Top Banner
TUGAS ADMINISTRASI LINGKUNGAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI JAKARTA Disusun Oleh: Ferdian Malik– 0906533902 DEPOK APRIL 2012 ABSTRAK Kebijakan pemerintah untuk menyediakan RTH bukanlah barang baru dan secara yuridis telah banyak peraturan yang mengatur masalah tersebut. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1998 tentang Penatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan misalnya, telah mengatur hal tersebut, namun belum secara eksplisit mengatur standar minimal bentuk dan ukuran RTH yang wajib disediakan oleh suatu kota. UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang secara tegas menentukan bahwa proporsi RTH kota minimal 30 % dari luas wilayah. Sebelum undang-undang tersebut diberlakukan, sebenarnya sudah cukup banyak peraturan perundangan yang terkait dengan pengaturan RTH, termasuk peraturan daerah (Perda). Di DKI Jakarta trend penyempitan RTH dapat dilihat dari menurunnya kebijakan penyediaan RTH sebesar 27,6 % pada tahun 1965- 1985 menjadi 13,94 % pada tahun 2000-2010. Realisasi pembangunan RTH (sementara) tahun 2002, tercatat 148,35 luas RTH 2002; hingga realisasi RTH (sementara tahun 2002) tercatat 7.394,98 ha, terdiri atas RTH Lindung (340,80 ha); RTH Budidaya Pertanian (3.656,91 ha) RTH Pertamanan (2.206,27 ha), RTH Pemakaman (666,48 ha); dan RTH Kehutanan (524,52 ha). Hingga pemenuhan target RTH (RTRW 2010), selama 8 tahun rata-rata 268,72 ha/tahun. Kata Kunci: Kebijakan pemerintah, RTH ( ruang terbuka hijau ), trend penyempitan RTH, RTH (RTRW 2010). Pendahuluan Fenomena yang terjadi selama tiga puluh tahun terakhir adalah adanya kecenderungan terjadinya penurunan kualitas ruang terbuka publik secara signifikan, terutama ruang terbuka hijau (RTH). Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung, luasan RTH telah berkurang dari 35 % pada awal tahun 1970an menjadi kurang dari 10 % pada saat ini. RTH yang ada banyak dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan seperti jaringan jalan, gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan dan kawasan permukiman baru. Jakarta dengan luas RTH sekitar 9 %, saat ini memiliki rasio RTH per kapita sekitar 7,08 m2, relatif masih lebih rendah dari kota-kota lain di dunia (http://www.penataanruang.net/taru/nspm, 19 Februari 2009). Definisi RTH sendiri dalam pasal 1 UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang/ jalur dan/ atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
19

Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

Mar 28, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

TUGAS ADMINISTRASI LINGKUNGAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI JAKARTA

Disusun Oleh:Ferdian Malik– 0906533902

DEPOKAPRIL 2012

ABSTRAK

Kebijakan pemerintah untuk menyediakan RTH bukanlah barang baru dan secara yuridis telahbanyak peraturan yang mengatur masalah tersebut. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992tentang Penataan Ruang dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1998 tentangPenatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan misalnya, telah mengatur hal tersebut,namun belum secara eksplisit mengatur standar minimal bentuk dan ukuran RTH yang wajibdisediakan oleh suatu kota. UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang secara tegas menentukanbahwa proporsi RTH kota minimal 30 % dari luas wilayah. Sebelum undang-undang tersebutdiberlakukan, sebenarnya sudah cukup banyak peraturan perundangan yang terkait denganpengaturan RTH, termasuk peraturan daerah (Perda). Di DKI Jakarta trend penyempitan RTHdapat dilihat dari menurunnya kebijakan penyediaan RTH sebesar 27,6 % pada tahun 1965-1985 menjadi 13,94 % pada tahun 2000-2010. Realisasi pembangunan RTH (sementara) tahun2002, tercatat 148,35 luas RTH 2002; hingga realisasi RTH (sementara tahun 2002) tercatat7.394,98 ha, terdiri atas RTH Lindung (340,80 ha); RTH Budidaya Pertanian (3.656,91 ha) RTHPertamanan (2.206,27 ha), RTH Pemakaman (666,48 ha); dan RTH Kehutanan (524,52 ha).Hingga pemenuhan target RTH (RTRW 2010), selama 8 tahun rata-rata 268,72 ha/tahun.Kata Kunci: Kebijakan pemerintah, RTH ( ruang terbuka hijau ), trend

penyempitan RTH, RTH (RTRW 2010).

PendahuluanFenomena yang terjadi selama tiga puluh tahun terakhir adalah

adanya kecenderungan terjadinya penurunan kualitas ruang terbuka publiksecara signifikan, terutama ruang terbuka hijau (RTH). Di kota-kotabesar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung, luasan RTH telahberkurang dari 35 % pada awal tahun 1970an menjadi kurang dari 10 %pada saat ini. RTH yang ada banyak dikonversi menjadi infrastrukturperkotaan seperti jaringan jalan, gedung-gedung perkantoran, pusatperbelanjaan dan kawasan permukiman baru. Jakarta dengan luas RTHsekitar 9 %, saat ini memiliki rasio RTH per kapita sekitar 7,08 m2,relatif masih lebih rendah dari kota-kota lain di dunia(http://www.penataanruang.net/taru/nspm, 19 Februari 2009).

Definisi RTH sendiri dalam pasal 1 UU No. 26/2007 tentang PenataanRuang adalah area memanjang/ jalur dan/ atau mengelompok, yangpenggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang

Page 2: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Pada pasal 29disebutkan bahwa ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijaupublik dan ruang terbuka hijau privat, dimana proporsi ruang terbukahijau kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota, sedangkanproporsi ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20 % dari luaswilayah kota.

