
mampu membayar hutangnya karena kesulitan. Karena itu tidak boleh
menggadaikan barang wakaf.25
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) pasal 1150 disebutkan: “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.”26
24 Ibid. 25 Moh Rifai, Konsep Perbankan Syariah (Semarang: CV. Wicaksana, 2002), h. 89. 26 Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 2004), Cet. Ke-34, h. 297.
xxxvi
Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di
Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan
lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke
masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam kitab Undang-
Undang perdata pasal 1150 diatas. Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman
kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh
kegiatan lembaga keuangan informal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan
dana mendesak dari masyarakat.27
Menurut Bahasa, gadai (al-Rahn), berarti al-tsubut dan al-habs yaitu
penetapan dan penahanan. Ada pula yang menjelaskan bahwa rahn adalah
terkurung atau terjerat.28 Sedangkan menurut syara’ artinya Akad yang objeknya
menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran dengan
sempurna darinya.29 Dalam definisinya rahn adalah barang yang digadaikan,
rahin adalah orang menggadaikan, sedangkan murtahin adalah orang yang
memberikan pinjaman.
Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam kitab Al-
Mughni adalah sesuatu benda yang yang dijadikan kepercayaan dari suatu utang
untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berutang tidak sanggup membayarnya
dari orang yang yang berpiutang. Sedangkan Imam Abu Zakaria Al-Anshary,
27 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia), Cet ke-2, h.
156 28 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-1, h. 105 29 Ibid.
xxxvii
dalam kitabnya Fathul Wahab, mendefinisikan rahn adalah menjadikan benda
yang bersifat harta benda sebagai kepercayaan dari suatu yang dapat dibayarkan
dari harta benda itu bila utang tidak dibayar.30
Secara umum pengertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan
barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang
dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara
nasabah dan lembaga gadai.31
2. Landasan Hukum
a. Al-Quran
أمن فإن مقبوضة فرهان آاتبا تجدوا ولم سفر على آنتم وإن تكتموا ولا ربه الله وليتق أمانته اؤتمن الذي فليؤد بعضا بعضكم عليم تعملون بما والله قلبه ءاثم فإنه يكتمها ومن الشهادة
Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan kamu melaksanakan muamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dapat dijadikan sebagai pegangan (oleh yang mengutangkan), tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanat (utangnya) dan hendaknya ia bertaqwa kepada Allah SWT. (QS. Al-Baqarah (2): 283).
Ayat di atas menjelaskan bolehnya memberi barang tanggungan
sebagai jaminan pinjaman, atau dengan kata lain menggadai, walau dalam
ayat ini dikaitkan dengan perjalanan, tetapi itu bukan berarti bahwa
30 Muhammad Sholikul Hadi, Pegadaian Syariah, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), h. 51. 31 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta, Raja Grafido Persada), h.246
xxxviii
menggadaikan hanya dibenarkan dalam perjalanan. Nabi SAW, pernah
menggadaikan perisai beliau kepada seorang Yahudi, padahal ketika itu beliau
sedang berada di Madinah. Dengan demikian penyebutan kata dalam
perjalanan, hanya karena seringnya tidak ditemukan penulis dalam perjalanan.
Dari sini pula dapat ditarik kesimpulan, bahwa sejak masa turunnya ayat ini
al-Quran telah menggaris bawahi bahwa ketidak mampuan menulis hanya
dapat ditoleransi–untuk sementara bagi yang tidak bertempat tinggal atau
nomad.32
Bahkan penyimpan barang jaminan atau menggadainyapun tidak harus
dilakukan, karena itu jika sebagian kamu mempercayai sebagian lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya, hutang atau apapun
yang dia terima. Disini jaminan bukan berbentuk tulisan atau saksi, tetapi
kepercayaan dan amanah timbal balik hutang diterima oleh pengutang, dan
barang jaminan diserahkan kepada pemberi hutang.33
i. Al-Hadits.
