BAB I PENDAHULUAN Dari semua cedera yang terdapat dalam unit gawat darurat, 10 % diantaranya merupakan cedera sistem urogenitalia. Kebanyakan dari cedera tersebut terabaikan dan sulit untuk mendiagnostik dan memerlukan keahlian diagnostik yang baik. Diagnosis awal sangat perlu untuk mencegah komplikasi lanjut. 1,2,3 Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada laki-laki. Cedera uretra jarang terjadi pada wanita. Beberapa bagian dari uretra dapat mengalami laserasi, terpotong, atau memar. Penatalaksaannya bermacam- macam tergantung pada derajat cedera. 1 Menurut anatomisnya, uretra dibedakan menjadi dua, uretra posterior terdiri atas pars prostatika dan pars membranasea dan uretra anterior yang terdiri atas pars bulbosa dan pars pendulosa. Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan serta prognosisnya. Cedera uretra posterior terletak di uretra pars membranosa dan uretra pars prostatika. Cedera ini yang paling sering berhubungan dengan trauma tumpul besar seperti tabrakan kendaraan bermotor dan jatuh, dan sebagian besar kasus tersebut disertai dengan patah tulang panggul. Cedera pada uretra anterior terletak distal uretra pars membranosa. Kebanyakan cedera uretra anterior disebabkan oleh trauma tumpul ke perineum (straddle injury), dan banyak yang manifestasinya tertunda, muncul beberapa tahun kemudian sebagai striktur uretra. 1,2 Trauma tembus eksternal ke uretra jarang terjadi, tetapi luka iatrogenik cukup umum di kedua segmen uretra. Kebanyakan berhubungan dengan kateterisasi uretra yang sulit. 1,2,3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Dari semua cedera yang terdapat dalam unit gawat darurat, 10 % diantaranya
merupakan cedera sistem urogenitalia. Kebanyakan dari cedera tersebut terabaikan dan sulit
untuk mendiagnostik dan memerlukan keahlian diagnostik yang baik. Diagnosis awal sangat
perlu untuk mencegah komplikasi lanjut. 1,2,3
Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada laki-
laki. Cedera uretra jarang terjadi pada wanita. Beberapa bagian dari uretra dapat mengalami
laserasi, terpotong, atau memar. Penatalaksaannya bermacam-macam tergantung pada derajat
cedera. 1
Menurut anatomisnya, uretra dibedakan menjadi dua, uretra posterior terdiri atas
pars prostatika dan pars membranasea dan uretra anterior yang terdiri atas pars bulbosa dan
pars pendulosa. Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan
trauma uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi
trauma, tanda klinis, pengelolaan serta prognosisnya. Cedera uretra posterior terletak di uretra
pars membranosa dan uretra pars prostatika. Cedera ini yang paling sering berhubungan
dengan trauma tumpul besar seperti tabrakan kendaraan bermotor dan jatuh, dan sebagian
besar kasus tersebut disertai dengan patah tulang panggul. Cedera pada uretra anterior terletak
distal uretra pars membranosa. Kebanyakan cedera uretra anterior disebabkan oleh trauma
tumpul ke perineum (straddle injury), dan banyak yang manifestasinya tertunda, muncul
beberapa tahun kemudian sebagai striktur uretra. 1,2
Trauma tembus eksternal ke uretra jarang terjadi, tetapi luka iatrogenik cukup
umum di kedua segmen uretra. Kebanyakan berhubungan dengan kateterisasi uretra yang
sulit. 1,2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli melalui
proses miksi. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Secara
anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Panjang
uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm.
Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih
sering terjadi pada pria. 2
Uretra anterior pada pria dimulai dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus
uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga
kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah. Uretra posterior pada pria terdiri atas
uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra yang dikelilingi kelenjar prostat
dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra membranasea, yang memiliki
panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat
otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat menahan
kemih dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranasea terdapat dibawah dan
dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra
membranasea. 1,2,3
Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-
buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan
posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik
sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas
1
otot lurik dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan
seseorang. Pada saat miksi sfingter ini tetap terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan
miksi. 2
Uretra dapat dibedakan ke dalam 5 segmen yaitu : 4
a. Uretra posterior
Uretra pars prostatika
Uretra pars membranasea
b. Uretra anterior
Uretra pars bulbosa
Uretra pars pendulosa
Fossa naviculare
Uretra pars prostatika berjalan menembusi prostat, mulai dari basis prostat sampai
pada apeks prostat. Panjang linea mediana terdapat crista urethralis, yang kearah cranialis
berhubungan dengan uvula vesicae, dan ke arah caudal melanjutkan diri pada pars
membranasea. Pada crista urethralis terdapat suatu tonjolan yang dinamakan collicus
seminalis (verumontanum), berada pada dinding ventral uretra yaitu pada perbatasan segitiga
bagian medial dan sepertiga bagian caudal uretra pars prostatika, dengan panjang 0.5 cm. Pada
puncak dari colliculus terdapat sebuah lubang, disebut utriculus prostaticus, yang merupakan
bagian dari suatu diverticulum yang menonjol sedikit ke dalam prostat. Bangunan tersebut tadi
adalah sisa dari pertemuan kedua ujung caudalis ductus paramesonephridicus (pada wanita
ductus ini membentuk uterus dan vagina). Di sisi-sisi utriculus prostaticus terdapat muara dari
ductus ejaculatorius (dilalui oleh semen dan secret dari vesicula seminalis). Saluran yang
berada di sebelah lateral utriculus prostaticus, disebut sinus prostaticus, yang pada dinding
posteriornya bermuara saluran-saluran dari glandula prostat (kira-kira sebanyak 30 buah). 4,5
Uretra pars membranasea berjalan kearah caudo-ventral, mulai dari apeks prostat
menuju ke bulbus penis dengan menembusi diaphragma pelvis dan diaphragma urogenitale.