Ditambahkan dalam pasal 30 bahwa distribusi ruang terbuka

disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hirarki pelayanan denganmemperhatikan rencana struktur dan pola ruang. Jika kondisi ideal diatas dapat terwujud, maka banyak manfaat yang dapat kita rasakan yaitukeamanan, kenyamanan, kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan.Dalam konteks pencemaran udara, RTH dapat menyeimbangkan antarapenyediaan kebutuhan O2 dengan penyerapan CO2. Kadar CO2 di udara dalamjumlah yang normal sangat bermanfaat sekali untuk melindungi kehidupandi bumi, namun dalam jumlah yang berlebihan sangat membahayakan.Kandungan CO2 di udara saat ini dianggap menjadi penyebab efek rumahkaca (50 %). Sebagai gambaran kadar CO2 sebelum masa pra-industialisasisebesar 280 ppm, kemudian meningkat sebesar 345 ppm pada tahun 1984 dandiperkirakan akan mencapai 560 ppm pada pertengahan abad ini (KantorMeneg KLH: 1990).

Masalah yang terjadi adalah bahwa penyediaan RTH jika dilihatdengan kaca mata ekonomi tidak akan mendatangkan keuntungan finansial,kecuali keuntungan ekologi yang bersifat jangka panjang dan tidaktampak. Hal ini tidak cukup menarik perhatian para ekonom, politisi dankomponen masyarakat lainnya untuk mengelolanya dengan baik. Oleh karenaitu kesadaran akan hal ini lambat atau cepat harus ditumbuhkan padakelompok masyarakat tersebut jika katastropi lingkungan yang lebihserius tidak ingin terjadi dimana-mana.

Daerah khusus Ibukota (DKI) Jakarta, seperti halnya kota-kotabesar di negaranegara lain, dalam pertumbuhannya menghadapi duafenomena yaitu menurunnya lingkungan fisik kritis perkotaan, danmasalah sosial seperti urbanisasi, tumbuh berkembangnya permukimankumuh, lunturnya budaya asli serta gejala sosial lainnya.

Penduduk DKI Jakarta akhir tahun 2000 ± 11,2 juta jiwa pada sianghari dan ± 9,2 juta jiwa pada malam hari (Waryono, 2001), dan cenderungsemakin meningkat seiring dan sejalan dengan tumbuh berkembangnyawilayah perkota-an. Kondisi ini nampaknya memacu terhadap luas kawasankumuh yang kini tercatat 11.340 ha, atau (17,3% dari luas daratan DKIJakarta).

Page 3: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

Menurunnya daya dukung lingkungan hidup kota Jakarta, seperti laporanhasil penelusuran (Waryono, 2000), cenderung disebabkan oleh hal-halsebagai berikut;

(a). Jumlah kendaraan bermotor ± 6,3 juta buah, menyebabkanmeningkatnya tingkat polusi udara. Pencemaran udara selama jangkawaktu 3 tahun (1997-2000) seperti Karbon dioksida (Co2) dari 274,3menjadi 307,0 mg/m2; kadar debu rata-rata dari 279,7 menjadi 461,0mg/m2 ; Kadar timbal (Pb) dari rata-rata 261,6 meningkat menjadi 411mg/m2; demikian halnya dengan kadar kebisingan dari rata-rata 38,9dan kini meningkat menjadi 43,6 dB (BPLHD, 2000).

(b). Meningkatnya luas bangunan beton dan aspal ± 18.798,5 ha (28,7%luas daratan DKI Jakarta), hingga menyebabkan tingginya lajulimpasan air hujan. Tingginya tingkat laju erosi (wilayah kikisan) ±82,3 ton/ha/tahun dan meluasnya wilayah pengendapan, sebagai akibathasil sedimentasi, yang memberikan pengaruh bahkan dampak terhadapsemakin meluasnya wilayah genangan musiman dan kawasan kumuhperkotaan ± 19.540 ha, atau 29,8% dari luas daratan DKI Jakarta(PPST, 2000).

(c). Meningkatnya bangunan berdinding kaca ± 4.061 ha (6,2% dari luasdaratan DKI Jakarta), menyebabkan meningkatnya kutub-kutub panaskota; dari suhu udara rata-rata dari 28,3 menjadi 30,70C (BPLHD,2000).

(d). Terdesaknya luasan kawasan hijau akibat lajunya pembangunan fisikwilayah baik untuk kepentingan permukiman, maupun pusat-pusatkegiatan kota, hingga menyebabkan tidak berfungsinya kawasan hijau,dan kawasan tandon air ± 5.765 ha, serta terganggunya habitat dansangtuari satwa liar (Dinas Kehutanan DKI Jakarta, 1999).

(e). Lajunya pemanfaatan air tanah dangkal dan penerapan teknologipancang bangunan tinggi,hingga menyebabkan terganggunya sirkulasidan sistem tata air tanah (hidrologis), serta menyusupnya intrusiair laut yang kini telah mencapai 7.210 ha atau 11% dari luasdaratan DKI Jakarta (PPST, 1997).

LANDASAN TEORI

Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiridari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang TerbukaHijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (openspaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman danvegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis,sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi(kesejahteraan) bagi masyarakatnya (Lokakarya RTH, 30 November 2005).

Secara aritmetik kebutuhan luas lahan minimum untuk RTH diperkotaan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Penataan Ruang

Page 4: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

(UUPR) Nomor 26 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:05/Prt/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang TerbukaHijau di Kawasan Perkotaan sebesar 30 %. Perhitungan proporsi RTH untukmasing-masing jenis ruang terbuka dapat dilihat pada gambar 1.

Ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras(paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungaidanau, maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai genangan retensi.Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitatliar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun RTH nonalami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga dan kebun bunga.Dilihat aspek fungsinya, RTH bisa saja berfungsi ekologis, sosialbudaya, estetika dan ekonomi. Secara struktur ruang, RTH dapatmengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar) maupun polaplanologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan. Darisisi aspek kepemilikan, RTH terdiri atas RTH publik dan RTH privat.Baik RTH publik maupun privat mempunyai beberapa fungsi utama sepertifungsi ekologis dan tambahan, yaitu sosial budaya, ekonomi, sertaestetika/ arsitektural. Untuk RTH dengan fungsi sosial seperti tempatistirahat, sarana olahraga dan atau area bermain, maka RTH harusmemiliki aksesibilitas yang baik untuk semua orang, termasukaksesibilitas bagi penyandang cacat.