رى اشت عن عائشة رضي اهللا عنهاأن النبي صلى اهللا عليه وسلم
طعامامن يهودي الى أجل ور هنه درعامن حديد
Artinya: Aisyah r.a berkata, bahwa Rasulullah pernah memberi makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau” (HR. Bukhari dan Muslim).
32 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Cet. Ke-XI, h. 610. 33 Ibid.
xxxix
ولقد رهن النبي صلى اهللا عليه : هللا عنه قالعن انس رضي ا وسلم در عاله بالمد ينة عنديهودي وأخذ منه شعيراأل هله
Artinya: Dari Anas ra berkata, Rasulullah saw menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan menggambil darinya gandum untuk sekeluarga beliau(HR. Bukhari, Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Majah)
ii. Ijma
Berdasarkan ayat dan hadits diatas, para ulama fiqh sepakat bahwa gadai
diperbolehkan dan para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya,
demikian juga dengan landasan hukumnya,34 di samping itu juga karena
banyak kemaslahatan yang terkandung didalamnya dalam rangka hubungan
antar sesama manusia.35
Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional mengenai
hukum gadai (rahn) tertuang dalam fatwa DSN No. 25/DSN/MUI/III/2002,
bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam
bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan yang ada.
34 Ibid. h, 156. 35 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), Cet. Ke- 1, h. 256.
xl
3. Rukun Gadai Syariah
Dalam menjalankan pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi rukun
gadai syariah. Rukun gadai tersebut antara lain:36
a. Ar-Rahin (yang menggadaikan)
Orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang
yang digadaikan.
b. Al-Murtahin (yang menerima gadai)
Orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan
modal dengan jaminan barang(gadai).
c. Al-Marhun/ rahn (barang yang digadaikan)
Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam
mendapatkan utang.
d. Al-Marhun bih (utang)
Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya
tafsiran marhun.
e. Siqhat, Ijab dan Qabul
Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan transaksi gadai.
36 Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h. 160.
xli
4. Syarat Gadai Syariah
Ulama fiqh sepakat bahwa syarat-syarat rahn sesuai dengan rukun rahn itu
sendiri, seperti : pihak yang berakal harus cakap hukum yaitu baligh dan berakal.
Isi akad tidak mengandung syarat fasid/bathil, seperti Murtahin (Pemilik Modal)
mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
Syarat lain adalah Marhum bih (utang), yaitu jumlah utang tidak melebihi dari
nilai jaminan/agunan. Apabila melebihi nilai jaminan dikhawatirkan akan terjadi
sesuatu yang tidak benar. Syarat marhun (barang/harta yang dijaminkan) harus
bisa dijual dan nilainya seimbang dengan hutang dan bermanfaat. Ukuran dan
sifat marhun pun harus jelas. Marhun yang digunakan adalah milik sah dan penuh
nasabah dan tidak terkait dengan hak orang lain.37
Asy Syafi’i mengatakan bahwa syarat sah gadai adalah harus ada jaminan dan
yang berkriteria jelas dalam serah terima. Sedangkan Maliki mensyaratkan bahwa
gadai wajib dengan akad dan setelah akad, orang yang menggadaikan wajib
menyerahkan barang jaminan kepada yang menerima gadai.38 Secara umum
barang gadai harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:39
a. Bisa diperjualbelikan.
b. Harus berupa harta yang bernilai.
c. Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah.
37 Muamalah institute, Perbankan Syariah Perspektif Praktisi (Jakarta: Muamalat Institute, 1999),
h. 129. 38 Muhammad Sholikul Hadi, Pegadaian Syariah (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), h. 53. 39 Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h. 161.
xlii
d. Harus diketahui keadaan fisiknya, maka piutang tidak sah untuk
digadaikan harus berupa barang yang diterima secara langsung.
e. Harus dimiliki oleh rahin (peminjam atau pegadai) setidaknya harus seizin
pemiliknya.
5. Mekanisme Operasional Gadai Syariah
Berjalannya perjanjian gadai sangat ditentukan oleh banyak hal. Antara lain
adalah subyek dan obyek perjanjian gadai adalah rahin (yang mengadaikan
barang) dan murtahin (yang menahan barang gadai). Obyeknya adalah Marhum
(barang gadai) dan utang yang diterima rahin.