Merupakan bagian yang terpendek dan tersempit, serta kurang mampu berdilatasi. Uretra pars
membranasea adalah satu-satunya segmen uretra yang tidak terlindungi oleh jaringan spons
atau stroma prostat dan dengan demikian lebih rentan terhadap trauma eksternal. Ukuran
panjang 1 – 1.5 cm, terletak 2,5 cm di sebelah dorsal tepi caudal symphysis osseum pubis.
Dikelilingi oleh m.sphincter urethrae membranasea pada diaphragma urogenitale. Tepat di
caudalis diaphragma urogenitale, dinding dorsal urethra berjalan sedikit di caudalis
diaphragma. Ketika memasuki bulbus penis urethra membelok ke anterior membentuk sudut
lancip. Glandula bulbourethralis terletak di sebelah cranial membrana perinealis, berdekatan
pada kedua sisi uretra. Saluran keluar dari kelenjar tersebut berjalan menembusi membrana
perinealis, bermuara pada pangkal uretra pars spongiosa. 4,5
Uretra pars spongiosa berada di dalam corpus spongiosum penis, berjalan di dalam
bulbus penis, corpus penis sampai pada glans penis. Panjang kira-kira 15 cm, terdiri dari
bagian yang fiks dan bagian yang mobil. Bagian yang difiksasi dengan baik dimulai dari
permukaan inferior membrane perinealis, berjalan di dalam bulbus penis. Bulbus penis
menonjol kira-kira 1,5 cm di sebelah dorsal uretra. Bagian yang mobil terletak di dalam
bagian penis yang mobil. Dalam keadaan kosong, dinding uretra menutup membentuk celah
transversal dan pada glans penis membentuk celah sagital. Lumen uretra pars spongiosa
masing-masing di dalam bulbus penis, disebut fosssa intrabulbaris, dan pada glans penis,
dinamakan fossa navicularis urethrae. Lacunae urethrales ( = lacuna morgagni ) adalah
cekungan-cekungan yang terdapat pada dinding uretra di dalam glans penis yang membuka
kearah ostium uretra eksternum, dan merupakan muara dari saluran keluar dari glandula
urethrales. Ostium uretra eksternum terdapat pada ujung glans penis dan merupakan bagian
yang paling sempit. 4,5
Uretra pars bulbosa bermula di proksimal setinggi aspek inferior dari diafragma
urogenitalia, yang menembus dan berjalan melalui korpus spongiosum. Korpus spongiosum
2
merupakan jaringan serabut otot polos dan elastin yang kaya akan vaskularisasi. Kapsul
fibrosa yang dikenal sebagai tunika albuginea mengelilingi korpus spongiousum. Korpus
spongiosum dan korpus kavernosum bersama-sama ditutupi oleh dua lapisan berurutan.
Lapisan ini antara lain fascia buck’s dan fascia dartos. Fascia buck’s merupakan lapisan paling
tebal terdiri dari dua lapisan dan masing-masing terdiri atas lamina interna dan eksterna. Dua
lamina dari fascia buck’s membagi diri untuk menutupi korpus spongiosum. Fascia dartos
merupakan lapisan jaringan ikat longgar subdermal yang berhubungan dengan fascia colles di
perineum. 4
Lumen uretra terletak di bagian dorsal atau posterior dari korpus spongiosum
sepanjang uretra pars bulbosa, tetapi terletak ditengah pada uretra pars pendulosa.
Berdasarkan defenisinya, uretra pars bulbosa tidak hanya ditutupi oleh korpus spongiosum,
tetapi juga oleh penggabungan garis tengah dari ischiokavernosus (yaitu otot
bulbospongiosum). Otot bulbospongiosum berakhir hanya pada proksimal sampai penoskrotal
junction, dimana uretra berlanjut ke distal sebagai uretra pars pendulosa (uretra terjumbai).