Fungsi ekologis yang dimiliki komponen memperlihatkan bagaimanaperanan komponen RTH terhadap daya tampung dan daya dukung lingkunganekologis. Fungsi sosial yang dimiliki memperlihatkan bagaimana peranankomponen RTH terhadap daya tampung dan daya dukung lingkungan social.RTH merupakan produsen oksigen yang belum tergantikan fungsinya.Sebagai patokan, bila pada lahan seluas 1.600 meter persegi, yangterdapat 16 pohon berdiameter tajuk 10 m mampu menyuplai oksigen (O2)sebesar 14.000 liter per orang. Setiap jam, satu hektar daun-daun hijaudapat menyerap delapan kilogram CO2 yang setara dengan CO2 yangdihembuskan oleh nafas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama.Jika satu liter O2 hanya dihargai Rp 100, maka sebatang pohon menghemat

Page 5: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

biaya oksigen sebesar Rp 1.400.000 per hari, Rp 42 juta per bulan danRp 511 juta per tahun per orang (ibid).

Menelaah fungsi RTH di perkotaan khususnya, memperlihatkan bahwaRTH tidak hanya dapat berfungsi sebagai self purification bagi udara kota,tetapi juga menjadi supplier oksigen bagi makhluk hidup kota. Disampingitu RTH juga berperan dalam menjaga keseimbangan siklus hidrologi bagikota yang bersangkutan. Sebagai perbandingan, satu hektar RTH mampu:menetralisasi 736.000 liter limbah cair hasil buangan 16.355 penduduk;menghasilkan 0,6 ton oksigen guna dikonsumsi 1.500 penduduk per hari;menyimpan 900 m3 air tanah per tahun; mentransfer air 4.000 liter perhari atau setara dengan pengurangan suhu empat sampai delapan derajatCelsius, setara dengan kemampuan lima unit alat pendingin udaraberkapasitas 2.500 Kcal/20jam; meredam kebisingan 25-80 persen;mengurangi kekuatan angin sebanyak 75-80 persen.

Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaanditentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu:kapasitas atau daya dukung alami wilayah; kebutuhan per kapita(kenyamanan, kesehatan dan bentuk pelayanan lainnya) arah dan tujuanpembangunan kota. RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologisyang berlokasi, berukuran dan berbentuk pasti, yang melingkup RTHpublik dan RTH privat. Dalam suatu wilayah perkotaan maka RTH publikharus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas minimal dan RTHprivat merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio terutama dalammeningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota.

Menurut Lancashire Country: kebutuhan taman bagi warga kota denganrasio ideal adalah 0,43 m2 per orang. Rasio ini dapat juga digunakandalam menghitung kebutuhan luas lahan yang berfungsi sebagai RTH.Sedangkan secara aritmetik kebutuhan luas lahan minimum untuk RTH diperkotaan sebagaimana dinyatakan dalam UUPR Nomor 26 Tahun 2007,sebesar 30 % dari luas kota. Penetapan luasan RTH Kawasan Perkotaan (RTHKP) ini ternyata juga diaturdalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007, tentangPenataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan pada pasal 9. Disebutkanbahwa: (1) Luas ideal RTHKP minimal 20 % dari luas kawasan perkotaan. (2) Luas RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup RTHKP publikdan privat. (3) Luas RTHKP publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penyediaannya

menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/ kota yang dilakukansecara bertahap sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah.

(4) RTHKP privat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penyediaannyamenjadi tanggung jawab pihak/ lembaga swasta, perseorangan danmasyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh

Page 6: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

Pemerintah Kabupaten/ Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta olehPemerintah Provinsi.

Dengan demikian kota-kota yang telah menyiapkan kawasan RTH denganluasan 20 % pun harus menyesuaikan diri dengan luasan yang baru (30 %)karena hirarki hukum peraturan yang mengaturnya lebih tinggi, yakni“undang-undang”. Namun demikian, kalaupun luasan 20 % tersebutdipenuhi, maka sebenarnya 70 % RTH dengan fungsi-fungsinya sudahterpenuhi.

Terdapat peraturan dan pustaka lain yang mengatur sub komponen RTH,yakni hutan kota. Hutan kota ini jika ditelaah lebih jauh maka dialebih mewakili kedudukannya sebagai penjaga ekologi perkotaan. Secaraekosistem, hutan dan perkebunan mempunyai potensi dan fungsi ekologismenurunkan kadar CO2 atau rosot, sink pada saat melakukan aktivitasfotosintesis. Pohon dan tumbuh-tumbuhan menyerap CO2 dan menghasilkanoksigen (Sabilal Fahri: 2004). Sebenarnya masih banyak pendapat tentangluas ruang terbuka hijau ideal yang dibutuhkan oleh suatu kota.Bianpoen (1989) menyatakan dari sudut kesehatan seorang penduduk kotamaksimal memerlukan ruang terbuka seluas 15 m2, kebutuhan normal 7 m2dan minimal harus tersedia 3 m2. Pendapat lain dari Simond (1961) bahwaruang terbuka yang dibutuhkan oleh 4.320 orang atau 1.200 keluargaadalah 3 are (30.000 m2). Laurie (1979) menyatakan ruang terbuka yangdibutuhkan oleh 40.000 orang adalah 1 are. Namun menurut Ecko (1964)penduduk yang berjumlah 100 sampai dengan 300 orang membutuhkan ruangterbuka hijau seluas 1 are.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui World Development Report (1984)menyatakan bahwa persentase ruang terbuka hijau yang harus ada di kotaadalah 50 % dari luas kota atau kalau kondisi sudah sangat kritisminimal 15 % dari luas kota. Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, menyatakanbahwa luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan untuk satu orang adalah1,8 m2. Jadi ruang terbuka hijau walaupun hanya sempit atau dalambentuk tanaman dalam pot tetap harus ada di sekitar individu. Lainhalnya jika ruang terbuka hijau akan dimanfaatkan secara fungsional,maka luasannya harus benar-benar diperhitungkan secara proporsional.