Berdasarkan beberapa aspek tersebut diatas, menyajikan alternatif mekanisme
aktivitas perjanjian gadai dengan menggunakan tiga akad perjanjian. Ketiga akad
tersebut adalah: (1) Akad al-Qardul Hasan, (2) Akad Mudharabah dan (3) Akad
al-Bai Muqayyadah.40
Akad al-Qardul Hasan dilakukan untuk nasabah yang menginginkan
menggadaikan barangnya untuk keperluan konsumtif. Dengan demikian, rahin
akan memberikan biaya upah atau fee kepada murtahin, karena murtahin telah
menjaga atau merawat marhum.
Akad Mudharabah diterapkan untuk nasabah yang menginginkan
menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha (pembiayaan invetasi
40 Hadi, Pegadaian Syariah, h. 45.
xliii
atau modal kerja). Dengan demikian rahin akan memberi bagi hasil-berdasarkan
keuntungan usaha yang diperoleh kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan.
Akad al-Bai Muqayyadah dapat dilakukan jika rahin yang menginginkan
menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif, artinya dalam
menggadaikan barangnya rahin tersebut menginginkan modal kerja berupa
pembelian barang. Adapun untuk lebih jelasnya mengenai mekanisme akad
tersebut, dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1
Skema Akad Rahn dalam Pegadaian
3. Pencairan (uang)
1. Akad rahn
2. Utang dan jasa
4. Pemanfaatan Marhun
Keterangan Gambar:
. : Berhubungan
: Saling Berhubungan
Rahin Murtahin
Marhun Bih
Marhun
Akad Lain
xliv
Keterangan skema akad rahn :41
a) Rahin mendatangi Murtahin untuk minta fasilitas pembiayaan dengan
membawa marhum (barang jaminan yang dapat dimanfaatkan/ dikelola)
yang akan diserahkan kepada murtahin.
b) Murtahin melakukan pemeriksaan dan termasuk juga menaksir harga
barang jaminan yang diberikan oleh rahin sebagai jaminan utangnya
c) Setelah semua persyaratan terpenuhi, maka murtahin dan rahin akan
melakukan akad rahn.
d) Selanjutnya, setelah akad dilakukan, maka murtahin akan memberikan
sejumlah pinjaman uang yang jumlahnya di bawah nilai taksir kepada
rahin.
e) Setelah rahin menerima sejumlah uang pinjaman dari murtahin, maka
selanjutnya akan melakukan negosiasi (kasepakatan) kembali mengenai
barang yang digadaikan tersebut, yaitu apakah barang tersebut akan
dikelola/dimanfaatkan atau tidak.
6. Ketentuan Pelaksanaan Gadai Dalam Islam
1. Kedudukan Barang Gadai
Selama ada di tangan pemegang gadai, kedudukan barang gadai hanya
merupakan suatu amanat yang dipercayakan kepadanya oleh pihak
penggadai. Lebih lanjut Basyir (1993) menambahkan bahwa sebagai
keselamatan barang gadai yang diterimanya, sesuai dengan keadaan
barang.
2. Pemanfaatan Barang Gadai
Dalam pengambilan pemafaatan barang-barang yang digadaikan, para
ulama berbeda pendapat, diantaranya jumhur fuqaha dan Ahmad. Jumhur
fuqaha berpendapat bahwa murtahin tidak boeh menggambil manfaat
barang-barang gadaian tersebut sekalipun rahin mengizinkannya, karena
hal ini termasuk pada utang yang dapat menarik manfaat, sehingga bila
dimanfaatkan termasuk riba.42 Hak pemegang barang jaminan terhadap
barang itu hanyalah sebagai jaminan piutang yang ia berikan , dan apabila
orang yang berutang tidak mampu melunasi utangnya, barulah ia boleh
menjual atau menghargai barang itu untuk melunasi piutangnya.43
Akan tetapi, apabila pemilik barang mengizinkan pemegang barang
jaminan memanfaatkan barang itu selama ditangannya, maka sebagian
ulama Hanafiyah membolehkannya, karena adanya izin, maka tidak ada
halangan bagi pemegang barang jaminan untuk memanfaatkan barang itu.