Uretra pars pendulosa dekat dengan korpus korporal di bagian dorsal. Di distal sebagian besar
bagian dari uretra anterior adalah fossa naviculare, yang dikelilingi oleh jaringan spongiosa
dari glans penis. 4
Uretra wanita dewasa berukuran panjang sekitar 4 cm dan berjalan uretrovesikal
junction pada kollumna vesika urinaria ke vestibulum vagina. Dua lapisan otot polos berjalan
ke distal dari kollumna vesika urinaria mengelilingi bagian proksimal uretra lapisan dalam
merupakan bagian sirkuler, sedangkan lapisan luar berjalan secara longitudinal. Otot polos
dikelilingi oleh lapisan otot lurik yang paling tebal setinggi pertengahan uretra dan berkurang
pada aspek posteriornya. 4
Vaskularisasi dan aliran limfe
Pada uretra maskulina, pars prostatika mendapat suplai darah terutama dari arteri
vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Uretra pars membranasea diberi suplai darah dari
cabang-cabang arteri dorsalis penis dan arteri profunda penis. Aliran darah venous menuju
pleksus venosus prostatikus dan ke vena pudenda interna. Aliran limfe dari uretra pars
prostatika dan pars membranasea dibawa oleh pembuluh-pembuluh limfe yang berjalan
mengikuti vasa pudenda interna menuju ke lymphonodus iliaka interna (sebagian besar) dan
ke lymphonodus iliaka eksterna (sebagian kecil). Aliran limfe dari uretra pars spongiosa,
sebagian besar dibawa menuju lymphonodus inguinalis profunda dan sebagian besar dibawa
menuju ke lymphonodus iliaka interna. 5
Uretra feminine pars kranialis mendapatkan vaskularisasi dari arteri vesikalis. Pars
medialis mendapatkannya dari arteri vesikalis inferior dan cabang-cabang dari arteri uterine,
sedangkan pars kaudalis disuplai oleh arteri pudenda interna. Pembuluh darah vena membawa
aliran darah venous menuju ke plexus venosus vesikalis dan vena pudenda interna. 5
Innervasi
Uretra maskulina, pars prostatika menerima persarafan dari pleksus nervosus
prostatikus. Uretra pars membranasea dipersarafi oleh nervus kavernosus penis, pars sponsiosa
dipersarafi oleh pleksus nervosus vesikalis dan pleksus nervosus uretrovaginalis, pars kaudalis
dipersarafi oleh nervus pudendus. 5
Gambar 1: Potongan sagital organ pelvis pada pria dan wanita
3
2.2 Ruptur Uretra Posterior
Ruptur uretra dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori besar berdasarkan
anatominya. Ruptur uretra posterior terletak di uretra membranasea dan prostat. Cedera ini
yang paling sering berhubungan terutama dengan trauma tumpul seperti tabrakan kendaraan
bermotor dan jatuh, dan sebagian besar dari kasus tersebut yang disertai dengan patah tulang
panggul. 4
Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbukan kerusakan pada
cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostate-membranasea. Fraktur pelvis dan
robekan pembuluh darah yang ada dalam kavum pelvis menyebabkan hematom yang luas di
kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut robek, prostat beserta buli-buli
akan terangkat ke cranial. 2
Gambar 2. Ruptur uretra pars bulbo-membranasea, tampak adanya ruptur ligamentum pubo
prostatikum dan hematom perivesika yang menyebabkan buli-buli dan prostat terdorong ke
cranial. 2
Trauma penetrasi eksternal untuk uretra jarang terjadi, tetapi cedera iatrogenik
cukup umum terjadi di kedua segmen uretra. Kebanyakan berhubungan dengan kateterisasi
yang uretra sulit. 4
2.2.1 Epidemiologi Ruptur Uretra Posterior
Cedera uretra posterior yang paling sering dikaitkan dengan patah tulang panggul,
dengan kejadian 5% -10%. Dengan tingkat tahunan sebesar 20 patah tulang panggul per
100.000 penduduk, cedera ini jarang terjadi. 6
Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang menyebabkan
cedera uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera uretra pada wanita
dengan fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi beberapa kepustakaan melaporkan
insiden kejadiannya sekitar 4-6%. 4
Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini
disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan mempunyai ligamentum pubis
yang tidak kaku. 4
2.2.2 Etiologi Ruptur Uretra Posterior
Trauma tumpul menyebabkan sebagian besar luka pada uretra posterior. Secara
historis, banyak dari cedera ini dikaitkan dengan industri atau kecelakaan pertambangan.
