RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) Nama Sekolah : SMA Islam Nurul Ulum Gayam Kelas / Semester : X (IPS) / Genap Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia Materi Pokok : Indonesia Zaman Hindu dan Buddha: Silang Budaya Lokal dan Global Tahap Awal Pertemuan ke- : Pertama Alokasi Waktu : 2 X 45 menit A. Kompetensi Inti SMA KI-1 dan KI-2:Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan internasional”. KI 3. Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. KI 4. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi. KOMPETENSI DASAR Indikator Pencapaian Kompetensi 3.6 Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia serta menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini 3.6.1 Mendeteksi (C4) perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya pada masa kerajaan- kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia 3.6.2 Mengumpulkan (C6) bukti-bukti kehidupan pengaruh Hindu dan Buddha yang masih ada sampai masa kini 4.6 Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini 4.6.1 Menyajikan karya tulis tentang nilai- nilai dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini
29
Embed
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) Nama Sekolah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
Nama Sekolah : SMA Islam Nurul Ulum Gayam
Kelas / Semester : X (IPS) / Genap
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Materi Pokok : Indonesia Zaman Hindu dan Buddha:
Silang Budaya Lokal dan Global Tahap Awal
Pertemuan ke- : Pertama
Alokasi Waktu : 2 X 45 menit
A. Kompetensi Inti SMA
KI-1 dan KI-2:Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif dalam
berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga,
sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional,
dan kawasan internasional”.
KI 3. Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri
serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai
kaidah keilmuan.
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi.
KOMPETENSI DASAR Indikator Pencapaian Kompetensi
3.6 Menganalisis perkembangan kehidupan
masyarakat, pemerintahan, dan budaya
pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan
Buddha di Indonesia serta
menunjukkan contoh bukti-bukti yang
masih berlaku pada kehidupan
masyarakat Indonesia masa kini
3.6.1 Mendeteksi (C4) perkembangan
kehidupan masyarakat, pemerintahan,
dan budaya pada masa kerajaan-
kerajaan Hindu dan Buddha di
Indonesia
3.6.2 Mengumpulkan (C6) bukti-bukti
kehidupan pengaruh Hindu dan Buddha
yang masih ada sampai masa kini
4.6 Menyajikan hasil penalaran dalam
bentuk tulisan tentang nilai-nilai dan
unsur budaya yang berkembang pada
masa kerajaan Hindu dan Buddha yang
masih berkelanjutan dalam kehidupan
bangsa Indonesia pada masa kini
4.6.1 Menyajikan karya tulis tentang nilai-
nilai dan unsur budaya yang
berkembang pada masa kerajaan Hindu
dan Buddha yang masih berkelanjutan
dalam kehidupan bangsa Indonesia pada
masa kini
C. Tujuan Pembelajaran :
Melalui pembelajaran Problem Based Learning, dengan pendekatan Saintifik dan
metode Diskusi mengenai Indonesia Zaman Hindu Buddha, peserta didik mampu
Mendeteksi perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya
pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia, Mengumpulkan
bukti-bukti kehidupan pengaruh Hindu dan Buddha yang masih ada sampai
masa kini, Menyajikan karya tulis tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang
berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan
dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini
D. Materi Pembelajaran
1. Fakta :
Peninggalan Kerajaan-Kerajaan Hindu Buddha yang masih ada sampai sekarang.
2. Konsep :
Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram Kuno (detail di Lampiran)
E. Metode Pembelajaran
1. Model Pembelajaran : Problem Based Learning
2. Pendekatan : Saintifik
3. Metode : Kooperatif Learning (diskusi, Tanya jawab dan
penugasan)
F. Sumber, Alat dan media
1. Sumber
- Buku paket Sejarah Indonesia. Edisi revisi 2016. Yudistira
2. Alat
- Modul
- LCD
- Laptop
3. Media
- Power Point
G. Kegiatan pembelajaran Pertemuan Pertama (2 x 45 Menit)
Kegiatan Pendahuluan (15 Menit)
Guru :
Orientasi
❖ Melakukan pembukaan dengan salam pembuka, memanjatkan syukur kepada Tuhan YME dan berdoa
untuk memulai pembelajaran
❖ Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin
❖ Menyiapkan fisik dan psikis peserta didik dalam mengawali kegiatan pembelajaran.
Apersepsi
❖ Mengaitkan materi/tema/kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dengan pengalaman peserta didik
dengan materi/tema/kegiatan sebelumnya
❖ Mengingatkan kembali materi prasyarat dengan bertanya.
❖ Mengajukan pertanyaan yang ada keterkaitannya dengan pelajaran yang akan dilakukan.
Motivasi
❖ Memberikan gambaran tentang manfaat mempelajari pelajaran yang akan dipelajari dalam kehidupan
sehari-hari.
❖ Apabila materitema/projek ini kerjakan dengan baik dan sungguh-sungguh ini dikuasai dengan baik,
maka peserta didik diharapkan dapat menjelaskan tentang materi :
➢ Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha
❖ Menyampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan yang berlangsung
❖ Mengajukan pertanyaan
Pemberian Acuan
❖ Memberitahukan materi pelajaran yang akan dibahas pada pertemuan saat itu.
❖ Memberitahukan tentang kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, dan KKM pada pertemuan yang
berlangsung
❖ Pembagian kelompok belajar
❖ Menjelaskan mekanisme pelaksanaan pengalaman belajar sesuai dengan langkah-langkah
pembelajaran.
