RUPTUR URETRA & VESICA URINARIA ANATOMI 1. Uretra Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot lurik dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat miksi sfingter ini tetap terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan miksi. Panjang uretra laki-laki dewasa sekitar 18 cm, dengan perbandingan uretra posterior 3 cm dan uretra anterior 15 cm, titik baginya berada antara 2 lokasi pada membran perineal. Uretra dapat dibedakan ke dalam 5 segmen yaitu : a. Uretra posterior
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RUPTUR URETRA & VESICA URINARIA
ANATOMI
1. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui
proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan
uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli
dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan
posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem
simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna
terdiri atas otot lurik dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan
keinginan seseorang. Pada saat miksi sfingter ini tetap terbuka dan tetap tertutup pada
saat menahan miksi.
Panjang uretra laki-laki dewasa sekitar 18 cm, dengan perbandingan uretra
posterior 3 cm dan uretra anterior 15 cm, titik baginya berada antara 2 lokasi pada
membran perineal. Uretra dapat dibedakan ke dalam 5 segmen yaitu :
a. Uretra posterior
Uretra pars prostatika
Uretra pars membranasea
b. Uretra anterior
Uretra pars bulbosa
Uretra pars pendulosa
Fossa naviculare
1. Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.
2. Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
3. Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal
yang berada di bawah kendali volunter (somatis).
4. Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang
dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi
oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.
5. Panjang uretra pada wanita sekitar 2,5- 3,5 cm sedangkan pada pria 17-22,5 cm.
Vaskularisasi dan aliran limfe
Pada uretra maskulina, pars prostatika mendapat suplai darah terutama dari arteri
vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Uretra pars membranasea diberi suplai darah
dari cabang-cabang arteri dorsalis penis dan arteri profunda penis. Aliran darah venous
menuju pleksus venosus prostatikus dan ke vena pudenda interna. Aliran limfe dari uretra
pars prostatika dan pars membranasea dibawa oleh pembuluh-pembuluh limfe yang
berjalan mengikuti vasa pudenda interna menuju ke lymphonodus iliaka interna (sebagian
besar) dan ke lymphonodus iliaka eksterna (sebagian kecil). Aliran limfe dari uretra pars
spongiosa, sebagian besar dibawa menuju lymphonodus inguinalis profunda dan sebagian
besar dibawa menuju ke lymphonodus iliaka interna.
Uretra feminine pars kranialis mendapatkan vaskularisasi dari arteri vesikalis.
Pars medialis mendapatkannya dari arteri vesikalis inferior dan cabang-cabang dari arteri
uterine, sedangkan pars kaudalis disuplai oleh arteri pudenda interna. Pembuluh darah
vena membawa aliran darah venous menuju ke plexus venosus vesikalis dan vena
pudenda interna.
Innervasi
Uretra maskulina, pars prostatika menerima persarafan dari pleksus nervosus
prostatikus. Uretra pars membranasea dipersarafi oleh nervus kavernosus penis, pars
sponsiosa dipersarafi oleh pleksus nervosus vesikalis dan pleksus nervosus
uretrovaginalis, pars kaudalis dipersarafi oleh nervus pudendus.
2. Vesica Urinaria
Vesika urinaria (bladder) disebut juga kandung kemih terdiri atas 2 bagian, yaitu
daerah fundus dan leher kandung kemih. Bagian leher kandung kemih disebut juga
uretra posterior karena berhubungan dengan uretra. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh
epitel transisional yang mengandung ujung-ujung saraf sensoris. Di bawahnya
terdapat lapisan sub mukosa yang sebagian besar tersusun dari jaringan ikat dan
jaringan elastin . Otot polos kandung kemih adalah otot detrusor yang terdiri dari
lapisan otot longitudinal pada lapisan luar dan dalam sedangkan otot sirkuler pada bagian
tengahnya otot detrusor melanjutkan perjalanannya ke arah uretra membentuk suatu
"pipa" yang disebut bladder neck. Kandung kemih berbentuk oblik untuk menghindari
urin kembali keatas.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga
bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior
dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral
dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral,
longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum
vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri
dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. Sedangkan persarafan pada
vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis
melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2.
Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan
sebagai sensorik dan motorik.
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak
di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti
kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis
medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari :
Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat
duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian
dalam).
A. RUPTUR URETRA
DEFINISI
Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma dan
kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis).
ETIOLOGI
Adanya trauma pada perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna maupun perineum.
Beberapa contoh dari cedera genetalia eksterna antara lain:
Fraktur pelvis : ruptur uretra pars membranasea.
Trauma selangkangan : ruptur uretra pars bulbosa.
Iatrogenik : pemasangan kateter yang salah.
Persalinan lama.
Ruptur yang spontan.
KLASIFIKASI
Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam:
1. Ruptur Uretra Posterior
Paling sering pada bulbosa disebut Straddle Injury, dimana robekan uretra
terjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya.
Etiologi
Trauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian besar cedera pada
uretra pars posterior. Menurut sejarahnya, banyak cedera semacam ini yang
berhubungan dengan kecelakaan di pabrik atau pertambangan. Akan tetapi,
karena perbaikan dalam hal keselamatan pekerja pabrik telah menggeser
penyebab cedera ini dan menyebabkan peningkatan pada cedera yang
berhubungan kecelakaan lalu lintas. Gangguan pada uretra terjadi sekitar 10%
dari fraktur pelvis tetapi hampir semua gangguan pada uretra membranasea yang
berhubungan dengan trauma tumpul terjadi bersamaan fraktur pelvis. Fraktur
yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada
cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea. Fraktur
pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis
menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum
pubo-prostatikum ikut terobek, prostat berada buli-buli akan terangkat ke
kranial.
Fraktur pelvis yang menyebabkan gangguan uretra biasanya penyebab
sekunder karena kecelakaan kendaraan bermotor (68%-84%) atau jauh dari
ketinggian dan tulang pelvis hancur (6%-25%). Pejalan kaki lebih beresiko,
mengalami cedera uretra karena fraktur pelvis pada kecelakaan bermotor dari
pada pengendara.
Epidemiologi
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra
posterior dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama
terjadinya fraktur pelvis adalah kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti oleh
cedera pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian lebih dari 15 kaki (13%),
kecelakaan pada penumpang mobil (10,2%) dan kecelakaan kerja (6%). Fraktur
pelvis merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera intraabdominal
ataupun cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera
organ terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior (5,8%-14,6%),
diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%).
Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang
menyebabkan cedera uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%.
Cedera uretra pada wanita dengan fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi
beberapa kepustakaan melaporkan insiden kejadiannya sekitar 4-6%.
Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis
kebanyakan ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur rata-rata 33
tahun. Pada anak (<12 tahun) angka kejadiannya sekitar 8%. Terdapat perbedaan
persentasi angka kejadian fraktur pelvis yang menyebabkan cedera uretra pada
anak dan dewasa. Fraktur pelvis pada anak sekitar 56% kasus yang merupakan
resiko tinggi untuk terjadinya cedera uretra.
Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita,
perbedaan ini disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan
mempunyai ligamentum pubis yang tidak kaku.
Mekanisme Trauma
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser
padaprostatomembranosa junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada
diafragma urogenitalia. Dengan adanya pergeseran prostat, maka uretra pars
membranasea teregang dengan cepat dan kuat. Uretra posterior difiksasi pada
dua tempat yaitu fiksasi uretra pars membranasea pada ramus ischiopubis oleh
diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika ke simphisis oleh ligamentum
puboprostatikum.
Klasifikasi
Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat cedera uretra dalam 3 jenis:
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan).
Foto uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya
tampak memanjang.
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-membranasea, sedangkan
diafragma urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan
ekstravasasi kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis.
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah
proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras
meluas hingga di bawah diafragma urogenitalia sampai ke perineum.
Gambaran Klinis
Pada ruptur uretra posterior terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada
daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom, dan
nyeri tekan. Bila disertai ruptur kandung kemih, bisa dijumpai tanda rangsangan
peritoneum. Pasien biasanya mengeluh tidak bisa kencing dan sakit pada daerah
perut bagian bawah.
Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai
pada pasien yang telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya, beberapa jenis fraktur pelvis lebih sering
berhubungan dengan cedera uretra posterior dan terlihat pada 87% sampai 93%
kasus. Akan tetapi, banyaknya darah pada meatus uretra tidak berhubungan
dengan beratnya cedera. Teraba buli-buli yang cembung (distended), urin tidak
bisa keluar dari kandung kemih atau memar pada perineum atau ekimosis
perineal merupakan tanda tambahan yang merujuk pada gangguan uretra. Trias
diagnostik dari gangguan uretra prostatomembranosa adalah fraktur pelvis, darah
pada meatus dan urin tidak bisa keluar dari kandung kemih.
Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling
penting dari kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan
melakukan pemasangan kateter, karena dapat menyebabkan infeksi pada
periprostatik dan perivesical dan konversi dari incomplete laserasi menjadi
complete laserasi. Cedera uretra karena pemasangan kateter dapat menyebabkan
obstuksi karena edema dan bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat
mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas
jauh tergantung fascia yang rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat
urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila terjadi infeksi. Adanya
darah pada ostium uretra eksterna mengindikasikan pentingnya uretrografi untuk
menegakkan diagnosis.
Pada pemeriksaan rektum bisa didapatkan hematoma pada pelvis dengan
pengeseran prostat ke superior. Bagaimanapun pemeriksaan rektum dapat
diinprestasikan salah, karena hematoma pelvis bisa mirip denagan prostat pada
palpasi. Pergeseran prostat ke superior tidak ditemukan jika ligament
puboprostikum tetap utuh. Disrupsi parsial dari uretra membranasea tidak
disertai oleh pergeseran prostat.
Prostat dan buli-buli terpisah dengan uretra pars membranasea dan
terdorong ke atas oleh penyebaran dari hematoma pada pelvis. High riding
prostat merupakan tanda klasik yang biasa ditemukan pada ruptur uretra
posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah dengan fraktur pelvis kadang-
kadang menghalangi palpasi yang adekuat pada prostat yang ukurannya kecil.
Sebaliknya terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin
adalah hematoma pada pelvis. Pemeriksaan rektal lebih penting untuk
mengetahui ada tidaknya jejas pada rektal yang dapat dihubungkan dengan
fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari pemeriksa menunjukkan adanya
suatu jejas pada lokasi yang diperiksa.
Gambaran Radiologi
Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan pemeriksaan untuk
mendiagnosis cedera uretra karena akurat, sederhana dan cepat dilakukan pada
keadaan trauma. Sementara CT Scan merupakan pemeriksaan yang ideal untuk
saluran kemih bagian atas dan cedera vesika urinaria dan terbatas dalam
mendiagnosis cedera uretra. Sementara MRI berguna untuk pemeriksaan pelvis
setelah trauma sebelum dilakukan rekonstuksi, pemeriksaan ini tidak berperan
dalam pemeriksaan cadera uretra. Sama halnya dengan USG uretra yang
memiliki keterbatasan dalam pelvis dan vesika urinaria untuk menempatkan
kateter suprapubik.
Penatalaksanaan
a. Emergency
Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-
obat analgesik. Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat
kencing, tidak perlu menggunakan alat-alat atau manipulasi tapi jika tidak
bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada uretrosistogram, pemasangan
kateter harus dilakukan dengan lubrikan yang adekuat.
Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan
organ lain, cukup dilakukan sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari
kemudian dengan melakukan anastomosis ujung ke ujung, dan pemasangan
kateter silicon selama 3 minggu.
b. Pembedahan
Ekstravasasi pada uretrosistogram mengindikasikan pembedahan.
Kateter uretra harus dihindari.
