Top Banner

of 21

Rusdi Busana Dalam Perspektif Fiqh Islam

Jul 17, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Busana dalam Perspektif Fiqh Islam

1

BUSANA DALAM PERSPEKTIF FIQH ISLAMOleh: Prof. Dr. Rusjdi Ali Muhammad, SH dan Dedy Sumardi, M.Ag1

Abstrak Pembahasan tentang busana/pakaian akan senantiasa terkait erat dengan pembahasan aurat, karena fungsi utama pakaian adalah sebagai penutup aurat. Batasan aurat dalam kajian fiqh Islam dikaitkan dengan ibadah shalat, yang kemudian diqiyaskan kepada batasan aurat di luar shalat. Landasan berpikir yang digunakan fuqaha' dalam upaya menutup aurat laki-laki dan perempuan muslim merujuk kepada kepada istilah umum seperti hijab, jilbab, khimar, dir sabigh dan milhaf, sekalipun terma tersebut belum mewakili bentuk dan model busana/pakaian yang baku, tetapi dirasa mampu mengungkap batasan makna busana/pakaian dalam ajaran syari'at. Tidak adanya rumusan baku bagaimana bentuk dan model busana/pakaian islami mengindikasikan bahwa ajaran Islam memberi keleluasan dalam menemukan bentuk dan model pakaian ideal yang tetap mengacu pada norma-norma agama, etika dan ajaran moral. Pakaian merupakan bagian dari produk budaya sekaligus tuntunan agama dan moral tanpa menafikan adat kebiasaan suatu masyarakat. Substansi dari pakaian dalam ajaran Islam adalah pakaian sopan sesuai dengan nilai-nilai sopan santun dan menghindari polah tabarruj, orang yang berpakaian tapi tampak seperti telanjang.

Kata Kunci: Busana, Aurat, Fiqh Islam A.Pendahuluan Dewasa ini, pelaksanaan syariat Islam di Aceh menjadi tumpuan dan harapan bagi semua orang terutama dalam menerapkan ajaran-ajaran Islam ke dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat seperti aspek agama, moral/ etika, sosial budaya, politik, hukum, ekonomi, dan lain-lain yang tidak tidak terlepas dari konteks tersebut. Pada prinsipnya tujuan syari'at Islam yang dijabarkan dalam sejumlah Qanun syari'at di Aceh adalah penataan hal ihwal manusia dalam

kehidupan duniawi dan ukhrawi, kehidupan individual, bermasyarakat dan bernegara. Khususnya kandungan utama Qanun No. 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari'at Islam bidang Akidah, Ibadah dan Syiar Islam berupaya memilah dan mengelaborasi lebih jauh peraturan daerah No. 5/2000 tentang pelaksanaan syari'at Islam. Pasal 13 qanun ini menetapkan ketentuan tentang busana islami, yaitu pakaian yang menutupi aurat yang tidak tembus pandang, dan tidak memperlihatkan bentuk tubuh.2 Dalam kenyataannya, pelaksanaan syari'at di bidang akidah, ibadah dan syiar Islam, khusunya tentang busana islami, menjadi terhambat akibat dari kencenderungan masyarakat mengikuti arus budaya global sebagai identitas dari pergaulan bebas, mengikuti trend kemajuan zaman yang dalam batas melanggar etika agama, sosial dan budaya. Tidak jarang ditemukan kejadian pendangkalan nilai-nilai agama dan adat budaya dalam berbusana, yang dulunya sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat. Dampak dari itu semua melahirkan generasi yang hampa terhadap nilai-nilai keagaman dan ajaran moral. Padahal jika dihayatai ruh dari ajaran Islam tidak lain adalah pengejewantahan dari akidah Islamiyah.3 Akidah mengajarkan akan adanya jaminan hidup dan kehidupan termasuk kesejahteraan dan tata pergaualan antar setiap manusia. Berawal dari fenomena di atas akhir-akhir ini muncul kembali ke permuakaan sejumlah perbincangan di seputar busana/ pakaian islami terutama dalam upaya mencarai bentuk dan model busana/ pakaian islami sesuai dengan substansi ajaran Islam yang sesungguhnya. Perbincangan ini sangat beralasan, di satu sisi praktek busana termasuk salah satu dinamika sosial dan politik yang kompleks dalam masyarakat muslim. Terkadang praktik ini digunakan sebagai