Kegiatan Inti ( 60 Menit )
Sintak Model
Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
Stimulation
(stimullasi/
pemberian
rangsangan)
KEGIATAN LITERASI
Peserta didik diberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian pada topik
materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha Kerajaan Kutai,
Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno dengan cara :
❖ Melihat
Menayangkan gambar/foto/video yang relevan.
❖ Mengamati
➢ Pemberian modul materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha
Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno untuk dapat
dikembangkan peserta didik, dari media interaktif, dsb
❖ Membaca.
Kegiatan literasi ini dilakukan di sekolah dengan membaca materi dari buku
paket atau buku-buku penunjang lain, dari internet/materi yang berhubungan
dengan Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha Kerajaan Kutai,
Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno
❖ Mendengar
Pemberian materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha Kerajaan
Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno oleh guru.
Pertemuan Pertama (2 x 45 Menit)
❖ Menyimak
Penjelasan pengantar kegiatan secara garis besar/global tentang materi pelajaran
mengenai materi :
Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha Kerajaan Kutai,
Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno untuk melatih rasa syukur,
kesungguhan dan kedisiplinan, ketelitian, mencari informasi.
Problem
statemen
(pertanyaan/
identifikasi
masalah)
CRITICAL THINKING (BERPIKIR KRITIK)
Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin pertanyaan yang berkaitan dengan gambar yang disajikan dan akan dijawab
melalui kegiatan belajar, contohnya :
❖ Mengajukan pertanyaan tentang materi :
Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha Kerajaan Kutai,
Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno yang tidak dipahami dari apa
yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang
apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang
bersifat hipotetik) untuk mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu,
kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu
untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
Data
collection
(pengumpulan
data)
KEGIATAN LITERASI
Peserta didik mengumpulkan informasi yang relevan untuk menjawab pertanyan yang
telah diidentifikasi melalui kegiatan:
❖ Mengamati obyek/kejadian
Mengamati dengan seksama materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-
Buddha Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno yang
sedang dipelajari dalam bentuk gambar/video/slide presentasi yang disajikan dan
mencoba menginterprestasikannya.
COLLABORATION (KERJASAMA)
Peserta didik dibentuk dalam 4 kelompok yang dibuatkan oleh Guru untuk:
❖ Mendiskusikan
Peserta didik dan guru secara bersama-sama membahas contoh dalam modul
mengenai materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha Kerajaan
Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno
❖ Mengumpulkan informasi
Mencatat semua informasi tentang materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa
Hindu-Buddha Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno
yang telah diperoleh pada buku catatan dengan tulisan yang rapi dan
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
❖ Mempresentasikan ulang
Peserta didik mengkomunikasikan secara lisan atau mempresentasikan materi
dengan rasa percaya diri Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha
Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno sesuai dengan
pemahamannya.
❖ Saling tukar informasi tentang materi :
Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha Kerajaan Kutai,
Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno dengan ditanggapi aktif oleh
peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru
yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok kemudian, dengan
menggunakan metode ilmiah yang terdapat pada buku pegangan peserta didik
atau pada lembar kerja yang disediakan dengan cermat untuk mengembangkan
sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan
berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui
berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar
sepanjang hayat.
Data
processing
(pengolahan
Data)
COLLABORATION (KERJASAMA) dan CRITICAL THINKING (BERPIKIR
KRITIK)
Peserta didik dalam kelompoknya berdiskusi mengolah data hasil pengamatan dengan
cara :
❖ Berdiskusi tentang data dari Materi :
Pertemuan Pertama (2 x 45 Menit)
Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha Kerajaan Kutai,
Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno
❖ Mengolah informasi dari materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha
Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno yang sudah
dikumpulkan dari hasil kegiatan/pertemuan sebelumnya mau pun hasil dari
kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi yang sedang
berlangsung dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan pada lembar kerja.
Verification
(pembuktian)
CRITICAL THINKING (BERPIKIR KRITIK)
Peserta didik mendiskusikan hasil pengamatannya dan memverifikasi hasil
pengamatannya dengan data-data atau teori pada buku sumber melalui kegiatan :
❖ Menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang
bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang
berbeda sampai kepada yang bertentangan untuk mengembangkan sikap jujur,
teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan
kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam membuktikan tentang materi :
➢ Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha
antara lain dengan : Peserta didik dan guru secara bersama-sama membahas
jawaban soal-soal yang telah dikerjakan oleh peserta didik.
Generalization
(menarik
kesimpulan)
COMMUNICATION (BERKOMUNIKASI)
Peserta didik berdiskusi untuk menyimpulkan
❖ Menyampaikan hasil diskusi tentang materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa
Hindu-Buddha berupa kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis,
atau media lainnya untuk mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi,
kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan sopan.
❖ Mempresentasikan hasil diskusi kelompok secara klasikal tentang materi :
➢ Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha
❖ Mengemukakan pendapat atas presentasi yang dilakukan tentanag materi
Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha dan ditanggapi oleh kelompok
yang mempresentasikan.
❖ Bertanya atas presentasi tentang materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-
Buddha yang dilakukan dan peserta didik lain diberi kesempatan untuk
menjawabnya.
CREATIVITY (KREATIVITAS)
❖ Menyimpulkan tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan
pembelajaran yang baru dilakukan berupa :
Laporan hasil pengamatan secara tertulis tentang materi :
➢ Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha
❖ Menjawab pertanyaan tentang materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-
Buddha yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau lembar kerja yang
telah disediakan.
❖ Bertanya tentang hal yang belum dipahami, atau guru melemparkan beberapa
pertanyaan kepada siswa berkaitan dengan materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa
Hindu-Buddha yang akan selesai dipelajari
❖ Menyelesaikan uji kompetensi untuk materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa
Hindu-Buddha yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau pada lembar
lerja yang telah disediakan secara individu untuk mengecek penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran.