Namun, perbaikan dalam keselamatan industri dan munculnya otomotif telah menggeser
etiologi dari ruptur uretra, mengarah ke penurunan ruptur uretra yang terkait dengan
kecelakaan industri dan peningkatan cedera yang terkait dengan kecelakaan kendaraan
bermotor. Gangguan uretra terjadi pada sekitar 10% dari panggul yang mengalami fraktur, tapi
hampir semua gangguan membran uretra yang terkait dengan trauma tumpul juga terkait
dengan fraktur panggul. 4
Patah tulang panggul yang menyebabkan gangguan uretra biasanya kecelakaan
kendaraan bermotor (68% -84%) atau jatuh dari ketinggian dan cedera menghancurkan
panggul (6% -25%). Penyebab lain yang tidak biasa yang menyebabkan fraktur panggul dan
cedera membran uretra termasuk tendangan kuda ke perineum dan cedera yang berhubungan
dengan mekanik banteng (yaitu, '' koboi perkotaan '' sindrom). 4
4
Cedera uretra perempuan sering dikaitkan telah laserasi vagina dan rektal. Dalam
seri baru-baru ini dari panggul-fraktur terkait cedera uretra perempuan, Mundy melaporkan
kejadian 75% dari cedera vagina dan 33% insiden cedera rektal. 4
Fraktur panggul: subtipe dan stratifikasi risiko
Patah tulang panggul dapat diklasifikasikan menurut arah kekuatan utama dari
cedera, termasuk kompresi lateral, kompresi anteroposterior,
dan cedera geser vertikal. Pada tahun 1987, Young dan Burgess pertama kali menjelaskan
klasifikasi ini, yang berguna untuk ahli bedah ortopedi untuk prognosticating kehilangan
darah, pengurangan cacat, dan fiksasi, antara variabel lain. Cedera kompresi anteroposterior
berhubungan dengan peningkatan kejadian cedera perut visceral dan cedera vaskular panggul
yang merupakan morbiditas utama dari perdarahan panggul. Cedera kompresi lateral, yang
menutup panggul, account untuk jumlah terbesar terkait luka dan komplikasi patah tulang
panggul. Cedera geser vertikal biasanya hasil dari jatuh dari ketinggian. Patah tulang ini
menyebabkan gangguan dari kedua anterior dan posterior panggul kompleks,
dengan hemipelvis retak bergerak secara terpisah dari sisi yang berlawanan. Fraktur panggul
juga diklasifikasikan sebagai klinis stabil atau tidak stabil. Cedera geser vertikal sangat tidak
stabil, sementara anteroposterior dan cedera kompresi lateral yang umumnya stabil. Untuk
keperluan urolog curiga cedera uretra, subtipe fraktur panggul tertentu memiliki hubungan
yang lebih tinggi dengan gangguan uretra. Subtipe ini termasuk patah tulang mengangkang,
yang juga disebut fraktur kupu-kupu, di mana keempat rami pubis yang retak. Subtipe lain
adalah fraktur Malgaigne, melibatkan gangguan melalui rami ischiopubic anterior serta
melalui sakrum atau sendi sacroiliac posterior. Dalam sebuah studi prospektif menilai rasio
risiko subtipe fraktur panggul terhadap cedera membran uretra, Koraitim menemukan risiko
tertinggi untuk straddle fraktur, dengan rasio odds 3,85, dan Malgaigne fraktur, dengan rasio
odds 3,40. Jika fraktur mengangkang dikombinasikan dengan sacroiliac sebuah diastasis
bersama, meningkat rasio odds untuk 24,02 . Sebaliknya, risiko cedera uretra di fraktur tidak
melibatkan rami ischiopubic ini diabaikan. 4
Mekanisme cedera
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser pada
prostatomembranosa junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada diafragma
urogenitalia. Dengan adanya pergeseran prostat, maka uretra pars membranasea teregang
dengan cepat dan kuat. Uretra posterior difiksasi pada dua tempat yaitu fiksasi uretra pars
membranasea pada ramus ischiopubis oleh diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika
ke simphisis oleh ligamentum puboprostatikum. 4
Konsep tradisional mekanisme prostatomembranous gangguan uretra melibatkan
kekuatan geser yang avulses puncak dari prostat dari uretra membranasea, di mana uretra
membranasea adalah tetap di tempat oleh diafragma urogenital. Karena awal cedera lacerates
melalui mekanisme sfingter distal pada tingkat uretra membranasea, setiap kontinensia yang
terjadi tergantung pada yang kompeten sphincter leher kandung kemih. Pokorny mendalilkan
tiga mekanisme di mana gaya geser ini mungkin terjadi. Yang pertama melibatkan
perpindahan ke atas satu hemipelvis dan simfisis (misalnya, dalam fraktur Malgaigne), dengan
laserasi ke uretra. Mekanisme kedua mencakup straddle fraktur dimana symphyseal pusat
mengambang bebas fragmen pengungsi posterior, yang menyebabkan gangguan. Mekanisme
ketiga melibatkan kemaluan simfisis diastasis, dimana membran yang uretra ditarik sampai
pecah.4
2.2.3 Klasifikasi Ruptur Uretra Posterior
Sistem klasifikasi yang paling umum digunakan saat ini
untuk ruptur uretra posterior digambarkan oleh Colapinto dan McCallum pada tahun 1977. 2,4
Tipe I: Pecahnya ligamen puboprostatic dan hematoma sekitar periprostatic
meregangkan uretra membran tanpa pecah. Foto uretrogram tidak menunjukkan
adanya ekstravasasi dan uretra hanya tampak memanjang (Gambar A).