Menurut Imam Ahmad , Ishak , al-Laits, dan al-Hasan, jika bahwa barang
gadaian berupa kendaraan yang dapat dipergunakan atau binatang ternak
yang dapat diambil susunya, maka penerima gadai dapat menggambil
42 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-1, h.
108. 43 Haroen, Fiqh Muamalah, h. 256.
xlvi
manfaat dari kedua benda gadai tersebut disesuaikan dengan biaya
pemeliharaan yang dikeluarkannya selama kendaraan atau binatang ternak
itu ada padanya. Dalam hal ini tidak ada halangan bagi si murtahin untuk
mengambil manfaatnya, umpamanya dengan memerah susunya atau
mempekerjakan sekedar untuk mengembalikan pengeluran biaya pada
barang gadaian tersebut.44 Dalam hadits Rasulullah saw, disebutkan :
يه وسلم عن ابي هريرة رضي اهللا عنه عن النبي صلى اهللا عللبن الدريشرب إذ اآان مر هونا والظهر ير آب اذ اآان : قال
رواه البخاري (مر هونا وعلى الذي يشرب و ير آب نفقته 45)وابود اود
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah saw bersabda : susu binatang-binatang ternak itu boleh diminum, apabila digadaikan dan binatang tunggangan boleh ditunggangi bila ia digadaikan, dan orang yang meminum dan menunggang itu wajib atas nafkah (belanja) binatang-binatang yang digadaikan itu.(HR Bukhari dan Abu Daud).
Pengambilan manfaat pada benda-benda gadai di atas ditekankan
kepada biaya atau tenaga untuk pemeliharaan, pemegang barang gadai
berkewajiban memberikan makanan, bila barang gadaian itu adalah
hewan. Harus memberikan bensin bila pemegang barang gadaian berupa
kendaraan.46
44 Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Mazhab Syafi’i, (Bandung, PT. Penerbit Pustaka
Setia, 2000), Cet. Ke-2, h. 74. 45 Abi Dawud Sulaiman bin Asy’ats al-Sajistani, Sunan Abi Dawud (Beirut: Darul al-Fikri,
1994), Juz. 3, h. 46 Suhendi, Fiqh Muamalah, h.109.
xlvii
3. Resiko atas Kerusakan Barang Gadai
Apabila murtahin sebagai pemegang amanat telah memelihara barang
gadai dengan sebaik-baiknya sesuai dengan keadaan barang, kemudian
tiba-tiba barang tersebut mengalami kerusakan atau hilang tanpa
disengaja, maka para ulama dalam hal ini berbeda pendapat mengenai
siapa yang harus menaggung resikonya.Ulama-ulama mazhab Syafi’i dan
Hambali berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak
menanggung resiko apapun. Namun, ulama-ulama mazhab Hanafi
berpendapat bahwa murtahin menanggung resiko sebesar harga barang
yang minimum. Perhitungan dimulai pada saat diserahkannya barang
gadai kepada murtahin sampai hari rusak atau hilang. Berbeda halnya jika
barang rusak atau hilang disebabkan kelengahan murtahin. Dalam hal ini
semua ulama sepakat bahwa murtahin menanggung resiko, memperbaiki
kerusakan atau mengganti yang hilang.
4. Pemeliharaan Barang Gadai
Dalam hal ini ulama berbeda pendapat, ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang gadai menjadi
tanggungan penggadai dengan alasan bahwa barang tersebut berasal dari
penggadai dan tetap merupakan miliknya. Sedangkan ulama Hanafiah
berpendapat lain; biaya yang diperlukan untuk menyimpan dan
memelihara keselamatan barang gadai menjadi tanggungan penerima
gadai dalam kedudukannya sebagai orang yang menerima amanat.
xlviii
5. Katagori Barang Gadai
Jenis barang yang dapat digadaikan sebagai jaminan adalah semua
jenis barang yang bergerak dan tak bergerak yang memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Benda bernilai menurut hukum syara’.
b. Benda berwujud pada waktu pejanjian terjadi.
c. Benda diserahkan seketika kepada murtahin.