Catatan : Selama pembelajaran Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha Kerajaan Kutai,
Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno berlangsung, guru mengamati sikap siswa dalam
pembelajaran yang meliputi sikap: nasionalisme, disiplin, rasa percaya diri, berperilaku jujur, tangguh
menghadapi masalah tanggungjawab, rasa ingin tahu, peduli lingkungan
Kegiatan Penutup (15 Menit)
Peserta didik :
❖ Membuat kesimpulan Bersama (CREATIVITY) dengan bimbingan guru tentang point-point penting
yang muncul dalam kegiatan pembelajaran tentang materi Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-
Buddha Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno yang baru dilakukan.
Guru :
Pertemuan Pertama (2 x 45 Menit)
❖ Memeriksa pekerjaan siswa yang selesai langsung diperiksa untuk materi pelajaran Kerajaan-
Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya dan Mataram Kuno
❖ Peserta didik yang selesai mengerjakan tugas projek/produk/portofolio/unjuk kerja dengan benar
diberi paraf serta diberi nomor urut peringkat, untuk penilaian tugas projek/produk/portofolio/unjuk
kerja pada materi pelajaran Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha.
❖ Memberikan penghargaan untuk materi pelajaran Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha
kepada kelompok yang memiliki kinerja dan kerjasama yang baik.
H. Penilaian
1. Teknik Penilaian
a. Penilaian Sikap : Observasi/pengamatan (Format Lampiran 1)
b. Penilaian pengetahuan : Tes tertulis dan penugasan (Format Lampiran 2)
c. Penilaian Ketrampilan : Unjuk Kerja (Format Lampiran 3)
2. Bentuk Penilaian
a. Observasi : Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa
b. Tes Tertulis/Penugasan : Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
c. Unjuk Kerja : Lembar Penilaian Presentasi
3. Remidial (Format Lampiran 4)
a. Pembelajaran Ulang
b. Bimbingan Perorangan
c. Belajar Kelompok
d. Pemanfaatan Tutor Sebaya
3. Pengayaan (Format Lampiran 5)
a. Menjadi Tutor sebaya kepada teman yang sudah mampu mencapai KKM pada
indikatornya bagi peserta didik yang mau mengesplorasi dirinya
b. Diberikan pada peserta didik materi pada pertemuan selanjutnya sebagai
pengetahuan tambahan
c. Pengayaan dapat ditagihkan atau tidak ditagihkan,sesuai kesepakatan dengan peserta
didik yang telah melampaui KKM
Mengetahui,
Kepala SMA Islam Nurul Ulum Gayam
ARIFIN, S.Pd
Bojonegoro, Juli 2021
Guru Mata Pelajaran
TIARA ULFA RAHARYATI, S.Pd
PERADAPAN MASYARAKAT INDONESIA
PADA MASA HINDU BUDDHA
MATERI AJAR SEJARAH INDONESIA
TIARA ULFA RAHARYATI, S.Pd
MATERI AJAR
PERADAPAN MASYARAKAT INDONESIA
PADA MASA HINDU BUDDHA
DISUSUN OLEH
TIARA ULFA RAHARYATI, S.Pd
UNIVERSITAS HAMZANWADI
PPG SEJARAH INDONESIA ANGKATAN 2
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis bisa menyelesaikan materi ajar yang berjudul "PERADAPAN MASYARAKAT PADA
MASA HINDU BUDDHA." Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu Dosen
Universitas Hamzanwadi selaku fasilitator yang telah membantu penulis dalam mengerjakan materi
ajar ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sejawat PPG Sejarah Indonesia
Universitas Hamzanwadi angkatan 2 yang telah berkontribusi dalam pembuatan materi ajar ini.
Penulis bahan ajar ini diajukan guna pembaruan informasi tentang materi sejarah Indonesia.
Informasi yang terbarui diharapkan mampu menjadi salah satu upaya untuk mempermudah
pembelajaran di kelas. Penulis menyadari bahwa penyusunan materi ajar ini masih jauh dari sempurna
karena pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, saran dan kritik dari
semua pihak sangat diharapkan demi perbaikan proposal di masa mendatang.
Bojonegoro, Juni 2021
Penulis
BAHAN AJAR
Tahukah kalian bahwa budaya Hindu Budha membawa begitu banyak pengaruh bagi
perkembangan budaya di Indonesia? Hal tersebut berlangsung ketika pada pada awal abad 1 Masehi
terjadi perubahan jalur lalu lintas pelayaran dagang dari India ke Cina. Jalur yang semula
menggunakan jalan darat atau yang dikenal dengan Jalur Sutera menjadi menggunakan jalan
laut. Rute perdagangan India ke Cina dan sebaliknya memaksa para pedagang untuk melewati
perairan Indonesia. Hal tersebut membawa dampak interaksi kebudayaan dan kepandaian
yang mereka miliki seperti sistem kepercayaan, sistem huruf, seni bangun, sistem pemerintahan
dan sebagainya. Interaksi berupa penerimaan unsur kebudayaan tersebut tentu melalui adaptasi
terlebih dahulu. Hal tersebut karena ketika kebudayaan India tersebut masuk, bangsa Indonesia sudah
memiliki kepandaian yang tidak kalah hebat ( Local Genius ). Walaupun tidak dapat dipungkiri
terdapat beberapa budaya dari India tersebut yang sebelumnya belum kita miliki misalnya sistem huruf
sehingga dengan kepandaian tersebut membawa bangsa Indonesia masuk kedalam jaman sejarah.