Busana dalam Perspektif Fiqh Islam

3

bentuk penegasan identitas atau bentuk protes sosial terhadap menipisnya kultur Islam. Hal ini terlihat ketika fuqaha' membedakan jenis pakaian yang digunakan seorang muslim sesuai dengan status sosialnya.4 Di sisi lain mengingat tidak adanya standar baku bentuk dan model busana/pakaian yang dirumuskan oleh ulama fiqh (fuqaha').5 Dalam konteks lebih khusus, persoalan busana/pakaian dibahas oleh sumber-sumber hukum klasik di dalam bab shalat. Para fuqaha' membahas bagian tubuh mana yang harus ditutupi oleh laki-laki dan perempuan ketika shalat. Dari sinilah kemudian masalah aurat (bagian pribadi yang harus ditutupi dengan pakaian) dibahas. Dalam shalat laki-laki maupun perempuan muslim harus menutup seluruh auratnya, atau menutupi sesuatu yang oleh hukum dianggap sebagai aurat manusia. Boleh jadi apa yang dianggap aurat ketika shalat juga menjadi aurat di luar shalat. Dengan kata lain, sesuatu yang harus ditutupi dalam shalat juga harus ditutupi ketika di luar shalat.6 Berangkat dari dasar pemikiran bahwa Qanun no. 10 tentang akidah, ibadah dan syair Islam sudah menjadi hukum positif sebagaimana hukum lainnya, ia berhak diperlakukan sama seperti peraturan-peraturan syariat yang wajib ditaati dan dilaksanakan sebagaimana hukum-hukum di bidang lain yang ketentuannya masih bersifat mengikat subjek hukum. Kendati pun demikian, terkadang dalam pelaksanaanya sering dihadapkan pada persoalan teoritis dalam hal ini- belum adanya format baku mengenai bentuk dan model busana/pakaian dalam kajian fiqh Islam.

B. Rumusan Masalah Dari permasalahan di atas diperlukan, kiranya diperlukan kejelasan mengenai ajaran moral dan etika berbusana yang dapat menjadi acuan bagi masyarakat Aceh. Jika bentuk busana dan pakaian tidak jelas, maka secara teoritis upaya meminimalisir cara berbusana yang tidak sejalan dengan ajaran Islam tidak akan banyak membantu usaha-usaha untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penegakan hukum syari'at. Selain itu, kejelasan mengenai bentuk dan model berbusana agaknya diperlukan agar diharapkan persoalan ini tidak menjadi bahan perdebatan yang tidak produktif. Untuk mengawali pembahasan selanjutnya, dua pertanyaan yang akan diajukan adalah bagaimana konsep busana/pakaian islami dalam pandangan fuqaha' dan apa yang menjadi landasan yang digunakan fuqaha dalam mencari dan menemukan format baku busana/pakaian islami.

C. Tujuan Pembahasan Sesuai dengan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dari kajian ini adalah memeparkan jenis busana/pakaian yang ada dalam al-Qurn, alhadth serta menelaah pandangan dan pendapat fuqaha' menyangkut dengan busana/pakaian dalam kajian fiqh Islam. Pada tataran praktis, jika kajian ini mendapat hasil yang memuaskan diharapkan dapat menambah kejelasan standar baku berbusana/pakaian guna diterapkan dalam kehidupan masyarakat modern yang selalu mengusung ide global, menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Di samping itu juga dapat berfungsi sebagai bahan pertimbangan atau kerangka acu bagi para ahli yang concern mencermati dinamika perkembangan hukum Islam untuk ditindak lanjuti

Busana dalam Perspektif Fiqh Islam

5

dalam usaha merumuskan peraturan daerah tentang bentuk dan model busana/ pakaian Islami ke dalam sebuah

B.Batasan Aurat dalam Fiqh Islam Secara bahasa istilah aurat adalah sesuatu yang cacat () atau menjijikkan ( 7.) Sedangkan menurut istilah, term aurat merujuk kepada bagian-bagian tubuh manusia yang harus ditutupi dan tidak boleh terlihat ketika shalat, kecuali wajah dan dua telapak tangan.8 Definisi ini masih bersifat umum mencakup laki-laki muslim dan perempuan muslim. Dalam berbagai kitab fiqh, para fuqaha' mengkaji masalah 'aurat di dalam pembahasan shalat. Sangat beralasan jika dikatakan para fuqaha' umumnya- mendefinisikan aurat dengan mengkaitkan pada busana/ pakaian muslim/muslimah di saat shalat. Apalagi pembahasan secara spesifik tentang 'aurat tidak ditemukan ketegasannya dalam hadis Nabi. Kendati demikian bukan berarti persoalan 'aurat tidak menjadi perhatian fuqaha. Bagi fuqaha', 'aurat seorang muslim yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup.9 Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 31 :

%ur MuZBsJ=j9 z`t `B `d| @ /r& z`xtsur `gy_r wur 7 `gtFt^ w) $tB tygs $ygYB ( tu9ur `dJ2 4n?t `k5q_ ( wur 7 `gtFt^ w) gFs9q79 rr& g!$t/#u rr& !$t/#u gGs9q/ rr& g!$oY/r& rr& !$oY/r& gGs9q/ rr& `gRuqz) rr& _t/ gRuqz) rr& _t/ `g?uqyzr& rr& `g!$|S rr& $tB Ms3n=tB

`g Z yJr& rr& 7F9$# x