6. Akad Gadai
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa pengadaian dianggap sah
apabila telah memenuhi tiga syarat. Pertama, berupa barang karena utang
tidak bisa digadaikan. Kedua, penetapan kepemilikan penggadaian atas
barang yang digadaikan tidak terhalang, seperti mushaf. Ketiga, barang
yang digadaikan bisa dijual manakala sudah tiba masa pelunasan utang
gadai. Imam malik berpendapat bahwa menggadaikan apa yang tidak
boleh dijual pada waktu pengadaian dibolehkan, seperti buah-buahan yang
belum nampak kebaikannya.
7. Hak Penerima Gadai atas Harta Peninggalan
Hak para kreditur atas harta peninggalan seseorang ada yang berasal
dari utang lepas, yaitu utang tanpa gadai; dan ada yang berasal utang
terkait, yaitu utang gadai. Hak para kreditur atas utang yang berkait
dipandang lebih kuat dari pada hak para kreditur atas utang lepas, sebab
murtahin berhak menahan barang gadai yang merupakan sebagaian dari
xlix
atau bahkan harta peninggalan. Oleh karena itu ulama sepakat bahwa hak
murtahin untuk menerima pembayaran utang, lebih didahulukan dari pada
hak kreditur atas utang lepas.
8. Pembayaran/Pelunasan Utang Gadai
Apabila pada waktu yang telah ditentukan, rahin belum juga
membayar kembali utangnya, maka rahin dapat dipaksa oleh marhum
untuk menjual barang gadaiannya dan kemudian digunakan untuk
melunasi hutangnya. Selanjutnya, apabila telah diperintahkan hakim,
rahin tidak mau membayar utangnya dan tidak pula mau menjual barang
gadaiannya, maka hakim dapat memutuskan untuk menjual barang
tersebut guna melunasi utang-utangnya.
9. Prosedur Pelelangan Barang Gadai
Jumhur fuqaha berpendapat bahwa orang yang menggadaikan tidak
boleh menjual atau menghibahkan barang gadai. Sedangkan bagi penerima
gadai dibolehkan untuk menjual barang tersebut dengan syarat pada saat
jatuh tempo pihak penggadai tidak dapat melunasi kewajibannya. Jika
terdapat persyaratan; menjual barang gadai pada saat jatuh tempo, hal ini
dibolehkan dengan ketentuan:
a. Murtahin harus terlebih dahulu mencari tahu keadaan rahin (mencari
tahu penyebab belum melunasi utang)
b. Dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran
l
c. Kalau murtahin benar-benar butuh uang dan rahin belum melunasi
hutangnya, maka murtahin boleh memindahkan barang gadai kepada
murtahin lain dengan seizin rahin.
d. Apabila ketentuan diatas tidak terpenuhi, maka murtahin boleh
menjual barang gadai dan kelebihan uangnya dikembalikan kepada
rahin.
li
BAB IV
ANALISA PEMBIAYAAN PRODUKTIF PADA PEGADAIAN SYARIAH
TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN NASABAH
A. Gambaran Umum Responden
Sampel penelitian pengaruh pembiayaan produktif pada pegadaian
syariah terhadap peningkatan pendapatan nasabah adalah sebanyak 78 orang
nasabah yang mempunyai karakteristik yang berbeda. Berikut ini adalah
penjelasan tentang identitas para responden, yaitu:
1. Deskriptif Karakteristik Responden
1).karakteristik berdasarkan jenis kelamin.