Selain itu juga sistem pemerintahan berbentuk kerajaan, sehingga sejak saat itu terbentuklah kerajaan
kerajaan di Indonesia
Sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat di Nusantara sudah memiliki
kebudayaan yang maju. Kebudayaan asli Nusantara telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia yang sebelumnya memiliki kebudayaan asli tidak serta merta
menerima budaya baru. Proses masuknya pengaruh budaya Indonesia terjadi karena adanya hubungan
dagang antara Indonesia dan India. Dalam buku Kehidupan Masyarakat Pada Masa Praakasara, Masa
Hindu Budha, dan Masa Islam (2019) karya Tri Worosetyaningsih, tata kehidupan masyarakat yang
diatur melalui lembaga kesukuan, berubah menjadi lembaga kerajaan atau lembaga negara. Perubahan
tersebut dimotori oleh datangnya pengaruh India selain membawa agama Hindu dan Buddha.
Kemajuan yang menyolok dari sistem kerajaan ini adalah birokrasi yang merupakan alat menjalankan
pemerintahan (Gischa, Serafica : 2021). Pengaruh Hindu Buddha tentunya perlu dijabarkan lebih
lanjut sesuai dengan Kompetensi Dasar yang akan kita pelajari, yaitu :
3.6 Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya pada masa
kerajaan Hindu – Budha di Indonesia serta menunjukan contoh bukti bukti yang masih
berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini
4.6 Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai nilai dan unsur budaya yang
berkembang pada masa kerajaan Hindu Budha yang masih berkelanjutan yang masih
berlangsung pada masa kini
1. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan pembelajaran ini diharapkan kalian dapat:
1. Mendeteksi (C4) perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan
budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia
2. Mengumpulkan (C6) bukti-bukti kehidupan pengaruh Hindu dan Buddha yang
masih ada sampai masa kini
3. Menyajikan karya tulis tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang
pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam
kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini
Perhatikan gambar di Bawah ini!
Dimanakah Letak
Candi Tersebut?
Siapa yang
membangun
candi tersebut?
Apa Fungsi
Candi
Tersebut?
Kapan Candi
Tersebut
dibangun?
Mengapa
Candi
Tersebut
dibangun?
Berapa lama kira-
kira candi ini
dibangun?
URAIAN MATERI
1. KERAJAAN KUTAI
a. Perkembangan Kerajaan
Kerajaan Kutai yang terletak di Kalimantan Timur sampai saat ini dianggap sebagai
kerajaan tertua di Indonesia. Penemuan bukti berupa 7 buah prasasti berbentuk yūpa, yaitu tugu
peringatan bagi sebuah upacara kurban. Prasasti ini berhuruf pallawa yang menurut bentuk dan
jenisnya berasal dari abad IV M, sedangkan bahasanya adalah sansekerta yang tersusun dalam
bentuk syair. Semuanya dikeluarkan atas titah seorang raja bernama Mūlawarmman. Berdasarkan
isi dari prasasti tersebut dapat diketahui silsilah raja-raja Kutai. Dimulai dengan raja Kunduńga
yang mempunyai anak bernama Aśwawarman, dan Mūlawarmman adalah seorang dari ketiga
anaknya. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa pendiri keluarga kerajaan (vańśakrttā) adalah
Aśwawarman, dan bukan Kundunga yang dianggap sebagai raja pertama. Kunduńga bukan nama
sansekerta, mungkin ia seorang kepala suku penduduk asli yang belum terpengaruh kebudayaan
India, sedangkan Aśwawarman adalah nama yang berbau India. Disebut pula nama Ańsuman
yaitu dewa matahari di dalam agama Hindu yang dapat menunjukkan bahwa Mūlawarmman
adalah penganut agama Hindu (Sumadio, 1993).
Prasasti ini juga memberikan informasi mengenai kehidupan masyarakat ketika itu, dimana
sebagian penduduk hidup dalam suasana peradaban India. Sudah ada golongan masyarakat yang
menguasai bahasa Sansekerta yaitu kaum Brahmana (pendeta) yang mempunyai peran penting
dalam memimpin upacara keagamaan. Setiap yūpa yang didirikan oleh Mūlawarmman sebagai
peringatan bahwa ia telah memberikan korban besar-besaran dan hadiah-hadiah untuk
kemakmuran negara dan rakyatnya. Sedangkan golongan lainnya adalah kaum ksatria yang terdiri
atas kaum kerabat Mūlawarmman. Diluar kedua golongan ini adalah rakyat Kutai pada umumnya
yang terdiri atas penduduk setempat, dan masih memegang teguh agama asli leluhur mereka.
Melihat bahwa letak Kerajaan Kutai pada jalur perdagangan dan pelayaran antara Barat dan
Timur, maka aktivitas perdagangan menjadi mata pencaharian yang utama. Rakyat Kutai sudah
aktif terlibat dalam perdagangan internasional dan tentu saja mereka berdagang pula sampai ke
perairan Laut Jawa dan Indonesia Timur untuk mencari barang-barang dagangan yang laku di
pasaran Internasional. Dengan demikian Kutai telah termasuk daerah persinggahan perdagangan
Internasional Selat MalakaLaut Jawa-Selat Makasar-Kutai-Cina atau sebaliknya. (Poesponegoro
dan Notosusanto [ed], 2010)
b. Keruntuhan Kerajaan
Didalam sejarah disebutkan bahwa Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai terakhir
yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji
Pangeran Anum Panji Mendapa. Kerajaan Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi Kerajaan Islam
yang bernama Kesultanan Kutai Kartanegara. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan
Islam. Sejak tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran
berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut
Kesultanan Kutai Kartanegara.
c. Peninggalan Kerajaan
Berikut ini adalah benda-benda yang merupakan peninggalan Kerajaan Kutai.