5
Tipe II: Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea (diatas
diafragma urogenital atau membran perineum) dan diafragma urogenital masih
utuh. Foto uretrogram menunjukan ekstravasasi kontras yang masih terbatas diatas
diafrgama urogenital di panggul (Gambar B).
Tipe III: Uretra posterior, diafragma urogenital dan uretra pars bulbosa sebelah
proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukan ekstravasasi kontras meluas
hingga dibawah diafragma urogenitalia sampai ke perineum.
Gambar 3. Prostatomembranous cedera gangguan uretra. (A) Type I: uretra membranosa yang
meregang tanpa pecah. Perhatikan '' berbentuk buah pir '' kandung kemih sebagai akibat dari
kompresi dengan perdarahan perivesical. (B) Tipe II: ruptur Lengkap uretra membran dengan
utuh diafragma urogenital. Ekstravasasi meluas ke satu-satunya panggul. (C) Tipe III: Ruptur
Lengkap
membran uretra dengan terganggu diafragma urogenital dan cedera pada uretra bulbous
proksimal. Ekstravasasi meluas ke dalam panggul serta ke perineum.
2.2.4 Gambaran Klinis Ruptur Uretra Posterior
Kemungkinan cedera posterior uretra harus dicurigai pada kehadiran didugaatau
Gambar 6. Urethrogram retrograde normal. Anterior uretra memiliki kontur halus. Panah putih
yang melengkung menunjukkan di mana uretra bulat yang normal berakhir pada berbentuk
kerucut persimpangan bulbomembranous. Panah putih yang lurus menunjukkan
verumontanum dalam prostat yang uretra. Kontras dapat dilihat memancar ke kandung kemih
melewati leher kandung kemih pada panah hitam.
2.2.6 Penatalaksanaan Ruptur Uretra Posterior
Ketika dihadapkan dengan trauma uretra, keputusan manajemen awal harus
dilakukan dalam konteks luka lainnya dan stabilitas pasien. Pasien-pasien ini sering memiliki
beberapa trauma, dan manajemen harus dikoordinasikan dengan spesialis lain, biasanya
trauma, perawatan kritis, dan spesialis ortopedi. Cedera yang mengancam jiwa harus dikoreksi
pertama dalam algoritma trauma. 7
Terdapat beberapa kontroversi akan penaganan ruptur urethra posterior akibat
fraktur pelvis, pilihan penanganan yang dapat dilakukan yaitu:
1. Immediate management
Manajemen awal seharusnya terdiri dari cystostomy suprapubik untuk mendrainase
urin. Sebuah insisi garis tengah perut bagian bawah harus dilakukan, dengan hati-
hati untuk menghindari hematoma pelvis yang besar. Kandung kemih sering
mengalami distensi karena volume akumulasi urin yang besar selama periode
resusitasi dan persiapan operasi. Urin ini jernih dan bebas dari darah, tapi gross
hematuria mungkin hadir. Kandung kemih harus dibuka di garis tengah dengan
hati-hati dan diperiksa dengan seksama. Jika luka hadir, kandung kemih harus
ditutup dengan jahitan menyerap material dan dimasukkan cystostomy tube untuk
drainase kemih. Cystostomy suprapubik dipertahankan di tempat selama sekitar 3
bulan. Ini memungkinkan resolusi hematoma panggul, dan prostat dan kandung
kemih perlahan-lahan akan kembali ke posisi anatomis mereka. 3
Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2-3 hari
kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir (rail roading). 8
8
Gambar 7. Pemasangan kateter secara rail roading.
a. Selang karet atau plastik diikat ketat pada ujung sonde dari meatus uretra.
b. Sonde uretra pertama masuk dari meatus eksternus dan sonde kedua melalui
sistostomi yang dibuat lebih dahulu saling bertemu, ditandai bunyi denting
yang juga dirasa di tempat rupture.
c. Selanjutnya sonde dari uretra masuk ke kandung kemih dengan bimbingan
sonde dari buli-buli.
d. Sonde dicabut dari meatus uretra.
e. Sonde dicabut dari kateter Nelaton dan diganti dengan ujung kateter Foley
yang dijepit pada kateter Nelaton
f. Ujung kateter ditarik kearah buli-buli sehingga ujung kateter Foley muncul
di buli-buli. kateter Nelaton dilepas, kemudian balon dikembangkan dan
diklem.
g. Selanjutnya dipasang kantong penampung urin dan traksi ringan sehingga
balon kateter Foley tertarik dan menyebabkan luka rupture merapat. Insisi di
buli-buli ditutup.