Masalah yang paling krusial dari pendekatan-pendekatan di atasadalah bahwa sifat kota adalah dinamis dimana jumlah penduduk dankegiatan senantiasa bergerak naik dan untuk negara sedang berkembangsangat jarang bergerak turun. Hal ini berarti kebutuhan luasan hutankota juga akan semakin meningkat. Bukan hal yang tidak mungkin bahwasuatu saat kebutuhan hutan kota akan melebihi luas admisnistrasi kotaitu sendiri.

Page 7: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

Pembahasan dan AnalisisPada saat ini luas RTH publik di Provinsi DKI Jakarta kurang lebih

telah mencapai 10% dari luas DKI Jakarta atau seluas kurang lebih6.874,06 ha. Selama lima tahun terakhir ini, berbagai upaya telahdilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkanpenyediaan dan pemanfaatan RTH.  

RTH dalam RTRW 2010 Dengan jumlah penduduk 8,9 juta jiwa pada malam hari dan penduduk

siang berkisar 10,2 juta pada siang hari dengan kepadatan 13.000-15.000jiwa / km2 serta pertumbuhan penduduk sekitar 1.11% per tahun, Jakartamembutuhkan RTH yang tidak saja berfungsi estetika dan edukatif tetapijuga sebagai sarana yang mempunyai fungsi sosial. Penting bagi Jakartamemiliki taman dan hutan kota yang dapat dijadikan tempat interaksisosial dan tempat wisata murah bagi warganya, selain berfungsi estetikadan edukatif.

Bagi Jakarta, fungsi RTH juga sangat penting dilihat dari aspek

perlindungannya. Jakarta dilalui oleh 13 sungai dan terdapat kuranglebih 44 waduk dan situ yang memerlukan perlindungan dari penyempitanakibat penggunaan tepiannya. Dalam kaitannya dengan ini, RTH dapatberfungsi untuk melindungi badan-badan air tersebut. Fungsiperlindungan ini juga diperlukan mengingat semakin berkurangnyacadangan air tanah di DKI Jakarta, dimana RTH dapat berfungsi sebagaikawasan resapan untuk air tanah tersebut.

Terakhir, dengan semakin tingginya pemanfaatan bahan bakar fosil,

RTH dapat berfungsi sebagai penetralisir pencemaran udara di Jakarta.Pentingnya fungsi RTH untuk paru-paru kota dimaksudkan untukmengantisipasi makin tingginya jumlah kendaraan bermotor saat ini yangtelah berjumlah 5,7 juta unit dengan laju pertumbuhan 9.5% per tahun.

Kesadaran akan pentingnya fungsi RTH bagi Kota Jakarta tersebutdijabarkan dalam aturan daerah mengenai tata ruang yaitu Perda nomor 6tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta ataudikenal dengan RTRW 2010. Dalam perda tersebut, RTH diistilahkansebagai “kawasan hijau” yang dibagi ke dalam kawasan hijau lindung dankawasan hijau binaan dengan prosentase keseluruhan kedua kawasantersebut hingga tahun 2010 ditetapkan sebanyak 13.94% dari luaskeseluruhan DKI Jakarta (lihat gambar 1). 

Page 8: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

 Arahan pengembangan kawasan hijau di Provinsi DKI Jakarta adalahsebagai berikut (Lihat Gambar 2): 

-    Hutan Lindung dan Hutan Kota diarahkan pada beberapa pulau diKepulauan Seribu terutama pada zona   inti dan pelindung, serta HutanAngke Kapuk, Hutan Kamal Muara, dan Hutan Muara Angke.

-    Hijau pengaman air diarahkan pada sempadan sungai dan sempadan situatau danau

-    Hijau rekreasi/taman kota diarahkan pada beberapa spot di setiapwilayah Kota

-    Kawasan pertanian diarahkan pada beberapa kawasan yang saat inimasih merupakan kawasan atau areal pertanian.

-    Kawasan daerah resapan air diarahkan pada Kawasan Bagian SelatanKota Jakarta yang dilakukan melalui pembatasan intensitas pembangunanfisik.

Page 9: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

                

Jika klasifikasi tersebut disesuaikan dengan UU nomor 26/2007, makaterlihat bahwa sebagian besar arahan RTH di DKI Jakarta adalah RTHprivate (lihat gambar 1). Bagian terbesar kawasan hijau sebagaimanatercantum dalam RTRW 2010 adalah pada Bagian Selatan, yang berfungsisebagai kawasan resapan air, dimana dalam pemanfaatannya masihdimungkinkan untuk kegiatan lain tetapi dengan intensitas rendah (KDBbekisar 20%-40%). Hal ini yang sering menimbulkan kesalahpahaman yangberbutut pada tuduhan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telahmengizinkan pembangunan pada kawasan RTH. Pembahasan mengenai hal iniakan diuraikan lebih dalam pada bagian selanjutnya dari tulisan ini.

Pada RTRW 2010 tersebut juga telah mencantumkan bahwa kawasanhijau lindung dan kawasan hijau binaan tidak dapat dirubah fungsi danperuntukannya terutama untuk Penyempurna Hijau Umum (dalam terminologiUU nomor 26/2007 adalah RTH publik). Dengan demikian, walaupun secaraprosentase target RTH pada RTRW 2010 lebih rendah dari target RTHsebagaimana tercantum dalam UU nomor 26 tahun 2007, tetapi dapatdikatakan bahwa telah ada komitmen untuk menjaga ketersedian RTH diProvinsi DKI Jakarta.

Pada saat ini RTRW 2010 sedang dalam proses evaluasi secarakomprehensif dan diharapkan pada tahun 2010 nanti Pemerintah ProvinsiDKI Jakarta telah menetapkan Perda baru mengenai RTRW 2010-2030 yangantara lain akan mengadopsi aturan-aturan baru sebagai mana tercantumdalam Undang-undang Nomor 26/2007. Akan tetapi sambil menunggu RTRWbaru tersebut, RTRW 2010 masih digunakan sebagai acuan sementara,walaupun dalam pelaksanaannya di lapangan Pemerintah Provinsi DKI

Page 10: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

Jakarta sudah dan akan mencoba mengacu pada Undang-undang PenataanRuang yang baru.