1. Ketopong Sultan Kutai
Ketopong Sultan yaitu mahkota raja dari Kerajaan Kutai yang terbuat dari bahan-bahan
emas dengan berat 1,98 kg. Hingga sekarang mahkota tersebut masih tersimpan rapi di Musem
Nasional Jakarta. Mahkota Ketopong Sultan ditemukan sekitar tahun 1890 di daerah Muara
Kaman, Kutai Kartanegara. Di museum Mulawarman juga terdapat replika Ketopong Sultan.
Ketopong Sultan Kutai
2. Kalung Uncal
Kalung Uncal berbahan emas ini memiliki bobot 170 gram dengan hiasan liontin
berelief Kisah Ramayana. Kalung Uncal menjadi salah satu atribut dari Kerajaan Kutai yang
dipakai Sultan Kutai Kartanegara semenjak Kutai Martadipura bisa dijajah dan ditaklukkan.
Kalung Uncal
3. Kalung Ciwa
Peninggalan Kerajaan Kutai selanjutnya yaitu Kalung Ciwa yang ada sejak zaman
kepemimpinan Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Kalung ini ditemukan oleh warga di sekitar
Danau Lipan, Muara Kaman pada 1890. Hingga sekarang Kalung Ciwa ini masih dipakai
sebagai perhiasan kerajaan yang juga digunakan oleh raja ketika ada pesta pengangkatan raja
baru.
Kalung Ciwa
4. Pedang Sultan Kutai
Pedang ini terbuat dari bahan emas yang padat. Di bagian gagang pedang terdapat
ukiran seekor harimau yang sedang bersiap menerkam musuh. Sedangkan ujung sarung
pedang dihiasi ukiran seekor buaya. Pedang Sultan Kutai saat ini tersimpan di Museum
Nasional Jakarta.
Pedang Kerajaan Kutai
5. Kura-kura Emas
Kura-kura emas merupakan salah satu peninggalan sejarah dari Kerajaan Kutai yang
sekarang berada di Museum Mulawarman. Benda sebesar setengah kepalan tangan ini
merupakan salah satu persembahan pangeran yang berasal dari Kerajaan China kepada Putri
Sultai Kutai yang bernama Aji Bidara Putih.
Kura-kura Emas
6. Prasasti Yupa
Salah satu bukti kehadiran Kerajaan Kutai di Indonesia ditandai dengan ditemukannya
peninggalan prasasti yang berwujud Yupa. Yupa yang ditulis menggunakan huruf Pallawa dan
bahasa Sansekerta tersebut berbentuk seperti 3 tiang batu, yang konon digunakan untuk
mengikat kurban untuk persembahan kepada dewa.
Prasasti YUPA
2. KERAJAAN TARUMANEGARA
a. Perkembangan Kerajaan
Kerajaan Tārumanāgara berkembang kira-kira bersamaan dengan kerajaan Kutai pada abad
V M, dan berlokasi di Jawa Barat dengan rajanya bernama Pūrņawarman. Keberadaan kerajaan
Tārumanāgara dapat diketahui melalui 7 buah prasasti batu yang ditemukan di daerah Bogor,
Jakarta, dan Banten. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun, Jambu, Kebon Kopi, Tugu, Pasir
Awi, Muara Cianten, dan Lebak. Prasasti itu ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta
yang digubah dalam bentuk syair.
Lokasi Kerajaan Tarumanegara
Corak utama kehidupan perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian dan
peternakan. Hal ini dapat diketahui dari isi Prasasti Tugu yakni tentang pembangunan atau
penggalian saluran Gomati yang panjangnya mencapai 6112 tombak (12 km). Sungai ini selesai
dikerjakan oleh rakyat Tarumanegara dalam kurun waktu 21 hari. Selesai penggalian Raja
Purnawarman mengadakan selamatan dengan memberikan hadiah sebanyak 1.000 ekor lembu
kepada para brahmana. Pembangunan/penggalian itu mempunyai arti ekonomis bagi rakyat, karena
dapat digunakan sebagai sarana pengairan dan pencegahan banjir. Selain penggalian saluran
Gomati dalam prasasti Tugu juga disebutkan penggalian saluran Candrabhaga. Dengan demikian
rakyat akan hidup makmur, aman, dan sejahtera.
b. Keruntuhan Kerajaan
Tanda tanda kemunduran Kerajaan Tarumanegara sudah dimulai pada masa
kepemimpinan Raja Sudawarman. Hal tersebut didorong oleh beberapa factor antara lain:
1. Raja sudawarman kurang peduli terhadap masalah masalah yang terjadi di kerajaannya,
yang menyebabkan raja raja bawahannya merasa tidak diawasi dan tidak dilindungi
2. Pada masa pemerintahan Raja Sudawarman muncul pesaing Kerajaan Tarumanegara
yaitu Kerajaan Galuh. Kerajaan galuh didirikan oleh Wretikandayun, cucu dari
Kretawan, Raja ke 8 Kerajaan Tarumanegara. Sebelum menjadi sebuah kerajaan,
Galuh adalah bagian dari Kerajan Tarumanegara
3. Raja Terakhir Kerajaan tarumanegara adalah Linggawarman ( raja ke 12 ) yang tidak
memiliki putera, tetapi dia memiliki dua orang puteri , yaitu Manasih yang menikah
dengan Tarusbawa, raja pertama dari Kerajaan sunda. Sedangkan puteri ke dua adalah
Sobakancana yang menikah dengan Dapuntahyang Sri Jayanasa, Pendiri Kerajaan
Sriwijaya. Tahta Kerajaan Tarumanegara kemudian jatuh ketangan menantu pertama
yaitu Tarusbawa yang ingin mengangkat kembali kejayaan Kerajaan Tarumanegara
dengan cara mengembangkan Kerajaan sunda yang sebelumnya adalah Kerajaan
bawahan Tarumanegara kemudian menggabungkan kerajaan Tarumanegara dengan
Kerajaan sunda, namun ternyata hal ini membuat hubungan kerajaan Tarumanegara
dengan kerajaan lainnya melemah.