Laserasi incomplete posterior uretra sembuh secara spontan, dan cystostomy
suprapubik dapat dihapus dalam waktu 2-3 minggu. Tube cystostomy sebaiknya
belum dikeluarkan sebelum berkemih cystourethrography menunjukkan bahwa
tidak ada ekstravasasi persisten. 3
2. Delayed urethral reconstruction
Rekonstruksi dari uretra setelah ruptur dapat dilakukan
dalam waktu 3 bulan, dengan asumsi tidak ada abses panggul atau
bukti lain infeksi panggul yang persisten. Sebelum rekonstruksi,
cystogram dan urethrogram gabungan sebaiknya dilakukan untuk menentukan
panjang yang tepat dari uretra yang terdapat striktur. Striktur ini biasanya panjang
1-2 cm dan terletak tepat di posterior tulang kemaluan. Pilihan pendekatan adalah
single-stage reconstruction (rekonstruksi tunggal-tahap) dari defek ruptur uretra
dengan eksisi langsung daerah yang striktur dan anastomosis dari uretra bulbous
langsung ke puncak prostat. Sebuah 16F silikon kateter uretra harus dibiarkan di
tempat bersama dengan cystostomy suprapubik. Kateter dikeluarkan dalam waktu
satu bulan, dan kemudian pasien bisa berkemih. 3
3. Immediate urethral realignment
Beberapa ahli bedah lebih memilih untuk menyetel kembali uretra segera. Insiden
striktur, impotensi, dan inkontinensia tampaknya lebih tinggi dibandingkan dengan
cystostomy segera dan rekonstruksi tertunda. Namun, beberapa penulis melaporkan
keberhasilan dengan penataan kembali uretra segera. 3
Sekitar 1 bulan setelah delayed rekonstruksi, kateter uretra dapat dilepas dan
cystogram saluran kemih diperoleh melalui tabung cystostomy suprapubik. Jika cystogram
menunjukkan paten daerah rekonstruksi bebas dari ekstravasasi, kateter suprapubik dapat
dihapus; jika ada ekstravasasi atau striktur, cystostomy suprapubik harus dipertahankan.
Sebuah urethrogram tindak lanjut harus diperoleh dalam waktu 2 bulan untuk melihat untuk
perkembangan striktur. 3
9
Striktur, jika ada (<5%), biasanya sangat pendek, dan urethrotomy dengan
penglihatan langsung menawarkan kemudahan dan penyembuhan cepat. Pasien mungkin
impoten selama beberapa bulan setelah “delayed repair”. Impotensi permanen di sekitar 10%
dari pasien. Inkontinensia setelah posterior uretra rupture dan “delayed repair” jarang (<2%)
dan biasanya berkaitan dengan sejauh mana
cedera daripada perbaikan.
2.2.7 Komplikasi Ruptur Uretra Posterior
Striktur, impotensi, dan inkontinensia sebagai komplikasi ruptur uretra
prostatomembranous yang diakibatkan trauma pada sistem kemih. 3
Striktur setelah repair primer dan anastomosis terjadi pada sekitar 50% kasus. Jika
dilakukan cystostomy suprapubik dengan pendekatan “delayed repair”, kejadian striktur dapat
dikurangi sekitar 5%. 3
Insiden impotensi setelah “primary repair” adalah 30- 80% (rata-rata, sekitar
50%). Angka ini dapat dikurangi untuk 30-35% dengan drainase suprapubik pada rekontruksi
uretra tertunda. 3
Jumlah inkontinensia urin terjadi pada <2% dari pasien dan biasanya berhubungan
dengan fraktur sakral yang berat dan cedera saraf S2-4. 3
2.2.8 Prognosis Ruptur Uretra Posterior
Jika komplikasi dapat dihindari, prognosis sangat baik. Infeksi saluran kencing
dapat diselesaikan dengan manajemen yang tepat. 3
2.3 Ruptur Uretra Anterior
Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah
straddle injury (cedera mengangkangan) yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda
tumpul. Jenis kerusakan uretra yang terjadi berupa: kontusio dinding uretra, ruptur uretra
parsial atau ruptur uretra total.
Trauma tumpul atau trauma tembus dapat menyebabkan rupture uretra anterior.