Evaluasi Pembangunan Kawasan HijauA. RTH Eksis Tahun 2002RTH DKI Jakarta tercatat 9.544,79 ha, realisasi tahun 2000 tercatat7.246,63 ha, terdiri atas RTH Lindung (340,80 ha). RTH BudidayaPertanian (3.656,91 ha); RTH Pertamanan (2.193,62 ha), RTH Pemakaman(666,48 ha), dan RTH Kehutanan (388,82 ha). Kekurangan target atasdasar realisasi tahun 2000 tercatat 2.298,16 ha. Realisasi pembangunanRTH (sementara) tahun 2002, tercatat 148,35 ha, luas RTH 2002 hinggarealisasi RTH (sementara tahun 2002) tercatat 7.394,98 ha, terdiri atasRTH Lindung (340,80 ha), RTH Budidaya Pertanian (3.656,91 ha), RTHPertamanan (2.206,27 ha), RTH Pemakaman (666,48 ha); dan RTH Kehutanan(524,52 ha). Mencermati hasil perhitungan realisasi pembangunan kawasanhijau hingga tahun 2002; maka target RTH (RTRW 2010) seluas 9.544,79 -7.394,98 = 2149,81 ha. Hingga kebutuhan areal selama 8 tahun rata-rata268,72 ha/tahun.

Evaluasi Pembangunan Kawasan Hijau (RTH)Evaluasi terhadap hasil-hasil pembangunan kawasan hijau di DKI Jakarta,secara rinci dapat dirangkum sebagai berikut;1. Kualitas jenis masih terbatas, hingga bentuk-bentuk RTH yangdibangun sulit dibedakan.2. Kualitas bentuk kawasan hijau (Taman, Hutan kota dan hijaupenyangga), masih belum memperlihatkan kriteria yang jelas atas maknamasing-masing RTH terbangun.

3. Belum terciptanya koridor hijau yang mampu menghubungkan antarpulau-pulau habitat hijau, sebagai wahana wilayah jelajah satwa liar.

4. Belum tersosialisakannya pagar hidup sebagai pengaman kawasan hijauterbangun.5. Pepohonan yang dibudidayakan tidak memenuhi persyaratan teknikultur(silvikultur), karena keterbatasan sistem perakarannya.

6. Pengembangan jenis pepohonan tidak didasarkan atas kesesuaian lahandan jenis; dan kecenderungan untuk mengembangkan jenis-jenisintroduksi.

Page 11: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

7. Masih rendahnya sistem pemeliharaan yang praktis dan efisien.Mencermati hasil evaluasi terhadap hasil-hasil pembangunan kawasanhijau;

Alokasi Pembangunan Kawasan HijauBerdasarkan hasil perhitungan alokasi pembangunan kawasan hijau selama8 tahun (2003 s/d 2010), kawasan dan pembangunan RTH yang harusdipenuhi seluas 2.149,98 ha, atau rata-rata (dibulatkan) 268,73ha/tahun, dengan alokasi sebagai berikut:1. RTH Kehutanan 65% (1.397,377 ha), atau rata-rata 174,67 ha/tahunyang dimplementasikan di bantaran sungai, penyangga situ-situ, danhabitat mangrove.

2. RTH Pertamanan 15% (322,47 ha), atau rata-rata 40,31 ha pembangunantaman termasuk penyediaan lahannya, dan dialokasikan pada jalur hijaujalan, tegangan tinggi dan jalur rel kereta api.

3. Sisanya 20% (429,96 ha), atau rata-rata 53,75 ha dialokasikansebagai pengembangan RTH Fasos Fasum dan hijauan privat. Dalamimplementasinya dibebankan kepada (a) kawasan industri, dan (b)pengembangan perumahan; dan minimal menyediakan areal seluas 1% dariluas kawasannya secara utuh (satu lokasi), sebagai wahana pembangunankawasan hijau dan atau kawasan tandon air.

Dari pengalaman peyedian dan pemanfaatan RTH sampai saat initerdapat berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi. Permasalahandan kendala tersebut antara lain adalah:

-     Masih adanya peruntukan RTH yang dimanfaatkan untuk kegiatan non RTHsecara illegal

-     Ketersediaan lahan yang semakin menipis ditambah peningkatanaktivitas ekonomi Jakarta menyebabkan harga tanah semakin tinggi dandiatas NJOP.

-     Rendahnya apresiasi masyarakat terhadap keberadaan taman, jalur-jalur hijau dan tanaman – tanaman penghijauan yang ada; misalnya dalamPengembangan Taman Monas dan Taman Stadion Menteng;

-     Terbatasnya Sumber Daya Pemerintah dan masih belum terselesaikannyapermasalahan transportasi dan banjir di Jakarta yang membutuhkananggaran biaya yang sangat besar

-      Belum optimalnya sistem pendataan dan informasi mengenai RTH-      Kurangnya koordinasi antar instansi terkait dalam penataan RTH-     Masih terdapatnya mis-persepsi dan mis-informasi mengenai RTH yang

mengakibatkan partisipasi masyarakat tidak optimal-      Kurang efektifnya penegakan hukum.-      Rendahnya pengendalian kewajiban penyediaan fasos fasum untuk RTH-      Distribusi RTH yang kurang merata di Wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Khusus mengenai adanya RTH yang dimanfaatkan untuk kegiatan nonRTH secara illegal, dapat disampaikan bahwa anggapan Pemerintah

Page 12: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

Provinsi DKI Jakarta melakukan pembedaan perlakukan terhadap pengusahabesar dan masyarakat kecil yang menempati RTH adalah tidak berdasar danmerupakan kesalahpahaman. Walaupun masih diperlukan upayapenyempurnaan, akan tetapi kebijakan yang ada adalah tegas yaitu tidakmengijinkan perorangan ataupun kelompok untuk memanfaatkan peruntukankawasan hijau lindung dan hijau binaan untuk kegiatan lain ataupunmengalihfungsikan RTH, baik untuk kegiatan komersial seperti perumahanmewah, apartement, mall, SPBU, ataupun kegiatan informal dan ilegallainnya.