4. Kerajaan galuh memutuskan untuk memisahkan diri dari Kerajaan Tarumanegara.
Pemisahan ini juga didukung oleh Kerajaan Kalingga, karena putera mahkota Kerajaan
Galuh menikah dengan puteri Kerajaan kalingga. Dukungan ini membuat Kerajaan
galuh meminta agar wilayah Kerajaan Tarumanegara dibagi menjadi dua yang disetujui
oleh raja tarusbawa untuk menghindari perang saudara. Sehingga sejak saat itu
Kerajaan Tarumanegara dibagi menjadi wilayah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh
dengan sungai Citarum sebagai batasnya.
5. Informasi yang didapat dari Prasasti Kota Kapur (686 M) menyatakan bahwa Dapunta
Hyang Sri Jayanagara berupaya melancarkan serangan kepada Bhumi Jawa karena
dianggap tidak mau tunduk kepada Sriwijaya. Serangan ini diperkirakan terjadi
bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara dan Ho-Ling menjelang akhir abad ke-7
Masehi. Hal ini tentunya cukup kuat karena memasuki abad ke-8, Sriwijaya memiliki
ikatan yang kuat dengan Wangsa Sailendra dari Jawa Tengah.
Berdasarkan uraian tersebut diperkirakan Kerajaan Tarumanegara berakhir abad ke-7 M.
Karena sejak abad tersebut tidak ada lagi berita-berita yang dapat dihubungkan dengan nama
rajanya. Menurut Ir. J.L. Moens dari Prasasti Kota Kapur ± 686 M di Pulau Bangka tentang
perjalanan Dapuntahyang ke Bhumi Jawa dengan membawa 20.000 tentara dengan maksud untuk
menghukum negeri tersebut yang tidak mau tunduk pada Sriwiaya runtuhnya Kerajaan
Tarumanegara pada akhir abad tersebut disebabkan oleh penyerangan Sriwijaya.
3. KERAJAAN SRIWIJAYA
a. Perkembangan Kerajaan
Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang terletak di Sumatra Selatan.
Menurut para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang dan diperkirakan telah berdiri pada
abad ke-7 M. Awalnya, Sriwijaya hanya kerajaan kecil. Sriwijaya berkembang menjadi kerajaan
besar setelah dipimpin oleh Dapunta Hyang. Dapunta Hyang berhasil memperluas daerah
kekuasaannya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Sriwijaya berkembang
sampai abad ke 13, dan sejak itu Sriwijaya berhasil ditaklukkan oleh San Fo Tsi (Swarnabhumi).
Faktor yang mendorong Sriwijaya muncul menjadi kerajaan besar adalah sebagai berikut:
✓ Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan antara India dengan Cina.
✓ Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.
✓ Runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan
kesempatan kepada Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim menggantikan
Funan.
✓ Sriwijaya mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di
perairan Asia Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.
Kepercayaan masyarakat sriwijaya yakni agama Buddha yang diperkenalkan di Sriwijaya
pada tahun 425 Masehi. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha
sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha, yaitu aliran Buddha Mahayana, Hinayana,
Pendeta Budha yang terkenal di Sriwijaya diantarana adalah Dharmapala dan Sakyakirti. ❑
Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia pernah mengajar
agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala). ❑ Sakyakirti adalah guru besar yang
mengarang buku Hastadandasastra.
Pada masanya Sriwijaya memiliki armada laut yang kuat yang mampu menjamin
keamanan di jalur-jalur pelayaran yang menuju Sriwijaya, sehingga banyak pedagang dari luar
yang singgah dan berdagang di wilayah kekuasaan Sriwijaya tersebut. Kerajaan Sriwijaya mampu
menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional selama berabad-abad dengan
menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap pelayaran dan perdagangan dari Asia
Barat ke Asia Timur atau sebaliknya harus melewati wilayah Kerajaan Sriwijaya yang meliputi
seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan. Keadaan ini
juga yang membawa penghasilan Kerajaan Sriwijaya terutama diperoleh dari komoditas ekspor
dan bea cukai bagi kapal kapal yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik Sriwijaya. Komoditas
ekspor Sriwijaya antara lain kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan, kapas, cula badak,
dan wangi-wangian. Kerajaan ini merupakan kerajaan maritime yang bersifat metropolitan.
b. Keruntuhan Kerajaan
Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran pada abad ke 13M. Kemunduran ini
terjadi karena adanya beberapa faktor, di antaranya adalah faktor alam, ekonomi, politik, dan
militer.
Faktor Geografi Ditinjau dari faktor alam, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran
karena kota Palembang semakin jauh dari laut. Hal tersebut terjadi karena adanya pengendapan
lumpur yang dibawa oleh Sungai Musi dan sungai lainnya. Hal ini menyebabkan kapal-kapal
dagang yang datang ke Palembang semakin berkurang.