Cedera tumpul lebih sering didiagnosis, dan uretra bulbous adalah segmen yang paling sering
mengalami cedera (85%) karena uretra pars bulbous tepat di bawah tulang kemaluan, tidak
seperti uretra pars pendulous yang mobile. 4
2.3.1 Epidemiologi Ruptur Uretra Anterior
Cedera uretra anterior kurang umum didiagnosis emergently, dengan demikian,
kejadian yang sebenarnya sulit untuk ditentukan. Namun, banyak pria dengan striktur uretra
bulbar mengingat cedera tumpul perineum atau cedera straddle, membuat frekuensi
sebenarnya cedera uretra anterior jauh lebih tinggi. Menembus cedera uretra jarang, pusat-
pusat utama trauma melaporkan hanya beberapa per tahun. 6
2.3.2 Etiologi Ruptur Uretra Anterior
Cedera tumpul ke uretra bulat biasanya disebabkan oleh straddle injury atau cedera
mengangkang (misalnya, kecelakaan kendaraan bermotor; kecelakaan sepeda; jatuh
mengangkang ke pagar atau pelana) atau tendangan ke perineum. Kekuatan yang mengenai
perineum merusak uretra bulbous yang terjepit antara benda tumpul dengan ramus pubis
inferior, menyebabkan memar atau laserasi pada uretra. 2,4
Tidak seperti cedera pada uretra pars prostatomembranous, trauma tumpul uretra
anterior jarang berhubungan dengan trauma organ lainnya. Kenyataannya, straddle injury
menimbulkan cedera cukup ringan, membuat pasien tidak mencari penanganan pada saat
10
kejadian. Pasien biasanya datang dengan striktur uretra setelah kejadian yang intervalnya
bulan atau tahun. 4
Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10% sampai 20%
dari kasus). Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera pada saat berhubungan
intim, dimana penis yang sementara ereksi menghantam ramus pubis wanita, menyebabkan
robeknya tunika albuginea. 4
2.3.3 Klasifikasi Ruptur Uretra Anterior
Klasifikasi rupture uretra anterior dideskripsikan oleh McAninch dan Armenakas
berdasarkan atas gambaran radiologi
Kontusio : Gambaran klinis memberi kesan cedera uretra, tetapi uretrografi
retrograde normal
Incomplete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi, tetapi masih ada
kontinuitas uretra sebagian. Kontras terlihat mengisi uretra proksimal atau vesika
urinaria (Lihat Gambar)
Complete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi dengan tidak ada
kontras mengisi uretra proksimal atau vesika urinaria. Kontinuitas uretra
seluruhnya terganggu. 4
Gambar 8. Urethrogram retrograde menunjukkan incomplete disruption dari uretra anterior
akibat luka tembak. Catatan kontras ekstravasasi inferior dan superior dalam jaringan korporal
yang berdekatan. 4
2.3.4 Gambaran Klinis Ruptur Uretra Anterior
Pada rupture uretra anterior terdapat memar atau hematom pada penis dan skrotum.
Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi
rupture uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi trauma dan
nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada perabaan mungkin ditemukan kandung
kemih yang penuh. 8
Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstuksi karena udem atau
bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan
atau tanpa darah dapat meluas jauh, tergantung fascia yang turut rusak. Pada ekstravasasi ini
mudah timbul infiltrate yang disebut infiltrate urin yang mengakibatkan selulitis dan
septisemia, bila terjadi infeksi. 8
Kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera kangkang atau
instrumentasi dan darah yang menetes dari uretra. 8
11
Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra
tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada
penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasai urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia
Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau dinding abdomen. Oleh karena itu
robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma
atau hematoma kupu-kupu (lihat gambar). 2
Gambar 9. A. Cedera selangkangan menyebabkan ruptura uretra pars bulbosa. B. Lapisan yang membungkus uretra mulai dari korpus spongiosum (k.s), fasia Buck (fB), dan
fasia Colles (fC). C dan D. Robekan uretra dengan fasia Buck masih utuh menyebabkan hematom terbatas pada penis (h.p) E dan F Robekan fasia Buck menyebabkan hematom meluas sampai ke skrotum
sebagai hematom kupu-kupu (h.k). 2
2.3.5 Diagnosis Ruptur Uretra Anterior
Pemeriksaan radiologik dengan uretrogram retrograde dapat memberi keterangan
letak dan tipe ruptur uretra. Uretrogram retrograde akan menunjukkan gambaran ekstravasasi,
bila terdapat laserasi uretra, sedangkan kontusio uretra tidak tampak adanya ekstravasasi. 8
Gambar 10. Ruptur uretra bulbar (anterior) setelah straddle injury. Ekstravasasi (panah) pada
pemeriksaan urethrogram. 3
2.3.6 Penatalaksanaan Ruptur Uretra Anterior
Tindakan Umum
Kehilangan banyak darah biasanya tidak terjadi. Jika pendarahan berat terjadi, maka tekanan
lokal dilakukan untuk mengontrol perdarahan dan diikuti oleh resusitasi.
Tindakan Spesifik
1. Urethral Contusion
Pasien dengan luka memar uretra menunjukkan tidak ada bukti ekstravasasi, dan
uretra tetap utuh. Setelah urethrography, pasien diperbolehkan untuk buang air; dan jika buang
air terjadi seperti biasanya, tanpa rasa sakit atau pendarahan, tidak ada perlakuan tambahan
diperlukan. Jika pendarahan terus berlanjut, drainase kateter uretra dapat dilakukan.
2. Urethral Laceration
Instrumentasi uretra urethrography berikut harus dihindari. Sebuah irisan kecil
garis tengah di daerah suprapubik dengan mudah mengekspose kubah kandung kemih
sehingga tabung suprapubik cystostomy dapat disisipkan, sehingga memungkinkan pengalihan
12
kemih lengkap dimana sementara itu terjadi menyembuhkan luka uretra. Percutaneous
cystostomy mungkin juga dapat digunakan dalam luka tersebut. Penyembuhan pada tempat
cedera dapat menghasilkan pembentukan striktur. Sebagian besar striktur tidak parah dan tidak
membutuhkan bedah rekonstruksi. Kateter cystostomy suprapubik mungkin dilepaskan jika
tidak ada ekstravasasi yang terjadi. Tindak lanjut dengan dokumentasi dari laju aliran kemih
akan menunjukkan apakah terjadi obstruksi uretra akibat striktur.