Untuk beberapa kasus yang dituduhkan dapat disampaikan bahwapembangunan pada “kawasan yang sepertinya adalah merupakan kawasan RTH”pada dasarnya adalah bukan merupakan kawasan RTH sepenuhnya, tetapimerupakan kawasan yang didominasi oleh RTH tetapi masih diberbolehkandengan intensitas ruang yang kecil digunakan untuk kegiatan non RTH,seperti yang terjadi di Kawasan Senayan. Kawasan Senayan merupakankawasan dengan intensitas ruang yang rendah, sehingga jika intensitastersebut belum terlampaui masih dimungkinkan untuk pembangunan.

Untuk peruntukan RTH yang telah terlanjur beralih fungsi ataupununtuk sementara digunakan untuk kegiatan lain, Pemerintah Provinsi DKIJakarta melakukan upaya refungsionalisasi taman dengan memprioritaskanpembebasan dan pengembalian fungsi peruntukannya dari non RTH menjadiRTH. Salah satu bentuk program ini adalah melakukan refungsi SPBU yangberoperasi di jalur hijau/ruang terbuka hijau. Target untuk refungsiSBPU ini sebanyak 32 SPBU, dimana 4 SPBU telah direfungsikan sedangkansisanya sedang dalam proses refungsionalisasi. Sementara itu, RTH yangdigunakan untuk permukiman illegal, seperti disepanjang tepian air,jalur kereta api, dan kolong tol, pada saat ini terdapat kurang lebih73.673 keluarga yang menempati kawasan tersebut. Upaya menguranginyaantara lain dengan melakukan relokasi ke rumah susun sewa sederhanayang disediakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bagi penduduk ber-KTP DKI dan memulangkan ke kampung halamannya bagi yang bukan pendudukDKI Jakarta.

Untuk pedagang kaki lima yang menempati RTH maupun ruang terbuka

non RTH di Provinsi DKI Jakarta jumlahnya cenderung menurun dimana padatahun 2005 terdapat sebanyak kurang lebih 92.750 usaha kaki lima dengantenaga kerja kurang lebih sebanyak 139.390 jiwa. Pedagang kaki limayang menempati lokasi tidak resmi (illegal) telah berkurang dari 83.8%menjadi 78.4% dalam lima tahun ini. Pengurangan ini juga tampak dariberkurangnya usaha kaki lima yang menempati trotoar dan badan jalanyang berkurang dari 66.85% menjadi 59.7 % dalam lima tahun ini.

Kebijakan yang berat sebelah dan mendukung pemodal kuat, padakenyataannya juga berpotensi merusak lingkungan. Termasuk keberadaan

Page 13: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

pemukiman mewah di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jakarta, yang sepertinyaluput dari penegakan hukum. Setidaknya terdapat 44 bangunan berupahotel, wisma, villa, perumahan mewah, pusat perbelanjaan, lapangan golfberdiri di area terbuka hijau Jakarta,” Data itu sendiri di dapat dalampenghitungan Walhi selama 20 tahun ini (1988-2008). Dimana terdapatnama-nama seperti Senayan City, Ratu Plaza, Sudirman Place, Depdiknas,Wisma Fajar, Hotel Mulia, Hotel Sultan, Simprug Golf. Pantai indahkapuk (PIK), serta Senayan Residen Apartement yang merupakan pemukimanmewah yang dibuat diatas lahan hijau. Dari hitungan ini juga berartitelah terjadi penyimpangan sampai 70 persen, dari Rencana Tata RuangWilayah DKI Jakarta tahun 2010, yang ditetapkan dalam Perda no. 6 tahun1999 lalu. Saat ini luas RTH di DKI hanya 9,6 persen dari target 13,94persen. Padahal dengan wilayah Jakarta yang mencapai 66.152 hektare,nilai impian RTH setinggi 13,94 persen tersebut adalah harga minimalbila ingin dikategorikankota sehat.

Pantai Indah Kapuk merupakan salah satu permukiman mewah yangterletak di Jakarta. Pada awalnya area ini merupakan rawa yang terletakdi bagian utara Jakarta yang berfungsi sebagai daerah peresapan air.Bahkan di dalam area ini terdapat hutan konservasi yang seharusnyadilindungi, Margasatwa Muara Angke tempat kawasan hutan mangrove. SuakaMargasatwa Muara Angke merupakan bagian dari hutan Angke Kapuk yangtotal luasnya 1.154,88 hektar. Sebagian besar hutan Angke Kapuk sudahdikuasai PT Mandara Permai, pengembang yang membangun kawasanpermukiman Pantai Indah Kapuk.

Dari 1.154,88 hektar hutan yang ada di kawasan hutan Angke Kapuk,827,18 hektar di antaranya diambil alih untuk permukiman, lapangangolf, tempat rekreasi dan olahraga, bangunan umum, olahraga air,cottage, hotel, dan kondominium. Menurut data Dinas Kehutanan ProvinsiDKI, luas kawasan hutan yang dipertahankan tinggal 327,7 hektar,terdiri atas hutan lindung (44,76 hektar), hutan wisata (99,82 hektar),suaka margasatwa (25,02 hektar), kebun pembibitan (10,5 hektar),transmisi PLN (23,70 hektar), Cengkareng Drain (28,39 hektar), sertauntuk keperluan jalan tol dan jalur hijau (95,50 hektar). Sebelumdikembangkan kawasan permukiman, Suaka Margasatwa Muara Angke jugatempat atau habitat satwa-satwa liar. Beberapa jenis satwa liar sepertiburung kareo padi (Amaurrornis phoenicurus), kuntul (Egretta spp), pecuk(Phalacrocorax spp), belibis (Dendrocygna spp), dan raja udang (Todirhampusspp). Di kawasan ini juga terdapat jenis burung endemik Pulau Jawa,yaitu bubut jawa (Centropus nigrorufus). Selain dilindungi undang-undang,burung ini juga dilindungi oleh aturan internasional karena termasukdalam kategori rentan. Banyak peneliti dari luar negeri datang kekawasan Suaka Margasatwa Muara Angke untuk meneliti jenis burungtersebut. Selain itu juga banyak terdapat satwa lain seperti biawak(Varanus salvator) dan berbagai jenis ular seperti sanca (Python reticulatus)

Page 14: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

dan kobra (Naja sputatrix). Di tempat itu juga ada monyet ekor panjang(Macaca fascicularis) yang saat ini jumlahnya lebih kurang 60 ekor, sertaberang-berang (Aonix cinnerea).