Faktor Ekonomi Ditinjau dari faktor ekonomi, kota Palembang yang semakin jauh dari laut
menjadi tidak strategis lagi. Karena tidak banyak kapal dagang yang singgah, sehingga kegiatan
perdagangannya menjadi berkurang. Akibatnya pajak sebagai sumber pendapatan semakin
berkurang. Hal ini memperlemah posisi Sriwijaya. Letak Palembang yang makin jauh dari laut
menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi kedudukannya sebagai pusat perdagangan nasional
maupun internasional. Sementara itu, terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan
Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan jalur perdagangan internasional sehingga Jambi
(Kerajaan Melayu ) lebih strategis daripada Palembang.
Faktor Politik Perekonomian Sriwijaya yang semakin lemah itu menyebabkan Sriwijaya
tidak mampu lagi mengontrol daerah kekuasaannya. Akibatnya, daerah-daerah bawahannya
berusaha untuk melepaskan diri. Hal ini ditunjukkan dengan :
1. Setelah kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya
terpaksa mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur
dan Sriwijaya bagian barat.
2. Dari arah timur, Kerajaan Sriwijaya semakin terdesak ketika berkembang Kerajaan
Singasari yang merupakan kelanjutan dari kerajaan Kediri , pada waktu diperintah oleh
Raja Kertanegara, Kerajaan Singasari yang bercita-cita menguasai seluruh wilayah
nusantara mulai mengirim ekspedisi ke arah barat yang dikenal dengan istilah
Ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi ini, Kerajaan Singasari mengadakan
pendudukan terhadap Kerajaan Melayu, Pahang, dan Kalimantan, sehingga
mengakibatkan kedudukan Kerajaan Sriwijaya semakin terdesak.
3. Selain itu kedudukan Kerajaan Sriwijaya semakin terdesak, karena munculnya
kerajaan-kerajaan besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan,
seperti Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas wilayah
kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung
Malaya termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam
kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan kegiatan pelayaran perdagangan di Kerajaan
Sriwijaya semakin berkurang.
Faktor Militer Dalam segi militer, kemunduran Sriwijaya disebabkan adanya serangan
militer dari kerajaan lain antaranya sebagai berikut :
1. Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M. Ketika itu yang berkuasa di
Sriwijaya adalah Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak berhasil,
tetapi telah melemahkan Sriwijaya
2. Serangan dari Kerajaan Colamandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa
pada tahun 1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke Semenanjung Malaka dan
berhasil menawan raja Sriwijaya. Serangan ketiga dilakukan pada tahun 1068 M
dilakukan oleh Wirarajendra, cucu Rajendracoladewa.
3. Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-1292, yang
diterima dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi),, Mauliwarmadewa, semakin
melemahkan kedudukan Sriwijaya.
4. Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah
Mada pada tahun 1477 yang mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan Majapahit.
Akibat beberapa serangan tersebut, berakhirlah peranan Sriwijaya sebagai kerajaan
maritim sekaligus sebagai kerajaaan yang bertaraf nasional pertama. Dengan faktor
politis dan ekonomi itu, maka sejak akhir abad ke-13 M kerajaan Sriwijaya menjadi
kerajaan kecil dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya
yang kecil dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit tahun 1377 M.
4. KERAJAAN MATARAM KUNO
a. Perkembangan Kerajaan
Kerajaan Mataram dikenal dari prasasti Canggal yang berasal dari halaman percandian di
Gunung Wukir Magelang. Prasasti ini berhuruf pallawa dan berbahasa sansekerta, serta berangka
tahun 654 S (732 M). Isinya adalah memperingati didirikannya sebuah lingga (lambang Siwā)
oleh raja Sanjaya diatas bukit Kunjarākunjā di pulau Yawadwipā yang kaya akan hasil bumi.
Yawadwipa mula-mula diperintah oleh raja Sanna yang bijaksana. Pengganti Sanna yaitu raja
Sanjaya, anak Sannaha, saudara perempuan raja Sanna. Ia adalah seorang raja gagah berani yang
telah menaklukkan raja-raja di sekelilingnya dan raja yang ahli dalam kitab-kitab suci.
Mendirikan lingga adalah lambing mendirikan atau membangun kembali suatu kerajaan. Sanjaya
memang dianggap Wamçakarta kerajaan Mataram. Hal ini juga terlihat dari prasasti para raja
yang menggantikannya, misal prasasti dari Balitung yang memuat silsilah yang berpangkal dari
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Bahkan ada pula prasasti yang menggunakan tarikh Sanjaya.
Kecuali prasasti Canggal tidak ada prasasti lain dari Sanjaya, yang ada ialah prasasti-prasasti dari
keluarga raja lain yaitu Syailendrawangsa. Istilah Syailendrawangsa dijumpai pertama kali di
dalam prasasti Kalasan tahun 700 S (778 M). Prasasti ini ditulis dengan huruf pra-nagari dan
berbahasa sansekerta. Isinya adalah pendirian bangunan suci bagi Dewi Tarā dan sebua biara bagi
para pendeta oleh Maharaja Tejahpurna Panaŋkaran. Bangunan tersebut adalah Candi Kalasan di
Yogyakarta. Rupa-rupanya keluarga Sanjaya ini terdesak oleh para Syailendra, tetapi masih
mempunyai kekuasaan di sebagian Jawa Tengah. Meskipun demikian masih ada kerjasama antara
keluarga Sanjaya dan Syailendra (Sumadio, 1994).
Pada pertengahan abad IX kedua wangsa ini bersatu melalui perkawinan Rakai Pikatan
dan Pramodawardani, raja puteri dari keluarga Syailendra. Dalam masa pemerintahan Syailendra
banyak bangunan suci didirikan untuk memuliakan agama Buddha, antara lain candi Kalasan,
Sewu, dan Borobudur. Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya telah pula mendirikan bangunan suci
agama Hindu seperti candi Loro Jonggrang di Prambanan. Mengenai wangsa raja-raja yang
berkuasa di kerajaan Mataram ini terdapat dua pendapat yang berbeda. Casparis (1956)
berpendapat bahwa sejak pertengahan abad VIII ada 2 wangsa raja yang berkuasa yaitu wangsa
Sanjaya yang beragama Siwa dan para pendatang baru dari Funan yang menamakan dirinya
wangsa Syailendra yang beragama Buddha Mahayana. Pendapat Casparis tersebut ditentang oleh
Poerbatjaraka. Menurut Poerbatjaraka (1956), hanya ada satu wangsa saja yaitu wangsa
Syailendra yang merupakan orang Indonesia asli dan anggota-anggotanya semula menganut
agama Siwa, tetapi sejak pemerintahan Rakai Panangkaran menjadi penganut agama Buddha
Mahayana, untuk kemudian pindah lagi menjadi penganut agama Siwa sejak pemerintahan Rakai
Pikatan.
b. Keruntuhan Kerajaan
Sesudah Dyah Wawa wafat digantikan menantunya yaitu Mpu Sindok selanjutnya
memindahkan kerajaannya ke Jawa Timur dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyana pada
tahun 928 M. Konon pemindahan ini dikarenakan letusan Gunung Merapi, gempa vulkanik, dan
hujan material vulkanik yang membuat kacau banyak daerah di Jawa Tengah. Menurut teori van
Bammelen, perpindahan istana Medang dari Jawa Tengah menuju Jawa Timur disebabkan oleh
letusan Gunung Merapi yang sangat dahsyat. Konon sebagian puncak Merapi hancur. Kemudian
lapisan tanah begeser ke arah barat daya sehingga terjadi lipatan, yang antara lain, membentuk
Gunung Gendol dan lempengan Pegunungan Menoreh. Letusan tersebut disertai gempa bumi dan
hujan material vulkanik berupa abu dan batu. Di Jawa timur ini Mpu Sindok melanjutkan Kerajaan
Medang Kamulan. Istana Medang yang diperkirakan kembali berada di Bhumi Mataram hancur.
Tidak diketahui dengan pasti apakah Dyah Wawa tewas dalam bencana alam tersebut ataukah
sudah meninggal sebelum peristiwa itu terjadi, karena raja selanjutnya yang bertakhta di Jawa
Timur bernama Mpu Sindok yang menjabat sebagai Rakryan Mapatih Hino mendirikan istana baru
di daerah Tamwlang.
Prasasti tertuanya berangka tahun 929. Dinasti yang berkuasa di Medang periode Jawa
Timur bukan lagi Sanjayawangsa, melainkan sebuah keluarga baru bernama Isanawangsa, yang
merujuk pada gelar abhiseka Mpu Sindok yaitu Sri Isana Wikramadharmottungga. Permusuhan
dengan Sriwijaya Kekuasaan Wangsa Sailendra meliputi Kerajaan Medang dan juga kerajaan
Sriwijaya di pulau Sumatra. Hal ini ditandai dengan ditemukannya Prasasti Ligor tahun 775 yang
menyebut nama Maharaja Wisnu dari Wangsa Sailendra sebagai penguasa Sriwijaya. Hubungan
senasib antara Jawa dan Sumatra berubah menjadi permusuhan ketika Wangsa Sanjaya bangkit
kembali memerintah Medang. Menurut teori de Casparis, sekitar tahun 850–an, Rakai Pikatan
berhasil menyingkirkan seorang anggota Wangsa Syailendra bernama Balaputradewa putra
Samaragrawira. Balaputradewa kemudian menjadi raja Sriwijaya di mana ia tetap menyimpan
dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi
permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga
bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara. Rasa permusuhan Wangsa
Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu
Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran
terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak
Mpu Sindok.
LAMPIRAN 1
INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP
Nama Sekolah : SMA Islam Nurul Ulum Gayam
Kelas/Semester : X / 2
Tahun Pelajaran : 2021/2022
No Tanggal Nama Siswa Catatan Perilaku Butir Sikap Ket
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
LAMPIRAN 2
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK
Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya dan
Mataram Kuno
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia (Wajib)
Kelas/Semester : X/ 2
Kompetensi dasar : 3.6 Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan
budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia serta
menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan
masyarakat Indonesia masa kini
Waktu : 50 menit
Alat/Bahan : Kertas, Bolpoin dll
Informasi :
Dengan mengerjakan LKPD singkat ini, peserta didik diharapkan dapat :
a. Mendeteksi perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya pada
masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia
b. Mengumpulkan bukti-bukti kehidupan pengaruh Hindu dan Buddha yang masih ada
sampai masa kini
c. Menyajikan karya tulis tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang pada
masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa
Indonesia pada masa kini
Aktivitas A
1. Berkumpullah dengan Kelompok yang sudah disediakan. 2. Baca dan diskusikan materi yang sudah kalian dapatkan! 3. Sesudah membaca dan berdiskusi, Tulislah beberapa informasi yang kamu dapat dan Jawab
pertanyaan di bawah ini!
Jawablah Pertanyaan di bawah ini.
1. Tuliskan kembali perkembangan kerajaan Kutai, Tarumanegara,