Immediate management
Penanganan awal terdiri dari sistostomi suprapubik untuk drainase
urin. Insisi midline pada abdomen bagian bawah dibuat untuk
menghindari pendarahan yang banyak pada pelvis. Buli-buli dan prostat
biasanya elevasi kearah superior oleh pendarahan yang luas pada
periprostatik dan perivesikal. Buli-buli sering distensi oleh akumulasi
volume urin yang banyak selama periode resusitasi dan persiapan
operasi. Urin sering bersih dan bebas dari darah, tetapi mungkin
terdapat gross hematuria. Buli-buli harus dibuka pada garis midline dan
diinspeksi untuk laserasi dan jika ada, laserasi harus ditutup dengan
benang yang dapat diabsorpsi dan pemasangan tube sistotomi untuk
drainase urin. Sistotomi suprapubik dipertahankan selama 3 bulan.
Pemasangan ini membolehkan resolusi dari hematoma pada pelvis, dan
prostat & buli-buli akan kembali secara perlahan ke posisi anatominya.
Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan
reparasi 2- 3 hari kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir
(railroading).
Delayed urethral reconstruction
Rekonstruksi uretra setelah disposisi prostat dapat dikerjakan
dalam 3 bulan, diduga pada saat ini tidak ada abses pelvis atau bukti lain
dari infeksi pelvis. Sebelum rekonstuksi, dilakukan kombinasi sistogram
dan uretrogram untuk menentukan panjang sebenarnya dari striktur
uretra. Panjang striktur biasanya 1-2 cm dan lokasinya dibelakang dari
tulang pubis. Metode yang dipilih adalah “single-stage reconstruction”
pada ruptur uretra dengan eksisi langsung pada daerah striktur dan
anastomosis uretra pars bulbosa ke apeks prostat lalu dipasang kateter
uretra ukuran 16 F melalui sistotomi suprapubik. Kira-kira 1 bulan
setelah rekonstuksi, kateter uretra dapat dilepas. Sebelumnya dilakukan
sistogram, jika sistogram memperlihatkan uretra utuh dan tidak ada
ekstravasasi, kateter suprapubik dapat dilepas. Jika masih ada
ekstravasasi atau striktur, kateter suprapubik harus dipertahankan.
Uretrogram dilakukan kembali dalam 2 bulan untuk melihat
perkembangan striktur.
Immediate urethral realignment
Beberapa ahli bedah lebih suka untuk langsung memperbaiki
uretra. Perdarahan dan hematoma sekitar ruptur merupakan masalah
teknis. Timbulnya striktur, impotensi, dan inkotinensia lebih tinggi
dari immediate cystotomy dandelayed reconstruction. Walaupun
demikian beberapa penulis melaporkan keberhasilan dengan immediate
urethral realignment.
Komplikasi
Striktur, impotensi, dan inkotinensia urin merupakan komplikasi rupture
prostatomembranosa paling berat yang disebabkan trauma pada sistem urinaria.
Striktur yang mengikuti perbaikan primer dan anastomosis terjadi sekitar 50%
dari kasus. Jika dilakukan sistotomi suprapubik, dengan pendekatan “delayed
repair” maka insidens striktur dapat dikurangi sampai sekitar 5%. Insidens
impotensi setelah “primary repair”, sekitar 30-80% (rata-rata sekitar 50%). Hal
ini dapat dikurangi hingga 30-35% dengan drainase suprapubik pada rekontruksi
uretra tertunda. Jumlah pasien yang mengalami inkotinensia urin <2 % biasanya
bersamaan dengan fraktur tulang sakrum yang berat dan cedera nervus S2-4.
Prognosis
Jika komplikasinya dapat dihindari, prognosisnya sangat baik. Infeksi
saluran kemih akan teratasi dengan penatalaksaan yang sesuai.
2. Ruptur Uretra Anterior
Uretra anterior adalah bagian distal dari diafragma urogenitalia. Straddle
injury dapat menyebabkan laserasi atau contusion dari uretra. Instrumentasi atau
iatrogenik dapat menyebabkan disrupsi parsial.
Etiologi
Cedera uretra anterior secara khas disebabkan oleh cedera langsung pada
pelvis dan uretra. Secara klasik, cedera uretra anterior disebabkan oleh straddle
injury atau tendangan atau pukulan pada daerah perineum, dimana uretra pars