Dalam pembangunan kawasan rumah elite PIK, Gubernur DKI setujusaja karena peningkatan nilai ekonomi kawasan itu lebih menggiurkan.Dalam bentuk rawa-rawa dan tambak nelayan, saat itu Ipeda (IuranPembangunan Daerah) yang bisa ditarik hanya Rp 2.000/ha/tahun. Begitumenjadi perumahan, DKI bisa mendapat Rp 2.000.000/ha/tahun. Kalaukawasan yang berubah fungsi 831,63 ha, maka dana yang dihimpunmendekati Rp 2 miliar setiap tahun. Tidak heran bila Gubernur segeramengeluarkan keputusan tanggal 15 Agustus 1984. Isinya menetapkan arealpengembangan hutan Angke-Kapuk. Gubernur merasa tidak melanggar RUTR(Rencana Umum Tata Ruang) dan RBWK (Rencana Bagian Wilayah Kota).Padahal, dalam master plan itu, jelas disebutkan kawasan itu hanyalahuntuk hutan lindung dan hutan wisata, sekaligus mencegah banjir dibandara Soekarno-Hatta. Dengan pertimbangan tersebut, proyekpengembangan Pantai Indah Kapuk dianggap dapat meningkatkan pendapatandaerah propinsi DKI Jakarta. Sehingga pemprov DKI Jakarta merasa sah-sah saja menyetujui proyek tersebut.

ANALISIS DAN KESIMPULANRuang terbuka hijau merupakan hal yang sangat krusial bagi

kelangsungan kelestarian alam kita. Di perkotaan ruang terbuka hijaumembantu peningkatan kualitas udara bersih di perkotaan yang terkenaludara yang kurang baik bahkan jelek dikarenakan banyaknya kendaraanbermotor di perkotaan yang membuang emisi gas yang merusak lingkungan.Khususnya seperti di paparkan di atas, daerah ibu kota Jakartamerupakan salah satu kota dengan polusi udara terparah di Indonesia.Hal ini dengan di perparah kondisi ruang terbuka hijau di Jakarta yangsangat minim. Pada peraturan yang berlaku kawasan terbuka hijau diperkotaan adalah 30% dari seluruh luas kota, tetapi di Jakarta kurangdari 10% ruang terbuka hijau. Agenda ruang terbuka hijau sebesar 13%pun sampai saat ini hanya isapan jempol belaka atau hanya sekedaragenda saja. Trend penyempitan ruang terbuka hijau tentu saja lagi-lagi masalah uang. Pendapatan daerah menjadi alih-alih untukmengesampingkan lahan hijau untuk di jadikan lahan komersil. Memangruang terbuka hijau tidak mendatangkan keuntungan dalam bentuk uangatau dana segar seperti lahan komersil tetapi ruang terbuka hijaumerupakan surplus pada kesehatan masyarakat pada khususnya danmengurangi kadar polusi gas carbon yang di buang kendaraan bermotoryang membuat efek rumah kaca pada umumnya. Mau di bilang lingkunganpenting tetapi tetap saja uang berbicara lebih. Hal ini terlihat padapembangunan perumahan elite di kawsan pantai indah kapuk (PIK), kawasanpantai indah kapuk yang merupakan kawasan yang dilindungi karenamerupakan kawasan mangrove besar yang menjadi habitat banyak flora dan

Page 15: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

fauna serta berfungsi sebagai daerah resapan dan pencegah abrasi laut.Dilihat dari sisi topografinya Pantai Indah Kapuk berada satu meterdibawah permukaan laut hal ini mengakibatkan apabila laut pasang makayang akan terjadi adalah daerah ini akan tergenang bahkan terendam airlaut. Ditambah lagi air yang ada tidak dapat digunakan untuk minum.Masalah banjir yang kini menjadi ancaman di ibukota turut menuaiberbagai pernyataan dan pertanyaan tentang pembangunan proyek PantaiIndah Kapuk yang telah mengkonversi fungsi lahan yang tadinya sebagaitempat berkoloninya air menjadi tempat berkoloninya rumah-rumah mewahdengan berbagai fasilitas yang ada. Pihak pengembang menolak tudinganbahwa dengan dibangunnya kawasan Pantai Indah Kapuklah yang membuatIbukota terutama wilayah Jakarta Utara dilanda Banjir. Pihak lainmenyebutkan bahwa dengan adanya pembangunan di wilayah yang merupakantempat resapan air menyebabkan Jakarta tidak mempunyai penyangga dariair laut. Vegetasi pesisir yang merupakan pelindung kini telah berubahfungsi menjadi gedung-gedung pencakar langit. Selain dampak padamanusia maka yang justru mengalami kerusakan akibat pembangunanpemukiman ini adalah ekosistem lingkungan yang mengalami ketimpangan.Contohnya kini akibat pantai-pantai dan fungsi hutan bakau dan mangroveyang telah berganti fungsi maka akibatnya ratusan burung migran danburung air yang mendatangi wilayah pantai kini musnah akibatnya matarantai kehidupan air dan lingkunagan hidup terputus dan mengalamiketidakseimbangan.