Gambar 4.1
lii
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Perempuan38.46%
Laki-laki 61.54%
Sumber: data diolah dari angket
Dari gambar 4.1 menunjukkan bahwa responden sebagian besar di
dominasi oleh laki-laki yaitu 61,54%, dan responden perempuan sebanyak
38,46%. Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar nasabah yang
menggunakan pembiayaan produktif pada pegadaian syariah Pondok Aren adalah
laki-laki. Ternyata tidak hanya perempuan saja yang lebih dominan menggunakan
pegadaian syariah, dan laki-laki lebih banyak jumlahnya yang menggunakan jasa
pegadaian syariah untuk pembiayaan produktif atau usaha
2). Karakteristik bedasarkan tingkat pendidikan
Gambar 4.2
liii
Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
6.41%
30.76% 32.05%
8.97%0%
21.79%
0.00%5.00%
10.00%15.00%20.00%25.00%30.00%35.00%
SD SLTP SLTA S1 S2 S3
Sumber: data diolah dari angket
Dari gambar No.4.2 dapat diketahui tingkat pendidikan para responden
yang sebagian besar responden 32,05% tingkat pendidikannya sampai dengan S1,
sedangkan yang tingkat SLTA sebanyak 30,76 %, SLTP sebanyak 21,79%, S2
sebanyak 8,97%, dan 6,41% yaitu pendidikannya SD. Dapat disimpulkan bahwa
nasabah pada pegadaian syariah yang lebih banyak tingkat pendidikannya
dibandingkan yang lain adalah S1.
3). Karakteristik berdasarkan pekerjaan
Gambar 4.3
liv
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Pedagang98.71%
Petani1.28%
Sumber: data diolah dari angket
Dari hasil pengamatan pada gambar No. 4.3 dapat dilihat pekerjaan
responden lebih besar nasabah pada pegadaian syariah Pondok Aren adalah
pedagang 98,71% dan petani 1,28%. Maka dapat disimpulkan sebagian besar
nasabah pegadaian syariah mempunyai pekerjaan adalah sebagai pedagang
dibandingkan sebagai petani..
4). Karakteristik jenis usaha perdagangan dan pertanian
Gambar 4.4
lv
28,20%
10,25%
37,17%
0% 1,28%
23,27%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
PerdaganganJasa
PerdaganganMaterial
PerdaganganSembako
PertanianPalawija
Perkebunan Lain-lain
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Usaha Perdagangan dan Pertanian
Sumber: data diolah dari angket
Dari hasil gambar No 4.4 dapat dilihat jenis usaha perdagangan para
responden yang paling besar adalah 37.17% perdagangan sembako,kemudian
28,20% perdagangan jasa, perdagangan lainnya adalah 23,07% dan 10,25% pada
pergagangan material, sedangkan 1,28% pada jenis usaha pertanian
perkebunan/sawah. Maka dapat disimpulkan bahwa yang paling besar adalah
perdagangan sembako. Dalam hal ini nasabah lebih banyak menggunakan usaha
mereka dengan menjual kebutuhan bahan pokok yang lebih dibutuhkan oleh
masyarakat pada umumnya.
5). Karakteristik pendapatan nasabah perbulan
lvi
Gambar 4.5
12.82%17.94%
25.68%
12.82%15.38% 14.10%
1.28%0.00%5.00%
10.00%15.00%20.00%25.00%30.00%
1.500.000 2.500.000 4.000.000 8.000.000
Identitas Responden Berdasarkan Pendapatan Nasabah Perbulan
Sumber: data diolah dari angket.
Dari gambar No. 4.5 dapat dilihat bahwa pendapatan nasabah perbulan
yang besar adalah 25,68% yang pendapatannya Rp. 2.500.000-, 17,94% yang
pendapatannya Rp. 2.000.000- , 15,38% yang pendapatanya Rp. 4.000.000,
14,10% yang pendapatannya Rp. 5.000.000, kemudian12,82% yang
pendapatannya Rp. 1.500.000- dan Rp. 3.000.000-, dan 1,28% pada
pendapatannya Rp. 8.000.000-. Maka dapat disimpulkan pendapatan nasabah
perbulannya yang paling besar yaitu Rp. 2.500.000.