3. Urethral Laceration with extensive urinary extravasation
Laserasi mayor yang terjadi, memungkinkan ekstravasasi urin mencakup perineum,
skrotum, dan perut bagian bawah. Drainase daerah ini diindikasikan. Cystostomy suprapubik
untuk diversi urin diperlukan. Infeksi dan Abses pembentukan yang umum dan membutuhkan
terapi antibiotik.
4. Immediate Repair
Perbaikan segera luka uretra dapat dilakukan, tetapi prosedur ini sulit dan insiden
timbulnya striktur tinggi.
Rekonstruksi segera
Perbaikan segera laserasi uretra dapat dilakukan, tetapi prosedurnya sulit dan tingginya resiko
timbulnya striktur. 3
Rekonstruksi lambat
Sebelum semua rencana dilakukan, retrograde uretrogram dan sistouretrogram harus
dilakukan untuk mengetahui tempat dan panjang dari uretra yang mengalami cedera.
Pemeriksaan ultrasound uretra dapat membantu menggambarkan panjang dan derajat
keparahan dari striktur. Injeksi retrograde saline kombinasi dengan antegrade bladder filling
akan mengisi uretra bagian proksimal dan distal, dan sonogram 10-MHz akan mengambarkan
dengan jelas bagian yang tidak bisa terdistensi untuk di eksisi. Jaringan fibrosa padat yang
terbentuk karena trauma sering menjadi significant shadow.
Uretroplasty anastomosis adalah prosedur pilihan pada ruptur total uretra pars bulbosa setelah
straddle injury. Skar tipikal berukuran 1,5 sampai 2 cm dan harus dieksisi komplit. Uretra
proksimal dan distal dapat dimobilisasi untuk anastomosis end-to-end. Tingkat keberhasilan
dari prosedur ini lebih dari 95% dari kasus. Insisi endoskopik melalui jaringan skar dari uretra
yang ruptur tidak disarankan dan sering kali gagal. Penyempitan parsial uretra dapat diterapi
awal dengan insisi endoskopi dengan tingkat keberhasilan tinggi. Saat ini uretrotomi dan
dilatasi berulang telah terbukti tidak efektif baik secara klinis maupun biaya. Lebih lanjut,
pasien dengan prosedur endoskopik berulang juga sering diharuskan untuk dilakukan tindakan
rekonstruksi kompleks seperti graft. Open repair seharusnya ditunda paling tidak beberapa
minggu setelah instrumentasi untuk membiarkan uretra stabil.
2.3.7 Komplikasi Ruptur Uretra Anterior
Perdarahan berat dari cedera korpus spongiosum mungkin terjadi pada perineum
serta melalui meatus uretra. Tekanan diterapkan perineum atas situs cedera biasanya
mengontrol perdarahan. Jika perdarahan tidak bisa dikontrol, operasi segera diperlukan.
Komplikasi dari ekstravasasi urin yang terutama sepsis dan infeksi. Debridement yang agresif
dan drainase diperlukan jika ada infeksi. Striktur di lokasi Cedera adalah komplikasi umum,
tapi bedah rekonstruksi mungkin tidak diperlukankecuali striktur secara signifikan
mengurangi laju aliran urin. 3
2.3.8 Prognosis Ruptur Uretra Anterior
Striktur uretra adalah komplikasi utama tetapi dalam banyak kasus tidak
memerlukan bedah rekonstruksi. Jika terjadi striktur, laju aliran kemih yang buruk, infeksi
kencing dan adanya fistula uretra, rekonstruksi diperlukan. 3
BAB III
PENUTUP
13
3.1 Kesimpulan
Ruptur uretra berasal dari sejumlah etiologi yang jelas, seperti yang telah
diuraikan. Pengenalan tanda-tanda dan gejala uretra adalah yang terpenting. Diagnosis secara
tepat rupture uretra dengan radiografi dan pengklasifikasian dalam kebanyakan kasus. Dengan
informasi ini dapat dilakukan manajemen awal yang tepat. Klinisi yang cerdik harus
mempertahankan kecurigaan indeks tinggi, karena cedera ini keduanya jarang dan sering
overshadowed oleh trauma multisistem. Meskipun cedera mungkin dianggap kepentingan
kedua dalam penanganan trauma akut, namun gagal untuk secara akurat mendiagnosis cedera
uretra dapat menyebabkan untuk gejala sisa (misalnya, penyakit striktur, inkontinensia,
disfungsi ereksi), yang jauh setelah cedera lainnya telah menghilang. 4