Oleh karena itu ruang terbuka hijau sangat penting adanya bukanhanya sebagai penyeimbang udara bersih melainkan tempat resapan air danjuga habitat flora dan fauna. Jikalau ruang terbuka hijau ini sangatminim bahkan di rusak dan di rubah menjadi kawasan komersil danperumahan elite dengan segala fasilitas-fasilitas umum yang begitumewah tetapi merusak lingkungan, apakah tetap dapat di banggakan?. Halini balik lagi pada kepedulian dan keinginan pemerintah daerah DKIJakarta dalam menyediakan dan menjaga ruang terbuka hijau yang sudahada demi kelangsungan kebaikan alam. Memang manfaat tidak dapatdirasakan langsung tetapi di masa akan datang baru terasa, tapikerugian dari minim serta di rubahnya ruang terbuka hijau dapat dirasakan langsung seperti banjir dan punahnya flora dan fauna. Di bawahini penulis mendapatkan sedikit masukan bagi pemerintah daerah DKIJakarta dalam membangung ruang terbuka hijau.

Aspek Pemberdayaan Kemitraan DalamPembangunan Kawasan HijauMencermati atas kepedulian Pemda DKI Jakarta terhadap perlunya

pembangunan hutan kota, lebih cenderung disebabkan oleh dua faktor,yaitu semakin meningkatnya lingkungan fisik kritis, dan kebutuhanmasyarakat akan kenyamanan lingkungan. Pemahaman tersebut, dalamkaitannya dengan upaya pengendalian terhadap lingkungan fisik kritis,mengundang pengertian keikutsertaan: (a) masyarakat yang menginginkankenyamanan lingkungan, dan (b) keperdulian semua pihak terkait, dengan

Page 16: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

faktor penyebab terjadinya lingkungan fisik kritis, serta pengelolanyang berwewenang menanganinya. Pengertian semua pihak terkait, dalammewujudkan pembangunan kawasan hijau kota, pada hakekatnya merupakanunsur institusi dan atau lembaga baik dari unsur pemerintah, swastamaupun perorangan sebagai pemrakarsa “stake holder” untuk berperanaktif dan berkiprah dalam mengendalikan dan mengatasi fenomenapermasalahan lingkungan fisik kritis perkotaan. Sumber lingkungan fisikkritis terbesar adalah kendaraan bermotor yang berarti terkait langsungdengan pemberdaya bahan bakar gas (BBG), produksen kendaraan bermotor,dan pengguna (pemilik). Demikian halnya dengan faktor penyebab lainnyaseperti industri, pemilik gedung berdinding kaca serta masyarakatperkotaan itu sendiri. Keterpaduan bagi semua pihak dalam hal memahami,perduli dan perlunya penanganan lingkungan, nampaknya merupakan langkahawal terciptanya kenyamanan lingkungan di wilayah DKI Jakarta. Aspekstrategis pembangunan kawasan hijau dan peranannya dalam RTH DKIJakarta, secara konseptual memberikan pengertian atas aspek konservasidan rehabilitasi lahan. Konservasi memberikan pengertian atas upayapenyelamatan, pelestarian, dan pemanfaatan optimal secara terkendalidan berkelanjutan, atas dasar peranan fungsi kawasan hijau perkotaan.Rehabilitasi lahan, merupakan upaya penanganan untuk tujuan pemulihan,melalui peningkatan dan atau perbaikan mutu peranan fungsi kawasanhijau, agar terciptanya keseimbangan yang berarti dalam mengatasifenomena lingkungan fisik kritis. Membangun kawasan hijau, memberipengertian mendayagunakan sumberdaya lahan (tapak) menjadi lebihpotensial dan produktif, bahkan bermanfaat sesuai dengan perananfungsinya, berdasarkan kaidah-kaidah konservasi. Pengembangan jenissesuai dengan kesesuaian tapaknya, merupakan cara-cara yang harusditempuh, karena keberhasilan pembangunan kawasan hijau kota di DKIJakarta sangat ditentukan oleh strategi dan aplikasipenyelenggaraannya, termasuk pemrakarsa (stake holder).

nampaknya hal-hal yang perlu diperhatikan mencakup.1. Penetapan kriteria baku jenis tanaman yang dikembangkan pada masing-masing wahana RTH (Taman, Hutan kota, hijau penyangga).

2. Pemantapan kriteria desain bentuk masing-masing bentuk RTH.3. Pengembangan teknik budidaya penyiapan bahan tanaman (bibit)berkualitas berdasarkan kesesuaian tapak kawasan RTH.

4. Kriteria desain penunjang pemeliharaan (sarana air), dan pengamantaman (pagar hidup),5. Efektifitas evaluasi dan monitoring hasil-hasil pembangunan kawasanhijau.

Page 17: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

URGENSI PEMULIHAN TARGET RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DALAM RTRW 2010 DKI JAKARTA *)Oleh: Tarsoen Waryono **)

PERMASALAHAN KONVERSI LAHAN DI PANTAI INDAH KAPUK, DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN 2007, ITB

EVALUASI PEMBANGUNAN WILAYAH PENGEMBANGAN SELATAN DKI JAKARTA SEBAGAI KAWASAN RESAPAN AIR Oleh : Sutopo Purwo Nugroho*)

PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) MENURUT UU NO. 26/2007 TENTANG PENATAAN RUANG DAN FENOMENA KEBIJAKAN PENYEDIAAN RTH DI DAERAH Oleh : Aris Prihandono Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Makassar

POLA PENATAAN ZONA, MASSA, DAN RUANG TERBUKAPADA PERUMAHAN WATERFRONT (Studi Kasus : Perumahan Pantai Indah Kapuk)Hendra RahmanAlumni Jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan

www.kompas.com

http://metro.vivanews.com/news/read/250331-jakarta-dan-problematika-kota-hijau

www.jakarta.go.id

IMPLIKASI UU NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERHADAP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DAN RUANG TERBUKA NON HIJAU DI PROVINSI DKI JAKARTAOleh: Ir. Sarwo Handayani, M.Si (Kepala Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta)

Page 18: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta
Page 19: Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta